20
 MAKALAH MANAJEMEN LOGISTIK KOMPONEN SISTEM LOGISTIK Unsur- Unsur Transp ortasi Tugas Kelompok Mata Kuliah Manajemen Logistik Dosen: Hardiantoro Rio, ST, MT Di susun oleh : Ari Mustaa ! "#$$#%#""& Agus Triono ! "#$$#%##%# 'u liana Sari ! "#$$#%#$() PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS PAMULANG TA NGERANG SELAT AN 2014

MAKALAH MANAJEMEN LOGISTIK.doc

Embed Size (px)

Citation preview

MAKALAH MANAJEMEN LOGISTIK

KOMPONEN SISTEM LOGISTIK

Unsur- Unsur Transportasi

Tugas Kelompok

Mata Kuliah Manajemen Logistik

Dosen: Hardiantoro Rio, ST, MT

Di susun oleh :Ari Mustafa

/

2011080226Agus Triono

/

2011080080Yuliana Sari

/

2011080159

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS PAMULANG

TANGERANG SELATAN

2014KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan tugas makalah kami yang berjudul Unsur- Unsur Transportasi .

Penulisan ini merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Konsep Manajemen Mutu Terpadu (TQM). Dalam penulisan laporan ini kami merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu kritik dan saran dari pihak sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan tugas ini.

Akhirnya kami sebagai penulis berharap semoga Allah memberikan pahala yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa RobbalAlamiin.DAFTAR ISI

Halaman

COVERiKATA PENGANTARii

DAFTAR ISIiii1BAB 1 PENDAHULUAN

11.1 Latar Belakang

21.2 Rumusan Masalah

21.3 Tujuan Penulisan

3BAB II PEMBAHASAN

32.1 Pengertian Transportasi

42.2 Prasarana Transportasi

62.2.1 Bentuk Hukum Transportasi

102.3 Tanggung Jawab Pihak Pengangkut

132.3.1 Struktur Tarif Perusahaan Pengangkutan Umum

16BAB 3 KESIMPULAN

163.1 Kesimpulan

163.2 Saran

17DAFTAR PUSTAKA

BAB 1

PENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiki lebih dari 17.000 pulau dengan total wilayah 735.355 mil persegi. Indonesia dan menempati peringkat keempat dari 10 negara berpopulasi terbesar di dunia (sekitar 220 juta jiwa). Tanpa sarana transportasi yang memadai maka akan sulit untuk menghubungkan seluruh daerah di kepulauan ini.

Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka makro-ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung perekonomian nasional, regional, dan lokal, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan.

Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara memegang peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah satu dengan daerah yang lain. Distribusi barang, manusia, dll. akan menjadi lebih mudah dan cepat bila sarana transportasi yang ada berfungsi sebagaimana mestinya sehingga transportasi dapat menjadi salah satu sarana untuk mengintegrasikan berbagai wilayah di Indonesia. Melalui transportasi penduduk antara wilayah satu dengan wilayah lainya dapat ikut merasakan hasil produksi yang rata maupun hasil pembangunan yang ada.

Kebutuhan angkutan bahan-bahan pokok dan komoditas harus dapat dipenuhi oleh sistem transportasi yang berupa jaringan jalan, kereta api, serta pelayanan pelabuhan dan bandara yang efisien. angkutan udara, darat, dan laut harus saling terintegrasi dalam satu sistem logistik dan manajemen yang mampu menunjang pembangunan nasional.1.2 Rumusan Masalah1. Uraian Umum tentang Pengertian Transportasi ?

2. Apa yang dimaksud Prasarana Transportasi ?

3. Bentuk Hukum Transportasi ?1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk Menambah wawasan tentang apa yang dimaksud dengan Transportasi.2. Menjelaskan Tentang Prasarana Transportasi.

3. Memahami apa itu Hukum Transportasi.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Transportasi

Transportasi adalah perpindahan/pergerakan barang atau orang dari satu lokasi ke lokasi lain. Memindahkan orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain, berarti memindahkannya dari satu tata guna lahan ke tata guna lahan yang lain, yang berarti pula mengubah nilai ekonomi orang atau barang tersebut. Salah satu tujuan penting dari perencanaan tata guna lahan atau perencanaan sistem transportasi, adalah menuju ke keseimbangan yang efisien antara potensi tata guna lahan dengan kemampuan transportasi.

Dunia logistic tidak dapat dipisahkan dengan yang namanya transportasi. Memang unsur-unsur logistic secara global terdiri dari 4 point, yaitu warehouse, transport, management dan system. Namun kalau dihitung dari unsur biaya yang timbul karena aktifitas logistic maka unsur transport menjadi yang nomor satu, yakni sekitar 60%-75% dari seluruh biaya logistic yang dikeluarkan. Transportasi secara hakikat erat berhubungan dengan truck atau mobil. Namun secara harafiah transportasi adalah kegiatan memindahkan suatu barang antar gudang atau antar tujuan. Untuk memindahkan memang diperlukan sarana moda transportasi dan salah satunya adalah truck. Sebagai pendukung aktifitas logistic di perusahaan, transportasi senantiasa berusaha memberikan biaya yang minimum untuk suatu kegiatan logistic yang diberikan. Untuk meminimumkan biaya ini, perlu kiranya suatu data-data yang dapat mengukur poin mana yang dapat diefisienkan atau kalau perlu ditiadakan tanpa menganggu kelancaran aktifitas operasional. Jika sudah ditemukan bagian mana yang dapat diefisienkan, maka kita harus dapat melakukan prioritas mana yang harus dijalankan terlebih dahulu sehingga tahap satu dengan tahap lainnya tidak akan saling mengganggu atau kontra produktif. Ada lima unsur pokok transportasi, yaitu:

a) Manusia, yang membutuhkan transportasi

b) Barang, yang diperlukan manusia

c) Kendaraan, sebagai sarana transportasi

d) Jalan, sebagai prasarana transportasi

e) Organisasi, sebagai pengelola transportasi

Pada dasarnya, ke lima unsur di atas saling terkait untuk terlaksananya transportasi, yaitu terjaminnya penumpang atau barang yang diangkut akan sampai ke tempat tujuan dalam keadaan baik seperti pada saat awal diangkut. Dalam hal ini perlu diketahui terlebih dulu ciri penumpang dan barang, kondisi sarana dan konstruksi prasarana, serta pelaksanaan transportasi.2.2 Prasarana TransportasiPrasarana Transportasi adalah bangunan-bangunan yang diperlukan untuk memberikan pelayanan atau jasanya bagi kebutuhan dasar penduduk yang terdiri atas jalan, jembatan, pelabuhan, bandara.

Jalan dan Jembatan, adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Rel Kereta, digunakan pada jalur kereta api. Rel mengarahkan/memandu kereta api tanpa memerlukan pengendalian. Rel merupakan dua batang rel kaku yang sama panjang dipasang pada bantalan sebagai dasar landasan. Rel-rel tersebut diikat pada bantalan dengan menggunakan paku rel, sekrup, penambat, atau penambat e (seperti penambat Pandrol).

Jenis penambat yang digunakan bergantung kepada jenis bantalan yang digunakan. Puku ulir atau paku penambat digunakan pada bantalan kayu, sedangkan penambat e digunakan untuk bantalan beton atau semen.

Rel biasanya dipasang di atas badan jalan yang dilapis dengan batu kericak atau dikenal sebagai Balast. Balast berfungsi pada rel kereta api untuk meredam getaran dan lenturan rel akibat beratnya kereta api. Untuk menyeberangi jembatan, digunakan bantalan kayu yang lebih elastis ketimbang bantalan beton.

Pada dasarnya, transportasi merupakan suatu tolak ukur interaksi keruangan antar wilayah dan sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan suatu wilayah. Selain itu, transportasi juga berperan menunjang keberhasilan pembangunan terutama dalam mendukung kegiatan perekonomian masyarakat, tak terkecuali di daerah pedesaan.

Sarana dan prasarana transportasi memiliki beberapa dampak yang secara langsung maupun tidak langsung dalam masyarakat. Ketersediaan dan lancarnya sarana dan prasarana transportasi menghapuskan perisolasian suatu daerah serta aksesibilitas pun semakin meningkat. Peningkatan ini membuka suatu peradaban baru bagi daerah pedesaan tersebut. Sehingga kemajuan dan modernisasi yang berasal dari daerah pusat pemerintahan dapat dengan mudah masuk.

Hal ini dapat dilihat dari segi ekonomi, yang mana dengan lancarnya sarana transportasi, pemasaran hasil usaha pun semakin mudah. Selain dipermudah dalam hal pengangkutannya juga dipermudah dalam menciptakan pasar dan penyediaan sarana produksi pertanian atau sarana produksi suatu usaha.

Selain dari segi ekonomi, dapat juga dilihat dari segi pendidikan. Keterbukaan suatu daerah membuat mudahnya masuk tenaga pengajar ataupun sarana untuk peningkatan pendidikan. Sedangkan dalam bidang kesehatan, seperti yang terlihat pada masyarakat menjadi semakin cepat dalam mencapai rumah sakit atau tenaga medis, sehingga pertolonganpun dapat segera didapatkan. Halhal di atas membuktikan bahwa dengan lancarnya sarana dan prasarana transportasi dapat meningkatkan pembangunan suatu desa, baik itu dari beberapa dan termasuk juga kedalam segi fisik maupun dari segi manusianya.

2.2.1 Bentuk Hukum Transportasi

Dalam dunia perdagangan soal angkutan memegang peranan yang sangat vital, tidak hanya sebagai alat fisik, alat yang harus membawa barang-barang yang diperdagangkan dari produsen ke konsumen, tetapi juga alat penentu harga dari barang-barang tersebut. Tiap-tiap pedagang selalu akan berusaha mendapat frekuensi angkutan yang kontinue dan tinggi dengan biaya angkut yang rendah. Untuk semua ini diperlukan peraturan-peraturan lalu-lintas baik di darat, di laut maupun di udara. Peraturan-peraturan yang mengatur ketertiban dan keamanan, juga mengatur hubungan keperdataan antara pedagang dan konsumen, pedagang satu sama lain dan pedagang dengan para pengangkut barang-barang dagang tersebut.

Masalah hukum pengangkutan adalah bagian dari masalah hukum lalu-lintas yang lebih mempunyai segi pemerintahan, sehingga tidak mengherankan bahwa di dalamnya terdapat ketentuan-ketentuan yang bersifat memaksa (dwinged recht). Juga dalam hubungan inilah kita harus meninjau adanya suatu faktor yang penting dalam angkutan ialah ketentuan-ketentuan yang bersifat monopolistis yang diatur secara undang-undang. Dengan cara ini pembentuk undang-undang ingin menjaga agar persoalan yang menyangkut seluruh kesejahteraan rakyat tidak terdapat penyalahgunaan kewenangan yang dapat merugikan rakyat disamping alasan-alasan kenegaraan lain seperti penjamin keamanan dan pertahanan dan lain sebagainya.

Bagi perusahaan-perusahaan pengangkutan yang diselenggarakan oleh negara sendiri dalam bentuk perusahaan negara maka ketentuan-ketentuan yuridis, yang bersifat paksaan, hal ini semata-mata tergantung pada tinjauan ekonomis kemasyarakatan yang menjadi tujuan pembentukan perusahaan tersebut. Apabila perusahaan itu merupakan suatu publik utility sepenuhnya dengan tujuan pemberian jasa semata-mata yang biasanya terdapat dalam departement agency maka kebebasan untuk menyimpang dari ketentuan hukum yang berlaku sedikit sekali. Sebaliknya kebebasan ini lebih banyak dijumpai dalam perusahaan yang merupakan suatu publik corporation, bahkan dalam perusahaan-perusahaan negara yang berstatus suatu publik company kebebasan dalam penentuan hukumnya mendekati kebebasan dari suatu perseroan terbatas yang berstatus swasta sama sekali.

Seperti diketahui maka dalam pengangkutan terdapat sebutan-sebutan bagi petugas pengangkutan yang antara lain disebut:

a. Petugas pengangkut (voerlui) adalah pihak pengangkutan yang bertugas dan berkewajiban mengangkut dan bertanggung jawab terhadap semua kerugian yang diderita dalam pengangkutan barang-barang, (pasal 91 KUH Dagang). Apabila mereka secara umum menawarkan jasanya kepada masyarakat dengan syarat-syarat yang telah ditentukan, maka undang-undang menyebutnya sebagai pengusaha pengangkutan umum (ondernemers van openbare rijtuigen en vaartuigen) seperti sebutan yang dipergunakan dalam pasal 96 KUH Dagang.

b. Pengusaha perantara dengan sebutan ekspeditur yang tugasnya adalah memberi jasa sebagai perantara dalam mengadakan persetujuan pengangkutan barang-barang baik dari darat maupun di laut dengan menerima uang jasa dan tidak menyelenggarakan pengangkutannya sendiri (pasal 86 sub 1 KUH Dagang).

c. Dalam praktek terdapat pula apa yang disebut sebagai pengusaha angkutan (vervoer atau transportondernemer) atau juga disebut transporteur ialah pengusaha yang menerima pengangkutan tetapi menyerahkan pengangkutannya kepada pihak lain.

Kebutuhan akan pengusaha-pengusaha perantara dalam soal angkutan adalah hal yang mudah dimengerti karena untuk ini diperlukan syarat-syarat pengetahuan mengenai macam-macam alat angkutan/komunikasi di sampingnya pengetahuan adsministratif mengenai pergudangan, clearance dan lain sebagainya mengingat tugas tersebut merupakan tugas spesialisasi. Disamping pengusaha-pengusaha perantara tersebut diatas, dalam praktek terdapat pula:

a. Perusahaan-perusahaan veem (veem-bedrijven) ialah perusahaan yang berkecimpung dalam bidang pemuatan dan pembongkaran (in-en uitklaren) barang-barang, penyimpanan dalam gudang dan pengiriman barang-barang yang harus diangkut dengan kapal.

b. Kargadur (cargadoor) ialah makelar kapal, tengkulak muatan dan pembongkaran kapal.

Mengenai hubungan hukum antara pihak pengirim dan pihak penerima terdapat berbagai tanggapan hukum, antara lain tanggapan untuk memberikan kedudukan kepada pihak pengirim sebagai pihak yang menerima perintah (lasthebber) atau kuasa hukum (zaakwaarnemer) dari pihak penerima, ada pula tanggapan untuk mempersamakan hak dari pihak penerima sebagai semacam hak dalam cessie yang dianggap berlaku secara diam-diam yang diterimanya dari pihak-pihak pengirim kepada pihak penerima. Sedangkan tanggapan umum adalah: Bahwa pihak penerima adalah pihak ke 3 untuk kepentingan diadakan perjanjian atara pihak peniriman dan pihak pengngkut, sehingga dengan demikian pasal1317 KUH perdata mengenai perjanjian bagi kepentingan pihak ke 3 dapat dilakukan, sekalipun secara rill realisasinya hal ini agak terpaksa.

Surat angkutan ini memuat syarat-syarat pengangkutannya seperti waktu pengangkutan, pergantian dalam hal kelambatan dan lain sebagainya, ditekankan lagi disini, bahwa surat angkutan ini tidak merupakan syarat mutlak bagi adanya persetujuan pengangkutan. Surat ini ditanda tangani oleh pihak pengirim (ekspeditur) dan disampaikan bersama-sama dengan barangnya dengan pihak pertama, dalam hal ini maka surat tersebut merupakan alat bukti terhadap pihak pengangkut. Dalam surat tersebut dimuat mulai nama barang-barang yang diangkut, beratnya, ukurannya dan keterangan-keterangan lain yang diperlukan. Catatan-catatan yang dapat dilihat dapat dicek oleh pihak pengangkut, sedangkan mengenai hal-hal yang tidak dapat dilihat, pihak pengangkut tdak dapat dipertanggung jawabkan.

2.3 Tanggung Jawab Pihak Pengangkut

Mengenai tanggung jawab pihak pengangkut akan dirinci menjadi tiga bagian yaitu:

a. Tanggung Jawab Pengangkut Melalui Darat

Dalam pengangkutan melalui darat diperlukan dokumen yaitu surat angkutan barang, sebagai bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengangkut dengan pengirim atau pemilik barang. Bentuk tanggung jawab yang diberikan oleh pengangkut atas kerusakan atau musnahnya barang-barang yang diangkutnya yaitu berupa ganti rugi dan yang diberikan adalah berupa uang sebesar sepuluh kali ongkos kirim. Tanggung jawab pengusaha angkutan terhadap barang-barang yang diangkutnya, dimulai sejak diterimanya barang oleh pengangkut sampai barang diterima oleh pemilik di tempat tujuan. Resiko yang sering timbul dalam pelaksanaan pengangkutan barang yaitu keterlambatan barang sampai di tempat tujuan tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dan mengakibatkan barang tersebut menjadi rusak atau busuk.

b. Tanggung Jawab Pengangkut Melalui Laut

Yang berlaku di Indonesia adalah prinsip tanggung jawab mutlak. Perjanjian pengangkutan itu sendiri merupakan kesepakatan antara pengangkut dan penumpang; pengangkut berkewajiban untuk mengangkut penumpang tiba di tempat tujuan dengan selamat, sedangkan penumpang berkewajiban memberikan upah pengangkutan kepada pengangkut. Konsekuensi adanya perjanjian pengangkutan ini menimbulkan kewajiban bagi pengangkut untuk mencapai suatu hasil, bukan hanya sekedar menyelenggarakan pengangkutan. Jika kewajiban tersebut tidak terlaksana dengan baik, pengangkut dinyatakan melakukan wanprestasi (Pasal 1243 KUHPer). Bukti adanya perjanjian pengangkutan adalah karcis penumpang (Pasal 85 Ayat (2) Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). Merupakan kewajiban pengangkut untuk mengasuransikan tanggung jawabnya itu, jika tidak mengasuransikannya, pengangkut akan dipidana dengan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 6.000.000,- (Pasal 86 Ayat (3) juncto Pasal 124 Undang-Undang No. 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). KUHP secara tegas melarang pengangkut untuk tidak bertanggung jawab sama sekali atau terbatas untuk segala kerugian yang disebabkan oleh alat pengangkutannya, laik laut kapal, dan tidak cukupnya pengawasan dalam kapal. Penumpang yang hendak menggunakan jasa pelayaran PT PELNI dibebani kewajiban untuk membayar iuran wajib dan premi asuransi tambahan, setiap kali membeli karcis kapal laut. Kewajiban penumpang untuk membayar sendiri asuransinya tersebut diatur dalam Pasal 3 Ayat (l) Undang-Undang No. 33 Tabun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan. Itu sebabnya PT PELNI tidak memberikan ganti kerugian kepada penumpang yang mengalami musibah kapal, kecuali untuk musibah kapal yang dinyatakan sebagai musibah nasional (misalnya tenggelamnya Kapal Tampomas II). Ganti kerugian yang diberikan oleh pihak asuransi (PT Jasa Raharja, PT Jasaraharja Putera dan PT Arthanugraha) dalam hal terjadinya kecelakaan kapal laut, adalah untuk kematian, cacat tetap, biaya rawatan, dan biaya penguburan.

c. Tanggung Jawab Pengangkut Melalui Udara

Apabila penerbang tidak melakukan hal-hal untuk menghindari kecelakaan, maka pengangkut tidak dapat dibebaskan dari pertanggung jawab atau kerugian-kerugian yang disebabkan kecelakaan tersebut.

Apabila tidak terbukti adanya kesengajaan atau pun kelalaian yang dinamakan kesalahan besar yang kasar (grove schuld), maka pengangkut masih dapat dikenakan pembatasan tanggung jawab atas kerugian tersebut sebagaimana menurut pasal 30 ordonansi pengangkutan udara.

Tanggung jawab pengangkut udara diatur dalam beberapa pasal di Ordonansi Pesawat Udara (Stbl. 1939 No. 100) yaitu pada Pasal 24 ayat 1, Pasal 25 ayat 1 serta Pasal 28 Ordonansi Pesawat Udara. Selain dalam Ordonansi Pesawat Udara, pengaturan tentang tanggung jawab pengangkut diatur pula dalam Pasal 43 Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan sebagai pengganti Undang-Undang No. 83 Tahun 1958 tentang Penerbangan. Dalam Pasal 74 butir a Undang-Undang Penerbangan ini disebutkan bahwa Ordonansi Pengangkutan Udara dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 1992 ini atau belum diganti dengan Undang-Undang yang baru. Ketentuan mengenai tanggung jawab pengangkut udara juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara. Salah satu maskapai penerbangan yang tetap bertahan sejak awal munculnya usaha penerbangan di Indonesia sampai sekarang yaitu Garuda Indonesia.

Konsep tanggung jawab angkutan udara ada beberapa bagian antara lain:

a. Based on Fault Liability (Tanggungjawab hukum atas dasar kesalahan), jika penumpang ingin tuntun, maka harus buktikan bahwa pengangkut bersalah dengan mencari bukti dalam pasal 1365 KUHper dikenal sebagai tindakan melawan hukum

b. Presumption of Liability (Tanggungjawab hukum atas dasar praduga bersalah), dianggap bersalah pengangkutnya sejak awal, tapi jika bisa membuktikan dirinya tidak bersalah maka dia bebas.

c. Absolute/Strict Liability (Tanggungjawab hukum tanpa bersalah), harus tanggung jawab segala kerugian tanpa pembuktian.2.3.1 Struktur Tarif Perusahaan Pengangkutan Umum

a. Struktur biaya

Struktur biaya suatu perusahaan jasa angkutan tergantung dari kapasitas angkutan dan kecepatan alat angkut yang digunakan, serta penyesuaian terhadap besar arus angkutan yang berlaku, termasuk manajemen perusahaan yang mengatur jalannya penggunaan kapasitas angkutan.

Jumlah biaya jasa angkutan tergantung dari :

1. Jarak dalam ukuran ton-kilometer

2. Tingkat penggunaan kapasitas angkutan dalam ukuran waktu.

3. Sifat khusus dari muatan

Berdasarkan data diatas dapat dibedakan tiga komponen biaya:

a. Biaya angkutan (dalam perjalanan)

b. Biaya penyediaan dan persiapan alat-alat angkutan termasuk biaya penyimpanan dan terminal (biaya berhenti)

c. Biaya-biaya khusus yang ditimbulkan oleh sifat khusus muatan

Bila jumlah jasa-jasa angkutan yang diproduksi atau jumlah jasa-jasa angkutan yang terjual berubah, artinya kalau kapasitas angkutan atau kecepatan alat angkut berubah, ataupun diadakannya penyesuaian baru terhadap arus angkutan lain, maka di dalam biaya angkutan dalam perjalanan, biaya berhenti (penyediaan dan persiapan) dan biaya khusus yang diperoleh:

a. Biaya-biaya tidak variabel.

b. Biaya berubah sesuai dengan perubahan arus angkutan keseluruhan.

c. Perubahan biaya yang berorientasi pada sebagian dari sektor yang menentukan perubahan arus angkutan.b. Biaya Operasi Kendaraan

BOK merupakan salah satu komponen penting dari suatu proyek transportasi pengiriman barang pada suatu perusahaan. Biaya operasi kendaraan dihitung dari seluruh biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan kendaraan guna menghasilkan jasa. Perhitungan biaya operasi kendaraan agar mudah dilakukan dapat dikelompokan berdasarkan biaya yang dikeluarkan.

c. Klasifikasi Komponen biaya

Dalam melakukan klasifikasi komponen biaya, penulis berpedoman pada SK Dirjend No. 687 Tahun 2002 tentang Pedoman Teknis penyelenggaraan angkutan di wilayah perkotaan dalam trayek tetap dan teratur. Komponen biaya operasi kendaraan digolongkan dalam 2 (dua) kelompok, yaitu:

a. Biaya Langsung

Contoh : Biaya penyusutan kendaraan, Biaya bunga modal, Biaya awak kendaraan, dllb. Biaya Tidak Langsung

Contoh : Biaya pegawai selain awak kendaraan, Pengelolaan, dllCara perhitungan biaya operasi kendaraan dapat dilakukan dalam tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pada kelompok biaya langsung, sebagian biaya dapat dihitung secara langsung biaya perkendaraan perkilometer nya, tetapi sebagian biaya lainnya perlu terlebih dahulu dihitung biaya persatuan waktunya kemudian dibagi persatuan waktunya kemudian dibagi dengan km tempuh per satuan waktu tersebut.

b. Untuk biaya tidak langsung karena komponen-komponen biaya tersebut bersifat umum atau biaya bersama yaitu untuk menunjang operasi dari semua jenis kendaraan, maka perhitungannya tidak dapat dihitung secara langsung biaya per kendaraan perkm nya.

c. Hasil penjumlahan dari biaya langsung dan tidak langsung tersebut adalah biaya operasi kendaraan.

BAB 3

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand) akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara memegang peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah satu dengan daerah yang lain.Demikian makalah tentang hukum transportasi, masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini baik dalam isi maupun sistematika penulisan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penulisan makalah yang selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.3.2 Saran

Kami berharap seluruh mahasiswa teknik industri universitas pamulang, khususnya bagi kami agar semakin berkembang wawasan tentang Unsur- unsur Transportasi. dan berharap saran yang membangun. Terima kasih DAFTAR PUSTAKA

Ichsan, Achmad, Hukum Dagang, Jakarta: Pradnya Paramita, 1993

Ali, Chidir, Yurisprudensi Hukum Dagang, Bandung: Penerbit Alumni, 1982http://rumah12.blogspot.com/2012/12/struktur-biaya-transportasi.htmlhttp://www.berkahlogistic.com/service.htmlhttps://www.google.co.id/#q=logistik