Upload
muthia-zhafira
View
87
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
Tugas Farmasi Fisika
Dosen : Dina Rahmawanty, S. Far., M. Far., Apt.
Fenomena Antar Muka
Kelompok 5
1. Muhammad Ridwan Ali J1E112067
2. Rahmat Fauzi J1E111062
3. Toni Nurman J1E112018
4. Muhammad Zailani J1E112058
5. Winsa Wira Wijaya J1E112070
6. M. Rasyid Akbar J1E112075
7. M. Restu Aulia J1E112206
8. Renny Febrianty J1E109206
9. Dian Fatmawati J1E112003
10. Nilly Su’aida J1E112010
11. Rifa Afiah J1E112024
12. Ida Maulida J1E112034
13. Amalia Ananda Sari J1E112042
14. Ghina Yulita J1E112048
15. Eriza Nur Aq Liny J1E112081
16. Indah Purnamasari J1E112201
17. Hana Kasinta J1E112212
Program Studi FarmasiFMIPA UNLAM
2013
FENOMENA ANTAR MUKA
1. Antarmuka Cairan
Karakteristik Cairan
Gas dapat dicairkan dengan mendinginkan pada tekanan tertentu.
Ketika suhunya diturunkan, energi kinetik molekul gas akan menurun, dan
akan menjadi sebanding dengan gaya tarik antarmolekulnya. Akhirnya jarak
antarmolekul menurun sampai titik gas berubah menjadi cairan. Cairan
memiliki volume tetap pada temperatur tetap tetapi cairan tidak memiliki
bentuk yang tetap. Dalam hal ini, cairan mirip gas. Namun, kalau diperhatikan
jarak antarmolekulnya, terdapat perbedaan besar antara cairan dan gas. Satu
gram air memiliki volume sekitar cm3, tetapi uap air menempati volume 1,69
x 103 cm3 pada 373 K dan 1 atm. Anda dapat memperikirakan jarak
antarmolekul dalam kedua kasus ini, dan dengan membandingkan data ini,
Anda akan menyadari perbedaan antara cairan dan gas (Jeikhsan, 2012).
Sifat Cairan
Beberapa molekul yang energi kinetiknya lebih besar dari energi
kinetik rata-rata dapat lepas dari gaya tarik antarmolekul dan menguap. Bila
cairan diwadahi dalam ruang tanpa tutup, cairan akan perlahan menguap, dan
akhirnya habis. Bila ruangnya memiliki tutup dan cairannya terisolasi,
molekulnya kehilangan energinya dengan tumbukan, dsb, dan energi kinetik
beberapa molekul menjadi demikian rendah sehingga molekul tertarik dengan
gaya antarmolekul pada permukaan cairan dan kembali masuk ke cairan
(Jeikhsan, 2012).
Tekanan uap cairan meningkat dengan kenaikan suhu dan gelembung
akan akan terbentuk dalam cairannya. Tekanan gas dalam gelembung sama
dengan jumlah tekanan atmosfer dan tekanan hidrostatik akibat tinggi cairan
di atas gelembung. Wujud saat gelembung terbentuk dengan giat disebut
dengan mendidih, dan temperatur saat mendidih ini disebut dengan titik
didih (Jeikhsan, 2012).
Proses penguapan cairan dan mengkondensasikan uapnya di wadah lain
dengan pendinginan disebut dengan distilasi. Metoda ini paling sering
digunakan untuk memurnikan cairan. Asal mula teknik distilasi dapat dirunut
dari zaman alkemi. Campuran cairan dapat dipisahkan menjadi cairan
komponennya menggunakan perbedaan titik didihnya (Jeikhsan, 2012).
Aspek paling menarik di antara sifat-sifat fisik cairan adalah perubahan
mutual antara gas dan cairan, yakni penguapan dan kondensasi. Hal ini
digunakan meluas dalam proses kimia distilasi, salah satu metoda pemurnian
cairan yang paling luas dan bermanfaat. Bila temperatur cairan diturunkan,
energi kinetik molekul juga akan menurun, dan tekanan uapnya pun juga akan
menurun. Ketika temperatur menurun sampau titik tertentu, gaya
antarmolekulnya menjadi dominan, dan gerak translasi randomnya akan
menjadi lebih perlahan. Sebagai akibatnya, viskositas cairan menjadi semakin
bertambah besar. Pada tahap ini, kadang molekul akan mengadopsi susunan
geometri reguler yang disebut dengan keadaan padatan kristalin. Umumnya
titik beku sama dengan titik leleh, yakni suhu saat bahan berubah dari keadaan
padat ke keadaan cair (Jeikhsan, 2012).
2. Tegangan Permukaan dan Tegangan Antarmuka
Pada permukaan cairan / antarmuka dua cairan yang tidak bercampur à
selalu ada tegangan yang terjadi karena adanya kecenderungan cairan untuk
memperkecil luas permukaan. Molekul-molekul cairan mempunyai gaya tarik van
der walls sehingga molekul –molekul tersebut saling tarik menarik yang disebut
gaya kohesi (Hayyan, 2008).
Tegangan permukaan yaitu gaya per satuan panjang yang diperlukan
untuk memperluas suatu permukaan. Satuannya adalah dyne/cm. Tegangan
antarmuka yaitu gaya per satuan panjang yang terdapat pada antarmuka dua fase
cair yang tidak bercampur. Satuannya dyne/cm3. Jika 2 cairan bercampur
sempurna maka tegangan antarmukanya = O (Hayyan, 2008).
3. Koefisien Sebar
Bila suatu zat seperti asam oleat ditaruh pada permukaan air, maka asam
oleat dapat menyebar pada permukaan sebagai lapisan film, bila harga koefisien
sebarnya positif. Harga koefisien sebar sangat bergantung pada gaya adhesi dan
gaya kohesi.
S (+) WA > WCGaya adhesi yaitu energi yang dibutuhkan untuk memisahkan /mematahkan gaya
tarik menarik antara molekul-molekul yang tidak sejenis atau kerja yang
dibutuhkan untuk memisahkan 2 cairan yang tidak bercampur
ᵧ12 ᵧ1
ᵧ2
(Yamada, 2010).
Gaya kohesi adalah kerja yang dibutuhkan untuk memisahkan molekul
cairan yang menyebar sehingga ia dapat mengalir di atas lapisan bawah.
ᵧ1
ᵧ1
(Yamada, 2010).
Suatu cairan dapat menyebar di atas cairan lain bila gaya adhesi lebih besar
dari gaya kohesi.
S = Wa – Wc = (ᵧ1+ ᵧ2 - ᵧ12) - 2ᵧ1
Wa = ᵧ1+ ᵧ2 - ᵧ12
Wc = 2ᵧ1
S = ᵧ2 - ᵧ1 - ᵧ12S = ᵧ2 – (ᵧ1 + ᵧ12 )
Bila ᵧ2 > ᵧ1 + ᵧ12 maka akan terjadi penyebaran. Contoh : penyebaran asam
oleat diatas permukaan air. Bila ᵧ2 < ᵧ1 + ᵧ12 maka akan terbentuk tetesan –
tetesan/ lensa yang mengembang pada permukaan cairan/ gagal menyebar.
Contoh : parifin lig diatas permukaan air. Ada beberapa cairan yang mempunyai S
tinggi diatas permukaan air, contoh : asam-asam lemak, minyak lemak (Yamada,
2010).
Zat padat yang dapat berkontak dengan cairan dan molekul-molekul antar
permukaan dikatakan bahwa cairan dapat membasahi zat padat. Contoh
permukaan kulit diliputi oleh campuran air dan lemak (keringat) yang bersifat
polar dan non polar. Agar suatu lotio yang mengandung lemak dapat menyebar
pada permukaan kulit atau dapat membasahi kulit dengan sempurna, maka
polaritas lotio harus diperbesar agar koefisien sebarnya bertambah besar. Zat
padat banyak disuspensikan dalam cairan. Contoh : liquor faberi, lotio
kunmerfeldi (Yamada, 2010).
Dalam peristiwa pembasahan ada 3 kemungkinan :
1. pembasahan sempurna (S > 0)
2. Pembasahan tidak sempurna (S<0)
3. Berupa tetesan : cairan hanya terbentuk tetesan-tetesan saja
Penyebaran cairan diatas zat padat secara teoritis dapat dihubungkan dengan
koefisien sebar :
Cair – cair
S = ᵧ2 – (ᵧ1 + ᵧ12)
Padat – cair :
Sp/c = ᵧp – (ᵧc+ ᵧp/c)
Cairan dapat menyebar jika Sp/c (+)
Tapi secara praktek penetuan TP padat dan TAP padat-cair sangat sukar dilakukan,
maka penentuan Sp/c dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan mengukur sudut
kontak antar cairan – zat padat (Romadona, 2012).
Sudut kontak : 0 – 180
Agar koefisien sebar dari zat bertambah, maka pada pembuatan sediaan
ditambahkan zat pembasah (wetting agent). Zat pembasah bekerja mengecilkan
sudut kontak antara zat padat dengan cairan. Sudut kontak adalah sudut yang
terbentuk antara tetesan cairan dan permukaan padatan tempat dia menyebar.
SUDUT KONTAK ARTI0 Sangat mudah dibasahi< 90 Permukaan bias dibasahi tidak
sempurna= 90 Cairan sukar membasahi
permukaan zat padat90 – 180 Sama sekali tidak bias
membasahi zat padat
(Romadona, 2012).
4. Adsorpsi pada Antarmuka Cairan
Sebelumnya energi bebas permukaan sebagai kerja yang harus di lakukan
untuk memperbesar permukaan sdengan satuan luas. Akibat dari pengembangan
itu, lebih banyak molekul-molekul harus di bawa dari bulk ke antarmuka. Dan
semakin besar kerja yang harus di berikan untuk mencapai ini, semakin besar
energi bebas permukaan (Romadona, 2012).
Molekul-molekul dan ion-ion tertentu apabila terdispersi dalam cairan akan
bergerak sesuai dengan keinginanannya sendiri ke antar muka. Konsentrasinya
pada antarmuka jadinya melebihi konsentrasinya dalam bulk cairan tersebut.
Dikarenakan energy bebas permukaan dan tegangan permukaan dari system
tersebut secara otomatis dikurangi. Gejala seperti itu di mana molekul-molekul
membagi diri kea rah antarmuka dikatakan adsorpsi, atau secara lebih tepat,
adsorpsi positif. Bahan-bahan lain (misalnya, elektrolit-elektrolit anorganik)
yang kebih suka membagi diri kearah bulk menghasilkan adsorpsi negative dan
kenaikan energy bebas permukaan dan tegangan permukaan. Adsorpsi, seperti
akan terlihat nanti, dapat juga terjadi pada antarmuka padatan. Adsorpsi jangan di
kacaukan dengan absorpsi. Absorpsi semata-mata hanyalah suatu efek
permukaan , sedangkan dalam absorpsi, zat cair dan gas yang diabsorpsi
menembus kedalam ruang-ruang kapiler dari zat pengabsorpsi. Peresapan air
oleh busa (sponge) adalah absorpsi ; memekatkan molekul-molekul alkaloid pada
permukaan tanah liat (clay) adalah adsorpsi (Romadona, 2012).
Suatu aspek farmasi yang penting dari absorpsi pada antar muka cairan
adalah aktifitas antibakteri dari zat-permukaan tertentu. Zat aktif permukaan
tersebut mungkin mempengaruhi aktifitas senyawa antibakteri atau bisa jadi zat
itu sendiri memberikan suatu kerja antibakteri. Sebagai suatu contoh dari hal yang
pertama, penetrasi (penembusan) dari heksilresorsinol ke dalam cacing kremi
Ascaris naik dengan adanya surfaktan dengan konsentrasi rendah. Menjadi
kuatnya aktifitas ini adalah ksrena suatu penurunan (pengurangan) tegangan
permukaan antara fase cair dan dinding sel organism. Akibatnya, adsopsi dan
penyebaran dari heksilresorsiniol di atas permukaan organisme dimudahkan.
Tetapi bila konsentasi zat aktif-permukaan yang ada melebihi konsentrasi yang di
butuhkan untuk membentuk misel, laju penetrasi dari antibakteri tersebut
berkurang sampai mendekati nol . Ini adalah karena obat tersebut sekarang terbagi
antara misel dan fase cair, yang menghasilkan suatu pengurangan konsentrasi
efektif. Senyawa kuartemer ammonium adalah contoh zat aktif-permukaan di
mana zat itu sendiri mempunyai aktifitas antibakteri.mungkin hal ini sebagian
bergantng pada gejala antarmuka, tapi faktor-faktor lain juga penting. Zat-zat
yang di absorpsi pada permukaan sel dan diperkirakan menyebabkan kerusakan
dengan menaikkan permeabilitas atau “kebocoran” membrane sel lipid. Kematian
kemudian terjadi karena hilangnya bahan-bahan esensial dari sel (Romadona,
2012).
5. Zat Aktif Permukaan (Surfaktan), Jenis Surfaktan (Surfaktan Anionik,
Kationik, Non-ionik), dan HLB
Surfaktan merupakan molekul yang memiliki gugus polar yang
suka air (hidrofilik) dan gugus nonpolar yang suka minyak (lipofilik) sekaligus,
sehingga dapat mempersatukan campuran yang terdiri dari minyak dan air.
Surfaktan adalah bahan aktif permukaan, yang bekerja menurunkan tegangan
permukaan cairan, sifat aktif ini diperoleh dari sifat ganda molekulnya. Bagian
polar molekulnya dapat bermuatan positif, negatif ataupun netral, bagian polar
mempunyai gugus hidroksil semetara bagian nonpolar biasanya merupakan
rantai alkil yang panjang. Surfaktan pada umumnya disintesis dari
turunan minyak bumi dan limbahnya dapat mencemarkan lingkungan, karena
sifatnya yang sukar terdegradasi, selain itu minyak bumi merupakan sumber
bahan baku yang tidak dapat diperbarui (Romadona, 2012).
Surfaktan merupakan senyawa aktif penurun tegangan permukaan (surface
active agent) yang dapat diproduksi secara kimia maupun biokimia dan
mempunyai kemampuan menggabungkan fase yang memiliki derajat polaritas
berbeda seperti minyak - air. Sifat ini disebabkan oleh struktur ampifilik yang
dimiliki, yang berarti dalam satu molekul surfaktan mengandung gugus hidrofilik
yang bersifat polar dan gugus hidrofobik nonpolar. Surfaktan diaplikasikan
secara luas pada industri deterjen, kosmetika dan digunakan sebagai komponen
pembasah (wetting), pembusa, pengemulsi, dan penetrasi. Jenis surfaktan yaitu
anionik, kationik dan nonionik. Surfaktan yang paling banyak diproduksi dan
diaplikasikan adalah surfaktan anionik. Jenis surfaktan anionik berpotensi besar
untuk dikembangkan di Indonesia adalah surfaktan metil ester sulfonat (MES).
Surfaktan ini dapat diproduksi menggunakan bahan baku metil ester (biodiesel)
dari bahan baku minyak sawit (Romadona, 2012).
Surfaktan adaalah zat yang memiliki gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik.
Berdasarkan namanya, surfaktan yang berdisosiasi dalam air dan melepaskan
kation dan anion diistilahkan sebagai surfaktan ionik (kationik dan anionik). Di
sisi yang lain, surfaktan yang tidak berdisosiasi disebut surfaktan nonionic
(Romadona, 2012).
Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang bagian alkilnya terikat suatu
anion. Surfaktan anionik memiliki gugus hidrofilik anionik. Contoh surfaktan
anionik biasa disebut “sabun” (sabun asam lemak), garam asam alkilsulfonat
(komponen utama deterjen sintetis) seperti alkil benzene sulfonat (LAS), lemak
alkohol sulfat (komponen utama shampoo atau deterjen netral), dan lain-lain.
Karena sabun asam lemak adalah garam dari asam lemak dan logam basa (garam
asam lemah dan basa kuat), maka sabun ini terhidrolisis dalam air dan larutannya
menjadi sedikit basa. Namun, larutan dari surfaktan anionik lainnya adalah netral.
Larutan deterjen sintetis diatur agar sedikit basa tapi bukan disebabkan oleh
deterjen itu sendiri (deterjennya netral) melainkan karena efek dari zat tambahan
(natrium karbonat dan lain-lain). Ini merupakan perbedaan utama antara sabun
dan deterjen sintetis. Surfaktan anionik, umumnya merupakan garam natrium,
akan terionisasi menghasilkan Na+ dan ion surfaktannya bermuatan negatif.
Surfaktan anionik umumnya diproduksi secara besar-besaran pada industri
detergen. Menurut U.S. Tarrif Commision Statistic pada tahun 1957, detergen
anionik yang digunakan adalah sekitar 75% dari seluruh surfaktan yang
digunakan, dan hampir 95% darinya adalah alkil-alkil sulfat dan alkil benzen
sulfonat. Jenis ini merupakan komponen polutan utama detergen pada air
permukaan. Contoh : Natrium dodekil sulfonat : C12H23CH2SO3-Na+, Natrium
dodekil benzensulfonat : C12H25ArSO3-Na+. Surfaktan anionik bila terionisasi
dalam air/larutan membentuk ion negatif. Surfaktan ini banyak digunakan untuk
pembuatan detergen mesin cuci, pencuci tangan dan pencuci alat-alat rumah
tangga. Surfaktan ini memiliki sifat pembersih yang sempurna dan menghasilkan
busa yang banyak. Contoh surfaktan ini yaitu, alkilbenzen sulfonat linier, alkohol
etoksisulfat, dan alkil sulfat (Yamada, 2010).
Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang bagian alkilnya terikat suatu
kation. Contohnya garam alkil trimethil amonium, garam dialkil - dimethil
amonium, garam alkil dimethil benzil amonium. Surfaktan kationik umumnya
merupakan garam-garam ammonium kuarterner atau amin. Surfaktan kationik
akan terionisasi dalam air/larutan membentuk ion positif. Dalam detergen,
surfaktan ini banyak digunakan sebagai pelembut. Contohnya senyawa amonium
kuarterner
C12H25Cl + N(CH3)3 _______________► [C12H25N-(CH3)3] + Cl-
Contoh : Dodekildimetilbenzilammonium klorida (Yamada, 2010).
Surfaktan nonionik merupakan surfaktan yang bagian alkilnya tidak
bermuatan. Contohnya ester gliserin, ester sorbitan, ester sukrosa, polietilena alkil
amina, glukamina, alkil poliglukosida, mono alkanol amina, dialkanol amina dan
alkil amina oksida. Surfaktan nonionik tidak berdisosiasi dalam air tetapi
bergantung pada struktur (bukan keadaan ion-nya) untuk mengubah hidrofilitas
yang membuat zat tersebut larut dalam air. Surfaktan nonionik biasanya
digunakan bersama-sama dengan surfaktan anionik. Jenis ini hampir semuanya
merupakan senyawa turunan poliglikol, alkiloamida atau ester-ester dari
polihidroksi alkohol. Contoh :Pentaeritritit palmitat : CH3(CH2)14COO-CH2-
C(CH2OH)3, Polioksietilendodekileter : C12H25-O-(CH2-CH2O)2H. Surfaktan
nonionik tidak dapat terionisasi dalam air/larutan sehingga surfaktan ini tidak
memiliki muatan. Dalam pembuatan detergen surfaktan ini memiliki keuntungan
yaitu tidak terpengaruh oleh keadaan air karena surfaktan ini resisten terhadap air
sadah. Selain itu, juga detergen yang dihasilkan hanya menghasilkan sedikit busa.
Contohnya alkohol etoksilat. Setiap molekul emulgator dibagi menjadi dua
kelompok yaitu :
1. Kelompok hidrofilik, yaitu bagian emulgator yang suka air.
2. Kelompok Hipofilik, yaitu bagian emulgator yang suka minyak.
(Yamada, 2010).
Masing-masing kelompok akan bergabung dengan zat cair yang
disenanginya, kelompok hidrofil kedalam air dan kelompok lipofil dalam minyak.
Dengan demikian emulgator seolah-olah menjadi tali pengikat antara air dan
minyak. Antara kedua kelompok tersebut akan membuat suatu keseimbangan
(Syamsuni, 2007).
Setiap jenis emulgator memiliki harga keseimbangan yang besarnya tidak
sama. Harga keseimbangan ini dikenal dengan istilah “HLB” (Hidrophyl
Lipophyl Balance) yaitu angka yang menunjukkan perbandingan antara kelompok
hidrofil dengan kelompok lipofil. Semakin besar harga HLB, berarti semakin
banyak kelompok yang suka air, artinya emulgator tersebut lebih mudah larut
dalam air dan demikian sebaliknya. Dalam tabel dibawah ini dapat dilihat
kegunaan suau emulgator ditinjau dari harga HLB nya (Syamsuni, 2007).
Tabel 1.1 Kegunaan emulgator dan harga HLB
Harga HLB Kegunaan
1-3
4-6
7-9
8-10
13-15
15-18
Anti foaming agent
Emulgator tipe w/o
Bahan pembasah (Wetting agent)
Emulgator tipe o/w
Bahan pembersih (Detergent)
Pembantu kelarutan (Solubilizing agent)
Tabel 1.2 Nilai HLB beberapa tipe surfaktan
Surfaktan Nilai HLB Keterangan
Tween 20 ( Polioksietilen sorbitan monolaurat)
Tween 40 (Polioksietilen sorbitan
monopalmitat)
Tween 60 (Polioksietilen sorbitan
monostrearat)
Tween 65 (Polioksietilen sorbitan tristearat)
Tween 80 (Polioksietilen sorbitan monooleat)
Tween 85 (Polioksietilen sorbitan trioleat)
Arlacel atau Span 20 (Sorbitan monolaurat)
Arlacel atau Span 60 ( Sorbitan monostearat)
Arlacel atau Span 80 (Sorbitan monooleat)
Arlacel 83 (Sorbitan)
Gom
Tea (Trietanolamin)
16,7
15,6
14,9
10,5
15,0
11,0
8,6
4,7
4,3
3,7
8,0
12,0
Cairan
Cairan minyak
Semipadat seperti minyak
Padat seperti lilin
Cair seperti minyak
Cair seperti minyak
Cairan minyak
Padat seperti malam
Cairan minyak
Cairan minyak
(Syamsuni, 2007).
6. Micelles dan Critical Micelles Concentration (CMC)
Zat pengaktif permukaan (surfaktan) bersifat sebagai zat terlarut normal
dalam Larutan encer. Untuk larutan dengan konsentrasi tinggi/ larutan pekat,
maka akan terjadi perubahan mendadak pada beberapa sifat fisik seperti: tekanan
osmosis, turbiditas, daya hantar listrik dan tegangan muka. Surfaktan dan zat
aktif permukaan merupakan spesies yang aktif pada antarmuka antara dua fase,
seperti antarmuka antara fase hidrofil dan hidrofob.Surfaktan berakumulasi pada
antarmuka, dan mengubah tegangan permukaan (Atkins,1999).
Surfaktan (sabun) merupakan salah satu contoh koloid asosiasi. Sabun
merupakan molekul organic yang terdiri dari dua kelompok gugus.Gugus
pertama, dinamakan liofolik (hidrofob bila medium pendespersinya adalah air)
yang berarti benci air dan gugus kedua,dinamakan liofilik (hidrofilik bila
medium pendespirsinya air) yang mempunyai arti suka air.Pada sabun, gugus
hidrofilik memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap medium air, sedangkan
gugus hidrofob bergabung dengan gugus hidrofob dari molekul sabun lain
membentuk agregat yang dinamakan misel. Misel-misel ini dapat terdiri dari 100
molekul. Gugus-gugus hidrofob akan berkumpul dibagian dalam misel,
sedangkan gugus hidrofilik akan berada diluar (Syamsuni, 2007).
Misel adalah kumpulan molekul berukuran koloid, walaupun tidak ada
tetesan lemak. Hal ini, disebabkan oleh adanya ekor hidrofobnya cenderung
berkumpul, dan kepala hidrofilnya memberikan perlindungan. Dan misel
merupakan penggabungan (agregasi dari ion – ion surfaktan), dimana rantai
hidrokarbon yang lipofil akan menuju ke bagian dalam misel, meninggalkan
gugus hidrofil yang berkontak dengan medium air. Misel hanya terbentuk diatas
konsentrasi misel kritis (CMC) dan di atas temperature Kraft (Atkins, 1999).
Bentuk misel yang berukuran koloid termasuk koloid asosiasi.
Perubahannya bersifat reversible. Koloid asosiasi ini meliputi :
- Sabun-sabun
- Alkil sulfat tinggi
- Alkil sulfonat tinggi
- Garam amina tinggi
- Zat-zat warna tertentu
- Ester gliserol tinggi
- Polietilena oksida
(Syamsuni, 2007).
Sabun, alkil sulfat, dan alkil sulfonat termasuk micelles anion, garam
amina termasuk micelles kation sedang polietilena oksida termasuk micelles non
ionic. Kenaikan temperature, menaikkan CMC dan pada temperature tinggi tidak
terjadi lagi micelles. Adanya elektrolit, merendahkan CMC. Berat molekul
koloid asosiasi pada CMC sudah dapat ditentukan dengan cara light scattering
dan berharga 10.000-30.000 gram/mol. Banyak koloid anionic, kationik, dan non
ionic merupakan emulgator, detergent dab stabilizer koloid yang baik. Beberapa
merupakan stabilizer zat organic dalam air (Atkins, 1999).
Larutan dari bahan yang memiliki permukaan aktif tinggi, menunjukkan
sifat-sifat fisik yang tidak umum. Di dalam larutan encer, zat pemantap
(surfaktan) bersifat sebagai zat terlarut normal. Untuk larutan dengan konsentrasi
tinggi / larutan pekat, maka akan terjadi perubahan mendadak pada beberapa sifat
fisik seperti : tekanan osmosis, turbiditas, daya hantar listrik dan
tegangan permukaan.
(Atkins, 1999).
Mc. Bain menjelaskan bahwa kelakuan anomaly ini dapat disebabkan oleh
adanya penggabungan (agregasi) dari ion-ion surfaktan yang disebut ³misel´,
dimanarantai karbon yang lipofil akan menuju ke bagian dalam dari misel,
meninggalkangugus hidrofil yang berkontak dengan medium air. Konsentrasi
dimana misel mulai terbentuk disebut dengan konsentrasi kritis misel (kkm) atau
critical micells conscentrations (cmc). Atau konsentrasi kritis misel juga bisa
didefinisikansebagai perubahan yang mendadak yang disebabkan oleh
pembentukan agregat atau penggumpalan dari beberapa molekul surfaktan
mejadi satu (Atkins, 1999).
Fenomena terbentuknya misel dapat diterangkan sebagai berikut. Di bawah
konsentrasi kritis misel, konsentrasi surfaktan yang mengalami adsorpsi pada
antar muka bertambah jika konsentrasi surfaktan total dinaikkan. Akhirnya
tercapailah suatu titik dimana baik pada antar muka maupun dalam cairan
menjadi jenuhdengan monomer. Keadaan inilah yang disebut dengan kkm. Jika
surfaktan terus ditambah lagi hingga berlebih, maka mereka akan beragregasi
terus membentuk misel. Pada peristiwa ini tenaga bebas sistem berkurang
(Atkins, 1999).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai cmc, untuk deret
homologsurfaktan rantai hidrokarbon, nilai cmc bertambah dua kali dengan
berkurangnyasatu atom C dalam rantai. Gugus aromatik dalam rantai
hidrokarbon akanmemperbesar nilai cmc dan juga memperbesar kelarutan.
Adanya garammenurunkan nilai cmc surfaktan ion. Penurunan cmc hanya
bergantung padakonsentrasi ion lawan, yaitu makin besar konsentrasinya makin turun cmc-
nya. Secara umum misel dibedakan menjadi dua, yaitu: struktur lamelar dan
sterik seperti telihat pada gambar dibawah ini:
Struktur misel, (a) sterik (b) lamellar(Zean. 2012).
Pada kesetimbangan di antara molekul-molekul atau ion-ion misel yang
tidak berasosiasi, berlaku hokum aksi masaa untuk kesetimbangan miselisasi.
Jika c adalah konsentrasi stoikiometri larutan, X adalah fraksi dari satuan
monomer yang diendapkan dan m adalah jumlah satuan monomer (Zean. 2012).
mX (X)m
C(1-x) cx/mC.x/m
K = C . x /m
Cm(1−x)m..............................................................................................................................
(1)
Atau
K = C . x /m
{C (1−x)m }
Dimana : C : konsentrasi stoikiometri larutan
x : fraksi kelompok satuan monomer
m : jumlah satuan monomer permisel
Energi Miselisasi :
ΔG°= RTlnK
m ................................................................................................
(2)
ΔG°= - (RT) ln (C.x/m) + RT ln [e(1-x)] .................................................(3)
Pada kkm x = 0 dan ΔG°= RT ln K (kkm)
Sehingga : ΔS = – d (ΔG)
dT
ΔS = −RT d ln(kkm)
dT.................................................................................................................
(4)
ΔH° = ΔG° + TΔS° ; ΔG° = 0
= [−RT2 d ln (kkm)]
dT .........................................................................................(5)
Dengan mengintegralkan persamaan di atas diperoleh persamaan :
ln (kkm) = ΔH° + constant ...................................................................... (6)(Zean. 2012).
Karena pada cmc terjadi penggumpalan dari molekul surfaktan, maka cara
penentuan cmc dapat menggunakan cara-cara penentuan besaran fisik yang
menunjukkan perubahan dari keadaan ideal menjadi tak ideal. Di bawah cmc
larutan menjadi bersifat ideal. Sedangkan diatasnya cmc larutan bersifat tak
ideal. Besaran fisik yang dapat digunakan ialah tekanan osmosa, titik beku
larutan, hantaran jenis atau hantaran ekivalen, kelarutan solubilisasi, indeks bias,
hamburan cahaya, tegangan permukaan, dan tegangan antarmuka (Zean. 2012).
7. Persamaan Adsorpsi Gibbs
Model Adsorpsi Isotermis Gibbs
Adsorpsi isotermis Gibbs berbeda dengan adsorpsi absolut. Pada adsorpsi
isotermis absolut, banyaknya adsorbat yang sudah terlebih dahulu teradsorpsi
diperhitungkan, dan model ini hanya bisa digunakan pada tekanan rendah. Pada
adsorpsi Gibbs ini, banyaknya adsorbat yang telah teradsorpsi lebih dahulu tidak
diperhitungkan, sehingga terdapat titik maksimum dari jumlah mol gas yang
teradsorpsi per gram adsorben pada tekanan tertentu. Jika tekanan sudah melebihi
dari tekanan dimana terdapat titik maksimum, maka jumlah mol gas yang
teradsorpsi per gram adsorben akan turun seperti pada gambar di bawah ini:
Gambar 2.2 Grafik Adsorpsi Isotermis Gibbs
Gambar 2.3 Kurva Adsorpsi Isotermis Gibbs Berbagai Tipe
(Jeikhsan. 2012).
α α
β β
daerah antar muka
Pada gambar di atas, tekanan merupakan absis dan banyaknya zat yang teradsorp
merupakan ordinatnya. Pada klasifikasi ini, Tipe I menunjukkan Studi kapasitas
adsorpsi isotermis pada adsorben mikropori untuk kondisi subkritis, dekat
dengan titik kritis, dan superkritis. Pada kondisi superkritis, adsorpsi isotermis
tidak monoton. Tipe II dan III menunjukkan adsorpsi isotermis pada adsorben
makropori dengan afinitas kuat dan lemah. Pada temperatur rendah, Tipe II dan
Tipe III mempunyai steps, tetapi dengan temperatur yang lebih tinggi kurva
tersebut menjadi monoton (seperti pada tipe II dan tipe III adsorpsi isotermis
BET). Tetapi, di dekat temperatur kritis, adsorpsi isotermis tipe II dan tipe III ini
berubah secara signifikan menjadi tidak monoton yang menunjukkan adanya titik
maksimum yang tajam dan pada temperatur yang lebih tinggi menunjukkan
adanya titik maksimum yang smooth. Tipe IV dan V menunjukkan adsorpsi
isotermis pada adsorben mesopori dengan afinitas yang kuat dan lemah
(Jeikhsan. 2012).
Termodinamika Permukaan
Untuk mempelajari sifat – sifat terodinamika dari permukaan, terdapat dua
pendekatan yang berlaku. Menurut Gibbs (1878), daerah antar muka dapat
dianggap sebagai permukaan dua dimensi dengan V = 0 tetapi sifat – sifat
termodinamikanya ≠ 0. Sedangkan Guggenheim (1940) menyatakan bahwa
daerah antar muka merupakan daerah tiga dimensi dengan volume dan sifat –
sifat termodinamika ≠ 0. Tinjauan termodinamika permukaan lebih sering
menggunakan pendekatan Gibbs (Jeikhsan. 2012).
Pada pendekatan Gibbs, daerah antar muka diasumsikan sebagai
daerah planar dan dilambangkan dengan superscript σ.
Sistem sesungguhnya Sistem permodelan Gibbs
daerah antar muka Gibbs
Gambar 5. 4. Pendekatan termodinamika Gibbs
(Jeikhsan. 2012).
Daerah antar muka Gibbs mempunyai ketebalan nol sehingga volumenya
adalah nol (Vσ = 0). Total volume untuk sistem Gibbs adalah
V = Vα + Vβ ........................................................... (5.24)
(Jeikhsan. 2012).
Energi dalam fasa α pada sistem Gibbs dinyatakan sebagai
Uα = (U ruah
α
V ruahα )V α
....................................................... (5.25)
(Jeikhsan. 2012).
Indeks ”ruah” menyatakan fasa α yang berada pada sistem sesungguhnya.
Nilai U ruahα
/ V ruahα
disebut sebagai energi per unit volume (energy density) dalam
fasa ruah α. Dengan cara yang sama, maka nilai Uβ dapat ditentukan. Total energi
dalam pada sistem Gibbs dinyatakan sebagai
U = Uα + Uβ + Uσ atau Uσ = U + Uα – Uβ ............ (5.26)
Nilai entropi sistem dihitung dengan cara yang sama, yaitu
Sα = ( Sruah
α
V ruahα )V α
, Sβ = ( Sruah
β
V ruahβ )V β
, Sσ = S + Sα – Sβ .............. (5.27)
Jumlah komponen sistem ditentukan dengan cara
niα=ci
α V α, ni
β=ciβ V β
................................................. (5.28)
ni=niα+ni
β+niσ
atau niσ=n i−ni
α−niβ
............................. (5.29)
Menurut Hk. I Termodinamika, pada sistem terbuka yang melibatkan 2 fasa
dU = TdS – PdV + γdA + ∑
i
μ i dni ............................................ (5.30)
Pada daerah antar muka dimana Vσ = 0
dUσ = TdSσ + γdAσ + ∑
i
μ i dniσ
................................................... (5.31)
Bila sistem diubah dari keadaaan 1 ke keadaan 2 dengan P, T, dan c, tetap
maka
∫1
2
dUσ=T∫1
2
dSσ+γ∫1
2
dA+∑i
μ i∫1
2
dniσ
....................................... (5.32)
Indeks 1 menyatakan kondisi dengan nilai yang mendekati nol dan dapat
dieliminasi sehingga persamaan 5.9 menjadi
Uσ=TSσ+γA+∑i
μ i niσ
............................................................ (5.33)
Diferensial total untuk persamaan (5.33) adalah
dU σ=TdSσ+Sσ dT+γ dA+Ad γ+∑i
μ i dniσ+∑
i
niσ dμ i
.......... (5.34)
Dengan menggabungkan persamaan 5.31 dan 5.34 didapat persamaan
Sσ dT +Ad γ+∑i
niσ dμi=0
............................................... (5.35)
Pada temperatur tetap,
Ad γ=−∑i
niσ dμi
.................................................... (5.36)
Ungkapan di atas disebut persamaan isoterm adsorpsi Gibbs.
Bila nilai konsentrasi permukaan (Γ iσ
) dinyatakan sebagai
Γ iσ=ni
σ /A ............................................................... (5.37)
maka persamaan isoterm adsorpsi Gibbs menjadi
dγ=−∑i
Γ iσ dμi
.................................................................. (5.38)
Aplikasi paling umum dari isoterm adsorpsi Gibbs adalah pada sistem dua
fasa dimana konsentrasi komponen 1 dan i pada fasa β jauh lebih kecil daripada
fasa α, c1β
<< c1α
, c iβ
<< c iα
. Contoh aplikasi ini meliputi :
a) Sistem cair – uap dengan tekanan uap rendah atau sedang, dimana
konsentrasi fasa uap jauh lebih rendah daripada konsentrasi fasa cairnya.
b) Sistem cair – cair dimana pelarut 1 dan zat terlarut i pada fasa α tidak
terlarut pada fasa β.
c) Sistem padat – cair dimana pelarut 1 dan zat terlarut i pada fasa cair
tidak terlarut pada fasa padat (prinsip ini sangat penting dalam elektrokimia).
Untuk sistem – sistem tersebut, berlaku persamaan
Γ i(1)=n1
s
A ( nis
n1s−
ni , bulkα
n1 , bulkα )
........................................................ (5.39)
dimana Γi(1) adalah adsorpsi relatif komponen i terhadap komponen 1
(pelarut), nis dan n1
s adalah jumlah mol senyawa i dan 1 di daerah antar fasa
pada sistem sesungguhnya, ni , bulkα
dan n1 , bulkα
adalah jumlah mol senyawa i dan 1
pada fasa ruah α dalam sistem sesungguhnya.
a) Bila nilai Γi(1) dari zat terlarut i positif, maka komponen i teradsorpsi
positif pada daerah antar muka.
b) Bila nilai Γi(1) dari zat terlarut i negatif, maka komponen i teradsorpsi
negatif pada daerah antar muka.
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan senyawa pada daerah antar muka
dibandingkan dengan jumlah senyawa tersebut di daerah fasa ruahnya.
Untuk sistem dua fasa dua komponen, persamaan isoterm adsorpsi
Gibbs dapat dinyatakan sebagai
dγ=−Γ 2(1 )dμ2 ......................................................... (5.40)
Bila fasa α dinyatakan sebagai fasa padat atau cair, maka
μ2=μ2∘ (T , P )+RT ln a2
α ........................................... (5.41)
Ketergantungan μ2∘
terhadap tekanan sangat kecil untuk fasa terkondensasi.
Pada suhu konstan, dμ2=RTd ln a2α
dan persamaan 5.18 menjadi
Γ2(1)=− 1RT ( ∂γ
∂ ln a2α )T ....................................................... (5.42)
Jika fasa α sangat encer sehingga a2α=c2
α /c∘ ( dimana co = 1 mol/dm3),
maka
Γ2(1)=−1
RT ( ∂γ
∂ ln (c2α /c∘) )T ................................................ (5.43)
(Jeikhsan. 2012).
Persamaan 5.20 menyatakan bahwa nilai Γ2(1) akan positif bila tegangan
permukaan (γ) menurun dengan naiknya konsentrasi zat terlarut. Perilaku zat
terlarut dalam larutan encer dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu :
Tipe I
Tipe II
Tipe III
γ
2c
a) Tipe I : kenaikan konsentrasi zat terlarut mengakibatkan kenaikan γ
dengan laju yang rendah
Contoh : larutan garam – garam anorganik dan gula
b) Tipe II : kenaikan konsentrasi zat terlarut mengakibatkan penurunan γ
dengan laju tertentu
Contoh : senyawa – senyawa organik yang memiliki bagian yang larut
dalam air
c) Tipe III : kenaikan konsentrasi zat terlarut menyebabkan penurunan
tajam nilai γ hingga mencapai nilai konstan
Contoh : garam – garam yang terbentuk dari asam organik rantai sedang
(sabun, RCOO-Na+)
Gambar 5. 5. Kurva tegangan permukaan terhadap konsentrasi untuk larutan
encer
(Jeikhsan. 2012).
8. Adsorpsi pada Antarmuka Padatan
Proses adsorpsi dapat berlangsung jika suatu permukaan padatan dan
molekul – molekul gas atau cair, dikontakan dengan molekul – molekul
tersebut, maka didalamnya terdapat gaya kohesif termasuk gaya hidrostatik
dan gaya ikatan hydrogen yang bekerja diantara molekul seluruh material.
Gaya – gaya yang tidak seimbang pada batas fasa tersebut menyebabkan
perubahan – perubahan konsentrasi molekul pada interfase solid / fluida
(Jeikhsan. 2012).
Padatan berpori yang menghisap dan melepaskan suatu fluida disebut
adsorben. Molekul fluida yang dihisap tetapi tidak terakumulasi / melekat
disebut adsorbat. Jika fenomena adsorpsi disebabkan terutama oleh gaya van
der waals dan gaya hidrostatik antara gaya molekul adsorbat, maka atom yang
membentuk yang membentuk permukaan adsorben tanpa adanya ikatan kimia
disebut adsorpsi fisika. Dan jika terjadi interaksi secaraksi kimia antara
adsorbat dan adsorben, maka fenomenanya disebut adsorbsi kimia (Jeikhsan.
2012).
Adsorpsi bahan pada antarmuka padatan bisa terjadi dari fase cair atau
fase gas yang berdekatan. Penelitian adsorpsi gas melibatkan penerapan yang
begitu beraneka-ragam seperti penghilangan bau yang tidak diinginkan dari
ruangan dan makanan, kerja dari topeng gas dan pengukuran dimensi partikel
dalam suatu serbuk. Prinsip adsorpsi padat/cair dipakai dalam larutan
penghilang warna, kromatografi adsorpsi, deterjen, dan pembasah (Jeikhsan.
2012).
Dalam banyak cara, adsorpsi bahan-bahan dari suatu gas atau cairan ke
atas suatu permukaan padat adalah sama dengan yang dibicarakan pada
perrnukaan cair. Jadi, adsorpsi jenis ini bisa dipandang sebagai suatu usaha
untuk mengurangi energi bebas permukaan dari zat padat tersebut. Tetapi,
tegangan permukaan dari zat padat selalu lebih sukar didapat daripada
tegangan-permukaan zat cair. Di samping itu antarmuka padatan tidak
bergerak dibandingkan dengan antarmuka cairan yang turbulen. Waktu hidup
rata-rata dari suatu molekul pada antarmuka air/gas adalah kira-kira 1
mikrodetik, sedangkan suatu atom pada permukaan zat-padat metalik tidak
menguap mungkin mempunyai umur rata-rata 1037 detik. Seringkali, permukaan
dari suatu zat padat tidak homogen, yang berbeda sekali dengan antarmuka cair
(Jeikhsan. 2012).
9. Antarmuka Padat-Gas, Antarmuka Padat-Cair
- Antarmuka Padat/GasDerajat adsorpsi dari suatu gas oleh suatu zat padat bergantung pada sifat
kimia dari adsorben (bahan yang dipakai untuk mengadsorbsi gas) dan adsorbat
(zat yang diadsorbsi), luas permukaan adsorben, temperatur dan tekanan parsial
dari gas yatng diadsorbsi. Jenis-jenis adsorpsi umumnya dikenal sebagai adsorpsi
fisika atau adsorpsi van der Waals dan adsorpsi kimia atau kemisorpsi. Adsorpsi
fisika yang berhubungan dengan gaya van der Waals, adalah reversible dan
penghilangan adsorbat dari adsorben dikenal sebagai desorpst Suatu gas yang
diadsorpsi secara fisika bisa didesorpsi dari zat padat dengan menaikkan
temperatur dan mengurangi tekanan. Kemisorpsi adalah adsorpsi di mana
adsorbat menempel pada adsorben dengan ikatan kimia yang bersifat ireversible.
Adsorpsi ini, tidak begitu penting bagi kita, di sini dan tidak akan dibicarakan
lebih lanjut (Jeikhsan. 2012).
Hubungan antara banyaknya gas yang diadsorpsi secara fisika pada suatu
zat padat dan tekanan atau konsentrasi kesetimbangan pada temperatur konstan
menghasilkan suatu isoterm adsorpsi bila diplot. Istilah isoterrn menyatakan plot
pada temperatur konstan. Banyaknya molekul gram, atau militer x dari gas yang
diadsorbsi pada m gram adsorben, pada STP (temperatur dan tekanan standar)
diplot pada sumbu tegak terhadap tekanan keseimbangan gas dalam mm Hg pada
sumbu horizontal.
- Antarmuka padat cair
Persamaan Langmuir
c = 1 + c
y b ym ym
Contoh :
adsorpsi strichnin, atropin, quinin dari larutan-larutan air dengan
berbagai tanah liat makin kecil slope, adsorpsi makin baik.
Senyawa amonium kuartener (antibakteri), inaktif bila diadsorpsi zat
lain.
Setilpiridinium klorida dan benzalkonium klorida, diadsorpsi oleh
kaolin dan talk
Adsorpsi arang (karbon)/alumina terhadap : zat warna, alkaloid, asam
lemak, asam/basa anorganik
Kromatografi adsorpsi
Kromatografi pertukaran ion
Efek wetting agent
Prinsip : surfaktan akan menurunkan sudut kontak antara zat padat dengan
zat cair
Contoh :
Dispersi obat-obat dalam air : sulfur, arang, vioform
Pemindahan udara dari kapas/perban
Detergen
Lotio/spray obat pada permukaan kulit dan selaput lendir
(Jeikhsan. 2012).
10. Adsorpsi Isotherm dan Penggolongannya
Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat
kesetimbangan pada temperatur tertentu. Ada tiga jenis hubungan matematik
yang umumnya digunakan untuk menjelaskan isoterm adsorpsi. Isoterm
Freundlich, Langmuir, dan Isoterm BET (Jeikhsan. 2012).
11. Persamaan Freundlich, Persamaan Langmuir, Persamaan BET
Persamaan Freundlich
Isoterm Freundlich dapat diambil dengan mengubah anggapan Langmuir
untuk memperbolehkan beberapa macam tempat adsorpsi pada padatan. Setiap
tempat adsorpsi mempunyai panas adsorpsi yang berbeda. Hubungan antara
jumlah zat yang diadsorpsi dan konsentrasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
X/M = jumlah adsorbat yang diadsorpsi per m2 sorben (mol/m2)
Ce = konsentrasi sorbat dalam larutan setelah diadsorpsi
K dan n = konstanta yang tergantung pada suhu
(Muslimah, 2008).
Untuk rentang konsentrasi yang kecil dan campuran yang
cair, isoterm adsorpsi dapat digambarkan dengan persamaan
empirik yang dikemukakan oleh Freundlich. Isoterm ini
berdasarkan asumsi bahwa adsorben mempunyai permukaan
XM
=log KC1n
yang heterogen dan tiap molekul mempunyai potensi
penyerapan yang berbeda-beda. Persamaan ini merupakan
persamaan yang paling banyak digunakan saat ini.
Persamaannya adalah :
x/m = k C 1/n
dimana:
x = banyaknya zat terlarut yng teradsorpsi (mg)
m = massa adsorben (mg)
C = konsentrasi adsorben yang sama
k,n = konstanta adsorben
(Muslimah, 2008).
Dari persamaan tersebut, jika konsentrasi larutan dalam
kesetimbangan diplot sebagai ordinat dan konsentrasi adsorbat
dalam adsorben sebagai absis pada koordinat logaritmik, akan
diperoleh gradien n dan intersept. Dari isoterm ini, akan
diketahui kapasitas adsorben dalam menyerap air. Isoterm ini
akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan, karena
dengan isoterm ini dapat ditentukan efisisensi dari suatu
adsorben
Dinyatakan dalam log
X/M
Log K
tg = 1/n
C
- - - - - - - - - - - -
LogXM
=LogKC
e
1n
θ=(Ka /Kd )C
1+(Ka /K d )C= bC
1+bC
(Muslimah, 2008).
Persamaan Langmuir
Irving Langmuir (1918) menggunakan model sederhana untuk
mendeskripsikan jerapan molekul pada permukaan padatan, dan menurunkan
persamaan untuk isoterm. Langmuir Menganggap bahwa padatan mempunyai
permukaan yang sama, molekul yang di adsorpsi ditempatkan pada tempat yang
spesifik, energi permukaan tidak tergantung pada ditempati atau tidaknya
permukaan, dan molekul yang diadsorpsi hanya membentuk satu lapis
(monolayer) (Ira. N. Levine, 2003:399-340).
Dengan asumsi ini, maka sorbat maksimal yang dapat dijerap oleh sorben
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Langmuir berikut (Jaslin et. al.
1999, Rengaraj et. al. 2003, Reddy 2006, Sivaprakash et. al. 2009).
• Untuk reaksi :
A + S (permukaan) AS
• Laju adsorpsi = KaC (1- q)
• Laju desorpsi = Kd q
• Pada keadan setimbang, maka laju adsorpsi dan desorpsi molekul-molekul pada permukaan adalah sama.
KaC (1- q) = Kd· q
Dengan
• Maka:
• Dimana fraksi penutupan permukaan adsorbat oleh molekul pada konsentrasi secara isoterm :
Transformasi ke persamaan linier menjadi :
Keterangan :
C = konsentrasi zat terlarut pada keadaan stimbang
q = fraksi penutupan permukaan oleh adsorbat
1- q = fraksi permukaan yang kosong
Ka = konstanta laju adsorpsi
Ka
Kd
= bθ =KaC
Kd+KaC
θ=(Ka /Kd )C
1+(Ka /K d )C= bC
1+bC
X=Xm bC
1+bC
θ= XXm
CX= 1
bXm
+ CX m
CX= 1
bXm
+ CX m
1/bXm
Slope = 1/Xm
C/X
Kd = konstanta laju desorpsi
b = konstanta langmuir
X = jumlah molekul adsorbat yang diserap per-m2
penyerap (mol.m-2)
Xm = jumlah molekul adsorbat yang dapat diserap per-
m2 zat penyerap yang membentuk sebuah lapisan
tunggal (mol.m-2 ).
Grafik persamaan langmuir
Persamaan BET
BET merupakan singkatan dari nama-nama ilmuwan yang menemukan
teori luas permukaan pada suatu material. Brunauer, Emmet dan Teller pada
tahun 1938 memperluas teori kinetik Langmuir untuk adsorpsi multilayer. BET
digunakan untuk karakterisasi permukaan suatu material yang meliputi surface
area (SA, m2 /g), diameter pori (D) dan volume pori (Vpr, cc/g). Teori BET
menjelaskan bahwa adsorbsi terjadi di atas lapisan adsorbat monolayer. Metode
ini menganggap bahwa molekul padatan yang paling atas berada pada
kesetimbangan dinamis. Ini berarti jika permukaan hanya dilapisi oleh satu
molekul saja, maka molekul-molekul gas ini berada dalam kesetimbangan dalam
fase uap padatan. Jika terdapat dua atau lebih lapisan, maka lapisan teratas
berada pada kesetimbangan dalam fase uap padatan. Bentuk isoterm tergantung
pada macam gas adsorbat, sifat adsorben dan sturktur pori. Gejala yang diamati
pada adsorpsi isoterm berupa adsorpsi lapisan molekul tunggal, adsorpsi lapisan
molekul ganda dan kondensasi dalam kapiler. Keseluruhan proses adsorpsi dapat
digambarkan sebagai:
a. Penempelan molekul pada permukaan adsorben (padatan) membentuk
lapisan monolayer
b. Penempelan molekul pada lapisan monolayer membentuk lapisan
multilayer
Gambar 1. Contoh isoterm adsorpsi BET
lapisan adsorbat multilayer
Gambar 1.2 Pendekatan isoterm adsorpsi BET(Muslimah, 2008).
Metode BET untuk menghitung luas permukaan adalah sebagai berikut :
1W ((Po/P )−1
=1
W mC+
C−1W mC [ P
Po ] ..................................(1)
W = Berat gas total yang terserap pada tekanan relatif P/Po (g gas/g
adsorben)
Wm = Berat gas nitrogen yang membentuk lapisan monolayer pada
permukaan zat padat (g gas/g adsorben)
P = Tekanan adsorbat dalam keadaan setimbang
Po = Tekanan uap jenuh adsorbat pada keadaan setimbang
P/Po = Tekanan relatif
C = Tetapan BET
Untuk mencari C pada persamaan BET yang tetap yaitu :
C= si+1
Persamaan BET (1) berupa garis lurus apabila dibuat grafik 1/W{(P/Po)-1}
versus P/P dan berat gas nitrogen yang membentuk lapisan satu lapis
(monolayer), Wm dapat ditentukan dari nilai slope (s) dan intersep (i) ini :
Slope : s= C−1
W mC ...................................................... (2)
adsorban
Intersep : i
= 1W mC
...................................................... (3)
Jadi berat nitrogen yang membentuk monolayer didapatkan dari
menggabungkan persamaan (2) dan (3) sehingga didapatkan persamaan :
W m=1
(s+i)...................................................... (4)
Aplikasi metode BET ini dapat digunakan untuk menghitung luas
permukaan. Untuk itu perlu diketahui luas rata-rata molekul gas teradsorp. Luas
permukaan, S, dari cuplikan diperoleh dari persamaan :
Ss=Wm N
Mx 10−20 m2
.............................................(5)
dengan :
N = Bilangan Avogadro (6,02 x 1023 partikel/mol)
M = Berat molekul dari gas teradsorp (g/mol)
Wm = Berat gas teradsorpsi monolayer
s = Luas rata-rata molekul teradsorp
(Muslimah, 2008).
Total volume pori dihitung pengukuran adsorpsi pada P/Po cukup tinggi
sehingga diasumsikan semua pori terisi dengan adsorbat sebagai fasa
terkondensasi.
Vp = Wa / l
(Muslimah, 2008).
Lowell, S & Shields, J.E (1984) juga menjelaskan mengenai penentuan
rata-rata ukuran pori dapat diperkirakan dari volume pori dengan mengasumsikan
geometri pori adalah silindris sehingga jari-jari pori rata-rata dapat dihitung dari
rasio total volume pori dan luas permukaan BET, sesuai dengan persamaan
berikut :
rp = 2 Vp / Ss
dengan :
rp = Jari-jari pori rata-rata
Vp = Volume pori total
Ss = Luas permukaan spesifik
(Muslimah, 2008).
KESIMPULAN
1. Antar muka cairan meliputi karateristik cairan dan sifat cairan
2. Tegangan permukaan yaitu gaya per satuan panjang yang diperlukan untuk
memperluas suatu permukaan Jika 2 cairan bercampur sempurna maka
tegangan antarmukanya = O
3. Koefisien sebar dibedakan menjadi 3 yaitu, sistem cair-cair,sistem padat –
cair, dan sistem padat gas.
4. Absorpsi semata-mata hanyalah suatu efek permukaan , sedangkan dalam
absorpsi, zat cair dan gas yang diabsorpsi menembus kedalam ruang-ruang
kapiler dari zat pengabsorpsi.
5. Surfaktan pada umumnya disintesis dari turunan minyak bumi dan
limbahnya dapat mencemarkan lingkungan, karena sifatnya yang
sukar terdegradasi ,dan minyak bumi merupakan sumber bahan baku sulit
diperbarui.
6. Misel merupakan penggabungan (agregasi dari ion – ion surfaktan), dimana
rantai hidrokarbon yang lipofil akan menuju ke bagian dalam misel,
meninggalkan gugus hidrofil yang berkontak dengan medium air. Kenaikan
temperature, menaikkan CMC dan pada temperature tinggi tidak terjadi lagi
micelles. Adanya elektrolit, merendahkan CMC.
7. Pada adsorpsi gibs jika tekanan sudah melebihi dari tekanan dimana terdapat
titik maksimum, maka jumlah mol gas yang teradsorpsi per gram adsorben
akan turun.
8. Adsorpsi pada antarmuka padatan adsorpsi dipandang sebagai suatu usaha
untuk mengurangi energi bebas permukaan dari zat padat.
9. Derajat adsorpsi dari suatu gas oleh suatu zat padat bergantung pada sifat
kimia dari adsorben (bahan yang dipakai untuk mengadsorbsi gas) dan
adsorbat (zat yang diadsorbsi), luas permukaan adsorben, temperatur dan
tekanan parsial dari gas yatng diadsorbsi.
10. Isoterm adsorpsi adalah hubungan yang menunjukkan distribusi adsorben
antara fasa teradsorpsi pada permukaan adsorben dengan fasa ruah saat
kesetimbangan pada temperatur tertentu.
11. Gejala yang diamati pada adsorpsi isoterm berupa adsorpsi lapisan molekul
tunggal, adsorpsi lapisan molekul ganda dan kondensasi dalam kapiler.
DAFTAR PUSTAKA
Atkins, P. W. 1999. Kimia fisika edisi ke-2. Jakarta: erlangga.Fitri. 2010. Fenomena Antar Muka.
http://fitrirosdiana.blogspot.com/2010/12/enomena-antar-muka.html#moreDiakses tanggal 3 September 2013.
Hayyan, Ibnu. 2008. Surfaktan.http://ibnuhayyan.wordpress.com/2008/09/10/surfaktan/Diakses tanggal 5 September 2013.
Jeikhsan. 2012. Adorption Isotherm Model.http://jeikhsan.files.wordpress.com/2012/11/j_adsorption_isotherm_model.pptdiakses pada tanggal 5 September 2013.
Muslimah, Eva. 2008. Surfaktan. http://www.slideshare.net/EvaMuslimahFarmasi/surfaktanDiakses tanggal 6 September 2013.
Romadona, Dony. 2012. Surfaktan dan Produk.http://donyromadona.blogspot.com/2012/11/surfaktan-dan-produk.htmlDiakses tanggal 6 September 2013.
Syamsuni, A. 2007. Ilmu Resep. Jakarta : EGC.
Yamada, Izumi. 2010. Perbedaan antara Surfaktan Anionik dan Kationik dan Penerapannya pada Deterjen.http://chem-is-try.com/tanya_pakar/2010/perbedaan-antara-surfaktan-anionik-dan-kationik-dan-penerapannya-pada-deterjen.htmlDiakses tanggal 7 September 2013.
Zean. 2012. Konsentrasi Kritis Misel.http://zean-chemistry.blogspot.com/2012/08/konsentrasi-kritis misel.htmlDiakses tanggal 6 September 2013.