Makalah Nasikh Mansukh

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nasikh mansukh

Citation preview

20BAB IPENDAHULUANAl-Quran merupakan peringatan kepada seluruh alam, yang berisi petunjuk bagi tercapainya kebahagiaan kepada orang yang percaya kepadanya. Hal itu termaktub dalam QS. Al-Furqon ayat 1, yang artinya Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam. Al Furqan (25) : 1 Keberadaan Al-Quran adalah sebagai hudan (petunjuk), yang didalamnya terdapat hukum-hukum bagi kehidupan manusia. Manusia tidak akan tersesat jika dapat menjadikannya pedoman dan petunjuk dalam kehidupannya. Allah berfirman dalam surat al-Jin ayat 13 yang artinya sebagai berikut: Al-Jin (72) : 13Dan sesungguhnya kami tatkala mendengar petunjuk (Al Quran), kami beriman kepadanya. Barangsiapa beriman kepada Tuhannya, maka ia tidak takut akan pengurangan pahala dan tidak (takut pula) akan penambahan dosa dan kesalahanAl-Quran selalu menarik untuk dikaji oleh kalangan umat Islam maupun luar Islam (orientalis). Salah satu kajian yang masih diperdebatkan adalah nasikh dan mansukh, atau penghapusan ayat al-Quran. Ada banyak argumentasi yang berbeda dari beberapa kelompok yang memperdebatkan persoalan tersebut. Perdebatan berbagai persoalan seputar nasikh dan mansukh tersebut mencakup beberapa hal seperti pengertian, pembagian, contoh-contoh, kontroversi, dan hikmah adanya nasikh-mansukh.Nasikh-Mansukh ini merupakan bagian penting dari bahasan ulumul Quran, melihat tuntutan kebutuhan setiap umat berbeda satu dengan yang lain dan berbeda pula kebutuhan pada zaman dahulu dengan zaman sekarang. Menurut Djalal, pembahasan nasikh-mansukh ini menyangkut berbagai masalah rumit ynag menjadi pangkal perselisihan dari para ulama, ahli ushul fiqih, ahli tafsir, dan sebagainya. Oleh karena itu, mempelajari nasikh mansukh sangat bermanfaat agar pengetahuan tentang al-Quran tidak menjadi kacau dan kabur. Dengan mengulas nasikh-mansukh pula, maka sejarah pen-syariat-an hukum-hukum Islam dan rahasia-rahasianya dapat terungkap. Tujuan akhirnya adalah dapat mengetahui pertumbuhan dan perkembangan hukum-hukum syariat Islam dan mengetahui hikmah dibalik penghapusan (nasakh) ayat tersebut. Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 131BAB IIPEMBAHASANAl-Quran merupakan kitab suci yang berisi firman-firman Allah dan memiliki satu kesatuan yang utuh. Hal itu berarti, tidak ada pertentangan antara satu kata dengan kata lainnya, seperti dalam ayat berikut: An-Nisa (4) : 82Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya.Satu ayat dengan lainnya saling menjelaskan, yufassiru baduhu badho. Namun, secara historis manusia dihadapkan dengan berbagai persoalan baru yang memunculkan syariah (hukum) baru. Hal tersebut ditujukan untuk kemashlahatan bersama (mashlahah al-ammah). Sehingga, ada beberapa teks yang di nasikh dengan sengaja untuk kemashlahatan. Berikut ayat-ayat yang terdapat kata naskh: Al-Araf (7) : 154 Sesudah amarah Musa menjadi reda, lalu diambilnya (kembali) luh-luh (Taurat) itu; dan dalam tulisannya terdapat petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang takut kepada Tuhannya.Kata nuskhatiha dapat diartikan sebagai salinan atau prasasti/tulisan. Louay Fatoohi, Abrogation in the Quran and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of Naskh and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 37 Al-Jathiyah (45) : 29 (Allah berfirman): "Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan"Kata nastansikhu berarti menulis penjelasan (mencatat). Louay Fatoohi, Abrogation in the Quran and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of Naskh and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 37 Al-Hajj (22) : 52Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun dan tidak (pula) seorang nabi, melainkan apabila ia mempunyai sesuatu keinginan, syaitanpun memasukkan godaan-godaan terhadap keinginan itu, Allah menghilangkan apa yang dimasukkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-Nya. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Al-Baqarah (2) : 106 Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.Pengertian Nasikh-MansukhSecara etimologis, menurut Shihab kata naskh mengandung arti pembatalan, penghapusan, pemindahan dari satu wadah ke wadah lain, pengubahan dan lain-lain. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 143 Sedangkan Subhiy ash-Shalih, jika merujuk pada beberapa ayat al-Quran pengertian nasikh ada empat. Subhiy al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain, 1988) hlm. 259-260, Lihat juga Jalaluddin As-Syuyuti, Al-Itqan fi Ulum al-Quran, Jilid II (Beirut: Dar al-Nafais, 1990), hlm. 136 Pertama, nasikh yang diartikan izalah atau penghilangan. Pengertian tersebut diambil dengan merujuk pada ayat berikut; ... ... Al-Hajj (22) : 52Allah menghilangkan apa yang dimansukhkan oleh syaitan itu, dan Allah menguatkan ayat-ayat-NyaKedua, nasikh yang diartikan pergantian (tabdil). Pengertian tersebut merujuk pada ayat, .... An-Nahl (16) : 101dan apabila Kami letakkan suatu ayat ditempat ayat lain sebagai penggantinya, padahal Allah lebih mengetahui apa yang diturunkan-NyaKetiga, nasikh diartikan at-tahwil sebagai tanasukh al-mawarits, yaitu pemindahan warisan dari satu orang kepada orang lain. Keempat, nasikh yang diartikan sebagai al-naql (menukil atau memindahkan). Subhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran,...... hlm. 261 Tidak ada contoh dalam al-Quran yang berisi kata nasakh yang berarti pindah. Sebab, hanya ada empat kata dalam al-Quran yang memuat kata nasakh tetapi tidak ada yang berarti pindah. Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 107Secara terminologis, menurut Subhiy Ash-Shalih, nasikh adalah rafu al-hukmi al-syari bi ad-dalili al-syari, artinya mencabut (mengangkat) hukum syari dengan dalil syari pula. Subhi al-Shalih, Mabahits fi Ulum al-Quran,..... hlm. 261 Sedangkan menurut Manna al-Qaththan, pengertian nasikh adalah mengangkat (menghapuskan) hukum syara dengan dalil hukum (khitab) syara yang lain. Tetapi penghapusan ini tidak termasuk al-baraah al-ashliyah (asli), kecuali yang disebabkan mati, gila atau penghapusan dengan ijma atau qiyas. Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut: Muwassah, 1983) hlm. 232Al-Syatibi dalam Quraish Shihab, membatasi nasikh ini pada empat hal; pertama, pembatalan sebuah hukum yang terdahulu, karena adanya penetapan hukum setelahnya. Kedua, pengecualian hukum yang bersifat umum oleh hukum yang bersifat khusus setelahnya. Ketiga, adanya penjelasan yang datang sesudah ditetapkannya sebuah hukum, tetapi masih samar. Keempat, penetapan syarat hukum terdahulu terhadap hukum yang belum bersyarat. Namun, batasan tersebut terlalu luas sehingga tidak jelas antara yang dikhususkan dan yang umum. Menurut Quraish Shihab, ada batasan nasikh yang lebih sempit, yaitu ketentuan-ketentuan hukum yang datang kemudian membatalkan atau mencabut atau dapat menyatakan berakhirnya masa pemberlakuan hukum sebelumnya. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 144Menurut Djalal, definisi nasakh secara lengkap adalah sebagai berikut: Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm 111 Nasakh ialah menghapuskan hukum syarak dengan memakai dalil syarak dengan adanya tenggang waktu, catatan kalau sekiranya tidak ada nasakh itu tentulah hukum yang pertama itu akan tetap berlaku.Contohnya seperti berikut: Al-Mujadilah (58) : 12Hai orang-orang beriman, apabila kamu mengadakan pembicaraan khusus dengan Rasul hendaklah kamu mengeluarkan sedekah (kepada orang miskin) sebelum pembicaraan itu. Yang demikian itu lebih baik bagimu dan lebih bersih.Di nasakh oleh ayat berikut: Al-Mujadilah (58) : 13Apakah kamu takut akan (menjadi miskin) karena kamu memberikan sedekah sebelum mengadakan pembicaraan dengan Rasul? Maka jika kamu tiada memperbuatnya dan Allah telah memberi taubat kepadamu maka dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakanNasakh tersebut untuk kemashlahatan bersama, karena ayat sebelumnya mewajibkan sedekah terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Nabi SAW. Kemudian ayat setelahnya me-nasakh atau mengganti ketentuan yang baru, yaitu penghapusan sedekah terlebih dahulu sebelum berbicara dengan Rasul. Penghapusan ayat tersebut bertujuan untuk meringankan beban/kewajiban umat Islam yang memberatkan, yaitu mengeluarkan sedekah setiap berbicara dengan Nabi SAW.Pengertian mansukh Quraish Shihab adalah yang dibatalkan, dihapus, dan dipindahkan. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 143 Menurut Djalal, mansukh secara bahasa berarti yang dihapus/ dihilangkan/ dipindah/ disalin/ dinukil. Menurut istilah para ulama, mansukh adalah hukum syarak yang diambil dari dalil syarak yang pertama, yang belum diubah dengan dibatalkan dan diganti dengan hukum dari dalil syarak baru yang datang kemudian. Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 122 Mansukh menurut Qaththan, hukum yang dihilangkan, ayat mawarits contohnya, yaitu menghapus hukum wasiat orang tua dan kerabat terdekat. Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran,.....hlm. 232Djalal mengatakan sebenarnya ilmu nasikh dan mansukh ini adalah ilmu nasakhi, yaitu ilmu yang membahas ihwal penasakhan (penghapusan dan penggantian) sesuatu peraturan hukum al-Quran. Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 105Pembagian Nasakh Louay Fatoohi, Abrogation in the Quran and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of Naskh and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 28Nasakh Al-Quran dengan Al-QuranNasakh yang pertama ini telah disepakati oleh seluruh orang yang menyetujui nasakh mengenai kebolehannya. Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 141, lihat juga Subhiy Ash-Sholih dalam Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayin, 1988), hlm. 262 Contohnya, kasus hukum iddah (masa tenggang) bagi seorang janda yang semula satu tahun, tertera pada ayat berikut: Al-Baqarah (2) : 240 Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).Beberapa waktu kemudian turunlah ayat yang isinya ditetapkan bahwa masa tenggang bagi janda hanya 4 bulan 10 hari, hal itu termaktub dalam ayat berikut: Al-Baqarah (2) : 234Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.Nasakh Al-Quran dengan as-SunnahAda perbedaan pendapat pada nasakh model ini, adapun Imam Syafii menolaknya, hal tersebut tertulis dalam risalahnya. Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa mereka kurang setuju dengan pendapat Syafii, sebab keagungan al-Quran dan as-Sunnah merupakan satu kesatuan yang diturunkan oleh Allah SWT dan tidak ada pertentangan pada keduanya, namun jika ada pertentangan pada salah satu dari keduanya maka harus di nasakh. Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. 1988) hlm. 261, lihat juga Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Quran.... hlm 237 Ada sebagian kelompok Imam Ahmad dan Ahli Dzahir yang menolaknya juga, alasannya adalah tingkat kedudukan al-Sunnah yang tidak sebanding dengan Al-Quran. Sedangkan Imam Malik, Abu Hanifah dan Ahmad memperbolehkannya, dengan alasan as-Sunnah itu juga wahyu (artinya Nabi memberikan hukum juga setelah mendapat wahyu dari Allah. Sesuatu yang dilakukan Nabi SAW juga bukan merupakan hawa nafsu. Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum Al-Quran.... hlm 237Ada beberapa problem dalam bagian nasikh ini, sebagian besar ulama menolaknya, mereka mengatakan bahwa tidak masuk akal jika ayat Al-Quran dihapus oleh al-Sunnah. Diriwayatkan oleh Abu Musa al-Hafidz bahwa Yahya ibn Katsir mengatakan bahwa al-Sunnah dapat diganti oleh al-Quran dan bukan al-Quran yang digantikan oleh al-Sunnah. Ibn Hazm Al-Hamdani, itibar fi an-Nasikhi wa al-Mansukhi, Cet. 1 (Himsa: Matbaah Andalus, 1966) hlm. 26Djalal dalam Ulumul Quran, boleh nasakh model ini, namun nasakh dengan hadits ahad tidak diperbolehkan oleh jumhur ulama. Hal itu dikarenakan, al-Quran datangnya mutawatir dan memberikan faedah yang meyakinkan, sedangkan hadits ahad memberikan faedah yang dzanni (dugaan saja). Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 141Asy-Syuyuti mengatakan bahwa dibolehkan me-nasakh al_quran dengan as-Sunnah karena sesungguhnya as-Sunnah itu juga dari Allah, Allah berfirman: Jalaluddin Asy-Syuyuti, al-Itqan fi Ulum al-Quran (Beirut: Dar an-Nafais, 1990), hlm. 137 An-Najm (53) : 3dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunyaNasakh al-Sunnah dengan Al-QuranPenghapusan hukum yang ditetapkan berdasarkan sunnah diganti dengan hukum yang ditetapkan berdasarkan al-Quran, Jumhur ulama memperbolehkannya. ini Contohnya kebiasaan Nabi mewajibkan puasa pada bulan asy-Syura, hadits riwayat Bukhari-Muslim dari Aisyah r.a: yang artinya Dari Aisyah, beliau berkata: Hari Asyura itu adalah wajib berpuasa. Ketika diturunkan (kewajiban berpuasa) bulan Ramadhan, maka ada orang yang mau berpuasa dan ada pula yang tidak berpuasa.Semula ada kewajiban berpuasan pada bulan asyura, namun kemudian di nasakh setelahnya turun ayat berikut: Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 142, lihat juga Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Quran (Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain. 1988) hlm 261 Al-Baqarah (2) : 185 (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.Akan tetapi Imam Syafii menolak ketetapan ini, karena semua yang ditetapkan dalam hadits Nabi tentu sudah didukung oleh al-Quran, hal itu berarti ketetapan al-Quran tidak bertentangan dengan al-Sunnah atau saling bersinergi. Subhiy Ash-Sholih, Mabahits fi Ulum al-Quran..... hlm 261Nasakh al-Sunnah dengan al-SunnahSebagian besar ulama tidak setuju dengan nasakh ini, hal itu dikarenakan Nabi SAW tidak mungkin memberikan syariat untuk umatnya kecuali mendapat petunjuk dan wahyu dari Allah SWT, dan semua yang di sunnahkan Nabi merupakan perkara syariat bukan dari hawa nafsu. Contohnya me-nasakh wudhu yang semula dianjurkan setelah makan sate, kemudian beliau me-nasakh-nya, beliau tidak berwudhu setelah makan sate. Ibid., hlm 261-262 Makna nasikh-mansukhAda tiga model Nasakh bagian ini, Louay Fatoohi, Abrogation in the Quran and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of Naskh and its Impact (New York: Routledge, 2013), hlm. 25 yaitu:Yang di nasakh tulisan dan hukumnyaYaitu menghapus ayat dan hukumnya sekaligus. Contohnya seperti hadits berikut: : : ( ). Al-Bukhari Abi Abdillah, Sahih Abi Abdillah Al-Bukhari bi Sharh Al-Karmani, juz 22 (Kairo: Matbaah al-Bahiyah al-Misriyah, 1937), hlm. 207Anas bin Malik RA. mengatakan, ketika kami bertanya pada Nabi SAW firman Allah yang menunjukkan perihal taubat, beliau memberikan satu ayat: seandainya anak Adam mendapati sebuah lembah, maka dia akan meninggalkannya untuk mencari satu lagi seperti itu, dan jika dia memperoleh yang seperti itu lagi untuk kedua, makan dia akan mencarinya lagi untuk yang ketiga, dan tidak ada yang akan memuaskan perut keturunan Adam kecuali debu, tetapi Allah lembut hati (mengampuni) kepada siapapun yang bertaubat.Yang di nasakh tulisannya dan hukumnya tetapMenurut As-Suyuthiy dalam al-Ithqan dan Ibn Hazm dalam an-Nasikhu wa al-Mansukhu li ibn Hazm, Umar ibnu Khattab mengatakan: Jaluddin al-Suyuti, al-Itqan fi Ulum al-Quran......hlm 140 Apabila seorang lelaki dewasa dan seorang perempuan dewasa berzina, maka rajamlah keduanya, itulah kepastian hukum dari Tuhan dan Tuhan maha kuasa lagi bijaksana.Ada beberapa kontroversi dengan ayat tersebut, riwayat Bukhari mengatakan bahwa posisi semula ayat tersebut berada pada surat an-Nur ayat 24, tetapi terdapat batasan yang jelas mengenai hukuman perbuatan zina tersebut dengan cambukan, sedangkan ayat di atas dengan rajam.Yang di nasakh hukumnya dan tulisannya tetapYaitu tulisan dan bacaan ayatnya masih tetap ada namun hukumnya sudah dihapus dan diganti dengan yang lain. Contohnya, ayat berikut: Al-Baqarah (2) : 240 Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).Beberapa waktu kemudian turunlah ayat yang isinya ditetapkan bahwa masa tenggang bagi janda hanya 4 bulan 10 hari, hal itu termaktub dalam ayat berikut: Al-Baqarah (2) : 234Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.Manna al-Qaththan mengatakan bahwa ada hikmah dibalik penghapusan hukumnya saja namun tulisan dan bacaannnya tetap, yaitu: Manna al-Qaththan, .... hlm. 239Al-Quran itu sebagian dibaca untuk diketahui isi hukumnya dan untuk diamalkan, dibaca karena itu firman Tuhan maka akan mendapat pahala.Nasakh pada umumnya berguna untuk memberikan keringanan. Karena itu, tidak di-nasakh-kan bacaan ayat untuk mengingatkan nikmat Allah yang memperingan hukuman itu.Ayat-ayat yang Terkena Nasakh dan bebas NasakhMenurut Syekh Imam Abu al Hasan Ali bin Ahmad al-Wahidiy al-Nisaburiy dalam Acep Hermawan, menurunkan ucapannya Abu al-Qasim, bahwa surat-surat al-Quran dibagi menjadi empat kelompok: Acep Hermawan, Ulumul Quran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 169-173Tabel 1Pembagian surat-surat yang terkena dan bebas NasakhpertamaKeduaketigaKeempatsurat yang bebas dari nasikh-mansukh ada 43 surat, diantaranya:Al-FatihahYusufYaasinAl-HujuratAl-RahmanAl-HadidAl-ShafAl-JumuahAt-TahrimAl-MulkAl-HaqqahNuhAl-JinAl-MursalatAl-NabaAn-NaziatAl-InfitharAl-MuthaffifinAl-InsyiqaqAl-BurujAl-FajrAl-BaladAs-SyamsuAl-LailAdh-DhuhaAl-InsyirahAl-AlaqAl-QadrAl-InfitharAl-ZalzalahAl-AdiyatAl-QariahAl-TakatsurAl-HumazahAl-FiilAl-QuraisyAl-MaunAl-KautsarAl-NashrAl-LahabAl-IkhlasAl-FalaqAn-NashKeempat puluh tiga surat itu merupakan surat yang di dalamnya tidak terdapat amar dan nahi. Sebagiannya hanya terdapat nahi tanpa amar, dan sebagian yang lain hanya terdapat amar tanpa nahi.Surat yang di dalamnya terdapat nasikh tetapi tidak terdapat mansukh ada enam surah, yaitu:Al-FathAl-HasyrAl-MunafiqunAt-TaghabunAl-ThalaqAl-AlaSurat yang di dalamnya terdapat ayat-ayat mansukh, tetapi tidak terdapat ayat nasikh, diantaranya:Al-AnamAl-ArafYunusHudAl-RadAl-HijrAl-NahlBani IsrailAl-KahfiThahaAl-MuminAl-NamlAl-QashashAl-AnkabutAr-RumLuqmanAl-MashabihAl-MalaikahAl-ShaffatShadAz-ZumarAz-ZukhrufAd-DukhanAl-JatsiyahAl-AhqafMuhammadAl-BasiqatAl-NajmAl-QamarAl-ImtihanAl-QalamAl-MaarijAl-MuddatstsirAl-QiyamahAl-InsanAbasaAt-ThariqAl-GhashiyahAt-TinAl-KafirunSurat yang mengandung nasikh dan mansukh berjumlah 25 surat, yaitu:Al-BaqarahAli ImranAn-NisaAl-MaidahAl-AnfalAt-TaubahIbrahimAl-KahfiMaryamAl-AnbiyaAl-HajjAn-NurAl-FurqanAsy-SyuaraAl-AhzabSabaMumininAsy-SyuraAdz-DzariyatAth-ThurAl-WaqiahMujaadilahAl-MuzammilAl-KautsarAl-AshrAda 114 surat di dalam al-Quran dan hanya 43 surat yang bebas nasakh, hal itu berarti ada 71 surat yang terkena nasakh (62,3% surat dari seluruh surat). Ini berarti sebagian surat di dalam al-Quran menjadi nasakh, yakni menduduki posisi hukum yang termuat pada ayat yang di nasakh. Nasakh tidak mungkin terjadi kecuali pada ayat yang membawa pesan larangan dan perintah. Sementara ayat yang susunan kalimatnya berbentuk khabar, termasuk wad (janji) dan waid (ancaman), maka di sana nasakh tidak mungkin masuk. Acep Hermawan, Ulumul Quran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 173Kontroversi dalam Nasikh-MansukhKontroversi tentang naskh menjadi semakin menarik minat kajian para peneliti karena kesimpulan yang dihasilkan berimplikasi terhadap persoalan yang krusial dan fenomenanya dikaitkan dengan otentisitas al-Quran sebagai wahyu Tuhan. Secara historis, nasikh-mansukh merupakan bidang ilmu pengetahuan yang memiliki sejarah teramat panjang, baik dalam konteks internal hukum Islam ataupun dalam konteks eksternal antar ajaran Nabi/Rasul satu (yang digantikan) dengan ajaran Nabi/Rasul yang lain (yang menggantikan). Muhammad Amin Suma, Nasikh-Mansukh dalam Tinjauan Historis, Fungsional, dan Shari, Jurnal Kajian Islam Al-Ihsan, Vol. 1, No. 1, Januari 2013, hlm. 27Sedangkan secara fungsional, Muhammad Mahmud Hijazi menegaskan bahwa keberadaan nasikh-mansukh dalam pembentukan dan pembangunan hukum sangatlah signifikan, bahkan benar-benar esensial (dhrur). Terutama di tengah umat yang pembangunan hukumnya tengah mengalami pertumbuhan dan perkembangan sangat cepat. Ibid.Menurut Ibnu Salamah, ayat yang paling unik terhapus (mansukh) adalah QS. Al-Araf ayat 199, yaitu: Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang maruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.Ayat tersebut memuat tiga potong ayat yang di-nasakh oleh tiga ayat lain pula. Wardani, Ayat Pedang VS Ayat Damai: Menafsir Ulang Teori Naskh dalam al-Quran (Jakarta: Kementerian Agama, 2000), hlm. 3 Pertama, ayat yang me-nasakh adalah QS. At-Taubah ayat 102: Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi maha Penyayang.Kedua, muhkam. Ketiga, di-nasakh oleh ayat as-Sayf. Keunikan jenis penghapusan ayat ini terdapat jumlah cukup banyak.Hamdani dalam al-Itibar fi an-Nasikh wa al-Mansukh, mengatakan bahwa ada kontroversi antara jumhur ulama, mereka berpendapat bahwa as-Sunnah adalah cerminan/tafsiran dari al-Quran dan tidak saling bertentangan satu sama lainnya. Ibn Hazm al-Hamdani, al-Itibar fi an-Nasikh wa al-Mansukh, Cet. 1 (Himsa: Matbaah Andalus, 1966), hlm. 26 Kontroversi yang pertama ada di model nasakh al-Quran dengan as-Sunnah, tidak masuk akal jika as-Sunnah dapat menghapus al-Quran, padahal seharusnya keduanya sinkron dan bersinergi. Maka, untuk menjawab pertanyaan, apakah boleh menghapus al-Quran dengan hadist, jawabannya adalah berbagai macam pendapat para ulama.Ada yang mengatakan bahwa tidak boleh menghapus al-Quran dengan hadist, dengan dasar QS. Al-Baqarah ayat 106 yang artinya, ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Ayat tersebut jelas menerangkan yang menasakh adalah yang sebanding, padahal tidak ada yang lebih tinggi/baik dari al-Quran. Nashr Hamid Abu Zaid, Mafhum an-Nash Dirasah fi al-Ulum al-Quran, (Beirut: Markaz Ats-Tsaqafi Al-Araby, 2000), hlm. 123Pendukung naskh menentang dengan logis pada mereka yang kontra, dengan alasan yang kuat dalam firman Allah berikut: Fussilat (41) : 42Yang tidak datang kepadanya (Al Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb Yang Maha Bijaksana lagi Maha TerpujiAyat tersebut ditegaskan oleh Abu Muslim, bahwa al-Quran tidak disentuh oleh pembatalan dan dengan demikian bila naskh diartikan sebagai pembatalan, maka jelas tidak terdapat dalam al-Quran.Para pendukung yang pro naskh memberikan penjelasan lagi bahwa ayat tersebut berbicara tentang kebatilan bukan tentang pembatalan. Hukum Tuhan yang dibatalkan bukan berarti batil, karena sesuatu yang dibatalkan penggunaannya kepada perkembangan dan kemashlahatan pada suatu waktu, bukan berarti yang dibatalkan berarti tidak benar. Para pendukung yang pro terhadap naskh ini mengakui bahwa naskh baru dapat dilakukan jika terdapat dua ayat hukum yang bertolak belakang dan tidak dapat dikompromikan dan harus diketahui urutannya sehingga dapat ditetapkan nasikh dan mansukh-nya. Pendukung teori nasikh mansukh ini adalah Imam Syafii, An Nahas, As-Syuyuti, dan Asy Syukani. Namun, ada Imam Syafii tidak mendukung teori naskh secara keseluruhan, Imam Syafii dan Abu Muslim Al-Asfihani menolak adanya penghapusan al-Quran dengan hadis. Mereka berpendapat bahwa tidak ada yang sebanding derajatnya dengan al-Quran.Pemikiran Muhammad Abduh dalam Quraish Shihab, dijadikan sebagai titik tolak dalam penafsirannya tentang ayat-ayat Al-Quran. Muhammad Abduh tidak mendukung ayat dalam surat al-Baqarah ayat 106 sebagai ayat-ayat hukum dalam al-Quran dengan alasan penutup ayat tersebut menyatakan sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu yang menurutnya ayat yang dimaksudkan adalah mukjizat. Akan tetapi, Muhammad Abduh tetap berpendapat bahwa kata-kata ilmu Tuhan, diturunkan, tuduhan kebohongan adalah isyarat yang menunjukkan bahwa kata ayat dalam surat an-Nahl ayat 101 adalah ayat-ayat hukum al-Quran. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran......, hlm. 147Dengan demikian, Abduh menolak adanya naskh tetapi mengakui adanya tabdil atau penggantian, pemindahan, pengalihan ayat hukum di tempat ayat hukum lain. Hal itu juga sesuai dengan arti naskh secara etimologis yang berarti pemindahan dari satu wadah ke wadah lain.Penafsiran-penafsiran terhadap keberadaan naskh ini juga berkembang seiring berkembangnya zaman, ada tiga model model penafsiran yang berkembang: Wardani, Ayat Pedang VS Ayat Damai...., hlm. 97 Pertama, penafsiran yang mendukung (afirmasi) naskh, yaitu penafsiran konvensional mayoritas mufassir yang menyatakan bahwa tabdil (penggantian) adalah pembatalan final (naskh) ayat dengan ayat lain, baik tulisan (naskh al-tiwalah) maupun hukumnya (naskh al-hukm). Kedua, penafsiran yang menolak (negasi) naskh, yaitu penafsiran yang menolak naskh sebagai pembatalan final dan tidak menawarkan solusi penafsiran dari dalam melainkan diluar perdebatan naskh al-Quran. Posisi penafsiran ini diwakili oleh para penolak naskh al-Quran, seperti Abu Muslim al-Ishfahani, al-Jabry, Ahmad Hijazi al-Saqa, Ihab Ihsan Abduh, dan Jamil Salih Ataya. Penolakan tersebut dikemukakan dengan idza, baddalna, dan ayah pertama dan kedua. Ibid.Ketiga, penafsiran ulang atau reinterpretasi (pendekatan revisionis), yaitu bahwa penggantian adalah bukan penggantian antar ayat. Penafsiran ini dikemukakan kalangan revisionis, misalnya Abduh, Taha, Abu Zayd, dan M. Quraish Shihab. Disini penafsiran Muhammad Asad, dalam the Message of the Quran, dikemukakan untuk memperjelas. Asad menafsirkan penggantian sebagai penggantian temporer pesan yang terkandung dalam ayat sesuai dengan perkembangan intelektual dan sosial manusia dan sesuai dengan prinsip kebertahapan wahyu, bukan sebagai penganulir permanen. Ibid., hlm. 97-98Ada empat golongan ulama yang berbeda pendapat mengenai naskh: Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu Quran, Terjemah oleh Mudzakir (Bogor: Litera AntarNusa, 2014), hlm. 330-334Orang Yahudi. Ahmad Nahrawi Abdus Salam al-Indunisi, Ensiklopedia Imam Syafii. Terjemah oleh Usman Syaroni (Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika, 2008), hlm. 258Orang yahudi tidak mengakui adanya naskh, karena menurut mereka naskh mengandung konsep al-bada, yaitu tampak jelas setelah kabur. Kadang, adakalanya naskh tanpa adanya hikmah, dan hal itu pasti mustahil bagi Allah. Kadang, adakalanya naskh karena sesuatu hikmah yang sebelumnya tidak nampak. Hal itu berarti terdapat sesuatu kejelasan yang didahului oleh ketidakjelasan, tentu ini mustahil juga bagi Allah SWT. Orang Syiah Radifah.Orang Syiah Radifah menetapkan dan meluaskann naskh secara berlebihan. Mereka berkontradiksi dengan orang Yahudi, karena mereka memandang bahwa al-bada itu mungkin bagi Allah. Mereka memakai dalil QS. Ar-Rad: 39, yang artinya, Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan Ia menetapkan (apa yang Ia kehendaki). Mereka memandang bahwa Allah siap menghapuskan dan menetapkan.Paham mereka merupakan kesesatan yang dalam, karena mereka berpedoman bahwa Allah menghapuskan sesuatu yang perlu dihapus dan menetapkan penggantinya. Di samping penghapusan dan penetapan terjadi dalam banyak hal, misalnya menghapuskan keburukan dengan kebaikan. Hal itu sesuai dengan QS. Hud: 114, yang artinya, Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Juga menghapuskan kemaksiatan dengan taubat mereka, serta penetapan iman dan ketaatan mereka.Abu Muslim al-Asfihani.Abu Muslim berpendapat bahwa naskh mungkin saja terjadi, tetapi tidak mungkin terjadi tanpa adanya syara. Dia memakai dasar QS. Fussilat: 42, yang artinya, Yang tidak datang kepadanya (Quran) kebatilan baik dari depan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari sisi Tuhan Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji. Ia mengartikan bahwa Allah tidak mungkin menghapuskan hukum-hukum Quran selamanya, namun ditakhsiskan.Sedangkan di dalam ensiklopedia Imam Syafii, Abu Muslim tidak mengakui adanya naskh dalam al-Quran, karena hal itu dianggap sebagai pembatalan terhdap sebagian wahyu yang terkandung dalam al-Quran dan pembatalan hukum itu merupakan sesuatu yang batil. Sementara al-Quran tidak tersentuh kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang. Al-Quran juga berisi syariat yang berlaku selamanya, maka di dalam al-Quran tidak boleh ada naskh. Ibid.Jumhur Ulama.Mereka berpendapat bahwa naskh dapat diterima secara akal dan dapat pula terjadi dalam hukum-hukum syara berdasarkan dalil-dalil. Pertama, Allah tidak bergantung pada alasan dan tujuan dalam memerintahkan sesuatu pada suatu kurun waktu dan melarangnya pada waktu tertentu. Hal itu dikarenakan hanya Allah yang tahu kepentingan hamba-Nya. Kedua, al-Quran dan Hadits menunjukkan bahwa naskh itu dapat terjadi, seperti dalam QS. An-Nahl ayat 101, yang artinya, dan apabila Kami mengganti suatu ayat di tempat ayat yang lain...Argumentasi nasikh-mansukh memang rentak kritik, dan perbedaan pendapat. Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, pertama, semua hadits yang dijadikan dalil nasikh-mansukh terhitung lemah. Kedua, banyak pertentangan di antara para ulama tentang ayat yang di nasakh, dan dengan ayat mana yang mansukh. Ketiga, formula teori nasikh-mansukh ini juga diikhtilafkan di antara para ulama Ulumul Quran. Keempat, nasikh-mansukh dikemukakan untuk mendamaikan ayat-ayat yang bertentangan, padahal al-Quran sendiri menegaskan tidak ada pertentangan di dalamnya. Menurut Dr. Lang, bahwa teori nasikh-mansukh ini kelihatan mendakwa bahwa Tuhan menurunkan informasi yang berlebih dan dalam wahyu terkahir pada umat manusia sehingga Dia sering menilai selama proses penyampaiannya. Persepsi tersebut membuat para mualaf heran dan cukup terguncang keimanannya. Jalaluddin Rakhmat, Islam dan Pluralisme: Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan (Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2006), hlm. 208 Sebenarnya, kontradiksi antara pendapat-pendapat ulama adalah wajar, hal tersebut dikarenakan tidak ada pembedaan antarteks agama, dan batas-batas yang memisahkan antarteks tersebut tidak dikenali. Pendapat Imam Syafii yang mengatakan bahwa teks yang berkaitan dengan naskh hukum, sepadan. Sedangkan Zarkasyi menolak pendapat tersebut, ia mengatakan bahwa bukti dari firman Tuhan adalah digugurkannya hukum cambuk dalam hukuman zina terhadap janda yang dirajam sebab dalam hal ini yang menggugurkannya hanyalah sunnah, perbuatan Nabi SAW. Nasr Hamid Abu Zaid, Tekstualitas Al-Quran: Kritik Terhadap Ulumul Quran, Terjemah oleh Khoirun Nahdliyyin, Cet. I. (Yogyakarta: LKis, 2001), hlm. 151Penolakan Zarkasyi tersebut wajar, sebab hukum rajam merupakan batas maksimal dalam hukum cambuk dan keduanya tidak mungkin dikompromikan. Hadits shohih dapat menafsirkan dan menjelaskan al-Quran tetapi ia tidak dapat membatalkan hukum-hukumnya. Zarkasyi mengatakan bahwa ketika berbicara tentang yang menasakh harus muncul belakangan dari yang di nasakh. Ibid.Quraish Shihab mengatakan bahwa pada hakikatnya tidak ada perselisihan antara kalangan ulama tentang kebolehan diadakan perubahan-perubahan hukum dari sebab naskh tersebut. Tetapi yang dimaksudkan dan disepakati itu adalah perubahan-perubahan hukum yang dihasilkan oleh ijtihad mereka sendiri. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 145 Al-Jubriy mengatakan bahwa para ahli tafsir dan ahli fiqih akan merujuk pada al-Quran ketika mereka berbeda pendapat yang tidak menemui titik temu. Abdul Mutaal Muhammad al-Jubriy, La Naskh fi al-Quran...limadza? (Sarang: Maktabah Wahbah, 1980), hlm. 13 Di sisi lain yang kontra, mereka menolak adanya naskh ini karena beranggapan bahwa pembatalan hukum Allah SWT mengakibatkan satu dari dua kemustahilanNya, yaitu pertama, ketidaktahuan sehingga Dia perlu mengganti hukum satu dengan hukum yang lain, kedua, kesia-siaan dan permainan belaka. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran......, hlm. 146Contoh-Contoh Nasikh-Mansukh Ibid., hlm. 242-243QS. Al-Baqarah ayat 115 Al-Baqarah (2) : 115 Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. di nasakh oleh QS. Al-Baqarah ayat 144 Al-Baqarah (2) : 144 Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. QS. Al-Baqarah ayat 180 Al-Baqarah (2) : 180Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya.dalam Mabahist fi Ulum al-Quran, Qattan menulis ayat tersebut di nasakh oleh hadits yang diriwayatkan Dawud dan Tirmidzi: Manna al-Qaththan, .... hlm. 243 Sesungguhnya Allah memberikan setiap yang bernyawa itu hak, maka jangan berilah wasiat untuk yang menerima warisan.QS. Al-Baqarah ayat 184 Al-Baqarah (2) : 184Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 185 Al-Baqarah (2) : 185Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.QS. Al-Baqarah ayat 217 Al-Baqarah (2) : 217Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar.dihapus oleh QS. At-Taubah ayat 36 At-Taubah (9) : 36 dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya.QS. Al-Baqarah ayat 240 Al-Baqarah (2) : 240 Dan orang-orang yang akan meninggal dunia di antara kamu dan meninggalkan isteri, hendaklah berwasiat untuk isteri-isterinya, (yaitu) diberi nafkah hingga setahun lamanya dan tidak disuruh pindah (dari rumahnya).dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 234 Al-Baqarah (2) : 234Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.QS. Al-Baqarah ayat 284 Al-Baqarah (2) : 284Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikan, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu. Dihapus oleh QS. Al-Baqarah ayat 286 Al-Baqarah (2) : 286Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. QS. An-Nisa ayat 8 An-Nisa (4) : 8 Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya).dihapus oleh ayat mawarits (tentang warisan)- - Manna al-Qattan, Mabahist fi Ulum al-Quran....., hlm. 244.Sebenarnya ayat tersebut tidak dihapus dan hukumnya pun tetap diberlakukan.QS. An-Nisa ayat 15 dan 16 Al-Baqarah (2) : 15-16 Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya.Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertaubat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka.dihapus oleh QS. An-Nur ayat 2 An-Nur (24) : 2Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera.Qattan menyebutkan bahwa ayat tersebut juga dihapus oleh hadist riwayat Muslim dari Hadits Ibadah ibn Ash-shomat berikut: Manna al-Qattan, Mabahits fi Ulum al-Quran....., hlm. 244" "Gadis-gadis yang berzina deralah seratus kali, sedangkan pemuda-pemuda yang berzina maka deralah seratus kali dan rajamlah juga.QS. Al-Anfal (8) ayat 65 Al-Anfal (8) : 65 Jika ada dua puluh orang yang sabar diantaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh.dihapus QS. Al-Anfal ayat 66 Al-Anfal (8) : 66 Sekarang Allah telah meringankan kepadamu dan dia telah mengetahui bahwa padamu ada kelemahan. Maka jika ada diantaramu seratus orang yang sabar, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang kafir.QS. At-taubah ayat 41 At-Taubah (9) : 41Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat.dihapus oleh QS. At-Taubah ayat 91 dan QS. At-Taubah ayat 122 At-Taubah (9) : 91Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah dan atas orang-orang yang sakit. At-Taubah (9) : 122 Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).Hikmah nasakh Hikmah nasikh-mansukh secara umum adalah sebagai berikut: Abdul Djalal, Ulumul Quran,Cet. II (Surabaya: Dunia Ilmu, 2000), hlm. 148-149Untuk menunjukkan bahwa syariat agama Islam adalah syariat yang paling sempurna. Syariat Islam mencakup semua kebutuhan seluruh umat manusia, dari segala periodenya, mulai dari Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW.Selalu menjaga kemaslahatan hamba agar kebutuhan mereka senantiasa terpelihara dalam semua keadaan dan di sepanjang zaman.Untuk menjaga perkembangan hukum Islam selalu relevan dengan semua situasi dan kondisi umat, dari yang sederhana sampai yang tingkat sempurna.Untuk menguji muallaf, apakah mereka setia atau tidak dengan adanya perubahan dan penggantian-penggantian dari nasakh itu.Untuk menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang selalu setia mengamalkan hukum-hukum perubahan, walaupun dari yang mudah ke yang sukar.Untuk memberi dispensasi dan keringanan bagi umat Islam.Adapun jenis-jenis hikmah nasikh mansukh ada empat, sebagai berikut: Ibid., hlm. 149-151Nasakh tanpa penggantiTerkadang ada nasakh terhadap hukum, tetapi tidak ditentukan hukum lain sebagai penggantinya. Contohnya nasakh pada ayat 12 surat al-Mujadilah yang diganti dengan ayat 13 surat al-Mujadilah, hukum tersebut telah dihapuskan namun sudah tidak disebutkan lagi hukum penggantinya. Hikmahnya adalah menjaga kemashlahatan manusia, mereka tidak harus mempersiapkan sedekah terlebih dahulu untuk berbicara kepada Nabi SAW. Ibid., hlm. 149Nasakh dengan pengganti yang sebandingSebagian besar naskh itu melahirkan hukum baru sebagai penggantinya dan sering penggantinya itu seimbang dan sebanding dengan hukum terdahulu. Contohnya me-nasakh hukum menghadap kiblat kearah Baitul Muqaddas di Palestina: Ibid., hlm. 149-150 Al-Baqarah (2) : 144Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram.Nasakh dengan pengganti yang lebih beratNasakh sesuatu ketentuan yang diganti degan ketentuan lain yang lebih berat dari yang diganti. Misalnya ayat An-Nisa ayat 15 berikut: An-Nisa (4) : 15Dan (terhadap) para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). Kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanyaKemudian di nasakh dengan ketentuan yang lebih berat dengan turun ayat berikut: An-Nur (24) : 24 Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah.Nasakh dengan pengganti yang lebih ringanYaitu mengganti atau menghapus ketentuan hukum lain yang lebih ringan. Contohnya dalam surat al-Baqarah ayat 240 yang di nasakh oleh surat al-Baqarah ayat 234 seperti tertera sebelumnya. Contoh lainnya dalam ayat berikut: Al-Baqarah (2) : 183Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwaKemudian di nasakh dengan ayat berikut: Al-Baqarah (2) : 187 Dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu.BAB IIIPENUTUPPengertian nasikh-mansukh sangat beragam dari berbagai kalangan, secara ringkasnya nasikh adalah yang menghapus, yang menggantikan, atau yang memindahkan. Sedangkan mansukh adalah yang digantikan, yang dihapus, atau yang dipindahkan.Pembagian nasakh ada empat, antar lain:Nasakh al-Quran dengan al-Quran.Nasakh al-Quran dengan al-Sunnah.Nasakh al-Sunnah dengan Al-Quran.Nasakh al-Sunnah dengan Al-Sunnah.Sedangkan makna nasikh-mansukh ada tiga, yaitu:Nasakh tulisan, bacaan dan hukumnya.Nasakh tulisan dan bacaannya tetapi hukumnya tetap.Nasakh hukumnya tetapi tulisan dan bacaannya tetap.Kontroversi merupakan sebuah keniscayaan, sampai sekarang masih belum menemukan titik temu yang baik. Namun, sebagian besar jumhur ulama, termasuk Imam Syafii, tidak menyetujui adanya nasakh al-Quran dengan al-Sunnah. Jubriy mengatakan bahwa ketika perdebatan tidak menemukan titik temu, maka kembali ke al-Quran.Hikmah adanya naskh adalah: Manna al-Qaththan, Mabahits fi Ulum al-Quran......, hlm. 240Untuk kemashlahatan bersama agar kebutuhan selalu terpelihara sepanjang zaman.Menjaga perkembangan hukum Islam agar relevan mulai dari yang sederhana hingga yang tingkat sempurna.Untuk menguji mukallaf (orang ynag baru masuk Islam), dengan perubahan tersebut apakah mereka tetap menaati peraturan atau tidak.Menambah kebaikan dan pahala bagi hamba yang setia, karena perubahan terkadang membuat orang menjadi goyah imannya. Semakin sulit menjalankan peraturan Tuhan, maka semakin besar pahala yang didapat. REVIEWHikmah adanya nasikh-mansukhPengertian Naskh-mansukh:Nasikh: yang menghapus, yang mengganti, yang menuklir.Mansukh: yang dihapus, yang di ganti, yang dinuklir.Pembagian Nasikh:Nasikh al-Quran dengan al-QuranNasikh al-Quran dengan as-SunnahNasikh al-Sunnah dengan al-QuranNasikh al-Sunnah dengan al-SunnahTerdapat banyak kontroversi yang dilahirkan oleh nasikh-mansukhDAFTAR PUSTAKAAbi, Al-Bukhari Abdillah. 1937. Sahih Abi Abdillah Al-Bukhari bi Sharh Al-Karmani, juz 22. Kairo: Matbaah al-Bahiyah al-Misriyah. Agama, Departemen. 1989. Al-Quran dan Terjemahnya. Bandung: Lubuk Agung.Al-Hamdani. 1966. Itibar fi an-Nasikhi wa al-Mansukhi, Cet. 1. Himsa: Matbaah Andalus.Al-Jabriy, Abdul Mutaal Muhammad. 1980. La...Naskh fi al-Quran...Limadza?. Maktabah Wahbah.Al-Qaththan, Manna Khalil. 1983. Mabahits fi Ulum al-Quran. Beirut: Muwassah.Al-Qattan, Manna Khalil. 2014. Studi Ilmu-Ilmu Al-Quran. Terjemah Mudzakir. Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa.Al-Shalih, Subhiy. 1988. Mabahits fi Ulum al-Quran. Beirut: Dar al-Ilm al-Malayain.Al-Suyuti, Jaluddin. 1990. al-Itqan fi Ulum al-Quran, Jilid II. Beirut: Dar al-Nafais. Djalal, Abdul. 2000. Ulumul Quran, Cet. II. Surabaya: Dunia Ilmu.Fatoohi, Louay. 2013. Abrogation in the Quran and Islamic Law: A Critical Study of the Concept of Naskh and its Impact. New York: Routledge.Hamid, Nashr Abu Zaid. 2000. Mafhum an-Nash Dirasah fi al-Ulum al-Quran. Beirut: Markaz Ats-Tsaqafi Al-Araby.Hamid, Nasr Abu Zaid. 2001. Tekstualitas Al-Quran: Kritik Terhadap Ulumul Quran. Terjemah oleh Khoirun Nahdliyyin, Cet. I. Yogyakarta: LKis.Hermawan, Acep. 2013. Ulumul Quran: Ilmu untuk Memahami Wahyu. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.Nahrawi, Ahmad Abdus Salam al-Indunisi. 2008. Ensiklopedia Imam Syafii. Terjemah oleh Usman Syaroni. Jakarta: Hikmah PT Mizan Publika.Rakhmat, Jalaluddin. 2006. Islam dan Pluralisme: Akhlak Quran Menyikapi Perbedaan. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta.Shihab, Quraish. 1998. Membumikan al-Quran. Bandung: Mizan.Suma, Amin. Al-Quran dan Serangan Orientalis. Jurnal Kajian Islam Al-Insan, Vol. 1, No. 1, Januari 2005.Wardani. 2011. Ayat Pedang VS Ayat Damai: Manafsir Ulang Teori Naskh dalam Al-Quran. Jakarta: Kementerian Agama RI.