30
BAB I PENDAHULUAN Salah satu masalah yang banyak dijumpai pada pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia saat ini adalah penyakit muskuloskeletal. Bahkan pada dasawarsa terakhir ini antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 organisasi kesehatan tingkat dunia WHO menetapkan sebagai “Dekade Tulang dan Persendian”. Komponen muskuloskeletal terdiri atas tulang, otot, dan sendi. Jika tulang mengalami trauma, maka hal ini disebut fraktur. Sedangkan jika trauma terjadi pada otot maka disebut kontusio atau rupture. Dan bila suatu trauma terjadi pada sendi, maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah dislokasi, haematrosis, ruptur pada ligamentum, serta ketidak stabilan sendi. Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekananan. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan tulang yang abnormal (fraktur patologik). 1

Makalah Fraktur

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Makalah Fraktur

BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu masalah yang banyak dijumpai pada pusat-pusat pelayanan

kesehatan di seluruh dunia saat ini adalah penyakit muskuloskeletal. Bahkan pada

dasawarsa terakhir ini antara tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 organisasi

kesehatan tingkat dunia WHO menetapkan sebagai “Dekade Tulang dan

Persendian”.

Komponen muskuloskeletal terdiri atas tulang, otot, dan sendi. Jika tulang

mengalami trauma, maka hal ini disebut fraktur. Sedangkan jika trauma terjadi

pada otot maka disebut kontusio atau rupture. Dan bila suatu trauma terjadi pada

sendi, maka kemungkinan yang dapat terjadi adalah dislokasi, haematrosis, ruptur

pada ligamentum, serta ketidak stabilan sendi.

Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya

pegas untuk menahan tekananan. Fraktur dapat terjadi akibat peristiwa trauma

tunggal, tekanan yang berulang-ulang, atau kelemahan tulang yang abnormal

(fraktur patologik).

1

Page 2: Makalah Fraktur

BAB III

PEMBAHASAN

A. Definisi Fraktur

Terdapat banyak definisi tentang fraktur, diantaranya :

1. Fraktur adalah discontinuitas dari jaringan tulang (patah tulang) yang

biasanya di sebabkan oleh adanya kekerasan yang timbul secara mendadak

(Bernard Bloch, 1986).

2. Fraktur adalah putusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai tipe dan

luasnya (Harnowo, 2002).

3. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang

rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Arif, 2000).

Maka dapat disimpulkan bahwa fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas

struktur tulang. Patahan itu mungkin tidak lebih dari suatu retakan, suatu

pengisutan atau perimpilan korteks, tetapi biasanya patahan itu lengkap dan

fragmen tulang bergeser. Jika kulit di atasnya masih utuh, keadaan ini disebut

fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan jika kulit atau salah satu dari rongga

tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur terbuka (atau compound), yang

cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi

.

B. Jenis Fraktur

Penampilan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis

fraktur dibagi atas beberapa kelompok yang jelas.

1. Fraktur Lengkap

Tulang benar-benar patah menjadi dua fragmen atau lebih. Jika fraktur

bersifat melintang, fragmen itu biasanya tetap di tempatnya setelah reduksi.

Jika bersifat oblik atau spiral, fraktur cenderung bergeser dan berpindah lagi

sekalipun tulang itu dibebat. Pada fraktur implikasi, fragmen-fragmen terikat

erat bersama-sama dan garis fraktur itu tidak jelas. Frakatur kominutif adalah

2

Page 3: Makalah Fraktur

fraktur dengan lebih dari dua fragmen karena ikatan sambungan pada

permukaan fraktur tidak baik, lesi ini sering tidak stabil.

2. Fraktur Tak Lengkap

Dalam keadaan ini, tulang terpisah secara tak lengkap dan periosteum

tetap menyatu. Pada fraktur greenstick tulang bengkok atau melengkung

(seperti ranting hijau yabg dipatahkan). Hal ini ditemukan pada anak-anak

yang tulangnya lebihb elastis daripada tulang orang dewasa. Reduksi biasanya

mudah dan penyembuhannya cepat. Fraktur kompresi terjadi bila tulang yang

bersepon mengerut. Hal ini terjadi pada orang dewasa, terutama dalam badan

vertebra. Kalau tidak dioperasi seketika itu, reduksi tidak dapat dilakukan dan

tak dapat dihindari adanya deformitas sisa.

C. Deskripsi Fraktur

Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal-hal yang perlu dideskripsikan adalah

sebagai berikut :

1. Komplit atau tidak komplit.

Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau

melalui kedua korteks tulang. Fraktur tidak komplit, bila garis patah tidak

melalui seluruh penampang tulang, seperti:

Hairline fracture (patah retak rambut).

Buckle fracture atau torus fracture, bila terjadi lipatan dari satu korteks

dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya, biasanya pada distal

radius anak-anak.

Greenstick fracture, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks

lainnya yang terjadi pada tulang panjang anak.

2. Bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.

Garis patah melintang: trauma angulasi atau langsung

Garis patah oblik: trauma angulasi

Garis patah spiral: trauma rotasi

Fraktur kompresi: trauma aksial-fleksi pada tulang spongiosa

3

Page 4: Makalah Fraktur

Fraktur avulsi: trauma tarikan/traksi otot pada insersinya di tulang,

misalnya fraktur patela.

3. Jumlah garis patah.

Fraktur kominutif: garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.

Fraktur segmental: garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan.

Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal.

Fraktur multipel: garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang

berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur, fraktur kruris, dan fraktur

tulang belakang.

4. Bergeser atau tidak bergeser.

Fraktur undisplaced (tidak bergeser), garis patah komplit tetapi kedua

fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.

Fraktur displaced (bergeser), terjadi pergeseran fragmen-fragmen

fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi:

a. dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah

sumbu dan overlapping)

b. dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)

c. dislokasi ad latus (pergeseran di mana kedua fragmen saling

menjauhi).

5. Terbuka atau tertutup.

Terbuka jika kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus.

Tertutup jika kulit di atasnya masih utuh.

6. Komplikasi atau tanpa komplikasi.

Komplikas dapat berupa komplikasi dini atau lambat, lokal atau

sistemik, oleh trauma atau akibat pengobatan.

D. Komplikasi Fraktur

1. Sindroma Kompartemen

Sindroma kompartemen adalah suatu sindrom yang terjadi karena

beberapa hal, bisa disebabkan oleh fraktur, di mana terjadi peningkatan

tekanan intrakompartemen sehingga terjadi iskemia jaringan. Peningkatan

4

Page 5: Makalah Fraktur

tekanan ini disebabkan oleh terisinya cairan ke dalam kompartemen (fascia),

dan tidak diikuti oleh pertambahan luas/volume kompartemen itu sendiri.

Cairan tersebut dapat berupa darah atau edema yang disebabkan oleh fraktur.

Dengan meningkatnya tekanan intrakompartemen (interstitial) yang

melampaui tekanan perfusi kapiler (pembuluh darah), akan menyebabkan

aliran darah yang seyogyanya mensuplai oksigen dan nutrisi ke jaringan

menjadi tidak adekuat (kolaps). Hal ini akan memicu terjadinya iskemia

jaringan, yang menyebabkan edema sehingga tekanan intrakompartemen

tersebut akan semakin meningkat. Bila hal ini tidak diatasi, maka iskemia

yang terjadi akan menimbulkan kematian jaringan dan nekrosis, yang pada

akhirnya dapat mengancam nyawa.

Secara umum terdapat beberapa tanda (sign) untuk sindroma

kompartemen, yang disingkat menjadi 5P:

Pain (nyeri), yang sering ditemukan dan terjadi di awal sindrom

Parestesia, yaitu gangguan pada saraf sensorik

Paralisis, yaitu gangguan motorik yang ditemukan setelah beberapa

waktu

Pallor, yaitu pucat pada kulit akibat berkurangnya suplai darah

Pulselessness, yaitu kehilangan denyut arteri

Cara untuk mengatasi hal ini adalah dengan teknik fasciotomi, suatu

tindakan operatif untuk membebaskan cairan yang terperangkap di dalam

kompartemen.

2. Cedera Vaskular

Cedera vaskular, terutama cedera arteri merupakan konsekuensi berbahaya

dari fraktur yang dapat mengancam jaringan dan nyawa. Pembuluh darah dapat

mengalami cedera di mana saja, namun ada tempat-tempat tertentu yang sangat

rentan terhadap cedera vaskular. Di ekstremitas atas, bagian aksila, lengan atas

anterior dan medial serta fossa antecubital adalah daerah yang berisiko tinggi,

sedangkan di ekstremitas bawah, daerah inguinal, paha medial dan fossa

popliteal adalah daerah yang berisiko tinggi jika mengalami cedera vaskular.

Pada daerah-daerah tersebut, hanya terdapat satu arteri tunggal yang berjalan

5

Page 6: Makalah Fraktur

sepanjang daerah tertentu sebelum bercabang (furcatio) di daerah yang lebih

distal. Arteri tunggal ini nantinya akan bercabang menjadi dua di ekstremitas

atas (a. brachialis bercabang menjadi a.radialis dan a.ulnaris setelah fossa

cubiti) dan tiga di ekstremitas bawah (a.femoralis akan bercabang menjadi

a.tibial anterior, a.tibial posterior, dan a.fibular/peroneal setelah fossa

popliteal). Dengan demikian, apabila terjadi cedera vaskular pada arteri tunggal

ini menyebabkan iskemia yang luas pada jaringan yang lebih distal. Hal ini

akan berbeda jika cedera vaskular terjadi di daerah yang lebih distal setelah

percabangan, di mana risiko iskemia jaringan tidak seluas yang ditimbulkan

oleh cedera arteri tunggal. Braten et al mengemukakan bahwa penanganan

cedera vaskular paling baik dalam jangka waktu 6 jam setelah terjadinya

fraktur. Penanganan tersebut meliputi imobilisasi ekstremitas, penekanan

(namun tidak menggunakan torniket), serta tindakan operatif. Setelah itu

disarankan untuk dilakukan fasciotomi demi mencegah terjadinya sindroma

kompartemen.

3. Osteonekrosis

Osteonekrosis (nekrosis avaskular) adalah keadaan yang terjadi di mana

tulang kehilangan suplai darah untuk waktu yang lama/permanen. Tanpa suplai

darah, jaringan tulang akan mati dan menjadi nekrotik. Osteonekrosis paling

sering terjadi di tulang panggul, terutama pada dislokasi panggul posterior

disertai fraktur kepala femur. Koval et al mengemukakan bahwa sepuluh

persen pasien dislokasi panggul anterior mengalami osteonekrosis.

4. Major blood loss (fraktur pelvis, fraktur femur)

Fraktur dengan kehilangan darah (major blood loss) paling sering terjadi

pada fraktur pelvis dan fraktur femur. Hal ini disebabkan vaskularisasi yang

ekstensif pada kedua daerah tersebut. Apabila terjadi perdarahan secara

signifikan (lebih dari 1 liter) dapat berakibat secara sistemik, seperti shock,

hipotensi, dan takikardia. Sekitar 40 persen pasien dengan fraktur pelvis

mengalami perdarahan intraabdominal yang dapat berujung pada kematian.

Pada fraktur pelvis, terdapat beberapa lokasi yang sangat rentan terjadinya

perdarahan setelah fraktur:

6

Page 7: Makalah Fraktur

Perdarahan intraosseus (periosteal, kapsular, intramuscular)

Perdarahan intrapelvis (a.gluteus superior, obturator, pudendal, dan

iliaka)

Perdarahan intraabdominal (visceral dan intraabdominal mayor)

Perdarahan melalui luka terbuka

Pada fraktur yang disertai dengan rotasi eksternal pelvis, di mana terjadi

robekan ligamen pelvis, dapat terjadi pengumpulan darah dalam jumlah

besar di ruang retroperitoneal dan dapat berekstravasasi ke sekitar pelvis.

Hampir sama dengan fraktur pelvis, fraktur femur juga dapat

menyebabkan kehilangan darah yang sangat masif karena strukturnya yang

sangat vaskular. Lieurance et al mengemukakan bahwa sekitar 40 persen

penderita fraktur femur mengalami kehilangan darah rata-rata sebanyak 1.276

cc. Hal ini dapat diminimalisasi dengan cara mengimobilisasi tulang yang

mengalami fraktur, memperbaiki deformitas, menyambung (ligasi) pembuluh

darah serta resusitasi.

5. Cedera Saraf Perifer (Peripheral Nerve Injury)

Cedera saraf perifer merupakan komplikasi lain dari fraktur. Saraf yang

rentan mengalami cedera adalah saraf yang letaknya di dekat tulang/fascia.

Berdasarkan struktur, fungsi, dan regenerasinya, cedera saraf dapat dibagi

menjadi beberapa golongan:

Neurapraxia, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf namun tidak disertai

oleh kelainan struktur.

Axonotmesis, yaitu kehilangan fungsi dari sel saraf dan disertai oleh

cedera akson, namun struktur inti beserta selubung dan sel Schwann masih

utuh. Pada cedera ini, regenerasi aksonal dapat mengembalikan fungsi

yang hilang.

Neurotmesis, yaitu cedera saraf yang lebih berat dari neurapraxia dan

axonometsis. Pada neurotmesis, terjadi kehilangn fungsi disertai cedera

aksonal, selubung myelin dan jaringan konektif sehingga penyembuhan

menghasilkan jaringan parut yang menghambat regenerasi akson.

Beberapa contoh cedera saraf perifer antara lain:

7

Page 8: Makalah Fraktur

a. Carpal tunnel syndrome (CTS), yaitu sindroma yang ditandai dengan nyeri

atau mati rasa pada jari 1-3 yang disebabkan oleh cedera pada n.

medianus. Gejala ini bertambah di malam hari.

b. Kompresi n.ulnaris, yang berhubungan dengan fraktur dan dislokasi di

daerah siku. Ditandai dengan kesulitan untuk memisahkan jari-jari dan

kelemahan pada jari 4-5.

c. Peroneal nerve palsy, yang disebabkan oleh kompresi pada n.peroneal

(fibula) ditandai dengan kelemahan motorik seperti dorsofleksi dan eversi

kaki.

Fraktur dapat menyebabkan cedera saraf perifer melalui beberapa

mekanisme. Yang pertama adalah trauma mekanik secara langsung, misalnya

dengan terpotong atau melalui penggunaan torniket. Mekanisme berikutnya

adalah melalui kompresi atau tekanan, yang pada fraktur dapat disebabkan oleh

tulang atau sindroma kompartemen. Iskemia yang dihasilkan oleh sindroma

kompartemen juga dapat mencederai sel saraf.

Sel saraf yang cedera dapat mengalami penyembuhan apabila cedera

tersebut tidak mengenai struktur keseluruhan sel saraf. Penyembuhan akan

terjadi dengan kecepatan sekitar 1 mm/hari. Selain itu, dapat dilakukan

tindakan operatif, yang pada prinsipnya merupakan penyambungan saraf yang

cedera.

6. Fraktur vertebra dan instabilitas disertai defisit neurologis memburuk atau

inkomplit

Vertebra merupakan salah satu bagian rangka aksial pada manusia. Fraktur

vertebra terjadi 4 kali lebih banyak pada pria dan sering terjadi di usia lanjut

(>75 tahun). Mekanisme terjadinya cedera pada vertebra antara lain meliputi

kontusio, kompresi, tarikan (stretching) dan laserasi. Karena vertebra

merupakan tulang yang melindungi medula spinalis (sistem saraf pusat), maka

cedera pada vertebra dapat memberi dampak secara neurologis.

Cedera neurologis yang ditimbulkan dapat dibagi menjadi:

a. Cedera spinal komplit, yang ditandai dengan kehilangan fungsi sensoris

atau motoris di bawah level spinal yang mengalami cedera. Pada cedera

8

Page 9: Makalah Fraktur

spinal komplit, mungkin terjadi kehilangan refleks bulbocavernosus

(refleks sfingter anus) yang diatur di segmen S2-S4 dan akan kembali

dalam waktu sekitar 24 jam setelah cedera. Apabila refleks

bulbocavernosus sudah kembali namun tidak diikuti oleh kembalinya

kemampuan sensorik dan motorik lain, maka cedera yang terjadi adalah

cedera spinal komplit.

b. Cedera spinal inkomplit, yang ditandai dengan adanya fungsi

sensorik/motorik yang tersisa di bawah level spinal yang mengalami

cedera. Refleks bulbocavernosus bisa menghilang atau tetap. Jika refleks

bulbocavernosus menghilang, maka salah satu ciri cedera spinal inkomplit

adalah kembalinya fungsi-fungsi sensorik dan motoris lain setelah refleks

bulbocavernosus kembali.

Selain itu, cedera spinal yang diakibatkan oleh cedera vertebra dapat

berakibat spesifik sesuai dengan daerah yang dipersarafinya. Beberapa contoh

antara lain:

. Segmen servikal

C1-C3 : gangguan fungsi diafragma (untuk pernapasan)

C4 : gangguan fungsi biceps dan lengan atas

C5 : gangguan fungsi tangan dan pergelangan tangan

C6 : gangguan fungsi tangan secara komplit

C7 & T1 : gangguan fungsi jari tangan

Segmen torakal

T1-T8 :gangguan fungsi pengendalian otot abdominal, gangguan

stabilitas tubuh.

T9-T12 :kehilangan parsial fungsi otot abdominal dan batang tubuh

Segmen lumbar dan sakral

Cedera pada segmen lumbar dan sakral dapat mengganggu

pengendalian tungkai, sistem saluran kemih dan anus.

Selain itu gangguan fungsi sensoris dan motoris, cedera vertebra dapat

berakibat lain seperti spastisitas atau atrofi otot.

7. Infeksi

9

Page 10: Makalah Fraktur

Pada fraktur, infeksi dapat terjadi melalui 3 jalur:

a. Fraktur terbuka yang disertai luka yang terpajan ke lingkungan luar

b. Fraktur yang disertai hematoma, di mana bakteri dibawa oleh aliran darah

c. Infeksi pasca operasi

Infeksi pada fraktur dapat dibagi menjadi infeksi luar (superfisial) dan

infeksi dalam. Pada infeksi luar, penanganan dapat dilakukan dengan

pemberian antibiotik dan pembersihan serta mengelola luka dengan baik. Jika

infeksi terjadi di dalam, maka drainase pus, pembersihan jaringan nekrotik dan

mengelola luka merupakan penanganan yang baik. Pemberian antibiotik juga

dapat dilakukan, namun tidak semua antibiotik memiliki spektrum yang tepat.

Sebaiknya dilakukan analisis mikroorganisme sebelum pemberian antibiotik.

8. Non-union, malunion, delayed union

Non-union adalah suatu kondisi di mana tidak terjadi penyatuan

(penyembuhan) tulang  yang mengalami fraktur setelah beberapa waktu, di

mana normalnya tulang tersebut seharusnya sudah menyatu. Sebagai contoh

untuk tulang panjang dikatakan non-union jika setelah 6 bulan tidak ada

penyatuan, atau 3 bulan untuk bagian leher tulang femur.

Non-union bisa disebabkan oleh beberapa faktor, seperti usia, nutrisi yang

kurang baik/adekuat, efek penggunaan steroid, terapi radiasi, infeksi, suplai

darah yang tidak adekuat, atau imobilisasi yang kurang benar. Non-union bisa

dibagi menjadi beberapa tipe:

a. Hypertropic non-union, di mana terbentuk kalus tulang namun tidak

terbentuk penulangan antara tulang yang fraktur.

b. Oligotropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang untuk

penyatuan namun keadaan lain seperti vaskular membaik.

c. Atropic non-union, di mana tidak terbentuk kalus tulang dan keadaan lain

seperti vaskular tidak membaik.

d. Gap non-union, di mana penyatuan tidak terjadi akibat terpotongnya pusat

penulangan (diafisis) pada saat fraktur.

Malunion adalah penyembuhan fraktur dalam posisi yang tidak anatomis

(abnormal). Biasanya disebabkan oleh penanganan yang kurang adekuat.

10

Page 11: Makalah Fraktur

Malunion dapat menyebabkan gangguan fungsional dan estetik, dan paling

sering terjadi sebagai komplikasi fraktur tulang phalangs. Beberapa contoh

malunion adalah malrotasi (terjadi pada fraktur spiral atau oblik), angulasi, dan

pemendekan (shortening).

Delayed union adalah keterlambatan penyembuhan/penyatuan fraktur.

Tidak ada batasan waktu yang jelas kapan suatu penyembuhan fraktur

dikatakan delayed union. Beberapa penyebab delayed union antara lain infeksi

dan suplai darah yang inadekuat.

E. Diagnosis Fraktur

1. Anamnesis.

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus

diperinci kapan terjadinya, di mana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah

trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme

trauma). Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma di tempat lain secara

sistematik dari kepala, muka, leher, dada, dan perut.

2. Pemeriksaan umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multipel,

fraktur pelvis, fraktur terbuka; tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang

mengalami infeksi.

3. Pemeriksaan status lokalis

Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang:

a. Look, cari apakah terdapat:

Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnomal (misalnya pada

fraktur kondilus lateralis humerus), angulasi, rotasi, dan

pemendekan

Functio laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur kruris tidak

dapat berjalan.

Lihat juga ukuran panjang tulang, bandingkan kiri dan kanan,

misalnya pada tungkai bawah meliputi apparent length (jarak antara

11

Page 12: Makalah Fraktur

umbilikus dengan maleolus medialis), dan true length (jarak antara

SIAS dengan maleolus medialis).

b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak

dilakukan lagi karena akan menambah trauma.

c. Move, untuk mencari:

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapi pada tulang

spongiosa atau tulang rawan epifisis tidak terasa krepitasi.

Pemeriksaan ini sebaiknya tidak dilakukan karena menambah

trauma.

Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun pasif.

Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang

tidak mampu dilakukan, range of motion (derajat dari ruang lingkup

gerakan sendi), dan kekuatan.

F. Proses Penyembuhan

Secara ringkas tahap penyembuhan tulang adalah sebagai berikut :

1. Stadium Pembentukan Hematom

Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh

darah yang robek.

Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot).

Terjadi sekitar 1-2 x 24 jam.

2. Stadium Pembentukan Hematom

Sel-sei berproliferasi dari lapisan dalam periosteum, sekitar lokasi fraktur.

Sel-sel ini menjadi precursor osteoblast.

Sel-sel ini aktif tumbuh kearah fragmen tulang.

Proliferasi juga terjadi di jaringan sumsum tulang.

Terjadi setelah hari ke-2 kecelakaan terjadi.

3. Stadium Pembentukan Kallus

Osteoblast membentuk tulang lunak (kallus).

Kallus memberikan rigiditas pada fraktur.

Jika terlihat massa kallus pada X-ray berarti fraktur telah telah menyatu.

12

Page 13: Makalah Fraktur

Terjadi setelah 6-10 hari setelah kecelakaan terjadi.

4. Stadium Konsolidasi

Kallus mengeras danerjadi proses konsolidasi. Fraktur teraba telah

menyatu.

Secara bertahap menjadi tulang mature.

Terjadi pada minggu ke 3-10 setelah kecelakaan.

5. Stadium Remodeling

Lapisan bulbous mengelilingi tulang khususnya pada lokasi eks fraktur.

Tulang yang berlebihan dibuang oleh osteoklast.

Pada anak-anak remodeling dapat sempurna, pada dewasa masih ada tanda

penebalan tulang.

G.Komplikasi Penyembuhan Fraktur

Pada proses penyembuhan patah tulang, dapat mengalami beberapa gangguan,

diantaranya adalah :

1. Terjadi perlambatan penyembuhan patah tulang, disebut juga “pertautan

lambat” dan dengan berlalunya waktu pertautan akan terjadi.

2. Patah tulang tidak menyambung sama sekali, meskipun ditunggu berapa

lama. Gagalnya pertautan mengakibatkan pseudartrosis atau sendi palsu

karena bagian bekas patah tulang ini dapat digerakkan seperti sendi

3. Terjadi pertautan namun dalam posisi yang salah, keadaan ini disebut juga

“salah-taut”.

Komplikasi penyembuhan fraktur yang mungkin terjadi antara lain :

a. Compartment syndrome

Setelah terjadi fraktur terdapat pembengkakan yang hebat di sekitar

fraktur yang mengakibatkan penekanan pada pembuluh darah yang

berakibat tidak cukupnya supply darah ke otot dan jaringan sekitar fraktur.

b. Neurovascular injury

Pada beberapa fraktur yang berat dapat mengakibatkan arteri dan saraf

disekitarnya mengalami kerusakan.

c. Post traumatic arthritis

13

Page 14: Makalah Fraktur

Fraktur yang berhubungan dengan sendi (intra artikuler fraktur) atau

fraktur yang mengakibatkan bertemunya tulang dengan sudut abnormal di

dalam sendi yang dapat mengakibatkan premature arthritis dari sendi.

d. Growth abnormalities

Fraktur yang terjadi pada open physis atau growth plate pada anak –

anak dapat menyebabkan berbagai macam masalah. Dua dari masalah ini

adalah premature partial atau penutupan secara komplit dari physis yang

artinya salah satu sisi dari tulang atau kedua sisi tulang berhenti tumbuh

sebelum tumbuh secara sempurna. Jika seluruh tulang seperti tulang

panjang berhenti tumbuh secara premature dapat mengakibatkan

pendeknya salah satu tulang panjang dibandingkan tulang panjang lainnya,

membuat salah satu tulang kaki lebih pendek dibandingkan tulang kaki

lainnya.

H.Penatalaksanaan Fraktur

1. Penatalaksanaan secara umum

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk

melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas (airway), proses pernafasan

(breathing) dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak. Bila

sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu tejadinya kecelakaan penting

ditanyakan untuk mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden

period 1-6 jam. Bila lebih dari 6 jam, komplikasi infeksi semakin besar.

Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara cepat, singkat dan

lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan

untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih

berat pada jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto.

2. Penatalaksanaan kedaruratan

Segera setelah cedera, pasien berada dalam keadaan bingung, tidak

menyadari adanya fraktur dan berusaha berjalan dengan tungkai yang

patah, maka bila dicurigai adanya fraktur, penting untuk mengimobilisasi

14

Page 15: Makalah Fraktur

bagain tubuh segara sebelum pasien dipindahkan. Bila pasien yang

mengalami cedera harus dipindahkan dari kendaraan sebelum dapat

dilakukan pembidaian, ekstremitas harus disangga diatas dan dibawah

tempat patah untuk mencegah gerakan rotasi maupun angulasi. Gerakan

fragmen patahan tulang dapat menyebabkan nyeri, kerusakan jaringan

lunak dan perdarahan lebih lanjut.

Nyeri sehubungan dengan fraktur sangat berat dan dapat dikurangi

dengan menghindari gerakan fragmen tulang dan sendi sekitar fraktur.

Pembidaian yang memadai sangat penting untuk mencegah kerusakan

jaringan lunak oleh fragmen tulang

Daerah yang cedera diimobilisasi dengan memasang bidai sementara

dengan bantalan yang memadai, yang kemudian dibebat dengan kencang.

Imobilisasi tulang panjang ekstremitas bawah dapat juga dilakukan dengan

membebat kedua tungkai bersama, dengan ektremitas yang sehat bertindak

sebagai bidai bagi ekstremitas yang cedera. Pada cedera ektremitas atas,

lengan dapat dibebatkan ke dada, atau lengan bawah yang cedera digantung

pada sling. Peredaran di distal cedera harus dikaji untuk menntukan

kecukupan perfusi jaringan perifer.

Pada fraktur terbuka, luka ditutup dengan pembalut bersih (steril) untuk

mencegah kontaminasi jaringan yang lebih dalam. Jangan sekali-kali

melakukan reduksi fraktur, bahkan bila ada fragmen tulang yang keluar

melalui luka. Pasanglah bidai sesuai yang diterangkan diatas.

Pada bagian gawat darurat, pasien dievaluasi dengan lengkap. Pakaian

dilepaskan dengan lembut, pertama pada bagian tubuh sehat dan kemudian

dari sisi cedera. Pakaian pasien mungkin harus dipotong pada sisi cedera.

Ektremitas sebisa mungkin jangan sampai digerakkan untuk mencegah

kerusakan lebih lanjut.

3. Penatalaksanaan bedah ortopedi

Banyak pasien yang mengalami disfungsi muskuloskeletal harus

menjalani pembedahan untuk mengoreksi masalahnya. Masalah yang dapat

dikoreksi meliputi stabilisasi fraktur, deformitas, penyakit sendi, jaringan

15

Page 16: Makalah Fraktur

infeksi atau nekrosis, gangguan peredaran darah (misalnya sindrom

komparteman), adanya tumor. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan

meliputi Reduksi Terbuka dengan Fiksasi Interna atau disingkat ORIF

(Open Reduction and Fixation). Berikut dibawah ini jenis-jenis

pembedahan ortopedi dan indikasinya yang lazim dilakukan :

Reduksi terbuka : melakukan reduksi dan membuat kesejajaran

tulang yang patah setelah terlebih dahulu dilakukan diseksi dan

pemajanan tulang yang patah.

Fiksasi interna : stabilisasi tulang patah yang telah direduksi

dengan skrup, plat, paku dan pin logam.

Graft tulang : penggantian jaringan tulang (graft autolog

maupun heterolog) untuk memperbaiki penyembuhan, untuk

menstabilisasi atau mengganti tulang yang berpenyakit.

Amputasi : penghilangan bagian tubuh.

Artroplasti : memperbaiki masalah sendi dengan artroskop

(suatu alat yang memungkinkan ahli bedah mengoperasi

dalamnya sendi tanpa irisan yang besar) atau melalui

pembedahan sendi terbuka.

Menisektomi : eksisi fibrokartilago sendi yang telah rusak.

Penggantian sendi : penggantian permukaan sendi dengan bahan

logam atau sintetis.

Penggantian sendi total : penggantian kedua permukaan

artikuler dalam sendi dengan logam atau sintetis.

Transfer tendo : pemindahan insersi tendo untuk memperbaiki

fungsi.

Fasiotomi : pemotongan fasia otot untuk menghilangkan

konstriksi otot atau mengurangi kontraktur fasia.

BAB III

PENUTUP16

Page 17: Makalah Fraktur

A. Simpulan

Dari uraian-uraian yag telah disampaikan pada bab sebelumnya, maka

dapat ditarik kesimpulan bahwa :

Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.

Fraktur terdiri dari fraktur lengkap dan fraktur tak lengkap.

Untuk menjelaskan keadaan fraktur, hal-hal yang perlu dideskripsikan

adalah komplit atau tidak komplit, bentuk garis patah dan

hubungannya dengan mekanisme trauma, jumlah garis patahan,

bergeser atau tidak, terbuka atau tertutup, serta ada komplikasi atau

tidak.

Contoh dari komplikasi fraktur adalah sindroma kompartemen, cedera

vaskular, dan osteonekrosis.

Untuk mendiagnosis frakatur, hal yang perlu dilakukan adalah

anamnesis, pemeriksaan umum, dan pemeriksaan status lokalis.

Proses penyembuhan fraktur terdiri dari beberapa proses, yakni

stadium pembentukan hematom, stadium pembentukan hematom,

stadium pembentukan kallus, stadium konsolidasi, dan stadium

remodeling.

Penatalaksanaan pada fraktur terdiri atas penatalaksanaan secara

umum, penatalaksanaan kedaruratan, dan penatalaksanaan bedah

ortopedi.

B. Saran

Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab fraktur (patah tulang)

terbanyak. Selain menyebabkan fraktur, menurut WHO kecelakaan lalu lintas

bahkan dapat menyebabkan kematian 1,25 juta orang tiap tahunnya, dengan

korban sebagian besar adalah remaja. Maka dari itu, sebaiknya kita menjaga

diri agar terhindar dari hal-hal yang dapat menyebabkan fraktur misalnya

kecelakaan, dengan cara berhati-hati apabila sedang berkendara di jalan raya.

Budayakan tertib berlalu lintas agar keselamatan jiwa terjamin.

17

Page 18: Makalah Fraktur

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: Makalah Fraktur

Swiontkowski MF, Stovitz SD. Manual of orthopaedics. 6th ed. US: Lippincott

Williams and Wilkins; 2001.

Koval KJ, Zuckerman JD. Handbook of fractures. 3rd ed. US: Lippincott Williams

and Wilkins; 2006.

Braten M, Helland P, Mhyhre H, Malste A, Terjesen T. 11 femoral fractures with

vascular injury - good outcome with early vascular repair and internal

fixation. Acfa Orthop Scand 1996 [cited 2009 Dec 8]; 67 (2): 1614.

Lieurance R, Benjamin JB, Rappaport WD. Blood loss and transfusion in patient

with isolated femur fracture. J Orthop Trauma 1992 [cited 2009 Dec

8];6(2):175-9.

Goodship, A.E and Kenwright, J. (1985) The influence of induced

micromovement upon the healing of experimental tibial fractures. Journal of

Bone and Joint Surgery 67b, 650-655

Gustilo, R.B., Merkow, R.L. and Templemen, D. (1990) Current concepts: the

management of open fractures. Journal of Bone and Joint Surgery 72A, 299-

304

Rasjad Chairuddin., Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi, Bintang Lamumpatue,

Ujung Pandang, 1998, 3888-389.

Sarmiento, A. and Latta, L.L. (1981) Closed Functional Treatment of Fractures,

Springer, Berlin, Heidelberg: New York

Manson Paul, John Cameron., Terapi Bedah Mutakhir Jilid Dua, Alih Bahasa

Widjaya Kusuma, Edisi Empat, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997, 471, 482-

484.

Charnley, J. (1961) The Closed Treatment of Common Fractures, 3rd edn,

Livingstone: Edinburgh

19