22
Mata Merah dan Gatal dengan Riwayat Alergi Panas dan Debu PENDAHULUAN Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh berbagai hal diantaranya disebabkan oleh alergi. Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Di negara-negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual tersebut mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari peradangan ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat seperti keratokonjungtivitis alergi. Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi. Penyulit yang bisa terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang menyebabkan kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit ini menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik.

Mata Merah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmm

Citation preview

Page 1: Mata Merah

Mata Merah dan Gatal dengan Riwayat Alergi Panas dan

Debu

PENDAHULUAN

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan

bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam

gejala, salah satunya adalah mata merah. Konjungtivitis disebabkan oleh berbagai hal

diantaranya disebabkan oleh alergi. Konjungtivitis alergi merupakan bentuk radang konjungtiva

akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasanya dan

reaksi lambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik.

Di negara-negara maju, 20-30% populasi mempunyai riwayat alergi, dan 50% individual

tersebut mengidap konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi bisa berlangsung dari peradangan

ringan seperti konjungtivitis alergi musiman atau bentuk kronik yang berat seperti

keratokonjungtivitis alergi. Komplikasi sangat jarang ditemukan pada konjungtivitis alergi.

Penyulit yang bisa terjadi adalah keratokonus dan tukak kornea. Konjungtivitis alergi jarang

menyebabkan kehilangan penglihatan. Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian

besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun dapat pula prognosis penyakit

ini menjadi buruk bila terjadi komplikasi yang diakibatkan oleh penanganan yang kurang baik.

PEMBAHASAN

Anatomi dan Fisiologi

Konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus

permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera

(konjungtiva bulbaris). Konjungtiva bersambungan dcngan kulit pada tepi kelopak

(persambungan mukokutan) dan dengan epitel kornea di limbus. Konjungtiva terdiri dari tiga

bagian:

a. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra)

b. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata)

Page 2: Mata Merah

c. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior

palpebra dan bola mata).3

Gambar 1. Anatomi Konjungtiva

Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke

tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada fornices

superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.3

Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali.

Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva

sekretorik. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke kapsul tenon dan sclera di bawahnya,

kecuali di limbus (tempat kapsul Tenon dan konjungtiva menyatu sejauh 3 mm),. Lipatan

konjungtiva bulbaris yang tebal, mudah bergerak dan lunak (plika semilunaris) terlelak di

kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur

epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika

semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung baik elemen kulit dan membran

mukosa.3

Konjungtiva forniks struktumya sama dengan konjungtiva palpebra. Tetapi hubungan dengan

jaringan dibawahnya lebih lemah dan membentuk lekukan-lekukan. Juga mengandung banyak

pembuluh darah. Oleh karena itu, pembengkakan pada tempat ini mudah terjadi bila terdapat

peradangan mata.2

Jika dilihat dari segi histologinya, lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima

lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel konjungtiva di dekat

2

Page 3: Mata Merah

limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri

dari sel-sel epitel skuamosa.3

Sel-sel epitel superficial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus.

Mukus mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk dispersi lapisan air mata secara

merata di seluruh prekornea. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel-sel superficial

dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.3

Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa

(profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat

mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak

berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa

konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian

menjadi folikuler. Lapisan fibrosa tersusun dari Jaringan penyambung yang melekat pada

lempeng tarsus. Hal ini menjelaskan gambaran reaksi papiler pada radang konjungtiva. Lapisan

fibrosa tersusun longgar pada bola mata.3

Kelenjar airmata asesori (kelenjar Krause dan Wolfring), yang struktur dan fungsinya mirip

kelenjar lakrimal, terletak di dalam stroma. Sebagian besar kelenjar Krause berada di forniks

atas, dan sedikit ada di forniks bawah. Kelenjar Wolfring terletak di tepi atas tarsus atas.3

Definisi konjungtivitis alergi

Konjungtivitis adalah peradangan pada selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan

bagian dalam kelopak mata. Peradangan tersebut menyebabkan timbulnya berbagai macam

gejala, salah satunya adalah mata merah. Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan

dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak sekret purulen kental.

Konjungtivitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri, alergi, atau kontak dengan benda asing,

misalnya kontak lensa.2

Salah satu bentuk konjungtivitis adalah konjungtivitis alergi. Konjungtivitis alergi adalah

peradangan konjungtiva yang disebabkan oleh reaksi alergi atau hipersensitivitas tipe humoral

ataupun sellular. Konjungtiva sepuluh kali lebih sensitif terhadap alergen dibandingkan dengan

kulit.2

Anamnesis

Dimulai dengan pertanyaan tentang sifat dan beratnya keluhan yang disampaikan pasien

kepada dokter. ‘kapan dan bagaimana mulanya, bagaimana perjalanannya (bertambah,berkurang,

3

Page 4: Mata Merah

tetap, terjadi sebentar-sebentar, naik turun), dan bagaimana frekuensinya’. Akhirnya, selalu

tanyakan kemungkinan penyakit lain, pemakaian obat, penyakit yang lalu, pembedahan,dan

tentang keluarga.4

1. Biodata/Identitas. Biodata anak mencakup nama, umur, jenis kelamin. Biodata orang tua

perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi nama, umur, agama,

suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.

2. Keluhan utama

3. Riwayat penyakit sekarang yang menyertai

- Apakah ada mata merah, perih, gangguan penglihatan, gatal, bersekret ?

- Apakah mengenai satu mata atau kedua mata?

- Sejak kapan, lama serangan?

- Pola serangan (mendadak atau berangsur-angsur)

- Keadaan sebelum, selama dan setelah kejadian

- Apakah ada nyeri bola mata, nyeri kepala, dan sebagainya.

4. Riwayat penyakit dahulu. Pada anak, sebelum mengalami serangan seperti mata merah ini

ditanyakan apakah penderita pernah mengalami mata merah sebelumnya, umur berapa saat

mata merah terjadi terjadi untuk pertama kali. Pada dewasa, apakah ada riwayat masalah

penglihatan sebelumnya, adakah riwayat diabetes melitus, adakah riwayat hipertensi, adakah

riwayat penyakit neurologis, pernahkah pasien mengalami terapi mata tertentu (misalnya

laser), adakah riwayat pemakaian obat yang mungkin menyebabkan gejala gangguan

penglihatan atau pemakaian obat untuk mengobati penyakit mata (misalnya tetes mata untuk

glaucoma).

5. Riwayat kesehatan keluarga

- Adakah riwayat masalah penglihatan turunan dalam keluarga (misalnya glaucoma)?

- Adakah riwayat gejala gangguan mata dalam keluarga (misalnya penularan konjungtivitis

infektif)?

Pemeriksaan Fisik

Pertama kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi, respirasi

dan suhu.2

Inspeksi mata. Adakah kelainan yang terlihat jelas (misalnya mata merah, asimetri,

nistagmus yang jelas dan ptosis).

4

Page 5: Mata Merah

o Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan

kemampuan palpebra untuk menutup sempurna

o Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar lakrimalis

dan sakus lakrimalis

o Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus atau

pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel,

membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada

konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum,

kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna sekret,

kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi konjungtival, siliar,

atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron, bercak degenerasi,

pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium.

o Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat apakah

ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan berbentuk bulan

sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan kesimetrisan pupil.

o Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk huruf

H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa nyeri saat

pergerakan.5

Pada konjungtivitis, hasil pemeriksaan fisik biasanya ditemukan visus yang normal, hiperemi

konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang bengkak, kemosis,

hipertrofi papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten dan adenopati preaurikular.

Pemeriksaan ketajaman penglihatan (visus). Ketajaman penglihatan perlu dinilai terutama

pada anak usia sekolah dengan menggunakan karta-mata yang menampilkan huruf Snellen, huruf

Bailey-Lovie, huruf ‘HOTV’ atau pengenalan gambar Allan. Bagi anak usia 11 tahun, visus

sama seperti orang dewasa yaitu 20/20. Ketajaman penglihatan diperiksa dengan menutup salah

satu mata dan memastikan apakah pasien dapat membaca huruf dengan ukuran yang bervariasi

dengan mata yang tidak tertutup. Lebih formal, kartu Snellen dengan jarak 6 meter dapat

digunakan untuk pemeriksaan pada tiap-tiap mata secara bergantian. Jika pasien hanya dapat

membaca huruf pada kartu Snellen dengan jarak 6 meter, yang pada orang normal dapat terbaca

pada jarak 60 meter, visusnya 6/60. Lakukan tes ketajaman penglihatan di kedua bola mata,

5

Page 6: Mata Merah

misalnya dengan kartu snellen untuk penglihatan jauh dan dengan kartu jaeger untuk penglihatan

dekat. Lakukan tes penglihatan warna misalnya dengan menggunakan kartu ishihara. Lakukan

tes lapang pandang dengan tes konfrontasi dan periksa adanya bintik buta. Lakukan tes gerak

bola mata tanyakan mengenai diplopia dan istagmus. Periksa mata dengan oftalmoskop pada

mata adalah bagian vital dari pemeriksaan fisik lengkap. Pemeriksaan ini bisa menggunakan efek

keadaan sistemik seperti hipertensi dan diabetes melitus, yang menyebakan disfungsi penglihatan

seperti atrofi melitus, dan mengungkapkan keadaan keadaan seperti peningkatan tekanan

intrakranial dengan ditemukannya edema papil.

Optimalkan kondisi untuk pemeriksaan funduskopi. Pasien maupun pemeriksa harus merasa

nyaman. Pemeriksa pasien dalam ruangan gelap dengan oftalmoskop yang bisa amenghasilkan

cahaya terang, dan jika perlu di gunakan zat untuk dilatasi pupil (kontraiindikasi hanya pada

kasus cedera kepala baru yang memerlukan rangkaian pemeriksaan pupil atau bila ada resiko

glaukoma sudut akut).

Minta pasien untuk memusatkan pandangan ke objek yang jauh. Periksa mata kanan pasien

dengan mata kanan anda dan mata kiri pasien dengan mata kiri anda. Mula-mula periksa dari

jarak jauh adakah refleks merah dan jika ada pertimbangkan opasitas lensa seperti katarak.

Kemudian periksa diskus optikus (untuk menilai bantuk, warna, tepi, cup fisiologis), bagian

perifer retina dengan mengikuti pembuluh darah utama ke arah luar menjauhi diskus (untuk

mencari pembuluh darah, perdarahan, eksudat, pigmentasi) dan terakhir makula.

Adanya edema papil, perdarahan atau eksudat, atau keluhan utamanya hilang penglihatan,

memerlukan penjelasan dari pasien.

Pemeriksaan penunjang

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula

eosinofilik bebas. Pada pemeriksaan darah ditemukan eosinofilia dan peningkatan kadar serum

IgE.

Pada konjungtivitis vernal, terdapat sebagian besar sel yang secara rutin tampak dalam

jaringan epitel. Pengawetan yang lebih baik adalah menggunakan glutaraldehyde, lapisan plastik,

dan ditampilkan pada media sehingga dapat memungkinkan untuk menghitung jumlah sel

ukuran 1 berdasarkan jenis dan lokasinya. Jumlah rata-rata sel per kubik milimeter tidak

melampaui jumlah normal. Diperkirakan bahwa peradangan sel secara maksimum seringkali

berada dalam kondisi konjungtiva normal. Jadi, untuk mengakomodasi lebih banyak sel dalam

6

Page 7: Mata Merah

proses peradangan konjungtivitis vernal, maka jaringan akan membesar dengan cara peningkatan

jumlah kolagen dan pembuluh darah.

Jaringan tarsal atas yang abnormal ditemukan dari empat pasien konjungtivitis vernal yang

terkontaminasi dengan zat imun, yaitu: dua dari empat pasien mengandung spesimen IgA-, IgG-,

dan IgE- secara berlebih yang akhirnya membentuk sel plasma. Sel-sel tersebut tidak ditemukan

pada konjungtiva normal dari dua pasien lainnya.

Kandungan IgE pada air mata yang diambil dari sampel serum 11 pasien konjungtivitis

vernal dan 10 subjek kontrol telah menemukan bahwa terdapat korelasi yang signifikan antara air

mata dengan level kandungan serum pada kedua mata. Kandungan IgE pada air mata

diperkirakan muncul dari serum kedua mata, kandungan IgE dalam serum (1031ng/ml) dan pada

air mata (130ng/ml) dari pasien konjungtivitis vernal melebihi kandungan IgE dalam serum

(201ng/ml) dan pada air mata (61ng/ml) dari orang normal. Butiran antibodi IgE secara spesifik

ditemukan pada air mata lebih banyak daripada butiran antibodi pada serum. Selain itu, terdapat

18 dari 30 pasien yang memiliki level antibodi IgG yang signifikan yang menjadi butiran pada

air matanya. Orang normal tidak memiliki jenis antibodi ini pada air matanya maupun serumnya.

Hasil pengamatan ini menyimpulkan bahwa baik IgE- dan IgG- akan menjadi perantara

mekanisme imun yang terlibat dalam patogenesis konjungtivitis vernal, dimana sistesis lokal

antibodi terjadi pada jaringan permukaan mata. Kondisi ini ditemukan negatif pada orang-orang

yang memiliki alergi udara, tetapi pada penderita konjungtivitis vernal lebih banyak

berhubungan dengan antibodi IgG dan mekanisme lainnya daripada antibodi IgE.

Kandungan histamin pada air mata dari sembilan pasien konjungtivitis vernal (38ng/ml)

secara signifikan lebih tinggi daripada kandungan histamin air mata pada 13 orang normal

(10ng/ml, P<0.05). Hal ini sejalan dengan pengamatan menggunakan mikroskopi elektron yang

diperkirakan menemukan tujuh kali lipat lebih banyak sel mastosit dalam substantia propia

daripada dengan pengamatan yang menggunakan mikroskopi cahaya. Sejumlah besar sel

mastosit ini terdapat pada air mata dengan level histamin yang lebih tinggi.

Kikisan konjungtiva pada daerah-daerah yang terinfeksi menunjukkan adanya banyak

eosinofil dan butiran eosinofilik. Ditemukan lebih dari dua eosinofil tiap pembesaran 25x dengan

sifat khas penyakit (pathognomonic) konjungtivitis vernal. Tidak ditemukan adanya akumulasi

eosinofil pada daerah permukaan lain pada level ini.5,7

Epidemiologi

7

Page 8: Mata Merah

Konjungtivitis alergi dijumpai paling sering di daerah dengan alergen musiman yang tinggi.

Keratokonjungtivitis vernal paling sering di daerah tropis dan panas seperti daerah mediteranian,

Timur Tengah, dan Afrika. Keratokonjungtivitis vernal lebih sering dijumpai pada laki-laki

dibandingkan perempuan, terutamanya usia muda (4-20 tahun). Biasanya onset pada dekade

pertama dan menetap selama 2 dekade. Gejala paling jelas dijumpai sebelum onset pubertas dan

kemudian berkurang. Keratokonjungtivitis atopik umumnya lebih banyak pada dewasa muda.4

Etiologi

Konjungtivitis alergi dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti :

a. reaksi alergi terhadap debu, serbuk sari, bulu binatang

b. iritasi oleh angin, debu, asap, dan polusi udara

c. pemakaian lensa kontak terutama dalam jangka panjang.1

Diagnosis kerja

Konjungtivitis vernal adalah peradangan konjungtiva bilateral dan berulang (recurrence)

yang khas, dan merupakan suatu reaksi alergi. Penyakit ini jugadikenal sebagai “konjungtivitis

musiman” atau “konjungtivitis musim kemarau” Sering terdapat pada musim panas di

negeridengan empat musim, atau sepanjang tahun di negeri tropis (panas).

Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang lebih serius dimana penyebabnya

tidak diketahui. Kondisi paling sering terjadi pada anak laki-laki, khususnya yang berumur

kurang dari 10 tahun yang memiliki eksema, asma, atau alergi musiman. Konjungtivitis vernal

biasanya kambuh setiap musim, biasanya mengenai kedua mata. Tandanya, selain mata berwarna

merah, mata juga akan terasa gatal. Gatal ini juga sering kali dirasakan dihidung. Produksi air

mata juga berlebihan sehingga mata sangat berair. Konjungtivitis alergi terbagi kepada empat

tipe yaitu ;

Konjungtivitis Hay Fever

Tanda dan gejala : Radang konjungtivitis non-spesifik ringan umumnya menyertai “hay fever”

(rhinitis alergika). Bianya ada riwayat alergi terhadap tepung sari, rumput, bulu hewan, dan

lainnya. Pasien mengeluh gatal, kemerahan, berair mata, mata merah, dan sering mengatakan

bahwa matanya seakan-akan “tenggelam dalam jaringan sekitarnya”. Terdapat injeksi ringan di

konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbaris, selama serangan akut sering ditemukan

kemosis berat (yang menjadi sebab kesan “tenggelam” tadi). Mungkin terdapat sedikit kotoran

8

Page 9: Mata Merah

mata, khususnya setelah pasien mengucek matanya. Laboratorium : Eosinofil sulit ditemukan

pada kerokan konjungtiva.3

Keratokonjungtivitis vernal

Tanda dan gejala : Keratokonjungtivitis vernal ditandai dengan sensasi panas dan gatal pada

mata terutama apabila pasien berada di daerah yang panas. Gejala lain termasuk fotofobia ringan,

lakrimasi, sekret kental dapat ditarik seperti benang dan kelopak mata terasa berat. Pada tipe

palpebral, terdapat papil-papil besar/raksasa yg tersusun sepertt batu bata (cobble stones

appearance). Cobble stones menonjol, tebal dan kasar karena serbukan limfosit, plasma,

eosinofil dan akumulasi kolagen & fibrosa. Hal ini dapat menggesek kornea sehingga timbul

ulkus kornea. Pada tipe bulbar/limbal terlihat penebalan sekeliling limbus karena massa putih

keabuan. Kadang-kadang ada bintik-bintik putih (Horner-Trantas dots), yang terdiri dari

sebukan sel limfosit, eosinofil, sel plasma, basofil serta proliferasi jaringan kolagen dan fibrosa

yang semakin bertambah. Laboratorium : Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa

terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas.3,5

Keratokonjungtivitis atopik

Tanda dan gejala : Gejala keratokonjungtivitis atopic berupa sensasi terbakar, bertahi mata,

berlendir, merah, dan fotofobia. Pada pemeriksaan tepi palpebra eritemosa, dan konjungtiva

tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun papilla raksasa tidak berkembang

seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda

dengan papilla raksasa pada keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-

tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi

konjungtivitis terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan

vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi, dan

ketajaman penglihatan menurun. Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema)

pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopi sejak bayi.

Keratokonjungtivitis atopik berlangsung lama dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi.

Seperti keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia

50 tahun. Laboratorium : Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak

yang terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.3,5

Konjungtivitis giant papillary

9

Page 10: Mata Merah

Dari anamnesa didapatkan riwayat pemakaian lensa kontak terutama jika memakainya melewati

waktunya. Juga ditemukan keluhan berupa mata gatal dan berair. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan hipertrofi papil. Pada awal penyakit, papilnya kecil (sekitar 0,3mm diameter). Bila

iritasi terus berlangsung, papil kecil akan menjadi besar ( giant) yaitu sekitar 1mm diameter.2

Diagnosis banding

Klinik & sitologi Viral Bakteri Vernal

Gatal Minim Minim Hebat

Hiperemia Profuse Sedang Sedang

Eksudasi Minim Menguncur Minim

Adenopati preurikular Lazim Jarang Tidak ada

Pewarnaan kerokan &

eksudatMonosit Bakteri, PMN Eosinofil

Sakit tenggorokan Kadang Kadang Tak pernah

Lakrimasi ++ + +

Patofisiologi

Tipe reaksi immunologi yang didapatkan pada konjungtivitis alergi berupa reaksi

hipersensitivitas tipe 1 (tipe cepat) yang berlaku apabila individu yang sudah tersentisisasi

sebelumnya berkontak dengan antigen yang spesifik. Imunoglobulin E (IgE) mempunyai afinitas

yang kuat terhadap sel mast, dan cross-link 2 IgE oleh antigen akan menyebabkan degranulasi

sel mast.2

Degranulasi sel mast mengeluarkan mediator-mediator inflamasi di antaranya histamin,

triptase, chymase, heparin, chondroitin sulfat, prostaglandin, thromboxane, and leukotriene.

Mediator-mediator ini bersama dengan faktor-faktor kemotaksis akan menyebabkan peningkatan

10

Page 11: Mata Merah

permeabilitas vaskular dan migrasi sel neutrophil dan eosinophil. Ini merupakan reaksi alergi

yang paling sering pada mata.2

Manifestasi klinik

Gejala yang mendasar adalah rasa gatal, manifestasi lain yang menyertai meliputi mata

berair, sensitif pada cahaya, rasa pedih terbakar, dan perasaan seolah ada benda asing yang

masuk. Penyakit ini cukup menyusahkan, muncul berulang, dan sangat membebani aktivitas

penderita sehingga menyebabkan ia tidak dapat beraktivitas normal.1,2,7

Terdapat dua bentuk klinik, yaitu :

Bentuk palpebra, terutama mengenai konjungtiva tarsal superior. Terdapat pertumbuhan

papil yang besar (cobble stone) yang diliputi sekret yang mukoid. Konjungtiva tarsal

bawah hiperemi dan edema, dengan kelainan kornea lebih berat dibanding bentuk limbal.

Secara klinik papil besar ini tampak sebagai tonjolan bersegi banyak (polygonal) dengan

permukaan yang rata dan dengan kapiler ditengahnya.1,2

Gambar 2. Konjungtivitis vernal bentuk palpebral (kiri) dan limbal (kanan)

Bentuk limbal, hipertrofi papil pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan

hiperplastik gelatin (nodul mukoid), dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi

epitel kornea atau eosinofil di bagian epitel limbus kornea, terbentuknya pannus, dengan

sedikit eosinofil.1,2

Penatalaksanaan

Biasanya penyakit ini akan sembuh sendiri. Tetapi medikasi yang dipakai terhadap gejala

hanya memberikan hasil jangka pendek, karena dapat berbahaya jika dipakai untuk jangka

panjang. Penggunaan steroid berkepanjangan ini harus dihindari karena bisa terjadi infeksi virus,

katarak, hingga ulkus kornea oportunistik.

Farmakologi

Terapi lokalis

11

Page 12: Mata Merah

Steroid topical – penggunaannya efektif pada keratokonjungtivitis vernal, tetapi harus

hati-hati kerana dapat menyebabkan glaucoma. Pemberian steroid dimulai dengan

pemakaian sering (setiap 4 jam) selama 2 hari dan dilanjutkan dengan terapi

maintainance 3-4 kali sehari selama 2 minggu. Steroid yang sering dipakai adalah

fluorometholon, medrysone, betamethasone, dan dexamethasone. Fluorometholon dan

medrysone adalah paling aman antara semua steroid tersebut.1,2,7

Mast cell stabilizer seperti sodium cromoglycate 2%

Antihistamin topical

Acetyl cysteine 0,5%

Siklosporin topical 1%

Terapi sistemik;

Anti histamine oral untuk mengurangi gatal

Steroid oral untuk kasus berat dan non responsive

Non Farmakologi.

- Menghindari tindakan menggosok-gosok mata dengan tangan atau jari tangan, karena

telah terbukti dapat merangsang pembebasan mekanis dari mediator-mediator sel mast.

Di samping itu, juga untuk mencegah superinfeksi yang pada akhirnya berpotensi ikut

menunjang terjadinya glaukoma sekunder dan katarak.

- Pemakaian mesin pendingin ruangan berfilter

- Menghindari daerah berangin kencang yang biasanya juga membawa serbuksari.

- Menggunakan kaca mata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan alergen di

udara terbuka. Pemakaian lensa kontak justru harus dihindari karena lensa kontak akan

membantu retensi allergen

- Kompres dingin di daerah mata

- Pengganti air mata (artifisial). Selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi protektif

karena membantu menghalau allergen

- Memindahkan pasien ke daerah beriklim dingin yang sering juga disebut sebagai climato-

therapy.

Pencegahan

1. Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum dan sesudah membersihkan atau

mengoleskan obat, penderita harus mencuci tangannya bersih-bersih.

12

Page 13: Mata Merah

2. Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang sehat sesudah menangani mata yang sakit.

3. Jangan menggunakan handuk atau lap bersama-sama dengan penghuni rumah lainnya.

4. Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari dokter dan pabrik pembuatnya.

Komplikasi

Dapat menimbulkan keratitis epitel atau ulkus kornea superfisial sentral atau parasentral,

yang dapat diikuti dengan pembentukan jaringan sikatriks yang ringan. Penyakit ini juga dapat

menyebabkan penglihatan menurun. Kadang-kadang didapatkan panus, yang tidak menutupi

seluruh permukaan kornea. Perjalanan penyakitnya sangat menahun dan berulang, sering

menimbulkan kekambuhan terutama di musim panas.3,4

Prognosis

Pada dasarnya konjungtivitis adalah penyakit ringan, namun pada beberapa kasus dapat

berlanjut menjadi penyakit yang serius jika tidak ditangani dengan cepat dan benar. Pada

umumnya konjungtivitis tidak menimbulkan komplikasi melainkan efek terhadap kualitas hidup

penderita. Iritasi pada mata menyebabkan penderita susah untuk keluar rumah pada waktu

tertentu. Konjungtivitis juga dapat mengganggu konsentrasi sewaktu bekerja ataupun di

sekolah.2,6

PENUTUP

Kesimpulan

Konjungtivitis adalah peradangan selaput bening yang menutupi bagian putih mata dan

bagian dalam kelopak mata. Adapun, salah satu penyebab dari konjungtivitis adalah alergi.

Konjungtivitis alergi itu sendiri juga dibagi dalam klasifikasi dan salah satunya termasuk

konjungtivitis vernal.

Penanganan yang diberikan berupa steroid dan antihistamin topikal serta yang sistemik.

Biasanya konjungtivitis alergi dapat sembuh sendiri, namun bila terlalu berat perlu diberi

pengobatan secara benar. Jika penanganan tidak baik, maka akan timbul suatu komplikasi. Oleh

karena itu, perlu pencegahan sebelum terjadi konjungtivitis alergi berupa hindari dari penyebab

alergen tersebut.

13

Page 14: Mata Merah

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P. Anatomi dan embriologi mata. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P, editors.

Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2007. H.1-27.

2. Khurana AK. Diseases of the conjunctiva. Dalam : Khurana AK, editor. Comprehensive

Ophtalmology Fourth Edition. New Delhi: New Age; h.51-88.

3. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Konjungtiva. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P,

editors. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2007. H.97-124.

4. Ilyas, S., Yulianti, S.R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Cetakan ke-1. Jakarta: Balai Penerbit

FK UI; 2006.h.35-6, 109-48.

5. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8.

Jakarta; EGC; 2009.h.147-57.

14

Page 15: Mata Merah

6. Medicastore. Konjungtivitis Vernalis. Edisi 2012.  Diunduh dari:

http://www.medicastore.com/penyakit/865/Keratokonjungtivitis_Vernalis.ht ml , 16 Maret

2014.

7. Scott, IU. Alergy Conjunctivitis. Edisi 2011. Diunduh dari:

http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview#showall , 16 Maret 2014.

15