8
Budidaya Gaharu, Satu Pohoh Hasilkan Puluhan Juta Elsewhere | Tue, Feb 17, 2009 at 13:07 | Kota Baru, Radar Banjarmasin Mahalnya harga jual getah dan pohon gaharu saat ini membuat banyak petani Kotabaru mulai tertarik untuk mengembangkan dan membudidayakan pohon gaharu. Selain memiliki harga ekonomis yang tinggi, pohon gaharu juga dapat tumbuh di kawasan hutan tropis. Pengembangan pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang sudah mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis pohon gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu beberapa tahun. Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat tumbuh di pekarangan warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki banyak kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu. Sementara harga getah gaharu mencapai Rp5-20 juta per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5 juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta per Kg. Salah seorang petani Kotabaru yang sudah mengembangkan pohon gaharu ini adalah Miran, warga Desa Langkang, Kecamatan Pulau Laut Timur. Menurutnya, untuk menanam pohon gaharu dan menghasilkan banyak getah diperlukan perawatan khusus. Saat pohon gaharu berumur sekitar 5-8 tahun, pohon yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu perlu disuntik dengan obat pemuncul getah. Setiap pohon diperlukan satu ampul dengan harga Rp300 ribu. Miran mengaku, ia sudah menjual sekitar 50 batang pohon gaharu yang masih berumur sekitar 1-3 tahun dengan nilai Rp19 juta. Ia juga telah menanam 500 batang pohon gaharu dengan umur satu tahun lebih dan tinggi sekitar 50 cm. Karena memiliki sifat tumbuh yang tidak jauh beda dengan tanaman hutan lainnya, setiap hektar lahan dapat ditanam sekitar 500 pohon

mat

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: mat

Budidaya Gaharu, Satu Pohoh Hasilkan Puluhan Juta

Elsewhere | Tue, Feb 17, 2009 at 13:07 | Kota Baru, Radar Banjarmasin

Mahalnya harga jual getah dan pohon gaharu saat ini membuat banyak petani Kotabaru mulai tertarik untuk mengembangkan dan membudidayakan pohon gaharu. Selain memiliki harga ekonomis yang tinggi, pohon gaharu juga dapat tumbuh di kawasan hutan tropis. Pengembangan pohon gaharu saat ini tak terlalu banyak dikenal orang. Hanya orang-orang tertentu saja yang sudah mengembangkan dan menanam pohon ini. Padahal, keuntungan dari bisnis pohon gaharu dapat mengubah tingkat kesejahteraan warga hanya dalam waktu beberapa tahun.

Selain dapat tumbuh di kawasan hutan, pohon gaharu juga dapat tumbuh di pekarangan warga. Karena itu sebenarnya warga memiliki banyak kesempatan untuk menanam pohon yang menghasilkan getah wangi ini. Banyaknya getah yang dihasilkan dari pohon gaharu tergantung dari masa tanam dan panen pohon tersebut. Misalnya untuk usia tanam selama 9 sampai 10 tahun, setiap batang pohon mampu menghasilkan sekitar 2 kilogram getah gaharu.

Sementara harga getah gaharu mencapai Rp5-20 juta per kilogram. Harga itu tergantung dari jenis dan kualitas getah gaharu. Untuk getah gaharu yang memiliki kualitas rendah dan berwarna kuning laku dijual Rp5 juta per Kg, sedangkan untuk getah pohon gaharu yang berwarga hitam atau dengan kualitas baik laku dijual Rp15-20 juta per Kg.

Salah seorang petani Kotabaru yang sudah mengembangkan pohon gaharu ini adalah Miran, warga Desa Langkang, Kecamatan Pulau Laut Timur. Menurutnya, untuk menanam pohon gaharu dan menghasilkan banyak getah diperlukan perawatan khusus.

Saat pohon gaharu berumur sekitar 5-8 tahun, pohon yang tumbuh seperti pohon hutan alam itu perlu disuntik dengan obat pemuncul getah. Setiap pohon diperlukan satu ampul dengan harga Rp300 ribu. Miran mengaku, ia sudah menjual sekitar 50 batang pohon gaharu yang masih berumur sekitar 1-3 tahun dengan nilai Rp19 juta. Ia juga telah menanam 500 batang pohon gaharu dengan umur satu tahun lebih dan tinggi sekitar 50 cm.

Karena memiliki sifat tumbuh yang tidak jauh beda dengan tanaman hutan lainnya, setiap hektar lahan dapat ditanam sekitar 500 pohon gaharu dengan jarak tanam sekitar 3-4 kali 6 meter.

Bibit pohon gaharu tersebut ia peroleh dari Samarinda, Kalimantan Timur, yang sebelumnya dikembangkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Harga bibit dari Rp7.500 sampai Rp10.000 per pohon.

Untuk pemasaran tidak perlu repot, karena banyak pembeli yang siap mendatangi mereka yang memiliki getah gaharu. Pengusaha transportasi itu juga berharap usaha yang ia rintis dapat diikuti masyarakat dan petani lain di Kotabaru. Apalagi bila mengingat masih banyak lahan tidur dibiarkan terbengkalai mubazir.

“Jika lahan tidur di wilayah kita dikembangkan dengan menanam gaharu, maka 10-15 tahun kemudian akan menghasilkan uang ratusan juta,” terang Miran. Sebelumnya, Miran sudah mencoba beberapa tanaman kebun, namun hasilnya tidak seperti menanam pohon gaharu. Dalam satu pohon usia dewasa dapat menghasilkan uang puluhan juta rupiah,

Selain Miran banyak petani lain di Desa Betung, Langkang Lama, Langkang Baru, Gunung Ulin dan Sebelimbingan yang mulai mengembangkan kayu yang biasa diambil getahnya untuk bahan minyak

Page 2: mat

dan bahan obat-obatan tersebut.(Narullah)Prospek Budidaya Gaharu Secara Ringkas

Sesuai dengan kondisi habitat alami, gaharu tumbuh baik pada dataran rendah hingga berbukit (< 750 mdpl). Jenis Aquilaria spp. tumbuh optimal pada jenis tanah Podsolik merah kuning, tanah lempung berpasir dengan drainase sedang sampai baik, iklim A-B, kelembaban 80%, suhu 22-28 derajat celsius, curah hujan 2000-4000 mm/th. Pohon gaharu tidak baik tumbuh di tanah tergenang, rawa, ketebalan solum tanah kurang 50 cm, pasir kwarsa, tanah dengan pH < 4.

Gubal dan kemedangan gaharu yang tadinya hanya didapatkan dari alam langsung sekarang sudah dapat dbudidayakan sebagaimana tanaman perkebunan/hutan tanaman lainnya. Penguasaan teknik rekayasa/ stimulasi pemunculan gubal gaharu memberikan peluang bagi pengusahaan dan budidaya pohon gaharu yang lebih menjanjikan, dari mulai penyemaian, pembibitan, , penyiapan lahan, penanaman, perawatan, rekayasa inokulasi (pemasukan jamur Fusarium pembentuk) dan pemanenan. Inokulasi dilakukan setelah pohon gaharu berumur 4-5 tahun. Dan setelah 1-2 tahun kemudian dapat di panen.

Penanaman pohon gaharu sebaiknya dilakukan secara tanaman sela dan berada di bawah naungan tegakan lain misal karet, sawit, durian dsb karena sifat permudaan gaharu yang bersifat toleran terhadap cahaya (butuh naungan). Jika ditanam secara monokultur dan tanpa naungan resiko kegagalan penanaman lebih tinggi.

Kebutuhan gaharu dunia sangat besar quota Indonesia 300 ton/tahun baru dapat dipenuhi 10 % inipun lebih banyak didapatkan dengan cara (illegal) dan ini berasal dari gaharu alam. Oleh karena peluang budidaya gaharu sangat prospektif.

Penanganan Bibit Gaharu Cabutan/Stump

Berikut ini kami sampaikan beberapa catatan untuk mendukung keberhasilan pemeliharaan bibit gaharu

Page 3: mat

(Aquilaria malaccensi) yang berasal dari cabutan/stump (pengiriman dari tempat lain) :

Pemeliharaan bibit yang berasal dari cabutan/stump harus terlebih dahulu dikondisikan dengan penyungkupan. Pemeliharaan bibit tanpa penyungkupan beresiko kegagalan walaupun bedeng pemeliharaan telah diletakkan di bawah naungan sekalipun. Ikuti petunjuk teknis pembuatan sungkup sebagaimana yang kami lampirkan. Sungkup terbuat dari plastic dan plastic sungkup tersebut dapat diperoleh dari toko peralatan pertanian atau toko plastic.

Media tanam sebaiknya merupakan campuran topsoil : kompos : pasir (2:1:1) Penyiraman pertama harus betul-betul jenuh air dan penyiraman berikutnya hanya dilakukan

jika media tanam terlihat kering. Dalam penyiraman tersebut dihindari membuka sungkup ukuran besar, cukup hanya dimasuki selang/lobang kecil.

Peletakan sungkup/bedeng pemeliharaan harus di bawah naungan tegakan (sebaiknya rindang) sehingga tidak ada sinar matahari langsung dengan intensitas tinggi dan lama. Paranet/shading net 75% diperlukan jika naungan tegakan kurang dan sebaiknya diatas sungkup diberikan lagi jerami/ pelepah daun kelapa/sawit. Periksa jika terjadi kebocoran pada sungkup.

Hindari membuka-tutup sungkup cukup sering. Dengan pembuatan sungkup yang tepat, kondisi di dalam sungkup akan terlihat mengembun dan tidak kering. Jika terlalu sering membuka dan menutup sungkup bibit beresiko kematian.

Setelah 3-4 minggu, sungkup dibuka secara bertahap, dilarang membuka sungkup sekaligus. Contoh : hari pertama dibuka 0,5 meter, hari kedua 1 meter dan seterusnya. Jika dibuka sekaligus bibit beresiko kematian.

Setelah dikeluarkan dalam sungkup, bibit dipeliharan dibawah naungan paranet dan sebaiknya juga di bawah tegakan agar tercipta iklim yang baik bagi pertumbuhan bibit.

"Sudah gaharu, cendana pula". Itulah pepatah yang menggambarkan bahwa kedua jenis kayu tersebut melambangkan kemakmuran. Kayu cendana maupun gaharu (dari genus Aquilaria spp) merupakan kekayaan sumber daya alam dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi.

"Sudah gaharu, cendana pula". Itulah pepatah yang menggambarkan bahwa kedua jenis kayu tersebut melambangkan kemakmuran. Kayu cendana maupun gaharu (dari genus Aquilaria spp) merupakan kekayaan sumber daya alam dengan nilai ekonomi yang sangat tinggi.

Getah kayu memiliki nilai ekonomi yang tinggi, seperti gondorukem, getah gaharu yang terinfeksi, getah karet, dan banyak jenis lainnya. Kadang getah diambil dengan cara melukai pohon yang mengakibatkan kondisi kayu menjadi rusak.

Bagi kalangan tertentu, manfaat kayu gaharu telah membuahkan keuntungan yang cukup besar. Nilai ekonomis gaharu sebenarnya terletak pada gubal gaharu yang muncul setelah pohon gaharu terinfeksi dan mati. Gubal gaharu yang mengandung damar wangi (Aromatic resin) yang mempunyai aroma khas. Di Indonesia, dijumpai tidak kurang dari 16 jenis tumbuhan penghasil gubal gaharu.

Gubal gaharu tersebut akan tumbuh di tengah batang pohon gaharu. Secara tradisional digunakan sebagai bahan pewangi dan upacara keagamaan masyarakat Hindu dalam bentuk hio dan setanggi (dupa). Saat ini telah dikembangkan sebagai salah satu bahan baku dalam industri kosmetik, elektronik dan obat-obatan.

Adapun obat-obatan tersebut untuk menyembuhkan stres, reumatik, lever, radang lambung, radang ginjal dan kanker. Selain gubal gaharu, juga terdapat damar gaharu, kamedangan (kadar damar wangi rendah) dan abu gaharu (serbuk kayu gaharu).

Page 4: mat

Data Asosiasi Pengusaha Gaharu Indonesia (Asgarin) menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai kuota ekspor gaharu mencapai 300 ton per tahun namun akibat tingkat perburuan yang tinggi sehingga yang terpenuhi hanya sekitar 10-20 persen dari kuota tersebut.

Tingkat kelangkaan kayu gaharu juga mulai terlihat sejak tahun 1980-an ketika perburuan gaharu mulai dilakukan besar-besaran karena nilai ekspor yang tinggi.

Tidak jarang ditemui banyak pohon gaharu yang sudah mati belum saatnya karena pencarian gubal yang begitu gencar. Padahal, secara alamiah gubal tersebut akan muncul pada gaharu yang terinfeksi jamur. Akibatnya banyak gaharu yang ditebang dan sudah mulai langka, baik di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Papua dan Maluku.

Sejak saat itulah gaharu, khususnya jenis A malaccensis Lamk telah masuk dalam daftar Apendix II pada Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) IX di Florida November 1994. Ini artinya, penebangan kayu gaharu dan ekspor hasil ikutannya seperti gubal gaharu harus dibatasi.

Jenis lain yang juga mulai langka adalah Gyrimops cumingaina yang banyak dijumpai di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur. Dengan demikian gaharu jenis ini hanya bisa diperdagangkan jika diambil dari hasil bui daya dan bukan dari alam untuk mencegah kepunahan. Untuk jenis terbaik dari gubal gaharu kelas super harganya mencapai tiga hingga empat juta rupiah per kilogram (kg).

Jenis Gubal

Dalam perdagangan gaharu biasanya dikenal dengan beberapa jenis gubal gaharu dari yang terbaik adalah kelas Super, AB, BC, C1 dan C2 (Kemedangan). Data yang ada menunjukkan bahwa sumbangan gaharu untuk devisa negara pada tahun 1995 mencapai Rp 6,2 miliar.

Rata-rata peningkatan ekspor gaharu terus meningkat dengan tujuan Singapura, Saudi Arabia, Uni Emirat Arab, Jepang dan Eropa. Tingkat kebutuhan dan nilai ekonomis yang tinggi menyebabkan banyak kalangan berupaya mendapatkan gubal gaharu tersebut.

Oleh sebab itu, kalangan pengusaha, aparat kehutanan dan pemerintah daerah serta masyarakat saat ini sangat mendukung upaya budidaya yang dikaitkan dengan pengembangan hutan kemasyarakatan.

Ini sangat penting mengingat budi daya gaharu pun sebenarnya bisa dilakukan dengan teknik tumpang sari pada tanaman tahunan seperti karet dan pohon sengon. Budi daya tersebut lalu didukung dengan teknik inokulasi dengan menyuntikan mikoriza (sejenis jamur) untuk mendapatkan gubal gaharu.

Nikmat gaharu mulai dirasakan oleh Usman Mansyur (41), warga desa Pulau Aro, Kecamatan Tabir Ulu, Kabupaten Merangin, Jambi. Usman mengenal gaharu sejak tahun 1985 ketika banyak yang datang ke desanya dan mencari gubal gaharu. Sejumlah petani di desa tersebut pun masuk hutan untuk mendapatkan gubal gaharu. Semakin hari ternyata semakin sulit mencari pohon gaharu.

Atas dorongan berbagai pihak, melalui Kelompok Tani Penghijauan Indah Jaya, Usman bersama 116 petani lain di desa tersebut mulai membudidayakan gaharu di atas areal sekitar 100 hektare (ha). Tidak kurang dari 200.000 bibit gaharu sudah terjual. Sejak setahun lalu, permintaan bibit berdatangan dari

Page 5: mat

Kalimantan Tengah, Suamtera Barat, Lampung, Jakarta dan Bogor. Usman mematok harga Rp 3.500 per bibit gaharu di lokasi pembibitan.

"Petani-petani sudah membudidayakan gaharu di lahan pertanian dengan tumpang sari pada tanaman karet dan sengon. Sedangkan penjualan bibit yang diambil dari alam sudah membantu anggota kelompok kami," kata Usman.

Pada usia lima hingga enam tahun pohon gaharu sudah dapat dipanen setelah disuntik dengan mikoriza dan pada bulan ke-enam mulai menunjukkan tanda-tanda terinfeksi. Gaharu pun menjadi potensi tersendiri bagi Kabupaten Merangin dengan jumlah penduduk 254.203 jiwa dan luas wilayah sekitar 767.900 ha ini.

Lahan yang tersedia dan bibit yang mudah diperoleh, biaya produksi sekitar Rp 147.000 juta untuk satu hektare lahan (sekitar 600 batang pohon, Red) seakan-akan tidak menjadi beban bagi para petani tersebut. Pola seperti ini sebenarnya sejalan dengan pengembangan hutan kemasyarakatan.

Prospek

Prospek cerah inipun mendorong Syafaruddin dan Joni Surya dari Bengkulu untuk mengembangkan dan menjual bibit gaharu. Bisnis percetakan yang dirintisnya pun dikembangkan dengan pembibitan gaharu. Permintaan bibit yang dibudidayakan baik melalui benih maupun stek terus meningkat. Bahkan, sejumlah pohon gaharu di sekitar pemukimannya telah dibeli dan tinggal menunggu panen gubal gaharu.

Namun demikian, prospek bisnis tersebut tidak menghadapi masalah. Menurut Syasri Wirzal, pedagang gaharu asal Pekan Baru ini, kendala perdagangan kayu gaharu adalah masih banyak penyelundupan sehingga mempengaruhi fluktuasi harga.

Hal tersebut menyebabkan keuntungan yang diambil lebih banyak oleh importir di Singapura dan menyebabkan harga tidak stabil. Pemerintah seharusnya mencegah agar tingkat penyelundupan dapat ditekan, apalagi pintu ekspor masih didominasi melalui Singapura.

Kondisi tersebut, jelasnya, menunjukkan bahwa budidaya yang tengah dilakukan juga harus diantisipasi dengan menjaga harga pasar yang stabil.

"Tidak menutup kemungkinan pada saat panen berlebihan harga akan anjlok sehingga petani merasa dirugikan. Untuk tanaman tahunan seperti ini perlu dijaga benar kondisi harga sehingga tidak dipermainkan oleh importir," kata Ketua Asgarin Provinsi Riau ini di Jambi beberapa waktu lalu di sela-sela kegiatan Temu Usaha Gaharu.

Indonesia memiliki kekayaan sumber daya hayati yang cukup besar. Nilai tambah keunggulan tersebut semakin baik jika tidak sekadar mengandakan bahan baku atau produk primer saja. Dengan demikian, potensi gubal gaharu seharusnya tidak langsung diekspor tetapi diolah sesuai kebutuhan konsumen.

Langkah ini pun semakin berdampak pada kesejahteraan pelaku usaha pengolahan gaharu dan tidak saja menguntungkan pedagang pengumpul gaharu. Sampai saat ini, keberadaan industri pengolahan harus diakui masih sangat minim

Page 6: mat