44
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang terdapat pada saluran nafas atas maupun saluran nafas bagian bawah. Penyakit infeksi ini dapat menyerang semua umur, tetapi bayi dan balita paling rentan untuk terinfeksi penyakit ini. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan antibiotik dapat mengakibat kematian. Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara-negara berkembang, seperti di Indonesia maupun di negara maju. ISPA dapat ditularkan melalui

Makalah Ispa 2

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan infeksi yang terdapat pada

saluran nafas atas maupun saluran nafas bagian bawah. Penyakit infeksi ini dapat

menyerang semua umur, tetapi bayi dan balita paling rentan untuk terinfeksi

penyakit ini. Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan

seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik, namun

demikian anak akan menderita pneumoni bila infeksi paru ini tidak diobati dengan

antibiotik dapat mengakibat kematian.

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering dijumpai di negara-negara

berkembang, seperti di Indonesia maupun di negara maju. ISPA dapat ditularkan

melalui air ludah, darah, bersin, udara pernapasan yang mengandung kuman yang

terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.

Infeksi saluran pernapasan bagian atas terutama yang disebabkan oleh virus,

sering terjadi pada cuaca dingin. ISPA yang berlanjut dapat menjadi pneumonia.

Hal ini sering terjadi pada anak-anak terutama apabila terdapat gizi kurang dan

keadaan lingkungan yang kurang bersih.

2

Karena banyak gejala ISPA yang tidak spesifik dan tes diagnosis cepat tidak

selalu tersedia, maka etiologi kadang sering tidak diketahui dengan segera.

Dengan demikian fasilitas pelayanan kesehatan, terutama Pusat Kesehatan

Masyarakat (Puskesmas) sebagai lini pertama, menghadapi tantangan untuk

memberikan pelayanan kepada pasien ISPA dengan etiologi dan pola penularan

yang diketahui atau pun tidak diketahui. Penting bagi petugas kesehatan untuk

melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang tepat saat menangani

pasien ISPA untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya penyebaran infeksi

kepada diri sendiri, petugas kesehatan yang lain, pasien maupun pengunjung.

Tingginya kasus ISPA dapat menyebabkan “burden of disease”, dalam hal ini

penurunan tingkat ekonomi dan disabilitas fungsional dapat terjadi di masyarakat.

Beberapa kasus ISPA dapat juga menyebabkan Kejadian Luar Biasa dengan

angka mortalitas dan morbiditas yang tinggi, sehingga menyebabkan kondisi

darurat pada kesehatan masyarakat dan menjadi masalah internasional.

Dengan menyadari pentingnya penanggulangan ISPA di Indonesia, maka penting

bagi para petugas kesehatan untuk menggalakan program dalam menanggulangi

masalah kesehatan tersebut.

3

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu :

1. Mengidentifikasi pengertian dari ISPA

2. Menganalisis klasifikasi ISPA

3. Menganalisis pencegahan dan pemberantasan ISPA

4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ISPA

ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak

dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara

bersamaan (Meadow, Sir Roy).

ISPA (lnfeksi Saluran Pernafasan Akut) yang diadaptasi dari bahasa Inggris

Acute Respiratory hfection (ARl) mempunyai pengertian sebagai berikut:

1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikoorganisme kedalam tubuh manusia

dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.

2. Saluran  pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alfeoli beserta

organ adneksa seperti simrs-sinus, rongga tengah dan pleura ISPA secara

anatomis mencakup saluran pemafasan bagian atas.

3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlansung sampai 14 hari. Batas 14 hari

diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit

yang digolongkan ISPA. Proses ini dapat berlangsung dari 14 hari (Suryana,

2005:57).

5

B. Penyebab ISPA

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri, virus,

mycoplasma, jamur dan lain-lain.

1. ISPA bagian atas umumnya disebabkan oleh Virus

2. ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan

mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya

mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa

masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus, Stapilococcus,

Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium. Bakteri tersebut

di udara bebas akan masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas

yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak

yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim

hujan. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,

Adenovirus, Influenza, Sitomegalovirus, Koronavirus, Pikornavirus,

Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain.

Untuk golongan virus penyebab ISPA antara lain golongan miksovirus (termasuk

di dalamnya virus para-influensa, virus influensa, dan virus campak), dan

adenovirus. Virus para-influensa merupakan penyebab terbesar dari sindroma

batuk rejan, bronkiolitis dan penyakit demam saluran nafas bagian atas. Untuk

6

virus influensa bukan penyebab terbesar terjadinya sindroma saluran pernafasan

kecuali hanya epidemi-epidemi saja. Pada bayi dan anak-anak, virus-virus

influenza merupakan penyebab terjadinya lebih banyak penyakit saluran nafas

bagian atas daripada saluran nafas bagian bawah. Secara etiologi, ISPA juga

disebabkan oleh Jamur seperti Aspergillus sp.,Candida Albicans, Hitoplasma,

dan lain-lain.

C. Gejala klinis

Menurut dr. Maulana Adrian dalam tanda-tanda bahaya dapat dilihat berdasarkan

tanda-tanda yang tampak di pemeriksaan klinik dan pemeriksaan laboratorium.

Tanda-tanda klinis tersebut antara lain:

1. Pada system pernapasan adalah nafas tidak teratur dan cepat, retraksi atau

tertariknya kulit kedalam dinding dada, napas cuping hidung, sesak, kebiruan,

suara lemah atau hilang suara napas seperti ada cairannya sehingga terdengar

keras

2. Pada sistem peredaran darah dan jantung, meliputi : denyut jantung cepat atau

lemah, hipertensi, hipotensi dan gagal jantung.

3. Pada sistem Syaraf meliputi : gelisah, mudah terangsang, sakit kepala,

bingung, kejang dan koma.

4. Pada hal umum, seperti : letih dan berkeringat banyak

7

5. Tanda-tanda bahaya pada anak golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun,

meliputi : tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor dan gizi

buruk.

6. Tanda bahaya pada anak golongan umur kurang dari 2 bulan adalah: kurang

bisa minum (kemampuan minumnya menurun sampai kurang dari setengah

volume yang biasa diminumnya), kejang, kesadaran menurun, mendengkur,

mengi, demam dan dingin.

Sedangkan tanda dan gejala menurut Departemen Kesehatan RI 2002

1. Gejala ISPA ringan

Seorang dinyatakan menderita ISPA ringan jika di temukan gejala sebagai

berikut :

a. Batuk

b. Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya

pada waktu berbicara atau menangis)

c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.

d. Panas atau demam, suhu badan lebih dari 37 0C. 

Jika menderita ISPA ringan maka perawatan cukup dilakukan di rumah tidak

perlu dibawa ke dokter atau Puskesmas.

8

2. Gejala ISPA sedang

Seorang dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan

dengan disertai gejala sebagai berikut :

a. Pernafasan lebih dari 50x/m pada anak umur kurang dari satu tahun atau

lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih

b. suhu lebih dari 390C.

c.  tenggorokan berwarna merah

d. Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak

e. Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga

f. pernafasan berbunyi seperti mendengkur

g. Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

3. Gejala ISPA berat

Seorang dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau

sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :

a. bibir atau kulit membiru, lubang hidung kembang kempis pada waktu

bernafas.

b. tidak sadar atau kesadaran menurun.

c. Pernafasan berbunyi mengorok dan tampak gelisah.

d. Pernafasan menciut, sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernafas.

e. Nadi cepat lebih dari 60x/menit atau tidak teraba

f. Tenggorokan berwarna merah

9

ISPA berat harus dirawat di rumah sakit atau puskesmas karenaperlu

mendapat perawatan dengan peralatan khusus seperti oksigen

dan infus

D. Manifestasi Klinis dan Diagnosis

Gambaran klinis secara umum yang sering didapat adalah rinitis, nyeri

tenggorokan, batuk dengan dahak kuning/ putih kental, nyeri retrosternal dan

konjungtivitis. Suhu badan meningkat antara 4-7 hari disertai malaise, mialgia,

nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah dan insomnia. Bila peningkatan suhu

berlangsung lama biasanya menunjukkan adanya penyulit.

Diagnosis ISPA oleh karena virus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan

laboratorium terhadap jasad renik itu sendiri. Pemeriksaan yang dilakukan adalah

biakan virus, serologis, diagnostik virus secara langsung.

Sedangkan diagnosis ISPA oleh karena bakteri dilakukan dengan pemeriksaan

sputum, biakan darah, biakan cairan pleura.

10

E. Distribusi penyakit ISPA

Distribusi penyakit ISPA yaitu :

1. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Orang (Person)

Penyakit ISPA lebih sering diderita oleh anak-anak. Daya tahan tubuh anak

sangat berbeda dengan orang dewasa karena sistim pertahanan tubuhnya

belum kuat. Kalau di dalam satu rumah seluruh anggota keluarga terkena

pilek, anak-anak akan lebih mudah tertular. Dengan kondisi tubuh anak yang

masih lemah, proses penyebaran penyakit pun menjadi lebih cepat. Dalam

setahun seorang anak rata-rata bisa mengalami 6-8 kali penyakit ISPA.

2. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Tempat (Place)

ISPA merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di

negara maju dan berkembang. ISPA merupakan penyebab morbiditas utama

pada negara maju sedangkan di negara berkembang morbiditasnya relatif

lebih kecil tetapi mortalitasnya lebih tinggi terutama disebabkan oleh ISPA

bagian bawah atau pneumonia.

3. Distribusi Penyakit ISPA Berdasarkan Waktu (Time)

Berdasarkan hasil kesepakatan Declaration of the World Summit for Children

pada 30 desember 1999 di New York, AS ditargetkan bahwa penurunan

kematian akibat pneumonia balita sampai 33% pada tahun 1994-1999.

Sedangkan di Indonesia sendiri oleh Dirjen PPM & PL menargetkan bahwa

angka kematian balita akibat penyakit ISPA 5 per 1000 pada tahun 2000 akan

diturunkan menjadi 3 per 1000 pada akhir tahun 2005.

11

F. Riwayat Alamiah Penyakit ISPA

Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan

tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia

yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke

arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks

tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran

pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).

Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering

(Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan

menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada

dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi

noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk

(Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang

paling menonjol adalah batuk.

Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri.

Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang

merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi

bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran

pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan

staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick,

12

1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah

banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga

menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya

fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian

menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran

nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).

Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang

lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa

menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder

bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang

biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya

infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia

bakteri (Shann, 1985).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi

empat tahap, yaitu:

1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum

menunjukkan reaksi apa-apa.

2. Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh

menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang

sudah rendah.

13

3. Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala

demam dan batuk.

4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna,

sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat

pneumonia.

G. Epidemiologi penyakit ISPA

ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin atau

bernafas, bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat ditularkan pada

orang lain (orang lain menghirup kuman tersebut).

Penularan penyakit ISPA dapat terjadi melalui udara yang telah tercemar, bibit

penyakit masuk kedalam tubuh melalui pernafasan, oleh karena itu maka

penyakit ISPA ini termasuk golongan Air Borne Disease.Penularan melalui udara

dimaksudkan adalah cara penularan yang terjadi tanpa kontak dengan penderita

maupun dengan benda terkontaminasi. Sebagian besar penularan melalui udara

dapat pula menular melalui kontak langsung, namun tidak jarang penyakit yang

sebagian besar penularannya adalah karena menghisap udara yang mengandung

unsur penyebab atau mikroorganisme penyebab.

14

HOST

AGENT ENVIRONMENT

Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA adalah sebagai berikut:

1. Faktor host (diri)

a. Usia

Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia

dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita

ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).

b. Jenis kelamin

Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti

Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian

yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap

jenis kelamin tertentu. Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia

kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih

tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003).

15

c. Status gizi

Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama

dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu

merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP,

ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga

menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,

sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan

keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.

d. Status imunisasi

Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi

berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak

bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa

imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti

dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).

e. Pemberian suplemen vitamin A

Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa

pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada

penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel

epitel yang mengalami diferensiasi.

f. Pemberian air susu ibu (ASI)

ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-

bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber

16

nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang

kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis

membentuk sistem biologis. ASI dapat memberikan imunisasi pasif

melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan

saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).

2. Bibit Penyakit (Agent)

ISPA disebabkan oleh berbagai infectious agent yang terdiri dari 300 lebih

jenis virus, bakteri, ricketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah

dari genus Streptococcus, Stafilococcus, Pneumococcus, Haemofilus,

Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebab ISPA antara lain,

golongan Paramyksovirus termasuk didalamnya virus Influenza,

Parainfluenza, dan virus campak, adenovirus, Coronavirus, Picornavirus,

Herpesvirus dan lain-lain.

Pneumonia umumnya disebabkan oleh bakteri. Di negara berkembang

yang tersering sebagai penyebab pneumonia pada anak ialah

Streptococcus pneumonia dan Haemofilus influenza. Sedangkan di Negara

maju, dewasa ini pneumonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus.

17

3. Faktor lingkungan (Environment)

a. Rumah

Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya

untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan

pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk

kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk

keluarga dan individu (WHO, 1989).

Anak-anak yang tinggal di apartemen memiliki faktor resiko lebih

tinggi menderita ISPA daripada anak-anak yang tinggal di rumah

culsterdi Denmark (Koch et al, 2003).

b. Kepadatan hunian (crowded)

Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota

keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk

ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa

kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna

prevalensi ISPA berat.

c. Status sosioekonomi

Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi

yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan

masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara

status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi

18

yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status

sosioekonomi (Darmawan,1995).

d. Kebiasaan merokok

Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai

kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari

keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat

bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok

(Koch et al, 2003)

e. Polusi udara

Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan

pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah

ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh pusat penelitian

kesehatan Universitas Indonesia untuk mengetahui efek pencemaran

udara terhadap gangguan saluran pernafasan pada siswa sekolah dasar

(SD) dengan membandingkan antara mereka yang tinggal di wilayah

pencemaran udara tinggi dengan siswa yang tinggal di wilayah

pencemaran udara rendah di Jakarta. Dari hasil penelitian tidak

ditemukan adanya perbedaan kejadian baru atau insiden penyakit atau

gangguan saluran pernafasan pada siswa SD di kedua wilayah

pencemaran udara. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pencemaran

19

menjadi tidak berbeda dengan wilayah dengan tingkat pencemaran

tinggi sehingga tidak ada lagi tempat yang aman untuk semua orang

untuk tidak menderita gangguan saluran pemafasan. Hal ini

menunjukkan bahwa polusi udara sangat berpengaruh terhadap

terjadinya penyakit ISPA.

Adanya ventilasi rumah yang kurang sempurna dan asap tungku di

dalam rumah seperti yang terjadi di Negara Zimbabwe akan

mempermudah terjadinya ISPA anak (Mishra, 2003).

H. Upaya pencegahan

1. Primordial prevention ( pencegahan awal / tingakt dasar )

Terdiri dari:

a. Health promotion (promosi kesehatan)

1) Pendidikan kesehatan, penyuluhan

2) Gizi yang cukup sesuai dengan perkembangan

3) Penyediaan perumahan yg sehat

4) Rekreasi yg cukup

5) Pekerjaan yg sesuai

6) Genetika

7) Pemeriksaan kesehatan berkala

20

b. Specific protection (perlindungan khusus)

Kegiatan yang dilakukan melalui upaya ini adalah :

1) Imunisasi

2) Kebersihan perorangan

3) Sanitasi lingkungan

4) Perlindungan terhadap kecelakaan akibat kerja

5) Penggunaan gizi tertentu

6) Perlindungan terhadap zat yang dapat menimbulkan kanker

2. Primary prevention ( pencegahan tingkat pertama )

Ditujukan kepada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan

(health promotion) dan pencegahan khusus (specific prevention),diantaranya:

a. Penyuluhan

Penyuluhan dilakukan oleh tenaga ksehatan dimana kegiatan in

diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-

hal yang dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya ISPA.kegiatan

penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA,penyuuhan ASI

eksklusif,penyuluhan gizi seimbang paa ibu dan anak,penyuluhan

kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok.

b. Imunisasi

Mengusahakan kekebalan anak dengan imunisasi agar anak memperoleh

kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT.

21

Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit

Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas

c. Mengusahakan agar anak mempunyai gizi yang baik

1) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan

yang paling baik untuk bayi.

2) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.

3) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu

mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak,

vitamin dan mineral.

4) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein

misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi

atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan

mineral dari sayuran,dan buah-buahan.

5) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui

apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah

ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.

d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir

rendah

e. Program penyehatan lingkungan pemukiman (PLP) yang menangani

masalah polusi baik di dalam maupun di luar rumah. Perilaku hidup bersih

dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA,

sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan

22

menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui

upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat

3. Secondary prevention (pencegahan tingkat ke dua)

Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan

diagnosis sedini mungkin.Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu

untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA adalah :

a. Mengatasi panas (demam)

1) Untuk orang dewasa, diberikan obat penurun panas yaitu

parasetamol.

2) Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun, demam diatasi dengan

memberikan parasetamol dan dengan kompres.

3) Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara

pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian

digerus dan diminumkan.

4) Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan

pada air biasa (tidak perlu air es).

5) Bayi di bawah 2 bulan dengan demam sebaiknya segera dibawa ke

pusat pelayanan kesehatan.

23

b. Mengatasi batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman, yaitu ramuan tradisional

berupa jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½

sendok teh , diberikan tiga kali sehari. Dapat digunakan obat batuk lain

yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,

dekstrometorfan, dan antihistamin.

c. Pemberian makanan

1) Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-

ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.

2) Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

d. Pemberian minuman

Kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah, dan sebagainya) lebih

banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak dan

mencegah kekurangan cairan.

1) Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu

tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam à

menghambat keluarnya panas.

2) Jika pilek, bersihkan hidung untuk mempercepat kesembuhan dan

menghindari komplikasi yang lebih parah.

24

3) Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat, yaitu yang

berventilasi cukup, dengan pencahayaan yang memadai, dan tidak

berasap.

4) Apabila selama perawatan dirumah keadaan memburuk, maka

dianjurkan untuk membawa ke dokter.

5) Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, obat yang

diperoleh tersebut harus diberikan dengan benar sampai habis.

6) Dan untuk penderita yang tidak mendapatkan antibiotik, usahakan

agar setelah 2 hari kembali ke dokter untuk pemeriksaan ulang

4. Tertiary prevention ( pencegahan tingkat ke tiga )

Tingkat Pencegahan ini ditujukan kepada balita yang buka pneumonia

agar tidak menjadi lebih parah (pneumonia)dan mengakibatkan kecacatan

dan berakhir kematian.Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan

penyakit bukan pneumonia pada bayi dan balita yaitu perhatikan apabila

timbul gejala pneumonia seperti nafas menjadi sesak,anak tidak mampu

minum,dan sakit bertambah menjadi parah,agar tidak menjadi parh bwalah

anak kembali ke petugas kesehatan dan melakukan perawatan spesifik

dirumah dengan memberikan asupangizi dan lebih sering memberikan

ASI

25

I. Perawatan / pengobatan ISPA

1. Banyak istirahat

2. Makan makanan bergizi untuk memperbaiki daya tahan tubuh.

3. Jika terjadi demam, berikan kompres hangat dan banyak minum. Untuk bayi

tetap diberikan ASI, pilih pakaian yang longgar / tipis, dan jika perlu

diberikan parasetamol untuk bayi.

4. Untuk bayi, bila hidung tersumbat (pilek) bersihkan lubang hidung dari lendir.

26

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari makalah diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. ISPA adalah penyakit infeksi yang sangat umum dijumpai pada anak-anak

dengan gejala batuk, pilek, panas atau ketiga gejala tersebut muncul secara

bersamaan

2. Pneumonia dibagi lagi atas derajat beratnya penyakit, yaitu pneumonia berat

dan pneumonia tidak berat.

Berikut ini adalah klasifikasi ISPA berdasarkan P2 ISPA :

a. Pneumonia : ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.

b. Pneumonia Berat : ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada

ke dalam.

c. Bukan Pneumonia : ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai

demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.

3. Pencegahan & Pemberantasan Penyakit

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada

anak antara lain :

a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan

cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.

27

b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh

terhadap penyakit baik.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.

Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah

memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota

keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.

Pemberantasan ISPA yang dilakukan adalah :

a. Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu

b. Pengelolaan kasus yang disempurnakan.

c. Immunisas

B. SARAN

Karena yang terbanyak penyebab kematian dari ISPA adalah karena pneumonia,

maka diharapkan penyakit saluran pernapasan penanganannya dapat

diprioritaskan. Disamping itu penyuluhan kepada ibu-ibu tentang penyakit ISPA

perlu ditingkatkan dan dilaksanakan secara berkesinambungan,serta pencegahan

dan pemberantasan penyakit ISPA yang sudah dilakukan sekarang ini perlu

ditingkatkan lagi

28

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI,1994. Pedoman Program P2 ISPA dan Penanggulangan Pneumonia Pada

Balita. Depkes RI: Jakarta.

Doenges, Marlyn E . Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan

dan pendokumentasian perawatan pasien

Bustan, M.N. 2000. Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Rineka Cipta: Jakarta.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20483/4/Chapter%20II.pdf

http://www.bankdata.depkes.go.id/

http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/buletin/BULETIN

%20PNEUMONIA.pdf

Widoyono, 2005, Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan &

Pemberantasannya). Erlangga; Jakarta