Upload
ani-asriani-hamzah
View
80
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung. Secara
umum sarcoma dibagi ke dalam dua kelompok yaitu tulang dan jaringan
lunak. Ada empat tipe utama dari sarkoma tulang ini, antara lain randro
sarkoma, sarkoma ewing, fibrosarkoma dan osteosarkoma. Pada makalah ini
akan dibahas tentang osteosarkoma, karena osteosarkoma merupakan jenis
malignansi terbanyak yang berjumlah kira- kira 20 % dari semua kasus.
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang primer
yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh di bagian metafisis tulang. Tempat yang
paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang, terutama
lutut.
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu
Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-
2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang
ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor
tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22%
dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari
jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium
lanjut. Kanker tulang ( osteosarkoma ) lebih sering menyerang kelompok usia
15 – 25 tahun ( pada usia pertumbuhan ) ( Smeltzer. 2001: 2347 ). Rata-rata
penyakit ini terdiagnosis pada umur 15 tahun. Angka kejadian pada anak laki-
laki sama dengan anak perempuan. Tetapi pada akhir masa remaja penyakit ini
lebih banyak di temukan pada anak laki-laki. Sampai sekarang penyebab pasti
belum diketahui.
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya hubungan
kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya hereditery
retinoblastoma dan sindrom Fraumeni. Dikatakan beberapa virus dapat
menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion dikatakan
menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula alkyleting agent
yang digunakan pada kemoterapi, serta adanya trauma juga dapat
menyebabkan terjadinya osteosarkoma ini (Sitarani, 2010).
Tindakan penatalaksanaan dilakukan sesuai dengan tipe dan fase dari
tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum
meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan
pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas
yang sakit. Penatalaksanaan meliputi farmakologi, pembedahan, kemoterapi,
radioterapi, atau terapi kombinasi. Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan
dalam kasus ini adalah melakukan perawatan luka, menejemen nyeri,
mengajarkan mekanisme koping yang efektif, memberikan nutrisi yang
adekuat, pendidikan kesehatan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep sarkoma osteogenik (osteosarkoma)?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pasien dengan sarkoma osteogenik
(osteosarkoma)
1.3 Tujuan
Tujuan Umum
Mengetahui konsep dan asuhan keperawatan pada pasien dengan
osteosarkoma.
Tujuan Khusus
a. Mengetahui definisi dari osteosarkoma.
b. Mengetahui klasifikasi dari osteosarkoma.
c. Mengetahui penyebab terjadinya osteosarkoma.
d. Menjelaskan patofisiologi osteosarkoma.
e. Menjelaskan manifestasi klinis dari klien dengan osteosarkoma.
f. Mengetahui pemeriksaan diagnostic pada pasien osteosarkoma.
g. Mengetahui penatalaksanaan osteosarkoma.
h. Menjelaskan prognosis dari pasien osteosarkoma.
i. Mengetahui komplikasi pada pasien dengan osteosarkoma.
j. Mengetahui asuhan keperawatan yang dilakukan pada pasien dengan ksaus
osteo sarkoma.
1.4 Manfaat
Mahasiswa dapat mengetahui tentang konsep osteosarkoma dan
asuhan keperawatan terhadap pasien dengan osteosarkoma.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk gerak pasif, proteksi alat-
alat di dalam tubuh.Ruang ditengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan
hematopoietik yang membentuk berbagai sel darah dan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang terdiri dari komponen
matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non-
kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, oisteosit, dan osteoklas.
Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu
proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan
osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam
matriks tulang.
Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan
demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator
yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang
atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang
dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi
melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang
memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti
osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan
enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulan90g sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam
aliran darah. (Setyohadi, 2007; Wilson. 2005; Guyton. 1997).
2.2 Definisi Sarkoma Osteogenik (Osteosarkoma)
Sarkoma adalah tumor yang berasal dari jaringan penyambung
(Danielle 1999). Kanker adalah neoplasma yang tidak terkontrol dari sel
anaplastik yang menginvasi jaringan dan cenderung bermetastase sampai ke
sisi yang jauh dalam tubuh.( Wong 2003). Osteosarkoma (sarkoma
osteogenik) adalah tumor yang muncul dari mesenkim pembentuk tulang.
( Wong. 2003).
Menurut Chairuddin rasjad (2003), nama sarcoma osteogenik bukan
karena tumor membentuk tulang tetapi tumor ini pembentukanya berasal dari
seri osteoblastik dari sel-sel mesenkim primitive serta tumor ini sering
ditemukan di daerah metafisis tulang panjang terutama pada femur distal dan
tibia proksimal dan dapat pula ditemukan pada radius distal dan humerus
proksimal. Tetapi kadang-kadang sarcoma osteogenik juga ditemukan di
tulang tengkorak, rahang, atau pelvis (Cancer Center, Stanford Medicine
2011).
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang tempat
yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang panjang,
terutama lutut (Price. 1998). Osteosarkoma (sarkoma osteogenik) merupakan
tulang primer maligna yang paling sering dan paling fatal. ditandai dengan
metastasis hematogen awal ke paru. Tumor ini menyebabkan mortalitas tinggi
karena sarkoma sering sudah menyebar ke paru ketika pasien pertama kali
berobat (Smeltzer. 2001).
Pada tumor muskuloskeletal stagingnya memakai Enneking System,
yang telah dipakai oleh Musculoskeletal Tumor Society, begitu juga pada
osteosarkoma. Staging ini berdasarkan gradasi histologis dari tumor (ada low-
grade dan high-grade), ekstensi anatomis dari tumor (intrakompartmental
atau ekstrakomparmental), dan ada tidaknya metastase. Sesuai dengan
EnnekingSystem maka staging dari Osteosarkoma adalah sebagai berikut:
1) Stage I Low-grade Tumor
Low grade central osteosarcoma adalah stadium yang jarang terjadi, jenis osteosarkoma yang termasuk ke dalam stadium ini adalah parosteal osteosarcoma dan periosteal osteosarcoma di mana tipe ini kurang progesif dan angka metastase rendah. Low grade central osteosarcoma mempunyai prognosa yang lebih baik dari pada high grade osteosarcoma (>90%).
2) Stage II High-grade
Ukuran sosttium adeosarkoma ini besar salah satunya dipengaruhi oleh kadar p-glikoprotein. Stadium ini seringkali sudah bermetastase ke paru-paru. Yang termasuk ke dalam tipe high-grade osteosarcoma di antaranya ialah telangiectatic osteosarcoma, small-cell osteosarcoma, high-grade surface osteosarcoma, dan secondary osteosarcoma.
3) Stage III Any Grade with metastase
Pada stadium ini osteosarkoma sudah bermetastase ke organ tubuh lain,
yang paling sering ialah paru-paru. Stadium ini mempunyai prognosis
yang buruk tergantung dari keparahan dari tumor primer dan nodul-nodul
yang ada di organ metastase, jumlah tumor utama yang nekrosis, dan
jumlah metastase. Bisa disimpulkan prognosis dari tipe osteosarkoma ini
kurang lebih 30%.
Staging system ini sangat berguna dalam perencanaan strategi,
perencanaan pengobatan dan memperkirakan prognosis dari osteosarkoma
tersebut.
2.3 Klasifikasi Osteosarkoma
1) Parosteal Osteosarkoma
Parosteal osteosarkoma yang tipikal ditandai dengan lesi pada
permukaan tulang, dengan terjadinya diferensiasi derajat rendah dari
fibroblas dan membentuk woven bone atau lamellar bone. Parosteal
osteosarkoma biasanya terjadi pada umur 20 sampai 40 tahun. Bagian
posterior dari distal femur merupakan daerah predileksi yang paling
sering, selain bisa juga mengenai tulang-tulang panjang lainnya.
Tumor dimulai dari daerah korteks tulang dengan dasar yang lebar,
yang makin lama lesi ini bisa invasi kedalam korteks dan masuk ke
endosteal. Pengobatannya adalah dengan cara operasi, melakukan eksisi
dari tumor dan survival ratenya bisa mencapai 80- 90%.
2) Periosteal Osteosarkoma
Periosteal osteosarkoma merupakan osteosarkoma derajat sedang
(moderate-grade) yang merupakan lesi pada permukaan tulang bersifat
kondroblastik, dan sering terdapat pada daerah proksimal tibia. Sering juga
terdapat pada diafise tulang panjang seperti pada femur 8 dan bahkan bisa
pada tulang pipih seperti mandibula.15 Terjadi pada umur yang sama
dengan pada klasik osteosarkoma. Derajat metastasenya lebih rendah dari
osteosarkoma klasik yaitu 20% - 35% terutama ke paru-paru.5,8
Pengobatannya adalah dilakukan operasi marginal-wide eksisi (wide-
margin surgical resection), dengan didahului preoperatif kemoterapi dan
dilanjutkan sampai post-operasi.
3) Telangiectasis Osteosarkoma
Telangiectasis osteosarkoma pada plain radiografi kelihatan gambaran
lesi yang radiolusen dengan sedikit kalsifikasi atau pembentukan tulang.
Dengan gambaran seperti ini sering dikelirukan dengan lesi benigna pada
tulang seperti aneurysmal bone cyst. Tumor ini mempunyai derajat
keganasan yang sangat tinggi dan sangat agresif. Diagnosis dengan biopsi
sangat sulit oleh karena tumor sedikit jaringan yang padat, dan sangat
vaskuler.
4) Osteosarkoma Sekunder
Osteosarkoma dapat terjadi dari lesi jinak pada tulang, yang
mengalami mutasi sekunder dan biasanya terjadi pada umur lebih tua,
misalnya bisa berasal dari paget’s disease, osteoblastoma, fibous
dysplasia, benign giant cell tumor. Contoh klasik dari osteosarkoma
sekuder adalah yang berasal dari paget’s disease yang disebut pagetic
osteosarcomas. Di Eropa merupakan 3% dari seluruh osteosarkoma dan
terjadi pada umur tua. Lokasi yang tersering adalah di humerus, kemudian
di daerah pelvis dan femur. Perjalanan penyakit sampai mengalami
degenerasi ganas memakan waktu cukup lama berkisar 15 — 25 tahun
dengan mengeluh nyeri pada daerah inflamasi dari paget’s disease.
Selanjutnya rasa nyeri bertambah dan disusul oleh terjadinya destruksi
tulang. Prognosis dari pageticosteosarcoma sangat jelek denganfive years
survival rate rata-rata hanya 8%. Oleh karena terjadi pada orang tua, maka
pengobatan dengan kemoterapi tidak merupakan pilihan karena
toleransinya rendah.
5) Osteosarkoma Intrameduler Derajat Rendah
Tipe ini sangat jarang dan merupakan variasi osseofibrous derajat
rendah yang terletak intrameduler. Secara mikroskopik gambarannya mirip
parosteal osteosarkoma. Lokasinya pada daerah metafise tulang dan
terbanyak pada daerah lutut. Penderita biasanya mempunyai umur yang
lebih tua yaitu antara 15 — 65 tahun, mengenai laki-laki dan wanita
hampir sama. Pada pemeriksaan radiografi, tampak gambaran sklerotik
pada daerah intrameduler metafise tulang panjang. Seperti pada parosteal
osteosarkoma, osteosarkoma tipe ini mempunyai prognosis yang baik
dengan hanya melakukan lokal eksisi saja.
6) Osteosarkoma Akibat Radiasi
Osteosarkoma bisa terjadi setelah mendapatkan radiasi melebihi
dari 30Gy. Onsetnya biasanya sangat lama berkisar antara 3 — 35 tahun,
dan derajat keganasannya sangat tinggi dengan prognosis jelek dengan
angka metastasenya tinggi.
7) Multisentrik Osteosarkoma
Multisentrik Osteosarkoma disebut juga Multifocal Osteosarcoma.
Variasi ini sangat jarang yaitu terdapatnya lesi tumor yang secara
bersamaan pada lebih dari satu tempat. Hal ini sangat sulit membedakan
apakah sarkoma memang terjadi bersamaan pada lebih dari satu tempat
atau lesi tersebut merupakan suatu metastase. Ada dua tipe yaitu tipe
Synchronous dimana terdapatnya lesi secara bersamaan pada lebih dari
satu tulang. Tipe ini sering terdapat pada anak-anak dan remaja dengan
tingkat keganasannya sangat tinggi. Tipe lainnya adalah tipe
Metachronous yang terdapat pada orang dewasa, yaitu terdapat tumor pada
tulang lain setelah beberapa waktu atau setelah pengobatan tumor pertama.
Pada tipe ini tingkat keganasannya lebih rendah.
2.4 Etiologi Osteosarkoma
Etiologi dari osteosarkoma masih belum diketahui tetapi radiasi dan
virus onkogenik yang telah terlibat dalam terjadinya keganasan serta faktor
genetik.
Etiologi lain yang disebutkan (Rahayu Arie, 2010) dari osteosarkoma
adalah :
a) Radiasi sinar radioaktif dosis tinggi.
b) Keturunan (genetik).
c) Beberapa kondisi tulang yang sebelumnya disebabkan oleh penyakit
seperti penyakit paget (akibat pejanan radiasi). (Smeltzer 2001).
d) Pertumbuhan tulang yang terlalu cepat.
e) Sering mengkonsumsi zat-zat toksik, seperti makanan dengan zat
pengawet, merokok, dan lain-lain.
2.5 Patofisiologi Osteosarkoma
Osteosarkoma biasanya terdapat pada metafisis tulang panjang di
mana lempeng pertumbuhannya (epiphyseal growth plate) yang sangat aktif
yaitu pada distal femur, proksimal tibia dan fibula, proksimal humerus dan
pelvis. Pada orang tua umur di atas 50 tahun, osteosarkoma bisa terjadi akibat
degenerasi ganas dari paget’s disease, dengan prognosis sangat jelek
(Mehlman, 2010).
Penyebab osteosarkoma masih belum jelas diketahui. Adanya
hubungan kekeluargaan menjadi suatu predisposisi, begitu pula adanya
hereditery retinoblastoma dan sindrom Fraumeni. Dikatakan beberapa virus
dapat menimbulkan osteosarkoma pada hewan percobaan. Radiasi ion
dikatakan menjadi 3% penyebab langsung osteosarkoma, begitu pula
alkyleting agent yang digunakan pada kemoterapi, serta adanya trauma juga
dapat menyebabkan terjadinya osteosarkoma ini (Sitarani, 2010).
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi
oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik
yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau
proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal. Pada proses
osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum
tulang yang baru dekat dengan tempat lesi terjadi sehingga terjadi
pertumbuhan tulang yang abortif (Price, 1998).
Sel kanker yang tumbuh akan menggantikan jaringan metafisis
kemudian akan di jumpai adanya erosi korteks dan jaringan lunak, selanjutnya
kavum medula akan di gantikan oleh tumor hingga ke permukaan tulang.
Kemudian periosteum dan korteks terpisah hingga terjadi kalsifikasi dan
menciptakan segitiga codman.
2.6 Manifestasi klinis Osteosarkoma
Menurut Chairuddin rasjad (2003), nyeri merupakan gejala utama
yang pertama muncul yang bersifat constant dan bertambah hebat pada malam
hari. Gejala-gejala umum lain yang dapat ditemukan adalah anemia,
penurunan berat badan, serta nafsu makan.
Adapun secara umum manifestasi klinis sarkoma osteogenik adalah :
a) Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya
menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan
progresivitas penyakit).
b) Fraktur patologik.
c) Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta
pergerakan yang terbatas ( Gale, 1999 ).
d) Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta
adanya pelebaran vena.
e) Gejala-gejala yang muncul jika terjadi metastasis di paru-paru meliputi
nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise
( Smeltzer, 2001)
2.7 Pemeriksaan Diagnostik Osteosarkoma
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Adapun pemeriksaan penunjang yand dapat dilukan
adalah :
1) Pemeriksaan radiologik
Dari pemeriksaan radiolog didapatkan gambaran segitiga codman yang
merupakan sisa dari festrujsi tulang dan reaksi periosteum. Selain itu,
juga ditemukan adanya bagian korteks yang terputus dan tumor
menembus jaringan di sekitarnya dan membentuk garis-garis
pembentukan tulang yang radier kea rah luar yang berasal adari
korteks dan dikenal sebagai sunburst appearance.
2) CT-scan dan MRI untuk menilai tumor tulang malignant.
3) Pemeriksaan radiodensitas menyatakan adanya pembentukan tulang
baru.
4) Biopsi.
Merupakan hal yang vital dalam menntukan jenis malignansi tumor
tulang, meliputi tindakan insisi, eksisi, biopsy jarum, dan lesi-lesi yang
dicurigai.
5) Pemeriksaan foto thoraks.
Dilakukan sebagai prosedur rutin dan untuk follow up adanya
metastase pada paru (Chairuddin rasjad 2003).
2.8 Penatalaksanaan Osteosarkoma
Belakangan ini Osteosarkoma mempunyai prognosis yang lebih baik,
disebabkan oleh prosedur penegakkan diagnosis dan staging dari tumor yang
lebih baik, begitu juga dengan adanya pengobatan yang lebih canggih. Dalam
penanganan osteosarkoma modalitas pengobatannya dapat dibagi atas dua
bagian yaitu dengan kemoterapi dan dengan operasi.
1. Kemoterapi
Kemoterapi merupakan pengobatan yang sangat vital pada
osteosarkoma, terbukti dalam 30 tahun belakangan ini dengan kemoterapi
dapat mempermudah melakukan prosedur operasi penyelamatan
ekstremitas (limb salvage procedure) dan meningkatkan survival rate dari
penderita. Kemoterapi juga mengurangi metastase ke paru-paru dan
sekalipun ada, mempermudah melakukan eksisi pada metastase tersebut.
Regimen standar kemoterapi yang dipergunakan dalam pengobatan
osteosarkoma adalah kemoterapi preoperatif (preoperative chemotherapy)
yang disebut juga dengan induction chemotherapy atau neoadjuvant
chemotherapy dan kemoterapi postoperatif (postoperative chemotherapy)
yang disebut juga dengan adjuvant chemotherapy. Kemoterapi preoperatif
merangsang terjadinya nekrosis pada tumor primernya, sehingga tumor
akan mengecil. Selain itu akan memberikan pengobatan secara dini
terhadap terjadinya mikro-metastase. Keadaan ini akan membantu
mempermudah melakukan operasi reseksi secara luas dari tumor dan
sekaligus masih dapat mempertahankan ekstremitasnya. Pemberian
kemoterapi postoperatif paling baik dilakukan secepat mungkin sebelum 3
minggu setelah operasi.
Obat-obat kemoterapi yang mempunyai hasil cukup efektif untuk
osteosarkoma adalah: doxorubicin (Adriamycin¨), cisplatin (Platinol¨),
ifosfamide (Ifex¨), mesna (Mesnex¨), dan methotrexate dosis tinggi
(Rheumatrex¨). Protokol standar yang digunakan adalah doxorubicin dan
cisplatin dengan atau tanpa methotrexate dosis tinggi, baik sebagai terapi
induksi (neoadjuvant) atau terapi adjuvant. Kadang-kadang dapat
ditambah dengan ifosfamide. Dengan menggunakan pengobatan multi-
agent ini, dengan dosis yang intensif, terbukti memberikan perbaikan
terhadapsurvival rate sampai 60 Ð 80%.
Kemoterapi menimbulkan efek samping antara lain adalah:
a. Gejala gastrointestinal.
Gejala gastrointestinal yang paling utama adalah mual, muntah, diare,
konstipasi, faringitis, esophagitis dan mukositis.
b. Gejala supresi sumsum tulang
Gejala supresi sumsum tulang yaitu seperti penurunan jumlah sel
darah putih (leukopenia), sel trombosit (trombositopenia), dan sel
darah merah (anemialama setelah pemberian sitostatika dan
berlangsung tidak melebihi 24 jam. Leukopenia dapat menurunkan
daya tubuh, trombositopenia dapat mengakibatkan perdarahan yang
terus-menerus / berlebihan bila terjadi erosi pada traktus
gastrointestinal.
c. Kerontokan rambut (alopesia)
Alopesia dapat bervariasi dari kerontokan ringan sampai pada
kebotakan.
d. Efek samping lain
Efek samping yang lain yang jarang terjadi tetapi tidak kalah penting
adalah kerusakan otot jantung, fibrosis paru, kerusakan ginjal,
kerusakan hati, sklerosis kulit, reaksi anafilaksis, gangguan syaraf,
gangguan hormonal, dan perubahan genetik yang dapat
mengakibatkan terjadinya kanker baru.
2. Operasi
Saat ini prosedur Limb Salvage (penyelamatan ekstremitas)
merupakan tujuan yang diharapkan dalam operasi suatu osteosarkoma.
Maka dari itu melakukan reseksi tumor dan melakukan rekonstrusinya
kembali dan mendapatkan fungsi yang memuaskan dari ektermitas
merupakan salah satu keberhasilan dalam melakukan operasi. Dengan
memberikan kemoterapi preoperatif (induction = neoadjuvant
chemotherpy) melakukan operasi mempertahankan ekstremitas (limb-
sparing resection) dan sekaligus melakukan rekonstruksi akan lebih aman
dan mudah, sehingga amputasi tidak perlu dilakukan pada 90 sampai 95%
dari penderita osteosarkoma. Dalam penelitian terbukti tidak terdapat
perbedaan survival rate antara operasi amputasi dengan limb-sparing
resection. Amputasi terpaksa dikerjakan apabila prosedur limb-salvage
tidak dapat atau tidakmemungkinkan lagi dikerjakan. Setelah melakukan
reseksi tumor, terjadi kehilangan cukup banyak dari tulang dan jaringan
lunaknya, sehingga memerlukan kecakapan untuk merekonstruksi kembali
dari ekstremitas tersebut. Biasanya untuk rekonstruksi digunakan endo-
prostesis dari methal. Prostesis ini memberikan stabilitas fiksasi yang baik
sehingga penderita dapat menginjak (weight-bearing) dan mobilisasi
secara cepat, memberikan stabilitas sendi yang baik, dan fungsi dari
ekstremitas yang baik dan memuaskan. Begitu juga endoprostesis methal
meminimalisasi komplikasi postoperasinya dibanding dengan
menggunakan bone graft.
3. Follow-up Post-operasi
Post operasi dilanjutkan pemberian kemoterapi obat multiagent
seperti pada sebelum operasi. Setelah pemberian kemoterapinya selesai
maka dilakukan pengawasan terhadap kekambuhan tumor secara lokal
maupun adanya metastase, dan komplikasi terhadap proses
rekonstruksinya. Biasanya komplikasi yang terjadi terhadap
rekonstruksinya adalah: longgarnya prostesis, infeksi, kegagalan mekanik.
Pemeriksaan fisik secara rutin pada tempat operasinya maupun secara
sistemik terhadap terjadinya kekambuhan maupun adanya metastase.
Pembuatan plain-foto dan CT scan dari lokal ekstremitasnya maupun pada
paru-paru merupakan hal yang harus dikerjakan. Pemeriksaan ini
dilakukan setiap 3 bulan dalam 2 tahun pertama post operasinya, dan
setiap 6 bulan pada 5 tahun berikutnya.
2.9 Prognosis Osteosarkoma
Dahulu prognosa osteosarkoma jelek yaitu dengan kelangsungan
hidup selama 5 tahun sebesar 10-20% dengan metastase. Sedangkan pada
saat ini prognosa dengan metastase adalah 40% kehidupan selama 5 tahun.
2.10 Komplikasi Osteosarkoma
Komplikasi yang dapat timbul antara lain gangguan produksi
antibodi, infeksi yang biasanya disebabkan karena kerusakan sumsum
tulang yang luas—merupakan efek kemoterapi, radioterapi, dan steroid
yang dapat menyokong terjadinya leukopenia—fraktur patologis,
gangguan pada ginjal dan sistem hematologic, serta hilangnya anggota
ekstremitas. Komplikasi lebih lanjut adalah adanya tanda-tanda apatis dan
kelemahan (Anonim 2011).
2.11 WOC Osteosarkoma (terlampir)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Contoh kasus
An S sudah 1 minggu menjalani rawat inap di RS Mawar sejak
tanggal 10 Januari 2011. Diagnosa medis menyatakan bahwa An S
terserang keganasan, yaitu Sarkoma Osteogenik. An S berusia 15 tahun.
Berdasarkan pengkajian, penyebab keganasan diduga dari riwayat trauma
kecelakaan 1 tahun yang lalu. An S sering mengeluh nyeri pada bagian
paha kanan (skala nyeri 7) dan terlihat ekspresi wajah klien menyeringai.
Klien juga mengatakan kesulitan untuk mobilisasi karena nyeri pada
bagian paha. Setiap aktifitas klien di bantu oleh orang tuanya. Saat ini An
S sedang menjalani kemoterapi neoadjuvan di RS sebagai penatalaksanaan
awal untuk menjalani operasi. Klien mengatakan perutnya terasa mual dan
tidak nafsu makan. Lingkar lengan 18 cm (nilai ambang bawah 23,5 cm).
Konjungtiva anemis. Kesadaran klien compos mentis, TD: 110/70 mmHg,
HR: 90 prm, RR: 28 prm, T: 36 oC.
3.2 Asuhan Keperawatan
3.2.1 Pengkajian
1) Identitas klien
a) Nama: An S
b) Alamat: Surabaya
c) Umur: 15 tahun
d) Pendidikan: SMP
e) Suku/bangsa: Jawa/ Indonesia
f) Agama: Islam
2) Keluhan utama
Nyeri di bagian paha kanan (femur)
3) Riwayat penyakit sekarang
Satu bulan yang lalu klien merasakan nyeri di bagian paha
kanannya, nyeri bertambah hebat ketika klien bermobilisasi
menggerakkan bagian paha tersebut. Klien dan orang tuanya
mengira nyeri yang timbul hanya merupakan nyeri otot biasa
sehingga hanya dikompres dengan air hangat ketika nyeri.
Namun setelah 3 minggu, klien merasakan nyeri semakin
hebat, sehingga klien dibawa ke rumah sakit dan melakukan
beberapa pemeriksaan. Pada tanggal 10 Januari 2011 klien
mendapatkan diagnosa pasti mengenai penyakitnya yaitu
osteosarkoma, dan harus menjalani rawat inap di RS Mawar.
4) Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang pernah mengalami sakit seperti klien
saat ini, DM disangkal, Hipertensi disangkal, Hepatitis
disangkal.
5) Riwayat psikososial
Klien sering terlihat tegang ketika proses terapi (kemoterapi).
Klien mengatakan takut tidak bisa pulih seperti semula dan
takut pahanya diamputasi.
6) Riwayat Spiritual
Klien mengatakan, sejak sakit klien melaksanakan ibadah
dengan duduk, karena merasa sakit saat berdiri.
7) Terapi yang didapatkan
Kemoterapi (neoadjuvan)
Injeksi ondansentron 3x1/IV
Injeksi antrain 3x1/IV
Review Of System (ROS):
B1: suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
B2: CRT >2 detik, akral dingin, konjungtiva anemis
B3: GCS: 456, kesadaran komposmentis
B4: intake minum 1500 cc/ hari, produksi urin 1000
cc/hari, warna urin kuning jernih.
B5: klien terlihat kurus, nafsu makan menurun, peristaltik usus
6 kali/ menit, porsi makan tidak habis, lingkar lengan 18 cm,
BAB 2 kali dalam seminggu, albumin 2,9mg/dl (nilai normal
3.5-5 mg/dl).
B6: bengkak, keletihan, dalam melakukan aktivitas klien
dibantu orang tuanya.
3.2.2 Analisa data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS: klien mengeluh nyeri di
daerah paha yang bengkak
DO:
Osteosarkoma
kompresi saraf-
Gangguan rasa nyaman :
Nyeri
- wajah klien tegang
- RR 25 x/mnt
- Klien memberi nilai 7
(dari rentang 1-10) pada
kualitas nyeri
saraf di sekitar
paha
Nyeri
Gangguan rasa
nyaman
DS : Klien mengeluh
kesulitan untuk bergerak
karena nyeri
DO :
- Kekuatan tonus otot klien:
2
Osteosarkoma
kompresi saraf-
saraf di sekitar
paha dan
mengganggu
kontraksi otot
sekitar paha
Nyeri pada tulang
dan kelemahan
otot untuk
berkontraksi
Mobilisasi
berkurang (sulit
bergerak)
Gangguan
mobilisasi fisik
Gangguan mobilitas fisik
DS : klien mengeluh tidak
nafsu makan dan merasa
mual
DO :
- BB menurun 5 kg dari
berat badan awal
- Turgor kulit klien tidak
bagus (jelek).
Penatalaksanaan
terapi radiasi dan
kemoterapi
Efek toksik dari
kemoterapi dan
penyinaran dari
radiasi
Merangsang pusat
mual
Nafsu makan
turun
Asupan nutrisi
tidak adekuat
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan tubuh
Perubahan nutrisi:
kurang dari kebutuhan
tubuh
DS : klien mengatakan
cemas dengan penyakitnya.
DO :
- Wajah klien tegang
- Nafas cepat (RR= 28
x/mnt)
Klien banyak bertanya
tentang penyakit dan
kesembuhannya
Kurang informasi
mengenai
penyakit
Kecemasan
terhadap kondisi
kesehatan
Ansietas
Ansietas
DS : klien mengatakan
tidak percaya diri karena
Penatalaksanaan
terapi radiasi dan
Perubahan citra diri
rambutnya mulai rontok
DO :
- Kulit kepala klien mulai
terlihat
- Klien terlihat tidak senang
ketika melihat
penampilannya di cermin
kemoterapi
Efek toksik dari
kemoterapi
Alopesia
3.2.3 Diagnosis keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri berhubungan dengan kompresi
saraf-saraf di sekitar paha.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kesulitan
mobilisasi
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berubungan
dengan asupan nutrisi tidak adekuat akibat efek toksik dari
kemoterapi
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan klien
tentang penyakit dan pengobatannya.
5. Perubahan citra diri berhubungan dengan perubahan rambut
(alopesia) akibat efek kemoterapi.
3.2.4 Intervensi
1. Gangguan rasa nyaman: nyeri b.d kompresi saraf-saraf di sekitar paha
Tujuan: dalam perawatan 2x24 jam klien dapat mengontrol rasa nyeri
yang di derita
Kriteria hasil:
- Klien dapat mengatasi factor yang meningkatkan gejala
- Klien dapat melakukan tindakan yang dapat meningkatkan
kenyamanannya
Intervensi Rasional
1. Kaji sumber
ketidaknyamanan, seperti
1. Dengan mengetahui sumber
ketidaknyamanan klien
lokasi nyeri, seberapa berat
nyeri.
2. Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian obat untuk
meredakan nyeri, seperti
analgesik
3. Tingkatkan kenyamanan
klien terhadap lingkungan
sekitar, salah satunya
dengan posisi yang
memberikan rasa nyaman
4. Bila klien mengalami
kesulitan mobilisasi, bantu
klien untuk berubah posisi.
dapat mengetahui sejauh
mana rasa nyeri yg di derita
2. Pemberian analgesic dapat
mengurangi stimulus dari
nyeri sehingga
meningkatkan kenyamanan
3. Pemberian posisi yg nyaman
bagi pasien dapat membantu
pasien mengurangi rasa
nyeri yang ada
4. Bantu klien untuk mobilisasi
sehingga memperlancar
aliran darah klien
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada tulang dan
kelemahan otot untuk berkontraksi.
Tujuan: daya tahan ekstremitas dan kekuatan klien bertambah
Kriteria Hasil:
- Klien dapat mendemonstrasikan cara menggunakan alat adaptif untuk
meningkatkan mobilitas.
- Klien dapat melakukan langkah-langkah pengamanan untuk
meminimalkan kemungkinan cidera.
- Klien dapat mendemonstrasikan langkah-langkah untuk meningkatkan
mobilitas.
Intervensi Rasional
1. Kaji factor penyebab
2. Lakukan aktivitas ROM
1. Mengetahui penyebab
imobilisasi sehingga dapat
menentukan langkah lanjut
sebagai upaya pencegahan
terjadinbya komplikasi
2. ROM aktif meningkatkan
pasif atau ROM aktif asisitif
3. Sokong ekstremitas dengan
bantal untuk mencegah atau
mengurangi pembengkakan
4. Posisikan tubuh sejajar
untuk mencegah komplikasi
5. Berikan mobilitas yang
progresif
massa otot, tonus otot, dan
kekuatan otot serta
memperbaiki fungsi jantung
dan pernafasan. ROM pasif
meningkatkan mobilitas
sendi dan sirkulasi.
3. Untuk mencegah komplikasi
lebih lanjut
4. Imobilisasi yang lama dan
gangguan fungsi
neurosensori dapat
menyebabkan kontraktur
permanen
5. Tirah baring yang lama atau
penurunan volume darah
dapat menyebabkan
turunnya tekanan darah
secara tiba-tiba karena darah
kembali ke dalam sirkulasi
perifer. Peningkatan
aktivitas secara bertahap
dapat mengurangi
kelemahan dan
meningkatkan daya tahan
tubuh.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berubungan dengan asupan
nutrisi tidak adekuat akibat efek toksik dari kemoterapi dan penyinaran
dari radiasi.
Tujuan: klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi harian sesuai dengan
tingkat aktivitas dan kebutuhan metabolik
Kriteria Hasil:
- Klien dapat menjelaskan tentang pentingnya nutrisi yang baik.
- Klien dapat mengidentifikasi kekurangan/defisiensi dalam asupan
sehari-hari.
- Menyebutkan metode untuk meningkatkan nafsu makan.
Intervensi Rasional
1. Jelaskan tentang perlunya
konsumsi karbohidrat,
lemak, protein, vitamin,
mineral, dan cairan yang
adekuat
2. Konsultasikan dengan ahli
gizi untuk menetapkan
kebutuhan kalori harian dan
jenis makanan yang sesuai
bagi klien
3. Diskusikan bersama klien
tentang kemungkinan
penyebab penurunan nafsu
makan
4. Anjurkan klien untuk
istirahat sebelum makan
5. Tawarkan makanan dalam
jumlah sedikit, tetapi sering,
bukan banyak tetapi jarang;
1. Nutrisi menyediakan sumber
energy, membentuk
jaringan, dan mengatur
proses metabolic tubuh.
2. Konsultasi dapat membantu
menetapkan diet yang
memenuhi asupan kalori dan
nutrisi yang optimal.
3. Upaya identifikasi tentang
kemungkinan penyebab
memudahkan kita untuk
melakukan intervensi guna
menghilangkan atau
meminimalkan penurunan
nafsu makan
4. Kondisi yang lemah lambat
laun menurunkan keinginan
dan kemampuan klien untuk
makan
5. Distribusi total asupan
kalori harian yang merata
sepanjang hari membantu
tawarkan makanan yang
disajikan dalam keadaan
dingin
6. Pada kasus penurunan nafsu
makan, batasi asupan cairan
saat makan dan hindari
mengkonsumsi cairan 1 jam
sebelum dan sesudah makan
7. Dorong dan bantu klien
untuk menjaga kebersihan
mulut yang baik
8. Atur agar porsi makanan
tinggi kalori dan tinggi
protein disajikan saat klien
biasanya merasa paling lapar
9. Beri daftar materi nutrisi
diet pada klien
mencegah distensi lambung
sehingga selera makan
mungkin akan meningkat.
6. Pembatasan asupan cairan
saat makan membantu
mencegah distensi lambung
7. Kebersihan mulut yang
kurang menyebabkan bau
dan rasa yang tidak sedap
yang dapat mengurangi
nafsu makan
8. Menyediakan makanan
tinggi-kalori dan tinggi-
protein pada saat klien
merasa paling lapar akan
meningkatkan kemungkinan
klien untuk mengkonsumsi
kalori dan protein yang
adekuat
9. Perencanaan diet berfokus
pada upaya pencegahan
kelebihan nutrisi.
Mengurangi konsumsi
lemak, garam, dan gula
dapat menurunkan resiko
penyakit.
4. Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan klien tentang penyakit
dan pengobatannya.
Tujuan: klien akan menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis dan
fisiologis
Kriteria Hasil:
- Mendeskripsikan ansietas dan pola koping dirinya.
- Menggunakan mekanisme koping efektif.
Intervensi Rasional
1. Ajak klien untuk
berpartisipasi di dalam
pengambilan keputusan
2. Berikan dukungan emosi
kepada klien dan biarkan
klien mengungkapkan
perasaannya
3. Berikan informasi yang
akurat tentang proses
pemgobatan
4. Berikan pujian pada klien
bila klien melakukan koping
yang efektif
1. Ikut berpartisipasi dalam
pembuatan keputusan dapat
membantu menumbuhkan
perasaan control-diri pada
klien, yang dapat
meningkatkan kemampuan
kopingnya
2. Dapat membantu klien
mengklarifikasi dan
memverbalisasikan
ketakutannya sehingga
memudahkan perawat
memberikan umpan balik
yang realistis dan
penenangan
3. Berbagai ketakutan yang
terjadiberkaitan erat dengan
ketidakakuratan informasi
dan ini dapat dihilangkan
dengan memberikan
informasi yang akurat
4. Memberikan pujian pada
klien yang melakukan
koping yang efektif dapat
memperkuat respon koping
yang positif pada masa yang
akan dating
5. Perubahan citra diri berhubungan dengan perubahan rambut (alopesia)
akibat efek kemoterapi.
Tujuan: klien akan mengimplementasikan pola koping yang baru dan
menyebutkan serta mendemonstrasikan penerimaan atas penampilan.
Kriteria Hasil:
- Klien dapat memperlihatkan ketersediaan dan kemampuan untuk
menjalankan kembali tanggung jawab perawatan diri/ peran.
- Klien dapat memulai kontak yang baru atau membangun kembali
kontak dengan system pendukung yang ada.
Intervensi Rasional
1. Dorong klien untuk
menyampaikan
kekhawatiran, ketakutan,
dan persepsinya tentang
dampak perubahan tersebut
terhadap kehidupannya.
2. Jelasakan tentang lokasi
kerontokan rambut yang
dapat terjadi
3. Jelaskan bahwa rambut
tersebut akan tumbuh
kembali setelah pengobatan,
tetapi warna dan teksturnya
berubah
4. Pilih rambut palsu sebelum
kerontokan rambut,
kenakan wig tersebut
sebelum kerontokan rambut
terjadi
5. Anjurkan menggunakan
1. Meningkatkan rasa percaya
klien terhadap perawat
sehingga klien dapat lebih
terbuka.
2. Agar klien tidak merasa
kaget setelah kerontokan
terjadi
3. Agar klien mengetahui
kondisinya setelah
kemoterapi selesai
4. Untuk memodisikasi
penampilan sehingga klien
merasa lebih nyaman
berinteraksi dengan orang
lain.
5. Sebagai pengganti wig dan
penutup rambut saat tidak
sedang memakai wig
kenyamanan
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Sarkoma osteogenik (Osteosarkoma) merupakan neoplasma tulang
primer yang sangat ganas. Tumor ini tumbuh dibagian metafisis tulang
tempat yang paling sering terserang tumor ini adalah bagian ujung tulang
panjang, terutama lutut. (Price. 1998). Etiologi dari osteosarkoma adalah
radiasi sinar radioaktif dosis tinggi, keturunan, beberapa kondisi tulang yang
sebelumnya disebabkan oleh penyakit, pertumbuhan tulang yang terlalu
cepat, sering mengkonsumsi zat-zat toksik.
Manifestasi klinis umum yang bisa ditemukan antara lain nyeri dan/
atau pembengkakan ekstremitas yang terkena, fraktur patologik,
pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian, pergerakan yang
terbatas, teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta
adanya pelebaran vena, nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan
malaise. Adapun pemeriksaan yang bisa dilakukan adalah emeriksaan
radiologick, CT-scan dan MRI, pemeriksaan foto thoraks. Untuk
penatalaksanaan dapat dilakukan kemoterapi, obat-obat kemoterapi, operasi,
follow-up post-operasi.
1.2 Saran
1) Pasien yang mempunyai tanda dan gejala menyerupai tanda dan gejala
osteosarkoma sebaiknya segera memeriksakan pelayanan kesehatan
untuk mendapatkan penanganan dini dan untuk meminimalisir untuk
terjadinya komplikasi yang lebih buruk.
2) Mahasiswa keperawatan sebaiknya mengembangkan penelitian dalam
bidang system musculoskeletal khususnya pada kasus osteosarkoma.
3) Perawat sebaiknya memahami secara mendalam tentang konsep dan
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan osteosarcoma.
DAFTAR PUSTAKA
Kawiyana, Siki, 2010, Osteosarkoma Diagnosis dan Penanganannya, diakses
tanggal 24 Maret 2011, <http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/drsiki_9_pdf>
Mehlman, Charles T, 2010, Osteosarcoma, diakses tanggal 24 Maret,
<http://emedicine.medscape.com/overwiev>
Price, Silvia Anderson and Wilson, Lorraine Mc Carty, 2005, Patofisiologi:
Konsep Klinis dan Proses Penyakit, Jakarta, EGC
Sitarani, Rindang, 2010, Gambaran Radiologi Osteosarkoma Pada Femur
Sinistra, diakses tanggal 24 Maret 2011,
<http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=Gambaran+Radiologi+Osteosarkoma+Pada+Femur+Sinistra>
Hide, Geoff, 2008, Imaging in Classic Osteosarkoma, diakses tanggal 24 Maret
2011, <http://emedicine.medscape.com/article/393927-imaging>