Upload
falra
View
209
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MANFAAT METFORMIN PADA PENDERITA NON DIABETIK
Rapiuddin, Makbul Aman
I. PENDAHULUANDiabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, saraf,
jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah
merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu
jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu
kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor di mana didapat
defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. 1
Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau
mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga
morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain
menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-
10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor
resiko yang berubah secara epidemiologik adalah bertambahnya usia, obesitas, distribusi
lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini
berinteraksi dengan beberapa faktor genetik berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2. 1
Salah satu pengobatan DM adalah metformin sebagai agen sensitif insulin dengan
anti hiperglikemia poten. Metformin menurunkan hiperglikemia pada DM tipe 2 sama
dengan sulfonilurea, thiazolindione dan insulin. Metformin sebagai terapi kombinasi dasar
sering lebih superior dibanding terapi tunggal. Cara kerja metformin sebagai anti
hiperglikemia adalah menekan produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis dan
meningkatkan sensitifitas insulin perifer. 2
Metformin juga digunakan untuk pengobatan penderita non diabetik seperti pre-
diabetik, sindrom metabolik, non alcoholic steatohepatitis (NASH), sindrom ovarium
polikistik dan kanker.
Dalam referat ini kami akan membahas tentang manfaat metformin pada penderita
non diabetik.
II. METFORMIN
Metformin atau metformin XR adalah obat anti hiperglikemik yang digunakan untuk
pengobatan DM tipe 2. Metformin secara kimia atau farmakologi tidak berhubungan
dengan obat anti hiperglikemik lain.3
A. MEKANISME KERJA
Metformin adalah obat anti hiperglikemik yang memperbaiki toleransi
glukosa pada pasien DM tipe 2, menurunkan glukosa basal dan post prandial.
Secara farmakologi mekanisme kerjanya berbeda dengan obat anti hipergikemik
yang lain. Metformin menurunkan produksi glukosa hati, menurunkan absorbsi
glukosa usus, dan memperbaiki sensitivitas insulin dengan peningkatan ambilan
dan penggunaan glukosa perifer. Tidak seperti sulfonilurea metformin tidak
menyebabkan hipoglikemia pada pasien DM tipe 2 atau orang normal.3,4
B. FARMAKOKINETIK
1. Absorbsi dan Bioavaibilitas
Bioavaibilitas dari metformin 500 mg pada saat puasa kira-kira 50-60 %.
Makanan menurunkan absorbsi dari metformin kira-kira 40 % lebih rendah
dari konsentrasi plasma puncak, dan terjadi pemanjangan konsentrasi
plasma puncak pada pemberian 850 mg metformin dengan makanan
dibanding pada saat puasa. Mekanisme klinik penurunan ini tidak diketahui.
Pemberian dosis tunggal metformin XR konsentrasi plasma puncak dicapai
dalam 7 jam. Konsentrasi plasma puncak kira-kira 20 % lebih rendah
dibanding dosis yang sama dengan metformin. Perpanjangan absorbsi sama
dengan metformin. Pemanjangan absorbsi dari metformin XR pada dosis
2000 mg satu kali sehari sama dengan metformin 1000 mg dua kali sehari.
Meskipun pemanjangan absorbsi metformin XR meningkat kira-kira 50 %
ketika diberi bersama makanan, tetapi makanan tidak mempengaruhi
konsentrasi dan waktu puncak plasma. Diet rendah dan tinggi lemak
mempunyai pengaruh yag sama pada metformin XR.3
2. Distribusi
Distribusi metformin secara nyata dengan dosis tunggal 850 mg rata-rata 654
-+ 358 L. Meformin 90 % terikat dengan protein berbeda dengan sulfonilurea.
Metformin menembus eritrosit. Dosis umum dan jadwal metformin pada
konsentrasi plasma stabil dicapai dalam 24-28 jam dan secara umum kurang
1 ug/ml. Dalam percobaan klinik konsentrasi plasma maksimum metformin
tidak lebih 5 ug/ml, sekalipun diberi dosis maksimum. 3
3. Metabolisme dan Eliminasi
Percobaan dosis tunnggal intravena pada orang normal memperlihatkan
bahwa metformin diekskresi tanpa perubahan di urine dan tidak mengalami
metabolisme di hepar atau eksresi di empedu/biliar. Pada pemberian oral
kira-kira 90 % absorbsi obat dieliminasi lewat ginjal dalam 24 jam pertama
dengan waktu paruh kira-kira 6,2 jam. Dalam darah waktu paruh eliminasi
kira-kira 17,6 jam yang menunjukkan bahwa massa eitrosit adalah
kompartemen distribusi.3
C. POPULASI KHUSUS
1. Pasien DM tipe 2
Pada fungsi ginjal normal, tidak ada perbedaan farmakokinetik antara dosis
tunggal dan dosis terbagi pada pasien DM tipe 2 dan orang normal.3
2. Gangguan ginjal
Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal waktu paruh plasma dan darah
diperpanjang dan eliminasi di ginjal menurun.3
3. Gangguan hati
Tidak ada penelitian metformin yang dilakukan pada pasien dengan
gangguan fungsi hati.3
4. Usia lanjut
Data penelitian metformin masih terbatas pada orang tua yang sehat dan
menunjukkan bahwa clearance total plasma menurun, waktu paruh
memanjang dan konsentrasi plasma puncak meningkat dibanding orang
muda normal.3
5. Anak-anak
Pada pemberian dosis tunggal oral metformin 500 mg dengan makanan.
Konsentrasi puncak plasma dan absorbsi berbeda kurang 5 % antara anak-
anak dengan DM tipe 2 (umur 12-16 tahun) dibanding dewasa sehat (20-45
tahun) dengan fungsi ginjal normal.3
6. Jenis kelamin
Parameter farmakokinetik metformin tidak berbeda secara signifikan antara
orang normal dan pasien DM tipe 2 menurut jenis kelamin (laki-laki= 19,
perempuan 16).3
7. Ras
Tidak ada penelitian secara farmakokinetik manfaat metformin menurut ras
yang dipublikasikan. Pada penelitian metformin pada pasien DM tipe 2
perbandingan efek metformin pada kulit putih (n=249), hitam (n=51) dan
hispanik (n=24).3
D. INDIKASI DAN PENGGUNAAN
Metformin diindikasikan sebagai terapi tambahan pada diet dan olahraga
untuk memperbaiki kontrol gula pada pasien dewasa dan anak dengan DM tipe
2. Metformin XR diindikasikan sebagai tambahan pada diet dan olahraga untuk
memperbaiki kontrol gula pada pasien dewasa dan anak dengan DM tipe 2.3
E. KONTRA INDIKASI
1. Penyakit ginjal atau gangguan ginjal
Kreatinin serum lebih atau sama 1,5 mg/dl pada laki-laki, lebih atau sama
1,4 mg/dl pada perempuan atau klirens kreatinin abnormal atau kondisi-
kondisi seperti kolaps kardiovaskuler, infark miokard akut dan sepsis.3
2. Hipersesitif terhadap metformin
3. Asidosis metabolik meliputi ketoasidosis diabetik dengan atau tanpa koma.3
F. OVER DOSIS
Over dosis metformin terjadi jika dikonsumsi dalam jumlah lebih dari 50
gram. Hipoglikemia dilaporkan kira-kira 10 % kasus. Asidosis laktat dilaporkan
kira-kira 32 % pada over dosis. Hemodialisis dilakukan pada pasien-pasien yang
dicurigai over dosis karena metformin.3
G. DOSIS DAN PEMBERIAN
Tidak ada dosis yang ditentukan untuk penanganan hiperglikemia pada
pasien DM tipe 2 untuk pemberian metformin atau metformin XR sebagai obat
anti hiperglikemia. Dosis bersifat individual dan toleransi. Dosis maksimum
harian yang ditetapkan untuk metformin adalah 2250 mg pada dewasa dan 2000
mg pada anak-anak (10-16 tahun). Dosis maksimum harian metformin XR adalah
2000 pada dewasa. 3
Metformin sebaiknya diberikan dalam dosis terbagi dengan makanan
sementara metformin XR sebaiknya diberikan satu kali sehari dengan makanan
siang. Metformin atau metformin XR sebaiknya dimulai dengan dosis rendah
dengan peningkatan dosis untuk menurunkan efek samping gastrointestinal dan
untuk mengetahui dosis minimum yang adekuat untuk kontrol gula pada pasien.3
Sewaktu memulai pengobatan dan titrasi glukosa plasma puasa digunakan
sebagai kontrol pengobatan metformin atau metformin XR dan untuk
mengidentifikasi dosis efektif minimum pada pasien. Setelah itu A1C diukur
dengan interval kira-kira 3 bulan. Tujuan pengobatan adalah menurunkan
glukosa plasma puasa dan A1C normal atau mendekati normal dengan dosis
efektif terendah dari metformin atau metformn XR, dengan menggunakan
monoterapi atau kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin.3
Secara umum respon klinik secara signifikan tidak terlihat jika dosis
kurang 1500 mg/hari. Bagaimanapun dosis rendah dan peningkatan dosis
bertujuan untuk meminimalkan gejala gastrointestinal. Dosis metformin
biasanya dimulai 500 mg dua kali sehari atau 850 mg sekali sehari diberi bersama
makanan. Dosis ditingkatkan 500 mg/minggu atau 850 mg/dua minggu sampai
total 2000 mg/hari dalam dosis terbagi. Dosis juga dapat dititrasi dari 500 mg
dua kali sehari sampai 850 mg dua kali sehari setelah 2 minggu. Untuk pasien
yang harus kontrol gula metformin dapat diberi dosis maksimal sehari 2550 mg.
Dosis lebh 2000 mg dapat ditoleransi jika diberikan tiga kali sehari dengan
makanan.3
Dosis metformn XR dimulai 500 mg sekali sehari dengan makanan
malam. Dosis ditingkatkan 500 mg/ minggu sampai maksimum 2000 mg sekali
sehari dengan makanan malam. Jika kontrol gula tidak tercapai dengan
metformin XR 2000 mg sekali sehari, maka dosis 1000 mg dua kali sehari dapat
dipertimbangkan.3
III. BUKTI KLINIS PENGGUNAAN METFORMIN
A. PRE-DIABETIK
Pre-diabetik adalah kondisi dimana kadar gula lebih tinggi dari normal
tetapi tidak cukup untuk mendiagnosis diabetes melitus. Kondisi ini kadang-
kadang disebut gangguan glukosa puasa atau gangguan toleransi glukosa
tergantung tes yang digunakan untuk diagnosis. 5,6
Pre-diabetik biasanya tidak bergejala dan hanya diketahui dengan
pemeriksaan darah. Faktor-faktor resiko untuk mengidentifikasi pre-diabetik
biasanya overlap dengan DM tipe 2 meliputi obesitas, riwayat DM, HDL
kolesterol rendah, TG yang tinggi, tekanan darah yang tinggi, riwayat DM dalam
kehamilan dan etnis. 5,6
Pre diabetik dapat dideteksi dari salah satu tes di bawah ini: 4
1. Tes glukosa puasa. Tes ini mengukur glukosa puasa dengan berpuasa
paling kurang 8 jam. Tes ini lebih dipercaya pada pagi hari. Kadar
glukosa puasa 100-125 mg/dl adalah di atas normal, tetapi tidak
cukup disebut DM. Kondisi ini disebut pre-diabetik atau glukosa
puasa terganggu. Kondisi glukosa puasa terganggu biasanya akan
terjadi resistensi insulin dan lebih mungkin menjadi diabetes
dibanding dengan kondisi glukosa nomal.
2. Tes toleransi glukosa. Tes ini mengukur glukosa darah setelah puasa
paling kurang 8 jam dan 2 jam setelah minum cairan manis yang
telah ditetapkan. Kadar glukosa darah antara 140-199 mg/dl adalah
tidak normal tetapi tidak cukup untuk mendiagnosis DM. Kondisi ini
disebut pre-diabetik atau toleransi glukosa terganggu dan terjadi
resistensi insulin dan resiko terjadi DM.
Terapi pre-diabetik adalah perubahan gaya hidup meliputi penurunan
berat badan dan diet untuk mencegah terjadinya DM tipe 2 dan lebih efektif
dibanding penggunaan obat untuk menurunkan resiko diabetes. 5,6
The Diabetes Prevention Program (PPP) dan penelitian besar lain
menunjukkan bahwa pre-diabetik dapat dicegah dengan penurunan berat
badan, penurunan intake dan peningkatan aktivitas fisik dengan berjalan 30
menit sehari selama 5 hari dalam seminggu. Kehilangan 5-7 % berat badan akan
mencegah atau menunda DM kira-kira 60 %. The Diabetes Prevention Program
(PPP) juga menunjukkan bahwa metformin menurunkan resiko DM sebesar 31
%. 5,6
The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan
metformin sebagai obat yang digunakan untuk mencegah DM. Metformin
direkomendasikan pada individu-individu resiko tinggi seperti pre-diabetik,
mempunyai IMT lebih 35 dan usia lebih dari 60 tahun. 5,7
B. SINDROM METABOLIK
Sindrom metabolik adalah kelompok faktor-faktor resiko yang
berhubungan dengan dengan obesitas yang meningkatkan resiko penyakit
jantung sama dengan masalah kesehatan lain seperti DM dan stroke. 8
Secara umum sindrom metabolik tidak bergejala, beberapa orang
mempunyai gejala peningkatan gula darah atau biasanya tekanan darah tinggi.
Sindrom metabolik mempunyai beberapa penyebab, beberapa dapat dikontrol
seperti obesitas, aktifitas fisik dan resistensi insulin. Beberapa penyebab tidak
dapat dikontrol seperti usia tua dan genetik. Sindrom metabolik meningkat
seiring dengan umur dan faktor gen akan menyebabkan resistensi insulin. 8
Diagnosis sindrom metabolik berdasarkan hasil pemeriksaan fisis dan
tes darah. Untuk membuat diagnosis sindrom metabolik yaitu ditemukannya
paling kurang tiga dari lima faktor resiko: 8
1. Lingkar pinggang yang besar. Indikasi kelebihan berat badan adalah
lingkar pinggang (obesitas abdomen). Ukuran lingkar pinggang 35
inchi atau lebih pada wanita dan 40 inchi atau lebih pada pria
sebagai komponen sindrom metabolik dan indikasi peningkaan
penyakit jantung dan masalah kesehatan lain.
2. Trigliserida yang tinggi atau mendapat obat-obatan khusus untauk
mengobati trigliserida yang tinggi. Kadar trigliserida 150 mg/dl atau
lebih adalah tanda sindrom metabolik.
3. Kolesterol HDL yang rendah atau mendapat obat untuk
meningkatkan kolesterol HDL. Kadar kolesterol HDL kurang 50 mg/dl
untuk perempuan dan kurang dari 40 mg/dl untuk laki-laki adalah
tanda sindrom metabolik.
4. Tekanan darah yang tinggi atau mendapat obat untuk menurunkan
tekanan darah tinggi. Tekanan darah 130/85 mm Hg atau lebih
adalah tanda sindrom meabolik.
5. Gula darah puasa tinggi atau mendapat obat untuk menurunkan gula
darah. Gula darah puasa normal adalah kurang dari 100 mg/dl. Gula
darah puasa 100 mg/dl atau lebih adalah tanda sindrom metabolik.
Pengobatan sindrom metabolik untuk lini pertama adalah perubahan
gaya hidup meliputi penurunan berat badan, peningkatan aktivitas fisik, diet dan
berhenti merokok. Pengobatan selanjutnya adalah dengan obat-obatan pada
sindrom metabolik berat atau gagal dengan perubahan gaya hidup. Obat-obatan
yang digunakan adalah statin, fibrat atau asam nikotinik untuk pengobatan kadar
kolesterol. Tekanan darah tinggi diobati dengan diuretik, beta bloker atau ACE-
Inhibitor. Kadar gula darah yang tinggi diobati dengan metformin, insulin atau
keduanya. Dosis rendah asprin menurunkan resiko pembekuan darah terutama
yang mempunyai resiko tinggi penyakit jantung. 8
Vitale C dkk 9 menunjukkan bahwa metformin memperbaiki resistensi
insulin dan fungsi endotel pada pasien sindrom metabolik. Penelitian ini
mendukung peranan resistensi insulin yang menyebabkan disfungsi endotel dan
peranan metformin pada pengobatan sindrom metabolik.
DeBusk B 10 menunjukkan bahwa metformin dapat digunakan sebagai
terapi kombinasi dalam menurunkan berat badan yang akan memperbaiki gejala
sindrom metabolik.
C. NON ALCOHOLIC FATTY LIVER DISEASE (NAFLD)
Non alcoholic fatty liver disease adalah kondisi yang mencakup steatosis
tanpa inflamasi sampai steatohepatitis dengan inflamasi, fibrosis dan sirosis dari
tingkat menengah sampai penyakit hati akhir yang berhubungan dengan
karsinoma hati dan kematian. 11,12,13,14
Meskipun banyak kondisi yang berhubungan dengan steatosis dan atau
steatohepatitis pada umumnya berhubungan dengan sindrom X (seperti DM,
obesitas dan hiperlipidemia) yang akan menyebabkan resisensi insulin sebagai
mekanisme patogenesis NAFLD. Steatosis terjadi karena hati memetabolisme
asam lemak bebas yang dimediasi oleh lipase. Lipase dihambat oleh insulin dan
resistensi insulin akan meningkatkan kadar insulin. Ketika asam lemak bebas
terakumulasi di hati maka akan dioksidasi oleh mitokondria dan digunakan untuk
pembentukan trigliserida dan kolesterol. Jika distribusi asam lemak bebas
melebihi kapasitas oksidasi mitokondria maka trigliserida dan lemak akan
terakumulasi di hati. 11, 12, 13
Stres oksidatif dan peroksidase lipid juga memegang peranan penting
terjadinya inflamasi pada NAFLD. Peningkatan hepatic cytochrome P-450
menyebabkan peningkatan peroksidase lipid, peningkatan stres oksidatif dan
inflamasi. 12
NAFLD tidak bergejala dan didiagnosis setelah pemeriksaan darah
dimana terjadi peningkatan kadar aminotransferase. Pada yang bergejala paling
umum adalah nyeri hipokondrium kanan, fatik dan pada pemeriksaan fisis
ditemukan hepatomegali. Pada pemeriksaan laboratorium rasio alanine
aminotransferase (ALT) dengan aspartate aminotransferase (AST) lebih dari 1.
Prototrombin time (PT) dan kadar bilirubin bisa dalam batas normal, terjadi
peningkatan gamma glutamyltransferase. Pemeriksaan lain yang digunakan
adalah USG abdomen, CT Scan dan biopsi hati. 12, 13
Terapi NAFLD adalah non farmakologi seperti diet dan olahraga. Terapi
farmakologik meliputi betaine, penurunan kolesterol, metformin,
thiazolidinediones, ursodeoxycholic acid dan vitamin E.12, 14 Terapi farmakologi
didasarkan atas patogenesis NAFD seperti resistensi insulin, metabolisme lipid
stres oksidatif, inflamasi dan fibrosis. 15
Perbaikan sensitivitas insulin melalui peningkatan (up regulation) AMP-
activated protein kinase (AMPK) yang merupakan komponen metabolisme
glukosa dan lemak yang menyebabkan penurunan produksi gula hati dan
peningkatan pemakaian glukosa perifer di otot. Pada penelitian metformin
mempunyai efek memperbaiki fungsi dan histologi hati pada pasien non diabetik,
resistensi insulin pada pasien NAFLD dibanding plasebo. 11
Uygun dkk 14 menunjukkan bahwa terjadi penurunan yang signifikan
tingkatan steatosis pada USG abdomen yang mendapat terapi metformin.
D. SINDROM OVARIUM POLIKISTIK
Sindrom ovarium polikistik adalah hiperandrogenisme (hirsutisme, acne,
alopesia) dan menstruasi tidak teratur yang berhubungan dengan infertilitas.
Sindrom ovarium polikistik adalah kelainan endokrin pada perempuan dan
sebanyak 5 – 10 % pada usia produktif. 4,16,17
Perempuan dengan sindrom ovarium polikistik mempunyai kelainan
metabolisme androgen dan estrogen dan kontrol produksi androgen.
Konsentrasi tinggi dari hormon androgen seperti testosterone, androstenedion
dan dehidroepiandrosteron sulfat (DHEA-S) dapat ditemukan pada pasien. 18
Sindrom ovarium polikistik juga berhubungan dengan resistensi insulin
perifer, hiperinsulinemia dan obesitas memperberat kedua kelainan di atas.
Hiperinsulinemia secara langsung menyebabkan produksi testosteron meningkat
dan menurunkan sintesa hormon seks yang terikat globulin di hati yang akan
meningkatkan kadar total testosteron bebas. Resistensi insulin pada sindrom
ovarium polikistik adalah kelainan sekunder ikatan reseptor insulin dan
peningkatan kadar insulin yang menyebabkan peningkatan efek gonadotropin
pada ovarium.18
Hiperinsulinemia juga bertanggung-jawab terhadap dislipidemia dan
meningkatkan kadar plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) pada pasien
sindrom ovarium polikistik. Peningkatan PAI-1 adalah faktor resiko thrombus
intravaskuler. 18
Metformin memperbaiki resistensi insulin dan menurunkan
hiperinsulinemia pada pasien sindrom ovarium polikistik. Perbaikan
hiperinsulinemia berhubungan dengan penurunan kadar total dan testosteron
bebas dan meningkatkan kadar estradiol. Pemberian metformin secara klinik
memperbaiki hirsutisme, siklus menstruasi yang normal dan merangsang ovulasi
yang merupakan kelainan pada sindrom ovarium polikistik. 18
Gambar 1: Manfaat metformin pada sindrom ovarium polikistik
Dikutip dari Warren K, James MT. The Polycystic Ovar Syndrome-a starting point, not a
diagnosis. The Polycystic Ovarian Syndrome Association of Australia (www. posaa. asn. au)
E. K A N K E R
DM tipe 2 berhubungan dengan peningkatan resiko kanker. Banyak
penelitian yang menunjukkan bahwa diabetes berhubungan dengan
peningkatan resiko kanker payudara setelah setelah menopause. 19,20
Pada DM tipe 2 terjadi resistensi insulin dan hiperinsulinemia. Selain
efek metabolik, insulin juga mempunyai efek mitogenik yang dimediasi oleh
reseptor IGF-1 dan reseptor insulin. Penelitian epidemiologik menunjukkan
bahwa resistensi insulin dan hiperinsulinemia berhubungan dengan peningkatan
resiko keganasan sel epitel seperti pada kanker payudara, prostat, kolon dan
ginjal. 19,21
Penggunaan metformin berhubungan dengan penurunan resiko kanker
pada pasien DM tipe 2. Metformin mempunyai efek protektif terhadap
pertumbuhan kanker. Target metformin adalah AMP-activated protein kinase
yang menyebabkan pengambilan glukosa otot. Aktivasi dari AMP-activated
protein kinase melepaskan LKB 1 yang dikenal sebagai penekan tumor.
Hubungan antara metformin dengan LKB 1 yang menjelaskan manfaat
metformin pada pertumbuhan kanker. 20
Pada kanker metformin tidak beraksi sebagai obat “insulin sensitizing”,
tetapi berfungsi sebagai penghambat pertumbuhan kanker. Penghambat
pertumbuhan dimediasi dengan peningkatan aktivitas AMP-activated protein
kinase (AMPK) dan menekan sinyal target yaitu rapamysin. Metformin
mempunyai aktivitas anti tumor langsung dengan aktivasi AMPK dan
menghalangi metabolisme sel kanker. 19
Gambar 2: Manfaat metformin pada terapi kanker Dikutip dari Ryan JO Dowling, Pamela JG, Vuk Stambolik.Understanding the benefit of metformin use in cancer treatment. BMC Medicine. 2011; 9: 1-6
Currie dkk mengatakan bahwa perempuan DM yang mendapat
kemoterapi neoadjuvant untuk kanker payudara dilaporkan mempunyai respon
patologi yang lebih baik jika menggunakan metformin dibanding yang tidak
mendapat metformin. 19
Landman dkk melaporkan mortalitas lebih rendah pada pasien kanker
yang mendapat metformin dibanding yang tidak mendapat metformin. 19
Carolyn A dkk mengatakan bahwa metformin menurunkan resiko kanker
dan memperbaiki prognosis kanker pada pasien yang berhubungan dengan
hiperinsulinemia dan menunjukkan peranan metformin pada pengobatan kanker
kolorektal. 23
IV. RINGKASAN
Metformin adalah agen sensitif insulin dengan anti hiperglikemia poten.
Metformin menurunkan hiperglikemia pada DM tipe 2 sama dengan sulfonilurea,
thiazolindione dan insulin. Cara kerja metformin sebagai anti hiperglikemia adalah
menekan produksi glukosa hati khususnya glukoneogenesis dan meningkatan
sensitifitas insulin perifer.
Metformin juga digunakan untuk pengobatan penderita non diabetik
seperti pre-diabetik, sindrom metabolik, non alcoholic steatohepatitis (NASH),
sindrom ovarium polikistik dan kanker.
Metformin diindikasikan sebagai terapi tambahan pada diet dan
olahraga untuk memperbaiki kontrol gula pada pasien dewasa dan anak dengan DM
tipe 2. Metformin dikontraindikasikan pada penyakit ginjal atau gangguan ginjal,
asidosis metabolik dan hipersensitif terhadap metformin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Gustaviani R. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Aiwi I, et al, eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Vol III, 4 ed. Jakarta; Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006; 1857-1859.
2. Dmitri K, Samy I , James RS. Metformin: An Update. Ann Intern Med. 2002; 137: 25-
33.
3. Metformin hydrochloride tablets, Metformin hydrochloride extended-release tablets, Bristol-Myers Squibb Company: 3-31.
4. Clifford JB, Ian WC, et al. Metformin The Gold Standard A Scientific Handbook. Wiley 2007; 1-257.
5. Insulin Resistance and Pre-diabetes, National Diabetes Information Clearinghouse. US Department of Health an Human Service. National Institute of Health. 2008; 1-8.
6. Chimaroke E, Samuel DJ. Understanding and Identifying Pre-diabetes-Can We Halt the Diabetes Epidemic?. Division of Endocrinology, Diabetes and Metabolism, University of Tennessee Health Science Center. 2008; 16-18.
7. Mary KR, Kirsten H, et al. Many Americans Have Prediabetes and Should Be Considered for Metformin Therapy. American Diabetes Association. 2009; 1-13.
8. Metabolic Syndrom. Metabolic Syndrome Medpedia. Metabolic Syndrome. htm;1-8.9. C. Vitale, G Mercuro, et al. Metformin improves endothelial function in patients with
metabolic syndrome. Journal of Internal Medicine. 2005; 258: 250-256.10. Bryan D. Metformin Plus Weight Loss Intervention Reduces Symptoms of Metabolic
Syndrome in Obese Children. The Endocrine Society 90 th Annual Meeting. ENDO 2008; 1-2.
11. William WS, K.E. Thomson, et al. The Effect of Metformin and Standard Therapy versus Standard Terapy Alone in Nondiabetic Patients with Insulin Resistance and Nonalcoholic Steatohepatitis (NASH): a Pilot Trial. Ther Adv Gastroenterol. 2009; 2(3): 157-163.
12. Mark WR, Ira MJ. Nonalcoholic Fatty Liver Disease. Hospital Physician. 2002; 36-42.13. Michael C. Nonalcoholic Fatty Liver Disease: A Review of Current Understanding and
Future Impact. Clinical Gastroenterology and Hepatology. 2004; 2: 1048-1058.14. L Eslami, S Merat, S.N. Moghaddam. Treatment of Non-Alcoholic Fatty Liver Disease
(NAFLD): A Systemic Review. Middle East Journal of Digestive Disease. 2009; 1: 89-99.
15. Vincent WSW. Recent Advances in the Management of Nonalcoholic Fatty Liver Disease. The HongKong Medical Diary. 2008; 3: 19-22.
16. Metformin Therapy for The Management of Infertility in Women with Polycystic Ovary Syndrome, Royal College of Obstetricans and Gynaecologists. 2008; 13: 1-4.
17. Warren K, James MT. The Polycystic Ovary Syndrome-a Starting Point, not a diagnosis. The Polycystic Ovarian Syndrome Association of Australia (www. posaa. asn. au)
18. Polycystic Ovarian Syndrome Fertility Treatment with Metformin. www. advancedfertility. com/metformin-pcos-pregnancy. htm.
19. Michael B, Christian M, et al. Long-Term Metformin Use Is Associated With Decreased Risk of Breast Cancer. Diabetes Care. 2010; 33: 1304-1308.
20. Gijs WDL, Nanne K, et al. Metformin Associated with Lower Cancer Mortaliy in Type 2 Diabetes. 2010; 33: 322-326.
21. Vladimir NA. Metformin for aging a cancer prevention. Aging 2010; 2: 760-774.22. Ryan JOD, Pamela JG, Vuk S.Understandin the benefitof Metformin us in cancer
treatment. BMC Medicine. 2011; 9: 1-6.23. Carolyn A, Lilian A, et al. Metformin blocks the stimulative effect of a high energy
diet on colon carcinoma growth in vivo and associated with reduced expression of fatty acid synthase. Endocrine-Related Cancer. 2010; 17: 351-360.