Upload
fitri-aryanti
View
191
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KONSEP TEORI DAN APLIKASI
KEPERAWATAN PADA PASIEN
KEHILANGAN BERDUKA (LOSS AND GRIEF)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata kuliah Fundamental of Nursing 1
Disusun oleh:
Kelompok 1
Imas Rohimah 220110100008
Syifa Khoirunnisa 220110100015
Dwiesty Fathia N 220110100026
Wiwi Karlina 220110100056
Ratna Ekawati 220110100068
Fitri Aryanti 220110100075
Wina Tresnawati 220110100076
Novi Hermawati 220110100107
Sarah Nurul K 220110100134
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2012
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT, karena berkat
rahmat dan karunia-Nya yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan tugas
pembuatan makalah ini.
Adapun maksud tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar pembaca
dapat lebih memahami konsep teori dan pengaplikasiannya dalam proses
keperawatan pada pasien Loss and Grief. Penulis berharap dengan adanya
makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna dalam proses
kehidupan dan proses belajar, khususnya di bidang keperawatan.
Penulis sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun penulis harapkan. Tak lupa penulis
ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah yang telah memberikan
kesempatan kepada penulis untuk membuat makalh ini, serta semua orang yang
telah membantu kelancaran pembuatan makalah ini.
Amein...
Jatinangor, Juli 2012
Penulis
2
DAFTAR ISI
COVER ……………………………………………………………………...….. 1
KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2
DAFTAR ISI ......................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 4
1.2 Batasan Bahasan …..................................................................................... 4
1.3 Tujuan .........................................................................................................
5
1.4 Manfaat .......................................................................................................
5
BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................... 6
2.1 Konsep dan Teori ……………………………………..…………………. 6
2.1.1 Pengertian Loss (kehilangan) dan Grief (beduka cita) ………..…. 6
2.1.2 Proses Kehilangan ……………………………………………..… 7
2.1.3 Etiologi ……………………………………………………..……. 8
2.1.4 Karakteristik Kerentanan ……………………………………...….
8
2.1.5 Bentuk-bentuk Lost (kehilangan) …………………………….….. 9
2.1.6 Sifat Lost (kehilangan) ……………………………………….….. 9
2.1.7 Tipe Lost (kehilangan) ……………………………………….….. 9
2.1.8 5 Kategori Lost (kehilangan) ………………………………..….. 10
2.2 Perbandingan Empat Teori Proses Berduka …………………………..... 11
2.3 Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka ……………………………... 11
2.4 Prespektif Agama Terhadap Kehilangan ………………………………..
13
2.5 Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia ……………...….. 14
2.6 Aplikasi Proses Keperawatan ……………………………………….….. 14
BAB III PENUTUP ............................................................................................ 18
3.1 Simpulan ……………………………………………………………….. 18
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 20
3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan normal
dalam kehidupan manusia membiarkan pergi melepaskan dan terus melangkah
terus terjadi ketika individu menjalani tahap pertumbuhan dan perkembangan
normal dengan mengucapkan selamat tinggal kepada tempat orang, impian dan
benda-benda yang disayangi. Kehilangan memungkinkan individu berupa dan
terus berkembang serta memenuhi potensi diri. Kehilangan dapat direncanakan
diharapkan atau terjadi tiba-tiba dan proses berduka yang mengikutinya jarang
terjadi dengan nyaman atau menyenangkan.
Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka
merupakan aspek keperawatan yang sangat penting. Respon emosional dan
spiritual klien saling terkait ketika klien menghadapi penderitiaan dengan
kesadaran akan kemampuan mengkaji penderitaan klien, perawat dapat
meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan untuk menceritakan
penderitaanya
Dukacita mengacu pada emosi yang subjektif dan afek yang merupakan
respons terhadap pengalaman kehilangan (Varcarolis, 1998). Berduka mengacu
pada proses mengalami dukacita. Mourning, tampilan luar dukacita, adalah suatu
cara mengintegrasikan kehilangan dan dukacita ke dalam hidup individu yang
berduka (Marrone, 1997; Webb, 1993).
Berduka tidak hanya melibatkan isi (apa yang dipikirkan, dikatakan, dan
dirasakan individu), tetapi juga proses (bagaimana individu berfikir, berkata , dan
merasa). Oleh karena itu, kita akan mempelajari apa yang dipikirkan, dirasakan,
dan dilakukan individu yang menderita pengalaman kehilangan.
4
1.2 Rumusan Masalah
1. Konsep dan Teori
1. Pengertian Loss (kehilangan) dan Grief (beduka cita)
2. Proses Kehilangan
3. Etiologi
4. Karakteristik Kerentanan
5. Bentuk-bentuk Lost (kehilangan)
6. Sifat Lost (kehilangan)
7. Tipe Lost (kehilangan)
8. 5 Kategori Lost (kehilangan)
2. Perbandingan Empat Teori Proses Berduka
3. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka
4. Prespektif Agama Terhadap Kehilanga
5. Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia
6. Aplikasi Proses Keperawatan
1.3 Tujuan
1. Mampu memahami arti dari lost (kehilangan) dan grief (berduka cita).
2. Mampu melakukan dan apply (menerapkan) proses keperawatan pada
klien atau pasien dengan lost (kehilangan) dan grief (berduka).
1.4 Manfaat
Dengan adanya penyusunan makalah ini, yaitu:
1. Mahasiswa mempunyai keterampilan tentang aplikasi dari memahami
materi tentang Loss and Grief (kehilangan dan berduka cita).
2. Serta menambah ilmu dan wawasan untuk bekal kelak di dunia
keperawatan yang nyata.
5
BAB II
PEMBAHASAN
1.1 Konsep dan Teori
1.1.1 Pengertian Loss (kehilangan) dan Grief (beduka cita)
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, kehilangan atau
lost adalah suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya
ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Loss of attachment: the loss may be real or imagined and may include the
loss of love, a person, physical functioning, status or self esteem. Many losses
take on importance because of their symbolic meaning. May involve the loss
of old friends, warm memories, and neighborhood associations. The ability to
sustain, integrate and recover from loss, however is a sign of personal
maturity and growth. S. Sundeen (1995: 426).
(Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama)
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang-orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumya ada menjadi tidak ada).
Dukacita mengacu pada emosi yang subjektif dan afek yang merupakan
respons terhadap pengalaman kehilangan (Varcarolis, 1998). Berduka
mengacu pada proses mengalami dukacita. Mourning, tampilan luar dukacita,
adalah suatu cara mengintegrasikan kehilangan dan dukacita ke dalam hidup
individu yang berduka (Marrone, 1997; Webb, 1993).
(Sumber: Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC)
Griefing adalah reaksi emosional dari kehilangan dan terjadi bersamaan
dengan kehilangan baik karena perpisahan, perceraian maupun kematian.
6
Bereavement adalah keadaan berduka yang ditunjukan selama individu
melewati rekasi
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan
yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas,
susah tidur, dan lain-lain.
Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan.
NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi
dan berduka disfungsional.
Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara
aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional.
Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.
(Sumber: Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3.
Jakarta: EGC).
1.1.2 Proses Kehilangan
1. Stessor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan
individu memberi makna positif melakukan kompensasi dengan
kegiatan positif perbaikan (beradaptasi dan merasa nyaman).
2. Stessor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan
individu memberi makna merasa tidak berdaya marah dan
berlaku agresi diekspresikan ke dalam diri muncul gejala sakit
fisik.
3. Stessor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan
individu memberi makna merasa tidak berdaya marah dan
berlaku agresi diekspresikan ke luar diri individu kompensasi
dengan perilaku konstruktif perbaikan (beradaptasi dan merasa
nyaman).
4. Stessor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan
individu memberi makna merasa tidak berdaya marah dan
7
berlaku agresi diekspresikan ke luar diri individu kompensasi
dengan perilaku destruktif merasabersalah ketidakberdayaan.
Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap
kehilangan adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik
terhadap kehilangan (husnudzon) dan kompensasi yang positif
(konstruktif), seperti pada skema berikut:
(Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama)
(Process of Disruption and Loss, Drake at Barbara Kozier, 1979)
2.1.3 Etiologi
Kehilangan dan berduka dapat disebabkan oleh:
1. Kehilangan seseorang yang dicintai
2. Kehilanganm yang ada pada diri sendiri ( lose of self )
3. Kehilangan objek eksternal
4. Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal
8
Stressor internal & eksternal
Disruption & Loss
Personal meaning
Compensatory Activity Resulotion
Personal meaning
Helplessness
Anger & Agression
Expressed outward
Constructive action
Guilt
Destructive
ResolutionPainfull
Symptom
Expressed inward
5. Kehilangan kehidupan atau meninggal.
2.1.4 Karakteristik Kerentanan
Menurut Parkes, (1998) karakteristik individu yang rentan terhadap
dukacita dengan penyulit mencakup mereka yang:
1. Memiliki harga diri rendah
2. kurang percaya pada orang lain
3. Menderita gangguan jiwa sebelumnya
4. melakukan ancaman atau upaya bunuh diri sebelumnya
5. Tidak memiliki anggota keluarga atau anggota keluarganya tidak
membantu
6. Memiliki kedekatan yang ambivalen, atau saling tergantung
dengan orang yang meninggalReaksi emosional yang lambat
7. Memiliki kedekatan dengan orang tua yang tidak member rasa
aman pada masa kanak-kanak, terutama ketika anak mempelajari
ketakutan dan ketidakberdayaan.
(Sumber: Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC)
2.1.5 Bentuk-bentuk Lost (kehilangan)
1. Kehilangan orang yang berarti.
2. Kehilangan kesejahteraan.
3. Kehilangan milik pribadi.
2.1.6 Sifat Lost (kehilangan)
1. Tiba-tiba (tidak dapat diramalkan)
Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan,
bunuh diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur-angsur (dapat diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan
yang ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984).
9
2.1.7 Tipe Lost (kehilangan)
1. Actual Lost
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain,
sama dengan individu yang mengalami kehilangan. Contoh: kehilangan
anggota badan, uang, pekerjaan, anggota keluarga.
2. Perceived Lost (Psikologis)
Kehilangan Sesuatu yang dirasakan oleh individu bersangkutan
namun tidak dapat dirasakan / dilihat oleh orang lain. Contoh : Kehilangan
masa remaja, lingkungan yang berharga.
3. Anticipatory Lost
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi. Individu
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan
yang akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien
(anggota) menderita sakit terminal.
2.1.8 5 Kategori Lost (kehilangan)
1. Kehilangan objek eksternal.
Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah
menjadi usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam.
Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang
bergantung pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang
dimilikinya, dan kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang
telah dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selama periode
tertentu atau kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru
atau perawatan dirumah sakit.
4. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja. Artis atau atlet terkenal
mungkin menjadi orang terdekat bagi orang muda (fans). Riset
10
membuktikan bahwa banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai
orang terdekat. Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
5. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi
fisiologis, atau psikologis. Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan
permanen dalam citra tubuh dan konsep diri.
6. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana
orang tersebut akan meninggal.
2.2 Perbandingan Empat Teori Proses Berduka
ENGGEL
(1964)
KUBLERROS
(1969)
MARTOCCHIO
(1985)
RANDO
(1991)
Shock dan tidak
percaya
Menyangkal Shock and disbelief Penghindaran
Berkembangnya
kesadaran
Marah Yearning and protest
Restitusi Tawar-menawar Anguish, disorganization
and despair
Konfrontasi
Idealization Depresi Identification in
bereavement
Reorganization/the out
come
Penerimaan Reorganization and
restitution
Akomodasi
2.3 Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka
Menurut Kubler-Ross (1969) terdapat 5 tahapan proses kehilangan, yaitu:
1. Denial (pengingkaran)
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan “Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi”, ”itu tidak
11
mungkin”. Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal,
akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah,
pucat, mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis
gelisah, tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut di atas cepat berakhir
dalam waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2. Anger (marah)
Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang-orang tertentu
atau ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku
agresif, bicara kasar, menolak pengobatan, dan menuduh dokter dan perawat
yang tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain,
muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Bergaining (tawar menawar)
Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara
intensif, maka ia akan maju ke fase ini. Fase ini merupakan fase tawar
menawar dengan memohon kemurahan Tuhan. Respon ini sering dinyatakan
dengan kata-kata ”kalau saja kejadian itu bisa ditunda maka saya akan sering
berdoa”. Apabila proses berduka ini dialami oleh keluarga maka
pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai ”kalau yang sakit bukan anak
saya”.
4. Depression (bersedih yang mendalam)
Klien dihadapkan pada kenyataan bahwa ia akan mati dan hal itu tidak
bias di tolak. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain
menarik diri, tidak mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang
sangat baik dan menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan
adalah menolak makanan, susah tidur, letih, dorongan libido menurun.
5. Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Menerima
kenyataan kehilangan, berpartisipasi aktif, klien merasa damai dan tenang,
12
Tahap Marah Tahap Depresi
Tahap PengingkaranTahap Tawar-menawar Tahap Penerimaan
serta menyiapkan dirinya menerima kematian. Klien tampak sering berdoa,
duduk diam dengan satu fokus pandang, kadang klien ingin ditemani
keluarga/perawat. Fase menerima ini biasanya dinyatakan dengan kata-kata
seperti ”saya betul-betul menyayangi baju saya yang hilang tapi baju baru
saya manis juga”, atau “Apa yang dapat saya lakukan agar saya cepat
sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau fase penerimaan, maka ia akan dapat mengakhiri proses berduka
dan mengatasi perasaan kehilangannya secara tuntas. Tapi, apabila individu
tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika
mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada fase penerimaan.
(Sumber: Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC)
(Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama)
(Kubler-Rosss, dalam Potter dan Perry,1997).
Gambar diatas merupakan respons individu terhadap kehilangan tersebut
yang merupakan tahap umum dilalui individu yang dapat menyelesaikan
proses kehilangan dengan tuntas. Fase penerimaan merupakan tujuan akhir
yang adaptif dari proses berduka.
2.4 Prespektif Agama Terhadap Kehilangan
Dilihat dari perpektif agama hal-hal yang harus diperhatikan oleh individu
untuk mengatasi kehilangan yang dialaminya adalah sabar, berserah diri,
menerima dan mengembalikannya pada Alloh SWT karena hanya Dia pemilik
mutlak segala yang kita cintai dan manusia bukanlah pemilik apa-apa yang
diakuinya. Sebagaimana firman Alloh SWT:
13
“Dan sungguh kami akan berikan cobaan kepadamu dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berikanlah
berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu ketika mereka ditimpa
musibah mereka mengucapkan kami adalah milik Alloh SWT dan akan kembali
kepada Alloh SWT, mereka akan mendapatkan keberkahan dan rahmat dari
Tuhan mereka.”
(Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama)
(Sumber lainnya: Al-quran)
2.5 Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia
No. Jenis Stressor Jenis Kehilangan
1. Gempa dan Tsunami
di Aceh
Rumah, orang yang berarti, pekerjaan, bagian
tubuh.
2. Lumpur Lapindo Rumah, tetangga yang baik
3. Gempa di Yogyakarta Rumah, makna rumah yang lama, orang yang
berarti, bagian tubuh, pekerjaan.
4. Jatuhnya pesawat
Adam Air
Orang yang berarti, bagian tubuh
5. Tenggelamnya Kapal
Levina
Orang yang berarti
6. Sampah longsor Orang yang berarti
7. Banjir bandang Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang
baik, kesehatan.
8. PHK di IPTN Pekerjaan, status, harga diri
9. Banjir Jakarta Harta benda, orang tercinta, lingkungan yang
baik, kesehatan.
10. Jatuhnya pesawat
Sukhoi
Orang tercinta dan berarti
(Sumber: Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama)
2.5 Aplikasi Proses Keperawatan
1. Pengkajian
14
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita
klien: apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui
perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui
apa yang mereka pikir dan rasakan. Tiga area utama yang perlu dikaji, yaitu:
1. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
2. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
3. Perilaku koping yang adekuat selama proses
2. Analisa Data dan Perencanaan
Diagnosis keperawatan untuk individu yang mengalami kehilangan harus
didasarkan pada data subjektif dan objektif pengkajian yang dikumpulkan oleh
perawat.
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnoses: Application to
Clinical Practice, menjeaskan 3 diagnosis keperawatan untuk proses berduka.
Pernyataan etiologi untuk diagnosis tersebut didasarkan pada tipe kehilangan
seperti yang telah dijabarkan diatas:
1. Dukacita, yang berhubungan dengan kehilangan yang actual atau
dipersepsikan, seperti kehilangan fisiologis (missal, kehilangan satu
ekstremitas), didefinisikan sebagai prose yang normal dalam
pengalaman manusia akan kehilangan.
2. Dukacita Adaptif, yang berhubungan dengan kehilangan yang actual
atau dipersepsikan, didefinisikan sebagai respons terhadap kehilangan
15
PERSEPSI
KOPINGDUKUNGAN
yang diharapkan atau diantisipasi. Diagnosis ini dapat diterapkan pada
contoh seseorang yang kehilangan salah satu payudaranya dan
memengaruhi citra tubuhnya sebelum operasi.
3. Dukacita Maladaptif, yang berhubungan dengan (faktor tertentu)
didefinisikan sebagai prose pengalaman kehilangan dengan penyuit.
Berduka dengan penyulit merupakan respons yang berada di luar
norma yang ada dan terjadi ketika individu mungkin tanpa emosi,
berduka dalam waktu lama, dan memiliki ekspresi berduka yang
tampaknya tidak wajar.
3. Identifikasi Hasil Akhir
Contoh hasil akhir untuk 3 diagnosis keperawatan:
1. Berduka: Klien akan mengidentifiasi dampak kehilangan, mencari
dukungan yang adekuat, dan menerapkan strategi koping yang efektif
ketika mengekspresikan dan menerima pengalaman kehilangan dalam
hidupnya.
2. Berduka Adaptif: Klien akan mengidentifikasi makna kehilgan yang
terjadi dalam hidupnya, mencari dukungan yang adekuat ketika
mengekspresikan dukacita, dan mengembangakan suatu rencana untuk
melakukan koping terhadap kehilangan ketika hal itu menjadi
kenyataan dalam hidupnya.
3. Berduka Maladaptif: Klien akan mengidentifikasi makna kehilangan,
mengenali efek yang membahayakan dalam hidupnya, dan mencari
atau menerima bantuan professional sebagai cara untuk membantu
proses berduka.
4. Intervensi
1. Intervensi Tentang Persepsi Kehilangan
Mengkaji persepsi klien dan makna kehilangannya merupakan langkah
pertama yang dapat membantu mengurangai derita yang disebut oleh
beberapa orang sebagai beban emosional awal yang berlebih dalam
berduka. Ketika kematian atau kehilangan terjadi, terutama jika hal itu
terjadi dengan tiba0tiba dan tanpa peringatan, mekanisme pertahanan
kognitif berupa penyangkalan berfungsi sebagai media untuk mengurangi
16
dampak, “saya tidak percaya hal ini terjadi. Ini tidak benar. Ada
kesalahan.”
Penyangkalan Adaptif, ketika klien secara bertahap menyesuaikan diri
dengan realitas kehilangan, dapat membantu klien membuat pergeseran
kognitif bahwa perlu melupakan persepsi sebelumnya (sebelum
kehilangan) ketika menciptakan cara pemikiran baru tentang dirinya, orang
lain, dan dunia.
2. Intervensi Tentang Dukungan yang Adekuat
Perawat dapat membantu klien mendapatkan dan menerima apa yang
orang ingin berikan daam mendukung proses berdukanya.
Sumber-sumber untuk klien yang berduka. Banyak sumber Internet
tersedia bagi perawat yang ingin membantu klien mendapatkan informasi,
kelompok pendukung, dan aktivitas yang berhubungan dengan prose
berduka. Bereavement and Hospice Support Netline adalah salah satu
sumber yang memiliki banyak jaringan internet di seluruh Amerika Serikat
ke berbagai organisasi yang memberikan dukungan dan penyuluhan.
Apabila klien tidak memiliki akses Internet, sebagian besar perpustakaan
umum dapat memebantu menemukan kelompok dan aktivitas yang akan
memenuhi kebutuhan klien. Bergantung pada negara tempat individu
tinggal, kelompok tertentu tersedia untuk mereka yang kehilangan atas
berduka citanya.
3. Intervensi Tentang Perilaku Koping yang Adekuat
Intervensi mencakup member klien kesempatan untuk membandingkan
dan membedakan caranya melakukan koping terhadap kehilangan yang
signifikan di masa lalu,membantunya meninjau kekuatan dan
memeperbarui kesadaran akan kemampuan personal.
Mengingat dan mempraktikkan perilaku masa lalu dalam situasi yang
baru dapat menimbulkan percobaan dengan metode yang baru dan
memahami diri sendiri. Memiliki perspektif historis meringankan proses
berduka individu dangan memungkinkan perubahan cara berfikir tentang
dirinya, kehilangan, dan mungkin makan kehilangan dalam hidupnya.
17
Mendorong klien merawat dirinya sendiri adalah intervensi lain yang
membantu klien melakukan koping. Perawat dapat menawarkan makanan
tanpa memaksa klien untuk makan. Menjaga makan, tidur cukup,
olahraga, dan meluangkan waktu untuk aktivitas yang menyenangkan
adalah cara yang dapat klien lakukan untuk merawat dirinya. Seperti
seorang pejalan kaki yang lelah perlu berhenti beristirahat, dan
mengembalikan kekuatannya, demikian juga dengan individu yang
berduka harus beristirahat sejenak dari proses berduka yang melelahkan.
Kembali melakukan rutinitas pekerjaan atau memfokuskan pada anggota
keluarga yang lain dapat memberikan waktu istirahat tersebut.
Komunikasi dan keterampilan interpersonal adalah alat perawat yang
efektif, sama seperti stetoskop, ginting, dan sarung angan. Klien percaya
bahwa perawat akan memiliki apa hang diperlukan untuk membantunya
dalam proses yang sulit ini.
Senyum yang ramah dan kontak mata dari klien selam percakapan
yang akrab menunjukkan sikap perawat yang dapat dipercaya.
5. Evaluasi
Evaluasi kemajuan bergantung pada tujuan yang ditetapkan untuk klien.
Tinjauan tugas dan fase berduka dapat bermanfat dalam membuat pernyataan
tentang status klien pada setiap waktu.
18
ALAT YANG DIGUNAKAN
PERAWAT
PENGETAHUAN TEORITIS
KETERAMPILAN
INTERPERSONAL
KETERAMPILAN
KOMUNIKASI
(Sumber: Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: EGC)
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa
kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bisa terjadi pada orang-
orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula
(keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak ada). Kehilangan bisa meliputi
kehilangan objek eksternal, lingkungan yang dikenal, orang terdekat, aspek diri,
dan kehilangan hidup.
Jika individu yang berespon kehilangan telah melewati fase-fase yang dimulai
dari denial (pengingkaran) sampai fase acceptance (penerimaan), maka ia akan
dapat mengakhiri proses berduka dan mengatasi perasaan kehilangannya secara
tuntas. Tapi, apabila individu tetap berada pada salah satu fase dan tidak sampai
pada fase penerimaan, jika mengalami kehilangan lagi sulit baginya masuk pada
fase penerimaan. Fase penerimaan merupakan tujuan akhir yang adaptif dari
proses berduka.
Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, ada tiga area utama
yang perlu dikaji oleh perawat, yaitu:
1. Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
2. Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
3. Perilaku koping yang adekuat selama proses
Serta di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan juga
perawat yang mempunyai keterampilan komunikasi, keterampilan interpersonal,
dan pengetahuan teoritis.
19
DAFTAR PUSTAKA
Videbeck, Sheila L. 2008. Buku ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC
Yosep, Iyus. 2007. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
20