Upload
fatimah-ken-pratiwi
View
126
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
penyakit mataedema makula sistoid
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Makula lutea adalah bagian kecil dari retina dan berwarna kekuningan. Bagian
tersebut menyediakan penglihatan sentral yang paling jelas di antara bagian lainnya di retina.
Ketika seseorang melihat secara langsung pada objek, cahaya dari objek tersebut membentuk
gambaran pada makula orang tersebut. Makula yang normal adalah makula yang mampu
melihat jelas dengan kualitas visus 6/6, baik tanpa bantuan lensa maupun dengan bantuan
lensa. (8)
Edema makula kistoid adalah kondisi patologis dimana terjadi pembengkakan pada
retina dan terbentuknya kista kista berisi cairan pada daerah makula pada retina. Hal ini
menyebabkan turunnya daya penglihatan secara temporer, walaupun juga dapat terjadi
permanen. Terjadi sering pada pasien yang menjalani operasi katarak. (10)
1.2. TUJUAN PENULISAN
Pada referat kali ini penulis akan mencoba membahas tentang edema makula kistoid.
Berbagai etiologi yang mendasarinya, mekanisme patofisiologi, cara mendiagnosis, dan
penatalaksanaan edema makula kistoid dari berbagai sumber yang ada. Referat kali ini
diharapkan berguna bagi mahasiswa kedokteran untuk memperkaya khasanah ilmu
ofltalmologi.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Edema makula kistoid adalah sebuah kondisi dimana terjadi pembengkakan di
bagian sentral dari retina, yaitu pada bagian makula. Edema pada makula ini dapat
terjadi pada berbagai macam kondisi, tetapi paling sering akan muncul pada
kondisi dimana terjadi suatu proses inflamasi. Pada inflamasi yang terjadi pada
retina akan menyebabkan terlepasnya faktor faktor inflamasi yang meningkatkan
permeabilitas kapiler dari makula tersebut, sehingga muncul kebocoran kapiler
yang akhirnya menyebabkan edema di jaringan pada makula. (14)
2.2 . ANATOMI RETINA DAN MAKULA (15)
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses embriologi. Ia berasal
dari divertikulum otak bagian depan (proencephalon). Pertama - tama vesikel optik
terbentuk kemudian berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang
disebut optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel pigmen
sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina lainnya. Retina akan
terus melekat dengan proencefalon sepanjang kehidupan melalui suatu struktur yang
disebut traktus retinohipotalamikus.
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis
yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata. Retina membentang
ke depan hamper sama jauhnya dengan korpus siliare dan berakhir di tepi ora serrata.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epiel berpigmen retina sehingga
juga bertumbuk dengan membrane Bruch, khoroid, dan sklera. Permukaan dalam retina
menghadap ke vitreus.Retina merupakan bagian mata yang mengandung reseptor yang
menerima rangsang cahaya. Secara kasar lapisan retina terbagi atas dua lapisan, yaitu
lapisan fotoreseptor (pars optika retinae) dan lapisan non-fotoreseptor atau lapisan epitel
pigmen (retinal pigment epithelium/ RPE). Lapisan RPE merupakan suatu lapisan sel
berbentuk heksagonal, berhubungan langsung dengan epitel pigman pada pars plana dan
ora serrata. Lapisan fotoreseptor merupakan satu lapis sel transparan dengan ketebalan
antara 0,4 mm berhampiran nervus optikus sehingga 0,15 mm berhampiran ora serrata.
Di tengah - tengah makula (daerah pigmetasi kekuningan yang lapisan ganglionnya
mempunyai lebih dari satu lapis sel) terdapat fovea yang berada 3 mm di bagian temporal
dari margin temporal nervus optikus. Fovea secara klinis merupakan cekungan yang
memberikan pantulan khusus bila dilihat dengan oftalmoskop. Fovea merupakan zona
avaskular di retina pada angiografi fluoresenes. Foveola adalah bagian paling tengah pada
fovea, di sini reseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina yang paling tipis.
Secara histologis, retina terdiri atas 10 lapisan, yaitu:Membrana limitans interna
(serat saraf glial yang memisahkan retina dari corpus vitreus)
1. Lapisan serat saraf optikus (akson dari neuron ke-3)
2. Lapisan sel ganglion (nuklei ganglion sel dari neuron ke-3)
3. Lapisan fleksiform dalam (sinapsis antara akson ke-2 neuron dengan dendrit dari neuron
ke-3)
4. Lapisan nuklear dalam
5. Lapisan fleksiform luar (sinapsis antara akson pertama neuron dengan dendrit neuron ke-
2)
6. Lapisan nuklear luar (neuron pertama)
7. Membrana limitans eksterna
8. Lapisan fotoreseptor (sel kerucut dan sel batang)
9. Retinal Pigment Epithelium
Retina menerima suplai darah dari dua sumber: khoriokapilaria, sistem kapilari dari
arteri koroidal yang merupakan cabang dari arteri siliari, yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; sumber kedua adalah
arteri sentralis retina yang mendarahi dua pertiga bagian dalam retina, yang berasal dari
arteri oftalmika, arteri ini berasal dari arteri oftalmikus yang masuk ke mata bersama -
sama dengan nervus optikus dan bercabang pada permukaan dalam retina. Arteri sentralis
merupakan arteri utuh dengan diameter kurang lebih 0,1 mm, yang merupakan suatu arteri
terminalis tanpa anastomose dan membagi menjadi empat cabang utama yaitu
aa.temporalis superior dan inferior dan aa.nasalis superior dan inferior
Pada bagian nasal dari makula lutea terdapat papilla nervi opticus, yaitu tempat
dimana N.II menembus sklera. Papil ini hanya terdiri dari serabut saraf, tidak mengandung
sel batang atau kerucut sama sekali dan disebut titik buta. Bagian tengahnya ada lekukan
yang tampak agak pucat, dari tempat inilah keluar arteri dan vena retina sentralis yang
kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, juga ke atas dan ke bawah. Arteri ini
merupakan arteri terminal dan tak ada anastomose. Namun terkadang di dapat anastomose
antara a. Siliaris dan a. Retina sentral yang disebut a. Silioretinal yang terletak di makula,
sehingga bila terjadi emboli yang masuk ke dalam arteri retina sentralis fungsi dari makula
tak terganggu.
Pemasok arteri utama ke orbita dan bagian-bagiannya berasal dari arteri oftalmika,
cabang besar pertama dari bagian intrakranial arteri karotis interna. Cabang ini berjalan di
bawah nervus optikus dan bersamanya melewati kanalis optikus menuju orbita. Cabang
intraorbital pertama adalah arteri retina sentralis, yang memasuki nervus optikus sekitar 8-
15 mm di belakang bola mata. Pembuluh darah retina keluar pada papil N.II, membentuk
gambaran percabangan yang berbeda-beda pada setiap individu.
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu koriokapiler yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang memperdarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel pigmen retina. Sedangkan dua per
tiga sebelah dalam retina disuplai oleh cabang-cabang arteri retina sentral. Fovea
sepenuhnya disuplai oleh koriokapiler dan apabila terjadi penglepasan dari retina terjadi
kerusakan yang menetap.
Makula merupakan suatu area pada kutub posterior retina dengan diameter 5-6 mm.
Secara histologi merupakan suatu daerah dengan lebih dari satu lapis lapisan ganglion.
Istilah makula berasal dari kata ‘ macula lutea ‘ yang berarti bintik kuning, dikarenakan
warna kekuningan akibat adanya pigmen karotenoid (xanthophyl). Terdapat dua pigmen
utama pada makula yakni zeaxanthin dan lutein.
Secara topografi, makula terdiri dari umbo, foveola, fovea, parafovea dan
perifovea. Umbo adalah pusat dari foveola, secara histologist terdiri dari selapis sel basal
tipis, sel – sel Muller dan sel kerucut. Foveola merupakan area pusat cekungan di dalam
fovea yang berisi sel kerucut, sel – sel Muller dan sel glial. Fovea adalah pusat dari makula
yang berupa cekungan berdiameter kurang lebih 1,5 mm. pada area ini terlihat bahwa sel
kerucut terdorong ke tepi dan lapisan pleksiforma luar ( lapisan Henle ) menjadi horizontal,
sedangkan serat sel Muller tersusun secara miring. Di dalam fovea terdapat area Fove
Avascular Zone (AFC). Parafovea memiliki ketebalan 1,5 mm mengelilingi fovea, area ini
memiliki sepuluh lapis sel retina. Perifovea juga memiliki ketebalan 1,5 mm, area ini
mengelilingi parafovea dan merupakan bagian terluar dari makula. Vaskularisasi makula
berasal dari arteri retina sentarlis, korio kapiler, areteri sillio retina yang berjalan dari papil
nervus optikus ke retina.
Gambar 2.1 topografi makula (15)
2.3. ETIOLOGI
Walaupun kausa paling umum yang sering dapat menyebabkan terjadinya
edema makula kistoid adalah sindrom Irvine-Gass setelah dilakukannya operasi
katarak, namun berbagai macam kondisi dapat diasosiasikan dengan penumpukan
cairan pada ruang kistoid di regio makula. Edema makula kistoid adalah jalur
terakhir dari berbagai macam penyakit, khususnya yang mengenai vaskularisasi
retina. Sehingga manifestasi klinisnya akan bermacam macam dikarenakan
ketidak seragaman proses yang terjadi antara faktor penyebab edema yang satu
dengan yang lain. Dapat diartikan juga, edema makula merupakan temuan yang
tidak spesifik merujuk ke salah satu penyakit saja, dikarenakan banyaknya
penyakit yang pada akhirnya menyebabkan edema makula. (9)
Berbagai penyebab yang bisa menyebabkan edema makula disebutkan sebagai
berikut: (7)
1. Akibat penyakit vaskular retina, antara lain: retinopati diabetik, oklusi vena
retina, retinopati hipertensif, telangiektasis retina idiopatik, makroaneurisma
arteri retina, dan retinopati akibat radiasi.
2. Akibat inflamasi intraokular, antara lain: uveitis intermediet, panuveitis
dengan koroiditis multifokal, toksoplasmosis, cytomegalovirus retinitis, dan
skleritis.
3. Post operasi katarak, yaitu operasi katarak dengan komplikasi seperti r 2
kapsul posterior, inkarserasi vitreus ke lokasi insisi, akibat sekunder
pemasangan Intra Ocular Lens, riwayat terjadinya edema makula kistoid
mata lain yang pernah dilakukan operasi sebelumnya, dan operasi katarak
pada penderita diabetes. Puncak insidensi terjadinya yaitu setelah 6 – 10
minggu post operasi.
4. Akibat dari prosedur operasi mata, antara lain pada kapsulotomi laser,
keratoplasti, dan operasi filtrasi glaukoma.
5. Akibat induksi obat obatan¸antara lain: adrenalin topikal 2%, terutama pada
mata afakia, asam nikotin sistemik, dan latenoprost topikal.
6. Akibat distrofi retina, antara lain: retinitis pigmentosa, atrofi gyrate, serta
edema makula yang diturunkan secara dominan.
7. Akibat lain lain, seperti:
a. Sindrom traksi vitreomakular
b. Gangguan membran epiretinal makula
c. Tumor, termasuk hemangioma kapiler retina, dan hemangioma korioid.
2.4. PATOFISIOLOGI
Edema makula adalah karena banyak cairan tertumpuk di dalam lapisan
retina, dan ini dibedakan dari akumulasi cairan di bawah atau antara lapisan retina,
contohnya pada kejadian serous retinal detachment. Pada keadaan normal, kadar
cairan di dalam retina jumlahnya tetap dan diatur keseimbangannya oleh tekanan
osmotik dan hidrostatik antara retina dan vaskular di sekitarnya, dan keduanya
dipisahkan oleh blood-retina barrier. Kerusakan atau gangguan pada blood-retina
barrier ini menyebabkan cairan dapat berakumulasi di rongga kistoid di dalam
retina. (9)
Beberapa mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan bagaimana bisa terjadi
edema makula kistoid ini. Karakteristik dari distribusi kebocoran vaskular dan
edema retina mungin dapat dijelaskan secara baik melalui mediator difusi,
(contohnya prostaglandin) yang dilepaskan oleh mata. Teori ini didukung oleh
bukti bahwa inhibitor siklooksigenase seperti indometasin, dan obat-obatan anti-
inflamasi non steroid lainnya dapat mengurangi insidensi diperlukannya angiografi
pada edema makula kistoid. Bagaimanapun, penemuan ini hanya menyajikan
kesimpulan pada proses akibat pseudophakik edema makula kistoid, yang
diasosiasikan dengan trauma pembedahan pada segmen anterior bola mata. (9)
Mekanisme lain yang diajukan menunjukkan peran dari faktor mekanis seperti
gaya tarikan pada makula yang disebabkan disrupsi dan hubungan vitreoretinal.
Bahkan jika merujuk pada teori ini, dipercaya bahwa gaya gaya pada daerah
tersebut dapat mencetuskan lepasnya mediator yang menyebabkan rusaknya
blood-retina barrier, yang menghasilkan manifestasi klinis edema makula kistoid.
(9)
1. Patofisiologi Edema Makula Pada Gangguan Vaskular Retina
a. Retinopati Diabetika
Retinopati diabetika merupakan mikroangiopati , sebagai akibat dari gangguan
metabolik , yaitu defisiensi insulin dan hiperglikemi . Peningkatan gula darah
sampai ketinggian tertentu , mengakibatkan keracunan sel-sel tubuh , terutama
darah dan dinding pembuluh darah , yang disebut glikotoksisitas. Peristiwa ini
merupakan penggabungan irreversibel dari molekul glukosa dengan protein
yang disebut proses glikosilase protein. (11)
Dalam keadaan normal , proses glikosilase ini hanya sekitar 4-9% , sedang
pada penderita diabetes mencapai 20% .Glikosilase ini dapat mengenai isi dan
dinding pembuluh darah , yang secara keseluruhan dapat menyebabkan
meningkatnya viskositas darah , gangguan aliran darah , yang dimulai pada
aliran di daerah sirkulasi kecil , kemudian diikuti gangguan pada
daerah sirkulasi besar dan menyebabkan hipoksia jaringan. Kelainan
kelainan ini didapatkan juga didalam pembuluh pembuluh darah retina ,
yang dapat diamati dengan melakukan: (11)
fundus fluorescein angiography
pemotretan dengan menggunakan film berwarna oftalmoskop
langsung dan tak langsung
biomikroskop dengan lensa kontak dari goldman
Mula mula didapatkan kelainan pada kapiler vena, yang
dindingnya
menebal dan mempunyai affinitas yang besar terhadap fluorescein .
Keadaan ini menetap untuk waktu yang lama tanpa mengganggu
penglihatan . Dengan melemahnya dinding kapiler , maka akan
menonjol membentuk mikroaneurisma . Mula mula keadaan ini terlihat
pada daerah kapiler vena sekitar makula, yang tampak sebagai titik
titik merah pada oftalmoskop . Adanya 1-2 mikroaneurisma sudah
cukup mendiagnosa adanya retinopati diabetika . Pada keadaan lanjut ,
mikroaneurisma didapatkan sama banyaknya pada kapiler vena maupun
arteri . Baik kapiler yang abnormal maupun aneurisma menibulkan
kebocoran , yang tampak sebagai edema, eksudat, perdarahan, di sekitar
kapiler dan mikroaneurisma. (6,11)
Adanya edema dapat mengancam ketajaman penglihatan bila
terdapat di daerah makula, edema yang ringan dapat diabsorbsi, tetapi
yang hebat dan berlangsung dalam waktu relatif lama akan
menyebabkan degenerasi kistoid . Bila hal ini terjadi di daerah makula
, ketajaman penglihatan yang terganggu, tak dapat dikembalikan kepada
keadaan semula meskipun dilakukan fotokoagulasi pada pengobatan.
(6,11)
Edema makula adalah penyebab tersering gangguan penglihatan
pada pasien retinopati diabetes non proliferatif. Edem terutama
disebabkan oleh rusaknya sawar retina darah bagian dalam pada tingkat
endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran cairan dan konstituen
plasma ke dalam retina disekitarnya. Edem dapat bersifat fokal atau difus
dan secara klinis tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisme dan eksudat intraretina. Dapat terbentuk zona-zona
eksudat kuning kaya lemak berbentuk bundar disekitar kumpulan
mikroaneurisma dan paling sering berpusat di bagian temporal makula.
Walaupun prevalensi edem makula adalah 10% pada populasi diabetes
sebagai suatu kesuluruhan, terdapat peningkatan mencolok prevalensi
tersebut pada mata yang mengalami retinopati berat.
Retinopati diabetik non proliferatif dapat mempengaruhi fungsi
penglihatan melalui 2 mekanisme, yaitu:
1. Perubahan sedikit demi sedikit penutupan kapiler intraretinal yang menyebabkan
iskemik makular.
2. Peningkatan permeabilitas pemuluh retina yang menyebabkan edem makular.
Pada sumbatan mikrovaskuler progresif, dapat timbul tanda tanda
peningkatan iskemia pada gambaran retinopati yang menjadi latar belakangnya
dan menghasilkan gambaran klinis retinopati diabetes pra-prolifertif. Temuan
yang paling khas adalag bercak-bercak cotton wool, timbulnya gambaran manik-
manik pada vena retina, dan pelebaran segmental ireguler jaring kapiler retina
(kelainan mirovaskuler intra retina). Penutupan kapiler-kapiler retina yang
mengelilingi zona fovea yang avaskuler dapat menyebabkan iskemia bermakna
yang secara klinis bermanifestasi sebagai perdarahan retina gelap besar dan
adanya arteriol-arteriol makula halus mirip benang. Mata yang mengalami edem
makula dan iskemkia yang bermakna memiliki prognosis penglihatan yang lebih
jelek- dengan atau tanpa terapi laser-daripada mata dengan edema dan perfusi
yang relatif baik.
Gambar 2.2 Retinopati diabetik (9)
Gambar Angiografi retinopati diabetik (9)
b. Oklusi Vena Retina
Bagian dalam lapisan retina mendapatkan suplai darah dari arteri retina
sentral. Darah kembali ke jantung melalui pembuluh vena retina sentral. Keduanya
memasuki mata melalui lubang di tengah jalur yang dilalui jaras saraf penglihatan.
Gangguan baik pengecilan dari lubang ini, maupun pengerasan pembuluh darah
arteri akibat kerusakan pada sistem sirkulasi menyebabkan oklusi atau sumbatan
dari vena retina. (3)
Aliran pembuluh darah yang tidak lancar pada pembuluh vena ini dapat
mengakibatkan cairan keluar dari pembuluh kapiler, sebagai akibat dari
meningkatnya tekanan hidrostatik dan mengakibatkan edema pada makula. (1)
Penyumbataan arteri sentralis retina dapat disebabkan oleh radang arteri,
thrombus dan emboli pada arteri, spsame pembuluh darah, akibat terlambatnya
pengaliran darah, giant cell arthritis, penyakit kolagen, kelainan hiperkoagulasi,
sifilis dan trauma.
Gambar oklusi vena sentral
Pada pemeriksaan funduskopi terlihat vena berkelok-kelok, edema macula dan
retina, dan perdarahan berupa titik merah pada retina. Perdarahan retina dapat terjadi
pada keempat kuadran retina. Cotton wool spot (eksudat) umumnya ditemukan
diantara bercak-bercak perdarahan dan dapat menghilang dalam 2-4 bulan. Papil
merah dan menonjol (edema) dengan pulsasi vena menghilang karena penyumbatan.
Kadang dijumpai edema papil tanpa disertai perdarahan di tempat yang jauh
(perifer), ini merupakan gejala awal penyumbatan di tempat sentral. Neovaskularisasi
disk (NVD) mengindikasikan iskemia berat dari retina dan bias mengarah pada
perdarahan preretinal/vitreus.
c. Retinopati Hipertensi
Retinopati hipertensi merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan
kelainan pada vaskuler retina pada penderita dengan peningkatan tekanan darah.
Kelainan ini pertama kali dikemukakan oleh Marcus Gunn pada kurun abad ke-19
pada sekelompok penderita hipertensi dan penyakit ginjal. Tanda -tanda pada retina
yang diobservasi adalah penyempitan arteriolar secara general dan fokal,
perlengketan atau nicking arteriovenosa, perdarahan retina dengan bentuk flame –
shape dan blot-shape, cotton-wool spots, dan edema papilla. Pada tahun 1939,
Keith et al menunjukkan bahwa tanda-tanda retinopati ini dapat dipakai untuk
memprediksi mortalitas pada pasien hipertensi.
Perubahan - perubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran
mikroaneurisma, hemoragik, eksudat keras dan infark pada lapisan serat saraf yang
dikenal sebagai cotton-wool spot. Edema diskus optikus dapat terlihat pada tahap ini,
dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tekanan darah yang sangat
berat. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui dua mekanisme. Hayreh
membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi cairan koroid yang
masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE. Namun selama ini peneliti lain
percaya bahwa cairan edematosa muncul akibat kegagalan autoregulasi, sehingga
meningkatkan tekanan transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan
transudasi cairan ke dalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan
edema retina akan menyebabkan terjadinya akumulasi protein.Perubahan -perubahan
yang terjadi ini tidak bersifat spesifik hanya pada hipertensi, karena selain itu juga
dapat terlihat pada penyakit kelainan pembuluh darah retina yang lain. Perubahan
yang terjadi juga tidak bersifat sekuensial, misalnya perubahan tekanan darah yang
terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudate tanpa perlu mengalami
perubahan - perubahan lain terlebih dulu
Kelainan pembuluh darah pada retinopati hipertensi dapat berupa penyempitan
umum, maupun setempat, dan dapat terjadi sklerosing pembuluh darah. Kelainan ini
menyebabkan terjadinya kerusakan pada lapisan retina yang Penyakit ini merupakan
penyakit kongenital yang jarang dijumpai, yang ditandai dengan anomali dari
vaskularisasi retina yang berupa dilatasi pembuluh darah retina, aneurisma
multipel, kebocoran vaskular, dan terjadinya eksudasi. (7)
e. Makroaneurisma Arteri Retina
Penyakit ini merupakan dilatasi pembuluh darah yang terlokalisir di
arteriol retina. Mempunyai predileksi pada wanita yang memiliki hipertensi.
Pada penyakit ini terjadi kebocoran plasma secara kronis pada daerah makula
yang mengakibatkan edema dan terjadi kerusakan permanen pada penglihatan
sentral. (4,7)
Gambar 2.5 Optical coherence tomography pada aneurisma retina
(4)
2. Patofisiologi Edema Makula Pada Inflamasi Intraokular (Uveitis)
Uveitis kronis sering diasosiasikan dengan edema makula kistoid, umumnya
dikarenakan karena terjadinya kerusakan pada blood-retina barier. Inflamasi yang
berjalan kronis dapat merusak keutuhan dari pembuluh darah perimakular, yang
pada akhirnya menyebabkan pembentukan rongga kistoid pada makula. Biasanya
kasus ini terjadi pada kedua mata. (9)
3. Patofisiologi Edema Makula Pada Post Operasi Katarak & Tindakan
Operasi Lainnya
Sekitar 50% mata yang menjalani operasi ekstraksi katarak intra kapsular, dan
sebanyak 20 % mata yang menjalani operasi katarak ekstra kapsular secara
angiografis mengalami edema makula kistoid. Hal ini diakibatkan oleh terjadinya
eksudasi cairan dari pembuluh darah ke dalam struktur lapisan retina di lapisan
pleksiform luar dan lapisan inti dalam, mengisi ruang yang mirip sarang lebah.
(6,9)
Edema yang secara klinis signifikan berkembang dalam waktu 4 – 12 minggu
post operasi, namun pada beberapa kasus, dapat terjadi setelah beberapa bulan
setelah operasi. Banyak pasien yang mengalami sembuh spontan setelah 6 bulan
dikarenakan adanya self limited leakage pada mata yang di operasi tersebut. (6,12)
Selain operasi pada katarak, prosedur operasi lain seperti YAG laser
capsulotomy , keratoplasty dengan penetrasi, perpheral retinal cryotherapy dan
laser photocuagulation juga dapat menyebabkan eksudasi dan edema pada makula.
(7)
4. Patofisiologi Edema Makula Pada Drug Induced
Penanganan gaukoma dengan latanaprost dihubungakan dengan terjadinya
edema makula kistoid. Latanoprost disebutkan mempunyai efek mirip
prostaglandin yang bertanggung jawab atas terjadinya insufisiensi blood retina
barrier sehingga terjadi eksudasi dan kebocoran plasma yang mengakibatkan
edema pada daerah makula. (5)
5. Patofisiologi Edema Makula pada Distrofi Retina
Retinitis pigmentosa merupakan salah satu kelainan pada retina yang
dikaitakan dengan terjadinya edema makula kistoid. Studi menunjukkan bahwa
terjadi kenaikan permeabilitas dari epitel pigmen retina dan kapiler perifoveal pada
pemeriksaan dengan angiografi. Penelitian menemukan suatu antibodi antiretina
pada pasien dengan retinitis pigmentosa yang memiliki edema makula kistoid,
sehingga dapat disimpulkan bahwa proses ini terkait dengan autoimun. (9)
Edema makula kistoid yang diwariskan secara dominan dideskripsikan sebagai
distrofi makular dengan onset mulai usia pertengahan dan memiliki progresifitas
yang lambat pada dekade berikutnya. Penelitian menunjukkan perubahan terjadi
pada lapisan inti dalam. (9)
6. Patofisiologi Edema Makula pada Penyakit Lain
a. Vitreomacular Traction Syndrome, yaitu dikarakteristikan dengan adanya
separasi parsial perifer pada vitreus, namun dengan persistent posterior attachment
pada makula. Hal ini mengakibatkan terjadinya gaya tarik (traksi) pada sumbu
anteroposterior pada daerah makula tersebut dan mengakibatkan edema makula. (7)
b. Macular Epiretinal Membranes, yaitu terjadinya proliferasi membran
fibroselular di permukaan retina, baik di makula maupun retina perifer. Kontraksi
atau penyusutan yang diakibatkan oleh membran epiretina ini dapat menimbulkan
distorsi penglihatan, edema intraretina, dan degenerasi retina di bawahnya. Edema
makula dapat terjadi biasanya akibat dari distorsi dan traksi atau tarikan terhadap
pembuluh darah di sekelilingnya oleh membran epiretina tersebut. (9,13)
Gambar 2.6 Epiretinal membran (1)
c. Tumor, tumor pada koroid seperti melanoma maligna, nevus koroidal, dan
hemangioma kapiler retina. Terjadi perubahan kistoid yang dapat melebihi
tumor itu sendiri yang diakibatkan oleh abnormalitas mikrovaskular, yang
berkaitan dengan proliferasi sel endotelial. (7)
2.5. MANIFESTASI KLINIS
Umumnya edema makula kistoid muncul keluhan berupa kehilangan
penglihatan sentral pada salah satu mata, walaupun pada beberapa kasus dapat
terjadi pada kedua mata, tergantung pada etiologinya. Onset dari gejala nya
umumnya gradual, namun beberapa pasien mungkin dapat menyadarinya secara
mendadak saat mereka memeriksa salah satu mata mereka secara terpisah. Gejala
lain yang dapat muncul berkaitan dengan etiologi yang mendasari terjadinya
edema tersebut. (9)
Apabila edema makula kistoid terjadi setelah operasi katarak, maka biasanya
pasien mengeluhkan adanya penurunan penglihatan yang berkembang perlahan,
beberapa saat setelah terjadi perbaikan penglihatan begitu selesai dilakukan
operasi katarak. Umumnya gelaja tersebut muncul setelah 4-10 minggu setelah
operasi, dan tanpa disertai rasa nyeri. (14)
2.6. PEMERIKSAAN FISIK DAN PENUNJANG
Pemeriksaan dengan oftalmoskop menunjukkan kondisi yang berupa
penebalan dan pembengkakan makula. Banyak kasus yang menunjukkan gambaran
kistoid. Rongga kistoid yang berbentuk radier dapat muncul dari daerah makula.
Terdapat kehilangan reflek fovea terhadap cahaya. Dengan cahaya bebas warna
merah, dapat dilihat gambaran honeycomb atau sarang lebah dikarenakan kista yang
berisi cairan. Kista kecil ini dapat menyatu hingga membentuk kista makula, dan
selanjutnya dapat berubah menjadi macular hole. (2)
Pemeriksaan dengan angiografi fluorescein dapat secara efektif memberikan
gambaran penampakan dari edema makula kistoid. Angiografi fluorescein ini
dapat mendemonstrasikan kebocoran kapiler perifoveal pada fase awal penyakit,
atau bentuk petalloid flower pada fase lanjut dari penyakit ini. (2)
Optical Coherence Tomography (OCT) adalah kriteria standard untuk
identifikasi terjadinya edema makula kistoid. OCT adalah sebuah pemeriksaan
imaging non invasif yang dapat menentukan ada atau tidaknya edema makula
kistoid dengan memvisualisasikan rongga yang terisi cairan di retina. Jumlah lesi
terjadinya edema makula kistoid dapat dihitung dari waktu ke waktu dengan
menghitung area rongga kistoid pada gambar yang dibuat pada makula. (9)
Gambar 2.7 Imaging OCT pada
pasien edema makula kistoid
dengan uveitis (9)
Gambar 2.8 Imaging OCT pada
edema makula kistoid akibat
diabetik retinopathy (9)
Pemeriksaan laboratorium pada pasien dengan edema makula kistoid
ditentukan bergantung pada etiologi yang mendasari terjadinya edema. Apabila
dicurigai terjadi akibat retinopati diabetik, maka dapat dilakukan gula darah dan
toleransi glukosa. Apabila terjadi akibat uveitis kronis, maka evaluasi yang
menyeluruh harus dilakukan terhadap uveitisnya tersebut. (9)
2.7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dari edema makula kistoid sangat bervariasi, tergantung dari
etiologi penyebabnya.
1. Akibat penyakit vaskular retina, terapi yang paling banyak digunakan
adalah berupa laser photocoagulation. Fotokoagulasi dengan Xenon Arc
Fotokoagulator atau Argon Laserphoto Koagulator . Dimana sinar dari alat tersebut
ditembakan secara tidak langsung sehingga menimbulkan jaringan parut di
khorioretina, sehingga mengurangi kebutuhan metabolisme dan berakibat regresinya
neovaskularisasi . Tujuan dari fotokoagulasi ini adalah menutup kebocoran ,
merangsang penyerapan cairan , mengurangi neovaskularisasi, mencegah timbulnya
ablasi retina , dengan harapan dapat menghambat menurunnya visus.(11)
Namun laser photocoagulation juga digunakan pada terapi edema makula
kistoid akibat retinopati diabetik walaupun diabetik retinopati merupakan salah
satu penyakit vaskular pada retina. Hal ini disebabkan apabila sudah terjadi
edema makula pada pasien diabetes, maka hal ini menggambarkan bahwa kondisi
penyakitnya sudah kronis dan tidak merespon lagi dengan terapi laser. Pada
edema makula akibat retinopati diabetik diberikan injeksi depo kortikosteroid
berupa triamcinolone intraokular sub- tenon posterior. Selain itu pengendalian
kadar gula darah penting dilakukan sebagai terapi kausatif pada edema makula
akibat retinopati diabetik. (9)
Terapi yang digunakan pada pasien edema makula yang diakibatkan oleh
oklusi vena retina adalah kombinasi terapi dari laser photocoagulation dan injeksi
triamcinolone sub tenon posterior. Hal ini dilaporkan bisa memperbaiki daya
penglihatan pada pasien minimal selama 4 bulan setelah terapi dan visus hingga
maksimal 6/12. (9)
2. Akibat inflamasi intraokular, terapi yang digunakan ditujukan untuk
mengontrol inflamasi yang terjadi dengan pemberian steroid atau agen
immunosupresif. Karbonik anhidrase inhibitor sistemik dapat berguna pada edema
makula kistoid akibat uveitis intermediet. Sedangkan pada uveitis akibat
proses autoimun dapat diterapi dengan interferon alpha 2a. Namun pemberian
obat tersebut dapat menimbulkan withdrawal symptom berupa relapsnya inflamasi.
Efek samping yang ditimbulkan berupa aritmia dan gangguan tekanan darah. (7)
Pada uveitis yang menyebabkan edema makula kistoid, dapat diberikan terapi
berupa steroid topikal dan anti inflamasi non steroid. Kedua egen ini dapat
memberikan perbaikan fungsi dari blood retina barrier sehingga menurunkan
kebocoran yang terjadi. (9)
Injeksi triamcinolone pada ruang sub tenon biasanya lebih efektif dan
digunakan secara luas pada terapi uveitis noninfeksius. Penyampaian obat ke retina
akan lebih baik jika disuntikkan melalui ruang sub tenon posterior daripada rongga
sub konjungtiva. (9)
Steroid oral merupakan terapi modalitas utama untuk memperbaiki fungsi
dari blood retina barrier sehingga mencegah terjadinya kebocoran kapiler
pembuluh darah perimakula. Steroid oral ini sangat membantu pada kasus edema
makula yang terjadi akibat uveitis intermediet dan posterior. (9)
3. Akibat post operasi katarak, terapi yang diberikan melibatkan koreksi dari
faktor yang mendasarinya. Pada inkarserasi vitreus ke segmen anterior
mungkin dapat dilakukan vitrectomy anterior, atau jika terjadi adesi vitreus ke
daerah makula dapat dilakukan disrupsi laser YAG. Jika dicurigai lensa intraokular
sebagai penyebab timbulnya edema, maka dapat dipertimbangkan untuk melepas
lensa tersebut. Apabila sulit untuk menentukan penyebab timbulnya edema pada
pasien post operasi, maka dapat diberikan medikasi sebagai berikut. (7)
a. Inhibitor karbonik anhidrase sistemik
b. Steroid, baik secara topikal, maupun injeksi periocular posterior.
c. Pemberian anti inflamasi non steroid
Terapi pemberdahan yang dapat dilakukan adalah pars plana vitrectomy. (9)
4. Akibat dari drug induced, terapi hanyalah sebatas menghentikan pemberian
obat obatan yang dapat memicu timbulnya edema makula kistoid, seperti
latanoprost dan epinefrin topikal. (7,9)
5. Akibat distrofi retina, biasanya pemberian karbonik anhidrase inhibitor
sistemik membantu dalam terapi edema makula kistoid yang diakibatkan retinitis
pigmentosa. (7)
6. Akibat penyakit lain
a. Sindrom traksi vitreomakular, diterapi sesuai kausanya yaitu dengan
vitrektomi. Biasanya respon terhadap edema makula yang terjadi
cukup baik apabila vitrektomi dilakukan pada fase awal terjadinya
sindrome traksi vitreomakular tersebut. (7)
b. Membran epiretinal makular, diterapi dengan pembedahan dengan
tujuan melakukan eksisi pada jaringan membran epiretinal tersebut
yang menyebabkan pengkerutan dan edema pada makula. (7)
Gambar.8 Proses eksisi membran epiretina. (1)
c. Tumor (hengangioma retina dan koroid), terapi yang digunakan
adalah laser photocoagulation untuk mengatasi kebocoran pada
hemangioma yang terjadi. Jika keadaan sudah lanjut dimana pasien
sering terjadi rekurensi edema makula, maka dapat dilakukan terapi
radiasi dosis rendah pada retina. (7)
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. KESIMPULAN
Edema makula kistoid adalah kondisi dimana terjadi pembengkakan pada retina yaitu
pada daerah makula yang ditandai dengan terbentuknya ruang ruang kistoid yang terisi cairan
pada daerah makula. Mekanisme yang mendasarinya adalah terjadi kebocoran pada kapiler
perimakula sehingga cairan masuk ke dalam lapisan retina dan mengisi rongga antara lapisan
pleksiform luar dan nukleus dalam, dan membentuk ruang kistoid kistoid.
Edema makula kistoid dapat terjadi dari berbagai kondisi. Dapat dikelompokkan
sebagai berikut; akibat gangguan pada vaskular retina, akibat inflamasi intraokular, akibat
komplikasi post operasi katarak dan prosedur pembedahan lainnya, akibat obat obatan, akibat
distrofi retina, dan akibat lainnya seperti sindrome traksi vitromakular, membran epiretinal,
dan tumor retina (hemangioma retina).
Penatalaksanaan bervariasi bergantung kepada etiologi penyebabnya. Namun secara
umum dapat digolongkan menjadi medikasi, pembedahan dan laser. Medikasi antara lain
dengan inhibitor karbonik anhidrase, anti inflamasi non steroid, dan steroid. Pembedahan
antara lain, vitrektomi, dan eksisi membran epiretina. Terapi laser menggunakan laser
photocoagulation diindikasikan secara luas pada kerusakan vaskular retina.
3.2. SARAN
Saran dari penulis adalah dilakukan pemeriksaan skrining pada pasien pasien post
operasi katarak, pasien dengan penyakit vaskular retina, inflamasi retina, tumor intraocular,
dan keadaan lain dimana dicurigai dapat menimbulkan edema makula mengingat prognosis
yang jelek apabila terlambat diterapi. Skrining dapat dengan cara anamnesis mengenai
keluhan penglihatan sentral, pemeriksaan oftalmoskop, dan pemeriksaan visus.
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, 2009, Central Retinal Vein Oclusion, Mohawk Valley Retina, diakses
melalui ( w w w . m vre ti na . co m/ ed u ca t i on / 13.h t m l )
2. Anonim, Cystoid Macular Edema, Handbook of Ocular Disease, diakses melalui
(h tt p :/ / c m s .revop t o m .co m / handbook / o c t 02_ s ec5_1.h t m )
3. Anonim, Retinal Vein Oclusion, diakses melalui
(h tt p :// www .re ti n av it r eou s .co m/ d i se a s e s / cen t r a l r e ti na l v e i no c c l u s i on.h t m l )
4. B i rkho l z , Emily S. MD, 2007, Retinal Artery Macroaneurysm (RAMA), diakses
melalui h tt p :// w e b eye.oph t h. u i o w a.edu / e y eforu m/ c a s e s / 113 - R A MA .h t m
5. Ilyas, Sidharta, 2003, Sari Ilmu Penyakit Mata, Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
6. Ilyas, Sidarta, 2005, Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga, Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
7. Kansky, J Jack, 2006, Clinical Ophthalmology, Sixth Edition, Elsevier
8. Montgomery, Ted, 2010, The Macula, A na t o m y, Phy s i o l ogy & Pa t ho l ogy of t he
H u m an E ye
9. Roth, Daniel B, MD, 2010, Nonpseudophakic Cystoid Macular Edema, Emedicine,
diakses melalui (h tt p :/ / e m e d i c i ne . m ed s cape . co m / ar t i c l e / 1225735 - overv i ew )
10. Rubin, Melvin L, 2001, Ophthalmology Dictionary, Library of Congress Cataloging
in Publication Data.
11.Usman, Fritz Sumantri, Retinopati Diabetika, diakses melalui
(h tt p :// www .free w eb s .co m/ f s u m an t r i / re t i nopa t i d i ab e ti ka. h t m )
12. Vaughan & Ashbury, 2004, General opthamology sixteenth edition, Mc Graw Hill
Companies
13. Vaughan, Dale, 2000, Oftalmologi Umum, alih bahasa oleh Jan Tambajong, Widya
Medika, Jakarta
14.Virata, R Steven , MD, FACS, Cystoid Macular Edema, The Retina Center, diakses
melalui
(h tt p :// www .ke ll ogg. u mi ch . edu / pa t i en t care / cond i t i on s / cy s t o i d . m acu l ar.ed e m a.h t m l )
15. Efendi, Raden Gunawan dan Wimbo Sasono. 2008. Idiopatihic Macular Hole. Jurnal
Oftalmologi Indonesia.Vol. 6 No. 3 Halaman 158-168.