Upload
dicki-pratama-holmes
View
156
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah Fraktur Lansia
Citation preview
MAKALAH MODUL GERONTOLOGI MEDIK
Kelompok III
Seorang Nenek Mengerang Kesakitan pada Panggul Kanannya
030.05.091 Fanny Febriani
030.06.134 Juliana Sie
030.06.230 Rudy Adiputra
030.07.010 Adri Dwi Anggayana
030.07.042 Bastian
030.07.065 Diba Anindhita Nandawardhani
030.07.090 Fauziah
030.07.127 Juliana
030.07.162 Mega Permata
030.07.184 Nidia Putri Cintami
030.07.206 Putri Inda
030.07.241 Shoffy Ursila Baihaqi
030.07.262 Victhoria A. Paragaye
030.07.284 Abd Hafeez AB bin ABD Moh R
030.07.304 Muhammad Afiq bin Mansor
030.07.324 Nur Hafizah binti Mansor
030.07.344 Ukim bin Antiko
FAKULTAS KEDOKTERAN TRISAKTI
Senin, 2 November 2009
BAB I
PENDAHULUAN
Salam sejahtera dan rasa terima kasih kami ucapkan kepada seluruh dosen Fakultas atas
bimbingan yang telah diberikan kepada Mahasiswa dan Mahasiswi Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti.
Kami telah melaksanakan diskusi kasus dengan topik pembahasan nyeri panggul kanan
pada wanita lansia. diskusi telah dilaksanakan sebanyak 2 sesi. Sesi pertama dilaksanakan pada
hari Rabu 28 Oktober 2009 pukul 08.00 dan Sesi kedua dilaksanakan pada hari Kamis 29
Oktober 2009 pukul 10.00 dengan dosen pembimbing Dr. Anthony R. Widjaja, Sp.B. Diskusia
dipimpin Ukim bin Antiko sebagai ketua dan Nidia Putri sebagai sekretraris.
Diskusi berjalan cukup lancar, seluruh peserta diskusi aktif dan berpatisipasi dalam
menjawab dan member informasi yang berkaitan dengan topik diskusi. Dr. Anthony R. Widjaja,
Sp.B juga sangat membantu kami untuk berpikir sistematis dalam menghadapi pertanyaan
pertanyaan pada kasus diskusi.
.
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang nenek mengerang kesakitan pada panggul kanannya, diantar oleh keluarganya ke
UGD dengan tandu ambulans posisi baring terlentang, sang nenek sering mengerang kesakitan
sambil memegangi panggul kanannya. Pasien diantar cucunya ( laki laki ), mahasiswa semester
satu.
Identitas Pasien :
Nama : Ny. Ratu Sanasini
Usia : 70 tahun
Status : Janda ( suami meninggal 10 tahun yang lalu )
Alamat : Jl. Rawabunga 234 Pluit Jakarta ( tinggal bersama cucu dan pembantu )
Riwayat Penyakit Sekarang
Kira kira 1 jam lalu mendengar nenek menjerit kesakitan akibat jatuh duduk saat
menuruni tangga rumah, kebiasaan nenek menyirami pot bunga di halaman.
Nenek tidak mampu berdiri dan tidak mau dibantu untuk berdiri. Malah merebahkan
badan, mengerang kesakitan yang ditunjukkan di panggul kanan.
Belakangan nampak bila berjalan tidak lincah lagi, langkahnya pendek pendek dan
badannya agak membungkuk
Sering mengeluh pusing dan pelupa, ini dimungkinkan karena tidurnya sangat kurang
Riwayat Penyakit Dahulu
Setelah kakek meninggal, nenek sering berdiam diri dan banyak berbaring di kamar dan
Nampak murung, tidak melakukan aktivitas sehari hari seperti biasanya. Tak ada lagi
aktivitas sosial maupun olah raga.
Nenek mengalami kesulitan untuk makan, karena tidak mau memakai gigi palsunya.
Badannya makin kurus dan tampak cepat tua.
Sering minta dipanggilkan tukang urut karena badannya sering merasa pegal dan kaku,
punggung sakit, cepat lelah.
Nenek tidak mau meminum obat yang diberikan oleh dokter
Tidak pernah jatuh
Tidak pernah stroke maupun menderita penyakit yang berat.
Tidak merokok/ mengunyah tembakau
Tidak minum alcohol, obat obatan maupun jamu
Gemar makan seafood ( terutama kerang dan cumi cumi )
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Dalam posisi baring terlentang, tampak sangat menderita, sebentar sebentar
memegangi panggul kanannya, seraya mengaduh kesakitan dengan sikap
terpaksa tungkai kanannya sedikit fleksi dan sedikit eksorotasi.
Pernafasan : Adekuat 20 x/menit
Tekanan Darah : 160/90 mmHg ( hipertensi grade II )
Suhu : 36,8º C
Badan kurus, postur tubuh kifotik, kulit tampak keriput agak kering banyak pigmentasi.
Rambut uban banyak rontok
Mata agak cekung, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, arkus senilis +/+, kaca
mata +/+
Gigi palsu tidak dipasang
Toraks tidak ada kelainan, batas jantung normal.
Paru vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen soepel, hepar/lien/buli tidak teraba. bising usus normal.
Perabaan tulang belakang dari bawah tak ditemukan deformitas (kecuali kifotik), tidak
jelas adanya nyeri lokal maupun aksial.
Ekstremitas atas : tidak ada kelainan
Ekstemitas bawah : tampak sikap terpaksa tungkai kanan agak fleksi dan sedikit
eksorotasi, tak ada gerakan aktif. Tungkai kiri posisi normal dengan gerak aktif normal.
Status Lokalis Panggul Kanan: paha sedikit fleksi dan eksorotasi, tak tampak
jejas/memar, tidak teraba pembengkakan/hematom. NT di inguinal dan gluteal teraba
lebih hangat, tak ada gerakan aktif sendi panggul (tak mampu mengangkat maupun fleksi
tungkai), tak ada tanda tanda gangguan vaskular maupun neurologis tungkai kanan.
Masalah yang di hadapi pasien
Sakit panggul kanan : hal ini menjadi alasan utama pasien datang ke UGD, pasien juga
mengerang kesakitan sambil memegang panggul kanannya.
Tidak dapat berjalan : hal ini terlihat dari kondisi pasien yang datang ke UGD dengan
tandu ambulans.
Patofisiologi Kondisi Pasien
Faktor Resiko 1 : Postmenopause estrogen berkurang ( estrogen merupakan regulator
pertumbuhan dan homeostasis tulang ) gangguan absorpsi kalsium resorpsi tulang
meningkat osteoporosis tulang rapuh jatuh terduduk fraktur panggul kanan
nyeri panggul kanan
Faktor Resiko 2 : Depresi ( rasa sedih yang berkepanjangan akibat suaminya meninggal )
hilang gairah hidup kurang nafsu makan nutrisi tidak seimbang tubuh lemah
hilang konsentrasi/pusing jatuh terduduk fraktur panggul kanan nyeri
Kondisi Patologi Pencetus kondisi patologi yang ditemukan pada pasien
Trauma Pasien terjatuh duduk ketika hendak menuruni
tangga dirumahnya
Pasien merasa nyeri di panggul kananya
Degeneratif Pada wanita postmenopause kondisi tulang yang
lemah dapat menjadi penyebab mudah terjatuh
akibat osteoporosis
Imobilisasi Pasien sering berdiam diri, banyak berbaring di
kamar, tidak melakukan aktivitas sehari hari.
Sistem musculoskeletal yang lemah, sehingga
pasien tidak berdaya untuk banyak beraktivitas
Fraktur Vertebra Sering terjadi pada wanita postmenopause
Nyeri yang terus menerus (intermitten)
Postur tubuh kifosis torakal
Informasi tambahan yang dibutuhkan :
Bagaimana kronologi sehingga terjadinya keadaan sakit panggul kanan pada pasien ?
Seperti apa sifat nyeri yang sedang dirasakan pasien? dan apa saja hal hal yang menjadi
pencetus terjadinya nyeri ?
Bagaimana asupan gizi pasien ?
( ini perlu ditanyakan, mengingat riwayat pasien yang susah untuk makan dan tidak mau
menggunakan gigi palsunya. dikhawatirkan pasien mengalami malnutrisi yang dapat
menyebabkan tubuh pasien lemas, mudah pusing sehingga mudah terjatuh. selain itu
malnutrisi juga dapat menjadi pencetus timbulnya penyakit akibat imunitas yang
menurun )
Bagaimana kondisi lingkungan pasien ?
( di khawatirkan kondisi lingkungan pasien dapat membahayakan, misalnya keadaan
ruangan yang gelap sedangkan kondisi pengelihatan lansia kurang baik, lantai licin yang
dapat menyebabkan mudah terpeleset, posisi tempat tidur, kondisi rumah tinggal )
Apakah mengkonsumsi obat sedatif ?
( obat sedatif dapat menekan sistem saraf pusat yang menyebabkan keadaan kantuk )
Bagaimana aktivitas pasien sehari hari ?
( untuk mengatahui apakah pasien termasuk orang yang aktif atau pasif, karena pada
orang yang aktif terjadi banyak pergerakan. sementara pada orang yang pasif terjadi
imobilisasi akibat sistem musculoskeletal yang jarang digunakan )
Masalah utama pasien :
Masalah Faktor Pencetus Resiko
1. Jatuh duduk - kurang keseimbangan
- lingkungan tempat tinggal
- sist. musculoskeletal lemah
1. Fraktur collum femoris
2. Dislokasio acetabulum
2. Depresi - suami meninggal
- tidak bersosialisasi
1. Wajah tampak cepat tua
2. Kurang beraktivitas
(berakibat imobilitas)
3. Osteoporosis - wanita menopause
- kurang nutrisi
1. Postur kifotik
2. Mudah fraktur jika trauma
4. Malnutrisi - susah makan
- tidak mau pakai gigi palsu
- pola makan tidak sehat
(senang makan kerang, cumi)
1. Badan sangat kurus
2. Merasa pusing (kurang glukosa)
3. Lemah ( kurang energi )
4. Kolestrol
Hipotesis masalah
Hipotesis Alasan Pendukung Hipotesis
1. Fraktur collum femoris Nyeri panggul tidak dapat jalan
2. Dislokasio acetabulum Nyeri panggul tidak dapat jalan
3. Sindroma deconditioning Kurang aktivitasimobilisasisendi kaku
4. Malnutrisi Kurang makan hipoglikemipusing
Informasi tambahan yang dibutuhkan :
Selain anamnesis, dibutuhkan juga informasi berupa kondisi general pasien. Untuk itu,
dapat dilakukan pemeriksaan penunjang yang dapat memberikan informasi tambahan kepada
tim medis. Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan antara lain :
Pemeriksaan Lab :
Jenis Pemeriksaan Tujuan Indikasi pada pasien
Darah Lengkap
- hitung leukosit
- LED
- Hb
- Defferential cell
- mengetahui ada infeksi/tdk
-mengetahui ada anemia/tdk
- pasien sulit makan, sehingga
dikhawatirkan sistem imunnya
menurun dan mudah terjadi penyakit
misalnya: infeksi, anemia
- Imobilisasi
Cek Kolestrol - mengetahui apakah pasien
menderita kolestrol
- gemar menkonsumsi makanan tinggi
kolestrol ( kerang, cumi)
Tes fungsi ginjal - mengetahui apakah ada
kerusakan pada ginjal
- pasien menderita hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor penyebab
kerusakan ginjal
Cek Elektrolit - Mengetahui apakah
terjadi dehidrasi/ tdk
- Pasien sulit untuk makan, di
khawatirkan juga sulit minum
Pemeriksaan X-Ray : untuk mengetahui pasti lokasi terjadinya fraktur
Bone Mineral Density (BMD) : untuk mengetahui penurunan massa tulang yang terjadi
pada kasus osteoporosis
Hal yang menjadi prioritas utama pada pasien ini adalah keluhan rasa sakit pada panggul kanan
Tata Laksana
Untuk mengatasi nyeri : Analgesik
PRICE ( Protect, Rest, Ice, Dari kedua foto x-ray yang sudah diberikan, dapat dilihat adanya
beberapa kekurangan seperti:
Tidak ada foto panggul kiri yang dapat menjadi perbandingan untuk mendeteksi
perubahan-perubahan patologis pada panggul kanan.
Foto hanya mencakup 1 articulatio (articulatio coxae dextra). Harusnya foto juga
mencakup articulatio genu yang terdapat pada distal femur.
Hasil dari foto x-ray pasien masih kurang jelas, tapi kemungkinan besar terdapat fraktur collum
femoris dextra intrakapsular dilihat dari tanda-tanda yang ditemukan pada pasien seperti: tidak
adanya hematom, tidak ada perdarahan masif, dan sedikit eksorotasi pada kaki (pada fraktur
ekstrakapsular eksorotasi bisa mencapai 900.
Pada pasien ini masih diperlukan foto vertebra lumbosakral mengingat pada riwayat penyakit
pasien dikemukakan bahwa pasien jatuh terduduk dimana besar kemungkinan terjadi fraktur
kompresi.
Anatomi normal articulatio coxae
Articulatio coxae dibentuk oleh caput femoris yang berbentuk seperti hemispher dan acetabulum
yang berbentuk seperti mangkuk. Permukaan sendi acetabulum berbentuk tapal kuda dan di
bagian bawah membentuk takik yang disebut incisura acetabuli. Rongga acetabulum diperdalam
dengan adanya fibrocartilago di bagian pinggirnya yang disebut sebagai labrum acetabuli.
Labrum ini menghubungkan incisura acetabuli yang dikenal sebagai ligamentum transversum
acetabuli. Permukaan sendi diliputi oleh cartilago hyalin.
Tipe dari articulatio coxae adalah sinovial ball and socket dimana persendian hampir bisa
bergerak ke segala arah.
Pada articulatio coxae juga terdapat struktur-struktur seperti:
1. Capsula
Capsula membungkus sendi dan melekat di medial pada labrum acetabuli. Di lateral, capsula ini
melekat di depan pada linea intertrochanterica femoris dan di belakang pada setengah aspek
posterior collum femoris. Pada perlekatannya di depan, yaitu pada linea intertrochanterica,
beberapa serabutnya diikuti oleh pembuluh darah, melipat ke atas sepanjang collum femoris
sebagai sebuah pita, yang disebut retinacula. Pembuluh darah ini memperdarahi caput dan
collum femoris.
2. Ligamentum
Ligamentum iliofemorale adalah sebuah ligamentum yang kuat dan berbentuk seperti Y
terbalik. Dasarnya, di sebelah atas melekat pada spina iliaca anterior inferior; di bawah, kedua
lengan Y melekat pada bagian atas dan bawah linea intertrochanterica femoris. Ligamentum
yang kuat ini mencegah ekstensi berlebihan selama berdiri.
Ligamentum pubofemorale berbentuk segitiga. Dasar ligamentum melekat pada ramus superior
ossis pubis, dan apex melekat di bawah pada bagian bawah linea intertrochanterica. Ligamentum
ini membatasi gerakan ekstensi dan abduksi.
Ligamentum ischiofemorale berbentuk spiral dan melekat pada corpus os ischium dekat margo
acetabuli. Serabut-serabut berjalan ke atas dan lateral dan melekat pada trochanter major.
Ligamentum ini membatasi ekstensi.
Ligamentum transversum acetabuli dibentuk oleh labrum acetabuli sewaktu menghubungkan
incisura acetabuli. Ligamentum ini mengubah incisura menjadi terowongan yang dilalui oleh
pembuluh darah dan saraf yang memasuki sendi.
Ligamentum teres femoris (ligamentum capitis femoris) berbentuk pipih dan segitiga.
Ligamentum ini melekat melalui puncaknya pada lubang yang ada di caput femoris (fovea
capitis) dan melalui dasarnya pada ligamentum transversum dan pinggir incisura acetabuli.
Ligamentum ini terletak di dalam sendi dan dibungkus oleh membrana sinovial.
3. Membrana sinovial
Membrana ini melapisi capsula dan melekat pada margines facies articulares, dan meliputi
bagian collum femoris yang terletak di dalam simpai sendi. Membrana sinovial membungkus
ligamentum teres femoris dan meliputi bantalan lemak yang ada di dalam fossa acetabuli.
Kantung membrana sinovial sering menonjol keluar melalui celah yang ada pada dinding
anterior capsula, di antara ligamentum pubofemorale dan ligamentum iliofemorale, dan
membentuk bursa psoas di bawah tendo dari m. psoas.
4. Persarafan
Terdapat n. femoralis, n. obturatorius, n. ischiadicus, dan nervus yang akan mempersarafi m.
quadratus femoris.
Gerakan
Bila lutut difleksikan, fleksi dibatasi oleh permukaan anterior tungkai atas yang
berkontak dengan dinding anterior abdomen. Bila lutut diekstensi, fleksi dibatasi oleh
ketegangan otot-otot hamstring. Ekstensi, yaitu gerakan ke belakang kembali ke posisi anatomi,
dibatasi oleh tegangan ligamentum iliofemorale, ligamentum pubofemorale, dan ligamentum
ischiofemorale. Abduksi dibatasi oleh tegangan ligamentum pubofemorale, dan adduksi dibatasi
oleh kontak dengan tungkai di sisi yang berlawanan dan oleh tegangan ligamentum teres femoris.
Rotasi lateral dibatasi oleh tegangan ligamentum iliofemorale dan ligamentum pubofemorale,
dan rotasi medial dibatasi oleh ligamentum ischiofemorale.
Otot-otot yang berperan pada berbagai macam pergerakan articulatio coxae:
1. Fleksi
Dilakukan oleh m. iliopsoas, m. rectus femoris, m. sartorius, dan mm. adductores.
2. Ekstensi
Dilakukan oleh m. gluteus maximus dan otot-otot hamstring.
3. Abduksi
Dilakukan oleh m. gluteus medius dan m. gluteus minimus dibantu oleh m. sartorius, m.
tensor fasciae latae, dan m. piriformis.
4. Adduksi
Dilakukan oleh m. adductor longus dan m. adductor brevis serta serabut-serabut adductor
dari m. adductor magnus. Otot-otot ini dibantu oleh m. pectineus dan m. gracilis.
5. Rotasi lateral
Dilakukan oleh m. piriformis, m. obturatorius internus, m. obturatorius externus, m.
gemellus superior, m. gemellus inferior, dan m. quadratus femoris dibantu oleh m.
gluteus maximus.
6. Rotasi medial
Dilakukan oleh serabut-serabut anterior dari m. gluteus medius, m. gluteus minimus, dan
m. tensor fasciae latae.
7. Sirkumdiksi
Merupakan kombinasi dari gerakan-gerakan di atas.
Akibat trauma yang terjadi pada pasien ini, dapat terjadi anatomi abnormal sendi panggul
berupa fraktur collum femoris intrakapsular yang dibagi menjadi 4 tipe dengan klasifikasi
garden:
Tingkat I : Fraktur inkomplet dimana fraktur tidak meliputi seluruh collum femoris.
Tingkat II : Disini sudah terjadi fraktur komplet dari collum femoris tapi tidak ada
pergeseran dari fragmen fraktur.
Tingkat III : Fraktur komplet dari collum femoris dengan pergeseran fragmen fraktur
(caput femoris).
Tingkat IV : Fraktur komplet dimana caput femoris sudah terpisah yang disebut fraktur
separasi.
Pada pemeriksaan lab didapatkan:
Hb 12 g/dL (N= 12-15 g/dL) Hb pasien dalam batas normal
Ht 40% (N= 36-47 %) Ht pasien dalam batas normal
LED 12mm/jam (N= <15 mm/jam) LED pasien mengalami penurunan
Eritrosit 4,5 juta (N= 4-5 juta) Eritrosit pasien dalam batas normal
Leukosit 6000/uL (N= 5000-10.000/uL) Leukosit pasien dalam batas normal
Trombosit 210.000/uL (N= 150.000-450.000/uL) Trombosit pasien dalam batas
normal
MCHC 32 g/dL
SGPT 36 U/L (N= 5-41 u/l) SGPT pasien dalam batas normal
SGOT 34 U/L (N= 5-40 U/L) SGOT pasien dalam batas normal
Protein total 8 g/dL (N= 6,1-8,2 g/dL) Protein pasien dalam batas normal
Albumin 5,1 g/dL
Globulin 2,9 g/dL
Ureum 50 mg/dL (N=15-45 mg/dL) Ureum pasien mengalami kenaikan
Kreatinin 1,6 mg/dL (N= 0,5-1,5 mg/dL) Kreatinin pasien mengalami sedikit
peningkatan
Asam urat 8,2 mg/dL (N= 2,4-5,7 mg/dL) As. urat paisen mengalami kenaikan
GDS (Gula Darah Sewaktu) 140 mg/dL (N= <200mg/dL) GDS pasien dalam batas
nornal
Trigliserid 140 mg/dL (N= <150 mg/dL) Trigliserid pasien dalam batas normal
Kolesterol 250 mg/dL (N= <200 mg/dL) Kolestrol paisen mengalami kenaikan
HDL 40 mg/dL (N= >65 mg/dL) Pasien mengalami penurunan HDL
LDL 170 mg/dL (N= <150 mg/dL) LDL pasien mengalami peningkatan
Na 150mEq/L (N= 135-150 mEq/L) Na pasien dalam batas normal
K 4 mEq/L (N= 3,6-5,5 mEq/L) K pasien dalam batas normal
Cl 110 mEq/L (N=95-108 mEq/L) Cl pasien mengalami peningakatan
Urinalisa:
Kuning pucat, agak keruh
BJ 1.030
pH 5,6 (N= 5,0-8,0)
Protein ++ (N= -)
Glukosa -
Bilirubin -
Eritrosit 4-5/LPB (N= 0-1)
Leukosit 6-7-8/LPB (N= 0-3)
Torak -
Epitel ++ (N= +)
Kristal + (N= -)
Bakteri + (N= -)
Dapat dilihat dari pemeriksaan lab bahwa terjadi perubahan di luar nilai normal pada beberapa
pemeriksaan. Berikut ini adalah masalah yang dapat disimpulkan berdasarkan perubahan nilai-
nilai di atas:
1. Asam urat tinggi
Didapati peningkatan kadar asam urat darah menjadi 8,2 mg/dL dimana nilai normal dari asam
urat darah adalah 2,4 – 5,7 mg/dL.
2. Infeksi saluran kemih
Peningkatan nilai asam urat darah dapat menyebabkan peningkatan pembentukan kristal asam
urat di dalam saluran kemih. Batu tersebut akan bergerak dan menggesek dinding saluran kemih
pada saat pasien berkemih sehingga epitel-epitel saluran kemih terkikis dan terjadi perdarahan
minor. Hal ini akan mengundang infeksi bakteri pada saluran kemih dan peningkatan aktivitas
leukosit sebagai respon dari infeksi saluran kemih.
3. Gangguan ginjal
Terdapatnya gangguan ginjal didukung oleh adanya peningkatan nilai ureum kreatinin darah.
Nilai ureum normal adalah 15 - 45 mg/dL sedangkan untuk kreatinin adalah 0,5 – 1,5 mg/dL.
Pada pasien ini terjadi peningkatan nilai ureum dan kreatini menjadi 50 mg/dL dan 1,6 mg/dL.
Ditemukan juga protein dengan nilai ++ (positif 2) yang pada orang tanpa gangguan ginjal
nilainya negatif. Gangguan ginjal ini mungkin merupakan suatu komplikasi dari infeksi saluran
kemih.
4. Dislipidemia
Terdapat peningkatan nilai kolesterol darah yaitu 250 mg/dL dimana nilai normalnya adalah
kurang dari 200 mg/dL. Ditemukan juga penurunan kadar HDL menjadi 40 mg/dL yang
seharusnya nilainya lebih dari 65 mg/dL. Penyebabnya kemungkinan besar adalah kesukaan
pasien pada seafood seperti kerang dan cumi-cumi yang tinggi kolesterol.
Pemeriksaan tambahan yang perlu dilakukan pada pasien:
1. X-ray lumbosakral untuk mendeteksi adanya fraktur kompresi pada vertebra.
2. Pemeriksaan fungsi ginjal
3. BMD (Bone Mineral Density) untuk mengetahui sejauh mana proses osteoporosis
mempengaruhi pasien.
4. Pengukuran sudut panggul untuk mengetahui apakah ada dislokasi atau tidak.
Compress, Elevation )
Diagnosis
Fraktur collum femoris dextra intracapsular grade I
Penanganan
Konservatif
Bed rest 3-4 minggu
Fisioterapi : berjalan non weight bearing 8 minggu
Operatif
Pasang pin/pin dan plate screw,atau eksisi kaput(pasang prosthesis Austin Moore
atau Thompson)
Jika menolak operatif : traksi kulit 3 minggu;jalan pakai crutch
Analgesik : atasi nyeri
Heparin subkutan : cegah tromboemboli
Antibiotik : atasi infeksi saluran kemih
Diet rendah kolesterol dan protein
KIE pada keluarga
Komplikasi yang mungkin terjadi
Komplikasi yang terjadi pada pasien, sebagian besar dikarenakan akibat imobilitas,
diantaranya :
Dekubitus
Pneumonia
Inkontinensia urin
Konfusi
Osteoatritis
Anemia
Dehidrasi
Heart Failure
Depresi
Mistreatment
Prognosis
Ad vitam : Bonam (kemungkinan mortalitas fraktur intracapsular rendah)
Ad fungsionam : Dubia ad malam (di khawatirkan terjadinya komplikasi)
Ad sanasionam : Dubia ad malam (khawatir terjatuh lagi)
BAB III
PEMBAHASAN
Gangguan keseimbangan dan jatuh merupakan salah satu masalah yang sering terjadi
pada lansia akibat berbagai perubahan fungsi organ, penyakit dan faktor lingkungan. Akibat yang
ditimbulkan berupa cedera kepala, cedera jaringan lunak, sampai patah tulang. Jatuh merupakan
petanda kerapuhan,
Terdapat banyak faktor yang perperan pada terjadinya instabilitas dan jatuh pada lansia.
Faktor resiko diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :
Faktor Instrinsik : Faktor resiko yang terdapat dalam diri pasien
misalnya : osteoporosis, osteoarthritis, gangguan pendengaran,
gangguan pengelihatan, vertigo.
Faktor Ekstrinsik : Faktor resiko yang terdapat di lingkungan sekitar pasien
misalnya : kondisi tempat tinggal, penerangan, lantai licin, dll
Fraktur merupakan resiko yang sering dijumpai terutama pada lansia. Banyak faktor
predisposisi yang dapat menjadi penyebab terjadinya fraktur. Porositas tulang yang meningkat
daripada proses pembentukan tulang, menjadi penyebab utama fraktur pada lansia. Pada orang
dengan usia lanjut, sering ditemukan kondisi seperti gangguan pengelihatan, gangguan
keseimbangan, serta imobilisasi yang lama menjadi penyebab terjadinya jatuh pada lansia yang
akhirnya berakibat fraktur.
Fraktur yang biasa terjadi pada lansia misalnya, fraktur collum femoris, fraktur colles
(pergelangan tangan) dan fraktur collumna vertebralis. Fraktur juga dapat menjadi penyebab
kesakitan, kematian dan pengeluaran biaya untuk pelayanan kesehatan dan sosial pada lansia.
Oleh karena fraktur merupakan kondisi yang berbahaya pada lansia, maka perlu
dilakukan hal hal yang berkaitan dengan pencegahan fraktur. Dalam kasus pada lansia, tim
tenaga medis tidak hanya perlu berkomunikasi dengan pasien, namun juga dengan keluarga
pasien atau perawat pasien agar mereka dapat memberikan pelayanan kesehatan yang baik pada
pasien (lansia) di rumah dan membantu untuk mencegah hal hal yang dapat menjadi faktor
pencetus terjadinya fraktur.
Prinsip dasar tatalaksana usia lanjut dengan masalah instabilitas dan riwayat jatuh adalah
mengkaji dan mengobati trauma fisik, mengobati penyakit yang mendasari, dan memberikan
terapi fisik serta penyuluhan berupa latihan cara berjalan, penguatan otot, dll. Perubahan
lingkungan sangat penting dilakukan untuk mencegah jatuh berulang.
Tujuan utama tatalaksana adalah mengembalikan pasien pada keadaan dan fungsi
sebelum menjadi fraktur. Hal ini dapat dicapai dengan operasi dan disertai mobilisasi dini.
Mobilisasi dini penting untuk menghindari komplikasi akibat tirah baring yang lama.
Pasien lansia yang mengalami fraktur diperlukan penilaian geriatri yang komprehensif.
Pasien lansia umumnya lemah, memiliki beberapa masalah medis, dan seringkali terdapat
demensia. Berdasarkan data yang dikumpulkan, dibuat pengkajian geriatri yang prinsipnya
mencakup penyakit dasar, penyakit penyerta, faktor resiko, prognosis dan kelayakan operasi.
Bila didapatkan penyakit penyerta pada pasien, maka dilakukan manajemen perioperatif hingga
penyakit penyerta dapat terkontrol.
Perlu pula dilakukan penapisan aktivitas hidup harian sebelum dan setelah fraktur,
maupun adanya gangguan fungsi kognitif dan depresi. Aktivitas hidup secara sederhana dapat
dinilai dengan indeks activity daily living (ADL) Barthel. Evaluasi fungsi kognitif dapat secara
kuantitatif menggunakan abbreviated mental test (AMT) atau mini mental state examination
(MMSE). Adanya depresi dapat di cek dengan geriatric depression scale (GDS).
Osteoporosis dengan bertambahnya usia baik pada perempuan maupun laki-laki
menyebababkan meningkatnya risiko fraktur pada trauma minimal. Fraktur osteoporotik sering
terjadi pada lengan bawah, vertebrata, dan femur proksimal. Risiko fraktur selain berhubungan
dengan aktivitas fisik dan menungkatnya risikop jatuh juga dapat diperhitungkan dengan dentitas
massa tulang (bone mineral density, BMD). penyebab osteoporosis sekunder harus pula digali
seperti terapi kortikosteriod, hipertiroid, hiperparatiroid, dan hipogonadisme/
Kendati terapi osteoporosis menurunkan resopsi tulang dan meningkatkan dentitas
tulang, penurunan insidens fraktur sebagian berhubungan dengan mekanisme non skeletal.
Suplementasi 800 UI vitamin D3 dan 1,2 gram kalsium elemental setiap hari selama 3 tahun
menurunkan resiko fraktur panggul.
BAB IV
KESIMPULAN
Gangguan keseimbangan, jatuh dan fraktur merupakan masalah besar pada usia lanjut.
Terdapat berbagai faktor resiko yang menyebabkan instabilitas dan jatuh pada lansia.
Dibutuhkan pengkajian lebih lanjut untuk mencegah jatuh dan fraktur. Diperlukan tatalaksana
secara holistik dan interdisiplin
Pada lansia, dibutuhkan dukungan berupa modifikasi lingkungan agar dapat memberikan
rasa aman dari resiko terjatuh karena kerapuhan pada tulang lansia sangat memudahkan lansia
mengalami fraktur yang penyembuhannya tidak sama dengan orang dewasa pada umumnya.
Untuk itu, dibutuhkan juga kerjasama tenaga medis dengan keluarga pasien agar turut menjaga
kondisi pasien agar aman dari bahaya terjatuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rasjad C. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : PT. Yasif Watampone ; 2007 .p.178-
84
2. Setiati S, Laksmi PW. Gangguan Keseimbangan Jatuh dan Fraktur. In : Sudoyo AW,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4 th ed.
Jakarta : FKUI ; 2007.p. 1378-88
3. Andayani R, Murti Y. Jatuh. In : Martono H, Pranarka K, eds. Buku Ajar Boedhi
Darmojo Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ). 4 th ed. Jakarta : Balai Penerbit FKUI ;
2009.p.174-97
4. Carter MA. Fraktur dan Dislokasi. In : Price SA, Wilson LM. Patofisiologi : Konsep
Klinis Proses Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2006 .p.
1365-70