Upload
nunufubar-awalhiyah
View
4
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
interaksi obat
Citation preview
MAKALAH PELAYANAN FARMASI
“INTERAKSI OBAT DENGAN PENYAKIT”
O L E H :
1. NUR HATIDJAH AWALIYAH (F1F1 10 0
2. DWI RAHAYU KUSUMAWATI (F1F1 10 069)
3. ADI SUWANDI (F1F1 10 0
4. MUH. JUHARISMAN (F1F1 10 0
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA & ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2013
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Interaksi obat yang signifikan dapat terjadi jika dua atau lebih obat
digunakan bersama-sama Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan
dua hal penting. Yang pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan
menghilangkan khasiat obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan
gangguan atau masalah kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek
samping dari obat- obat tertentu. Resiko kesehatan dari interaksi obat ini
sangat bervariasi, bisa hanya sedikit menurunkan khasiat obat namun bisa
pula fatal. Obat merupakan bahan kimia yang memungkinkan terjadinya
interaksi bila tercampur dengan bahan kimia lain baik yang berupa makanan,
minuman ataupun obat-obatan. Interaksi juga terjadi pada berbagai kondisi
kesehatan seperti diabetes, penyakit ginjal atau tekanan darah tinggi. Dalam
hal ini terminologi interaksi obat dikhususkan pada interaksi obat dengan
obat.
Dalam interaksi obat-obat, obat yang mempengaruhi disebut
presipitan, sedangkan obat yang dipengaruhi disebut objek. Contoh presipitan
adalah aspirin, fenilbutazon dan sulfa. Object drug biasanya bersifat
mempunyai kurva dose-response yang curam (narrow therapeutic margin),
dosis toksik letaknya dekat dosis terapi (indeks terapi sempit).
Interaksi antar obat dapat berakibat menguntungkan atau
merugikan. Interaksi yang menguntungkan, misalnya (1) Penicillin dengan
probenesit: probenesit menghambat sekresi penicillin di tubuli ginjal sehingga
meningkatkan kadar penicillin dalam plasma dan dengan demikian
meningkatkan efektifitas dalam terapi gonore; (2) Kombinasi obat anti
hipertensi: meningkatkan efektifitas dan mengurangi efek samping: (3)
Kombinasi obat anti kanker: juga meningkatkan efektifitas dan mengurangi
efek samping (4) kombinasi obat anti tuberculosis: memperlambat timbulnya
resistansi kuman terhadap obat; (5) antagonisme efek toksik obat oleh
antidotnya masing-masing.
Interaksi obat dianggap penting secara klinik bila berakibat
meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi efektifitas obat yang
berinteraksi, jadi terutama bila menyangkut obat dengan batas keamanan
yang sempit, misalnya glikosida jantung, antikoagulan, dan obat-obat
sitotastik. Demikian juga interaksi yang menyangkut obat-obat yang biasa
digunakan atau yang sering diberikan bersama tentu lebih penting daripada
obat yang dipakai sekali-kali.
Jenis-Jenis interaksi obat adalah sebagai beriku; interaksi obat
dengan obat, interaksi obat dengan makanan, interaksi obat dengan minuman,
interaksi obat dengan penyakit dan interaksi obat dengan nutrisi. Namun pada
makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai interaksi obat dengan
penyakit.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa itu interaksi obat?
2. Apa saja interaksi obat dengan penyakit?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian interaksi obat
2. Untuk mengetahui contoh-contoh interaksi obat dengan penyakit
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
Interaksi obat merupakan masalah penting yang mengakibatkan ribuan
orang harus di rumah sakit di Amerika Serikat setiap tahun. Penelitian selama satu
tahun baru-baru ini disejumlah apotek menunjukkan bahwa hampir satu dari 4
pasien yang mendapatkan resep pernah mengalami interaksi obat yang berarti
pada suatu saat tertentu dalam tahun tersebut. Interaksi demikian telah
menimbulkan gangguan yang serius sehingga kadang-kadang menyebabkan
kematian. Yang lebih sering terjadi adalah interaksi yang meningkatkan toksisitas
atau turunya efek terapi pengobatan sehingga pasien tidak merasa sehat kembali
atau tidak cepat sembuh sebagaimana seharusnya (Harknoss, 1989).
Interaksi diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan dalam proses farmak
okinetik maupun farmakodinamik. Interaksi farmakokinetik ditandai dengan
perubahan kadar plasma obat, area di bawah kurva (AUC), onset aksi, waktu paro
dsb. Interaksi farmakokinetik diakibatkan oleh perubahan laju atau tingkat
absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi. Interaksi farmakodinamik biasanya
dihubungkan dengan kemampuan suatu obat untuk mengubah efek obat lain tanpa
mengubah sifat-sifat farmakokinetiknya. Interaksi farmakodinamik meliputi aditif
(efek obat A =1, efek obat B = 1, efek kombinasi keduanya = 2), potensiasi (efek
A = 0, efek B = 1, efek kombinasi A+B = 2), sinergisme (efek A = 1, efek B = 1,
efek kombinasi A+B = 3) dan antagonisme (efek A = 1, efek B = 1, efek
kombinasi A+B = 0). Mekanisme yang terlibat dalam interaksi farmakodinamik
adalah perubahan efek pada jaringan atau reseptor (Agoes, 1989).
Interaksi obat merupakan satu dari delapan kategori masalah terkait obat
(drug-related problem) yang diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi
obat yang dapat mempengaruhi outcome klinis pasien. Sebuah interaksi obat
terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat dalam tubuh diubah
oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi (Piscitelli, 2005).
Suatu interaksi terjadi ketika efek suatu obat diubah oleh kehadiran obat
lain, obat herbal, makanan, minuman atau agen kimia lainnya dalam
lingkungannya. Definisi yang lebih relevan kepada pasien adalah ketika obat
bersaing satu dengan yang lainnya, atau apa yang terjadi ketika obat hadir
bersama satu dengan yang lainnya (Stockley, 2008). Interaksi obat dianggap
penting secara klinik bila berakibat meningkatkan toksisitas dan atau mengurangi
efektivitas obat yang berinteraksi terutama bila menyangkut obat dengan batas
keamanan yang sempit (indeks terapi yang rendah), misalnya glikosida jantung,
antikoagulan, dan obat-obat sitostatik (Setiawati, 2007).
BAB IIIPEMBAHASAN
3.1 Pengertian Interaksi Obat
Interaksi obat adalah perubahan efek suatu obat akibat pemakaian obat lain,
makanan dan senyawa kimia lain ataupun interaksi dengan kelainan fungsional
tubuh. Pada prinsipnya interaksi obat dapat menyebabkan dua hal penting. Yang
pertama, interaksi obat dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan khasiat
obat. Yang kedua, interaksi obat dapat menyebabkan gangguan atau masalah
kesehatan yang serius, karena meningkatnya efek samping dari obat- obat tertentu.
Resiko kesehatan dari interaksi obat ini sangat bervariasi, bisa hanya sedikit
menurunkan khasiat obat namun bisa pula fatal.
3.2 Interaksi obat dengan penyakit
Obat sejatinya memiliki fungsi untuk menyembuhkan penyakit. Namun
pada orang yang memiliki beberapa penyakit, pemilihan obat harus lebih
diperhatikan agar tidak terjadi interaksi.
Berikut contoh interaksi obat-obatan dengan penyakit:
NSAIDs dengan gangguan ginjal akut
Prostaglandin berperan dalam fungsi ginjal dan sistem darah. Pemberian NSAID
pada penderita gangguan ginjal akut akan menyebabkan dehidrasi.
AINS (Salisilat) dengan Penyakit hati
Salisilat bisa menyebabkan keracunan akut jika konsentrasi obat dalam
darah tinggi, terutama jika pasien telah memiliki gangguan fungsi hati (seperti
pada hepatitis) atau demam rematik.
AINS dengan Gangguan penggumpalan darah
Pasien dengan gangguan penggumpalan darah seperti hemofilia,
trombositopenia, uremia dan sirosis harus menghindari pemakaian obat AINS.
Karena dapat menyebabkan pendarahan yang lebih lama, karena itu harus berhati-
hati dalam menggunakan obat AINS.
NSAIDs dengan sirosis hati
Pemberian NSAIDs meskipun dosis kecil, mungkin menyebabkan
penurunan fungsi ginjal pada pasien sirosis. NSAIDs menghambat
siklooksigenase yang bekerja mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin
sehingga kadarnya meningkat.
AINS dengan Penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)
Penggunaan obat AINS dalam waktu lama dapat menyebabkan gangguan
kontrol tekanan darah pada pasien berpenyakit kardiovaskuler.
Aspirin dan NSAIDs yang non-selektif dengan ulkus peptikum
Aspirin dan NSAIDs yang non-selektif seperti indomethasin dapat
merusak pertahanan mukosa lambung, menurunkan produksi bikarbonat, merusak
epitel mukosa lambung secara langsung, dan menurunkan produksi prostaglandin,
dengan demikian dapat mengganggu pertahanan mukosa lambung. Apabila
mekanisme pertahanan awal ini rusak maka asam lambung dan pepsin akan
menambah kerusakan mukosa dengan cepat sehinggga menyebabkan terjadinya
ulkus peptikum. Oleh karena itu tidak dianjurkan kepada pasien ulkus peptikum.
Aspirin dan obat anti peradangan nonsteroidal dengan demam berdarah
Aspirin dan obat anti peradangan nonsteroidal seperti ibuprofen dan
sodium naproxen pada pasien dengan penyakit demam berdarah tidak dianjurkan
karena dapat meningkatkan risiko pendarahan.
Calcium canal blocers (CCBS) dengan penyakit hati
CCBS secara ekstensif dimetabolisme oleh hati. Waktu paruh CCBS dapat
diperpanjang secara substansial pada pasien dengan kerusakan hati yang parah,
dengan potensi untuk akumulasi obat yang signifikan. Selain itu, penggunaaan
beberapa CCBS telah dikaitkan dengan peningkatan pada transaminase serum,
baik dengan dan tanpa peningkatan seiiring dalam fosfatase alkali dan bilirubin.
Meskipun efek ini bersifat sementaradan reversible, beberapa pasien telah
mengembangkan kolestasis atau cedera hepatoselular. Terapi dengan CCBS harus
diberikan secara hati-hati dan pada dosis rendah untuk pasien dengan fungsi hati
terganggu.
Barbiturat dengan psikoneuritik
Barbiturat tidak boleh diberikan pada pasien psikoneuritik tertentu karena
dapat menambah kebingungan di malam hari yang terjadi pada usia lanjut.
Atenolol dengan bradikardial
Atenolol merupakan obat golongan β-bloker yang dapat menyebabkan
brakikardial blokade AV, hambatan nodus Sadan menurunkan kekuatan kontraksi
miokard.Oleh karena itu obat ini berkontraindikasi pada keadaan brakikardial
blokade AV derajat 2 dan 3,sick sinus syndrome dan gagal jantung yang belum
stabil. Pendapat lama mengatakan dapat bersifat inotropik negatif pada gaga
jantung.
Insulin dengan Obesitas
Kenaikan berat badan, karena terapi insulin memulihkan massa otot dan lemak
(pengaruh anabolic insulin). Penyebab kenaikan berat badan lain adalah makan
berlebihan serta kebiasaan mengudap untuk menghindari hipoglikemia, biasanya
pasien dengan terapi insulin melakukan diet yang lebih longgar dibandingkan
dengan diet ketat saat terapi OHO.
Everolimus (obat imunosupresan) dengan hiperlipidemia
Penggunaan everolimus berkaitan dengan peningkatan kadar kolesterol
dan trigliserida sehingga kadar lipid pasien harus dimonitor dan jika perlu
diberikan obat penurun kadar lipid.
Micamin for ijection (micafungin natrium)
Obat antifungi ini dapat menyebabkan gangguan fungsi hati sehingga tidak
dianjurkan untuk pasien dengan gangguan hati berat.
Klorpopamid (Golongan Sulfonilurea) dengan insufisiensi ginjal
Sulfonilurea generasi pertama khususnya klorpopamid tidak dianjurkan
pada pasien dengan riwayat insufisiensi ginjal karena dapat menimbulkan resiko
hipoglikemia jangka panjang. Sebaliknya dianjurkan sulfonilurea kerja pendek
seperti tolbutamid dan glikuidon.
Meglitinid dengan penyakit insufisiensi hati dan ginjal
Obat ini dimetabolisme di hati dan ginjal, sehingga penggunaan pada
penderita insufisiensi hati dan ginjal memerlukan perhatian dan penyesuaian
dosis.
Calcium canal blocers (CCBS) dengan gagal jantung kongestif
CCBS memiliki efek ionotropik negatif. Gagal jantung kongestif,
memburuknya CHF, dan edema paru telah terjadi pada beberapa pasien yang
diobati dengan CCBS, terutama verapamil. Beberapa CCBS juga menyebabkan
edema perifer ringan sampai sedang karena vasodilatasi lokal pada arteriol dan
pembuluh darah kecil, yang dapat meningkatkan efek disfungsi ventrikel kiri yang
parah atau sedang sampai gejala berat dari gagal jantung. Demikian juga
disarankan pada pasien dengan infark miokard akut dan kongesti paru untuk
penggunaan CCBS secara hati-hati.
Calcium canal blocers (CCBS) dengan penyakit arteri koroner
Peningkatan frekuensi, durasi, dan atau keparahan angina serta infark
miokard akut dapat terjadi selama proses inisiasi atau peningkatan dosis CCBS
terutama pada pasien dengan penyakit arteri koroner obstruktif parah. Terapi
dengan CCBS diberikan hati-hati kepada pasien dengan penyakit arteri koroner
yang signifikan.
Calcium canal blocers (CCBS) dengan syok kardionergik/hipotensi
Secara umum, CCBS tidak boleh digunakan pada pasien dengan gejala
hipotensi (tekanan sistolik dibawah 90 mmHg) atu syok kardiogenik yang
disebabkan adanya efek ionotropik negatifdan vasodiatasi perifer. Penggunaan
CCBS lebih lanjut dapat menekan kardiak output dan tekanan darah, yang dapat
memberikan efek yang merugikan pada pasien ini. Secara khusus, penggunaan
verapamil dan diltiazem kontradiksi dengan pasien hipotensif.
Tiazolidenion dengan penyakit hepar aktif
Obat yang termasuk golongan tiazolidenion yaitu rosiglitazon, piroglitazon
dan troglitazon mempunyai efek samping hepatotoksik sehingga tidak dianjurkan
pada penderita gangguanhepar aktif atau penderita dengan peningkatan enzim
transaminase hati.
Tiazolidenion dengan penyakit gagal jantung
Golongan obat ini memiliki efek samping menaikkan berat badan, anemia,
edema dan resistensi cairan sehingga dikontraindikasikan dengan penyakit gagal
jantung NYHA III dan IV serta perhatian penuh pada gagal jantung NYHA I dan
II.
BAB IVKESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat ditarik kesimpulan :
1. Interaksi obat dapat digambarkan sebagai suatu interaksi antar suatu obat
dan unsur lain yang yang dapat mengubah kerja salah satu atau
keduanya, atau menyebabkan efek samping tak diduga
2. Salah satu interaksi obat yang sering terjadi ialah interaksi obat dengan
penyakit.
4.2. Saran
Saran dan kritik dari semua pihak sangat diperlukan agar dapat
membantu berkembangnya makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, Goeswin dan Mathilda B.Widianto. Interaksi Obat. Bandung: Penerbit
ITB, 1989.
Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. Penerbit ITB: Bandung.
Piscitelli,S.C. and Rodvold,K.A. 2005. Drug Interaction In Infection Disease 2nd
Edition. Humana Press.New Jersey.
Setiawati,A. 2007. Interaksi Obat, Dalam Farmakologi Dan Terapi. Edisi kelima. Departemen FKUI. Jakarta.
Stockley. 2008. Stockley’s Drug Interaction Disease 8th Edition. The Pharmaceutical Press. London.