Upload
rudy-adhi-suwarno
View
40
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah eutanasia
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap makhluk hidup pasti mengalami siklus kehidupan yang diawali dengan proses
pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia, dan diakhiri dengan kematian. Dalam proses
tersebut, kematian memiliki misteri besar yang belum ditemukan oleh ilmu pengetahuan.
Secara umum, kematian adalah suatu topik yang ditakuti oleh publik.Namun, tidak demikian
dalam kalangan medis dan kesehatan.Dalam konteks kesehatan modern, kematian tidaklah
selalu menjadi sesuatu yang datang secara tiba-tiba.Kematian dapat dilegalisir menjadi
sesuatu yang definit dan dapat ditentukan tanggal kejadiannya.Membunuh bisa dilakukan
secara legal, itulah euthanasia, pembunuhan yang sampai saat ini masih menjadi kontroversi
dan belum bisa diatasi dengan baik atau dicapainya kesepakatan yang diterima oleh berbagai
pihak.Di satu pihak, tindakan euthanasia pada berbagai kasus dan keadaan memang
diperlukan.Sementara di lain pihak, tindakan ini tidak diterima karena bertentangan dengan
hukum, moral, dan agama.
Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan menghadapi penyakit yang tak
tersembuhkan, sementara pasien sudah dalam keadaan merana dan sekarat. Dalam situasi
demikian, tidak jarang pasien memohon agar dibebaskan dari penderitaan ini dan tidak ingin
diperpanjang hidupnya lagi atau di lain keadaan pada pasien yang sudah tidak sadar,
keluarga pasien yang tidak tega melihat pasien yang penuh penderitaan menjelang ajalnya
meminta kepada dokter atau perawat untuk tidak meneruskan pengobatan atau bila perlu
memberikan obat yang mempercepat kematian. Dari sinilah istilah euthanasia muncul, yaitu
melepas kehidupan seseorang agar terbebas dari penderitaan atau mati secara baik.
Dalam kasus tersebut, dilema muncul dan menempatkan dokter atau perawat pada posisi
yang serba sulit.Tenaga medis merupakan suatu profesi yang mempunyai kode etik tersendiri
sehingga mereka dituntut untuk bertindak secara professional.Tenaga medis merasa
mempunyai tanggung jawab untuk membantu menyembuhkan penyakit pasien, sedangkan di
pihak lain, pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap hak-hak individu juga sudah
Suntik mati (Euthanasia ) Page 1
sangat berubah.Dengan demikian, konsep kematian dalam dunia kedokteran masa kini
dihadapkan pada kontradiksi antara etika, moral, hukum, dan kemampuan serta teknologi
kesehatan yang sedemikian maju.
Sejauh ini, Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai euthanasia dan
hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa kalangan yang menyetujui tentang
euthanasia dan pihak yang tidak setuju tentang hal tersebut.Pihak yang menyetujui tindakan
euthanasia beralasan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk
mengakhiri hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup
mendukung, yaitu alasan kemanusiaan. Dengan keadaan pasien yang tidak lagi
memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan permohonan
untuk segera diakhiri hidupnya. Sementara sebagian pihak yang tidak memperbolehkan
euthanasia beralasan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya
karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu
gugat oleh manusia.Secara umum, argumen pihak anti euthanasia adalah kita harus
mendukung seseorang untuk hidup, bukan menciptakan struktur yang mengizinkan mereka
untuk mati.
Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir karena sudut pandang yang digunakan sangat
bertolak belakang dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut adalah masalah legalitas dari
tindakan euthanasia.
1.2 Rumusan MasalahDengan melihat latar belakang yang telah dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan
permasalahan-permasalahan sebagai berikut, yaitu:
1. Apa definisi Euthanasia?
2. Bagaimana Euthanasia dipandang dari segi legal etik dan undang-undang yang
berlaku?
1.3 Tujuan PembahasanTujuan ditulisnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah IKD 1
mahasiswa sekolah tinngi ilmu kesehatan BINA SEHAT PPNI dan diharapkan dapat
memenuhi tujuan-tujuan yang bermanfaat bagi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan
yang menyangkut masalah Euthanasia.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 2
Secara terperinci, tujuan ditulisnya makalah ini adalah sebagai berikut, yaitu:
1. Mengetahui definisi Euthanasia
2. Mengetahui permasalahan Euthanasia ditinjau dari segi legal etik dan undang-
undang yang berlaku.
1.4 Metode PenulisanMakalah ini ditulis dengan metode kepustakaan.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Euthanasia
Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai kematian yang lembut dan
nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak
tersembuhkan‖. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah
mercy killing (Tongat, 2003 :44)
Euthanasia sering disebut : mercy killing (mati dengan tenang). Euthanasia bisa muncul dari
keinginan pasien sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien
masih sadar), atau tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak sadar)
Ditinjau dari cara pelaksanaannya euthanasia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Euthanasia agresif, disebut juga eutanasia aktif, adalah suatu tindakan secara sengaja
yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau
mengakhiri hidup seorang pasien. Eutanasia agresif dapat dilakukan dengan pemberian
suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan. Salah satu
contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.
2. Euthanasia non agresif, kadang juga disebut eutanasia otomatis (autoeuthanasia)
digolongkan sebagai eutanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak
secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun mengetahui
bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. Penolakan
tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah codicil (pernyataan tertulis
tangan).Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik eutanasia pasif atas
permintaan pasien yang bersangkutan.
3. Euthanasia pasif dapat juga dikategorikan sebagai tindakan eutanasia negatif yang tidak
menggunakan alat-alat atau langkah-langkah aktif untuk mengakhiri kehidupan
seorang pasien. Eutanasia pasif dilakukan dengan memberhentikan pemberian bantuan
Suntik mati (Euthanasia ) Page 4
medis yang dapat memperpanjang hidup pasien secara sengaja. Beberapa contohnya
adalah dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami
kesulitan dalam pernapasan, tidak memberikan antibiotika kepada penderita
pneumonia berat, meniadakan tindakan operasi yang seharusnya dilakukan guna
memperpanjang hidup pasien, ataupun pemberian obat penghilang rasa sakit seperti
morfin yang disadari justru akan mengakibatkan kematian. Tindakan eutanasia pasif
seringkali dilakukan secara terselubung oleh kebanyakan rumah sakit
(Wikipedia,2010)
2.2 Legal EtikSecara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk
euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri
(voluntary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 KUHP secara
tegas menyatakan :
“ Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas
dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas
tahun”
Ketentuan ini harus di ingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alasan
kuat untuk membantu pasien/keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup
pasien, ancaman hukuman ini harus di hadapinya .
Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan , beberapa pasal di bawah ini
perlu diketahui oleh dokter.
Pasal 338 KUHP :
Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, di hukum karena maker
mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.
Pasal 340 KUHP
Barang siapa dengan siapa direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain,di
hukum, karena pembunuhan direncanakan, dengan hukuman mati atau penjara selama-
lamanya seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.
Pasal 359 KUHP
Barangsiapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-
lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 5
Selanjutnya dibawah ini di kemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan
kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia.
Pasal 345 KUHP
Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri , menolongnya
dalam perbuatan itu , atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara
selama-lamanya empat tahun.
Pasal ini mengingat dokter untuk jangan melakukan euthanasia, menolong atau member
harapan kea rah perbuatan itu saja pun sudah mendapat ancaman pidana.
Suatu prinsip etika yang sangat mendasar adalah kita harus menghormati kehidupan
manusia.Bahkan kita harus menghormatinya dengan mutlak. Kita tidak boleh mengorbankan
manusia kepada suatu tujuan lain. Dalam etika, prinsip ini sudah lama dirumuskan sebagai
‘kesucian kehidupan’ (The Sanctity of Life).Kehidupan manusia yang suci harus selalu
dihormati karena mempunyai nilai absolute.
Pada etika medis, tugas pokok para medis adalah memahami nilai-nilai kemanusiaan yang
berkaitan dengan hidup, kesehatan, dan kematian manusia.Profesi tenaga medis sudah sejak
lama menentang euthanasia, sebab profesi ini bertujuan untuk menyembuhkan dan bukan
untuk merusak kehidupan.Sumpah Hipokrates yang kemudian menjadi sumpah seluruh dokter
di dunia jelas-jelas menolaknya,“Saya tidak akanmemberikan racun yang mematikan ataupun
memberikan saran mengenai hal ini kepada mereka yang memintanya.”
Dalam pasal 9, bab II kode etik kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter kepada
pasien,di sebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban
melindungi hidup makhluk insani. Dengan demikian,dokter tidak diperbolehkan mengakhiri
hidup seseorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan
sembuh lagi. Hakikat profesi kedokteran adalah menyembuhkan dan meringankan
penderitaan.Euthanasia justru bertentangan radikal dengan hakikat itu.
Di dalam Kode Etik Kedokteran yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan nomor:
434/Men.Kes/SK/X/1983 juga telah disebutkan pada Pasal 10: “Setiap Dokter harus
senantiasa mengingat akan kewajibannya melindungi hidup makhluk insani”. Sehingga dokter
yang melakukan tindakan euthanasia (khususnya euthanasia aktif) bisa diberhentikan dari
jabatannya karena melanggar kode etik tersebut.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 6
Selain itu, di dalam Kode Etik Apoteker Bab II Pasal 9 telah disebutkan bahwa, “Seorang
Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat, menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk hidup insani.”
2.3 Pandangan Hukum Islam
Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak
seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada
manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati. (QS
al-Hajj).Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori
pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‗amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan
penderitaan pasien.Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau
keluarganya.
2.4 Undang-undang yang berlaku
Euthanasiadi tinjau dari aspek moral dan HAM bertentangan dengan hak asasi manusia
yang mendasar yaitu hak untuk hidup. Hal ini tertuang dalam pasal 29 A UUD 1945 dan
dalam pasal 4 UUD RI no 39 tahun 1999 tentanh HAM, maka dengan landasan hokum yang
ada setiap hak asasi manusia harus di lindungi dan di junjung tinggi.
2.5 Praktik Euthanasia di Indonesia Sampai saat ini, euthanasia masih menimbulkan pro & kontra di masyarakat.Mereka yang
menyetujui tindakan euthanasia berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu tindakan yang
dilakukan dengan persetujuan & dilakukan dengan tujuan utama menghentikan penderitaan
pasien.Prinsip kelompok ini adalah manusia tidak boleh dipaksa untuk menderita.Dengan
demikian, tujuan utama kelompok ini yaitu meringankan penderitaan pasien dengan
memperbaiki resiko hidupnya.Kelompok yang kontra terhadap euthanasia berpendapat bahwa
euthanasia merupakan tindakan pembunuhan terselubung, karenanya bertentangan dengan
kehendak Tuhan.Kematian semata-mata adalah hak dari Tuhan, sehingga manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan tidak mempunyai hak untuk menentukan kematiannya. Menurut PP
no.18/1981 pasal 1g menyebutkan bahwa: “ Meninggal dunia adalah keadaan insani yang
Suntik mati (Euthanasia ) Page 7
diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang, bahwa fungsi otak, pernapasan, & atau denyut
jantung seseorang telah berhenti”. Definisi mati ini merupakan definisi yang berlaku di
Indonesia.Mati itu sendiri sebetulnya dapat didefinisikan secara sederhana sebagai berhentinya
kehidupan secara permanen (permanent cessation of life). Hanya saja, untuk memahaminya
terlebih dahulu perlu memahami apa yang disebut hidup. Para ahli sependapat jika definisi
hidup adalah berfungsinya berbagai organ vital (paru-paru,jantung, & otak) sebagai satu
kesatuan yang utuh, ditandai oleh adanya konsumsi oksigen. Dengan demikian definisi mati
dapat diperjelas lagi menjadi berhentinya secara permanen fungsi organ-organ vital sebagai
satu kesatuan yang utuh, ditandai oleh berhentinya konsumsi oksigen.
Meskipun euthanasia bukan merupakan istilah yuridis, namun mempunyai implikasi hukum
yang sangat luas, baik pidana maupun perdata.Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa
euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan
euthanasia aktif dengan permintaan.Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:
Pasal 338:
―Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan
biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.‖
Pasal 340:
―Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang
lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati
atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.‖
Pasal 344:
―Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannyadengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya
duabelas tahun
Pasal 345:
―Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya
dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.‖
Pasal 359:
―Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan
pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu
tahun.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 8
Beberapa ahli hukum berpendapat bahwa tindakan perawatan medis yang tidak ada gunanya
seperti hal nya pada kasus pasien ini secara yuiridis dapat di anggap sebagai penganiyayaan.
Tindakan di luar batas ilmu kedokteran dapat di katakana di luar kompetensi dokter tersebut
untuk melakukan perawatan medis .dengan kata lain , apabila suatu tindakan medis di anggap
tidak ada manfaatnya , maka dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis dan
dapat dijarat hukum sesuai KUHP pasal 351 tentang penganiyayaan yang berbunyi :
1) Penganiyayaan di ancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulamn atau pidana
denda pling banyak 4500 rupiah
2) Dengan penganiyayaan disamakn sengaja merusak kesehatan
2.6 Euthanasia menurut Hukum di berbagai Negara
1. Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan
eutanasia.Undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang
menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik
eutanasia.Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak
untuk mengakhiri penderitaannya.Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum
Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan
sebagai perbuatan kriminal. Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch
Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November
1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda
dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan
mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan
konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan
dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk
melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan
menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20
tahun telahdikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang
melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.
2. Australia
Suntik mati (Euthanasia ) Page 9
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU
yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan
lama.Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the
terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal).Undang-undang baru ini beberapa kali
dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga
harus ditarik kembali.
3. Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002.Para
pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah
dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia di negara ini, namun mereka juga
mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya
upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".Belgia kini menjadi negara ketiga yang
melegalisasi eutanasia (setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika). Senator
Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan
undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani
dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan
kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya
4. Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal di banyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-
satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien
terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah
negara bagian Oregon, yang pada tahun 1997 melegalisasikan kemungkinan dilakukannya
eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with
Dignity Act). Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan
euthanasia. Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18
tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan
meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien,
dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali
secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan
keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan
Suntik mati (Euthanasia ) Page 10
prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada
dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan
pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang
dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari
tuanya. Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan,
sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin
saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu
sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.
Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan
bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia
5. Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan
hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal
344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa "Barang siapa
menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya
dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun". Juga
demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang
juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia.Dengan
demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan
tindakan eutanasia oleh siapa pun. Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia
(IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo
Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa
penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang
dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang
dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.
6. Swiss
Di Swiss, obat yang mematikan dapat diberikan baik kepada warga negara Swiss ataupun
orang asing apabila yang bersangkutan memintanya sendiri. Secara umum, pasal 115 dari
Kitab Undang-undang Hukum Pidana Swiss yang ditulis pada tahun 1937 dan
dipergunakan sejak tahun 1942, yang pada intinya menyatakan bahwa "membantu suatu
pelaksanaan bunuh diri adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum apabila
motivasinya semata untuk kepentingan diri sendiri."
Suntik mati (Euthanasia ) Page 11
Pasal 115 tersebut hanyalah menginterpretasikan suatu izin untuk melakukan
pengelompokan terhadap obat-obatan yang dapat digunakan untuk mengakhiri kehidupan
seseorang.
7. Inggris
Pada tanggal 5 November 2006, Kolese Kebidanan dan Kandungan Britania Raya (Britain's
Royal College of Obstetricians and Gynaecologists) mengajukan sebuah proposal kepada
Dewan Bioetik Nuffield (Nuffield Council on Bioethics) agar dipertimbangkannya izin
untuk melakukan eutanasia terhadap bayi-bayi yang lahir cacat (disabled newborns).
Proposal tersebut bukanlah ditujukan untuk melegalisasi eutanasia di Inggris melainkan
semata guna memohon dipertimbangkannya secara saksama dari sisi faktor "kemungkinan
hidup si bayi" sebagai suatu legitimasi praktik kedokteran.Namun hingga saat ini eutanasia
masih merupakan suatu tindakan melawan hukum di kerajaan Inggris demikian juga di
Eropa (selain daripada Belanda).
Demikian pula kebijakan resmi dari Asosiasi Kedokteran Inggris (British Medical
Association-BMA) yang secara tegas menentang eutanasia dalam bentuk apapun juga.
8. Jepang
Jepang tidak memiliki suatu aturan hukum yang mengatur tentang eutanasia demikian pula
Pengadilan Tertinggi Jepang (supreme court of Japan) tidak pernah mengatur mengenai
eutanasia tersebut.
Ada 2 kasus eutanasia yang pernah terjadi di Jepang yaitu di Nagoya pada tahun 1962 yang
dapat dikategorikan sebagai "eutanasia pasif" (消極的安楽死, shōkyokuteki anrakushi)
Kasus yang satunya lagi terjadi setelah peristiwa insiden di Tokai university pada tahun
1995[14] yang dikategorikan sebagai "eutanasia aktif " (積極的安楽死, sekkyokuteki
anrakushi) .Keputusan hakim dalam kedua kasus tersebut telah membentuk suatu kerangka
hukum dan suatu alasan pembenar dimana eutanasia secara aktif dan pasif boleh dilakukan
secara legal. Meskipun demikian eutanasia yang dilakukan selain pada kedua kasus tersebut
adalah tetap dinyatakan melawan hukum, dimana dokter yang melakukannya akan
dianggap bersalah oleh karena merampas kehidupan pasiennya. Oleh karena keputusan
pengadilan ini masih diajukan banding ke tingkat federal maka keputusan tersebut belum
mempunyai kekuatan hukum sebagai sebuah yurisprudensi, namun meskipun demikian saat
ini Jepang memiliki suatu kerangka hukum sementara guna melaksanakan eutanasia.
9. Republik Ceko
Suntik mati (Euthanasia ) Page 12
Di Republik Ceko eutanisia dinyatakan sebagai suatu tindakan pembunuhan berdasarkan
peraturan setelah pasal mengenai eutanasia dikeluarkan dari rancangan Kitab Undang-
undang Hukum Pidana. Sebelumnya pada rancangan tersebut, Perdana Menteri Jiri Pospíšil
bermaksud untuk memasukkan eutanasia dalam rancangan KUHP tersebut sebagai suatu
kejahatan dengan ancaman pidana selama 6 tahun penjara, namun Dewan Perwakilan
Konstitusional dan komite hukum negara tersebut merekomendasikan agar pasal
kontroversial tersebut dihapus dari rancangan tersebut.
10. India
Di India eutanasia adalah suatu perbuatan melawan hukum. Aturan mengenai larangan
eutanasia terhadap dokter secara tegas dinyatakan dalam bab pertama pasal 300 dari Kitab
Undang-undang Hukum Pidana India (Indian penal code-IPC) tahun 1860. Namun
berdasarkan aturan tersebut dokter yang melakukan euthanasia hanya dinyatakan bersalah
atas kelalaian yang mengakibatkan kematian dan bukannya pembunuhan yang hukumannya
didasarkan pada ketentuan pasal 304 IPC, namun ini hanyalah diberlakukan terhadap kasus
eutanasia sukarela dimana sipasien sendirilah yang menginginkan kematian dimana si
dokter hanyalah membantu pelaksanaan eutanasia tersebut (bantuan eutanasia). Pada kasus
eutanasia secara tidak sukarela (atas keinginan orang lain) ataupun eutanasia di luar
kemauan pasien akan dikenakan hukuman berdasarkan pasal 92 IPC.
11. China
Di China, eutanasia saat ini tidak diperkenankan secara hukum. Eutansia diketahui terjadi
pertama kalinya pada tahun 1986, dimana seorang yang bernama "Wang Mingcheng"
meminta seorang dokter untuk melakukan eutanasia terhadap ibunya yang sakit.Akhirnya
polisi menangkapnya juga si dokter yang melaksanakan permintaannya, namun 6 tahun
kemudian Pengadilan tertinggi rakyat (Supreme People's Court) menyatakan mereka tidak
bersalah. Pada tahun 2003, Wang Mingcheng menderita penyakit kanker perut yang tidak ada
kemungkinan untuk disembuhkan lagi dan ia meminta untuk dilakukannya eutanasia atas
dirinya namun ditolak oleh rumah sakit yang merawatnya. Akhirnya ia meninggal dunia dalam
kesakitan
12. Afrika Selatan
Di Afrika Selatan belum ada suatu aturan hukum yang secara tegas mengatur tentang
eutanasia sehingga sangat memungkinkan bagi para pelaku eutanasia untuk berkelit dari
jerat hukum yang ada
Suntik mati (Euthanasia ) Page 13
13. Korea
Belum ada suatu aturan hukum yang tegas yang mengatur tentang eutanasia di Korea,
namun telah ada sebuah preseden hukum (yurisprudensi)yang di Korea dikenal dengan
"Kasus rumah sakit Boramae" dimana dua orang dokter yang didakwa mengizinkan
dihentikannya penanganan medis pada seorang pasien yang menderita sirosis hati (liver
cirrhosis) atas desakan keluarganya. Polisi kemudian menyerahkan berkas perkara tersebut
kepada jaksa penuntut dengan diberi catatan bahwa dokter tersebut seharusnya dinayatakan
tidak bersalah.Namun kasus ini tidak menunjukkan relevansi yang nyata dengan mercy
killing dalam arti kata eutanasia aktif. Pada akhirnya pengadilan memutuskan bahwa " pada
kasus tertentu dari penghentian penanganan medis (hospital treatment) termasuk tindakan
eutanasia pasif, dapat diperkenankan apabila pasien terminal meminta penghentian dari
perawatan medis terhadap dirinya .
2.7 Euthanasia menurut Agama Islam Seperti dalam agama-agama Ibrahim lainnya (Yahudi dan Kristen), Islam mengakui hak
seseorang untuk hidup dan mati, namun hak tersebut merupakan anugerah Allah kepada
manusia. Hanya Allah yang dapat menentukan kapan seseorang lahir dan kapan ia mati.
(QS al-Hajj).
Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori
pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‗amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk
meringankan penderitaan pasien.Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan
pasien sendiri atau keluarganya.
Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan
pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri.
Misalnya firman Allah SWT :
“ Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya)
melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.”‖ (QS Al-An‘aam : 151)
“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali
karena tersalah (tidak sengaja)” (QS An-Nisaa` : 92)
“ Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS An-Nisaa` : 29).
Suntik mati (Euthanasia ) Page 14
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan
euthanasia aktif.Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-
qatlu al-‗amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.
Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan
mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena
membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :“Telah
diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-
Baqarah : 178) Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan
qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan.Selanjutnya mereka
mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau
memaafkan/menyedekahkan.Firman Allah SWT : “Maka barangsiapa yang mendapat
suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara
yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi
maaf dengan cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)
Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya
dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki, 1990:
111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka
diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas),
atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-
Maliki, 1990: 113).
Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan
melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya.Alasan
ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya
yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia.Dengan mempercepat kematian pasien
dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit
yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW
bersabda,‖Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan,
sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali
Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu.‖
(HR Bukhari dan Muslim).
Suntik mati (Euthanasia ) Page 15
Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik
menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter
bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan
sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien,
misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.
Bagaimanakah hukumnya menurut Syariah Islam?Jawaban untuk pertanyaan itu,
bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri.
Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau makruh? Dalam masalah ini ada
perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya
mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan
berobat,seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah (Utomo,2003:180).
Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah mandub.Tidak wajib.
Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut
umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi lain, ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu
bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah).
Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW
bersabda :“Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia
ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” (HR Ahmad, dari Anas RA)
Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat.Menurut
ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-
thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah ushul :
Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab
“Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan.” (An-
Nabhani, 1953)
Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat.Dalam hadits
itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib.Bahkan, qarinah
yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak
bersifat wajib.Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat.
Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang
perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata,‖Sesungguhnya aku
Suntik mati (Euthanasia ) Page 16
terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh]. Berdoalah
kepada Allah untuk kesembuhanku!‖ Nabi SAW berkata,‖Jika kamu mau, kamu bersabar
dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia
menyembuhkanmu.‖ Perempuan itu berkata,‖Baiklah aku akan bersabar,‖ lalu dia berkata
lagi,‖Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh], maka berdoalah
kepada Allah agar auratku tidak tersingkap.‖ Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya.
(HR Bukhari)
Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits ini digabungkan
dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini
menjadi indikasi (qarinah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan
perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandub), bukan wajib
(Zallum, 1998:69).
Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk
dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien. Jika memasang alat-alat ini
hukumnya sunnah, apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis
keadaannya?
Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah
menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak
menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya.
Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas
pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib.
Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya
kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi,
tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini
pun akan segera tidak berfungsi.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada
pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena
itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-
alat bantu pada pasien –setelah matinya/rusaknya organ otak—hukumnya boleh (jaiz)
dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien,
dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab
mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).
Suntik mati (Euthanasia ) Page 17
Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien,
walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan
mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan
izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).
Suntik mati (Euthanasia ) Page 18
BAB III
ANALISIS KASUS DAN PEMBAHASAN
3.1 Kasus
Tn “R” berusia lanjut (85th) menderita kelumpuhan akibat stroke yang dia alami. Kaki dan
tangan sebelah kanan lumpuh total dan sebelah kiri mengalami kelemahan. Kejadian ini sudah
dialami lebih dari 3thn yang lalu. Pada awalnya keluarga bisa menerima kondisi ini, namun lama
kelamaan mereka bosan dan enggan untuk mengurusi lagi. Situasi ini menjadikan Tn “R” putus
asa. Pada suatu hari Tn “R” memutuskan ingin mati saja. Saat dibawa kedokter untuk berobat, Tn
“R” malah minta kepada dokter dan perawatanya untuk disuntik mati.
3.2 Pembahasan Kasus
Dalam kasus ini. Pertama, klien memutuskan untuk mati saja karena menderita
kelumpuhan akibat stroke yang dia alami. Kaki dan tangan sebelah kanan lumpuh total dan
sebelah kiri mengalami kelemahan. Kejadian ini sudah dialami lebih dari 3thn yang lalu.
Kedua, adalah larangan dilakukannya euthanasia atau tindakan yang akan menyebabkan
hilangnya nyawa seseorang yang tercantum dalam KUHP pasal 344.
Tetapi dalam kasus ini, pasien memutuskan untuk mati saja karena keluarganya sudah
bosan dan enggan untuk merawatnya lagi. Disini pihak tenaga kesehatan dalam dilema karena
pihak klien meminta tindakan euthanasia tetapi melanggar aturan hukum.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 19
3.3 Pendapat
Menurut saya, dokter tidak diperbolehkan mengakhiri hidup seorang yang
sakit meskipun menurut pengetahuan dan pengalaman tidak akan sembuh
lagi.
Jangan mudah putus asa dalam menghadapi cobaan. Tetap berdo’a kepada
Tuhan dan tetap berusaha untuk mendapatkan kesembuhan.
Menyarankan kepada keluarga untuk tetap setia merawat pasien sampai ia
sembuh.
Menurut saya, pasien sebaiknya memikrkan kembali keputusan untuk
mengajukan euthanasia.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 20
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan Euthanasia berarti tindakan untuk meringankan kesakitan atau penderitaan yang dialami
oleh seseorang yang akan meninggal, juga berarti mempercepat kematian seseoran yang
berada dalam kesakitan dan penderitaan yang hebat menjelang kematiannya.
Ditinjau dari cara perawatannya, euthanasia dibagi menjadi:
1. Euthanasia agresif atau aktif
2. Euthanasia non agresif
3. Euthanasi pasif
Ditinjau dari permintaan izinnya, euthanasia dibagi menjadi:
1. Euthanasia dilur kemampuan pasien
2. Euthanasia tidak sukarela
3. Euthanasia sukarela
Di setiap negara di dunia mempunyai hukum dan pandangan yang berbeda-beda tentang
Euthanasia.Ada negara yang memperbolehkan Euthanasia secara gampang, dan ada negara
yang membuat syarat-syarat tertentu untuk melakukan Euthanasia.Di Indonesia sendiri
Euthanasia masih menimbulkan pro dan kontra.
Dalam pandangan berbagai agama pun, menghilangkan nyawa seseorang secara sengaja
adalah perbuatan dosa, perbuatan yang melanggar.
Menurut pandangan agama islam perbuatan Euthanasia haram dilakukan. Karena, mengakhiri
hidup seseorang itu sama saja dengan pembunuhan. Dan Allah swt melarang tindakan
pembunuhan.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 21
4.2 Saran
Sebaiknya kita sebagai perawat jangan sampai melakukan tindakan Euthanasia.Kita harus
berusaha maksimal untuk kesembuhan pasien.Selama masih ada kemungkinan untuk sembuh
dan masih ada jalan untuk sembuh diharapkan untuk tidak melakukan tindakan Euthanasia.
Suntik mati (Euthanasia ) Page 22