36
MU’AMALAH DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS AGAMA ISLAM DISUSUN OLEH: ALDI FIRDAUS (14.7967) DESTIANA FITRI (14.8070) YUNITA WULANDARI (14.8442) 1B SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK 2014

Makalah kelompok 5 MUAMALAH.pdf

  • Upload
    desticc

  • View
    436

  • Download
    198

Embed Size (px)

Citation preview

  • MUAMALAH

    DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS AGAMA ISLAM

    DISUSUN OLEH:

    ALDI FIRDAUS (14.7967)

    DESTIANA FITRI (14.8070)

    YUNITA WULANDARI (14.8442)

    1B

    SEKOLAH TINGGI ILMU STATISTIK

    2014

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

    berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Penulisan

    makalah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memenuhi

    tugas agama Islam. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari

    berbagai pihak penyusunan makalah ini sangatlah sulit bagi penulis untuk

    menyelesaikannya. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

    1. Bapak Muhammad Syukur, S.Ag. M.A. selaku dosen agama Islam

    2. Teman-teman 1B atas perilakunya

    Special thanks for my great parents, tremendous brother & her for all attention

    Penulis pun menyadari akan masih banyaknya kekurangan dalam makalah

    ini. Oleh karena itu penulis sangat mengapresiasikan apabila terdapat kritik

    ataupun saran yang dapat membangun untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya.

    Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak.

    Jakarta, November 2014

    Tim Penulis

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    3

    DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .................................................................................... i

    Daftar Isi ......................................................................................................... ii

    Bab I Pendahuluan ........................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

    1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1

    1.3 Tujuan Masalah ................................................................................ 1

    Bab II Pembahasan ........................................................................................... 2

    2.1 Pengertian Muamalah ...................................................................... 2

    2.2 Kedudukan Muamalah ................................................................... 3

    2.3 Urgensi Muamalah .......................................................................... 4

    2.4 Tujuan Muamalah ........................................................................... 6

    2.5 Ruang lingkup Muamalah ............................................................... 7

    2.6 Pelaksanaan Muamalah .................................................................... 10

    2.6.1 Jual Beli .................................................................................. 10

    2.6.2 Pernikahan .............................................................................. 16

    Bab III Kesimpulan dan Saran ......................................................................... 33

    3.1 Kesimpulan ....................................................................................... 33

    3.2 Saran ................................................................................................. 33

    Daftar Pustaka ................................................................................................ 34

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    4

    Bab I

    Pendahuluan

    1.1. Latar Belakang

    Islam adalah cara hidup, dan cara hidup yang ditampilkan adalah cara

    hidup yang lengkap dan sempurna. Semua tata cara kehidupan, rencana dan

    berbagai sifatnya disandarkan kepada al-Quran dan as-Sunnah, sementara segala

    permasalahan yang tidak disebut secara terang atau masih diperselisihkan akan

    ditentukan secara ijma oleh para ulama yang muktabar dan qiyas. Ulama telah

    memperincikan lima bidang utama dalam menetapkan kaedah hukum yaitu:

    Ibadat, Jinayat (yang juga dikenal sebagai Uqubat), Munakahat dan Muamalat.

    Dan setiap satu bidang itu mempunyai fiqih tersendiri.

    Pelaksanaan yang berdasarkan atas kaidah Fiqh dan syariat inilah yang

    akan menghasilkan natijah yang benar seperti mengelak penindasan dan penipuan,

    di samping membentuk jati diri menjadi manusia yang jujur, amanah, adil, tulus,

    membantu fakir miskin dan dari sinilah keindahan Islam dapat kita rasakan

    bersama. Dalam hidup bermasyarakat, manusia selalu berhubungan satu sama

    lain, disadari atau tidak, untuk mencukupkan kebutuhan-kebutuhan hidupnya.

    Pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya

    dengan orang-orang lain disebut muamalat.

    1.2. Pembatasan Masalah

    1. Arti, kedudukan dan Urgensi Muamalah

    2. Tujuan dan ruang lingkup Muamalah

    3. Pelaksanaan Muamalah (Jual Beli dan Pernikahan) dan hikmahnya

    1.3. Tujuan Penulisan

    1. Menjelaskan pengertian, kedudukan serta ruang lingkup muamalah.

    2. Menjelaskan bagaimana pelaksanaan Jual Beli dan pernikahan sebagai

    contoh dari kegiatan muamalah.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    5

    Bab II

    Pembahasan

    2.1. Pengertian Muamalah

    Dari segi bahasa, muamalah berasal dari kata - - (aamalaa,

    yuamilu, muamalat) yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain,

    hubungan kepentingan. Sedangkan pengertian harfiahnya adalah suatu aktivitas

    yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang lain atau beberapa orang dalam

    memenuhi kebutuhan masing-masing. Kata seseorang dalam definisi di atas

    adalah orang/manusia yg sudah mukallaf, yg dikenai beban taklif, yaitu orang

    yang telah berakal baligh dan cerdas. Pengertian Muamalah dari segi istilah dapat

    diartikan dengan arti yang luas dan dapat pula dengan arti yang sempit.

    Definisi muamalah dalam arti luas adalah aturan aturan (hukum) Allah

    untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam

    pergaulan social. Muamalah dalam arti luas menurut beberapa tokoh :

    Menurut Ad-Dimyathi :

    Suatu aktivitas keduniaan untuk mewujudkan keberhasilan akhirat

    Menurut Yusuf Musa :

    Peraturan-peraturan Allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup

    bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia

    Segala peraturan yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia

    dengan manusia dalam kehidupannya

    Sedangkan dalam arti yang sempit adalah pengertian muamalah yaitu

    muamalah adalah semua transaksi atau perjanjian yang dilakukan oleh manusia

    dalam hal tukar menukar manfaat. Muamalah dalam arti sempit menurut beberapa

    tokoh :

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    6

    Khudhari Byk

    Semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya

    Rasyid Ridha :

    Tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara yang

    ditentukan

    Berikut pengertian muamalah menurut beberapa tokoh :

    Menurut Louis Maluf, pengertian muamalah adalah hukum-hukum syara

    yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli,

    perdagangan, dan lain sebagainya.

    Menurut Ahmad Ibrahim Bek, menyatakan muamalah adalah peraturan-

    peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti

    perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi,

    peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum

    ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global

    dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di

    antara mereka.

    Dari berbagai pengertian muamalah tersebut, dipahami bahwa muamalah

    adalah segala peraturan yang mengatur hubungan antara sesama manusia, baik

    yang seagama maupun tidak seagama, antara manusia dengan kehidupannya, dan

    antara manusia dengan alam sekitarnya.

    2.2. Kedudukan Muamalah

    Muamalat dengan pengertian pergaulan hidup tempat setiap orang

    melakukan perbuatan dalam hubungan dengan orang-orang lain yang

    menimbulkan hubungan hak wajib itu merupakan bagian terbesar dalam hidup

    manusia. Oleh karenanya agama Islam menempatkan bidang muamalat ini

    sedemikian penting, sampai hadis Nabi mengajarkan bahwa agama adalah

    muamalat. Muamalat dengan pengertian terbatas seperti dikemukakan fuqaha

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    7

    merupakan bagian terbesar dalam hidup manusia. Meskipun demikian, hukum

    Islam dalam memberikan aturan-aturan dalam bidang muamalat bersifat amat

    longgar, guna memberi kesempatan perkembangan-perkembangan hidup manusia

    dalam bidang ini. Hukum Islam memberi ketentuan bahwa pada dasarnya pintu

    perkembangan muamalat senantiasa terbuka, tetapi perlu diperhatikan agar

    perkembangan itu jangan sampai menimbulkan kesempitan-kesempitan hidup

    pada suatu pihak oleh karena adanya tekanan-tekanan pihak lain.

    Meskipun bidang muamalat langsung menyangkut pergaulan hidup yang

    bersifat duniawi, tetapi nilai-nilai agama tidak dapat dipisahkan, yang berarti

    bahwa pergaulan hidup duniawi itu akan mempunyai akibat-akibat di akhirat

    kelak. Nilai-nilai agama dalam bidang muamalat itu dicerminkan dalam adanya

    hukum halal dan haram yang selalu diperhatikan, misalnya akad jual beli adalah

    muamalat yang halal, dan akad utang-piutang dengan riba adalah muamalat yang

    haram dan sebagainya.

    Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedudukan muamalat dalam Islam

    diantaranya yaitu:

    a. Islam memberikan aturan-aturan yang longgar dalam bidang muamalat,

    karena bidang tersebut amat dinamis, mengalami perkembangan.

    b. Meskipun demikian, Islam memberikan ketentuan agar perkembangan di

    bidang muamalat tersebut tidak menimbulkan ke-madharat-an atau

    kerugian salah satu pihak.

    c. Meskipun bidang muamalat berkaitan dengan kehidupan duniawi, namun

    dalam praktiknya tidak dapat dipisahkan dengan akhirat, sehingga dalam

    ketentuannya mengandung aspek halal, haram, sah, rusak dan batal.

    2.3 Urgensi Muamalah

    Husein Shahhathah (Al-Ustaz Universitas Al-Azhar Cairo) dalam

    buku Al-Iltizam bi Dhawabith asy-Syariyah fil Muamalat Maliyah (2002)

    mengatakan, Fiqh muamalah ekonomi, menduduki posisi yang sangat penting

    dalam Islam. Tidak ada manusia yang tidak terlibat dalam aktivitas muamalah,

    karena itu hukum mempelajarinya wajib ain (fardhu) bagi setiap muslim.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    8

    Husein Shahhatah, selanjutnya menulis, Dalam bidang muamalah

    maliyah ini, seorang muslim berkewajiban memahami bagaimana ia bermuamalah

    sebagai kepatuhan kepada syariah Allah SWT. Jika ia tidak memahami

    muamalah maliyah ini, maka ia akan terperosok kepada sesuatu yang diharamkan

    atau syubhat, tanpa ia sadari. Seorang Muslim yang bertaqwa dan takut kepada

    Allah SWT, harus berupaya keras menjadikan muamalahnya sebagai amal shaleh

    dan ikhlas untuk Allah SWT semata. Memahami/mengetahui hukum muamalah

    maliyah wajib bagi setiap muslim, namun untuk menjadi ahli dalam bidang ini

    hukumnya fardhu kifayah.

    Oleh karena itu, Khalifah Umar bin Khattab berkeliling pasar dan berkata :

    Tidak boleh berjual-beli di pasar kita, kecuali orang yang benar-benar telah

    mengerti fiqh (muamalah) dalam agama Islam (H.R.Tarmizi).

    Berdasarkan ucapan Umar di atas, maka dapat dijabarkan lebih lanjut

    bahwa umat Islam Tidak boleh beraktifitas bisnis, Tidak boleh berdagang, Tidak

    boleh beraktivitas per-bankan, Tidak boleh beraktifitas asuransi, Tidak boleh

    beraktifitas pasar modal, Tidak boleh beraktifitas koperasi, Tidak boleh

    beraktifitas pegadaian, Tidak boleh beraktifitas reksadana, Tidak boleh

    beraktifitas bisnis MLM, Tidak boleh beraktifitas jual-beli, Tidak boleh

    berkegiatan ekonomi

    apapun, kecuali faham fiqh muamalah. Sehubungan dengan itulah Dr.Abdul Sattar

    menyimpulkan muamalat adalah inti terdalam dari tujuan agama Islam untuk

    mewujudkan kemaslahatan manusia.

    Dalam konteks ini Allah berfirman :

    ( )

    )

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    9

    Saudara mereka, Syuaib. Ia berkata, Hai Kaumku sembahlah Allah, sekali-kali

    Tiada Tuhan bagimu selain Dia. Dan Janganlah kamu kurangi takaran dan

    timbangan. Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik.

    Sesungguhnya aku khawatir terhadapmu akan azab hari yang membinasakan

    (kiamat). Dan kepada penduduk Madyan, Kami utus dan Syuaib berkata, Hai

    kaumku sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Janganlah kamu

    merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan janganlah kamu membuat

    kejahatan di muka bumi dengan membuat kerusakan. (Hud : 84,85)

    2.4 Tujuan Muamalah

    1. yaitu supaya didalam kehidupan manusia tidak akan berlaku sesuatu

    kecurangan seperti rampas-merampas,ceroboh-menceroboh pada

    pemilikan serta tipudaya dan sebagainya.

    2. Kehendak manusia itu sendiri ialah meletakkan manusia nilai dan taraf

    yang tinggi sehingga beroleh keredhaan Allah di dunia dan di akhirat.

    3. Muamalat juga menentukan peraturan-peraturan berusaha dan bekerja

    untuk manusia dengan jalan yang halal.

    Sabda Rasulullah s.a.w : maksudnya :

    Daripada Abdullah bin An Nukman bin Basyir r.anhuma katanya :

    Aku telah mendengar Rasullullah s.a.w bersabda : Sesungguhnya yang halal itu

    telah nyata (jelas hukumnya) dan yang haram itu juga telah nyata (jelas

    hukumnya) dan di antara kedua-duanya (halal dan haram) itu terdapat perkara-

    perkara syubhah (yang tidak jelas akan kehalalan dan keharamannya) yang tidak

    di ketahui oleh ramai manusia, maka barangsiapa yang berjaga-jaga dari perkara-

    perkara yang syubhah sesungguhnya ia telah membebaskan dirinya dengan agama

    dan kehormatannya dan barangsiapa yang terjatuh ke dalam perkara-perkara yang

    syubhah maka sesungguhnya ia telah terjatuh ke dalam perkara-perkara yang

    haram, seumpama pengembala yang mengembala di sekitar padang rumput yang

    berpagar hampir- hampir binatang gembalaannya masuk dan memakan rumput-

    rampai yang berpagar ini . Maka ketahuilah sesungguhnya bagi setiap raja itu ada

    padanya kawasan larangan dan ketahuilah bahawa sesungguhnya kawasan

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    10

    larangan Allah adalah perkara - perkara yang telah di haramkannya . Dan

    ketahuilah sesungguhnya di dalam tubuh itu terdapat satu ketul daging, jika ia

    baik maka baiklah keseluruhan tubuh dan sekiranya ia rusak maka rusak pulalah

    keseluruhan jasad, sesungguhnya ia adalah hati."

    (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim)

    2.5. Ruang Lingkup Muamalah

    Secara garis besar ruang lingkup fiqih muamalah adalah seluruh kegiatan

    muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan-

    peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib, sunnah, haram, makruh

    dan mubah. hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut

    urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertikal antara manusia dengan

    Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.

    Menurut Ibnu Abidin, fiqih muamalah terbagi menjadi 5 (lima) bagian,

    yaitu:

    a. Muawadlah maaliyah (hukum kebendaan).

    b. Munakahat (hukum perkawinan).

    c. Muhasanat ( hukum acara).

    d. Amanat dan Aryah (pinjaman).

    e. Tirkah (harta peninggalan).

    Al Fikri dalam kitabnya Al Muamalah Al Madiyah wa Al Adabiyah

    menyatakan bahwa muamalah dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu:

    1. Al-Muamalah Al-Adabiyah

    Al Muamalah Al Abdiyah adalah muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar

    menukar benda, yang bersumber dari panca indera manusia, yang unsur

    penegakannya adalah hak dan kewajiban. Hal-hal yang termasuk Al-

    Muamalah Al-Adabiyah adalah ijab kabul, saling meridhai, tidak ada

    keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang,

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    11

    penipuan, pemalsuan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indera manusia

    yang ada kaitannya dengan peredaran harta.

    2. Al Muamalah Al Madiyah

    Al Muamalah Al Madiyah adalah muamalah yang mengkaji obyeknya. Oleh

    karena itu, sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa Al Muamalah Al

    Madiyah adalah muamalah yang bersifat kebendaan, karena obyek fiqih

    muamalah adalah benda, yang halal, haram dan syubhat untuk

    diperjualbelikan, benda-benda yang memadharatkan dan benda yang

    mendatangkan kemaslahatan bagi manusia serta segi-segi yang lainnya.

    Ruang lingkup hukum muamalah di dalam fiqih biasanya dimasukkan di

    dalam bab fashal mengenai buyu, jamak dari bai yang berarti jual beli mencakup

    tentang perikatan-perikatan di antara sesama anggota masyarakat dalam masalah

    kebendaan meliputi antara lain:

    1. Al-bai at-Tijarah (Jual beli) menurut bahasa adalah memberikan sesuatu

    kepada orang lain dengan imbalan sesuatu yang lain. Sedangkan menurut

    syara adalah memberikan suatu benda kepada orang lain dengan imbalan

    benda yang lain menurut ketentuan yang khusus.

    2. rahn (Gadai). yaitu menjadikan sesuatu benda yang bisa diperjualbelikan

    untuk kepercayaan atas hutangnya dan apabila tidak bisa membayar

    hutangnya maka pembayarannya diambilkan dari benda tersebut.

    3. Kafalah (Jaminan/ tanggungan). yaitu menjaminkan sesuatu atas hutang yang

    menjadi tanggungannya, baik yang tetap atau sudah dialihkan kepada pihak

    lain.

    4. Hiwalah (Pemindahan utang). yakni mengalihkan hutangnya seorang debitur

    kepada orang lain yang berhutang kepada dirinya.

    5. Taflis (Jatuh bangkit). orang yang pailit disebut muflis yaitu orang yang

    mempunyai hutang kepada orang lain yang sudah jatuh tempo dan hutang

    tersebut melebihi jumlah hartanya.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    12

    6. Al hajru (Batas bertindak). adalah larangan bagi seseorang untuk mengelola

    kekayaan karena masih kecil atau akalnya tidak sempurna.Allah melarang

    memberi harta kepada para pemilik yang tidak mampu mengelola hartanya

    dengan baik. Seperti anak yatim yang belum baligh, orang yang bodoh, dan

    orang yang padir.

    7. Asy-syirkah (Perseroan atau perkongsian). ada dua macam yaitu: (1)

    kepemilikan bersama atas suatu barang oleh dua orang baik berupa warisan

    atau dari pembelian, (2) persekutuan untuk menjalankan perdagangan barang

    yang dimiliki berdua.

    8. Al-mudharabah (Perseroan harta dan tenaga). adalah akad (transaksi) antara

    dua pihak dimana salah satu pihak menyerahkan harta kepada yang lain agar

    diperdagangkan dengan pembagian keuntungan diantara keduanya sesuai

    dengan kesepakatan.

    9. Mukhorobah. adalah perikatan antara pemilik lahan dan penggarap dengan

    bibit dari pemilik lahan.

    10. Ijarah, yaitu memberikan manfaat atas suatu barang untuk digunakan orang

    lain dengan membayar ongkos tertentu.

    11. Musaqah (Pembagian hasil pertanian), yaitu perjanjian antara pemilik lahan

    dengan penggarap untuk mengolah, merawat dan menyirami dengan

    perjanjian hasil yang diperoleh dibagi antara mereka berdua.

    12. Muzaraah, (Kerjasama dalam perdagangan) adalah perikatan antara pemilik

    lahan dengan penggarap akan tetapi bibit tanaman dari penggarap

    13. asy-syufah (Gugatan). yaitu hak mendahului untuk membeli atas barang

    yang dijual oleh teman persekutuannya dalam penjualan tanah dan barang

    yang ada di atasnya seperti bangunan dan tumbuh-tumbuhan.

    14. al-jialah (Sayembara), hadiah atau pemberian seseorang dalam jumlah

    tertentu kepada orang yang mengerjakan perbuatan khusus.

    15. al-hibbah (Pemberian). Hibah adalah akad pemberian harta milik seseorang

    kepada orang lain diwaktu ia hidup tanpa adanya imbalan sebagai tanda kasih

    sayang.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    13

    16. al-ibra (Pembebasan), pembebasan dr tanggung jawab atas suatu tanggungan

    17. Ash-Shulhu (perdamaian bisnis), akad berupa perjanjian diantara dua orang

    yang berselisih atau berperkara untuk menyelesaikan perselisihan diantara

    keduanya.

    18. Beberapa masalah muashirah (mukhadisah), seperti masalah bunga bank,

    asuransi, kredit, dan masalah lainnnya.

    19. ariyah (Pinjaman barang), memberikan manfaat sesuatu yang halal kepada

    yang lain untuk diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zatnya, agar

    zat barang itu dapat dikembalikan.

    20. al-ijarah (Sewa menyewa), yaitu memberikan manfaat atas suatu barang

    untuk digunakan orang lain dengan membayar ongkos tertentu

    21. wadiah (Penitipan barang), titipan murni dari satu pihak ke pihak yang lain,

    baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan

    kapan saja si penitip menghendakinya.

    22. Waqaf, yaitu menanam suatu benda yang bisa diambil manfaatnya dan

    bersifat tetap untuk satu tasharruf tertentu saja.

    23. Iqrar (Pengakuan), yaitu pengakuan seseorang atas suatu hak yang menjadi

    tanggungannya.

    24. Washiat, yaitu pemberian suatu hak kebendaan yang digantungkan setelah

    pemilik benda tersebut mati.

    2.5 Pelaksanaan Muamalah

    2.6.1 Jual Beli

    Jual beli dalam bahasa Arab menggunakatan kata al-bay yang berarti

    menjual, mengganti, atau menukar (sesuatu dengan sesuatu yang lain). Dalam

    fikih muamalah, jual beli diartikan dengan kegiatan tukar-menukar harta dengan

    harta yang lain dalam bentuk pemindahan milik dan kepemilikan melalui cara

    tertentu yang bermanfaat. Ciri khas tukar-menukar harta dalam kegiatan jual beli

    ini adalah bersifat perpindahan kepemilikan, tidak sekadar sewa-menyewa.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    14

    Hukum dasar jual beli adalah halal/mubah, tetapi dalam kondisi- kondisi tertentu

    bisa berubah menjadi wajib, sunah, makruh, bahkan haram. Dalam Al-Quran

    Allah berfirman:

    :

    Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta

    sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang

    berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu . . . . (Q.S. an-Nisa ; 4 : 29)

    Aturan-Aturan Syari Dalam Jual Beli

    Jual beli dianggap sah dan tidak bertentangan dengan ketentuan syari jika

    memenuhi rukun dan syarat-syarat tertentu. Rukun jual beli, yaitu harus ada

    penjual, pembeli, barang yang diperjualbelikan, alat tukar (uang), dan akad ijab

    kabul atau serah terima. Berdasarkan rukun jual beli tersebut, jumhur ulama

    menetapkan syarat-syarat tertentu sebagai berikut.

    1. Syarat Orang yang Berakad

    Berakal sehingga jual beli yang dilakukan oleh orang gila hukum- nya

    tidak sah.

    Orang yang melakukan akad adalah orang yang berbeda. Maksudnya,

    seseorang yang sama dalam waktu yang ber- samaan tidak dapat bertindak

    sebagai pen- jual dan pembeli.

    2. Syarat Ijab Kabul Ijab kabul saat ini telah mengalami perkembangan. Bahkan,

    kita bisa memanfaatkan teknologi, seperti ponsel dan internet. Di antara

    syaratnya, yaitu terjadi kesepakatan antara penjual dan pembeli dengan lafal

    yang dapat dipahami. Selain itu, juga ada informasi tertentu tentang keadaan

    barang dengan jelas. Jika pihak pembeli menyatakan menerima, akad

    dianggap telah terjadi.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    15

    2. Syarat Barang yang Diperjualbelikan

    Barang itu ada atau jika tidak ada di tempat, penjual tetap menyatakan

    kesanggupannya untuk mengadakan barang tersebut.

    Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia.

    Milik sah penjual atau orang yang mewakilkan.

    Bisa diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu yang disepakati

    bersama ketika transaksi berlangsung.

    3. Syarat Nilai Tukar

    Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlah- nya.

    Bisa diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum.

    Jika jual beli itu dilakukan secara barter (muqayyadah), barang yang

    dijadikan nilai tukar bukan barang yang diharamkan syara.

    Inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang

    yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu

    menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau

    ketentuan yang telah dibenarkan syara dan disepakati.

    Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan-

    persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli

    sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai

    dengan kehendak syara.

    Benda dapat mencakup pengertian barang dan uang, sedangkan sifat benda

    tersebut harus dapat dinilai, yakni benda-benda yang berharga dan dapat

    dibenarkan penggunaannya menurut syara. Benda itu adakalanya bergerak

    (dipindahkan) dan adakalanya tetap (tidak dapat dipindahkan), ada yang dapat

    dibagi-bagi, adakalanya tidak dapat dibagi-bagi, ada harta yang ada

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    16

    perumpamaannya (mistli) dan tak ada yang menyerupainya (qimi) dan yang lain-

    lainnya. Penggunaan harta tersebut dibolehkan sepanjang tidak dilarang syara.

    Benda-benda seperti alkohol, babi, dan barang terlarang lainnya

    haramn diperjualbelikan sehingga jual beli tersebut dipandang batal dan jika

    dijadikan harga penukar, maka jual beli tersebut dianggap fasid.

    Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang

    bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus. Jual Beli dalam arti umum ialah

    suatu perikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan.

    Perikatan adalah akad yang mengikat dua belah pihak. Tukar-menukar yaitu salah

    satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak

    lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah

    dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya

    atau bukan hasilnya.

    Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar-menukar sesuatu yang bukan

    kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik, penukarannya

    bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika

    (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada di hadapan si

    pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui terlebih dahulu.

    Macam-macam Jual Beli

    Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya,

    jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut

    hukum, dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli.

    Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan

    pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi tiga bentuk:

    1. Jual beli benda yang kelihatan

    2. Jual beli yang disebutkan sifat-sifat dalam janji, dan

    3. Jual beli benda yang tidak ada.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    17

    Selain pembelian di atas, jual beli juga ada yang dibolehkan dan ada yang

    dilarang jual beli yang dilarang juaga ada yang batal ada pula yang terlarang tetapi

    sah. Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:

    1. Barang yang hukumnya najis menurut agama, seperti anjing, babi, bangkai

    dll

    2. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan

    dengan betina agar dapat memperoleh keturunan.

    3. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.

    4. Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun,

    maksud muhaqallah di sini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di

    ladang atau di sawah.

    5. Jual beli dengan mukhadharah, yaitu menjual buah-buahan yang belum

    pantas untuk dipanen, seperti menjual rambutan yang masih hijau.

    6. Jual beli dengan muammassah, yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.

    7. Jual beli dengan munabadzah yaitu jual beli secara lempar-melempar,

    seperti seseorang berkata, lemparkan padaku apa yang ada padamu dan

    sebaliknya.

    8. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah

    yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah.

    9. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjualbelikan.

    10. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jaual beli ini hampir sama dengan

    jual beli menentukan dua harga, hanya saja di sini di anggap sebagai

    syarat, seperti seseorang berkata, aku jual rumahku yang butut ini dengan

    syarat kamu mau menjual mobilmu padaku.

    11. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan

    terjadi penipuan.

    12. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual.

    13. Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    18

    Sedangkan jual beli yang dilarang oleh agama, tetapi sah hukumnya, tetapi

    yang melakukannya mendapat dosa. Jual beli tersebut antara lain:

    1. Menemui orang-orang desa sebelum mereka masuk ke pasar untuk

    membeli benda-bendanya dengan harga yang semurah-murahnya, sebelum

    mereka tahu harga pasaran, kemudian ia jual dengan harga yang setinggi-

    tingginya.

    2. Menawar barang yang sedang ditawar oleh orang lain.

    3. Jual beli dengan Najasyi, ialah seseorang menambah atau melebihi harga

    temannya dengan maksud memancing-mancing orang itu mau membeli

    barang kawannya.

    4. Menjual di atas penjualan orang lain.

    Hikmah Jual Beli

    1. Allah swt mensyariatkan jual beli sebagai pemberian keluangan dan

    keleluasaan kepada hamba-hambaNYa

    2. Kehidupan menjadi terjamin dan tertib karena masing-masing bangkit

    untuk menghasilkan sesuatu yang menjadi sarana hidup.

    3. Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya

    dengan ikhlas dan menerima uang, sedangkan pembeli menerima barang

    dagangan dengan puas pula. Dengan demikian, jual beli juga mampu

    mendorong untuk saling bantu antara keduanya dalam kebutuhan sehari-

    hari.

    2.6.2 Pernikahan

    Allah menjadikan pernikahan sebagai sarana untuk berkasih sayang dan

    untuk mendapatkan ketentraman antara seorang laki-laki dan wanita. Allah

    berfirman:

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    19

    Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untuk kalian

    isteri-isteri dari jenis kalian sendiri, supaya kalian cenderung dan merasa

    tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antara kalian rasa kasih dan sayang.

    Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

    kaum yang berfikir.(Q.S. Ar-Rum: 21)

    Pernikahan merupakan Sunnah para Rasul. Allah berfirman:

    Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelummu, dan Kami

    memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan.(Q.S. Ar-Rad: 38)

    Hukum Nikah

    1. Wajib

    Menikah wajib hukumnya bagi seseorang yang memiliki syahwat besar dan

    khawatir dirinya akan terjerumus pada perzinaan, jika ia tidak segera menikah.

    Dengan pernikahan akan dapat menjaga kehormatannya.

    2. Sunnah

    Menikah mustahab hukumnya bagi seorang yang berhasrat, namun ia tidak

    dikhawatirkan terjerumus pada perzinaan. Meskipun demikian menikah lebih

    utama baginya daripada ia melakukan ibadah-ibadah sunnah.

    3. Makruh

    Menikah makruh hukumnya bagi seorang yang belum berkeinginan untuk

    menikah dan ia juga belum mampu untuk menafkahi orang lain. Maka

    hendaknya ia mempersiapkan bekal untuk menikah terlebih dahulu.

    4. Haram

    Menikah haram hukumnya bagi seorang yang akan melalaikan isterinya dalam

    hal jima dan nafkah, atau karena ketidak mampuannya dalam hal tersebut.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    20

    Pernikahan Yang Dilarang

    1. Nikah Mutah

    Nikah mutah adalah seorang laki-laki menikah dengan seorang wanita

    pada batas waktu tertentu; sehari, dua hari, sebulan, setahun, atau lebih,

    tergantung kesepakatan bersama dengan imbalan uang atau harta lainnya

    yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak wanita.

    2. Nikah Syighar

    Nikah syighar adalah seseorang yang menikahkan putrinya, saudara

    perempuannya, atau wanita lain yang ia memiliki hak perwalian atasnya,

    dengan syarat orang lain (calon suami) tersebut bersedia menikahkan

    putrinya atau saudara perempuannya dengannya. Pernikahan semacam ini

    adalah rusak (tidak sah) dan haram, menurut kesepakatan para ulama.

    Baik itu maharnya disebutkan atau tidak.

    3. Nikah Muhallil

    Nikah Muhallil adalah seorang laki-laki menikahi wanita yang telah

    ditalak tiga oleh suaminya dan telah selesai masa iddahnya, dengan niat

    agar wanita tersebut menjadi halal bagi suami yang pertama. Dan yang

    diperhitungkan dalam hal ini adalah niat suami yang kedua (muhallil).

    Pernikahan semacam ini adalah rusak (tidak sah) dan diharamkan, menurut

    Jumhur ulama.

    Mahram

    Mahram adalah wanita yang haram untuk dinikahi. Wanita yang akan

    dinikahi oleh seorang laki-laki haruslah wanita yang tidak termasuk dalam

    golongan mahram. Mahram terbagi menjadi dua, yaitu :

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    21

    A. Mahram Muabbad

    Mahram muabbad adalah wanita yang haram dinikahi untuk selama-

    lamanya. Antara seseorang dengan mahram muabbadnya diperbolehkan

    untuk bercampur baur (ikhtilath), berdua-duaan (khalwat), menemani

    dalam safar, dan berjabat tangan. Mahram muabbad ada tiga, antara lain :

    a. Karena hubungan keturunan (nasab)

    Para ulama telah bersepakat bahwa mahram karena nasab ada tujuh,

    yaitu :

    1. Ibu terus ke atas

    Yang masuk dalam kategori ini adalah semua wanita yang memiliki

    hubungan melahirkan walaupun jauh, yaitu; ibu, nenek dari bapak

    maupun dari ibu, ibunya nenek, dan seterusnya ke atas.

    2. Anak perempuan terus ke bawah

    Yang masuk dalam kategori ini adalah semua wanita yang memiliki

    hubungan kelahiran, yaitu; anak perempuan, cucu perempuan dari anak

    perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan seterusnya ke

    bawah.

    3. Saudara perempuan dari semua arah

    Yaitu: saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapak, dan

    saudara perempuan seibu.

    4. Bibi dari pihak bapak terus ke atas

    Yaitu: saudara perempuan bapak, saudara perempuan kakek, dan

    seterusnya ke atas.

    5. Bibi dari pihak ibu terus ke atas

    Yaitu: saudara perempuan ibu, saudara perempuan nenek, dan

    seterusnya ke atas.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    22

    6. Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan dari pihak saudara laki-

    laki) terus ke bawah

    7. Anak perempuan saudara wanita (keponakan dari pihak saudara wanita)

    terus ke bawah

    Allah SWT berfirman:

    Diharamkan atas kalian (untuk menikahi) ibu-ibu kalian, anak-anak perempuan

    kalian, saudara-saudara perempuan kalian, bibi dari pihak bapak kalian, bibi

    dari pihak ibu kalian, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki kalian, dan

    anak-anak perempuan dari saudara perempuan kalian.(Q.S. An-Nisa: 23)

    Sehingga dengan demikian seluruh kerabat seseorang dari nasab adalah

    haram untuk dinikahinya, kecuali sepupu, yaitu; anak-anak perempuan paman dari

    pihak bapak, anak-anak perempuan paman dari pihak ibu, anak-anak perempuan

    bibi dari pihak bapak, dan anak-anak perempuan bibi dari pihak ibu. Empat

    wanita inilah yang halal untuk dinikahi. Berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah

    Adapun wanita yang diharamkan karena nasab, maka ketetapannnya bahwa

    semua kerabat seorang laki-laki dari nasab adalah haram atasnya, kecuali; anak-

    anak perempuan pamamnya, baik dari pihak bapak maupun ibu, anak- anak

    perempuan bibinya, baik dari pihak bapak maupun ibu.

    b. Karena hubungan pernikahan (mushaharah)

    Mahram karena hubungan pernikahan ada empat, yaitu :

    1. Isterinya bapak (ibu tiri) terus ke atas

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    23

    Para ulama telah bersepakat bahwa wanita yang telah diikat dengan

    akad pernikahan oleh bapak, maka haram untuk dinikahi anaknya

    walaupun belum terjadi jima.

    2. Isterinya anak (menantu) terus ke bawah

    Para ulama telah bersepakat bahwa isteri anak kandung menjadi haram

    bagi bapak hanya dengan akad nikah anaknya.

    3. Ibunya isteri (mertua) terus ke atas

    Mertua menjadi haram untuk dinikahi oleh seorang laki-laki setelah

    akad yang dilakukan dengan anaknya, ini adalah pendapat Jumhur

    ulama.

    4. Anaknya isteri dari suami lain (anak tiri) terus ke bawah

    Anak tiri menjadi mahram setelah terjadi jima dengan ibunya. Sehingga

    jika seorang laki-laki telah mengadakan akad nikah dengan ibunya

    namun belum terjadi jima. Maka ia boleh menikahi anak perempuan

    isterinya tersebut. Ini adalah pendapat Jumhur ulama.

    c. Karena persusuan (radhaah)

    1. Wanita yang menyusui (ibu susuan) terus ke atas

    Termasuk dalam kategori ini adalah nenek susuan baik dari pihak ibu

    susuan maupun bapak susuan, ibu dari nenek susuan, dan seterusnya ke

    atas.

    2. Anak perempuan wanita yang menyusui (saudara susuan)

    Terus ke bawah Baik yang dilahirkan sebelum dan sesudah susuan.

    Termasuk pula dalam kategori ini adalah cucu perempuan dari anak

    perempuan maupun anak laki-laki ibu susuan, dan seterusnya ke

    bawah.

    3. Saudara perempuan sepersusuan

    Yaitu setiap anak yang menyusu kepada ibu susuan, meskipun waktu

    menyusuinya berbeda.

    4. Saudara perempuan wanita yang menyusui (bibi susuan dari pihak ibu

    susuan)

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    24

    5. Saudara perempuan suami dari ibu susuan (bibi susuan dari pihak

    bapak susuan)

    6. Anak perempuan dari anak perempuan ibu susuan (keponakan susuan)

    7. Anak perempuan dari anak laki-laki ibu susuan (keponakan susuan)

    8. Isteri lain dari bapak susuan (ibu tiri susuan)

    Termasuk dalam masalah ini adalah isteri dari kakek susuan, dan

    seterusnya ke atas.

    9. Isteri dari anak susuan (menantu dari anak susuan)

    Termasuk dalam masalah ini adalah isteri cucu dari anak susuan.

    10. Ibu susuan dari isteri (mertua susuan)

    Termasuk dalam masalah ini adalah nenek susuan dari isteri, dan

    seterusnya ke atas.

    11. Anak susuan dari isteri (anak tiri susuan)

    Termasuk dalam masalah ini adalah cucu perempuan dari anak

    perempuan susuan, dan seterusnya ke bawah.

    B. Mahram Muaqqat

    Mahram muaqqat adalah wanita yang haram dinikahi untuk sementara

    waktu. Yang termasuk mahram muaqqat adalah :

    1. Mengumpulkan dua wanita yang bersaudara dalam satu pernikahan

    Para ulama telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan dua wanita

    yang bersaudara dalam satu pernikahan.

    2. Mengumpulkan wanita dengan bibinya dalam satu pernikahan

    Para ulama telah bersepakat atas haramnya mengumpulkan wanita dengan

    bibinya dalam satu pernikahan. Baik itu bibi haqiqi (sebenarnya) maupun

    bibi majazi, seperti; saudara perempuan kakek dari bapak, saudara

    perempuan kakek dari ibu, saudara perempuan nenek dari bapak, saudara

    perempuan nenek dari ibu, dan seterusnya ke atas.

    3. Mengumpulkan lebih dari empat wanita dalam satu masa yang sama

    Bagi seorang yang telah memiliki empat orang isteri, maka ia diharamkan

    untuk menikah dengan isteri kelima.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    25

    4. Wanita yang telah bersuami, hingga ia ditalak atau ditinggal mati oleh

    suaminya dan telah habis masa iddahnya.

    5. Wanita dalam masa iddah, hingga ia selesai masa iddahnya

    6. Wanita dalam keadaan ihram (haji atau umrah), hingga ia bertahallul

    7. Isteri yang telah ditalak tiga, hingga ia dinikahi oleh orang lain dan telah

    diceraikan oleh suami yang baru tersebut

    8. Wanita musyrik, hingga ia masuk Islam

    9. Wanita pezina, hingga ia bertaubat dan beristibra

    Khitbah

    Khithbah artinya melamar seorang wanita untuk dinikahi. Melamar

    bukanlah syarat sah pernikahan, namun ia merupakan sarana menuju pernikahan.

    Seorang laki-laki dapat melamar wanita kepada walinya.

    Seorang wali diperbolehkan untuk menawarkan wanita yang berada di

    bawah perwaliannya kepada orang yang shalih.

    Wanita yang sudah baligh dan bijak boleh dilamar langsung melalui

    dirinya.

    Dianjurkan bagi seorang laki-laki yang akan melamar untuk meminta

    pendapat kepada orang yang terpercaya. Dan orang yang dimintai

    pendapat tersebut harus berkata jujur, walaupun dengan menyebutkan

    kekurangannya. Dan dalam hal ini bukanlah termasuk menggunjing yang

    diharamkan.

    Tidak ada lafazh khusus dalam melamar. Lamaran sah dengan lafazh

    apapun yang menunjukkan permohonan untuk menikahi seorang wanita.

    Apabila seorang wanita telah dilamar oleh seorang laki-laki dan keduanya

    telah sepakat untuk menikah (lamarannya telah diterima), maka tidak halal

    bagi laki-laki lainnya untuk melamar wanita tersebut.

    Apabila belum ada kesepakatan (untuk menikah) antara laki-laki yang

    melamar dengan wanita yang dilamarnya (belum ada keputusan

    lamarannya diterima atau ditolak), maka diperbolehkan bagi laki-laki lain

    untuk melamar wanita tersebut.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    26

    Diperbolehkan membuat perantara untuk melamar seorang wanita.

    Setelah proses lamaran laki-laki yang melamar belum halal untuk

    melakukan apa pun terhadap wanita yang dilamarnya, karena statusnya

    masih orang lain.

    Setelah lamaran, wanita dan laki-laki masih berhak untuk membatalkan

    lamaran atau meneruskan ke jenjang pernikahan. Jika tujuan pembatalan

    tersebut benar, maka hukumnya diperbolehkan. Namun jika pembatalan

    tersebut tidak ada sebabnya, maka ini hukumnya adalah makruh. Karena

    lamaran seperti ikatan janji dan Allah membenci orang-orang yang tidak

    menepati ucapan janjinya.

    Ketika seorang wanita telah dilamar oleh sorang laki-laki yang baik agama

    dan akhlaknya dan wanita tersebut telah menyetujuinya, maka hendaklah

    walinya segera menikahkan mereka. Hal ini untuk menghindari

    munculnya fitnah.

    Melamar bukanlah syarat sah dalam pernikahan, sehingga pelanggaran

    dalam hal khithbah tidak menjadikan batalnya pernikahan.

    Rukun Nikah

    1. Adanya calon suami. Dengan syarat: Laki-laki yang sudah berusia 19

    tahun, beragama Islam, tidak dipaksa atau terpaksa, tidak sedang daam

    ihram haji atau umrah, dan bukan mahram calon istrinya.

    2. Ada calon istri. Dengan syarat: Wanita yang sudah berusia 16 tahun,

    bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang

    lain, bukan mahram bagi calon suaminya dan tidak dalam keadaan ihram

    haji atau umrah.

    3. Ada wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan

    mempelai wanita atau mengizinkan pernikahannya. Wali nikah dapat

    dibagi menjadi 2 macam:

    a. Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan

    mempelai wanita yang akan dinikahkan.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    27

    b. Wali hakim, yaitu kepala negara yang beragama Islam. Di

    Indonesia, wewenang presiden sebagai wali hakim dilimpahkan

    kepada pembantunya, yaitu menteri Agama.

    4. Adanya ijab dan qabul

    Ijab adalah ucapan dari pihak wali atau wakilnya untuk

    menikahkan wanita yang berada dalam perwaliannya kepada seorang laki-

    laki. Ucapan ijab harus dengan lafazh nikah atau kawin atau semua

    lafazh yang diambil dari keduanya. Seperti; Saya menikahkan engkau

    dengan putriku atau Saya kawinkan engkau dengan putriku. Karena

    lafazh tersebut sangat jelas maksudnya. Dan ucapan ijab harus menyebut

    secara spesifik (tayin) nama pengantin wanita. Tidak diperbolehkan

    seorang wali hanya mengatakan, Saya nikahkan engkau dengan putriku,

    tanpa menyebut nama putrinya, sedangkan putrinya lebih dari satu.

    Diperbolehkan pula ketika ijab sekaligus menyebutkan maharnya,

    misalnya Saya nikahkan engkau dengan anak saya Fulanah binti Fulan,

    dengan mahar berupa uang sebesar satu juta rupiah tunai.

    Adapun qabul adalah ucapan dari pihak suami atau wakilnya

    bahwa ia menerima akad nikah tersebut. Misalnya dengan mengatakan,

    Saya terima nikahnya atau yang semisalnya. Para ulama telah

    bersepakat bahwa tidak ada lafazh khusus untuk qabul, bahkan dapat

    menggunakan lafazh apa saja yang dapat mengungkapkan persetujuan dan

    kemauan untuk menikah, seperti; Saya terima atau Saya putuskan atau

    Saya laksanakan.

    Ketentuan dalam ijab qabul adalah :

    1. Ada ungkapan penyerahan nikah dari wali pengantin wanita.

    2. Ada ungkapan penerimaan nikah dari pengantin laki-laki.

    3. Menggunakan kata-kata nikah atau kata-kata lain yang semakna

    dengannya.

    4. Jelas pengungkapannya dan saling berkaitan.

    5. Diungkapkan dalam satu majelis (bersambung, tidak berselang waktu

    yang lama).

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    28

    Walimatul Urs

    Walimatul urs adalah jamuan makan yang diselenggarakan berkenaan

    dengan pernikahan. Walimatul urs dilaksanakan setelah akad nikah.

    Hukum Walimatul urs adalah Sunnah Muakkadah (sangat dianjurkan). Karena

    Nabi SAW mengadakan walimatul urs dalam pernikahannya dan beliau juga

    memerintahkan para sahabatnya yang menikah untuk mengadakan walimatul urs.

    Menghadiri walimatul urs hukumnya wajib.

    Kewajiban Suami dan Istri

    Kewajiban Suami

    1. Memberi nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri

    dan anak-anaknya, sesuai dengan kemampuan yang diusahakan

    secara maksimal. (Q.S. AtTalaq, 65: 7)

    2. Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak, agar menjadi

    orang yang berguna bagi diri sendiri, keluarga, agama, masyarakat,

    serta bagi negaranya.

    3. Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).

    4. Memelihara, menyayangi istri dan anak-anak dari bencana, baik

    lahir maupun batin, duniawi maupun ukhrawi.

    5. Membantu istri dalam tugas sehari-hari

    Kewajiban Istri

    1. Taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran

    Islam.

    2. Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda suami, baik

    dihadapan atau di belakangnya.

    3. Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan

    keluarga.\

    4. Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit ,

    serta mencukupkan nafkah yang diberikan suami, sesuai dengan

    kekuasaan dan kemampuannya, hemat, cermat, dan bijaksana.

    5. Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    29

    6. Memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi anak

    yang shaleh.

    Perceraian

    Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawaninan antara suami dan istri.

    Salah satu penyebabnya adalah perselisihan atau pertengkaran suami istri yang

    sudah tidak dapat didamaikan lagi. Pada dasarnya, perceraian merupakan

    perbuatan yang tidak terpuji karena dapat menimbulkan hal-hal negatif.

    Rasulullah SAW bersabda, setiap wanita yang meminta cerai kepada suaminya

    tanpa alasan, haramlah baginya wangi-wangian surga. (H.R. Ashabus sunan

    kecuali An-Nabii). Pada kondisi-kondisi tertentu, mungkin perceraian leih baik

    dilakukan, karena apabila tidak dilaksanakan menyebabkan penderitaan

    Hal-hal yang dapat memutuskan ikatan perkawinan adalah meninggalnya

    salah satu pihak suami atau istri, talak, fasakh, Khulu, Lian, Ila, Zihar.

    Talak

    Talak adalah melepaskan ikatan pernikahan. Talak merupakan perbuatan yang

    membanggakan bagi setan. Macam-macam Talak:

    1. Berdasarkan shighat yang dilafazhkan

    Lafazh sharih

    Lafazh yang sharih yaitu ucapan yang secara jelas menunjukkan bahwa itu

    adalah talak dan tidak mengandung makna lainnya. Seperti ucapan, Aku

    mentalakmu, Engkau aku talak, dan yang semisalnya. Talak yang

    sharih ini tetap dianggap sah, meskipun diucapkan dengan bergurau.

    Lafazh kinayah

    Lafazh kinayah yaitu ucapan yang mengandung makna talak dan makna

    lainnya. Seperti ucapan, Pulanglah engkau kepada keluargamu, Engkau

    sekarang terlepas, dan yang semisalnya. Ucapan-ucapan semacam ini

    tidak dianggap sebagai talak, kecuali jika disertai niat untuk mentalak.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    30

    2. Berdasarkan sifatnya

    Talak sunni

    Talak sunni adalah talak yang sesuai dengan syariat, yaitu suami

    mentalak isteri pada waktu suci yang belum dijimai atau talak yang

    dilakukan suami pada saat isterinya hamil, dengan kehamilan yang jelas.

    Talak bidi

    Talak bidi adalah talak yang menyelisihi syariat. Talak semacam ini

    adalah haram, pelakunya berdosa, meskipun demikian talaknya tetap jatuh.

    Ini adalah pendapat Jumhur ulama. Suami yang menjatuhkan talak bidi

    wajib merujuisterinya jika itu bukan talak tiga. Ini adalah pendapat Imam

    Malik dan Dawud Azh-Dzhahiri n. Diriwayatkan dari Abdullah bin

    Umar p, bahwa ia mentalak isterinya dalam keadaan haidh.

    3. Talak raji

    Talak raji adalah talak yang dengannya suami masih berhak untuk meruju

    isterinya pada masa iddah, tanpa mengulangi akad nikah yang baru,

    walaupun tanpa keridhaan isteri. Para ulama telah bersepakat bahwa seorang

    laki-laki merdeka jika ia mentalak isterinya di bawah tiga kali, maka ia

    berhak merujunya pada masa iddah. Sehingga talak raji adalah talak suami

    kepada isteri dengan talak pertama dan talak kedua.

    Talak bain

    Talak bain adalah talak yang menjadikan suami tidak berhak meruju

    isterinya yang ditalaknya. Jenis talak ini ada dua macam :

    Bain shughra

    Bain sughra adalah talak yang menjadikan suami tidak berhak untuk

    meruju isterinya yang ditalaknya, kecuali dengan akad nikah dan

    mahar baru. Talak bain sughra ada dua, yaitu:

    Talak yang yang kurang dari talak tiga, namun telah habis

    masa iddahnya

    Jika suami mentalak isterinya, dengan talak pertama atau talak

    kedua, lalu hingga isteri menyelesaikan iddahnya ternyata

    suami tidak merujunya, maka ini disebut bain shughra. Suami

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    31

    sama seperti orang lain, jika ia ingin menikahi isteri yang telah

    ditalaknya, maka harus dengan akad dan mahar baru -

    meskipun isteri tersebut belum menikah dengan orang lain.-

    Jika salah satu dari suami isteri meninggal dunia setelah terjadi

    talak bain ini, maka pasangannya tidak memiliki hak waris

    atas yang lainnya.

    Talak yang dijatuhkan oleh suami kepada isterinya yang belum

    pernah dijimainya. Ijma para ulama bahwa suami yang

    mentalak isterinya yang belum pernah dijimainya, maka

    talaknya adalah talak bain (sughra).

    Bain kubra

    Bain kubra adalah talak tiga, yang suami tidak berhak ruju kepada

    isterinya yang telah ditalak tersebut, kecuali setelah isterinya menikah

    lagi dengan laki-laki lain dengan pernikahan syari (bukan nikah

    tahlil), dan keduanya telah terjadi jima, lalu suaminya mentalaknya

    atau suaminya meninggal dunia. Setelah isteri tersebut menyelesaikan

    masa iddahnya, maka mantan suaminya yang pertama baru boleh

    menikahi isteri tersebut. Wanita yang telah ditalak tiga (talak bain

    kubra) oleh suaminya, maka ia menghabiskan masa iddah di rumah

    keluarganya, karena ia tidak halal bagi suaminya. Tidak ada hak

    nafkah dan tempat tinggal untuknya kecuali jika ia dalam keadaan

    hamil.

    4. Berdasarkan waktu terjadinya

    Talak munajjaz

    Talak munajjaz yaitu talak yang redaksinya tidak berkaitan dengan

    suatu syarat atau masa yang akan datang dan maksud suami yang

    mentalak adalah jatuh talak saat itu juga. Misalnya suami berkata

    kepada isterinya, Engkau aku talak, atau Aku mentalakmu, dan

    yang semisalnya. Talak semacam ini jatuh pada saat itu juga, karena ia

    tidak dibatasi oleh sesuatu apa pun.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    32

    Talak mudhaf ilal mustaqbal

    Talak mudhaf ilal mustaqbal yaitu yang disandarkan pada waktu yang

    akan datang. Misalnya suami berkata kepada isterinya, Aku

    mentalakmu besok, atau Aku mentalakmu di awal bulan depan.

    Talak semacam ini jatuh pada waktu yang disebutkan. Ini adalah

    pendapat Imam Asy-Syafii, Ahmad, Abu Ubaid, Ishaq, dan Dawud

    Azh-Zhahiri.

    Talak muallaq ala syartin

    Talak muallaq ala syartin yaitu talak yang digantungkan oleh suami

    kepada syarat terjadinya sesuatu. Misalnya suami berkata kepada

    isterinya, Jika engkau keluar rumah, maka engkau aku talak.

    Fasakh

    Adalah pembatalan pernikahan karena sebab tertentu. Akibatnya, suami

    tidak boleh rujuk kecuali dengan akad nikah baru

    Khulu

    Talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya dengan jalan tebusan dari

    pihak istri dengan mengembalikan mas kawinnya atau sejumlah uang yang telah

    disetujui. Akibatnya, suami tidak dapat rujuk, walaupun masih dalam masa

    iddah, tetapi melalui akad nikah baru.

    Lian

    Adalah sumpah suami yang menuduh istrinya berzina (karena suami tidak

    dapat mengajukan 4 saksi). Dengan mengangkat 4 kali sumpah di depan hakim,

    dan pada ucapan kelimanya dia mengatakan, Lakhnat (kutukan) Allah akan

    ditimpakan atas diriku, apabila tuduhanku itu dusta. Apabila benar, berlakulah

    hukum rajam , yaitu dilempari batu yang sedang sampai mati.

    Agar istri terlepas dari hukum rajam karena meras tidak berzina, ia

    menolak tuduhan suaminya dengan mengangkat 4 kali sumpah di depan hakim

    dan pada kelimanya dia mengatakan, Lakhnat (kutukan) Allah akan menimpa

    diriku apabila tuduhan tersebut benar.

    Akibatnya, mereka tidak boleh rujuk atau menikah kembali untuk selama-

    lamanya.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    33

    Ila

    Adalah sumpah suami yang mengatakan bahwa ia tidak akan meniduri

    istrinya selama 4 bulan atau lebih. Jika rujuk, maka dia diwajibkan membayar

    denda sumpah.

    Zihar

    Adalah ucapan suami yang menyerupakan istrinya dengan ibunya.

    Iddah

    Adalah masa menunggu bagi istri yang ditinggal mati atau bercerai dari

    suaminya untuk dibolehkan menikah kembali dengan laki-laki lain.

    1. Iddah karena suami wafat

    Bagi istri yang tidak sedang hamil, baik sudah campur dengan

    suaminya yang wafat atau belum, masaiddahnya adalah 4 bulan 10

    hari.

    Bagi istri yang sedang hamil, masa iddahnya adalah sampai

    melahirkan.

    2. Iddah karena talak, fasakh, dan khulu

    Bagi istri yang belum campur dengan suami yang baru saja bersama

    dengannya, tidak ada masa iddah

    Bagi istri yang sudah campur, masa iddahnya adalah:

    Bagi yang masih mengalami menstruasi, masa iddahnya ialah

    3 kali suci.

    Bagi istri yang tidak mengalami menstruasi, misalnya karena

    usia tua (menopause), masa iddahnya ialah 3 bulan.

    Bagi istri yang sedang mengandung, masa iddahnya ialah

    sampai dengan melahirkan kandungannya.

    Rujuk

    Rujuk berarti kembali, yaitu kembalinya suami kepada ikatan nikah

    dengan istrinya sebagaimana semula, selama istrinya masih berada dalam masa

    iddah tajiyah. Hukum rujuk:

    1. Sunnah, rujuk dengan niat karena Allah, untuk memperbaiki sikap dan

    perilaku.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    34

    2. Wajib, misalnya bagi suami yang mentalak salah seorang istrinya,

    sedangkan sebelum mentalaknya, ia belum menyempurnakan pembagian

    waktunya.

    3. Makruh (dibenci), apabila meneruskan perceraian lebih bermanfaat

    daripada rujuk.

    4. Haram, jika maksud rujuknya suami adalah untuk menyakiti istri atau

    untuk mendurhakai Allah SWT.

    Rukun Rujuk

    1. Istri sudah bercampur dengan suami yang mentalaknya dan masih berada

    pada masa iddah tajiyah.

    2. Keinginan rujuk suami atas kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.

    3. Ada 2 orang saksi, yaitu 2 orang laki-laki yang adil.

    4. Ada sigat atau ucapan rujuk. saya rujuk kepada engkau!

    Hikmah Pernikahan

    1. Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang diridhai Allah.

    2. Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan diridhai Allah untuk

    memperoleh anak serta mengembangkan keturunan yang sah.

    3. Melalui pernikahan, dapat memupuk rasa tanggung jawab semuanya.

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    35

    Bab III

    Kesimpulan dan Saran

    3.1. Kesimpulan

    Perbedaan pengertian muamalah dalam arti sempit dengan pengertian

    dalam arti luas adalah dalam cakupannya. Muamalah dalam arti luas mencakup

    masalah pernikahan. Meskipun pernikahan telah diatur dalam disiplin ilmu

    tersendiri, yaitu dalam fiqh munakahat, karena masalah pernikahan telah diatur

    dalam disiplin ilmu tersendiri, maka dalam muamalah pengertian sempit tidak

    termasuk di dalamnya.

    Jual beli ialah suatu perjanjian tukar-menukar benda atau barang yang

    mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima

    benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan

    yang telah dibenarkan syara dan disepakati.

    Pernikahan adalah Dihalalkannya hubungan laki-laki dan perempuan atas

    dasar prinsip Islam

    3.2. Saran

    Dimohon saran, kritikan dan masukan terhadap makalah yang telah

    disajikan oleh penulis untuk lebih sempurna

  • Man Jadda Wa Jadda|Aldi Firdaus, Destiana Fitri, Yunita Wulandari

    36

    DAFTAR PUSTAKA

    Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab- Indonesia (Cet. XIV; Surabaya:

    Pustaka Progressif, 1997).

    Ahmad Ibrahim Bek, al-Muamalah asy-Syariyah al-Maliyah (Kairo: Dar al-

    Intishar, t. th).

    Louis Maluf, al-Munjid fi al-Lughat (Cet. XXI; Dar al-Masyruq, Beirut: 1973).

    Minhajuddin, Fiqh tentang Muamalah Masa Kini ( Ujung pandang: Fakultas

    Syariah IAIN Alaudddin, 1989).

    Nana Masduki, Fiqih Muamalah Madiyah, (Bandung: IAIN Sunan Gunung

    Jati,1987)

    Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002)

    http://setyadew.blogspot.com/2013/06/muamalat.html

    http://yuliantihome.wordpress.com/2011/06/26/fiqih-muamalah-dan-ruang-

    lingkupnya

    http://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/03/pengertian-fiqih-

    muamalah.html

    http://yuliantihome.wordpress.com/2011/06/26/fiqih-muamalah-dan-ruang-lingkupnyahttp://yuliantihome.wordpress.com/2011/06/26/fiqih-muamalah-dan-ruang-lingkupnyahttp://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/03/pengertian-fiqih-muamalah.htmlhttp://artikelilmiahlengkap.blogspot.com/2013/03/pengertian-fiqih-muamalah.html