Upload
flavummy
View
302
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI SALURAN CERNA
Saluran pencernaan (Traktus Digestivus)
merupakan suatu saluran sekitar 9 m yang
berjalan melalui bagian tengah tubuh ke anus.
Saluran pencernaan mencakup organ-organ
berikut : mulut, faring, esophagus, lambung,
usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum),
usus besar, rectum, dan anus.
Saluran Pencernaan Motilitas (Pergerakan)
Mulut Mengunyah Pelembutan dan
pencampuran makanan dengan saliva
Faring dan Esophagus Menelan : Membantu mendorong makanan
ke gaster dengan gerakan peristaltik.
Faring = Volunter
Esophagus = Involunter
Gaster Relaksasi Reseptif : Dapat menerima
makanan hingga 1000 ml
Peristaltik Mixing (Mengubah bolus
menjadi mucus)
Intestinum Tenue Segmentasi : Kompleks motilitas migratif
Intestinum Crassum Haustrasi : Pergerakan massa
Rektum dan Anus Pengeluaran
II. VASKULARISASI SALURAN CERNA
Vaskularisasi Arteri pada saluran cerna di rongga abdomen berasal dari aorta
abdominalis yang kemudian mempercabangkan 3 cabang arteri besar yang berfungsi
memperdarahi organ-organ saluran cerna, yaitu : Truncus Coeliacus, A. Mesenterica Superior
dan A. Mesenterica Inferior.
Arteri Asal Distribusi
Truncus Coeliacus
Pars abdominalis aortae,
tepat distal dari hiatus
aorticus pada diafragma
Mendarahi Esophagus, Gaster,
duodenum (proksimal terhadap
ductus choledochus), Hepar,
Saluran Empedu dan Pancreas.
A. Mesenterica Superior Pars abdominalis aortae
Jejunum, Ileum, Intestinum
Crassum (Colon Ascendens dan
2/3 Colon Transversum),
Sebagian Gaster dan Duodenum.
A. Gastrica Sinistra
Truncus Coeliacus
Bagian Distal Esophagus dan
Curvatura Gastrica Minor.
A. Splenica (Lienalis)
Corpus Pankreaticus, Spleen
(lien), dan Curvatura Gastrica
Major.
A. Hepatica Communis
Hepar, Vesica Biliaris, Gaster,
Pancreas, Duodenum dan Lobus-
Lobus Hepar.
A. Gastrica Dextra
A. Hepatica Communis
Bagian Kanan Curvatura Gastrica
Major.
A. Gastroduodenalis
Superior
Gaster, Pancreas, Bagian
Proksimal Duodenum dan Bagian
Distal Ductus Choledochus.
A. Gastro-omentalis
(Epiploica) SinistraA. Splenica pada Hilum
Splenicum
Bagian Kiri Curvatura Gastrica
Major.
Aa. Gastrica Brevis Fundus Gastricus
A. Gastro-omentalis
(Epiploica) DextraA. Gastroduodenalis
Bagian Kanan Curvatura Gastrica
Major.
A. PancreaticoduodenalisBagian Proksimal Duodenum dan
Caput Pancreaticus.
Sedangkan Vaskularisasi Vena
pada saluran cerna, semua vena dari
organ-organ cerna akan menuju ke vena
porta hepatica yang membawa semua
nutrisi hasil pencernaan yang masih akan
mengalami metabolism di hepar, baru
kemudian akan mengalami sirkulasi
menuju vena cava inferior terus mengalir
ke jantung dan kembali mengikuti aliran
darah sistemik yang membawa nutrisi dan
oksigen untuk metabolism sel dan jaringan di seluruh tubuh.
Perbedaan perdarahan yang berasal dari SCBA dengan SCBB, yaitu :
Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi Klinik Pada
Umumnya
Hematemesis dan atau
MelenaHematochezia
Aspirasi Nasogastrik Berdarah Jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat < 35 % < 35 %
Auskultasi Usus Hiperaktif Normal
Beberapa penyakit yang dapat menimbulkan hematemesis-melena pada SCBA antara
lain penyakit Ulkus Peptikum, Gastritis Erosif, dan Sirosis Hepatis.
Sirosis Hati
Di Indonesia, sirosis hati merupakan penyebab perdarahan saluran cerna yang paling
banyak ditemukan. Pada gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta (hipertensi portal). Sebagai akibatnya terbentuk saluran
kolateral dalam submukosa esopagus dan rektum serta pada dinding abdomen anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splenik menjauhi hepar. Dengan meningkatnya tekanan
dalam vena ini, maka vena tersebut menjadi mengembang dan dilatasi oleh darah (disebut
varises). Varises dapat pecah dan mengakibatkan perdarahan gastrointestinal masif.
Perdarahan yang terjadi dapat dimuntahkan dengan warna hitam hingga merah segar dan
darah dapat mengalir ke bawah (anus) sehingga timbul buang air besar hitam (melena).
Tukak Peptik
Tukak peptik adalah lesi yang terjadi pada lapisan mukosa, submukosa dan
muskularis dari lambung, usus dan pada esofagus. Tukak peptik dapat terjadi karena faktor
genetik, makanan dan minuman seperti kafein, cola, bir, makanan pedas, stress psikologi dan
rokok yang dapat merangsang peningkatan sekresi asam lambung. Tukak peptik juga dapat
disebabkan oleh infeksi Helicobacter pylori yang bersifat gram-negatif dan OAINS (obat anti
inflamasi non steroid).
Kuman H. pylori berkemampuan tinggal di mukosa lambung yang bersifat asam
karena menghasilkan urease dan bisa berubah menjadi bentuk kokoid yang lebih protektif. H.
pylori melemahkan lapisan pelindung mukosa lambung dan duodenum, yang memungkinkan
asam lambung masuk ke lapisan di bawahnya yang peka. Asam dan bakteri selanjutnya akan
mengiritasi lapisan mukosa lambung dan menyebabkan luka (tukak). Kerusakan tersebut
mencapai lapisan muskularis dan dapat mengenai semua lapisan dinding yang diikuti dengan
fibrosis disekitarnya. Gejala Klinis antara lain :
- Nyeri tekan epigastrium/dyspepsia (pedih, tumpul, atau seperti lapar)
- Rasa tidak nyaman disertai muntah
- Rasa sakit timbul setelah makan
Gastritis Erosif
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. OAINS
merupakan obat yang dianggap first line therapy untuk arthtritis dan digunakan secara luas
pada kasus trauma, nyeri pasca pembedahan dan nyeri-nyeri lain. Sebagian besar efek
samping OAINS pada saluran cerna bersifat ringan dan reversible. Hanya sebagian kecil yang
menjadi berat, yakni tukak peptic, perdarahan saluran cerna dan perforasi.
Patogenesis OAINS terhadap terjadinya kerusakan mukosa adalah akibat dari efek
toksik/iritasi langsung pada mukosa yang merangkap OAINS yang bersifat asam sehingga
terjadi kerusakan epitel dalam berbagai tingkat, tapi yang lebih utama adalah efek OAINS
yang menghambat kerja dari enzim siklooksigenase (COX) pada asam arakhidonat sehingga
menekan produksi prostaglandin/prostasiklin ( sangat berperan dalam memelihara keutuhan
mukosa dengan mengatur aliran darah mukosa, proliferasi sel-sel epitel, sekresi mucus dan
bikarbonat, mengatur fungsi imunosit mukosa serta sekresi basal lambung.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin pada penggunaan OAINS
melalui tahap-tahap, yaitu :
- Menurunnya sekresi mucus dan bikarbonat.
- Terganggunya sekresi asam dan proliferasi mukosa
- Kerusakan mikrovaskuler yang diperberat kerja sama platelet dan mekanisme
koagulasi.
Secara Skematis :
OAINS Menghambat COX
Menghambat pembentukan
PG & Prostasiklin
Perubahan kualitatif mukosa
lambung
Degradasi mukosa oleh
pepsin
Mengubah permeabilitas sawar epitel
Difusi balik HClKerusakan Jaringan
(Pemb.darah)Histamin
dikeluarkanMerangsang sekresi HCl &
Pepsin
Permeabilitas terhadap protein
Mukosa edema sejumlah protein
plasma hilang
mukosa rusak/erosi
mukosa
Hemorrhagic Interstisial dari
perdarahan perforasi dinding
lambung
BAB III
KASUS
Kasus Sesi I
Seorang pria usia 44 tahun, Tn.S datang ke UGD RSAL Dr.Mintohardjo pkl 02.15
pagi dengan keluhan muntah seperti cairan kopi dan bab warna hitam. Pasien baru pertama
kali mengalami sakit seperti ini. Pada saat diperiksa didaptkan:
Keadaan umum:
Lemah, kesadaran compos mentis
TD 100/70 mmHg
Nadi 112/m kecil, reguler, equal, isi kurang
Suhu 37oC
RR 20/m
Kulit tampak pucat
Pada pemeriksaan kepala didapatkan konjungtiva pucat
Pembahasan Sesi I
Tn. S menderita Hematamesis (muntah seperti cairan kopi) dan Melena (tinja yang
kehitaman). Hematamesis dan melena biasanya merupakan akibat dari perdarahan saluran
cerna bagian atas (SCBA). Hematemesis adalah muntah darah hitam dari SCBA, dimana besi
yang terdapat didalam Haemoglobin teroksidasi oleh HCl (Asam Lanbung) dan enzim
pencernaan menjadi Hematin (mengandung Fe3+). Melena adalah buang air besar darah hitam
dari SCBA yang bercampur dengan enzim pencernaan serta asam lambung dan kuman,
proses ini terjadi selama beberapa jam sebelum keluar dari tubuh. Biasanya terjadi
hematemesis bila ada perdarahan di daerah proksimal jejunun dan melena dapat terjadi
tersendiri atau bersama-sama dengan hematemesis. Paling sedikit terjadi perdarahan
sebanyak 50-100 ml, baru dijumpai keadaan melena.
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran cerna
proksimal diatas ligamentum Treitz. Manifestasi klinik perdarahan saluran cerna atas bisa
beragam tergantung lama, kecepatan dan banyak sedikitnya darah yang hilang dan apakah
perdarahan berlangsung secara terus-menerus atau tidak.
Kemungkinan pasien datang dengan anemia defisiensi besi seperti pada kasus ini yang
merupakan akibat dari perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama, hematemesis dan
atau melena atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik, derajat
hipovolemik menentukan tingkat kegawatan pasien.
Interpretasi Keadaan Umum :
- Lemah, kesadaran compos mentis
- TD 100/70 mmHg
Hipotensi
- Nadi 112/m kecil, reguler, equal, isi kurang
Tachycardi
- Suhu 37oC
Normal
- RR 20/m
Normal
- Kulit tampak pucat & didapatkan konjungtiva pucat
Anemia
Tindakan pertama yang dilakukan pada pasien
1. Resusitasi dengan cara:
a. Perbaikin umum dengan: infus kristaloid dengan infuse NaCl 0,9 % fisiologis.
2. Pemeriksaan laboratorium:
a. Darah rutin: Hb, Ht, trombosit, eritrosit, lekosit
b. Analasi gas darah: untuk memeriksa kadar elektrolit
c. Faal hati:
- SGOT, SGPT untuk mengetahui apakah terdapat kerusakan di hati atau
tidak
- Albumin meningkat pada cirrhosis hepatis
Maka hipotesis penyakit yang diderita oleh pasien tersebut, yaitu:
1. Sirosis Hepatis
2. Tukak Peptik
3. Gastritis Erosif
4. Demam Berdarah
5. Keganasan
Hal ini didasarkan pada gejala klinis yang diderita pasien serta berdasarkan dari
penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esophagus yang
merupakan salah satu komplikasi terbanyak dari hipertensi portal.
Adapun ananmnesis tambahan untuk memperkuat hipotesis kami, yaitu sebagai berikut :
o Riwayat Penyakit Sekarang
- Sejak kapan terjadinya perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar
- Riwayat perdarahan sebelumnya
- Ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh yang lain
- Lokalisasi, frekuensi dan intensitas nyeri
- Produksi urin
o Cirrhosis:
Pernah menderita sakit kuning? Kapan? Apakah di rawat?
Riwayat kebiasaan: konsumsi alkohol atau tidak? Sejak kapan? Berapa
banyak konsumsinya?
o Tukak peptik:
Apakah terdapat riwayat sakit magh? Sejak kapan?
Nyeri setelah atau sesudah makan ?
o Gastritis Erosif
Riwayat Maag?
Riwayat Pengobatan
Obat-obat penghilang rematik
o DBD:
Apakah sebelumnya pernah mengalami demam?
Apakah pernah mengalami perdarahan di hidung?
Bagaimana keadaan lingkungan tempat tinggal?
Apakah terdapat wabah demam berdarah di sekitar lingkungan tempat
tinggal?
o Keganasan:
Apakah mengalami penurunan berat badan?
Riwayat keluarga apakah ada keluarga yang menderita kanker?
Pemeriksaan fisik
o Inspeksi:
Wajah : apakah ditemukan tanda-tanda sclera ikterik, konjungtiva
anemis
Abdomen : Apakah ditemukan oedem, ascites, splenomegali,
hepatomegali, spider nevi, smilling umbilicus, atau caput medusa
Kulit : warna seperti jaundice atau anemia
Ekstremitas : Eritema Palmaris, atau akral
o Palpasi:
Nyeri tekan di epigastrium/ulu hati
Pemeriksaan muscular deffense
Apakah ada gangguan sirkulasi
Apakah ditemukan oedem, ascites, splenomegali, hepatomegali
Sudut hepar tumpul, permukaan irregular
o Perkusi :
Thorax
Abdomen
o Auskultasi :
Thorax : Jantung, Paru
Abdomen : Bising Usus
Pemeriksaan P enunjang
o USG untuk melihat cirrhosis hepatis (dilakukan kalau pada endoskopi
ditemukan terdapatnya varises seofagus).
o Endoskopi untuk mencari sumber perdarahan
Kasus Sesi II
Pada pemeriksaan fisik didapatkan sclera ikterik, perut buncit, terdapat kolateral di
dinding perut, spider nevi di dada, eritema Palmaris di tangan pasien.
Pembahasan Lanjutan Sesi I dan Sesi II
1. Interpretasi masalah:
o Sclera Ikterik merupakan akibat dari bilirubinemia akibat gangguan pada
metabolism bilirubin di hati yang disebabkan kerusakan hati.
o Perut Buncit (ascites) penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat
hipertensi porta dan hipoalbuminemia yang terdapat pada penyakit sirosis
hepatis.
o Kolateral di dinding perut (caput medusa) merupakan akibat dari hipertensi
porta.
o Spider Nevi di dada suatu lesi vascular yang dikelilingi beberapa vena-vena
kecil, mekanisme terjadinya tidak diketahui, namun sering dikaitkan dengan
peningkatan rasio estradiol/testosterone bebas.
o Eritema Palmaris merupakan warna merah saga pada thenar dan hipothenar
telapak tangan, tanda ini tidak spesifik pada sirosis.
Berdasarkan anamnesis adanya hematemesis dan melena dan dari pemeriksaan fisik
didapatkan adanya sclera ikterik, ascites, caput medusa spider nevi dan eritema Palmaris,
maka kemungkinan penyakit pada pasien ini adalah rupture varises esophagus et causa sirosis
hepatis.
Pemeriksaan yang harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis penyakit:
1. Laboratorium
a. Darah rutin : Hb, Ht, LED, lekosit, trombosit, eritrosit (pada sirosis hepatis
terdapat penurunan kadar Hb, lekopenia dan trombositopenia).
b. Fungsi hati:
SGOT dan SGPT menandakan terdapatnya kerusakan hati, namun
pemeriksaannya tidak spesifik untuk sirosis hepatis.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali dari batas
normal atas. Kadar yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer.
Gamma-glutamil transpeptidase (GGT) kadarnya seperti halnya alkali
fosfatase pada penyakit hati.
Bilirubin kadarnya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa
meningkat pada sirosis yang lanjut.
Albumin kadarnya menurun sesuai dengan perburukan sirosis.
Globulin kadarnya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,
antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya
menginduksi produksi imunoglobulin.
c. Protrombin time waktunya memanjang pada sirosis hepatis.
d. Fungsi ginjal
Ureum dan kreatinin menurun pada psien dengan sirosis hepatis.
2. USG
Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi : sudut hati,
permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.
o Pada sirosis permulaan belum ditemukan adanya pelebaran vena.
o Pada sirosis lanjut didapatkan ukuran hati mengecil dan nodular,
permukaan irregular, dan ada peingkatan eksogenitasparenkim hati. Selain
itu pemeriksaan ini juga bias melihat acites, splenomegali, thrombosis
vena porta dan pelebaran vena porta, serta bisa juga sebagai skrinning
adanya karsinoma hati pada pasien sirosis.
o Pada sirosis lebih lanjut didapatkan gambaran pelebaran vena hepatica.
o Pada sirosis sangat lanjut didapatkan gambaran pelebaran vena
umbilikalis.
3. Endoskopi
Untuk melihat adanya varises esophagus yang sudah pecah yang merupakan
sumber perdarahan pada pasien. Varises esophagus ini merupakan komplikasi dari
sirosis hepatis yang sudah lanjut.
Pemeriksaan dilakukan dalam waktu kurang dari 24 jam, sebelumnya
dilakukan pemasangan pipa NGT terlebih dahulu.
Persiapan P emeriksaan
- Informed consent
- Pasien harus berpuasa selama enam hingga delapan jam. Pada Tn. S,
pemeriksaan endoskopi harus dilakukan dengan segera, sehingga
pengobatan yang adekuat dapat segera diberikan. Sebelum endoskopi,
dilakukan pemasangan pipa nasogastrik untuk aspirasi dan pencucian
lambung. Cara ini selain member keuntungan untuk mengetahui apakah
perdarahan masih aktif, juga dapat digunakan untuk membersihkan
lambung, sehingga endoskopi dapat dilakukan lebih efektif.
- Pasien disemprotkan dengan anestasi lokal.
- Pemberian sulfas atropine untuk mencegah refleks esofagus.
- Pemberian Octreotide (analog sintetik dari somatostatin) 50-100 ug.
Tujuannya untuk menurunkan tekanan portal tanpa menimbulkan efek
samping seperti pada vasopressin.
- Pelaksanaan endoskopi.
Komplikasi Cara Mengatasi
Refleks vasovagal Anestasi lokal dan sulfas atropine
Perforasi Hati-hati saat memasukkan endoskopi
Aspirasi Puasa 6-8jam atau dengan bilas lambung
Trauma retrofaring Hati-hati saat memasukkan endoskopi
Infeksi Tindkan asepsis dan antisepsis
4. Biopsi hati
Pada sirosis hati akan didapatkan gambaran fibrosis dengan nodul
degenerative, pemeriksaan ini juga bias digunakan untuk menentukan keparahan dan
kronisitas dari penyakit tersebut.
Ada tiga jenis biopsi yang boleh dilakukan iaitu perkutan, transvenous dan
laparoskopi :
- Biopsi Hati Perkutan adalah memasukkan jarum ke dalam hati sehingga
sepotong kecil jaringan dihilangkan. Hal ini dilakukan di bawah bimbingan
pencitraan CT scan. Anestesi lokal diberikan kepada pasien ketika melakukan
operasi ini. Pasien harus berbaring di belakang nya dengan meletakkan tangan
kanan di atas kepala. Sebuah irisan kecil dibuat tepat di bawah tulang rusuk dan
biopsi jarum dimasukkan. Kadang-kadang, jarum dimasukkan berulang kali jika
diperlukan sampel lebih. Kemudian irisan dijahit, dan pasien dibuat atau
berbaring di sebelah kanannya untuk jangka waktu hingga 2 jam untuk
memastikan bahwa tidak ada pendarahan. Setelah itu, pasien dimonitor dengan
hati-hati selama 4 jam, dan kemudian dikirim pulang.
- Biopsi Transvenous digunakan untuk pasien yang memiliki masalah dengan
pembekuan darah atau cairan yang berlebihan di perut. Dalam prosedur ini,
sebuah tabung kosong dimasukkan ke dalam pembuluh darah di leher melalui
sayatan kecil di leher. Kemudian tabung diarahkan ke vena hepatika dan masuk
ke dalam hati. Begitu dalam hati, biopsi jarum dimasukkan dan hati diambil
sampel. Prosedur ini juga dilakukan di bawah anestesi lokal. Setelah prosedur
pasien dimonitor untuk sekitar 4 sampai 6 jam untuk memastikan bahwa tidak
ada pendarahan.
- Biopsi Laparaskopi digunakan untuk pasien yang diduga menderita kanker hati
atau infeksi hati yang boleh menyebar. Hal ini juga digunakan ketika banyak
sampel yang diperlukan dari salah satu wilayah dari hati atau wilayah yang
berbeda. Dalam prosedur ini, dibuat sayatan di bawah tulang rusuk dan kanul
dipandu ke dalam perut yang diperluas melalui gas. Kemudian melalui kanul,
biopsi jarum dimasukkan dan sampel diambil.
Komplikasi Cara Mengatasi
Perdarahan Hati-hati saat memasukkan jarum biopsi
Infeksi Tindkan asepsis dan antisepsis
Salah tusukan ke organ lain (misalnya
kandung empedu dan paru)
Hati-hati saat memasukkan jarum biopsi
Tindakan yang harus dilaksanakan bila terjadi pendarahan, anatara lain :
A. Resusitasi
- Dilakukan pemeriksaan pada airway, breathing dan circulation.
- Diberikan infus cairan kristaloid (NaCl 0,9%) dan dextrose 5%. Dipantau
sampai urinnya keluar dan setelah itu di tes ada kelainan pembekuan darah atau
tidak.
- Dilakukan pemasangan pipa nasogastrik untuk aspirasi dan pencucian lambung.
- Pemberian obat farmakologis (Octreotide).
- Transfusi darah dilakukan kalau Hb dibawah 7g/dl. Jenis darah yang diberikan
adalah jenis packed red cell karena yang ditambahkan hanya komponen sel
darahnya. Pada pasien ini, ditunggu sampai hasil laboratoriumnya keluar.
B. Mengatasi perdarahan
- Setelah perdarahan aktif varices dapat ditangani, varices harus dieradikasi dengan
cara endoskopik. Pilihan pertama adalah LvE. Pemasangan ini dapat mencegah
perdarahan ulang dan memperpanjang ketahanan hidup pasien.
- Ligasi dilakukan mulai distal
mendekati cardia bergerak spiral
setiap 1-2 cm. dilakukan pada
varices yang sedang berdarah
atau bila ditemukan tanda baru
mengalami perdarahan seperti
bekuan darah yang melekat,
bilur-bilur merah, noda
hematokistik dan lain-lain.
C. Pengobatan jangka panjang
Kebanyakan pasien yang
selamat, akan mengalami perdarahan
ulang setelah perdarahan yang
pertama tersebut. Jadi diperlukan
pengobatan jangka panjang.
- Penurunan tekanan portal.
Penghambat beta merupakan
obat yang biasanya digunakan
untuk menurunkan tekanan
portal.
- Setelah varises berhasil dieradikasi, pasien harus tetap diikuti dengan endoskopi
berkala setiap 3 bulan dan 6 bulan. Bila terjadi varises baru, segera dieradikasi
ulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton A C. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC. 2007.
2. Wison L. Price, S. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6.
Jakarta: EGC. 2006.
3. Kee J L.Pedoman Pemeriksaan Laboratorium dan diagnostic. Jakarta: EGC. 2007.
4. Suryono S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke-3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. 2001.
5. Caestecker J. Upper Gastrointestinal Bleeding: Surgical Perspective. 11 April 2006.
Available at: http://www.emedicine.com. Accesed on 26 Juni 2010.
6. Gilson S. Your Guide to Upper Gastrointestinal Bleeding. 18 September 2008.
Available at: http://www.about.com. Accesed on 25 Juni 2010.
7. Gilson S. Complication For Upper Gastrointestinal Bleeding. 7 Agustus 2008.
Available at: http://www.about.com. Accesed on 25 Juni 2010.
8. Barclay L. Management of Chirosis Hepatis Bleeding Reviewed. 27 Agustus 2008.
Available at: http://www.medscape.com. Accesed on 28 Juni 2010.