Upload
intaninf
View
937
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
A. Pengertian Pestisida
Pestisida berasal dari kata pest yang berarti hama dan sida yang berasal dari kata caedo
berarti pembunuh. Pestisida dapat diartikan secara sederhana sebagai pembunuh hama..Secara
umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan
populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung
merugikan kepentingan manusia (Sartono, 2001). USEPA dalam Soemirat (2005) menyatakan
pestisida sebagai zat atau campuran zat yang digunakan untuk mencegah, memusnahkan,
menolak, atau memusuhi hama dalam bentuk hewan, tanaman, dan mikroorganisme penggangu.
Pengertian pestisida menurut Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 dalam Kementrian
Pertanian (2011) dan Permenkes RI No.258/Menkes/Per/III/1992 adalah semua zat kimia dan
bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
1. Memberantas atau mencegah hama dan penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian
tanaman atau hasil-hasil pertanian.
2. Memberantas rerumputan
3. Mengatur atau merangsang pertumbuhan yang tidak diinginkan
4. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan peliharaan atau ternak
5. Memberantas atau mencegah hama-hama air
6. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam bangunan
rumah tangga alat angkutan, dan alat-alat pertanian
7. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit
pada manusia dan binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan tanaman, tanah
dan air.
Menurut PP RI No.6 tahun 1995 dalam Soemirat (2005), pestisida juga didefinisikan
sebagai zat atau senyawa kimia, zat pengatur tubuh dan perangsang tubuh, bahan lain, serta
mikroorganisme atau virus yang digunakan untuk perlindungan tanaman. Sementara itu, The
United States Environmental Control Act dalam Runia (2008) mendefinisikan pestisida sebagai
berikut:
1. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk
mengendalikan, mencegah atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat,
nematoda, gulma, virus, bakteri, serta jasad renik yang dianggap hama; kecuali virus,
bakteri, atau jasad renik lain yang terdapat pada hewan dan manusia.
2. Pestisida merupakan semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur
pertumbuhan atau mengeringkan tanaman.
Menurut Depkes (2004) dalam Rustia (2009), pestisida kesehatan masyarakat adalah
pestisida yang digunakan untuk pemberantasan vektor penyakit menular (serangga, tikus)
atau untuk pengendalian hama di rumah-rumah, pekarangan, tempat kerja, tempat umum
lain, termasuk sarana nagkutan dan tempat penyimpanan/pergudangan. Pestisida terbatas
adalah pestisida yang karena sifatnya (fisik dan kimia) dan atau karena daya racunnya,
dinilai sangat berbahaya bagi kehidupan manusia dan lingkungan, oleh karenanya hanya
diizinkan untuk diedarkan, disimpan dan digunakan secara terbatas.
Penggolongan Pestisida Secara Umum
A. Insektisida
Pestisida khususnya insektisida merupakan kelompok pestisida yang terbesar dan terdiri
atas beberapa sub kelompok kimia yang berbeda. yaitu:
1. Organoklorin merupakan insektisida chlorinated hydrocarbon secara kimiawi tergolong
insektisida yang relatif stabil dan kurang reaktif, ditandai dengan dampak residunya yang lama
terurai di lingkungan. Salah satu insektisida organoklorin yang terkenal adalah DDT. Pestisida
ini telah menimbulkan banyak perdebatan. Kelompok organoklorin merupakan racun terhadap
susunan syaraf baik pada serangga maupun mamalia. Keracunan dapat bersifat akut atau kronis.
Keracunan kronis bersifat karsinogenik (kanker).
2. Organofosfat. insektisida ini merupakan ester asam fosfat atau asam tiofosfat. Pestisida ini
umumnya merupakan racun pembasmi serangga yang paling toksiksecara akut terhadap binatang
bertulang belakang seperti ikan, burung, cicak dan mamalia. Pestisida ini mempunyai efek
memblokade penyaluran impuls syaraf dengan cara mengikat enzim asetilkolinesterase.
Keracunan kronis pestisida golongan organofosfat berpotensi karsinogenik
3. Karbamat, kelompok ini merupakan ester asam N-metilkarbamat. Bekerja menghambat
asetilkolinesterase. Tetapi pengaruhnya terhadap enzim tersebut tidak berlangsung lama, karena
prosesnya cepat reversibel.1'7 Kalau timbul gejala, gejala itu tidak bertahan lama dan cepat
kembali normal. Pada umumnya, pestisida kelompok ini dapat bertahan dalam tubuh antara 1
sampai 24 jam sehingga cepat diekskresikan.
4. Piretroid dan yang berasal dari tanaman lainnya
Piretroid berasal dari piretrum diperoleh dari bunga Chrysanthemum cinerariaefolium.
Insektisida tanaman lain adalah nikotin yang sangat toksik secara akut dan bekerja pada susunan
saraf. Piretrum mempunyai toksisitas rendah pada manusia tetapi dapat menimbulkan alergi pada
orang yang peka.
B. Herbisida
Ada beberapa jenis herbisida yang toksisitasnya pada hewan belum diketahui dengan pasti.
1. Senyawa klorofenoksi, misalnya 2,4-D (2,4 asam diklorofenoksiasetat) dan 2,4,5-T (2,4,5-
asam triklorofenoksi asetat). Senyawa-senyawa ini bekerja pada tumbuhan sebagai hormon
pertumbuhan. Toksisitasnya pada hewan relatif rendah. Tetapi
klorakne, mempunyai efek toksik pada manusia disebabkan oleh pencemar 2,3,7,8-
tetraklorobenzo-p-dioksin.
2. Herbisida biperidil, misalnya parakuat dan dikuat, telah dipergunakan secara luas. Toksisitas
zat ini dilakukan lewat pembentukan radikal bebas. Toksisitas parakuat ditandai oleh efek paru-
paru melalui paparan inhalasi dan oral. Keracunan kronis pestisida paraquat dan dikuat bersifat
karsinogenik
3. Herbisida lainnya seperti dinitro-o-kresol (DNOC), amitrol (aminotriazol), karbamat
profam dan kloroprofam dan Iain-lain
C. Fungisida
1. Senyawa merkuri, misalnya metil dan etil merkuri merupakan fungisida yang sangat efektif
dan telah dipergunakan secara luas untuk mengawetkan butir padi-padian. Beberapa kecelakaan
tragis akibat penggunaan pestisida ini, menyebabkan banyak kematian dan kerusakan neurologi
menetap, sehingga kini tidak digunakan lagi.
2. Senyawa dikarboksimida antara lain dimetil-tiokarbamat (ferbam, tiram dan ziram) dan
etilenbisditiokar (maneb, nabamdan zineb). Toksisitas akut senyawa ini relatif rendah. karena itu
zat ini dipergunakan secara luas dalam pertanian tapi ada kemungkinan berpotensi karsinogenik.
3. Derivat ftalimida misalnya kaptan dan folpet, mempunyai toksisitas akut dan kronis yang
sangat rendah namun berpotensi karsinogenik dan teratogenik.
4. Senyawa aromatik misalnya pentaklorofenol (PCP), sebagai bahan pengawet kayu.
Pentakloronitrobenzen (PCNB) dipergunakan sebagai fungisida dalam mengolah tanah. Secara
akut zat ini tidak begitu tosik dibandingkan PCP, tetapi dapat bersifat karsinogenik.
5. Fungisida lain adalah senyawa Nheterosiklik tertentu misalnya benomil dan tiabendazol.
Toksisitas bahan kimia ini sangat rendah sehingga dipergunakan secara luas dalam pertanian.
Heksaklorobenzen dipergunakan sebagai zat pengolah benih.
D. Rodentisida
1. Warfarin adalah suatu antikoagulan yang bekerja sebagai anti metabolit vitamin K, dengan
demikian menghambat pembentukan protrombin. Bahan kimia ini telah dipergunakan secara luas
karena toksisitasnya rendah.
2. Tiourea misalnya ANTU (a-naftiltiourea) sangat toksik pada tikus tetapi tidak begitu toksik
bagi manusia.
3. Natrium fluoroasetat dan fluoroasetamida, bersifat sangat toksik karena itu kedua zat
ini hanya boleh digunakan oleh orang-orang tertentu yang mendapat izin. Kedua toksikan ini
bekerja menghambat siklus asam sitrat.
4. Rodentisida lainnya mencakup produk tumbuhan misalnya alkaloid striknin, perangsang
susunan syaraf pusat kuat, squill merah, yang mengandung glikosida skilaren A dan B. Glikosida
ini mempunyai efek kardiotonik dan emesis sentral karena itu zat ini secara relatif tidak beracun
bagi sebagian besar mamalia tetapi sangat beracun bagi tikus. Rodentisida anorganik antara lain
seng fosfid, talium sulfat, arsen trioksida dan unsur fosfor.
E. Fumigan
Sesuai namanya, kelompok pestisida ini mencakup beberapa gas, cairan yang mudah menguap
dan zat padat yang melepaskan berbagai gas lewat reaksi kimia. Dalam bentuk gas, zat-zat ini
dapat menembus tanah untuk mengendalikan serangga-serangga, hewan pengerat dan nematoda
tanah. Banyak fumigant misalnya akrilomtril, kloropikrm dan etilen bromida adalah zat kimia
reaktif dan dipergunakan secara luas dalam industri kimia.Beberapa fumigan bersifat
karsinogenik seperti etilen bromida, 1,3-dikloropropen.
1. Formulasi Pestisida
Bahan terpenting yang bekerja aktif dalam pestisida terhadap hama sasaran
dinamakan bahan aktif (Active ingridient atau bahan tehnis). Dalam pembuatan pestisida
di pabrik (manufacturing plant), bahan aktif tersebut tidak dibuat secara murni, tetapi
dicampur sedikit dengan bahan-bahan pembawa lainnya. Bahan tehnis dengan kadar
bahan aktif yang tinggi tersebut tidak dapat digunakan sebelum diubah bentuk dan sifat
fisiknya dan dicampur dengan bahan lainnya.
Pencampuran ini dilakukan agar bahan aktif tersebut mudah disimpan, diangkut
dan dapat digunakan dengan aman, efektif dan ekonomis. Produk jadi yang merupakan
campuran fisik antara bahan aktif dan bahan tambahan yang tidak aktif (inert ingridient)
dinamakan formulasi (formulated product). Formulasi sangat menentukan bagaimana
pestisida dengan bentuk dan komposisi tertentu harus dipergunakan, berapa dosis atau
takaran yang harus dipakai, berapa frekuensi dan interfal penggunaan, serta terhadap
sasaran apa pestisida dengan formulasi tersebut dapat digunakan dengan efektif. Untuk
keamanan distribusi dan penggunaannya pestisida diedarkan dalam beberapa macam
formulasi, yaitu sebagai berikut :
a. Fomulasi cair
Terdapat beberapa bentuk formulasi cair, yaitu :
1) Pekatan yang dapat diemulsikan
Formulasi pekatan yang dapat diemulsikan atau emulsifeable concentrate, lazim
disingkat EC, merupakan formulasi dalam bentuk cair, dibuat dengan
melarutkan bahanaktif dalam palarut tertentu dan ditambah sulfaktan atau bahan
pengemulsi. Contoh : Agrothion 50 EC, Basudin 60 EC
2) Pekatan yang larut dalam air
Biasanya disebut water soluble concentrate (WSC), terdiri atas bahan aktif yang
dilarutkan dalam pelarut tertentu yang dapat bercampur baik dengan air.
Contoh : Azodrin 15 WSC
3) Pekatan dalam air
Disebut juga aqueous concentrate, merupakan pekatan pestisida yang dilarutkan
dalam air dari bentuk garam dari herbisida asam yang mempunyai kelarutan
tinggi dalam air. Contoh : 2-metil-4 - khlorofenoksiasetat (MCPA) 2,4 –
dikhloroferroksi asetat (2,4 – D)
4) Pekatan dalam minyak
Oil concentrate merupakan formulasi cair yang mengandung bahan aktif
konsentrasi tinggi yang dilarutkan dalam pelarut hidrokarbon aromatik seperti
xilin atau nafta Contoh : Sevin 4 oil.
5) Aerosol
Formulasi cair dengan bahan aktif yang dilarutkan dalam pelarut organik,
kedalamnya ditambahkan gas yang bertekanan, kemudian dikemas menjadi
kemasan yang siap pakai, dibut dalam konsentrasi rendah. Contoh : Flygon
aerosol
6) Gas yang dicairkan
Liquified gases merupakan pestisida dengan bahan aktif berbentu gas yang
dipampatkan pada tekanan tertentu dalam suatu kemasan. Contoh : Methyl
Bromida
b. Formulasi padat
Beberapa formulasi padat yang ada, sebagai berikut :
1) Tepung yang dapat disuspensikan (dilarutkan)
Disebut juga wetable powder (WP) atau dispersible powder (DP) merupakan
tepung kering yang halus, sebagai bahan pembawa inert (misalnya tepung tanah
liat) yang bila dicampur dengan air akan membentuk suspensi. Ke dalam
formulasi ini juga ditambahkan surfaktan sebagai bahan pembasah atau
penyebar untuk mempercepat pembasahan tepung untuk air, mencegah
penggumpalan dan pengendapan tepung, mencegah pembentukan busa yang
berlebihan Contoh : Ficam 50 WP
2) Tepung yang dapat dilarutkan
Formulasi yang dapat dilarutkan atau Soluble powder (SP) sama dengan WP,
tapi bahan aktif, bahan pembawa dan bahan lainnya dalam formulasi ini
semuanya mudah larut dalam air. Contoh : Dowpon M.
3) Butiran
Dinamakan juga Granula (G), bahan aktifnya menempel atau melapisi bahan
pembawa yang inert, seperti tanah liar, pasir, atau tonkol jagung yang ditumbuk.
Contoh Abate 1G.
4) Pekatan debu
Dust concentrate adalah tepung kering yang mudah lepas dengan ukuran kurang
dari 75 micron, mengandung bahan aktif dalam konsentrasi yang relatif tinggi,
antara 25 sampai 75%.
5) Debu
Terdiri atas bahan pembawa yang kering dan halus, mengandung bahan aktif
dalam konsentrasi 1 – 10 %. Ukuran debu kurang dari 70 micron. Contoh :
lannate 2 D.
6) Umpan
Disebut juga Bait (B), merupakan campuran bahanaktif pestisida dengan bahan
penambah yang inert, biasanya berbentuk bubuk, pasta atau butiran (biji/benih)
Contoh : Zink Fosfit (Umpan Bubuk) Klerat RM (biji beras yang dilapisi bahan
aktif pestisida)
7) Tablet
Ada dua bentuk, bentuk tablet yang bila terkena udara akan menguap menjadi
fumigan, biasanya digunakan untuk fumigasi gudang atau perpustakaan, contoh :
Phostoxin tablet
Bentuk lainnya adalah tablet yang penggunaannya diperlukan pemanasan, uap
yang dihasilkannya dapat membunuh/mengusir hama, contoh : Fumakkila
8) Padat lingkar
Merupakan campuran bahan aktif pestisida dengan serbuk kayu atau sejenisnya
dan perekat yang dibentuk menjadi padatan yang melingkar. Contoh : Moon
Deer 0,2 MC
Cara Kerja Pestisida :
a. Pestisida kontak, berarti mempunyai daya bunuh setelah tubuh jasad terkena sasaran.
b. Pestisida fumigan, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran terkena uap atau gas
c. Pestisida sistemik, berarti dapat ditranslokasikan ke berbagai bagian tanaman melalui jaringan. Hama akan mati kalau
mengisap cairan tanaman.
d. Pestisida lambung, berarti mempunyai daya bunuh setelah jasad sasaran memakan pestisida.
E. Cara dan Petunjuk Penggunaan Pestisida
Cara penggunaan pestisida yang tepat merupakan salah satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan
pengendalian hama. Walaupun jenis obatnya manjur, namun karena penggunaannya tidak benar, maka menyebabkan
sia-sianya penyemprotan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida, di antaranya adalah keadaan
angin, suhu udara, kelembapan dan curah hujan. Angin yang tenang dan stabil akan mengurangi pelayangan partikel
pestisida di udara. Apabila suhu di bagian bawah lebih panas, pestisida akan naik bergerak ke atas. Demikian pula
kelembapan yang tinggi akan mempermudah terjadinya hidrolisis partikel pestisida yang menyebabkan kurangnya daya
racun. Sedang curah hujan dapat menyebabkan pencucian pestisida, selanjutnya daya kerja pestisida berkurang.
Hal-hal teknis yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida adalah ketepatan penentuan dosis. Dosis yang terlalu
tinggi akan menyebabkan pemborosan pestisida, di samping merusak lingkungan. Dosis yang terlalu rendah
menyebabkan hama sasaran tidak mati. Di samping berakibat mempercepat timbulnya resistensi.
1. Dosis pestisida
Dosis adalah jumlah pestisida dalam liter atau kilogram yang digunakan untuk mengendalikan hama tiap satuan luas
tertentu atau tiap tanaman yang dilakukan dalam satu kali aplikasi atau lebih. Ada pula yang mengartikan dosis adalah
jumlah pestisida yang telah dicampur atau diencerkan dengan air yang digunakan untuk menyemprot hama dengan
satuan luas tertentu. Dosis bahan aktif adalah jumlah bahan aktif pestisida yang dibutuhkan untuk keperluan satuan luas
atau satuan volume larutan. Besarnya suatu dosis pestisida biasanya tercantum dalam label pestisida.
2. Konsentrasi pestisida
Ada tiga macam konsentrasi yang perlu diperhatikan dalam hal penggunaan pestisida :
a. Konsentrasi bahan aktif, yaitu persentase bahan aktif suatu pestisida dalam larutan yang sudah dicampur dengan air.
b. Konsentrasi formulasi, yaitu banyaknya pestisida dalam cc atau gram setiap liter air.
c. Konsentrasi larutan atau konsentrasi pestisida, yaitu persentase kandungan pestisida dalam suatu larutan jadi.
3. Alat semprot
Alat untuk aplikasi pestisida terdiri atas bermacam-macam seperti knapsack sprayer (high volume) biasanya dengan
volume larutan konsentrasi sekitar 500 liter. Mist blower (low volume) biasanya dengan volume larutan konsentrasi
sekitar 100 liter. Dan Atomizer (ultra low volume) biasanya kurang dari 5 liter.
4. Ukuran droplet
Ada bermacam-macam ukuran droplet :
a. Veri coarse spray lebih 300 µm
b. Coarse spray 400-500 µm
c. Medium spray 250-400 µm
d. Fine spray 100-250 µm
e. Mist 50-100 µm
f. Aerosol 0,1-50 µm
g. Fog 5-15 µm
5. Ukuran partikel
Ada bermacam-macam ukuran partikel:
a. Macrogranules lebih 300 µm
b. Microgranules 100-300 µm
c. Coarse dusts 44-100 µm
d. Fine dusts kurang 44 µm
e. Smoke 0,001-0,1 µm
6. Ukuran molekul hanya ada satu macam, yatu kurang 0,001 µm
Dalam menggunakan pestisida harus menggunakan petunjuk-petunjuk yang telah ditetapkan yaitu :
1. Memilih pestisida
Di pasaran banyak dijual formulasi pestisida yang satu sama lain dapat berbeda nama dagangnya, walaupun mempunyai
bahan aktif yang sama. Untuk memilih pestisida, pertama yang harus diingat adalah jenis jasad pengganggu yang akan
dikendahikan. Hal tersebut penting karena masing-masing formulasi pestisida hanya manjur untuk jenis jasad
pengganggu tertentu. Maka formulasi pestisida yang dipilih harus sesuai dengan jasad pengganggu yang akan
dikendalikan. Untuk mempermudah dalam memilih pestisida dapat dibaca pada masing-masing label yang tercantum
dalam setiap pestisida. Dalam label tersebut tercantumjenis-jenis jasad pengganggu yang dapat dikendahikan. Juga
tercantum cara penggunaan dan bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan.
Untuk menjaga kemanjuran pestisida, maka sebaiknya belilah pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan oleb
Departemen Pertanian yang dilengkapi dengan wadah atau pembungkus asli dan label resmi. Pestisida yang tidak
diwadah dan tidak berlabel tidak dijamin kemanjurannya.
2. Menyimpan pestisida
Pestisida senantiasa harus disimpan dalam keadaan baik, dengan wadah atau pembungkus asli, tertutup rapat, tidak
bocor atau rusak. Sertakan pula label asli beserta keterangan yang jelas dan lengkap. Dapat disimpan dalam tempat yang
khusus yang dapat dikunci, sehingga anak-anak tidak mungkin menjangkaunya, demikian pula hewan piaraan atau
temak. Jauhkan dari tempat minuman, makanan dan sumber api. Buatlah ruang yang terkunci tersebut dengan ventilasi
yang baik. Tidak terkena langsung sinar matahari dan ruangan tidak bocor karena air hujan. Hal tersebut kesemuanya
dapat menyebabkan penurunan kemanjuran pestisida.
Untuk berjaga-jaga apabila sewaktu-waktu pestisida tumpah, maka harus disediakan air dan sabun ditergent, beserta
pasir, kapur, serbuk gergaji atau tanah sebagai penyerap pestisida. Sediakan pula wadah yang kosong, sewaktu-waktu
untuk mengganti wadah pestisida yang bocor.
4. Menggunakan pestisida
Untuk menggunakan pestisida harus diingat beberapa hal yang harus diperhatikan:
a. Pestisida digunakan apabila diperlukan
b. Sebaiknya makan dan minum secukupnya sebelum bekerja dengan pestisida
c. Harus mengikuti petunjuk yang tercantum dalam label
d. Anak-anak tidak diperkenankan menggunakan pestisida, demikian pula wanita hamil dan orang yang tidak baik
kesehatannya
e. Apabila terjadi luka, tutuplah luka tersebut, karena pestisida dapat terserap melalui luka
f. Gunakan perlengkapan khusus, pakaian lengan panjang dan kaki, sarung tangan, sepatu kebun, kacamata, penutup
hidung dan rambut dan atribut lain yang diperlukan
g. Hati-hati bekerja dengan pestisida, lebih-lebih pestisida yang konsentrasinya pekat. Tidak boleh sambil makan dan
minum
h. Jangan mencium pestisida, karena pestisida sangat berbahaya apabila tercium
i. Sebaiknya pada waktu pengenceran atau pencampuran pestisida dilakukan di tempat terbuka. Gunakan selalu alat-alat
yang bersih dan alat khusus
j. Dalam mencampur pestisida sesuaikan dengan takaran yang dianjurkan. Jangan berlebih atau kurang
k. Tidak diperkenankan mencampur pestisida lebih dari satu macam, kecuali dianjurkan
l. Jangan menyemprot atau menabur pestisida pada waktu akan turun hujan, cuaca panas, angin kencang dan arah
semprotan atau sebaran berlawanan arah angin. Bila tidak enak badan berhentilah bekerja dan istirahat secukupnya
m. Wadah bekas pestisida harus dirusak atau dibenamkan, dibakar supaya tidak digunakan oleh orang lain untuk tempat
makanan maupun minuman
n. Pasanglah tanda peringatan di tempat yang baru diperlakukan dengan pestisida
o. Setelah bekerja dengan pestisida, semua peralatan harus dibersihkan, demikian pula pakaian-pakaian, dan mandilah
dengan sabun sebersih mungkin.
Peraturan Pemerintah No. Tahun 1973
Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan
supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan
Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973. Dalam peraturan tersebut antara lain ditentukan bahwa:
1. Tiap pestisida harus didaftarkan kepada Menteri Pertanian melalui Komisi Pestisida untuk dimintakan izin
penggunaannya
2. Hanya pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian boleh disimpan, diedarkan
dan digunakan
3. Pestisida yang penggunaannya terdaftar dan atau diizinkan oleh Menteri Pertanian hanya boleh disimpan, diedarkan
dan digunakan menurut ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam izin pestisida itu.
4. tiap pestisida harus diberi label dalam bahasa Indonesia yang berisi keterangan-keterangan yang dimaksud dalam
surat Keputusan Menteri Pertanian No. 429/ Kpts/Mm/1/1973 dan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan
dalam pendaftaran dan izin masing-masing pestisida.
5. Dalam peraturan pemerintah tersebut yang disebut sebagai pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta
jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk:
a. memberantas atau mencegah hama atau penyakit yang merusak tanaman, bagian tanaman atau hasil pertanian
b. memberantas gulma
c. mematikan daun dan mencegah pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan
d. mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian tanaman, kecuali yang tergolong pupuk
e. memberantas atau mencegah hama luar pada ternak dan hewan piaraan.
f. memberantas atau mencegah hama air
g. memberantas atau mencegah binatang dan jasad renik dalam rumah tangga
h. memberantas atau mencegah binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang
dilindungi, dengan penggunaan pada tanaman, tanah dan air.
i. Sesuai dengan definisi tersebut di atas maka suatu bahan akan termasuk dalam pengertian pestisida apabila bahan
tersebut dibuat, diedarkan atau disimpan untuk maksud penggunaan seperti tersebut di atas.
selain itu juga ada UU no 12 tahun 1992 tentang sistem budidaya tanaman, PP nomor 6 tahun 1995 tentang
perlindungan tanaman, Keputusan Menteri Pertanian nomor 434.1 tahun 2001 tentang syarat dan tata cara pendaftaran
pestisida dan ketentuan pelaksanaannya
Dampak Penggunaan Pestisida Pertanian
Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan-bahan lain yang
bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun itulah
pestisida dibuat, dijual dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme Pengganggu Tanaman).
Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam
penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif. Beberapa dampak negative
dari penggunaan pestisida antara lain sebagai berikut:
1. Dampak Bagi Kesehatan Petani
Penggunaan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga
mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini, keracunan bisa dikelompokkan menjadi 3 kelompok,
yaitu keracunan akut ringan, keracunan akut berat dan kronis. Keracunan akut ringan
menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare. Keracunan
akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas keluar air liur, pupil
mata mengecil dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya, keracunan yang sangat berat dapat
mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan bisa mengakibatkan kematian. Keracunan kronis
lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang
spesifik. Namun, Keracunan kronis dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan
kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida
diantaranya iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati,
ginjal dan pernapasan.
2. Dampak Bagi Konsumen
Dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang tidak segera
terasa. Namun, dalam jangka waktu lama mungkin bisa menimbulkan gangguan kesehatan.
Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal
konsumen mengkonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar.
3. Dampak Bagi Kelestarian Lingkungan
Dampak penggunaan pestisida bagi lingkungan bisa dikelompokkan menjadi dua kategori.
a. Bagi Lingkungan Umum
1) Pencemaran lingkungan (air, tanah dan udara).
2) Terbunuhnya organisme non target karena terpapar secara langsung.
3) Terbunuhnya organisme non target karena pestisida memasuki rantai makanan.
4) Menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme melalui rantai makanan
(bioakumulasi)
5) Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi pestisida dalam
tingkat trofik rantai makanan semakin keatas akan semakin tinggi (bioakumulasi).
6) Penyederhanaan rantai makanan alami.
7) Penyederhanaan keragaman hayati.
8) Menimbulkan efek negatif terhadap manusia secara tidak langsung melalui rantai
makanan.
b. Bagi Lingkungan Pertanian
1) OPT menjadi kebal terhadap suatu pestisida (timbul resistensi OPT terhadap
pestisida)
2) Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida
3) Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting maupun
hama yang sama sekali baru.
4) Terbunuhnya musuh alami hama.
5) Perubahan flora, khusus pada penggunaan herbisida.
6) Fitotoksik (meracuni tanaman)
4. Dampak Sosial Ekonomi
a. Penggunaan pestisida yang tidak terkendali menyebabkan biaya produksi menjadi
tinggi.
b. Timbulnya biaya sosial, misalnya biaya pengobatan dan hilangnya hari kerja jika terjadi
keracunan.
c. Publikasi negatif di media massa
Bagaimana Pestisida Meracuni Manusia?
1. Melalui Kulit
Hal ini dapat terjadi apabila pestisida terkena pada pakaian atau langsung pada kulit. Ketika
petani memegang tanaman yang baru saja disemprot, ketika pestisida terkena pada kulit atau
pakaian, ketika petani mencampur pestisida tanpa sarung tangan, atau ketika anggota keluarga
mencuci pakaian yang telah terkena pestisida. Untuk petani atau pekerja lapangan, cara
keracunan yang paling sering terjadi adalah melalui kulit.
2. Melalui Pernapasan
Hal ini paling sering terjadi pada petani yang menyemprot pestisida atau pada orang-orang
yang ada di dekat tempat penyemprotan. Perlu diingat bahwa beberapa pestisida yang beracun
tidak berbau.
3. Melalui Mulut
Hal ini terjadi bila seseorang meminum pestisida secara sengaja ataupun tidak, ketika
seseorang makan atau minum air yang telah tercemar, atau ketika makan dengan tangan tanpa
mencuci tangan terlebih dahulu setelah berurusan dengan pestisida.
Dampak Kesehatan Akut Pestisida
Semua pestisida mempunyai bahaya potensial bagi kesehatan. Ada dua tipe keracunan, yaitu
keracunan langsung dan jangka panjang.
1. Keracunan akut
Terjadi bila efek-efek keracunan pestisida dirasakan langsung pada saat itu.
2. Keracunan kronis
Terjadi bila efek-efek keracunan pada kesehatan membutuhkan waktu untuk muncul atau
berkembang. Efek-efek jangka panjang ini dapat muncul setelah berbulan-bulan atau bahkan
bertahun-tahun setelah terkena pestisida.
Beberapa efek kesehatan akut adalah:
Apakah arti “Efek Lokal” dari keracunan akut pestisida?
a. Efek akut lokal terjadi bila efeknya hanya mempengaruhi bagian tubuh yang terkena kontak
langsung dengan pestisida.
b. Efek akut lokal biasanya berupa iritasi, seperti rasa kering, kemerahan dan gatalgatal di
mata, hidung, tenggorokan dan kulit; mata berair dan batuk.
c. Atau berupa masalah-masalah kulit, seperti kemerahan, gatal-gatal, kudis, melepuh dan kulit
kehilangan warna. Gejala yang umum dari keracunan pestisida adalah bila kuku-kuku jari
berubah warna menjadi hitam atau biru. Pada kasus- kasus yang lebih serius kuku-kuku jari
akan lepas.
Apakah arti “Efek Sistem” dari keracunan akut pestisida?
a. Efek sistemik muncul bila pestisida masuk kedalam tubuh manusia dan mempengaruhi
seluruh sistem tubuh.
b. Darah akan membawa pestisida ke seluruh bagian dari tubuh dan mempengaruhi mata,
jantung, paru-paru, perut, hati, lambung, otot, usus, otak dan syaraf.
c. Gejala-gejala keracunan dan berapa cepat bekerjanya tergantung pada jenis bahan kimia,
waktu dan kadar racun dalam pestisida tersebut.
Penggunaan pestisida ini tidak akan menimbulkan masalah apabila sesuai dengan aturan
yang diperbolehkan. Penggunaan pestisida yang tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dapat
membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Hal ini sehubungan dengan sifatnya yang toksik, serta kemampuan dispersinya yang
tinggi yaitu mencapai 100% (Mangkoedihardja, 1999).
PERANAN PESTISIDA DALAM BIDANG PERTANIAN
Pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian hama. Prinsip penggunaan
pestisida secara ideal adalah sebagai berikut (Fischer, 1992 dan Natawigena, 1985):
1. Harus kompatibel dengan komponen pengendalian hama yang lain, yaitu komponen
pengendalian hayati,
2. Efektif, spesifik dan selektif untuk mengendalikan hama tertentu,
3. Meninggalkan residu dalam waktu yang diperlukan saja,
4. Tidak boleh persisten di lingkungan, dengan kata lain harus mudah terurai,
5. Takaran aplikasi rendah, sehingga tidak terlalu membebani lingkungan,
6. Toksisitas terhadap mamalia rendah (LD50 dermal dan LD50 oral relatif tinggi), sehingga
aman bagi manusia dan lingkungan hayati,
7. Dalam perdagangan (labelling, pengepakan, penyimpanan, dan transpor) harus memenuhi
persyaratan keamanan,
8. Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut,
9. Harga terjangkau bagi petani.
DAMPAK NEGATIF PENGGUNAAN PESTISIDA DALAM KEGIATAN PERTANIAN
Pestisida masih diperlukan dalam kegiatan pertanian. Penggunaan pestisida yang tidak
bijaksana dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dapat menimbulkan dampak negatif bagi
lingkungan dan kesehatan manusia. Berikut ini diuraikan beberapa dampak negatif yang
mungkin timbul akibat penggunaan pestisida dalam bidang pertanian, yang tidak sesuai dengan
aturan.
1. Pencemaran air dan tanah
Di lingkungan perairan, pencemaran air oleh pestisida terutama terjadi melalui aliran air dari
tempat kegiatan manusia yang menggunakan pestisida dalam usaha mena ikkan produksi
pertanian dan peternakan. Jenis-jenis pestisida yang persisten (DDT, Aldrin, Dieldrin) tidak
mengalami degradasi dalam tanah, tapi malah akan berakumulasi. Dalam air, pestisida dapat
mengakibatkan biology magnification, pada pestisida yang persisten dapat mencapai komponen
terakhir, yaitu manusia melalui rantai makanan. Pestisida dengan formulasi granula, mengalami
proses dalam tanah dan air sehingga ada kemungkinan untuk dapat mencemari tanah dan air.
2. Pencemaran udara
Pestisida yang disemprotkan segera bercampur dengan udara dan langsung terkena sinar
matahari. Pestisida dapat mengalami fotodekomposisi di udara. Pestisida mengalami perkolasi
atau ikut terbang menurut aliran angin. Makin halus butiran larutan makin besar kemungkinan
ikut perkolasi dan makin jauh ikut diterbangkan arus angin.
3. Timbulnya spesies hama yang resisten
Spesies hama yang akan diberantas dapat menjadi toleran terhadap pestisida, sehingga
populasinya menjadi tidak terkendali. Ini berarti bahwa jumlah individu yang mati sedikit sekali
atau tidak ada yang mati, meskipun telah disemprot dengan pestisida dosis normal atau dosis
lebih tinggi sekalipun. Populasi dari spesies hama dapat pulih kembali dengan cepat dari
pengaruh racun pestisida serta bisa menimbulkan tingkat resistensi pestisida tertentu pada
populasi baru yang lebih tinggi, hal ini biasanya disebabkan oleh pestisida golongan
organoklorin.
4. Timbulnya spesies hama baru atau ledakan hama sekunder
Penggunaan pestisida yang ditujukan untuk memberantas jenis hama tertentu, bahkan dapat
menyebabkan munculnya jenis hama yang lain. Ledakan hama sekunder tersebut dapat terjadi
beberapa saat setelah penggunaan pestisida, atau pada akhir musim tanam atau malah pada
musim tanam berikutnya. Ledakan hama sekunder dapat lebih merusak daripada hama sasaran
sebelumnya.
5. Resurgensi
Bila suatu jenis hama setelah memperoleh perlakuan pestisida berkembang menjadi lebih
banyak dibanding dengan yang tanpa perlakuan pestisida, maka fenomena itu disebut resurgensi.
Faktor penyebab terjadinya resurgesi antara lain adalah
a. Butir semprotan pestisida tidak sampai pada tempat hama berkumpul dan makan;
b. Kurangnya pengaruh residu pestisida untuk membunuh nimfa hama yang menetas
sehingga resisten terhadap pestisida;
c. Predator alam mati terbunuh pestisida;
d. Pengaruh fisiologis insektisida kepada kesuburan hama. Hama bertelur lebih banyak
dengan angka kematian hama yang menurun;
e. Pengaruh fisiologis pestisida kepada tanaman sedemikian rupa sehingga hama dapat
hidup lebih subur (Djojosumarto, 2000).
6. Merusak keseimbangan ekosistem
Penggunaan pestisida seperti insektisida, fungisida dan herbisida untuk membasmi hama
tanaman, hewan, dan gulma (tanaman benalu) yang bisa mengganggu produksi tanaman sering
menimbulkan komplikasi lingkungan (Supardi, 1994). Penekanan populasi insekta hama
tanaman dengan menggunakan insektisida, juga akan mempengaruhi predator dan parasitnya,
termasuk serangga lainnya yang memangsa spesies hama dapat ikut terbunuh. Misalnya, burung
dan vertebrata lain pemakan spesies yang terkena insektisida akan terancam kehidupannya.
Sehingga dengan demikian bersamaan dengan menurunnya jumlah individu spesies hama,
menurun pula parasitnya. Sebagai contoh misalnya kasus di Inggris, dilaporkan bahwa di daerah
pertanian dijumpai residu organochlorin yang tidak berpengaruh pada rodentia tanah . Tapi
sebaliknya, pada burung pemangsa Falcotinnunculus dan Tyto alba, yang semata-mata
makanannya tergantung pada rodentia tanah tersebut mengandung residu tinggi, bahkan pada
tingkat yang sangat fatal. Se bagai akibatnya, banyak burung-burung pemangsa yang mati.
Begitu juga pada binatang jenis kelelawar. Golongan ini ternyata tidak terlepas dari pengaruh
pestisida. Dari 31 ekor kelelawar yang diteliti, semuanya mengandung residu senyawa
Organochhlorin dengan DDE (Hendrawan, 2002).
7. Dampak terhadap kesehatan masyarakat
Penggunaan pestisida dalam kegiatan pertanian dapat mengakibatkan dampak negatif pada
kesehat an manusia, misalnya:
a. Terdapat residu pestisida pada produk pertanian;
b. Bioakumulasi dan biomagnifikasi melalui rantai makanan. Manusia sebagai makhluk
hidup yang letaknya paling ujung dari rantai makanan dapat memperoleh efek
biomagnifikasi yang p aling besar. Dampak ini ditimbulkan oleh pestisida golongan
organoklorin;
c. Keracunan pestisida, yang sering terjadi pada pekerja dengan pestisida.
Dampak negatif pestisida terhadap kesehatan manusia, baik secara langsung maupun tak
langsung yang dihubungkan dengan sifat dasar bahan kimianya (Keman, 2001 dan
Djojosumarto, 2000):
a. Organoklorin (OK)
Merupakan racun kontak dan racun perut. Merugikan lingkungan dan kesehatan
masyarakat karena sifat persistensinya sangat lama di lingkungan, baik di tanah maupun
jaringan tanaman dan dalam tubuh hewan. Persistensi organoklorin menimbulkan dampak
negatif seperti biomagnifikasi dan masalah keracunan kronik yang membahayakan.
Herbisida senyawa 2,3,7,8 –TCDD merupakan senyawa toksik untuk ternak termasuk
manusia, masuk lewat kontak kulit atau saluran pencernakan, menginduksi enzim oksidase,
karsinogen kuat, teratogenik serta menekan reaksi imun. Toksisitas golongan organoklorin
ini yaitu sebagai anastesi, narkotik dan racun sistemik. Cara kerja spesifiknya adalah sebagai
depressant system saraf pusat (narkosis), kerusakan jaringan liver dan kerusakan jaringan
ginjal.
b. Organofosfat (OP)
Merupakan racun kontak, racun perut maupun fumigan. Toksisitas karena paparan
senyawa ini meliputi system syaraf melalui inhibisi enzim kolinesterase.
c. Karbamat
Seperti halnya golongan organofosfat, toksisitasnya dengan penghambatan aktivitas
enzim kolinesterase pada sistem syaraf.
PENCEGAHAN PENCEMARAN OLEH PESTISIDA
A. Pengelolaan Pestisida
Tindakan pengelolaan terhadap pestisida bert ujuan untuk agar manusia terbebas dari
keracunan dan pencemaran oleh pestisida. Beberapa tindakan pengelolaan yang perlu diambil
untuk mencegah keracunan dan pencemaran ol eh pestisida ialah penyimpanan, pembuangan
serta pemusnahan limbah pestisida . Penyimpanan pestisida sebagai barang berbahaya harus
diperhatikan. Dari studi household yang pernah dilakukan oleh FAO di Alahan Panjang,
Sumatera Utara dan Brebes , banyak ibu rumah tangga yang menyimpan pestisida di rumah satu
ruang dengan tempat menyimpan makanan, minuman dan mudah dijangkau oleh anak (Depkes,
2000). Pestisida harus disimpan pada tempat yang aman . Hal yang perlu diperhatikan dalam
penyimpanan pestisida, yaitu ( Siswanto, 1991 dan Depkes 2000):
1. Pestisida disimpan dalam kemasan aslinya, jangan dipindahkan ke wadah lain terutama
wadah yang biasa digunakan untuk menyimpan makanan atau minuman.
2. Dalam jumlah kecil, pestisida dapat disimpan dalam lemari tersendiri, terkunci dan jauh dari
jangkauan anak –anak dan binatang piaraan, tidak berdekatan denga n penyimpanan
makanan atau api.
3. Dalam jumlah besar, pestisida dapat disimpan dalam gudang dengan ketentuan sebagai
berikut:
a. Lokasi gudang harus terpisah dari aktivitas umum dan tidak terkena banjir dan lantai
gedung harus miring.
b. Dinding dan lantai gudang kuat dan mudah dibersihkan.
c. Pintu dapat ditutup rapat dan diberi peringatan atau dengan tulisan atau gambar.
d. Mempunyai ventilasi, penerangan yang cukup, dan suhu memenuhi ketentuan yang
berlaku.
e. Selalu dikunci apabila tidak ada kegiatan.
f. Tidak boleh disimpan bersama-sama bahan lain.
g. Pemasangan instalasi listrik dan penggunaan peralatan listrik harus memenuhi
persyaratan yang berlaku.
h. Di luar ruangan penyimpanan ditulis papan peringatan.
4. Cara penyimpanan pestisida harus memenuhi syarat yang berlaku terhadap kemungkinan
bahaya peledakan. Limbah pestisida biasanya berupa pestisida sisa yang berada dalam
kemasan. Pembuangan yang tidak benar selain dapat mencemari lingkungan juga merupakan
potensi bagi orang untuk terpapar secara tidak langsung dengan pestisida. Pembuangan dan
pemusnahan limbah pestisida, yang perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut (Siswanto,
1991 dan Depkes 2000):
1) Sampah pestisida sebelum dibuang harus dirusak terlebih dahulu sehingga tidak dapat
digunakan lagi.
a. Drum dan kaleng yang terbuat dari logam setelah dirusak (dilubangi dengan cara
menusuk) dihancurkan serta selanjutnya di kubur. Jangan melakukan pemusnahan
pada kaleng-kaleng bekas aerosol.
b. Wadah yang terbuat dari plastik dirusak (punctured) dan selanjutnya di kubur di
tempat yang aman.
c. Wadah berupa gelas dipecah dan dikubur di tempat yang aman
d. Wadah berupa kertas atau karton dibakar
2) Pembakaran wadah pestisida harus dilakukan di suatu tempat yang letaknya jauh rumah
untuk mencegah terhirupnya asap yang ditimbulkan panas pembakaran tersebut.
3) Pembuangan sampah atau limbah pestisida sebaiknya harus ditempat khusus, bukan di
tempat pembuangan sampah atau limbah umum.
4) Lokasi tempat pembuangan dan pemusnahan sampah atau limbah pestisida harus terletak
pada jarak yang aman dari daerah pemukiman dan badan air.
5) Untuk melakukan pemusnahan pestisida, pilihlah tempat yang permukaan air tanah pada
musim hujan tidak lebih tinggi dari 3,25 meter di bawah permukaan tanah.
6) Tempat penguburan pestisida letaknya harus jauh dari sumber air, sumur, kolam ikan dan
saluran air minum (100 meter atau lebih).
7) Jarak antara 2 (dua) lubang tidak boleh kurang dari 10 (sepuluh) meter.
B. Penggunaan Pestisida secara Aman
Dalam penggunaan pestisida sangat banyak faktor yang perlu dipertimbangkan mengingat
besarnya risiko yang diterima oleh masing-masing pihak. Kelompok yang perlu mendapat
perhatian adalah pekerja yang berhubungan dengan pestisida, karena merupakan kelompok
masyarakat yang sangat rentan terhadap keracunan pestisida. Pekerja yang berhubungan dengan
pe stisida dalam hal ini adalah pekerja dalam suatu perusahaan pengelola pestisida ataupun
petani sebagai pengguna pestisida.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Organisasi Pangan Dunia (FAO), 1992 yang
meneliti 214 orang petani selama dua tahun, terjadinya keracunan akut yang diderita oleh
petani
responden disebabkan petani tidak memahami bahaya pestisida terhadap kesehatannya.
Sedangkan pakaian pelindung yang aman, terlalu panas untuk digunakan di daerah tropis dan
harganya terlalu
mahal, sehingga para petani harus menerima keadaan sakit sebagai risiko bekerja di sektor
pertanian (Depkes, 2000). Para petani potensial sebagai penderita keracunan pestisida
yang dipergunakan di lahan usaha taninya. Keracunan terjadi disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Kurang mengertinya petani akan bahaya pestisida.
2. Masih banyaknya pestisida yang sangat berbahaya yang beredar dan mudah didapati
oleh petani.
3. Tidak tersedianya alat pelindung diri yang aman, murah dan enak digunakan oleh
petani.
Agar para pekerja yang berhubungan dengan pestisida dapat terhindar dari bahaya
keracunan pestisida, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain adalah
(Siswanto, 1991 dan Depkes, 2000):
A) Pekerja harus memehuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Berumur 18 (delapan belas) tahun ke atas.
2. Telah mendapat penjelasan serta latihan mengenai pengelolaan pestisida serta
pengetahuan tentang bahaya-bahaya, pencegahannya dan cara pemberian pertolongan
pertama apabila terjadi keracunan.
B) Pekerja harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1. Tidak boleh menjalani pemaparan lebih dari 5 jam sehari dan 30 jam dalam seminggu.
2. Memakai Alat Pelindung Diri (APD) yang berupa pakaian kerja, sepatu laras tinggi,
sarung tangan, kacamata pelindung atau pelindung muka dan pelindung pernapasan.
3. Menjaga kebersihan badan, pakaian kerja, APD, alat perlengkapan kerja, tempat kerja
serta menghindari tumpahan dan percikan pestisida.
4. Dalam penyemprotan tidak boleh menggunakan pestisida dalam bentuk debu.
C) Umum
1. Pekerja tidak boleh dalam keadaan mabuk p ada saat bekerja atau yang mempunyai
kekurangan-kekurangan lain, baik fisik maupun mental yang mungkin dapat
membahayakan.
2. Pekerja yang luka atau mempunyai penyakit kulit pada anggota badan yang kemungkinan
dapat terkena oleh pestisida, kecuali bila dapat dilakukan tindakan perlindungan.
3. Pekerja bukan wanita hamil atau sedang menyusui.
Bahaya pencemaran pestisida pada hasil pertanian dapat memberikan dampak negatif pada
masyarakat luas. Usaha pencegahan terjadinya pencemaran pestisida terhadap bahan makan an
dapat dilakukan melalui kampanye dan penyuluhan mengenai pengurangan penggunaan pestisida
di lahan pertanian secara berlebihan (Darmono, 2001). Pengendalian hama yang terintegrasi
yaitu dengan jalan penggunaan pestisida sekecil mungkin, sesuai dengan ke butuhan.
Pengendalian hama yang terintegrasi paling efektif dicapai dengan melihat alam pertanian
sebagai ekosistem, dengan tujuan utama adalah untuk menghindari berkembangnya resistensi
terhadap insektisida dan untuk memperkecil gangguan ekologi pred ator dan parasit yang
memangsa serangga hama pertanian (Supardi, 1994).
Perencanaan dalam penggunaan pestisida harus dilakukan untuk memperkecil kemungkinan
manusia dan lingkungan tercemar oleh pestisida yang beracun dan resisten di alam. Termasuk
didalamnya terdapat peraturan pengendalian penggunaan pestisida di sektor pertanian. Penelitian
yang ditujukan untuk pencarian bibit tahan hama dan penyakit dengan kualitas produksi yang
tinggi perlu terus
dilakukan. Biasanya ini dapat dicapai dengan mengadakan perkawinan silang, dengan suatu
varietas yang telah diketahui resistensinya terhadap penyakit tertentu sehingga varietas baru yang
timbul akibat perkawinan ini diharapkan akan resisten terhadap penyakit.
C. Pengawasan terhadap penggunaan pestisida
Penggunaan pestisida baik pada bidang kesehatan masyarakat untuk pemberantasan vektor
penyakit ataupun pada bidang pertanian harus dimonitor oleh perwakilan WHO pada tingkat
nasional untuk membantu pengembangan strategi manajemen resistensi dan petunjuk
penggunaan pes tisida secara aman dan terbatas, dan perjanjian penggunaan pestisida pada
tingkat
internasional (WHO, 2001 dan WHO, 1999).
Komisi Pestisida Internasional mengadakan Konvensi Roterdam 1999, 72 negara telah
menandatangani kesepakatan untuk mengawasi peredaran dan perdagangan pestisida yang
membahayakan kehidupan makhluk hidup. Sampai saat ini, tercatat 22 pestisida yang
membahayakan ditarik dari peredaran dan tidak boleh digunakan lagi. Beberapa di antara adalah,
2, 4, 5-T, Aldrin, Captanol, Chlordane, Chlodimeform, Cholorobenzilate, DDT, 1, 2,
Dibromoethane (EDB), Dieldrin, Dinozeb, Fluoroaacetamiede, HCH, Heptachlor,
Hexahlorobenze, Lindane, Mer cury compound, dan Pentahchlorophenol ditambah beberapa
senyawa Metahamidophos, Methyl-Parathion, Mono-crothopos, Parathion dan Phospamidhon
(Hendrawan, 2002).
D. Sistim Pertanian Back to Nature
Cara yang paling baik untuk mencegah pencemaran pestisida adalah tidak menggunakan
pestisida sebagai pemberantas hama. Mengingat akibat sampingan yang terlalu berat, atau bah
kan menyebabkan rusaknya lingkungan dan merosotnya hasil panen, penggunaan pestisida mulai
di kurangi.
Sistim pertanian dengan konsep back to nature merupakan salah satu solusi yang menarik untuk
mengurangi penggunaan pestisida dalam bidang pertanian. Dalam konsep ini dikembangkan
sistem pertanian yang tidak menggunakan pestisida dalam mengendalikan hama tanaman. Cara
yang dapat ditempuh untuk mencegah dan mengurangi serangan hama antara lain mengatur jenis
tanaman dan waktu tanam, memilih varietas yang ta han hama, memanfaatkan predator alami,
menggunakan hormon serangga, memanfaatkan daya tarik seks pada serangga, sterilisasi
(Depkes, 2000).
Pemanfaatan predator alami atau disebut juga k ontrol biologi, misalnya pemeliharaan
burung hantu sebagai pemangsa h ama tikusdan pemeliharaan serangga pemangsa hama
serangga lainnya
sangat disarankan. Penggunaan pestisida alami atau disebut juga p estisida nabati adalah bahan
aktif tunggal atau majemuk yang dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu
tumbuhan,
dengan bahan dasar yang berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati ini relatif aman bagi
lingkungan, mudah dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan yang terbatas. Pestisida nabati
dapat berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk
lainnya. Keuntungan
penggunaan pestisida nabati antara lain:
a. bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan;
b. relatif aman bagi manusia dan ternak pelihar aan karena residu mudah hilang;
c. relatif mudah dibuat oleh masyarakat
Tetapi terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan pestisida nabati
yaitu:
a. bahan aktif pada beberapa pestisida nabati belum diketahui, sehingga sangat perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahuinya;
b. bahan aktif dapat bervariasi baik dalam hal komposisi maupun konsentrasi pada tanaman
sejenis, tergantung pada bagian tanaman yang digunakan sebagai pestisida nabati, umur
tanaman pestisida nabati, iklim dan kondisi tanah;
c. bahan aktif kemungkinan merupakan c ampuran dari beberapa bahan aktif yang bekerja
secara sinergis;
d. data mengenai toksikologi dan ekotoksikologi pestisida nabati sangat terbatas ; (e)
standart untuk menganalisis bahan aktif dari pestisida alami relatif sukar (WHO, 2001).
Jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati antara lain adalah Aglaia (Aglaia odorata L),
Bengkoang (Panchyrrhyzus erosus - Urban), Jeringau (Acorus calamus L), Serai (Andropogan
margus L), Sirsak (Annona muricata L), Srikaya (Annona squamosa L). Jenis tumbuhan
penghasil atraktan / pemikat antara lain adalah Daun wangi (Melaleuca bracteata L) dan Selasih
(Ocimum sanctum). Jenis tumbuhan penghasil rodentia nabati antara lain adalah Gadung – KB
(Dioscorea composita L) dan Gadung racun (Dioscorea hispida) (Dinas Pertanian & Kehutanan
Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. 2002).
PENUTUP
Penggunaan pestisida di bidang pertanian, mulai dari tahap pembenihan hingga hasil
pertanian merupakan suatu hal yang sangat sulit dihindari. Penggunaan pestisida di bidang
pertanian haruslah bijaksana dan tepat, mengingat konsumen akhir dari produk pertanian adalah
manusia. Selain dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan manusia, penggunaan
pestisida yang tidak tepat dapat mencemari lingkungan dan merusak keseimbangan ekosistem
secara luas, yang pada akhirnya akan berdampak secara tidak langsung pada kelangsungan
kehidupan manusia.
Pencemaran oleh pestisida dapat dicegah dengan berbagai cara antara lain dengan
pengelolaan dan penggunaan pestisida yang benar dan aman, pengawasan kegiatan yang be
rkaitan dengan pestisida dan terutama bagi sektor pertanian . Pencemaran pestisida dapat ditekan
dengan penerapan sistem pertanian back to nature.
Gejala dan Tanda Keracunan Pestisida
No Jenis Pestistida Gejala&Tanda Keterangan
1 Insektisida:
Organoklorin
Mual, muntah, gelisah, pusing,
lemah, rasa geli atau menusuk
pada kulit, kejang otot, hilang
koordinasi,
tidak sadar
Tidak ada antidote langsung
untuk
mengatasi keracunan. Obat
yang diberikan hanya
mengurangi gejala seperti anti
konvulsi dan pernafasan
buatan
Oraganofosfat
dan karbamat
Lelah, sakit kepala, pusing,
hilang selera makan, mual,
kejang perut, diare, penglihatan
kabur, keluar: air mata, keringat,
air liur berlebih, tremor, pupil
mengecil, denyut jantung
lambat, kejang otot (kedutan),
tidak sanggup berjalan, rasa
tidak nyaman dan sesak, buang
air besar dan kecil tidak
terkontrol,
inkontinensi, tidak sadar dan
kejang-kejang
Gejala keracunan karbamat
cepat muncul
namun cepat hilang jika
dibandingkan dengan
organofosfat.
Antidot: atropin atau
pralidoksim
Piretroid sintetik Iritasi kulit: pedih, rasa terbakar,
gata-gatal, rasa geli, mati rasa,
inkoordinasi, tremor, salivasi,
Jarang terjadi keracunan,
karena
kecepatan absorpsi melalui
muntah, diare, iritasi pada
pendengaran dan perasa
kulit rendah
dan piretroid cepat hilang
Piretroid derivat
tanaman: piretrum
dan
piretrin
Alergi, iritasi kulit dan asma Pada umumnya efek muncul 1-
2 jam
setelah paparan dan hilang
dalam 24 jam
Piretrin lebih ringan dari pada
piretrum tapi bersifat iritasi
pada orang yang peka
Insektisida
anorganik
Asam borat &borat
Iritasi kulit: kulit kemerahan,
pengelupasan. gatalgatal
pada kaki, bokong dan
kemaluan. Iritasi saluran
pernafasan dan sesak nafas
Insktisida
mikroba:
Bacillus
thuringiensis
Radang saluran pencemaan
DEET repellent Iritasi kulit, kulit kemerahan,
melepuh hingga nyeri,
iritasi mata, pusing, perubahan
emosi
2 Herbisida Iritasi pada kulit, mata, saluran
pencemaan
Herbisida biperidil
Parakuat
Pertumbuhan abnormal pada :
paru, lensa dan kornea mata,
mukosa hidung, kerusakan paru-
paru, ginjal,hati dan otak
Akumulasi selama
menimbulkan kematian
24-72 jam
Dikuat Gangguan lensa mata dan
dinding saluran usus, gelisah,
mengurangi sensiti vitas
Lebih ringan dari pada
parakuat
terhadap rangsangan.
Dikuat atau
parakuat
Iritasi pada membran mukosa
mulut, kerongkongan
dan perut, muntah, iritasi kulit
dan rasa terbakar, mimisan,
radang pada mulut dan saluran
pernafasan
atas.
Dosis tinggi
Klorfenoksi
herbisida
Iritasi tingkat sedang pada kulit
dan membran mukosa, rasa
terbakar pada hidung, sinus dan
dada, batuk, pusing. Iritasi perut,
muntah, perut dan dada, sakit,
diare, pusing, bingung, bizar,
tidak sadar
Kontak dalam jangka lama
akan menghilangkan pigmen
kulit
Dalam tubuh hanya tinggal
dalam waktu singkat
Herbisida arsenik :
Ansar & motar
Pertumbuhan berlebih pada
epidermis, pengelupasan kulit,
produksi cairan berlebih pada
muka, kelopak
mata dan pergelangan kaki, garis
putih pada kuku, kehilangan
kuku, rambut rontok, bercak
merah pada
membran mukosa.
Kerusakan saluran pencernaan:
radang mulut dan
kerongkongan, perut rasa nyeri
terbakar, haus,
muntah, diare berdarah.
Kerusakan sistem saraf pusat:
pusing, sakit kepala,
Oral
Keracunan berat:
Bau bawang putih pada
pemafasan dan feses.
Gejala mulai muncul 1-3 jam
sejak
paparan.
Kematian terjadi setelah 1-3
hari
kemudian biasanya akibat
kegagalan
sistem sirkulasi
lemah, kejang otot, suhu tubuh
turun, lamban,
mengigau, koma, kejang-kejang
Kerusakan hati: kulit kuning
Kerusakan darah: pengurangan
set darah merah, putih
dan platelet darah.
3 Fungisida Iritasi pada membran mukosa Dermal, inhalasi, oral
Pengawet kayu
Kreosot (coal tar)
Iritasi kulit hingga dermatitis,
Iritasi mata dan saluran
pemafasan, kerusakan hati parah
Sakit kepala, pusing, mual,
muntah, timbul bercak biru
kehitaman-hijau kecoklatan pd
kulit.
Oral
Dermal
Pentaklorofenol Iritasi kulit, mata dan saluran
pemafasan
menimbulkan rasa kaku pada
hidung, tenggorokan gatal,
keluar air mata, berjerawat.
Demam, sakit kepala, mual,
berkeringat banyak,
hilangnya koordinasi, kejang-
kejang, demam tinggi, kejang
otot dan tremor, sulit bernafas,
konstriksi dada, nyeri perut dan
muntah, gelisah, eksitasi dan
bingung, haus hebat, kolaps.
Dermal
Oral
Arsenik Mual, sakit kepala, diare, nyeri
perut, pusing, kejang otot,
mengigau, kejang-kejang
Berdampak pada sistem saraf
pusat, paru-paru, jantung dan
hati. Gejala muncul 1-
beberapa jam setelah paparan.
Kematian terjadi setelah 1-3
hari setelah paparan
(tergantung dosis)
4 Rodentisida:
Kumarin Kronis: sakit kepala menetap,
sakit perut, salivasi, demam
iritasi saluran pemafasan atas.
Perdarahan pada hidung, gusi,
kencing berdarah, feses
berlendir, timbul bercak biru
kehitaman-hijau
kecoklatan pd kulit.
Indadion Kerusakan saraf, jantung dan
sistem sirkulasi,
hemoragi, kematian pada hewan.
Pada manusia belum ada dampak
yang dilaporkan
Seng sulfat Diare, nyeri perut, mual, muntah,
sesak, tereksitasi, rasa dingin,
hilang kesadaran, edema paru,
iritasi hebat, kerusakan paru-
paru, hati, ginjal dan sistem
saraf pusat, koma kematian
Strikhnin Kerusakan sistem saraf dalam
20-30 menit: kejangkejang
hebat,kesulitan pernafasan,
meninggal.
5 Fumigan Sakit kepala, pusing. mual,
muntah
Sulfur florida Depresi, sempoyongan, gagap,
mual, muntah, nyeri lambung.
gelisah, mati rasa, kedutan,
kejang-kejang, nyeri dan rasa
dingin di kulit, kelumpuhan
pemafasan
Fosfm Rasa dingin, nyeri dada, diare,
muntah, batuk, dada sesak, sukar
bernafas. lemas, haus dan
gelisah,nyeri lambung, hilangnya
koordinasi, kulit kebiruan, nyeri
tungkai, perbesaran pupil, timbul
cairan pada paruparu,
pingsan, kejang-kejang, koma
dan kematian
Halokarbon Kulit kemarahan, melepuh dan
pecah-pecah menimbulkan kulit
kasar dan iuka.
Nyeri perut, lemah, gagap,
bingung, tremor,
kejangkejangseperti epilepsi
Tanda Peringatan pada Label Kemasan Pestisida
No Tanda peringatan Label kemasan
1 I.a. Sangat berbahaya sekali Coklat tua
2 I.b. Sangat berbahaya Merah tua
3 II. Berbahaya Kuning tua
4 III. Cukup berbahaya Biru tua
Tanda-tanda Peringatan
Semua pestisida toksik. Perbedaan toksisitas adalah pada derajat atau tingkat toksisitas. Pestisida
akan berbahaya jika tejadi paparan yang berlebih. Pada label kemasan pestisida terdapat 4 tanda-
tanda peringatan yang menunjukkan derajat pestisida tersebut. Tanda peringatan ini
menunjukkan potensi resiko pengguna pestisida bukan keampuhan produk pestisida.
Petunjuk yang Harus Diikuti bagi Pengguna Pestisida
1. Selalu menyimpan pestisida dalam wadah asli yang berlabel.
2. Jangan menggunakan mulut untuk meniup lubang pada alat semprot.
3. Jangan makan, minum atau merokok pada tempat penyemprotan dan sebelum mencuci tangan.
Penanganan Keracunan Pestisida
Setiap orang yang pekerjaannya sering berhubungan dengan pestisida seperti petani, buruh
penyemprot dan Iain-lain harus mengenali gejala dan tanda keracunan pestisida dengan baik.
Tindakan pencegahan lebih baik dilakukan untukmenghindari keracunan. Setiap orang yang
berhubungan dengan pestisida harus memperhatikan hal- hal berikut:
1. Kenali gejala dan tanda keracunan pestisida dan pestisida yang sering digunakan.
2. Jika diduga keracunan, korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat.
3. Identifikasi pestisida yang memapari korban, berikan informasi ini pada rumah sakit atau
dokter yang merawat.
4. Bawa label kemasan pestisida tersebut. Pada label tertulis informasi pertolongan pertama
penanganan korban.
5. Tindakan darurat dapat dilakukan sampai pertolongan datang atau korban dibawa ke rumah
sakit.
Pertolongan Pertama yang Dilakukan
1. Hentikan paparan dengan memindahkan korban dan sumber paparan, lepaskan pakaian korban
dan cuci/mandikan korban
2. Jika terjadi kesulitan pernafasan maka korban diberi pernafasan buatan. Korban diinstruksikan
agar tetap tenang. Dampak serius tidak terjadi segera, ada waktu untuk menolong korban
3. Korban segera dibawa ke rumah sakit atau dokter terdekat. Berikan informasi tentang pestisida
yang memapari korban dengan membawa label kemasan pestisida
4. Keluarga seharusnya diberi pengetahuan/ penyuluhan tentang pesticida sehingga jika terjadi
keracunan maka keluarga dapat memberikan pertolongan pertama.