Upload
febriana-wulandari
View
613
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH PRESENTASI PRAKTIKUM
PARASITOLOGI VETERINER ENDOPARASIT
(IPH 331)
Babesiosis pada Anjing dan Pengendaliannya
Oleh :
Kelompok 6
Rindang Khairani B04080042
Febriana Wulandari B04080043
Ester Br. Sembiring B04080046
Bolas M. P. Siahaan B04080048
Nurul Aini S. Harahap B04080049
Ajeng Kandynesia B04080050
Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
2010
A. Klasifikasi
Phylum : Apicomplexa
Kelas : Sporozoasida
Sub kelas : Coccidiasina
Sub ordo : Haemospororina
Famili : Babesiidae
Genus : Babesia
Species : Babesia canis, Babesiosis giboni
Babesia berukuran 1-5 µm, merupakan parasit binatang liar maupun
binatang peliharaan, seperti kelinci, kuda, biri biri, anjing, rusa, dan tikus hutan.
Hewan-hewan ini tertular parasit melalui gigitan caplak.
Babesiosis pada anjing adalah penyakit yang disebabkan oleh 2 spesies
Babesia, yaitu Babesia canis dan Babesia gibsoni. Habitat parasit ini adalah sel
darah merah anjing. Di dalam sel darah merah parasit berubah menjadi bentuk
tropozoit. Tropozoit berdifferensiasi, bertunas dua atau empat merozoit.
Perubahan bentuk tropozoit lain, menjadi sel benih gametosit yang mirip dengan
plasmodium malaria. Merozoit kemudian menghancurkan darah merah, yang
selanjutnya keluar untuk menulari sel darah merah lain.
B. Siklus Hidup
Berikut lampiran dari suatu caplak yang terinfeksi, Babesia sp. trofozoit
yang dilepaskan ke dalam darah, menginfeksi eritrosit. Dalam eritrosit, parasit
mengalikan dengan pembelahan biner, bentuk aseksual schizogony. Caplak anjing
menempel pada anjing dan anjing menjadi terinfeksi Babesia sp. ketika caplak
menyerang darah anjing.
C. Epidemiologi
Babesiosis pada anjing tersebar di Afrika, Asia, Bagian Selatan Eropa,
Rusia, Amerika Tengah dan Selatan, sebagian kecil di Amerika Serikat. Di Asia,
penyakit ini telah dilaporkan ada di India, Sri Lanka, Jepang, dan China. Penyakit
ini belum pernah dilaporkan di Indonesia, namun tidak tertutup kemungkinan
penyakit ini telah ada di Indonesia.
D. Patogenesis dan Patologi
Babesia merupakan parasit di dalam sel darah merah (intraeritrosit). Pada
fase exoeritrositik tidak ada keluhan dan gejala seperti yang terjadi pada malaria.
Parasit babesia berbiak secara aseksual, dengan tumbuh di dalam sel darah merah,
biasanya menjadi 2-4 tunas. Bila sel darah merah yang terinfeksi pecah, parasit
menginfeksi sel darah merah lain dan memulai siklus baru. Gejala klinik utama
babesiosis, hemoglobinemia, hemoglobinuria dan kuning (jaundice), Babesiosis
pada hewan berlangsung menahun setelah gejala akut karena parasit mampu
mengubah spesifisitas antigen di permukaan sel hingga berubah kepekaannya
terhadap antibodi.
E. Penularan Mikroorganisme
Ada beberapa jenis caplak yang dapat menularkan babesiosis anjing, di
antaranya yaitu Riphicephalus sp., Dermacentor sp., Hyalomma sp., dan
Haemaphysalis sp.
F. Gejala Klinik
Gejala klinik terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu:
1. perakut: gusi terlihat pucat, depresi, tidak mau makan, lemah, anemia
(kerusakan RBC), demam, jaundice (kekuningan pada mata dan kulitnya),
pada pewarnaan ulas darah ditemukan parasit babesia dalam RBC.
2. akut: mirip dengan perakut tetapi lebih ringan.
3. kronis: lemah, ditemukan banyak RBC immature (regenerative anemia),
pembesaran limpa, jaundice, agak demam dan intermitten (naik turun),
kurus, kerusakan ginjal dan hati. Pada pewarnaan ulas darah jarang
ditemukan parasit babesia.
G. Diagnosis
Babesiosis didiagnosis secara klasik dengan menunjukkan trofozoit
intraerythrocytic pada hapusan darah. Giemsa, Romanowsky, Field dan
modifikasi noda Wright cocok untuk tujuan ini. B. canis umumnya muncul
sebagai tokoh, pasangan Piriform berukuran 5 x 2-3 mikrometer (Gbr. 1). B.
gibsoni biasanya lebih kecil (berukuran 1,9 x 1,2 mikrometer), tunggal, dan
berbentuk cincin meterai (Gbr. 2). Pengambilan sampel darah dari tempat kapiler
(dari telinga, misalnya) hasilnya lebih memuaskan daripada diagnostik dari
sampling darah dari vena yang lebih besar. Isolasi eritrosit terinfeksi dengan
gradien Percoll dapat digunakan untuk meningkatkan pemulihan dan identifikasi
eritrosit terparasit. Tingkat parasitemia sangat rendah dengan B. canis, tetapi bisa
berkisar dari 2% sampai 6% (atau lebih) dari populasi eritrosit dengan B. gibsoni.
Gbr 1. Babesia canis Gbr 2.Babesia gibsoni
H. Pengobatan
Pemberian obat Imidocarb dipropionate (Imizol, Burroughs Wellcome,
Schering-Plough) 2.5 mg/pound BB IM tiap 2 minggu untuk 2x treatment.
I. Pengendalian
Penanganan atau pengendalian dari penyakit ini adalah dengan cara
mengendalikan kutu yang menjadi vektor penyakit ini serta merawat anjing agar
terhindar dari kutu tersebut.
Daftar Pustaka
http://dogsloversgroup.multiply.com/journal/item/21/parasit_darah_pada_anjing
(15 Desember 2010)
Cleveland C. Wyatt, et all. 2002. An Overview of Canine Babesiosis. Athens: Department of Medical Microbiology and Parasitology (Peterson), and Department of Pathology (Latimer), College of Veterinary Medicine, The University of Georgia. (http://www.vet.uga.edu/vpp/clerk/clev- eland/)
Lubis F. 2006. Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: Pusat Penelitian
Pemberantasan Penyakit, Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan RI.
Soeharsono. 2007. Penyakit Zoonotik pada Anjing dan Kucing. Yogyakarta:
Kanisius.