25
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada zaman yang semakin komplek seperti saat ini kususnya dalam bidang hukum di Indonesia, hakim memiliki peranan yang penting dalam terciptanya iklim hukum yang sehat dan baik demi tegaknya hukum di Indonesia. Selama ini kita ketahui bahwa penegakan hukum di Indonesia masih kurang begitu baik, hukum lebih bersifat tajam ke bawah dan tumpul ke atas padahal kita ketahui bahwa penegakan hukum seharusnya tidak pandang bulu, siapa pun memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum baik itu kalangan berduit atau memiliki jabatan dan mereka kalangan yang rendah. Hukum Indonesia sendiri telah memberikan UU kusus kepada para penegak hukum kususnya para hakim, Undang – Undang tersebut adalah UU No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Selain itu dalam pempentukan UU, juga diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 isinya tentang tata cara pembuatan undang – undang, dalam UU ini juga di jelaskan bahwa sumber dari segala hukum ialah pancasila. Dalam beberapa kasus hakim sering menjatuhkan putusan yang menuai kontrefersi salah satunya putusan Mahkamah Agung tentang persoalan anak yang di ajukan oleh macica mochtar. Selain pancasila sebagai dasar dari segala hukum, terdapat juga sumber hukum lainnya yaitu Undang – Undang Dasar 1945 yang selama perkembangannya telah mengalami perubahan. B. Rumusan Masalah

makalah pengantar hukumindonesia

  • Upload
    jasti

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar belakangPada zaman yang semakin komplek seperti saat ini kususnya dalam bidang hukum di Indonesia, hakim memiliki peranan yang penting dalam terciptanya iklim hukum yang sehat dan baik demi tegaknya hukum di Indonesia. Selama ini kita ketahui bahwa penegakan hukum di Indonesia masih kurang begitu baik, hukum lebih bersifat tajam ke bawah dan tumpul ke atas padahal kita ketahui bahwa penegakan hukum seharusnya tidak pandang bulu, siapa pun memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum baik itu kalangan berduit atau memiliki jabatan dan mereka kalangan yang rendah. Hukum Indonesia sendiri telah memberikan UU kusus kepada para penegak hukum kususnya para hakim, Undang Undang tersebut adalah UU No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman.

Selain itu dalam pempentukan UU, juga diatur dalam UU No. 12 Tahun 2011 isinya tentang tata cara pembuatan undang undang, dalam UU ini juga di jelaskan bahwa sumber dari segala hukum ialah pancasila.Dalam beberapa kasus hakim sering menjatuhkan putusan yang menuai kontrefersi salah satunya putusan Mahkamah Agung tentang persoalan anak yang di ajukan oleh macica mochtar. Selain pancasila sebagai dasar dari segala hukum, terdapat juga sumber hukum lainnya yaitu Undang Undang Dasar 1945 yang selama perkembangannya telah mengalami perubahan. B. Rumusan Masalah1. bagian mana dalam UU kekeuasaan kehakiman yang membicarakan tentang pancasila?2. mencari bagian mana dalam UU No. 12 tahun 2011 yang menyatakan pancasila sebagai sumber dari segala hukum?3. analisis putusan pengadilan kasus Macica Mochtar dengan Moerdiono?4. apa saja aturan tambahan dalam amandemen UUD 1945?

BAB IIPEMBAHASAN

A. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMANPasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. 2. Mahkamah Agung adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Mahkamah Konstitusi adalah pelaku kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Komisi Yudisial adalah lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Hakim adalah hakim pada Mahkamah Agung dan hakim pada badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan hakim pada pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut. Pasal 2 (1) Peradilan dilakukan "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". (2) Peradilan negara menerapkan dan menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila. (3) Semua peradilan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia adalah peradilan negara yang diatur dengan undang-undang. (4) Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dalam UU NO. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman antara pasal 1 hingga pasal 5 yang membicarakan tentang pancasila adalah pasal 2 (dua), dimana dijelaskan dalam pasal tersebut keadilan harus berdasarkan ketuhan yang maha esa,dan lebih tegasnya ada pada ayat 2 (dua) yaitu penegakan hukum Indonesia harus berdasrkan Pancasila.

B. UU No. 12 Tahun 2011Pasal 1Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan. 2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan.3. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama Presiden.4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa.5. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.6. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan perintah Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau dalam menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.7. Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.8. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama Bupati/Walikota.9. Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebutProlegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.10. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.11. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnyaterhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat. 12. Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, Tambahan Lembaran Daerah, atau Berita Daerah.13. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan.14. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkat DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194515. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disingkat DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 2Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara.

C. ANALISIS PUTUSAN MENGENAI ANAK MACICHA MOCHTAR

1. Latar Belakang MasalahPada Februari 2012 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan yang cukup mengejutkan banyak pihak, yaitu putusan yang Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 46/PUU-VII/2010 terkait kedudukan hukum bagi anak luar kawin. Putusan ini lantas mengundang pro dan kontra dari berbagai pihak, baik dari kalangan praktisi hukum, akademisi, LSM, MUI, bahkan masyarakat. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai pengakuaakan ada permasalahan baru yang timbul darn anak diluar perkawinan mengejutkan, walaupun melegakan sejumlah pihak, tapi akan ada permasalahan baru yan timbul dari putusan mahkamah konstitusi tersebut.Atas dasar hal tersebut di atas, penulis hendak mencoba membedakan kedudukan anak lahir diluar nikah pasca putusan MK sebagaimana telah disebut sebelumnya. Jika menggunakan analisis hukum, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus HJ.Aisyah Mochtar alias Machica si plantun lagu ilalangitu, maka ada beberapa hal yang patut menjadi catatan. Pertama ,persoalan status anak yang lahir diluar perkawinan dari kasus Machica itu bermuara pada masalah pernikahan yang tidak tercatat. Kedua, pengembangan analisis selanjutnya adalah seputar anak yang lahir diluar perkawinan, dan anak yang sah dalam persfektif bahasa, Undang-undang dan persfektif kasus posisi dari kasus Machica. Ketiga , menyangkut kewenangan Pengadilan Agama.Bagaimana aspek yuridis dari pernikahan yang tidak tercatat, disini akan menjurus pada persoalan yuridis materil dan yuridis formil. Bagaimana pengertian anak yang lahir diluar perkawinan sebelum dan sesudah putusan MK, disini akan tampak pergeseran makna.Perkawinan di Indonesia, ada perkawinan yang tercatat dan yang tidak tercatat. Pencatatan perkawinan di Indonesia senantiasa menjadi topik menarik karena ragam pendapat senantiasa muncul, baik sebelum terbentuk Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan maupun sesudahnya. Berdasarkan kitab-kitab yang dijadikan pedoman oleh Departemen Agam dalam menyelesaikan perkara dalam lingkungan Peradilan Agama, tidak terdapat ulama yang menetapkan bahwa salah satu syarat perkawinan adalah pencatatan, baik sebagai syart sah maupun sebagai syarat pelengkapan. Akan tetapi, dalam Undang-undang perkawinan yang diberlakukan, pasal yang mengatur pencatatan perkawinan itu ada ada,, sebagai bagian dari pengawasan perkawinan yang diamanatkan oleh Undang-undang.Bagaimana Posisi anak yang lahir tanpa perkawinan (anak lahir dari perzinahan), apakah betul mereka menerima hukuman sebagai dosa warisan? Apakah betul mereka terlantar hukuman sebagai dosa warisan? Disini akan dilihat dari kenyataan yang kita sebutkan, terutama kita lihat dari sudut logika hukum dalam pembahasannya.

2. Kasus PosisiBahwa pada tanggal 20 Desember 1993, di Jakarta telah berlangsung pernikahan antara pemohon (HJ.Aisyah Mochtar alias Mochica binti H.Mochtar Ibahim) dengan seorang laki-laki bernama Drs.Moerdiono, dengan wali nikah almarhum H.MoCHTAR Ibrahim, disaksikan oleh 2 orang saksi, masing-masing bernama almarhum KH. M. Yusuf Usman dan Risman, dengan mahar berupa seperangkat alat shalat, uang 2.000 Riyal (mata uang Arab), satu set perhiasan emas, berlian dibayar tunai dan dengan ijab yang diucapkan oleh wali tersebut dan qobul diucapkan oleh laki-laki bernama Drs.Moerdiono.Lebih jelas lagi, Moerdiono seorang suami yang sudah beristri menikah lagi dengan istri kedua, Hj. Aisyah Mokhtar, dengan akad nikah secara Islam tetapi tidak di hadapan PPN/KUA Kec. Yang berwenang sehingga tidak dicatat dalam buku akta nikah dan tidak memiliki kutipan akta nikah. Dari perkawinan tersebut dilahirkan seorang anak laki-laki yang bernama Muhammad Iqbal Ramdhan bin Moerdiono.Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyatakan bahwa, tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kemudian Pasal 43 ayat (1) UUP tersebut mengatakan bahwa: Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga Ibunya. Oleh sebab itu, Hj. Aisyah maupun Iqbal merasa dirugikan hak konstitusionalnya oleh tuntutan Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 Ayat (1) UU NO 1 Tahun 1974 Tentang perkawinan tersebut karena perkawinan Hj. Aisyah tidak diakui menurut hukum dan anaknya (Iqbal) tidak mempunyai hubungan perdata dengan ayahnya (Moerdiono) dan keluarga ayahnya.Para pemohon yang berkedudukan sebagai perorangan warga negara Indonesia mengajukan permohonan pengujian ketentuan Pasal2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,intinya

1. Bahwa menurut para pemohon, ketentuan Pasal 2 Ayat (2) dan Pasal 43 Ayat (1) UU Perkawinan menimbulkan ketidakpastian hukum yang mengakibatkan kerugian bagi para pemohon, khususnya yang berkaitan dengan kasus perkawinan dan status anak yang dihasilkan dari hasil perkawinan pemohon 1;2. Bahwa hak konstitusional para pemohon telah dicederai oleh norma hukum dalam Undang-undang Perkawinan. Norma hukum ini jelas tidak adil dan merugikan karena perkawinan pemohon 1 adalah sah dan sesuai dengan Rukun nikah dalam Islam. Merujuk ke norma konstitusional yang termaktub dalam Pasal 28 B ayat (1) UUD 1945 maka perkawinan pemohon 1 yang dilangsungkan sesuai Rukun nikah adalah sah tetapi terhalang oleh Pasal 2; UU Perkawinan, akibatnya menjadi tidak sah menurut norma hukum. Akibatnya, pemberlakuan norma hukum ini berdampak terhadap status hukum anak (Pemohon II) yang dilahirkan dari perkawinan pemohon 1 menjadi anak diluar nikah berdasarkan ketentuan norma hukum dalam Pasal 34 Ayat (1) Undang-undang Perkawinan. Disisi lain, perlakuan diskriminatif ini sudah barang tentu menimbulkan permasalahan karena status seorang anak di muka hukum menjadi tidak jelas dan sah.3. Singkatnya menurut pemohon, ketentuan a quo telah menimbulkan perlakuan yang tidak sama di hadapan hukum serta menciptakan perlakuan yang bersifat diskriminatif, karena itu menurut para pemohon ketentuan a quo dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 28 B ayat (1) dan (2) serta Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945.Menurut Putusan MK No.46/PUU-VII/2010 Tanggal 17 februari 2012, menyatakan bahwa Pasal 43 Ayat (1) Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 No 1, tambahan Lembar Negara RI No. 3019) yang menyatakan , Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga Ibunya. Bertentangan dengan UUD RI 1945 sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan dengan Ilmu pengetahuan dan Teknologi dan / atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya;Pasal 43 Ayat (1) UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 No 1, tambahan Lembar Negara RI No. 3019) yang menyatakan , Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan Ibunya dan keluarga Ibunya tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan dengan Ilmu pengetahuan dan Teknologi dan / atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, Anak yang dilahirkan diluar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan Ilmu pengetahuan dan Teknologi dan/ atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah termasuk hubungan perdata dengan ayahnyaPutusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.46 /PUU-VII/2010 tanggal 17 Februari 2012, itu bersifat abstrak ( in abstrakto).Berdasarkan hal tersebut, menurut penulis bahwa putusan MK tidak perlu dipertentangkan atau dinyatakan sesuai dengan syariah karena secara hakiki tidak ada yang sesuai dan tidak ada yang bertentangan dengan syariah. Sehubungan dengan itu, Ketua MK Mahfud M.D., mengklarifikasi putusan tersebut dengan menyatakan :Bahwa yang dimaksu Majelis dengan frasa Anak diluar perkawinan bukan anak hasil zina, melainkan hasil nikah sirri. Hubungan perdata yang diberikan kepada anak diluar perkawinantidak bertentangan dengan nasab,waris, dan wali nikah. Hak yang dapat dituntut anak diluarperkawinan yang tidak diatur fikih, antara lain, berupa hak menuntut pembiayaan pendidikan atau hak menuntut ganti rugi karena perbuatan melawan hukum yang merugikan orang lain seperti yang diatur dalam Pasal 1365 KUH perdata atau hak untuk menuntut karena ingkar janji. Intinya adalah hak-hak perdata selain hak nasab, hak waris, wali nikah, atau hak perdata apapun yang tidak terkait dengan prinsip-prinsip munakahat sesuai fiqih.Klarifikasi mahfudz M.d itu sudah benar, karena putusan MK No. 46/PUU-VIII/2010 tanggal 17 februari 2012, memberikan putusan atas permohonan Machica yang telah menikah dengan Moerdiono sesuai dengan undang-undang nomor 1 tahun 1974, pasal 2 ayat 1, jadi oleh karena putusan MK tersebut mengabulkan permohonan machica yang sudah menikah dengan Moerdiono sangat naif bila diterapkan untuk kasus perzinahan, hal ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang mengatakan bahwa: perintah pada sesuatu maka perintah juga atas sarananya dan bagi sarananya hukumnya sama dengan hal yang dituju.Kasus ini adalah pernikahan yang tidak tercatat dan dapat diterapkan dalam kasus lain sepanjang kasus posisinya sama dengan kasus itu, jika kasus machica diterapkan pada kasus perzinahan maka penerapannya menjadi salah.3. PERKAWINAN YANG TIDAK TERCATATDalam konteks pencatatan perkawinan, banyak istilah yang digunakan untuk menunjukan sebuah perkawinan yang tidak tercatat, ada yang menyebut kawin dibawah tangan, kawin syari, kawin modin, dan kerap pula disebut kawin kiyai. Perkawinan tidak tercatat ialah perkawinan yang secara material telah memenuhi ketentuan syariat sesuai dengan maksud pasal 2 ayat 1 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tetapi tidak memenuhi ketentuan ayat 2 pasal tersebut jo pasal 10 ayat 3 peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975.Pada umumnya yang dimaksud perkawinan tidak tercatat adalah perkawinan yang tidak dicatat oleh PPN, dianggap sah secara agama tetapi tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak memiliki bukti-bukti perkawinan yang sah menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.Perkawinan tidak tercatat termasuk salah satu perbuatan hukum yang tidak dikehendaki oleh undang-undang; karena tidak terdapat kecenderungan kuat dari segi sejarah hukum perkawinan, bahwa perkawinan tidak tercatat termasuk perkawinan ilegal. Meskipun demikian, dalam pasal 5 ayat (1) KHI terdapat informasi implisit bahwa pencatatan perkawinan bukan sebagai syarat sah perkawinan; tetapi sebagai alat untuk menciptakan ketertiban perkawinan. Oleh karena itu, dalam pasal 7 ayat (3) KHI diatur mengenai itsbat nikah bagi perkawinan tidak tercatat. Dengan kata lain, perkawinan tidak tercatat adalah sah, tetapi kurang sempurna. Ketidak sempurnaan itu dapat dilihat dari ketentuan pasal 7 ayat (3) KHI. Dalm penjelasan umum pasal 7 KHI bahwa pasal ini diberlakukan setelah berlakunya undang-undang peradilan agama.Aqad pada perkawinan tidak tercatat biasanya dilakukan dikalangan terbatas, dimuka pak kiyai atau tokoh agama, tanpa kehadiran petugas KUA, dan tentu saja tidak memiliki surat nikah yang resmi. Dalam pasal 2 ayat 2 undang-undang perkawinan nomor 1 tahun 1974 ditegaskan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perkawinan tidak tercatat secara agama adalah sah manakala memenuhi syarat dan rukun perkawinan. Meskipun demikian, karena pernikahan tersebut tidak tercatat maka dalam hukum positif dianggap tidak sah karena tidak diakui negara (dasarnya pasal 1 ayat 2 UU 01 tahun 1974).Suatu perkawinan yang tidak tercatat akan menghilangkan hak istri untuk menuntut secara hukum. Dengan kata lain, wanita tidak mendapat perlindungan hukum. Perkawinan yang demikian bertentangan dengan aspek kesetaraan jender. Karena itu menurut M. Quraish Shihab, perkawinan yang tidak tercatat merupakan salah satu bentuk pelecehan terhadap perempuan karena dapat menghilangkan hak-hak perempuan. Pernikahan apapun selain yang tercatat secara resmi di negara hukumnya tidak sah.Permasalahannya jika perkawinan harus tercatat maka kaum pria merasa keberatan terutama pria yang sudah memiliki istri, karena untuk pologami prosedurnya dianggap terlalu memberatkan. Sebaliknya bagi kaum wanita perkawinan tidak tercatat bukan saja merugikan yaitu tidak memiliki hak menuntut harta gono-gini, juga akan kehilangan hak-haknya untuk menuntut kewajiban suami. Kondisi ini dianggap dilematis, distu pihak keharusan pencatatan perkawinan memberatkan kaum pria, dilain pihak perkawinan tidak tercatat merugikan kaum wanita dan anak.Kenyataan yang ada di masyarakat indonesia sangat banyak anak yang lahir diluar perkawinan yaitu perkawinan yang dilaksanakan menurut hukum agama, tetapi tidak tercatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk memenuhi ketentuan yang berlaku di indonesia terutama pengesahan (itsbat) nikah sangat diperlukan untuk melihat ketentuan perkawinan dari berbagai undang-undang yang berlaku di indonesia sebagai berikut:1) Pasal 28-B ayat (1) undang-undang dasar 1945 yang berbunyi: detiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah;2) Pasal 10 ayat (1) undang-undang nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia (HAM), yang berbunyi : setiap orang berhak membentuk suatu keluarga dan melanjutkan keturunan melalui pernikahan yang sah;3) Pasal 42 undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, yang berbunyi: anak sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah;4) Pasal 2 ayat (1) undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan: perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.Ketentuan dalam pasal-pasal ayat tersebut diatas, harus dipedomani dalam proses pengesahan (itsbat) nikah, begitu juga dalam proses pengesahan anak yang lahir diluar perkawinan. Pedoman pengesahan (itsbat) niikah dapat dilihat pada pasal 7 KHI sebagai berikut:Ayat (1): perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah;Ayat (2): dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah, dapat diajukan itsbat nikahnya kepengadilan agama;Ayat (3): itsbat nikah yang dapat diajukan ke pengadilan agama terbatas mengenai hal-hal yang berkenaan dengana. Adanya perkawinan alam rangka penyelesaian perceraian;b. Hilangnya kata nikah;c. Adanya keraguan tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan;d. Adanya perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya undang-undang nomor 1 tahun 1974; dane. Perkawinan yang dilakukan oleh mereka yang tidak mempunyai halangan perkawinan menurut undang undang nomor 1 tahun 1974;Dalam mengakomodir putusan MK nomor 46/PUU-VIII/2010 disamping hal-hal yang tersebut dalam pasal 7 ayat (3) diatas, itsbat nikah yang dapat diajukan ke pengadilan agama, ditambah satu poin lagi, dengan untuk keperluan pengesahan anak. Hal ini berlaku bagi pengesahan (itsbat) nikah untuk semua kasus perkawinan yang dianggap belum sah atau perkawinan yang dipersengketakan baik yang untuk perkawinan non poligami, maupun untuk perkawinan poligami. Khusus untuk pengesahan (itsbat) poligami harus berpedoman kepada:1) Undang-undang nomor 1tahun 1974 tentang perkawinan pada pasal 3 (2), pasal 4(1), pasal 4 (2), pasal 5 (1), dan pasal 5 (2)2) Peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan: pasal 40 dan pasal 41Ketentuan-ketentuan tersebut diatas tentunya diberlakukan bagi persyaratan izin poligami dalam kondisi yang masih memungkinkan, namun jika sudah tidak memungkinkan lagi seperti halnya kasus Machica dengan Moerdiono (yang telah wafat), maka pertimbangan hukum secara arif diserahkan kepada penilaian dan pandangan serta pendapat hakim untuk mengabulkan atau tidak, sejalan dengan pasal 43 peraturan pemerintah nomor 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang menyatakan: apabila pengadilan berpendapat bahwa cukup alasan bagi pemohon untuk ber istri lebih dari seorang, maka pengadilan memberikan putusannya yang berupa izin untuk beristri lebih dari seorang.Akan tetapi produk dari pengadilan dalam kasus ini bukan lagi izin poligami, tetapi penetapan pengesahan (itsbat) nikah dengan status poligami untuk keperluan melengkapi persyaratan pengesahan anak. Pemerikasaan terhadap persyaratan yang mengatur tentang izin poligami hanya diperlukan sebagi dukungan terhadap pengesahan (itsbat) nikah dengan status poligami, bukan untuk penetapan izin poligami.Bahkan bisa jadi pemeriksaan terhadap pengesahan (itsbat) nikah dengan status poligami tersebut, tidak di perlukan lagi penetapan tersendiri cukup digabungkan dengan amar putusan tentang pengesahan anak. Itu sudah menjadi kewenangan hakim.

4. KESIMPULANJadi tidak salah apa yang di putuskan oleh Mahkamah Konstitusi yang menetapkan anak diluar nikah, meskipun banyak menimbulkan kontraversi dan pro kontra dimana mana namun saya menganggap bahwa apa yang di putuskan oleh Mahkamah Konstitusi itu benar karena dengan adanya putusan itu status anak hasil nikah siri tidak lagi seperti dahulu yang seakan akan sebagai anak yang tidak sah. Dengan adanya putusan Mahkamah Konstitusi tersebut maka kedudukan anak di luar nikah sekarang lebih jelas hubungannya dengan orang tuanya termasuk dengan ayahnya. Jadi apa yang di lakukan oleh Macicha untuk mendapatkan status anaknnya hasil perkawinan sirinya dengan Moerdiono sangatlah berani dan benar demi mendapatkan pengakuan secara hukum status dari anaknya hasil pernikahan sirinya dengan Moerdiono.D. ATURAN TAMBAHAN UUD 1945 SETELAH AMANDEMENBAB VI PEMERINTAH DAERAHPasal 18Pembagian Daerah Indonesia atas Daaerah besar dan ketjil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusjawaratan dalam sistim Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa.Perubahan Pasal 181. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.4. Gubernur, Bupati, and Walikota masing-masing sebagai kepala pemrintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.Tambahan Pasal 18A1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kebupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.Pasal 18B1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur damam undang-undang.Perubahan Pasal 201. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.Jika rancangan undang-undang itu tidak mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.3. Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang.4. Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan.Tambahan Pasal 20A1. Dewan Perwakilian Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.2. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.3. Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.4. Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.Pasal 221. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.2 .Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetudjuan Dewan Perwakilan rakyat dalam persidangan yang berikut.3. Djika tidak mendapat persetudjuan, maka peraturan pemerintah itu harus ditjabut. Tambahan Pasal 22AKetentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.Pasal 22BAnggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata cara caranya diatur dalam undang-undang.Pasal 25Sjarat-sjarat untuk mendyadi dan untuk diperhentikan sebagai hakim ditetapkan dengan undang-undang.BABIXA Pasal 25ANegara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.Pasal 28Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.BABXA Tambahan Pasal 28ASetiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.Pasal 28B1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.2. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.Pasal 28C1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan uman manusia.2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.Pasal 28D1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.Pasal 28E1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya, serta berhak kembali.2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.Pasal 28FSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.Pasal 28GSetiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat menusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.Pasal 28H1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabai.4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang oleh siapa pun.Pasal 28I1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.3. Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.4. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggun jawab negara, terutama pemerintah.5. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokaratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.Pasal 28J1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokaratis.Pasal36Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.Tambahan Pasal 36ALambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.Pasal 36BLagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.Pasal 36CKetentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta lagu Kebangsaan diatur dengan undang-undang.ATURAN TAMBAHAN1. Dalam enam bulan sesudah achirnya peperangan Asia Timur Raja, Presiden Indonesia mengatur dan menjelenggarakan segala hal yang ditetapkan dalam Undang-Undang dasar ini.2. Dalam enam bulan sesudah Madjelis Permusjawaratan rakyat dibentuk, Madjelis itu bersidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar.BAB IIIPENUTUPA. KesimpulanDalam Undang undang kekuasaan kehakiman No. 48 Tahun 2009 pasal yang membicarakan tentang pancasila adalah passal 2 ayat 2 yaitu peradilan negara menerapkan dan menegakan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila. Sedangkan dalam UU No. 12 Tahun 2011 yang menyatakan pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah pasal 2 yaitu Pancasila merupakan sumber segala sumber hukum negara. Berdasarkan hasil analisis terhadap putusan Mahkamah konstitusi Nomor 46/PUU-VII/2010 tentang perkara yang di ajukan oleh Macica Mochtar atas perkaranya dengan moerdiono yang mempermasalahkan status kedudukan anak Macica dengan Moerdiono yaitu anak hasil pernikahan siri tetap memiliki hubungan biologis dengan Ayahnya.Dalam Undang undang dasar 1945 setelah amandemen terdapat beberapa aturan tambahan dalam beberapa pasalnya.