14
“ Pemantapan Ideologisasi Instruktur Untuk Idealisme Pengkaderan” Diajukan Sebagai Prasyarat Mengikuti Latihan Instruktur Dasar Nasional Yang diselenggarakan IMM PC Banyumas Disusun Oleh : Arini Syarifah

Makalah Ku

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Pemantapan Ideologisasi Instruktur Untuk Idealisme Pengkaderan

Diajukan Sebagai Prasyarat Mengikuti Latihan Instruktur Dasar NasionalYang diselenggarakan IMM PC Banyumas

Disusun Oleh :Arini SyarifahSekretaris Umum Komisariat FarmasiUniversitas Muhammadiyah2012

A. Pendahuluan

IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) ialah organisasi mahasiswa Islam di Indonesia yang memiliki hubungan struktural dengan organisasi Muhammadiyah dengan kedudukan sebagai organisasi otonom yang berdiri di Yogyakarta pada tanggal 29 Syawal 1384 H atau bertepatan dengan tanggal 14 Maret 1964 M. Kelahiran Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) merupakan konsekuensi bagi Muhamaddiyah dalam hal kaderisasi berdasarkan periodisasi kelompok umur melalui sistem pengkaderan. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dalam perjalanannya memang membutuhkan energi yang cukup besar untuk membuat Ikatan menjadi lebih dewasa dan sigap menanggapi segala problem yang ada terutama kaderisasi. Perkaderan didapuk menjadi manifestasi untuk menjalankan roda kepemimpinan karena menyangkut keberlangsungan tujuan bersama. Bagi suatu organisasi, regrenasi kepemimpinan yang sehat dapat terwujud jika memiliki kader-kader yang berkualitas. Selain akan menjadikan organisasi bergerak dinamis, juga formasi kepemimpinannya akan segar dan energik. Tetapi konsep umat yang terbaik bagi Islam merupakan tantangan dalam aktivisme sejarah, dan hal tersebut merupakan proses setiap individu ataupun kader Ikatan.Tolak ukur keberhasilan kemudian menjadi poin penting yang diharapkan mampu mengatasi segala permasalahan kader yang menjadi inti penggerak Ikatan. Jika Ikatan tidak merancang dan menyiapkan para kadernya secara sistematis dan organisatoris, maka dapat dipastikan bahwa Ikatan sebagai organisasi akan menjadi stagnan (tetap) dan tidak berkembang, sehingga tidak memiliki prospek yang jelas. Karena itu, Ikatan harus mempunyai konsep yang jelas, terencana dan sistematis dalam menyiapkan dan mengembangkan suatu sistem yang menjamin keberlangsungan transformasi dan regenerasi kader.Akan tetapi, pada dewasa ini memang sulit untuk menciptakan kader kader yang professional, pengkaderan mahasiswa dari tahun ke tahun masih memprihatinkan. Hal ini bisa dilihat dari sistem pengkaderan. parasnya masih sangat sederhana dan bersahaja untuk konteks dunia yang semakin mengglobal.Memang inilah ironisnya pengkaderan. Di satu sisi, mahasiswa menganggap bahwa idenya layak untuk diaplikasikan pada mahasiswa baru (maba), akan tetapi dalam perjalanannya ada saja ketimpangan di dalamnya. Seperti yang sudah sering terjadi bertahun-tahun silam. DAD telah mengakibatkan terenggutnya jiwa kader secara terpaksa. Ketika itu terjadi, siapa yang bertanggungjawab?Akan tetapi problemnya terletak pada para senior yang kurang memahami arti pengkaderan. Arti pengkaderan adalah mengkader mahasiswa menjadi mahasiswa seutuhnya. Mahasiswa yang cerdas secara akademis, juga secara organisatoris. Kita tak bisa menyalahkan langsung para seniornya (kasus) yang tidak memahami hakekat ini. Semua ini bermula dari paradigma yang terbangun di benak sang senior. Jika seniornya seorang aktivis, maka tentunya para kader akan diarahkannya menjadi aktivis mahasiswa yang cerdas, kritis dan kreatif. Agar tidak terjadi kasus sebagaimana yang lalu-lalu maka diperlukannya instruktur yang mampu mempola kader sesuai dengan apa yang diharapkan.Oleh karena itulah pada makalah ini akan dibahas mengenai bentuk ideal dari pengkaderan melalui pemantapan ideologi instruktur dimana akan mecetak aktivis-aktivis IMM yang memiliki loyalitas, jati diri (identitas), dan kemajuan dalam konteks kolektivitas kebersamaan dalam organisasi..

B. Pembahasan

Kaderisasi dalam keorganisasian pada hakekatnya adalah totalitas upaya pembelajaran dan pemberdayaan yang dilakukan secara sistematis, terpadu, terukur dan berkelanjutan dalam rangka melakukan pembinaan dan pengembangan kognitif, afektif dan psikomotorik setiap individu. Kaderisasi yang dilakukan oleh setiap organisasi bertujuan untuk mencetak manusia-manusia unggul yang memiliki loyalitas dan komitmen terhadap organisasi, Memiliki integritas dan cita-cita berkemajuan. Biasanya kaderisasi dilakukan dalam banyak tahapan mulai dari jenjang kekaderan yang terendah hingga jenjang kekaderan yang paling atas. Perkaderan ikatan merupakan proses pembelajaran yang dilakukan oleh kader dalam kehidupan, baik bersama ikatan ataupun ketika sudah berada di luar struktur ikatan. Sistem perkaderan ikatan secara filosofis merupakan penerjemahan perkaderan yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. Hal tersebut dapat dilihat nama perkaderan yakni Darul Arqam. Darul Arqam dalam sejarahnya merupakan nama tempat sahabat nabi yakni Arqam Ibn Abil Arqam. Perkaderan tersebut, melahirkan generasi awal Islam seperti, Abu Bakar, Ali Ibnu Thalib, Siti Khotijah dan yang lain. Filosofis perkaderan yang dilakukan oleh Rasul, yakni penanaman nilai-nilai Islam secara kaffah, mengubah kesadaran sehingga timbul kesadaran al syaksiyah faal fadli (hablum minallah dan hablum ninanas). Proses tersebut merupakan kristalisasi kader, sedangkan kaderisasi dengan melaksanakan proses tujuan imm sehingga terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia untuk mencapai tujuan Muhammadiyah yang tertuang dalam kaderisasi yang dilakukan oleh ikatan. Selanjutnya konsolidasi yang dilakukan oleh ikatan dengan proses penggunaan identitas simbolik dengan memahami makna symbolnya, sedangkan identitas subtansi merupakan kerangkan pikir anggota ikatan. Dalam melakukan konsolidasiBegitu juga dengan Ikatan Mahasiswa Muhammdiyah (IMM), sebagai bagian dari organisasi otonom Muhammadiyah dalam lingkup mahasiswa yang senantiasa melakukan proses pengkaderan yang hampir tidak pernah putus. Pengkaderan IMM merupakan suatu keharusan karena organisasi ini mendedikasikan diri sebagai organisasi kader bukan organisasi massa. Kalau kita membuka kembali Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah maka kita akan menemukan tiga jalur proses kaderisasi yang harus ditempuh persyarikatan Muhammadiyah dalam rangka mengusahakan lahirnya kader-kader muda Muhammadiyah.Adapun ketiga jalur yang dimaksudkan ialah : Jalur pendidikan formal, melalui lembaga-lembaga formal yang dimiliki Muhammadiyah Jalur informal, berupa penanaman misi di lingkungan keluarga, dan sosialisasi di tengah-tengah masyarakat Jalur Program khusus Badan Pendidikan Kader dan Organisasi-organisasi OtonomKetiga jalur ini diharapkan bisa menjadi pemasok kader-kader yang akan melestarikan khittah gerakan Muhammadiyah. Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan bagian dari organisasi otonom Muhammadiyah dengan basis anggota yang relatif homogen. Mahasiswa sebagai wahana kaderisasi, IMM diharapkan dapat menghasilkan komunitas kader-kader yang memiliki kualitas intelektual, kapasitas moral dan peran sosial yang memadai.Untuk mencapai kualifikasi kekaderan yang memadai. Maka, IMM dituntut untuk menyelenggarakan program perkaderan dengan strategi perencanaan yang serius dan kerangka kerja yang jelas. Pengkaderan adalah proses IMM dalam mencetak manusia-manusia unggul yang sesungguhnya. Tujuan Pengkaderan sacara umum adalah untuk mecetak aktivis-aktivis IMM yang memiliki loyalitas, jati diri (identitas), dan kemajuan dalam konteks kolektivitas kebersamaan dalam organisasi. Inilah saat dimana kader-kader IMM diberikan pengetahuan, pedoman, dan tujuan IMM. Guna mencapai tujuan tersebut dalam proses pengkaderan selalu diwacanakan mengenai tri kometensi IMM yang dalam diri kader, tri kompetensi ini meliputi humanitas, intelektualitas dan religiusitas. Inti dari trilogi ini adalah tuntutan untuk menjadi kader yang memiliki intelektualitas dalam segala bidang yang berpedoman pada Al-quran dan As Sunnah serta memiliki kepekaan sosial yang tinggi dalam bermasyarakat.Dilema yang terjadi dalam pengkaderan adalah kader-kader baru hanya menghapal tri kompetensi IMM dan setelah proses kaderisasi berakhir, maka berakhir pulalah hapalan tersebut inilah pokok masalah yang harus dibenahi, yaitu tri kompetensi IMM bukan hanya sekedar untuk dihapal akan tetapi untuk dipraksiskan dalam realitas kehidupan. Seharusnya setelah proses itu kader sudah mampu mengaktualisasikan trikompetensi IMM. Bukan malah sebaliknya yang masih bingung ingin berbuat apa untuk IMM. Tidak memiliki kreatifitas dan imajinasi membangun, dan yang paling patal adalah menjadi aktivis-aktivis benalu dalam tubuh IMM. Fakta dari penomena ini tampaknya tidak perlu untuk diperdebatkan kebenarannya. Jika hal ini masih terjadi bukan rahasia lagi bahwa proses pengkaderan hanya rutinitas belaka hanya untuk memenuhi tuntutan tiap bulannya tanpa ada kader IMM sejati yang tercipta dan menjadi penggerak dalam organisasi IMM.Dilema yang lain dari sudut legitimasi akan eksistensi IMM diamal usaha Muhammadiyah. Eksistensi IMM di PTM adalah merupakaan suatu keniscayaan. IMM mendapat legitimasi untuk menempatkan PTM sebagai basis gerakannya, Disamping itu, hal ini terdapat pada statuta Perguruan Tinggi Muhammadiyah, IMM juga adalah bagian dari Angkatan Muda Muhammadiyah memiliki posisi strategis dalam rangka membangun tradisi pembaharuan Muhammadiyah dengan basis kekuatan yang berada dikampus-kampus PTM termasuk UM Purwokerto.Dalam hal ini yang memegang peranan penting dalam memetakan pengkaderan adalah instruktur. Instruktur sendiri memiliki arti kata seseorang yang bertugas melakukan pembinaan terhadap peserta dalam forum pelatihan. Di dalam IMM sendiri perlu adanya Instruktur yang memahami idealisme pengkaderan sehingga dapat mencetak aktivis-aktivis IMM yang memiliki loyalitas, jati diri (identitas), dan kemajuan dalam konteks kolektivitas kebersamaan dalam organisasi.Melalui optimalisasi peran strategis IMM tentunya nantinya diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kader-kader akademisi Muhammadiyah masa depan. Apalagi IMM merupakan pelopor, pelanjut, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah. Hal ini perlu menjadi perhatian kita bersama bukan dari sisi kebijakan pimpinan PTM yang mengeluarkan kebijakan tentang adanya kebijakan bahwa wajib mengikuti proses pembinaan di IMM bagi mahasiswa yang berada di PTM atau amal usaha Muhammadiyah yang dimana seharusnya IMM membina dan dibina akan tetapi yang harus menjadi bahan pemikiran bersama dari IMM dan pimpinan PTM adalah bagaimana kebijakan yang dikeluarkan itu ditunjang dengan kebijakan yang lain agar pembinaan bisa berjalan secara optimal. Hal ini penting agar menjadi pemikiran bersama bukan hanya IMM saja berfikir akan tetapi menjadi tanggung jawab bersama untuk melakukan pembinaan.Proses kaderisasi sesungguhnya dibagi menjadi dua bagian yaitu saat kaderisasi dan pasca kaderisasi. Tahap kaderisasi adalah saat dimana proses doktrinasi berlangsung. Proses doktrinasi ini berupaya untuk membekali diri seorang kader dengan tujuan dasar organisasi. Bukan hanya itu, proses ini berusaha dengan serius meyakinkan kader bahwa mereka tidak salah memilih organisasi. Adapun metode yang digunakan dalam proses ini adalah tentunya sesuai dengan Sistem Pengkaderan Ikatan (SPI) yang berlaku di Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.Sedangkan pasca kaderisasi adalah proses dimana kakanda memberikan arahan, masukan dan semangat bagi kader baru dan pimpinan IMM di semua level kepemimpinan. Artinya kader yang baru masuk berproses didalamnya secara intensif dan kontinyu diberikan motifasi secara intens pula tapi bukan berarti mendikte melainkan berusaha mengembangkan kreasi dan imajinasi kader atau pimpinan di IMM pada semua level kepemimpinan yang ada. Metode yang digunakan dengan cara menjaga harmonisasi dan membantu mencarikan solusi- solusi pemecahan masalah bagi yang dialami oleh kader-kader IMM. Terutama dalam tataran akar rumput, sehingga yang terciptalah keyakinan kader bahwa ia tidak salah memilih IMM.Jika dilihat dari gambaran umum, maka seharusnya kaderisasi IMM bukan hanya sekedar sarana mewujudkan manusia manusia normatif teoritik, tetapi lebih dari itu mampu mengaktualisasikan trikompetensi IMM secara praksis dan aplikatif sehingga untuk mengukur nilai kekaderan seorang kader IMM tidak hanya diukur dari jenjang kekaderan dan kepemimpinan yang pernah ia lewati akan tetapi setelah ia menjadi alumni IMM dan mendapat posisi yang sangat strategis apakah ia masih mempertahankan nilai-nilai kekaderan yang pernah didapatkan dalam IMM dan mampu mentrasformasikan nilai itu dalam tatanan kehidupannya. Jika kita lihat secara khusus, maka kaderisasi IMM akan terorientasi sebagai berikut:Pertama adalah penigkatan kualitas wawasan, yaitu sikap mental sebagai kader IMM dan warga muhammadiyah sebagai manusia, warga masyarakat, warga bangsa, dan warga negara masyarakat global (kosmopolitan).Kedua adalah pemantapan keberadaan dan partisipasi IMM dalam menunaikan tugas, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam meningkatkan kwalitas kehidupan masyarakat. Ketiga adalah peneguhan pemahaman, pengetahuan, dan keterampilan kader IMM dalam menjalankan organisasi untuk diabdikan bagi kemajuan masyarakat. Keempat adalah terwujudnya kader kader IMM yang unggul, tercerahkan, kreatif, inovatif dan dan memiliki kepribadian yang berderajad tinggi, serta berpegang teguh pada trikompetensi Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM).Oleh karena itulah dibentuk latihan instruktur dimana latihan tersebut merupakan komponen perkaderan yang ditujukan dalam rangka mendukung komponen utama ( MASTA,DAD,dll) dengan pendekatan khusus. Komponen ini dilaksanakan dalam rangka meningkatkan kemampuan, ketrampilan dan kecakapan khusus. Latihan instruktur sendiri memiliki arti perkaderan khusus yang menjadi fasilitas didik resmi dan disusun secara berjenjang sebagai upaya untuk meningkatkan kualifikasi kader secara bertahap agar memperoleh kompotensi dalam mengelola perkaderen Ikatan.Jenjang Latihan Insruktur sendiri dibagi menjadi:I. Latihan Instruktur Dasar (LID)a) PengertianLatihan Instruktur Dasar (LID) adalah kegiatan perkaderan khusus yang dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan tenaga-tenaga instruktur tingkat Cabang, yaitu memeliki kewenangan mengelola perkaderan dalam lingkup wilayah kepemimpinan komisariat.b) TujuanTerciptanya tenaga-tenaga imstruktur yang mempunyai kualifikasi dan kopetensi menjadi instruktur cabang dalam pengkaderan ditingkat komisariat.II. Latihan Instruktur Madya (LIM)a) pengertianLatihan Instruktur Madya (LIM) adalah kegiatan perkaderan khi\usus yang dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan tenaga-tenaga instruktur tingkat Daerah, yang memiliki kewenangan mengelola perkaderan utama dalam lingkup wilayah kepemimpinan Pimpinan Daerah IMM.b) TujuanTerciptanya tenaga-tenaga instruktur yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi menjadi instruktur perkaderan ditingkat Daerah.III. Latihan Instruktur Paripurna (LIP)a) PengertianLatihan Instruktur Paripurna (LIP) ) adalah kegiatan perkaderan khusus yang dilaksanakan dalam rangka mempersiapkan tenaga-tenaga instruktur tingkat Pusat , yang memiliki kewenangan mengelola perkaderan utama dalam lingkup wilayah kepemimpinan Pimpinan Pusat IMM.b) TujuanTerciptanya tenaga-tenaga instruktur yang mempunyai kualifikasi dan kompetensi menjadi instruktur perkaderan ditingkat Nasional dan Regional.Dalam pengelolaan sumber daya instruktur pun perlu adanya kurikulum yang mengatur materi-materi mengenai sistem pengkaderan yang termaktub dalam Sistem Perkaderan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah( Tabel 1 : Kurikulum Latihan Instruktur )Muatan Kurikulum LID LIM LIP

Ideologi Al-Islam: Sistem Perkadran Rasulullah Manusia dalam perspektif Islam Islam sebagai pilar peradaban dunia

KDM: Sistem Perkaderan Muhammadiyah

Ke-IMM-an: Sistem Perkaderan Ikatan Perbandingan perkaderan germa Indonesia Evaluasi Pelakasanaan Perkaderan

Keinstrukturan Keinstrukturan Strategi dan sekuritis studies

WawasanPsikologi Perkembangan (Mahasiswa) Psikologi Belajar Filsafat Pendidikan Manajemen Kelas Manajemen Pelatihan Sistem Evaluasi Metode Pelatihan Desain pelatihan Micro Teaching Psikologi Agama Psikologi Pribadi Game Micro Teaching Psikologi Massa Micro Teaching

Naskah ProgramTehnik peyusunan SOP Tehnik pembuatan Modul

Melalui pelatihan instrukturlah dapat memantapkan ideologisasi instruktur dimana instruktur sebagai penggerak inti Ikatan harus melakukan berbagai upaya untuk memaksimalkan pengembangan intelektual dan spritual kader sebagaimana akar ideologisnya. Oleh karena itu, untuk memperkuat jati diri maka peneguhan identitas harus diikuti dengan pola-pola yang tepat, terukur, acceptable, dan realistis.