Upload
fitra-ramadhanil
View
35
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
i
SKIZOFRENIA PARANOID
OLEH
FITRAH RAMADHANIL
111001102
DEPARTEMEN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA
UTARA
2015
SKIZOFRENIA PARANOID
Makalah dibuat untuk melengkapi persyaratan kepaniteraan
klinik dibagian Psikiatri FK UISU
Disusun oleh
Firah Ramadhanil
11001102
Nama Pembimbing
Dr.dr. Hj. Elmeida Effendy,M.Ked( Kj ), Sp. KJ ( K )
DEPARTEMEN PSIKIATRI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARA
2015
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
atas berkat dan rahmatNya telah memberikan kelapangan
waktu serta kesehatan bagi penulis sedemikian hingga penulis
dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini tepat pada
waktunya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Hj. Elmeida
Effendy,M.Ked ( Kj ), Sp. KJ, selaku supervisor dan
pembimbing makalah ini. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada para dokter di bagian Psikiatri FK UISU
yang telah memberikan masukan dan saran yang membangun
dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk melengkapi persyaratan
kepaniteraan klinik di bagian Psikiatri FK UISU. Judul yang
diangkat dalam makalah ini adalah Skizofrenia Paranoid.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati,
penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun
demi penempurnaan makalah ini di kemudian hari. Semoga
makalah ini dapat memberikan kontribusi dalam upaya
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.
Medan, Oktober 2015
Penulis,
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
1.2 Tujuan Masalah ............................................................................... 4
BAB II. PEMBAHASAN
2.1 Definisi ........................................................................................... 5
2.2 Epidemiologi .................................................................................. 7
2.3 Etiologi ........................................................................................... 7
2.4 Manifestasi Klinis............................................................................ 9
2.5 Diagnosis ....................................................................................... 10
2.6 Diagnosis Banding ......................................................................... 11
2.7 Penatalaksanaan ........................................................................... 11
2.8 Prognosis ....................................................................................... 12
BAB III. PENUTUP ...............................................................................
14DAFTAR PUSTAKA
iv
1
BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang MasalahMasalah kesehatan
jiwa di Indonesia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang sangat
penting dan harus mendapat perhatian sungguh-sungguh dari seluruh
jajaran lintas sektor Pemerintah baik di tingkat Pusat maupun Daerah,
serta perhatian dari seluruh masyarakat.1Skizofrenia adalah gangguan
psikotik yang bersifat kronis atau kambuh ditandai dengan terdapatnya
perpecahan ( schism ) antara pikiran, emosi dan perilaku pasien yang
terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan adanya gejala
fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang ditandai
dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala
fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.
Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi.2Awalnya
pada tahun ( 1856 – 1926 ) skizofrenia di istilahkan oleh Kraepelin
sebagai sebagai demensia prekox, menurutnya pada penyakit ini terjadi
kemunduran intelegensia sebelum waktunya. Eugene bleuer merupakan
orang pertama yang menyatakan istilah skizofrenia karena nama ini yang
dengan tepat sekali menonjolkan gejala utama penyakit, yaitu terpecah
belahnya, adanya keretakan, atau disharmoni antara proses berfikir,
perasaan, dan perbuatan.Bluler membagi gejala skizofrenia menjadi 2
kelompok primer dan sekunder, yang termasuk gejala primer adalah
gangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan, dan
otisme, yang termasuk gejala sekunder yaitu, waham, halusinasi, gejala
katatonik atau psikomotorik, dan lain – lain3 Prevalensi di seluruh dunia
diperkirakan skizofrenia terdapat 0,5 sampai 1 % dari selurh penduduk
dunia. Di amerika sendiri prevalensi skizofrenia diperkirakan 1
% .Indonesia diperkirakan terus meningkat. Hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2013 prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
schizophrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000.Usia
episode pertama biasanya lebih muda antara laki-laki (sekitar 21 tahun)
dibandingkan perempuan (27 tahun). Orang dengan skizofrenia
menimbulkan risiko tinggi untuk bunuh diri. Sekitar sepertiga akan
5
BAB IIPEMBAHASANDefinisi3,5
Gangguan-gangguan psikis yang sekarang dikenal sebagai
Skizofrenia, untuk pertama kalinya diidentifikasi sebagai “demence
precoce” atau gangguan mental dini oleh Benedict Muler (1809-1873),
seorang dokter kebangsaan Belgia pada tahun 1890. Konsep yang lebih
jelas dan sistematis diberikan oleh Emil Kraepelin (1856-1926), seorang
psikiatri jerman pada tahun 1893. Kraepelin menyebutnya dengann istilah
“dimentia praecox”. Menurut Kraepelin, dimentia praecox merupakan
proses penyakit yang disebabkan oleh penyakit tertentu dalam tubuh.
Dimentia praecox meliputi hilangnya kesatuan dalam pikiran, perasaan,
dan tingkah laku. Penyakit ini muncul pada usia muda dan ditandai oleh
kemampuan-kemampuan yang menurun yang akhirnya menjadi
disintegrasi kepribadian yang kompleks. Gambaran Kraepelin tentang
dimentia paecox ini meliputi pola-pola tingkah laku seperti delusi,
halusinasi, dan tingkah laku yang aneh.
Eugen Bleuler (1857-1939), seorang psikiater Swiss,
memperkenalkan istilah Skizofrenia. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani
schitos artinya terbelah, terpecah, dan prenyang artinya pikiran. Secara
harafiah, Skizofrenia berarti pikiran/jiwa yang terpecah/terbelah. Bleuler
lebih menekankan pola perilaku, yaitu tidak adanya integrasi otak yang
mempengaruhi pikiran, perasaan, dan afeksi. Dengann demikian tidak ada
kesesuaian antara pikiran dan emosi, antara persepsi terhadap kenyataan
yang sebenarnya.
PPDGJ III (Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia III) menempatkan Skizofrenia pada kode F20. Skizofrenia
termasuk dalam kelompok psikosis fungsional. Psikosis fungsional
merupakan penyakit mental secara fungsional yang non-organis sifatnya,
hingga terjadi kepecahan kepribadian yang ditandai oleh desintegrasi
kepribadian dan maladjustment sosial yang berat, tidak mampu
mengadakan hubungan sosial dengann dunia luar, bahkan sering terputus
5
6
sama sekali dengan realitas hidup (lalu menjadi ketidakmampuan secara
sosial). Hilanglah rasa tanggung jawabnya dan terdapat gangguan pada
fungsi intelektualnya. Jika perilakunya tersebut menjadi begitu abnormal
dan irrasional, sehingga dianggap bisa membahayakan orang lain dan
dirinya sendiri, yang secara hukum disebut gila.
Skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengann variasi
penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
pertimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada umumnya
ditandai oleh penyimpangan yang foundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau
tumpul (blunted). Kesadaran yang jernih dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.
Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak
yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi),
persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan perilaku.
2.1 Epidemiologi1,2,4
Insiden Skizofrenia secara umum berkisar antara 5-50/100.000
orang pertahun. Ditemukan pada 1% populasi di seluruh dunia tanpa
memandang sosioekonomi dan jenis kelamin. Onset Skizofrenia lebih
cepat pada laki-laki (15-25 tahun) dibanding perempuan (25-35 tahun).
Namun pada hakekatnya bisa terjadi pada hampir setiap tingkat usia, 10%
pada usia 20 tahun, 65% pada usia 20-40 tahun, 50% pada usia 30 tahun,
dan 25% pada usia diatas 40 tahun. Diperkirakan pula bahwa Skizofrenia
mengenai 33-50% pada individu tunawisma serta terjadi pada 50%
penyalahgunaan obat.
2.2 Etiologi2
7
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa
penyebab Skizofrenia, yaitu pendekatan biologis (meliputi faktor genetik
dan faktor biokimia), dan pendekatan psikodinamik.
1. Pendekatan Biologis
a. Faktor Genetik
Semakin dekat hubungan genetis antara penderita Skizofrenia dan
anggota keluarganya,semakin besar kemungkinannya untuk terkena
Skizofrenia. Hal ini menunjukkan bahwa kecenderungan terkena
Skizofrenia dapat ditularkan secara genetis. Keluarga penderita
Skizofrenia tidak hanya terpengaruh secara genetis akan tetapi juga
melalui pengalaman sehari-hari. Orang tua yang menderita Skizofrenia
dapat sangat mengganggu perkembangan anaknya.
b. Faktor Biokimia
Hipotesis dopamine menyatakan bahwa Skizofrenia disebabkan
oleh terlalu banyaknya penerimaan dopamine dalam otak. Kelebihan ini
mungkin karena produksi neurotransmitter atau gangguan regulasi
mekanisme pengambilan kembali yang dengannnya dopamine kembali
dan disimpan oleh vesikel neuron parasimpatik. Kemungkinan lain
adalah adanya oversensitif reseptor dopamine atau terlalu banyaknya
respon dopamine.
c. Otak
Sekitar 20-35% penderita Skizofrenia mengalami beberapa bentuk
kerusakan otak.
2. Pendekatan Psikoanalisa
Menurut Freud struktur kepribadian terdiri atas 3 aspek yaitu id,
ego, dan super ego. Pertimbangan antara id dan super ego seringkali
tidak seimbang dan menimbulkan konflik. Apabila ego berfungsi
8
dengann baik, maka situasi konflik tersebut akan dapat
dikendalikannya atau diselesaikannya secara adekuat. Sementara jika
ego lemah, maka situasi konflik tersebut tidak akan dapat
diseleaikannya, dan akan timbul banyak konflik internal atau bahkan
konflik yang sifatnya sangat hebat, yang diekspresikan dalam bentuk
tingkah laku yang abnormal.
2.3 Manifestasi Klinis3
Gejala – gejala skizofrenia dapat dibagi menjadi dua mnurut Eugen
Bleuler menjadi gejala primer dan sekunder
A. Gejala primer
1. .Gejala proses pikiran ( bentuk, langkah dan isi pikiran ).
Pada skizofrenia inti gagguan memang pada proses pikiran
Kadang – kadang satu ide belum selesai diutarakan sudah timbul
satu ide lain.atau terdapat pemindahan maksud , umpama
maksudnya “ tani” tetapi dikatakan “sawah”. Tidak jarang juga
digunakan arti simbolik seperti dikatakan “ merah” bila
dimaksudkan “berani”, atau terdapat clang association karena
pikiran sering tidak mempunyai tujuan tertentu. Semua ini
menyebabkan bahwa jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau
tidak dapat di ikuti atau dimngerti. Hal ini dinamakn inkoherensi.
Kadang kdang pikiran seakan – akan berhenti, tidak timbul ie lagi.
Keadaan ini dinamakan blocking, biasanya berlangsung beberapa
detik saja, kadang – kadang sampai beberapa hari.
2. Keadaan afek dan emosi
Gangguan ini pada skizofrenia berupa :
- Keadaan afek dam emosi “ emosional blunting” misalnya
penderita menjadi acuh tak acuh pada terhhadap hal yang
9
penting untuk dirinya, seperti pada keadaan dirinya sendiri , dan
keluarganya.
- Parathimi, apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan
gembira, pada penderita menimbulkan rasa sedih atau marah
- Paramimi, penderita merasa senang dan gembira tetapi ia
menangis,
- Kadang – kadang emosi dan afekk serta expresinya tiidak
meempunyaii kesatuan, umpamanya sesudah membunuh
anaknya penderita menanigis berhari – hari tetapi mulutnya
tertawa. Semua ini merupakan gangguan afek dan emosi yang
khas untuk skizofrenia. Gangguan afek dan emosi lainnya
adalah :
- Emosi yang berlebihan seperti kelihatan dibuat – buat seperti
terlihat penderita sedang bermain sandiara
- Hilangnya kemampuan untuk mengadakan hubungan eemoi
yang baik “ emotional rapport” karena itu sering kita tidak dapat
merasakan perasaan penderita.
- Karena terpecahnya kepribadian, maka dua hal yang
berlawanan mungkin terdapat beersama – sama, umpamanya
mencintai dan membenci satu orang yang sama, atau menangis
dan tertawa tentang satu hal yang sama, ini dinamakan
ambivalensi pada afek.
-
3. Gangguan kemauan. Mereka tidak dapat mengambil keputusan,
tidak dapat bertindak dalam satu keadaan. Mereka selalu
memberikan alasan meskipun alasan tersebut tidak tepat,
umpamanya bila ditanyai mengapa tidak maju dengan pekerjaan
atau mengapa terus tidur saja. Mreka menganggap hal itu biasa
saja dan tidak perlu diterangkan.
10
Kadang – kadang penderita melamun berhari – hari lamanya
bahkan berbulan – bulan. Prilaku demikian erat hubungannya
dengan otisme dan stupor katatonik.
Negativisme : sikap atau perbuatan yang negativ atau beerlawanan
terhadap suatu permintaan.
Ambivalensi kemauan : menghendaki dua hal yang berlawanan
pada waktu yang bersamaan, umpamanya mau makan dan tidak
mau makan. Atau tangan di ulurkan untuk berjabat tangan tetapi
belum sampai tangannya sudah ditarik kembali. Jadi sebelum satu
perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan.
Otomatisme : penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh
orang lain ata tenaga dari luar, sehingga dia melakukan sesuatu
secara otomatis.
4. Gejala psikomotor, juga dinamakan gejala katatonik atau gangguan
perbuatan. Kelompk gejala ini oleh bleuler dimasukkan ke dalam
gejala skizofrenia sekunder sebab juga ditemukan pada penyakit
lain.
B. Gejala seknder
1. Waham. Pada skizofrenia waham sring tidak logis sama sekali
dan sangat bizar. Tapi penderita tidak menginsafi hal ini, dan
untuk dia wahamnya merupakan fakta dan tidak dapat dirubah
oleh siapapun. Sebaliknya iya tidak mengubah sikapnya yang
bertentangan, umpamanya penderita berwaham bahwa iya raja
2. Halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran, dan hal ini
merupakan suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada
keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia adalah halusinasi
pendengaran.
2.4. Diagnosis5
11
Kriteria klinis Skizofrenia menurut PPDGJ III adalah sebagai berikut :
1. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan
biasanya dua gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam
atau kurang jelas) :
a. - Thought echo = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras) dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda, atau
- Thought insertion or withdrawal = isi pikiran yang asing dari luar
masuk kedalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (Withdrawal) dan
- Thought broadcasting = isi pikirannya tersiar keluar sehingga
orang lain atau umumnyamengetahuinya.
b. - Delusion of control = waham tentang dirinya dikendalikan oleh
suatu kekuatan tertentu dari luar atau
- Delusion of influence = waham tentang dirinya dipengaruhi oleh
suatu kekuatantertentu dari luar atau
- Delusion of passivity = waham tentang dirinya tidak berdaya
dan pasrah terhadap suatu kekuatan dari luar; (tentang dirinya=
secara jelas ,merujuk ke pergerakan tubuh/anggota gerak atau
kepikiran, tindakan atau penginderaan khusus).
- Delusion perception = pengalaman inderawi yang tidak wajar,
yang bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik
dan mukjizat.
c. Halusional Auditorik
- Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus
terhadap prilaku pasien.
- Mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara atau
12
- Jenis suara halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian
tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya
setempat dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahi,
misalnya perihal keyakinan agama atau politik tertentu atau
kekuatan dan kemampuan diatas manusia biasa (misalnya
mampu mengendalikan cuaca atau berkomunikasi dengan
mahluk asing atau dunia lain)
2. Atau paling sedikitnya dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang
menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
b. Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation) yang berakibat inkoherensia atau pembicaraan
yang tidak relevan atau neologisme.
c. Perilaku katatonik seperti keadaan gaduh gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing) atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor.
d. Gejala negatif seperti sikap apatis, bicara yang jarang dan
respons emosional yang menumpul tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neureptika.
13
3. Adapun gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung
selama kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk
setiap fase nonpsikotik prodromal);
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam
mutu keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku
pribadi (personal behavior), bermanifestasi sebagai hilangnya
minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam
diri sendiri (self absorbed attitute), dan penarikan diri secara sosial.
Menurut PPDGJ III pedoman diagnostik untuk Skizofrenia Paranoid
F.20.0 adalah sebagai berikut :
Halusinasi dan/ waham arus menonjol
a) Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa
bunyi pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing).
b) Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual , atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol.
c) Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of
influence) atau passivity (delussion of passivity), dan keyakinan
dikejar-kejar yang beraneka ragam, adalah yang paling khas.
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.
2.3 Penatalaksanaan 2,3
. Penatalaksanaan
Terapi Somatik (Medikamentosa)
14
----Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia
disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi,
delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia.
Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik
sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik
yang benar-benar cocok bagi pasien. Antipsikotik pertama
diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan terapi obat-
obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu
: antipsikotik konvensional, newer atypical antipsycotics, dan
Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
----Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut
antipsikotik konvensional.Walaupun sangat efektif, antipsikotik
konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius.
Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
----Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh
antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan
penggunaan newer atypical antipsycotic.
----Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok
konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami
perbaikan (kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik
konvensional tanpa efek samping yang berarti. Biasanya para
15
ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami
kesulitan minum pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat
diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting) dengan
interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan
depot formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam
tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic
antipsycotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
----Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal
karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan
efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik
konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia,
antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk
menangani pasien-pasien dengan Skizofrenia.
c. Clozaril
----Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan
antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ±
25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan
antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril
memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana
16
pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat
menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk
melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril
harus memeriksakan kadar sel darah putihnya secara reguler.
Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling
sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Cara penggunaan
Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek
primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan
terutama pada efek samping sekunder.
Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala
psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat
disesuaikan dengan dosis ekivalen.
Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon
klinis dalam dosis yang
sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai, dapat
diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan
yang tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek
samping belum tentu sama.
Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis
sebelumnya jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti
efektif dan ditolerir dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih
kembali untuk pemakaian sekarang
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
o Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
o Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam
17
o Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
o Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi
dampak efek samping
(dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak
begitu mengganggu
kualitas hidup pasien
Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3
hari sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma
psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan
dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6
bulan sampai 2 tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu)
tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4 minggu) stop
Untuk pasien dengan serangan sindroma psikosis multi
episode terapi pemeliharaan dapat diberikan palong sedikit
selama 5 tahun.
Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai
beberapa hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai
efek klinis.
Pada umumnya pemberian obat psikosis sebaiknya
dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua
gejala psikosis mereda sama sekali. Untuk psikosis reaktif
singkat penurunan obat secara bertahap setelah hilangnya
gejala dalam kurun waktu 2 minggu - 2bulan.
Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang
hebat walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama,
sehingga potensi ketergantungan obat kecil sekali.
18
Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala
Cholinergic rebound yaitu:
gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing, gemetar dan
lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian
anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan
tablet trihexypenidil 3x2 mg/hari)
Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna
untuk pasien yang tidak mau atau sulit teratur makan obat
ataupun yang tidak efektif terhadap medikasi oral. Dosis dimulai
dengan 0,5 cc setiap 2 minggu pada bulan pertama baru
ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan. Pambarian anti psikosis
long acting hanya untuk terapi stabilisasi danpemeliharaan
terhadap kasus skizofrenia.
Penggunaan CPZ (Chlorpromazine) injeksi sering
menimbulkan hipotensi ortostatik pada waktu peubahan posisi
tubuh (efek alpha adrenergik blokade). Tindakan mengatasinya
dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
----
Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
----Newer atypical antipsycoic merupakan terapi pilihan untuk
penderita Skizofrenia episode pertama karena efek samping
yang ditimbulkan minimal dan resiko untuk terkena tardive
dyskinesia lebih rendah.
----Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa
saat untuk mulai bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah
satu obat gagal dan diganti dengan obat lain, para ahli
biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril)
19
Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
----Biasanya timbul bila penderita berhenti minum obat, untuk
itu, sangat penting untuk mengetahui alasan mengapa
penderita berhenti minum obat. Terkadang penderita berhenti
minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis
menambah obat untuk efek sampingnya, atau mengganti
dengan obat lain yang efek sampingnya lebih rendah.
----Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain,
dokter dapat mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat
long acting, diberikan tiap 2- 4 minggu. Pemberian obat dengan
injeksi lebih simpel dalam penerapannya.
----Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah
mengkonsumsi obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan
yang tepat untuk menggantinya dengan obat obatan yang lain,
misalnya antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer
atipycal antipsycotic atau newer atipycal antipsycotic diganti
dengan antipsikotik atipikal lainnya. Clozapine dapat menjadi
cadangan yang dapat bekerja bila terapi dengan obat-obatan
diatas gagal.
Pengobatan Selama fase Penyembuhan
----Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat
pengobatan walaupun setelah sembuh. Penelitian terbaru
menunjukkan 4 dari 5 pasien yang berhenti minum obat setelah
episode petama Skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama
tetap mendapat obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum
mencoba menurunkan dosisnya. Pasien yang menderita
Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh total
20
pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih
lama. Perlu diingat, bahwa penghentian pengobatan
merupakan penyebab tersering kekambuhan dan makin
beratnya penyakit.
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
----Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka
waktu yang lama, sangat penting untuk menghindari dan
mengatur efek samping yang timbul. Mungkin masalah terbesar
dan tersering bagi penderita yang menggunakan antipsikotik
konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang
disebut juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Dalam hal
ini pergerakan menjadi lebih lambat dan kaku, sehingga agar
tidak kaku penderita harus bergerak (berjalan) setiap waktu,
dan akhirnya mereka tidak dapat beristirahat. Efek samping lain
yang dapat timbul adalah tremor pada tangan dan kaki.
Kadang-kadang dokter dapat memberikan obat antikolinergik
(biasanya benztropine) bersamaan dengan obat antipsikotik
untuk mencegah atau mengobati efek samping ini.
----Efek samping lain yang dapat timbul adalah tardive
dyskinesia dimana terjadi pergerakan mulut yang tidak dapat
dikontrol, protruding tongue, dan facial grimace. Kemungkinan
terjadinya efek samping ini dapat dikurangi dengan
menggunakan dosis efektif terendah dari obat antipsikotik.
Apabila penderita yang menggunakan antipsikotik konvensional
mengalami tardive dyskinesia, dokter biasanya akan mengganti
antipsikotik konvensional dengan antipsikotik atipikal.
----Obat-obat untuk Skizofrenia juga dapat menyebabkan
gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang
menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk
21
mengatasinya biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif
terendah atau mengganti dengan newer atypical antipsycotic
yang efek sampingnya lebih sedikit.
----Peningkatan berat badan juga sering terjadi pada penderita
Sikzofrenia yang memakan obat. Hal ini sering terjadi pada
penderita yang menggunakan antipsikotik atipikal. Diet dan olah
raga dapat membantu mengatasi masalah ini.
----Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic
malignant syndrome, dimana timbul derajat kaku dan termor
yang sangat berat yang juga dapat menimbulkan komplikasi
berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
Terapi Psikososial
a. Terapi perilaku
----Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
ketrampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial,
kemampuan memenuhi diri sendiri, latihan praktis, dan
komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal
yang diharapkan, seperti hak istimewa dan pas jalan di rumah
sakit. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di
masyarakat, dan postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b. Terapi berorintasi-keluarga
----Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia
seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana
pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat
dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari).
22
Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang
dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan,
khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas
teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut
berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus
membantu keluarga dan pasien mengerti skizofrenia tanpa
menjadi terlalu mengecilkan hati. Sejumlah penelitian telah
menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan
angka relaps adalah dramatik. Angka relaps tahunan tanpa
terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10 % dengan terapi
keluarga.
c. Terapi kelompok
----Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan
pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata.
Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi
secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial,
meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas
bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan
cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya
paling membantu bagi pasien skizofrenia.
d. Psikoterapi individual
----Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi
individual dalam pengobatan skizofrenia telah memberikan data
bahwa terapi akan membantu dan menambah efek terapi
23
farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
pasien skizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan
terapetik yang dialami pasien. Pengalaman tersebut
dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak
emosional antara ahli terapi dan pasien, dan keikhlasan ahli
terapi seperti yang diinterpretasikan oleh pasien.
----Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari
yang ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik.
Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien
skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap
keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga,
cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah
sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang
prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan
diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan
adalah
tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk
suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
----Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan
diagnostik, menstabilkan medikasi, keamanan pasien karena
gagasan bunuh diri atau membunuh, prilaku yang sangat kacau
termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.
----Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus
ditegakkan adalah ikatan efektif antara pasien dan sistem
pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan.
24
Dokter harus juga mengajarkan pasien dan pengasuh serta
keluarga pasien tentang skizofrenia.
----Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada pasien
dan membantu mereka menyusun aktivitas harian mereka.
Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari keparahan
penyakit pasien dan tersedianya fasilitas pengobatan rawat
jalan. Rencana pengobatan di rumah sakit harus memiliki
orientasi praktis ke arah masalah kehidupan, perawatan diri,
kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan di
rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat pasien dengan
fasilitas perawatan termasuk keluarga pasien. Pusat perawatan
dan kunjungan keluarga pasien kadang membantu pasien
dalam memperbaiki kualitas hidup.
2.8 Prognosis
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan
skizofrenia tipe lainnya, prognosisnya pada umumnya kurang begitu
menggembirakan. Sekitar 25% pasien dapat kembali pulih dari
episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal
(sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan
pernah pulih dan perjalanan penyakitnya cenderung memburuk.
Sekitar 50% berada diantaranya, ditandai dengan kekambuhan
periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif kecuali untuk
waktu yang singkat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis skizofrenia
1.Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari
keluarganya. jangan membeda-bedakan antara orang yang
mengalami Skizofrenia dengan orang yang normal, karena
25
orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah
tersinggung.
2.Inteligensi
Pada umumnya pasien Skizofrenia yang mempunyai Inteligensi
yang tinggi akan lebih mudah sembuh dibandingkan dengan
orang yang inteligensinya rendah.
3.Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian
kecil pasien (kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk
mendapatkan kembali jumlah fungsi mental yang cukup normal.
Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan efek
merugikan yang mengganggu dan serius. Namun pasien
skkizofrenia perlu di beri obat Risperidone serta Clozapine.
4.Reaksi Pengobatan
Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi
terhadap obat lebih bagus perkembangan kesembuhan
daripada orang yang tidak bereaksi terhadap pemberian obat.
5.Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka
akan mempunayi dampak yang positif, karena tekanan dari luar
diri individu dapat diminimalisir atau dihilangkan. Begitu pula
sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar individu dan
bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prosgnosisnya
adalah negatif atau akan bertambah parah.
6.Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih
buruk.
26
7.Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian
akan sulit disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan
memiliki peran yang sangat besar terhadap kesembuhan.
8.Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa
onset yang lambat dan akut, sedangkan onset yang tidak jelas
memiliki prognosis yang lebih baik.
9.Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional)
mempunyai prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang
bentuk tubuhnya tidak proporsional.
10.Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal
prognosisnya lebih baik dari pada orang yang sudah pada fase
aktif dan fase residual.
11.Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia
adalah jernih. Hal inilah yang menunjukkan prognosisnya baik
nantinya.
14
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Skizofrenia Paranoid merupakan gangguan psikotik yang merusak,
yang dapat melibatkan gangguan yang khas dalam berpikir (delusi),
persepsi (halusinasi), pembicaraan,emosi dan perilaku. Keyakinan
irasional bahwa dirinya seorang yang penting (delusigrandeur) atau isi
pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang jelas,
seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud
mencelakainya. Para penderita skizofrenia tipe paranoid secara mencolok
tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya,sementara keterampilan
kognitif dan afek mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya
tidak mengalami disorganisasi dalam pembicaraan atau afek datar.