MAKALAH INTOKSIKASI CO

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH INTOKSIKASI COBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejak manusia pertama dapat membuat api, intoksikasi karbon monoksida telah menjadi masalah. Masalah intoksikasi gas ini kian menjadi penting sejalan dengan semakin majunya industrialisasi di suatu negara. Pada saat ini karbon monoksida merupakan gas beracun yang paling banyak menimbulkan intoksikasi akut serta paling banyak menyebabkan kematian dibandingkan dengan kematian akibat intoksikasi gas-gas lain. Kematian akibat intoksikasi gas CO yang sering terjadi pada sekelompok orang sekaligus, seperti kematian enam orang di dalam sel tahanan akibat gas CO dari generator, kematian beberapa mahasiswa di dalam bis karena gas dari knalpot masuk kebagian belakang bis, kematian beberapa anggota keluarga di dalam kamar tertutup dan lain-lain, memberikan efek yang dramatis biia diberitakan di surat-surat kabar. Mula-mula disanngka bahwa expose terhadap CO dengan kadar rendah/sedang yang berlangsung berulang-ulang tidak punya efek terhadap fisiologi tubuh; tetapi ternyata penyelidikan-penyelidikan terakhir menunjukkan bahwa intoksikasi kronik dapat terjadi dari dapat menimbulkan efek patologik yang cukup gawat. Okh karena itu perhatian terhadap efek CO kadar rendah menjadi semakin besar, lebih-lebih setelah diketahui bahwa : Merokok dapat menaikkan kadar COHb darah (Russell et al). Kadar-kadar COHb dapat mencapai 6-9,6 % pada perokok-perokok yang berada dalam ruangan yang mengandung CO 38 ppm sedang pada bukan perokok kenaikannya hanya sebesar 1,6-2,6%. Orang yang berada di jalan jalan yang penuh dengan kenda-raan bermotor juga mempunyai kadar COHb yang meningkat. Jones et al (1972) menyelidiki kadar COHb dalam darah sopirsopir taxi di London, ia menemukan bahwa pada sopir-sopir taxi yang bukan perokok kadar COHb 1,4-3,0 % sedang pada sopir-sopir taxi yang perokok kadarnya bisa mencapai 20 %. Dengan meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di jalan-jalan umum, serta tumbuhnya industrialisasi di negara kita, masalah ini akan lebih sering kita jumpai di masa-masa yang akan datang. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Karbon monoksida, rumus kimia CO, adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, dan tak berasa. Ia terdiri dari satu atom karbon yang secara kovalen berikatan dengan satu atom oksigen. Dalam ikatan ini, terdapat dua ikatan kovalen dan satu ikatan kovalen koordinasi antara atom karbon dan oksigen. Karbon monoksida dihasilkan dari pembakaran tak sempurna dari senyawa karbon, sering terjadi pada mesin pembakaran dalam. Karbon monoksida terbentuk apabila terdapat kekurangan oksigen dalam proses pembakaran. Karbon dioksida mudah terbakar dan menghasilkan lidah api berwarna biru, menghasilkan karbon dioksida. Walaupun ia bersifat racun, CO memainkan peran yang penting dalam teknologi modern, yakni merupakan prekursor banyak senyawa karbon. Karbon monoksida merupakan senyawa yang sangat penting, sehingga banyak metode yang telah dikembangkan untuk produksinya.1 Gas produser dibentuk dari pembakaran karbon di oksigen pada temperatur tinggi ketika terdapat karbon yang berlebih. Dalam sebuah oven, udara dialirkan melalui kokas. CO2 yang pertama kali dihasilkan akan mengalami kesetimbangan dengan karbon panas, menghasilkan

CO. Reaksi O2 dengan karbon membentuk CO disebut sebagai kesetimbangan Boudouard.2 B. Sumber CO Karbon monoksida diproduksi di alam dari : a) Sumber-sumber alami yaitu : gunung berapi, kebakaran hutan, sumber endogen berupa penghancuran hemoglobin dalam badan yang menghasilkan CO 0,4 ml per jam, yang menyebabkan darah akan mempunyai kadar normal COHh 0,5--0,8%. b) Sumber CO terbesar dalam alam ini adalah yang berasal dari man made CO sebagai hasil proses tehnologi. Tiap tahun manusia menghasilkan kira-kira 250 juta ton man made CO sebagai hasil pembakaran tidak sempurna dari bahan-bahan organik seperti : minyak bumi, kayu, gas alam maupun gas buatan, bahan peledak, batu bara.3 C. Etiologi Efek toksik dari karbon monoksida disebabkan pengikatannya oleh hemoglobin, dengan membentuk kompleks carboxyhemoglobin. Dalam bentuk baru ini, hemoglobin tidak dapat lagi melakukan fungsinya untuk transportasi oksigen kejaringan-jaringan tubuh. (Hemoglobin dapat mengikat molekul CO sama banyak seperti pada pengikatan oksigen. Kedua gas ini diikat pada gugus yang sama dalam molekul hemoglobin, bereaksi dengan besi dalam gugus porphyria).4 Dengan cara yang sama, selain pada hemoglobin, CO juga dapat bereaksi dengan myoglobin, cytochrome oxidase serta eytochrome P-450. Meskipun kecepatan pengikatan CO oleh hemoglobin adalah 1/10 x kecepatan oksigen, kecepatan dissosiasinya adalah 1/2100 x kecepatan oksigen. Oleh karena itu afinitet hemoglobin terhadap CO lebih besar dari pada terhadap oksigen, yaitu 1/10 x 2100 = 210 x afinitet terhadap oksigen. Bila seorang menghirup gas CO ini, maka dengan cepat CO ini pindah dari plasma ke sel-sel darah merah untuk bergabung dengan hemoglobin. Pembentukan COHb yang cepat dan terus menerus ini, menyebabkan Pco plasma tetap rendah, sehingga CO dari alveolus selalu mengalir dengan cepat kedalam darah di paru-paru. Seperti halnya dengan Hb02, CO Hb ini selalu berada dalam keadaaan dissosiasi sebagai berikut : HbCO + O2 HbO2 + CO Jika expose dengan CO ini terhenti maka COHb akan diuraikan menjadi Hb02 dan CO kembali dan selanjutnya CO ini akan larut dalam plasma dan dikeluarkan melalui paru-paru. Reaksi toksik yang timbul setelah menghirup CO pada dasarnya disebabkan oleh hypoxia jaringan karena darah tak cukup mengandung 02. Hal ini pertama kali dibuktikan oleh Haldane pada tahun 1895. Jika seekor tikus diberikan 02 dengan tekanan dua atmosfir, maka darah akan mengandung cukup banyak 02 yang larut dalam plasma untuk memenuhi kebutuhan metabolisme sel-sel jaringan. Dalam keadaan ini seluruh hemoglobin dapat berada dalam bentuk COHb tanpa tikus-tikus ini menunjukkan gejala-gejala intoksikasi. Oleh Haldane hal ini disimpulkan bahwa CO sendiri sebenarnya tidak toksik untuk sel-sel jaringan.5 D. Ekskresi CO tidak dapat dikeluarkan dari dalam tubuh kecuali jika ada pemafasan aktif. Waktu ratarata yang diperlukan oleh seorang yang beristirahat untuk mengeluarkan CO sampai kadarnya menjadi konsentrasi semula (half life), adalah 250 menit. Jika sebagai ganti udara dipakai oksigen maka keseimbangan HbO2 + CO HbCO + O2 akan bergeser kekiri, sehingga waktu yang diperlukan untuk membuat kadar COHb menjadi dari semula hanya berlangsung 40 menit. Jika pada 02 ini ditambah CO2 5%, waktu yang dibutuhkan akan berkurang lagi menjadi 13,7 menit. Pemberian CO2 5% ini akan menyebabkan terjadinya hyperventilasi serta penurunan pH darah yang akan mempercepat pembuangan CO ini. Pemberian 02 dengan tekanan 2 atmosfir akan lebih mempercepat lagi eliminasi COHb menjadi hanya 7,6

menit.6 E. Patofisiologi Intoksikasi akut Perubahan patologik yang terjadi pada intoksikasi akut CO disebabkan oleh hypoxia. Oleh karena itu, beratnya kelainan ditentukan oleh lama serta derajat hypoxia ini. Yang terkena terutama ialah jaringan yaang paling peka terhadap pengurangan 02, seperti : susunan saraf pusat, jantung dan sebagainya. Finck(1966) mempelajari perubahan-perubahan patologik pada 351 kasus kematian yang disebabkan intoksikasi CO. Didapatkan tiga kelainan patologik, yaitu : (1) Edema/kongesti pada : paru-paru (66 %), otak (25%), jantung ( 2% ), viscera (7%). (2) Petechiae pada : otak (10%), jantung (33%). (3) Hemorrhagi pada : paru-paru (7%), pleura (1%), otak (2%)7 Susunan saraf pusat. Pada kasus-kasus fatal yang akut, ditemukan kongesti serta hemorrhagi pada semua organ. Sedang pada kasus-kasus fatal subakut, lesi yang ditimbulkan sebanding dengan lamanya pingsan yang timbul akibat hypoxia. Bokonjic (1963) mengemukakan pada kasus-kasus intoksikasi CO, batas maksimum lamanya pingsan agar tidak meninggalkan cacat neurologik adalah 21 jam untuk penderita dibawah umur 48 tahun dan 11 jam untuk penderita diatas umur 48 tahun. Bila pingsan berlangsung (i) lebih dari 15 jam pada penderita umur diatas 48 tahun atau (ii) lebih dari 64 jam pada penderita umur dibawah 48 tahun, maka akan terjadi kerusakan-rusakan permanen dan irreversible pada susunan saraf pusat dan fungsi mental tidak akan kembali sempuma lagi. Pemeriksaan Histologis memperlihatkan demyelinisasi yang luas pada substansia alba dan nekrosis bilateral di globus pallidus. WH Schulte (16) menyelidiki efek intoksikasi CO pada susunan saraf pusat terhadap 49 orang sehat, berumur antara 25 th 49 th, yang diexpose dengan 100 ppm CO. Kesimpulan yang didapat adalah CO dapat menyebabkan gangguan fungsi pada pusat-pusat luhur disusunan saraf pusat, terutama pada daerah-daerah diotak yang mengontrol kemampuan cognitive dan psikomotor. Gangguan ini dapat terjadi pada kadar COHb kurang dari 5%. Jantung. Jantung merupakan organ kedua yang peka terhadap hypoxia. Sebagian kasus menunjukkan tanda-tanda klinis terkenanya myocardium, tetapi sebagian yang lain tidakmemperlihatkan gejala-gejala ini. Kelainan pada EKG ditemukan pada sebagian besar (hampir semua) kasus. Lain-lain. Dapat timbul eritema, edema dan blister/bulla pada kulit. P02 merendah, terjadi asidosis metabolik Hematokrit meninggi. Intoksikasi kronik. Yang dimaksud disini ialah intoksikasi yang terjadi setelah expose berulang-ulang dengan CO yang berkadar rendah atau sedang. Perubahan-perubahan patofisiologi yang terjadi : Pembuluh darah. CO mempunyai efek merusak dinding arteri sehingga menyebabkan permeabilitas terhadap macam-macam komponen plasma meningkat. Pemberian cholesterol pada saat ini akan menyebabkan penimbunan lemak pada pembuluh darah. Astrup (2) menemukan kadar COHb yang tinggi pada perokok-perokok berat, terutama pada perokok yang menderita arteriosclerosis perifer. Ginjal GFR bertambah sampai 50%. Ini mungkin disebabkan oleh bertambahnya permeabilitas vaskuler. Darah.- Akibat hypoxia yang kronik, terjadi aklimatisasi. Eritrosit bertambah jumlahnya (polisitemia). Jantung. Afinitet CO terhadap myoglobin lebih besar daripada terhadap hemoglobin. Ini dapat mengganggu fungsi transport 02 dari myoglobin, serta dapat memperberat ischemia myocardium.

Gejala Gejala-gejala yang timbul adalah gejala-gejala yang disebabkan oleh hypoxia. Gejala-gejala ini sebanding dengan kadar COHb dalam darah. Hubungan antara gejala-gejala dengan COHb darah dapat dilihat pada tabel I. % COHb Gejala-gejala 010 tidak ada keluhan maupun gejala. 1020 rasa berat dikepala, sedikit sakit kepala, pelebaran pembuluh darah kulit. 2030 sakit kepala menusuk-nusuk pada pelipis 3040 sakit kepala hebat, lemah, dizziness, pandangan jadi kabur, nausea, muntah-muntah. 4050 seperti diatas, syncope, nadi dan pernafasan menjadi cepat. 5060 syncope, nadi dan pernafasan menjadi cepat, coma, kejang yang intermitten. 607- coma, kejang yang intermitten, depressi jantung dan pernafasan. 7080 nadi lemah, pernafasan lambat, kegagalan pernafasan dan meninggal dalam beberapa jam. 8090 meninggal dalam waktu kurang dari satu jam. 90 keatas meninggal dalam beberapa menit.Beratnya gejala ditentukan pula oleh kebutuhan jaringan akan 02. Nadi baru terpengaruh jika kadar COHb telah mencapai 50%. Gejala-gejala lain yang tidak khas adalah kelainan pada kulit, banyak berkeringat, pembesaran hepar, tendens bleeding suhu badan meningkat, lekositosis, serta albuminuria dan glycosuria.8 F. Diagnostik Diagnostik ditegakkan dengan :(i) ditemukannya kadar COHb yang meninggi dalam darah. Carboxyhemoglobin berwarna merah terang (bright red) yang akan terlihat pada kuku-kuku jari, mukosa, dan kulit, (ii) ditemukannya tanda-tanda klinis seperti yang tersebut diatas. G. Penatalaksanaan Prinsip pada pengobatan intoksikasi CO ialah mengembalikan keadaan agar supply 02 untuk sel-sel jaringan kembali menjadi normal dan cukup, seperti semula. Tindakan yang dilakukan adalah sebagai berikut : (1) Yang penting adalah memindahkan penderita kedalam ruangan dengan udara segar. (2) Jika terjadi penghentian pernafasan, maka dilakukan pernafasan buatan secepatnya. (3) Tindakan berikut adalah pemberian oksigen, yang dilakukan dengan alat-alat yang dapat mencegah terhisapnya kembali CO kedalam badan. Pemberian ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu : Oksigen diberikan bersama-sama dengan 5 7% CO2 . Dengan kombinasi ini kadar COHb dapat diturunkan lebih cepat. Dalam konsentrasi ini CO2 tidak menimbulkan efek yang membahayakan Pada intoksikasi CO berat. Yang disertai dengan hilangnya kesadaran, pengobatan terbaik adalah denganpemberian oksigen yang bertekanan dua atmosfir. Penggunaan oksigen bertekanan tinggi ini dengan cepat. akan mengganti CO dalam molekul Hb. Selain itu oksigen ini akan larut dalam plasma dalam jumlah banyak dan dapat dengan segera memberikan efeknya pada sel-sel jaringan. Oksigen ini akan menyebabkan keseimbangan reaksi : HbO2 + CO HbCO + O2 bergeser kekiri. CO akan terlepas dan larut kedalam plasma dan selanjutnya dikeluarkan melalui pernafasan. Dengan memperpendek keadaan hypoxia, kita akan dapat membatasi semaximal mungkin kerusakan jaringan. Penambahan tekanan oksigen lebih dari dua atmosfir akan menimbulkan risiko mempercepat terjadinya intoksikasi oksigen. Untuk pemberian hyperbaric oxygen therapy dipakai cara yang dilakukan oleh Ogawa yaitu : diberikan tiga kali; tiap kali diberikan oksigen murni dengan tekanan dua

atmosfir selama kira-kira satu jam, satu kali sehari. Pengobatan dengan hyperbaric oxygenation ini, yang mulai dikembangkan oleh Smith Sharp, pada tahun 1960, kini merupakan therapy of choice untuk pengobatan intoksikasi CO berat. Cara ini dapat menghilangkan CO dari darah dan jaringan dengan cepat tanpa tergantung pada mekanisme transport hemoglobin. (4) Selain ini hendaknya juga dilakukan usaha yang bersifat supportif yaitu : Penderita diusahakan agar selalu panas dengan menggunakan selimut dan sebagainya. Agar sama sekali tidak melakukan gerakan/aktifitas fisik, supaya ke butuhan oksigen oleh jaringan jadi seminimal mungkin. (5) Transfusi darah juga dapat membantu. Tetapi cara ini sekarang banyak disanggah oleh karena darah baru ini, yang relatif sedikit, dalam waktu singkat akan dipenuhi oleh CO yang berada di jaringan-jaringan. (6) Tindakan tambahan lain yang pernah dianjurkan adalah : hypothermi yaitu dengan mendinginkan seluruh badan, maka kebutuhan sel-sel jaringan akan oksigen menurun, sehingga sequellae neurologis yang timbul dapat dikurangi seminimal mungkin. (7) Juga dapat digunakan succinic acid, untuk menstimulir pernafasan.9

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Karbon monoksida (CO) adalah gas tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak mengiritasi, mudah terbakar dan sangat beracuin. Gas Karbon monoksida merupakan bahan yang umum ditemui di industri. Gas ini merupakan hasil pembakaran tidak sempurna dari kendaraan bermotor, alat pemanas, peralatan yang menggunakan bahan api berasaskan karbon dan nyala api (seperti tungku kayu), asap dari kereta api, pembakaran gas, asap tembakau. Namun sumber yang paling umum berupa residu pembakaran mesin. Banyak pembakaran yang menggunakan bahan bakar seperti alat pemanas dengan menggunakan minyak tanah, gas, kayu dan arang yaitu kompor, pemanas air, alat pembuangan hasil pembakaran dan lain-lain yang dapat menghasilkan karbon monoksida. Pembuangan asap mobil mengandung 9% karbon monoksida. Pada daerah yang macet tingkat bahayanya cukup tinggi terhadap kasus keracunan. Karbon monoksida tidak mengiritasi tetapi sangat berbahaya (beracun) maka gas CO dijuluki sebagai silent killer (pembunuh diam-diam).

ARTIKEL KESEHATAN : INTOKSIKASI (KERACUNAN)

Setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multi sistem dengan penyebab yang tidak jelas harus dicurigai kemungkinan keracunan. Meskipun semua kelompok umur dapat terkena namun anak-anak mencapai 59 %dari kecelakaan keracunan, sisinya sebanyak 41 % termasuk remaja an orangtua (Hudak,Gallo, 1997). I. Pengertian. Setiap keadaan yang menunjukkan kelainan multi sistem dengan sebab yang tidak jelas harus dicuarigai kemungkinan sebagai keracunan. II.Patofisiologi. Insektisida bekerja dengan menghambat dan menginaktifasikan enzim asetilkolin nesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan oleh susunan syaraf pusat, ganglion autonom, ujung-ujung syaraf parasimpatis dan ujung-ujung syaraf motorik. Hambatan asetilkolin nesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.Klik Gambar Untuk Memperbesar

III. Manifestasi Klinis. Gejala keracunan dapat dibagi dalam dua golongan yaitu : 1. Gejala muskarinik . Hypersekresi kelanjar keringat, air mata, air liur, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Dapat juga ditemukan gejala nause, nyeri perut, diare, muntah, inkontinensia alvi dan urin, bronkokontriksi, miosis, bradikardi, dan hypotensi. Pada keracunan paration tidak selalu ditemukan miosis dan hypotensi. 2. Gejala nikotinik. Twiching dan fasikulasi otot lurik dan kelemahan otot. Ditemukan pula gejala sentral seperti ketakutan, gelisah, gangguan pernapasan, gangguan sirkulasi, tremor dan kejang. IV. Pemeriksaan Penunjang. Kadar kolinesterase plasma berkurang sampai 30% normal terutama pada pasien yang kontak dengan insektisida organofosfat secara kronik dengan gejala keracunan akut. V. Penatalaksanaan Medis. a. Penatalaksanaan kegawatan Setiap keracunan dapat mengancam nyawa. Walaupun tidak dijumpai kegawatansetiap kasus keracunan harus diberlakukan seperti keadaan kegawatan yang mengancam nyawa. Penilaian terhadap tanda vital seperti jalan nafas/pernafasan, sirkulasi da penurunan kesadaran harus dilakukan secara tepat dan seksama sehingga tindakan resusitasi yang meliputi ABC ( airway,breathing,circulatory) tidak terlambat dimulai b. Penilaian klinis Penatalaksanaan keracunan harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil penapisan toksikologi. Walaupun dalam sebagian kasus diagnosa etiologi sulit ditegakkan dengan penilaian dan pemeriksaan klinis yang cermat dapat ditemukan beberapa kelompok yang memberi arah ke diagnosa etiologi. Oleh karena itu pada kasus keracunan bukan hasil laboratorium yang harus diperhatikan tetapi standar pemeriksaan kasus di tiap rumah sakit juga perlu dibuat untuk memudahkan penanganan yang tepat guna. Beberapa keadaan klinis yang perlu mendapat perhatian karena dapat mengancam nyawa ialah koma, henti jantung, henti nafas dan syok. Upaya yang paling penting adalah ananmesis atau aloanamnesis yang rinci. c. Dekontaminasi 1. Bila pelarut organofosfat terminum ialah minyak tanah, tindakan untuk memuntahkan atau cuci lambung sebaiknya dihindari untuk mencegah timbulnya pneumonia aspirasi. Bila pelarut golongan organofosfat adalah air seperti halnya digunakan dipertanian tindakan cuci lambung atau membuat pasien muntah dapat dibenarkan. 2. Dilakukan pernapasan buatan bila terjadi depresi pernapasan dan bebaskan jalan napas dari sumbatan. 3. Bila racun mengenai kulit atau mukosa mata bersihkan dengan air. 4. Atropin dapat diberikan dengan dosis 0,015 - 0,05 mg /kg bb secara intravena dan dapat

diulangi setiap 5 10 menit sampai timbul gejala antropinisasi seperti muka merah, mulut kering, takikardi dan midriasis. Kemudian diberikan dosis rumat untuk mempertahankan atropinisasi ringan selama 24 jam. Protopan dapat diberikan pada anak dengan dosis 0,25 g secara intravena sangat perlahan-lahan atau melalui ivfd. 5. Pengobatan simtomatik dan suportif.