Upload
gex-puspa-wahyuni
View
72
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Cairan tubuh total dan distribusinya
Sebagian besar tubuh manusia terdiri dari cairan. Pada bayi prematur jumlahnya
sebesar 80% dari berat badan, bayi normal sebesar 70-75% dari berat badan,
sebelum pubertas sebesar 65-70% dari berat badan. Kandungan air di dalam sel
lemak lebih rendah daripada kandungan air di dalam sel otot, sehingga cairan
tubuh total pada orang yang gemuk (obes) lebih rendah dari mereka yang tidak
gemuk.
Cairan dalam tubuh dibagi dalam dua kompartemen utama yaitu cairan
ekstrasel dan cairan intrasel. Volume cairan intrasel sebesar 60% dari cairan tubuh
total atau sebesar 36% dari berat badan pada orang dewasa. Volume cairan
ekstrasel sebesar 40% dari cairan tubuh total atau sebesar 24% dari berat badan
pada orang dewasa.
Cairan ekstrasel dibagi dalam dua subkompartemen yaitu cairan interstisium
sebesar 30% dari cairan tubuh total atau 18% dari berat badan pada orang dewasa
dan cairan intravascular (plasma) sebesar 10% dari cairan tubuh total atau 6% dari
berat badan pada orang dewasa.
Cairan ekstrasel dan cairan intrasel dibatasi oleh membran sel (lipid-soluble)
yaitu membrane semipermeabel yang bebas dilewati oleh air akan tetapi tidak
bebas dilewati oleh solute yang ada di kedua kompartemen tersebut kecuali urea.
Cairan interstisium dan intravascular dibatasi oleh membran permeabel yang bebas
dilewati oleh air dan solut kecuali albumin. Albumin hanya dapat terdapat di
intravaskular.
Dalam dua kompartemen cairan tubuh ini terdapat solut berupa kation dan
anion (elektrolit) yang penting dalam mengatur keseimbangan cairan dan fungsi
sel. Ada dua kation yang penting yaitu natrium (Na+) (kation utama dalam cairan
ekstrasel) dan kalium (K+). Keduanya mempengaruhi tekanan osmotik cairan
ekstrasel dan intrasel dan langsung berhubungan dengan fungsi sel, dan kation
yang lainnya adalah kalsium (Ca++), dan magnesium (Mg++). Anion utama cairan
ekstrasel adalah klorida (Cl-) dan asam bikarbonat (HCO3-) serta fosfat (HPO4
=)
dan sulfat (SO4=).
1
Proporsi Cairan Berdasarkan Usia
Jenis BBL Usia 3 bulan Dewasa Lansia
Cairan intaseluler 40 % 40 % 40% 27 %
Cairan ektraseluler
Plasma 5% 5% 5% 7%
Cairan interstitial
35% 25% 15% 18%
Total cairan 80% 70% 60% 52%
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Gangguan keseimbangan cairan merupakan ketidakseimbangan antara air yang
masuk ke dalam dan air yang keluar dari tubuh, ketidakseimbangan antara cairan
intra dan ekstrasel serta ketidakseimbangan antara cairan interstisium dan
intravascular.
Ketidakseimbangan ini khususnya antara intra dan ekstrasel atau antara
interstisium dan intravaskular, sangat dipengaruhi oleh osmolalitas atau oleh
tekanan osmotik. Osmolalitas adalah perbandingan antara jumlah solut dan air.
Solut-solut yang mempengaruhi osmolalitas dalam tubuh adalah natrium, kalium,
glukosa dan urea. Makin tinggi osmolalitas maka makin tinggi tekanan osmotik.
Berpindahnya cairan dari intrasel ke ekstrasel atau sebaliknya, dipengaruhi oleh
perbedaan osmolalitas. Cairan akan berpindah dari daerah yang osmolalitas lebih
rendah ke daerah dengan osmolalitas lebih tinggi.
Ada tiga pembagian mendasar gangguan cairan dan elektrolit :
1) Ketidakseimbangan volume ECF isotonik (hipovolemi dan hipervolemia)
Hipovolemi
Kehilangan cairan tubuh isotonik yang disertai kehilangan natrium dan air
dalam jumlah yang relatif sama.
Etiologi
Kehilangan dari ginjal :
2
1. Fase dieresis dari gagal ginjal akut.
2. Nefritis boros garam.
3. Pemakaian diuretic yang berlebihan terutama tiazid atau diuretic
smapai kuat seperti furosemid.
4. Dieresis osmotic obligatorik juga sering menyebabkan kehilangan
natrium dan air yang terjadi selama glikosuria pada diabetes mellitus
yang terkontrol (ketoasidosis diabetic atau koma hiperosmolar non-
ketotik).
5. Pada kasus pemberian makanan tinggi protein secara enteral atau
parenteral dapat terbentuk urea dalam jumlah besar yang biasa
bertindak sebagai osmotic.
6. Penyebab iatrogenic melalui efek dieresis dan kekurangan volume
cairan adalah pemakaian manitol untuk mengatasi edema serbral atau
azetemia prerenal.
7. Penyakit Addison dan hiperaldosteronisme karena kekurangan
aldosteron.
Kehilangan di luar ginjal :
1. Kehilangan sebagian sekresi saluran cerna (total 8 l/hari) :
Muntah yang berkepanjangan.
Diare berat.
Fistula pancreas.
Perdarahan saluran cerna.
2. Kehilangan melalui ruang ketiga :
Obstruksi usus.
Peritonitis pancreas.
Luka bakar yang berat.
Asites.
Efusi pleura.
Cedera remuk atau patah tulang paha.
Hipoalbuminemia.
3. Kehilangan melalui kulit :
Diaphoresis (berkeringat).
Luka bakar yang luas.
Manifestasi Klinis
Kekurangan volume cairan dapat terjadi dengan cepat dan dapat ringan,
sedang atau berat, tergantung pada tingkat kehilangan caiaran, karakteristik
3
penting dari dari kerkurangan voleme cairan termasuk kehilangan volume
akut; penurunan turgor kulit; oliguria; urin yang pekat; hipotensi postural;
frekuensi jantung yang lemah, cepat; vena leher yang rata; kenaikan suhu;
penurunan TVS; kulit yang dingin, basah karena vasokontriksi perifer; haus;
anoreksia; mual; lesu; kelemahan otot; dan kram.
Hipervolemi
Suatu ketidakseimbangan yang mempengaruhi cairan ekstraselular,
dimana terjadi pertambahan natrium dan air dalam jumlah yang relatif sama
sehingga terjadi kelebihan volume ECF (extracellular fluid).
Etiologi
Tiga keadaan yang paling sering mengakibatkan edema generalisata adalah :
gagal jantung kongestif, sirosis hati dan sindrom nefrotik.
Manifestasi klinik
Edema
Distensi vena leher
Krakles (bunyi paru abnormal)
Takikardi
Peningkatan tekanan darah, tekanan nadi, tekanan vena sentral
Peningkatan berat badan, haluaran urin
Napas pendek dan mengi (gangguan pola nafas)
Penatalaksanaan
Pemberiaan diuretik
Membatasi cairan dan natrium
Tambahan kalium
Diet harian rata-rata yang tidak dibatasi natrium 6-15 gr garam, sedang
diet rendah natrium dapat mulai dari pembatasan ringan sampai serendah
250 mg natrium per hari, bergantung kebutuhan pasien. Diet pembatasan
natrium ringan memperbolehkan sedikit penggaraman makanan (sekitar
setengah jumlah biasa).
2) Ketidakseimbangan osmotik, terutama disebabkan oleh bertambahnya atau
berkurangnya Na+ dan air yang tidak seimbang dan mempengaruhi ICF
(hipo-osmolalitas dan hiperosmolalitas).
4
Ketidakseimbangan osmolalitas
Ketidakseimbangan osmolalitas melibatkan kadar zat terlarut dalam
cairan tubuh. Natrium merupakan zat terlarut utama yang aktif secara
osmotik dalam ECF, sehingga kebanyakan kasus hipo-osmolalitas adalah
hiponatremia dan hiperosmolalitas adalah hipernatremia.
Ketidakseimbangan hipo-osmolalitas dapat disebabkan oleh kelebihan air
atau kekurangan natrium. Defisit air atau kelebihan natrium ECF
menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan hiperosmolalitas. Meskipun
demikian, sebagian besar ketidakseimbangan osmolalitas disebabkan oleh
gabungan dari kelebihan serta defisit air dan natrium. Ketidakseimbangan
hipo-osmolalitas menyebabkan terjadinya kelebihan air dalam ICF
(pembengkakan sel), demikian juga ketidakseimbangan hiperosmolalitas
mengakibatkan berkurangnya air di ICF (pengerutan sel).
a. Hiponatremia (ketidakseimbangan hipo-osmolalitas)
Hiponatremia adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum yang
kurang dari 135 mEq/L (kadar natrium serum normal adalah 140 ± 5
mEq/L), dan dapat disebabkan oleh dua mekanisme utama : retensi air
atau kehilangan natrium.(Sylvia A. Price, Patofisiologi : hlm 335. 2006).
Etiologi
- Kehilangan natrium melampaui kehilangan air (depletional
hyponatremia)
Pengobatan diuretik dengan diet rendah garam yang
berkepanjangan
Kehilangan melalui saluran cerna yang berlebihan (muntah, diare,
penyedotan nasogastrik (NG), irigasi tube NG dengan air
mengalir,pemberian es berlebihan pada pasien dengan penyedotan
NG).
Penggantian cairan tubuh yang hilang hanya dengan air atau
cairan bebas (seperti pada diaphoresis, perdarahan)
Gagal ginjal dengan gangguan kemampuan untuk menyimpan
natrium jika diperlukan
Defisiensi adrenal (penyakit Addison)
- Penambahan air melampaui penambahan natrium (dilutional
hyponatremia)
5
Berkurangnya kemampuan untuk membuang air bebas
Berkurangnya volume sirkulasi efektif (gagal jantung kongestif,
sindrom nefrotik, sirosis).
Gagal ginjal.
Pemakaian diuretik yang berlebihan.
Pemberian cairan hipotonik IV yang berlebihan
Pemberian enema air kran yang berlebihan
SIADH (Syndrome of Inappropriate ADH-secretion)
Minum air secara kompulsif (polidipsi psikogenik)
Tenggelam dalam air tawar
- Hiponatremia tanpa hipo-osmolalitas serum : osmotik (hiperglikemia,
manitol).
Jenis hiponatremia :
Berkaitan dengan kekurangan volume ECF
Berkaitan dengan kelebihan volume ECF dan edema
Berkaitan dengan volume ECF yang normal
Klasifikasi:
Berdasarkan prinsip:
Hiponatremia dengan ADH meningkat
- ADH yang meningkat oleh karena deplesi volume sirkulasi
efektif seperti pada muntah, diare, perdarahan, jumah urin
meningkat, pada gagal jantung, sirosis hati, insufisiensi
adrenal, hipotiroidisme.
- ADH yang meningkat pada SIADH.
SIADH merupakan perlepasan ADH yang berlebihan sehingga
menyebabkan retensi air dan volume cairan ekstraselular
ekspansi tanpa edema dan hipertensi.
Hiponatremia dengan ADH tertekan fisiologis
Gagal ginjal merupakan keadaan dimana ekskresi cairan lebih
rendah dibandingkan dengan asupan cairan yang menimbulkan
respon fisiologis menekan sekresi ADH.
Hiponatremia dengan osmolalitas plasma normal atau tinggi
- Tingginya osmolalitas plasma pada keadaan hiperglikemi atau
pemebrian monitil IV menyebabkan cairan intrasel keluar dari
sel menyebabkan dilusi cairan ekstrasel yang menyebabkan
hiponatremia.
6
- Pemberian cairan isoosmotik tidak mengandung Na ke dalam
cairan ekstrasel dapat menimbulkan hiponatremia disertai
osmolalitas plasma normal.
- Pseudohiponatremia, pada keadaan hiperlipidemia atau
hiperproteinemia dimana menyebabkan volume air plasma
berkurang. Jumlah Na tetap, osmolalitas normal akan tetapi
secara total dalam cairan intravascular kadar Na jadi
berkurang.
Berdasarkan waktu:
Hiponatremia kronik
Berlangsung lambat lebih dari 4 jam. Pada keadaan ini tidak terjadi
gejala yang berat seperti penurunan kesadaran atau kejang, gejala
yang terjadi hanya ringan seperti lemas atau mengantuk
(Hiponatremia asimptomatik).
Hiponatremia akut
Berlangsung cepat kurang dari 48 jam. Pada keadaan ini terjadi
gejala yang berat seperi penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini
terjadi akibta adanya edema sel otak karena air dari ekstrasel
masuk ke intrasel yang osmolalitasnya lebih tinggi (Hiponatremia
simptomatik/ Hiponatremia berat).
Manifestasi klinis
Na+ serum > 125 mEq/L : anoreksia, gangguan pengecap, kram otot
Na+ serum = 115-120 mEq/L : sakit kepala, perubahan kepribadian,
kelemahan dan letargia, mual dan muntah, kram abdomen.
Na+ serum < 115 mEq/L : kejang dan koma, refleks tidak ada atau
terbatas, tanda babinski, papiledema, edema di atas sternum.
Hasil laboratorium
Na+ serum < 135 mEq/L (dapat sangat rendah, < 100 mEq/L, dalam
SIADH)
Osmolalitas serum < 287 mOsm/kg
7
Osmolalitas urine rendah (< 100 mOsm/kg) dengan ekskresi air
normal seperti yang terdapat pada polidipsia psikogenik atau berat
jenis urine < 1,004.
Osmolalitas atau berat jenis urine tinggi (> 100 mOsm/kg) dengan
memperhatikan osmolalitas atau berat jenis serum > 1,004 pada
penyebab hiponatremia yang lain
Na+ urine < 10 mEq/L bila dikaitkan dengan edema atau deplesi
volume akibat sebab ekstrarenal
Na+ urine > 20 mEq/L bila dikaitkan dengan kehilangan garam ginjal
atau gagal ginjal disertai dengan retensi air SIADH.
Pena talaksanaan
Peningkatan kadar natrium serum harus diperhatikan dengan seksama
agar tidak terlalu cepat untuk mencegah terjadinya mielinosis pons sentral
dan kerusakan neurologis yang ireversibel (Rose, 2001).
Penanganan dasar bagi penderita hiponatremia adalah dengan
mengurangi asupan air atau menambahkan natrium, bergantung pada
beratnya keadaan dan penyakit yang mendasarinya, seperti ;
Hiponatremia ringan (120-135 mEq/L) pada penderita kekurangan
volume sejati akibat kehilangan melalui ginjal dan saluran cerna
diatasi dengan pemberian larutan larutan NaCl secara peroral atau
larutan intravena.
Pada kasus hiponatremia yang lebih berat (< 120 mEq/L), dapat
diberikan larutan garam hipertonik dengan kecepatan yang cukup
sehingga terjadi peningkatan kadar Na+ serum sebanyak 0,5 mEq/L
per jam hingga tercapai kadar Na+ serum sekitar 120 mEq/L dan
pasien telah melewati masa kritis.
Pembatasan asupan air dalam menangani kasus SIADH ringan
Menghentikan obat pencetus pelepasan ADH
Pada kasus kronis yang disebabkan oleh produksi ADH ektopik,
dapat diberikan demeklosiklin (obat yang menghambat efek ADH di
tubulus ginjal) untuk mengatasi SIADH.
b. Hipernatremia (ketidakseimbangan hiperosmolalitas)
Hipernatremia adalah suatu keadaan dengan kadar natrium serum lebih
dari 145 mEq/L.(Sylvia A. Price, Patofisiologi : hlm 339. 2006)
8
Etiologi
Penyebab utamanya adalah kehilangan air yang melebihi kehilangan
natrium, atau pertambahan natrium yang melampaui pertambahan air.
- Asupan air yang tidak mencukupi
Tidak dapat merasakan atau berespon terhadap rasa haus
(misalnya keadaan koma, kebingungan).
Tidak ada asupan melalui mulut dan rumatan IV tidak mencukupi.
Tidak dapat menelan (misalnya pada gangguan serebrovaskuler).
- Kehilangan air yang berlebihan
Di luar ginjal
o Demam dan diaphoresis
o Luka bakar
o Hiperventilasi
o Pemakaian ventilator mekanik yang lama
o Diare berair
Ginjal
o Diabetes insipidus (sentral, nefrogenik)
o Cedera kepala (khususnya fraktur dasar tengkorak)
o Bedah saraf
o Infeksi (ensefalitis, meningitis)
o Neoplasma otak
o Diuresis osmosik
o Glikosuria pada diabetes tak terkontrol
o Diuresis urea pada pemberian makanan tinggi protein
melalui slang
o Manitol
- Bertambahnya natrium
Tenggelam di laut
Pemberian garam natrium IV yang berlebihan
o Larutan garam hipertonik (3% atau 5%)
o Pemakaian natrium bikarbonat IV yang berlebihan untyk
mengatasi henti jantung.
o Larutan garam isotonik.
Memasukkan garam yang disangka gula pada susu formula bayi
9
Aborsi terapeutik yang secara tidak disengaja memasukkan larutan
garam hipertonik ke dalam sirkulasi.
- Jenis hipernatremia
Berkaitan dengan volume ECF normal
Berkaitan dengan berkurangnya volume ECF
Berkaitan dengan kelebihan volume ECF
Manifestasi klinis
Haus (gejala utama)
Neurologik :
Awal : lemah, lemas, iritabel
Berat : agitasi, mania, delirium, kejang, koma
Refleks-refleks tendon dalam meningkat
Kaku kuduk
Meningkatnya suhu tubuh
Kulit yang merah panas
Selaput lender kering dan lengket
Lidah kasar, merah dan kering
Hasil laboratorium
Na+ serum > 145 mEq/L
Osmolalitas serum > 295 mOsm/kg
Osmolalitas urine umumnya > 800 mOsm/kg (berat jenis > 1,030).
Pena talaksanaan
Koreksi hipernatremia secara cepat dapat berbahaya karena dapat
menginduksi terjadinya edema serebral, kejang, kerusakan neurologis
menetap, dan kematian (Rose, 2001). Sehingga tujuan utama penanganan
hipernatremia adalah menurunkan kadar natrium serum secara bertahap
dan memulihkan osmolalitas serum normal.
o Pada pasien normovolemik (hipernatremia yang murni disebabkan
oleh kehilangan air) dapat diberikan air secara peroral atau dalam
bentuk D5W secara IV.
o Pada pasien hipovolemia dapat diberi larutan garam isotonik untuk
memulihkan tekanan darah dan perfusi jaringan, dilanjutkan dengan
pemberian infus larutan garam hipotonik (0,45%) untuk menyediakan
air bebas dan memperbaiki hipernatremia.
10
3) Perubahan komposisi ECF (kelebihan atau kekurangan elektrolit, seperti K+,
Ca++, Mg++, dan Fosfor).
Kalium
Kalium adalah kation utama cairan intra sel. Terjaganya keseimbangan
ion K seangat penting untuk bertumbuhnya atau berfungsinya sel dalam
tubuh. Kadar ion K dalam sel lebih tinggi daripada di luar sel.
Perubahan ion K dan didalam dan di luar sel mengakibadkan perubahan
potensial listrik pada membrane sel. Pada hipokalemia, potensial
istirahat sel lebih besar sehingga perbedaaan antara potensial ambang
dan potensial istirahat menjadi bertambah.
Pengaturan keseimbangan Kalium
Keseimbangan kalium diatur oleh:
Distribusi ion K dalam sel maupun diluar sel
Yang dimaksud adalah kesanggupan ion K untuk masuk kedalam dan
keluar sel . dalam keadaan asidosis ion H menjadi berkelebihan diluar
sel masuk ke dalam sel. Untuk menjaga keseimbangan listrik maka
ion K dan ion Na keluar dari sel sehingga kadar ion K diluar sel
meninggi. Demikian sebaliknya terjadi pada alkalosis. Insulin
merangsangmasuknya ion K ke dalam sel.pada pasien diabetes
Melitus dimana kekurangan insulin, lebih mudah terjadi hiperkalemia
dibandingkan orang normal.
Ekskresi ion K melalui ginjal
Ekskresi ion K melalui ginjal terutama melalui ekskresi ion K dari
tubuli distal. Ekskresi ini dopengaruhioleh aldosteron, keseimbangan
asam basa, kecepatan cairan melalui tubuli distal, masukan ion Na,
masukan ion K, diueretik dan kadar ion K didalam sel. Aldosteron
yang berlebihan menyebabkan ekskresi ion K bertambah sedangkan
ion Na diretensi. Dalam keadaan alkalosis, ekskresi ion K bertambah
dan sebaliknya terjadi pada asidosis. Kecepatan cairan melalui tubuli
distal juga mempengaruhi ekskresi ion K. bila kecepatan bertambah,
ekskresi juga bertambah. Pemberian infuse yang mengandung ion Na
dalam jumlah banyak dapat menyebabkan ekskresi ion K bertambah.
Bila masukan ion K bertambah secara akut baik melalui infuse
ataupun secara kronik melalui makanan sehari-hari, ekskresi ion K
akan bertambah melaui ginjal. Demikian sebaliknya akan terjadi bila
masukan ion K dibatasi. Diuretic osmotic, asm etakrinik, tiasid,
11
penghambat karbonik anhidrase, dan furosemid menyebabkan
peningkatan ekskresi ion K. sedangkan ion spironolakton, triamteren
mengurangi ekskresi ion K melalui ginjal. Kadar ion K dalam sel
yang tinggi akan menyebabkan ekskresi ion K melalui ginjal
bertambah. Dalam keadaan alkalosis ion K masuk ke dalam sel
sehingga kadar dalam sel meningkat, tetapi ekskresi ion K melalui
ginjal bertambah.
Hipokalemia
Keadaan ketika kadar kalium serum kurang dari 3,5 mEq/liter. Nilai K+
serum tidak selalu mencerminkan kalium tubuh normal karena hanya 2%
kalium tubuh berada dalam ECF. PH darah mempengaruhi K+ serum, setiap
penurunan 0,1 unit pH, K+ serum meningkat sebanyak 0,5 mEq/liter dan
setiap peningkatan 0,1 unit pH, maka K+ serum akan meningkat sebanyak
0,5 mEq/liter.
Dibagi menjadi dua:
Tanpa defisit kalium total tubuh
Terjadi pada keadaan alkalosis (terutama alkalosis respiratorik) di mana
ion K akan masuk ke dalam sel. Juga pada penderita hypokalemic periodic
paralysis, pada atlit pelari jarak jauh dan hipersekresi insulin yang
menetap pada hiperalimentasi.
Dengan defisit kalium total tubuh
Terjadi pada masukan kalium yang kurang karena kehilangan melalui
saluran pencernaan atau kehilangan melalui ginjal. Masukan kalium yang
kurang misalnya anoreksia nervosa, alkoholisme. Kehilangan melalui
saluran terjadi pada diare yang hebat, pemakaian selang naso-gastrik,
muntah hebat, penggunaan laksans yang berlebihan. Kehilangan melalui
ginjal terjadi dalam keadaan kelebihan hormone mineralokortikoid pada
hiperaldosteronisme primer.
Gejala
Terjadi gangguan toleransi glukosa akibad dari deplesi ion K karena
sekresi insulin yang terhambat. Juga dapat terjadi balance nitrogen
yang negatif.
Hipokalemi akan menekan sekresi aldosteron sehingga ekskresi ion K
melalui ginjal dapat dikurangi. Hal ini menyebabkan konstriksi
12
pembuluh darah perifer (ion K < 2 meq/L) dan menyebabkan
vasodilatasi (normal -15 meq/L).
Aritmia dapat terjadi pada hipokalemia terutama bila mendapat obat
digitalis. Dapat terjadi ileus paralitik, kelemahan otot sampai
kuadriplegia juga hipotensi ortostatik.
Hipokalemia kronik dapat menyebabkan vakolisasi sel epitel tubulus
proximal atau distal. Fibrosis interstitial, atrofi, juga dapat terjadi.
Terjadi poliuria dan polidipsia sebagai akibat kepekatan urine yang
terganggu. Osmolitas urine mulai berkurang ,penurunan osmolalitas
ini terjadi lambat dalam 2-3 minggu. Produksi NH3 akan meningkat
pada hipokalemia sehingga ekskresi NH4 malalui urine akan
meningkat.
PH urine tidak dapat mencapai < 6 ,akibatnya ekskresi ion H akan
berkurang tapi dapat diatasi oleh penmingkatan produksi NH3
sehingga keseimbangan asam basa tidak terganggu.
Pen atalaksanaan
Pengobatan parenteral biasanya diberikan bila deficit kalium begitu berat
sehingga menyebabkan aritmia, kuadiplegia (gagal napas) maupun
rabdomiolisis. Dalam keadaan alkalosis kalium yang diberikan adalah dalam
bentuk KCl. Sedangkan asidosis dalam bentuk bikarbonat, sitrat, glukonat.
Pemberian yang paling aman secara parenteral adalah 10 meq/jam. Bila
diberikan dengan dosis 40 meq/jam atau lebih harus dilakukan monitor
kalium plasma yang ketat. Pemberian dapat dilakukan didalam larutan NaCl
atau dextrose.
Indikasi koreksi kalium dapat dibagi dalam :
Indikasi mutlak , pemberian kalium mutlak segera diberikan yaitu
pada keadaan pasien sedang dalam pengobatan digitalis, pasien
ketoasidosis diabetic, pasien dengan kelemahan otot pernapasan, serta
pasien dengan hipokalemia berat ( K<2 meq/L).
Indikasi kuat, kalium harus diberikan dalam waktu tidak terlalu lama
yaitu pada keadaan insufisiensi koroner/iskemia otot jantung,
ensefalopati hepatikum, pasien memakai obat yang dapat
menyebabkan perpindahan kalium dari ekstrasel ke intrasel.
Indikasi sedang, pemberian kalium tidak perlu segera seperti pada
hipokalemia ringan (K antara 3-3,5 meq/L). Pemberian kalium lebih
baik dalam bentuk oral oleh karena lebih mudah. Pemberian 40-60
13
meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 meq/L, sedang
pemberian 135-160 meq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 2,5-
3,5 meq/L.Pemberian kalium intravena dalam bentuk larutan KCL
disarankan melalui vena yang besar dengan kecepatan 10-20
meq/jam. Pada keadaan aritmia yang berbahaya atau kelumpuhan otot
pernapasan, dapat diberikan dengan kecepatan 40-100 meq/jam. KCL
dilarutkan sebanyak 20 meq dalam 100 cc NaCl isotonic. Bila melalui
vena perifer, KCL maksimal 60 meq dilarutkan dalam NaCl isotonic
1000 xx, sebab bila melebihi ini dapat menimbulkan rasa nyeri dan
dapat menyebabkan sklerosis vena.
Hiperkalemia
Keadaan ketika kadar kalium serum lebih atau sama dengan 5,5
mEq/liter. Hiperkalemi akut dapat menyebabkan disritmia dan henti jantung.
Etiologi
1. Masukan yang berlebihan baik oral maupun parental dan endogen.
Keadaaan ini tidak akan terjadi bila fungsi ginjal masih baik. Melalui oral
misalnya makanan yang mengandung tinggi kalium (pisang, jeruk).
Parenteral dengan pemberian kalium sendiri atau suntikan penisilin yang
mengandung kalium. Secara endogen disebabkan oleh hemolisis sel darah
merah atau pada rabdomiolisis.
2. Perpindahan ion K+ keluar sel
Dalam keadaan asidosis, ion K akan keluar dari sel sehingga dapat
menyebabkan hiperkalemia. Kalium naik 0,6 meq/L dalam plasma setiap
penurunan pH 0,03. Hal ini juga terjadi pada keadaandefisiensi insulin
seperti ketoasidosis diabetic, koma nin ketotik hiperglikemik. Keadaan
lain yang jarang di temui adalah paralisis periodic hiperkalemik,
intoksikasi digitalis, dan pemakaian succinylcholine pada anestesi.
3. Ekskresi melalui urine berkurang
Ekskresi kalium juga akan berkurang bila sekresi aldosteron berkurang
atau adanya resistensi terhadap aldosteron (sering ditemukan pada gagal
ginjal). Pemberian diuretic penahan kalium (spirinolakton dan triamteren)
terutama pada gagal ginjal dapat menimbulkan hiperkalemia.
4. Pseudohiperkalemia
14
Pada penderita leukositosis atau trombositosis bila darahnya di ambil
untuk pemeriksaan, maka ion K akan keluar dari sel leukosit dan
trombosit tersebut pada proses koagulasi sehingga kadar kalium menjadi
tinggi. Demikian juga bila pada waktu pengambilan darah terjadi
hemolisis, kadar kalium akan tinggi.
Gejala
Pada otot dapat timbul kelemahan bahkan paralisis. Akan terjadi
perubahan pada hormone sebagai mekanisme pertahanan tubuh untuk
menurunkan kadar ion K+. Antara lain aldosteron, insulin, dan epinefrin akan
meningkat. Kadar glukagon juga meningkat untuk mempertahankan kadar
glukosa darah oleh karena adanya peningkatan kadar insulin.
Pada jantung dapat timbul aritmia atau kardiak arrest. Gambar EKG
menunjukkan gelombang T yang tinggi kemudian diikuti oleh pelebaran
kompleks QRS, pemanjangan interval PR, hilangnya gelombang P, dan
akhirnya gelombang kompleks QRS akan menyatu dengan gelombang T
yang disebut bentuk sine-wave.
Pen atalaksanaan
Dapat dilakukan dengan menurunkan kadar kalium plasma atau dengan
menurunkan ambang rangsang system neuromuskuler disertai pengobatan
penyakit dasarnya.
Menurunkan kalium plasma
Pemberian glukosa 10% 500 ml per infuse selama setengah jam, akan
merangsang insulin endogen, mendorong kalium masuk ke dalam sel.
Pada penderita DM, dapat di tambahkan 25 unit insulin bersama glukosa
10% 500ml tersebut.
Pada penderita asidosis dengan pemberian Nabikarbonat 44-88 meq
parenteral, kalium dapat masuk ke dalam sel. Pemberian sodium
polystyrene Sulfonat per oral ataupun per rectal yang dapat mengikat
kalium bekerja agak lama. Hemodialisis merupakan cara terakhir bila
cara lain gagal.
Menurunkan ambang rangsang sistem neuromuskuler
Pemberian ion Ca parenteral, 10 cc kalsium glukonat 10% IV dalam 2-3
menit. Dapat di ulang setelah 5 menit bila gambaran EKG tak berubah.
15
Efek akan terlihat dalam beberapa menit dan berakhir dalam setengah
jam. Pengobatan yang cepat baru dilakukan bila kadar kalium plasma >
6,5 meq/L dengan perubahan EKG yang lanjut atau bila kalium plasma
> 8 meq/L.
Prinsip pengobatan hiperkalemia
o Mengatasi pengaruh hiperkalemia pada membran sel dengan cara
memberikan kalsium intravena. Dalam beberapa menit kalsium
langsung melindungi membrane akibat hiperkalemia ini. Pada
keadaan hiperkalemia yang berat sambil menunggu efek insulin atau
bikarbonat yang diberikan (baru bekerja setelah 30-60 menit),
kalsium dapat diberikan melalui tetesan infuse kalsium intravena.
Kalsium glukonat 10 ml diberikan intravena dalam waktu 2-3 menit
dengan monitor EKG. Bila perubahan EKG akibat hiperkalemia
masih ada, pemberian kalsium glukonat dapat diulang setelah 5
menit.
o Memacu masuknya kembali kalium dari ekstrasel ke intasel.
o Mengeluarkan kelebihan kalium dari tubuh.
Pemberian diuretic-loop (furosemid) dan tiasid. Sifatnya
sementara.
Pemberian resin-penukar. Dapat diberikan per oral maupun
supositoria
Hemodialisis.
Hipokalsemia
Konsentrasi serum kalsium lebih rendah dari normal, yang terjadi dalam
beragam situasi klinis.
Etiologi
Hipoparatiroidisme primer akibat pembedahan : Dapat terjadi pada saat
pasca bedah kelenjar tiroid, secara tidak sengaja kelenjar paratiroid ikut
terangkat. Dapat juga terjadi secara idiopatik sejak anak – anak.
Pengobatan eklampsia dengan memakai magnesium-sulfat, dapat
menekan sekresi hormon paratiroid. Efek toksik langsung obat golongan
aminoglikosida dan obat sitotoksik.
16
Pemberian darah bersitrat (seperti pada transfuse tukar pada bayi baru
lahir) karena sitrat dapat bergabung dengan berionisasi dan
membuangnya dari sirkulasi untuk sementara.
Pankreatitis karena ion bergabung dengan asam lemak yang dilepaskan
melalui lipolisis.
Gangguan ginjal
Konsumsi vitamin D yang tidak adekuat :
- Asupan makanan yang tidak mengandung lemak.
- Malabsorbsi yang terjadi pada gastrektomi sebagian, pankreatitis
kronik, pemberian laksan yang terlalu lama, bedah-pintas usus dengan
tujuan mengurangiobesitas.
- Metabolisme vitamin-D yang terganggu pada penyakit reketsia,
pemberian obat anti kejang, gangguan fungsi ginjal, dan gangguan
fungsi hati kronik.
Defisiensi magnesium
Karsinoma medulla tiroid
Kadar albumin serum yang rendah
Alkalosis
Hipoparatiroidisme
Dapat terjadi pada saat pasca bedah kelenjar tiroid, secara tidak sengaja
kelenjar paratiroid ikut terangkat. Dapat juga terjadi secara idiopatik
sejak anak – anak. Pengobatan eklampsia dengan memakai magnesium-
sulfat, dapat menekan sekresi hormon paratiroid. Efek toksik langsung
obat golongan aminoglikosida dan obat sitotoksik.
Pseudohipoparatiroidisme
Bersifat diturunkan. Organ sasaran tidak memberi respons yang baik
terhadap hormon paratiroid.
Proses keganasan
Karsinoma medular kelenjar tiroid, menyebabkan kalsitonin meningkat
sehingga ekskresi kalsium urin meningkat. Hipoparatiroidisme akibat
karsinoma payudara dan karsinoma prostat dengan anak sebar yang
bersifat osteoblastik.
Hiperfosfatemia
Terjadi pada pemberian fosfat berlebihan, penyakit ginjal kronik atau
gagal ginjal akut, pemberian sitotoksik pada limfoma atau leukimia.
17
Penatalaksanaan
Medikasi antasid yang mengandung aluminium, aminoglikosida, kafein,
sisplatin, kortikosteroid, nitramisin, fosfat, isoniazid, dan diuretic loop.
Garam kalsium parenteral termasuk kalsium glukonat, kalsium klorida,
dan kalsium gluseptat.
Terapi vitamin D untuk meningkatkan absorbsi ion kalsium dari traktus
GI.
Tingkatkan masukkan diet kalsium sampai setidaknya 1000-1500 mg/hari
misalnya dengan mengkonsumsi produk susu, sayuran berdaun hijau,
salmon kaleng, sarden, dan oyster segar.
Manifestasi klinis
Tetani
Tetani mengacu pada kompleks gejala keseluruhan diinduksi oleh
eksipabilitas neural yang meningkat. Gejala-gejala ini adalah akibat
pelepasan secara spontan baik serabut motorik dan sensorik pada saraf
perifer.
Sensasi kesemutan dapat terjadi pada ujung jari-jari, sekitar mulut, dan
yang sering terjadi pada kaki. Dapat terjadi spasme otot ekstremitas dan
wajah. Nyeri dapat terjadi akibat spasme ini.
Tanda Trousseau
Tanda Trousseau dapat ditimbulakan dengan mengembangkan manset
tekanan darah pada lengan atas sampai sekitar 20 mmHg di atas tekanan
sistolik. Dalam 2 sampai 5 menit spasme korpopedal akan terjadi karena
iskemia pada saraf ulnar.
Tanda Chvostek
Terdiri atas kedutan pada otot yang dipersarafi oleh saraf facial. Tanda ini
terjadi ketika saraf tersebut ditekan sekitar 2 cm sebelah anterior ke arah
daun telinga, tepat di bawah arkus zigomaticus.
Kejang
Dapat terjadi karena hipokalsemia meningkatkan iritabilitas sistem saraf
pusat juga saraf perifer.
Perubahan lain yang berkaitan dengan hipokalsemia termasuk perubahan-
perubahan mental seperti depresi emosional, kerusakan memori, kelam
pikir, delirium, bahkan halusinasi.
18
Pemeriksaan Diagnostik
Kadar albumin serum
pH arteri
Perubahan EKG
Interval QT yang memanjang tampak pada gambar EKG karena elongasi
segmen ST. Bentuk takikardi ventrikular yang disebut Torsades de
Pointes dapat terjadi.
Kadar kalsium serum
Hiperkalsemia
Keadaan kelebihan kalsium dalam plasma.
Etiologi
Penyakit neoplastik malignan (tumor ganas)
Sering terjadi pada karsinoma paru, buah dada, ginjal, ovarium dan
keganasan hematologi. Faktor penyebab hiperkalsemia disebabkan oleh
faktor lokal pada tulang akibat metastasis yang bersifat osteoklastik dan
faktor humoral. Faktor humoral disebabkan oleh substansi yang beredar
dalam darah dihasilkan oleh sel tumor dan bersifat osteoklastik. Substansi
ini disebut juga sebagai ‘osteoclast – activating cytokines’
Hiperparatiroidisme
Hiperparatiroidisme primer terjadi adenoma, karsinoma dan
hiperplasia (akibat hipokalsemia yang lama) kelenjar paratiroid.
Hiperparatiroidisme sekunder dapat disebabkan oleh malabsorbsi
vitamin-D, penyakit ginjal kronik berat.
Hiperparatiroidisme tersier ditandai dengan sekresi berlebihan yang
sangat bermakna hormon paratiroid dan hiperkalsemia disertai dengan
hiperplasi paratiroid akibat respons berlebihan terhadap hipokalsemia.
Keadaan disebut juga sebagai hiperparatiroidisme refrakter. Tidak
memberi respon terhadap pemberian kalsium dan kalsitriol dan terjadi
pada penyakit ginjal kronik tahap terminal.
Imobilisasi setelah fraktur fraktur hebat, fraktur multiple, atau setelah
paralisis traumatis yang luas
Diuretik tiazid
Intoksikasi vitamin A dan D serta penggunaan litium
Batas antara normokalsemia dan hiperkalsemia akibat pemberian
vitamin-D sempit, sehingga kadang – kadang tidak disadari sudah terjadi
19
hiperkalsemia. Hiperkalsemia dipermudah dengan pemberian vitamin-D
bersama dengan diuretik tiazid.
Pemberian vitamin-A berlebihan dapat menyebabkan hiperkalsemi.
Pada percobaan binatang, pemberian vitamin-A berlebihan dapat
menyebabkan fraktur tulang dan peningkatan jumlah sel osteoklast serta
ditemukan kalsifikasi metastatik.
Sarkoidosis
Dapat terjadi hiperkalsemia karena adanya peningkatan absorbsi kalsium
melalui usus dan pelepasan kalsium dari tulang. Pada sarkoidosis dapat
terjadi peningkatan produksi vitamin-D.
Hipertiroidisme
Terjadi akibat meningkatnya resorbsi tulang. Hormon tiroid dapat
memperkuat kerja hormon paratiroid atau secara langsung hormon tiroid
dapat meresorbsi kalsium tulang.
Insufisiensi adrenal
Deplesi volume yang terjadi meningkatkan reabsorbsi kalsium pada
tubulus ginjal. Absorbsi kalsium usus juga meningkat akibat kurangnya
hormon glukokortikoid.
Sindrom ‘Milk – Alkali’
Pemberian antasid yang mengandung kalsium karbonat dengan disertai
pemberian susu yang berlebihan pada pengobatan tukak lambung dapat
menyebabkan hiperkalsemia
Manifestasi klinis
Gejala umum : anoreksia, mual dan muntah, serta konstipasi
Kelainan neuromuskular : kelemahan muskular, koordinasi, anoreksia,
dan konstipasi karena penurunan tonus pada otot lurik dan polos
Nyeri abdomen dan tulang
Konfusi mental, kerusakan memori, bicara tidak jelas, letargi, perilaku
psikotik akut atau koma dapat terjadi.
Gangguan fungsi tubulus ginjal
Penatalaksanaan
Pemberian larutan NaCl 0,9 % IV secara temporer untuk mengencerkan
kadar kalsium dan meningkatkan ekskresi kalsium urine
Membatasi masukkan kalsium melalui diet
20
Obat diuretik (furosemid-Lasix)
Kalsitonin mengurangi resorpsi tulang, meningkatkan deposit kalsium
dan fosfor dalam tulang dan meningkatkan ekskresi kalsium dan fosfor
urine.
Kortikosteroid, menurunkan pergantian tulang dan reabsorpsi tubular
pada pasien malignan.
Garam fosfat inorganik
Meningkatkan ekskresi kalsium melalui ginjal
Dilakukan dengan pemberian larutan NaCl isotonis. Pemberian cairan ini
akan meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang umumnya rendah
akibat pengeluaran urin berlebihan disebabkan induksi oleh
hiperkalsemia, muntah – muntah akibat hiperkalsemia.
Menghambat resorbsi tulang
- Kalsitonin-menghambat resorpsi tulang dengan cara menghambat
maturasi osteoklas. Diberikan intramuskular atau subkutan setiap 12
jam dengan dosis 4 IU/kgBB.
- Bifosfonat-menghambat aktivitas metabolik osteoklas dan juga
bersifat sitotoksik terhadap osteoklas.
- Galium nitrat-menghambat resorpsi tulang oleh osteoklas dengan
menghambat pompa proton ‘ATPase dependent’ pada membran
osteoklas.
Mengurangi absorbsi kalsium dari usus
Glukokortikoid (prednison, 20-40 mg/hari) mengurangi produksi
kalsitriol oleh paru dan kelenjar limfe yang diaktivasi produksinya oleh
sel mononuklear. Kalsium serum dapat turun dalam 2-5 hari.
Kelasi kalsium-ion
Kalsium-ion dapat dikelasi dengan mempergunakan Na-EDTA atau
fosfat secara intravena. Penggunaan terbatas oleh karena efek toksik
bahan kelasi ini.
Hemodialisis/dialisis-peritoneal
Dialisis efektif menurunkan kadar kalsium dengan memakai dialisat
bebas kalsium. Merupakan pilihan terakhir terutama untuk hiperkalsemia
berat khususnya disertai insufisiensi ginjal atau pada gagal jantung
dimana pemberian cairan dibatasi.
Pemeriksaan diagnostik
21
Kadar kalsium serum
Perubahan EKG – beragam disritmia dan perpendekan interval QT dan
segmen ST, interval PR kadang memanjang.
Uji antibodi hormon paratiroid ganda untuk membedakan antara
hiperparatiroidisme primer dengan malignansi sebagai penyebab.
Hipomagnesemia
Konsentrasi magnesium serum di bawah normal (normal : 1,5 – 2,5
mEq/liter).
Etiologi
Gangguan absorbsi didalam usus misalnya pada diare kronik maupun
akut, malabsorbsi steaorea. Operasi pintas usus halus. Kelainan genetic
seperti hipomagnesemia intestinal pimer yang terjadi pada saat periode.
Neonatal menebabkan gangguan absorbs magnesium. Pankratitis akut
juga dapat menyebabkan hipomagnesemia melalui saponifikasi lemak
yang nekrotik.
Terbuang melalui ginjal antara lain pada penggunaan diuretik loop dan
tiazid, ekspansi volume cairan ekstrasel alcoholic, hiperkalsemia,
nefrotoksin seperti aminoglikosida, sisplatin; siklosporin; dll, disfungsi
loop henle atau tubulus distal seperti pasca nekrosis tubular akut; pasca
cangkok ginjal; sindro batter; sindrom gitelman, ekskresi berlebihan
ginjal primer seperti pada gitelman; mutasi paracellin-1; mutasi
NaKTPase;
Pada pasca operasi, pasca pemberian foscarnet pada hungry bone
syndrome
Gejala klinis
Gangguan neuromuscular seperti otot terasa lemas, fasikulasi otot,
tremor, tetani, tanda chvostek dan troseau positif. Tetani dapat timbul
tanpa dusertai hipokalsemia.
Hipokalemia terjadi karena pada hipomagnesemia, jumlah dan aktivitas
ATP akan berkurang sehingga terjadi peningkatan saluran-kalium di loop
henle dan di duktus koligentes. Akibatnya ekskresi kalium meningkat.
Hipokalsemia terjadi karena resisten terhadap hormone paratiroid akibat
penurunan pembentukan siklik- AMP
22
Terjadi defisiensi vitamin D.
Gangguan pada aktivitas listrik jantung berupa pelebaran QRS,
perpanjangan interval PR, menghilangkan gelombang T sehingga
menghilangkan aritmia ventrikel
Penatalaksanaan
Bila ada gangguan fungsi ginjal pemberian harus berhati – hati.
Pemberian dapat dilakukan secara IV atau IM MgSO4. Pada pasien tetani
atau aritmia ventrikel dapat diberikan 50 Meq (600 Mg) MgSO4 dalam 8 –
24 jam. Pemberian secara infus IV dilakukan pengenceran dengan larutan
glukosa. Pemberian peroral pada hipomagnesemia kronik dengan MgO 250
– 500 mg empat kali sehari.
Hipermagnesemia
Hipermagnesemia dapat terjadi pada keadaan gangguan fungsi ginjal.
Pada pasien gagal ginjal terminal, kadar magnesium serum adalah 2 – 3
meq/L (2,4 – 3,6 mg/dl ) pemberian antasid yang mengandung magnesium
pada pasien gangguan fungsi ginjal dapat menimbulkan gejala
hipermagnesemia. Pemberian magnesium berlebihan melebihi kemampuan
ekspresi ginjal atau pemberian MgSO4 sebagai laksan dengan cara melalui
oral maupun supositoria dapat menimbulkan hipermagnesemi.
Etiologi
Gagal ginjal
Ketoasidosis diabetik menyebabkan pelepasan magnesium seluler yang
tidak dapat diekskresi karena penipisan volume cairan yang besar dan
mengakibatkan oliguria.
Insufisiensi adrenokortikal, penyakit Addison atau hipotermia.
Gejala
Kadar magnesium plasma sebesar 4,8 – 7,2 mg/dl, menimbulkan gejala
nausea, flusing, sakit kepala, letargi, ngantuk dan penurunan reflek
tendon
23
Kadar magnesium plasma sebesar 7,2 – 12 mq/dl, menimbulkan gejala
somnolen, hipokalsemi, reflek tendon hilang, hipotensi, bradikardi,
perubahan EKG.
Kadar magnesium plasma sebesar lebih dari 12 mq/dl, menimbulkan
gejala kelumpuhan otot, kelumpuhan pernapasan, blok jantung klomplit,
henti jantung.
Penatalaksanaan
Antisipasi akan terjadinya hipermagnesemia. Misalnya, kehati – hatian
pada pasien gangguan fungsi ginjal. Bila timbul gejala yang berat dapat
diberikan 100 mg – 200 mg elememtal kalsium secara IV selama 5 – 10
menit.
Hipofosfatemia
a) Pengertian
Kekurangan fosfor di dalam darah (<0,5-0,8 mg/kgBB)
b) Etiologi
Ada tiga hal yang dapat menyebabkan berkurangnya kadar fosfor dalam
darah antara lain :
Redistribusi fosfor dari ekstrasel ke dalam sel.
Meningkatnya sekresi insulin khususnya pada realimentasi.
Pemberian insulin atau glukosa pada orang dengan kekurangan
fosfor misalnya ketoasidosis diabetic, hiperglikemi non-
ketotik, pada keadaan malnutrisi, pasien dengan realimentasi.
Alkalosis respiratorik akut. Pada keadaan ini, CO2 dari dalam
sel akan keluar dari sel sehingga menstimulasi aktivitas
fosfofruktokinase yang kemudian meningkatkan glikolisis.
Aktivitas ini banyak menggunakan fosfor.
Hungry Bone Syndrome. Terjadi setelah dilakukan
paratiroidektomi atau tiroidektomi pada pasien dengan
osteopeni. Pada keadaan ini akan terjadi deposisi kalsium dan
fosfor pada tulang sehingga menimbulkan hipokalsemia.
Absorbsi melalui usus berkurang.
Asupan fosfor rendah.
24
Menggunakan antasid yang mengandung aluminium atau
magnesium.
Diare kronik, steatorrea.
Ekskresi melalui urin meningkat.
Hiperparatiroidisme primer atau sekunder.
Defisiensi vitamin-D atau resisten terhadap vitamin-D.
Primary renal phosphate wasting.
Sindrom Fanconi.
c) Tanda dan gejala
Gejala yang ditimbulkan akibat hipofosfatemia baru timbul pada saat
kadar fosfor darah kurang dari 2 mg/dl dan gejala berat seperti
rabdomiolisis baru timbul bila kadar fosfor kurang dari 1 mg/dl.
Hiperkalsiuri. Hipofosfatemi yang lama akan menghambat
reabsorbsi kalsium dan magnesium dalam tubulus. Disamping itu
terjadi reabsorbsi kalsium tulang yang dimediasi oleh peningkatan
kalsitriol akibat induksi oleh hipofosfatemi.
Ensefalopati metabolik. Timbul gejala parestesi, berlanjut kearah
gejala delirium, kejang dan koma. Gejala ini timbul akibat iskemi
jaringan.
Gejala gangguan otot skeletal dan otot polos. Hipofosfatemi dapat
menimbulkan gejala miopati-proksimal, disfagia dan ileus. Pada
keadaan akut dapat terjadi pelepasan fosfor dari otot dan
menimbulkan rabdomiolisis.
Kerusakan fungsi sel darah merah. Pada keadaan hipofosfatemi
terjadi pengurangan kadar ATP menyebabkan terjadi perubahan
regiditas dan timbul hemolisis. Hemolisis terjadi bila kadar fosfor
kurang dari 0,5 mg/dl. Kadar 2,3 difosfogliserat mengakibatkan
kemampuan melepaskan oksigen ke jaringan berkurang dan
menimbulkan iskemi jaringan.
Gangguan fungsi sel darah putih. Gangguan fungsi leukosit yaitu
berkurangnya fagositosis dan kemotaksis granulosit akibat ATP
intrasel berkurang.
Gangguan fungsi trombosit. Timbul gangguan retraksi bekuan dan
trombositopenia sehingga menimbulkan perdarahan mukosa.
d) Pengobatan
25
Umumnya pengobatan ditujukan kepada faktor etiologi timbulnya
hipofosfatemia. Bila terdapat kekurangan vitamin-D, dapat diberikan
vitamin-D sebanyak 400-800 IU per hari. Pemberian fosfor baru diberikan
bila sudah timbul gejala atau pada keadaan gangguan tubulus sehingga
terjadi pengeluaran fosfor berlebihan melalui urin secara kronik. Lebih
disukai memberikan fosfor per oral karena pemberian secara intravena
banyak menimbulkan efek samping seperti aritmia. Dosis per oral sebesar
2,5 gram-3,5 gram per hari. Bila terpaksa pemberian intravena diberikan
tidak lebih dari 2,5 mg/kgBB selama 6 jam.
Penelitian yang baru masih yang masih dalam evaluasi adalah
pemberian dipiridamol 75 mg satu kali sehari dapat meningkatkan kadar
fosfor darah.
Hiperfosfatemia
a) Pengertian
Kelebihan fosfat dalam darah (>0,5-0,8 mg/kgBB)
b) Etiologi
Hiperfosfatemi terutama disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal
dalam ekskresi fosfor :
Jumlah fosfor yang meningkat tinggi dalam darah pada sindrom
lisis tumor, rabdomiolisis, asidosis laktat, ketoasidosis, pemberian
fosfor berlebihan.
Gangguan fungsi ginjal, akut atau kronik.
Reabsorbsi fosfor yang meningkat melalui tubulus pada
hipoparatiroid, akromegali, pemberian bifosfonat, familial tumoral
calcinosis.
Pseudohiperfosfatemi pada hiperglobulinemi (myeloma multiple),
hiperlipidemia, hemolisis, hiperbilirubinemia.
c) Pengobatan
Pada keadaan akut dengan disertai gejala hipokalsemia, dapat
diberikan infuse NaCl isotonis secara cepat yang akan meningkatkan
ekskresi fosfor urin. Dapat juga dilakukan dengan memberikan
asetazolamida (inhibitor karbonikanhidrase) 15 mg/kBB setiap 4 jam.
Atau dapat juga dilakukan hemodialisis khususnya hiperfosfatemia pada
gangguan fungsi ginjal.
26
pengggunaan diuretik osmotic, diuretic kuat, diuretic (tiazid)perdarahan
Penurunan volume plasmaPeningkatan pengeluaran cairan mealui urin
Penurunan volume ECF
Diare berat
Pada hiperfosfatemia kronik, yang biasanya terjadi pada gagal ginjal
kronik atau pada familial tumoral kalsinosis, pengobatan ditujukan untuk
menekan absorbsi melalui usus dengan memberikan pengikat fosfat
seperti kalsium karbonat, kalsium asetat, sevelamer, lanthanum karbonat.
WOC HIPOVOLEMIA
27
sirosis hepatis, sindrom nefrotik, gagal ginjal
Tekanan hidrostatik kapiler yang meningkat, tekanan osmotic yang menurun, obstruksi aliran limfatik. Aktifitas aldosteron meningkat
Terapi kortikosteroidGagal jantung kongestif
Penurunan curah jantung
WOC HIPERVOLEMIK:
28
Kehilangan melalui saluran cernaKehilangan melalui ginjal
Muntah yang berkepanjangandan penyedotan NGTAdenoma vilosa kolon
Alkalosis metabolik
diare
Asidosis metabolik
Kurangnya asupan kalium dalam makanan sehari-hari
Peningkatan kadar Na dan HCO3- , peningkatan ekskresi kalium pada feses
Peningkatan ekskresi kalium dalam urinPeningkatan sekresi kalium ke tubulus distal
Merangsang peningkatan sekresi aldosteronPeningkatan NaCO3 ke tubulus distaldan HCO3-
Peningkatan kehilangan cairan melaui diare
Penurunan absorbsi kalium dalam sel
Kekurangan kalium
Peningkatan sekresi kalium ke tubulus distal
Berkurangnya volume ECF
Hipoaldosteron sekunder
Peningkatan kehilangan kalium
Kekurangan kalium tubuh total yang sebenarnya
Peningkatan kadar kalium serum
Kalium keluar dari sel
HIPOKALEMIA
Peningkatan ekskresi kalium dalam urin
WOC HIPOKALEMIA
30
HIPOKALEMIA
Disfungsi otot polos saluran cernaTimbulnya vakuolisasi pada tubulus proksimal dan distal Perubahan hasil EKG Otot pernapasan melemah
Repolarisasi berkepanjangan Nafas dangkal
Ileus paralitik
Penurunan motilitas usus besar
Defisit volume cairan
Poliuri dan polidipsi
Gangguan pemekatan urin
Ketidakefektifan pola napas
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhAnoreksia
Distensi abdomen (perut terasa penuh)
Gelombang T menjadi datar, gelombang O bertambah besar
Aritmia
Depresi segmen ST
31
Gangguan konduksi jantung
Hiperkalemia
Peningkatan kadar Kalium dalam tubuh
Perpindahan Kalium dari ICF ke ECF
Terjadi di sistem konduksi jantung
DP : Aritmia jantung
Kelemahan pada otot
Perubahan gambaran ECG
Gelombang T menyatu dengan gelombang kompleks QRS
DP : Intoleran aktivitas
Terjadi pada otot pernafasan
Peningkatan kontraksi otot pernafasan
Peningkatan ekspansi paru
DP : Ketidakefektifan pola nafas
Sesak nafas
Gagal ginjal yang tidak diobati
Asidosis dan kerusakan jaringan (luka bakar,
cedera remuk)
Penurunan kemampuan ekskresi
Kalium
WOC Hiperkalemia
32
Diuretik
Kehilangan air disertai kehilangan
Na+
Penurunan kadar Na+ dalam ECF
Hiponatremia
Muntah, diare
Penurunan osmolalitas
Air memasuki sel2 otak
Pembengkakan sel otak
Penumpukan cairan intra cranii (edema serebral)
DP : Kekurangan volume cairan
Terjadi pada sel2 otak
Sel2 otak pecah
Air bergerak ke dalam sel
Peningkatan rasio air terhadap
Natrium
Peningkatan TIK
DP : nyeri akut (sakit kepala)
Terjadi pada sel2 paru
Air memasuki sel2
Pembengkakan sel paru
Sel2 pecah
Edema paru
DP : Gangguan pertukaran gas
Sesak nafas
DP : Ketidakefektifan pola nafas
Pengembangan paru kurang optimal
Peningkatan P hidrostatik kapiler paru
Mekanisme non-ginjalMekanisme ginjal
Gangguan hormon ADH (SIADH)
WOC Hiponatremia
33
Mekanisme ginjal Mekanisme non-ginjal
Gangguan hormon ADH (SIADH)
Mekanisme ginjal
Gangguan hormon ADH (SIADH)
WOC Hipernatremia
34
Diuresis osmotik
Pengecilan volume otak
Peningkatan kadar Natrium
Dehidrasi sel (pada sel otak)
Hipernatremia
Kehilangan air berlebih tanpa kehilangan Na+
Pengerutan sel otak
Kehilangan air berlebih tanpa penggantian
Demam, hiperventilasi, terpapar lingk. panas
DP : Peningkatan suhu tubuh
DP : Kekurangan volume cairan
Robekan pada vena
Perdarahan lokal otak (perdarahan subarachnoid)
Gangguan pada sekresi ADH (pada Diabetes insipidus)
Mekanisme ginjal Mekanisme non-ginjal
Tenggelam dalam air laut
Sal. Pernafasan dan kulit
KONSEP ASKEP
A. Pengkajian
1. Identitas :
Usia : Menentukan komponen cairan dalam tubuh (bayi, dewasa,
lansia).
Jenis kelamin: presentasi cairan pada laki-laki berbeda dengan
perempuan.
Penyakit yang mendasari : Jantung, paru-paru, DM, luka bakar,
gagal ginjal.
2. Keluhan utama : Mual, muntah, haus, seluruh tubuh bengkak (edema -
anasarka), sesak nafas.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa lemas, mual dan muntah, haus, sesak nafas, dan lain-
lain. Seluruh tubuh pasien terlihat edema. Pasien mengalami luka
bakar.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menderita penyakit jantung, paru-paru, DM, gagal ginjal.
5. Riwayat Penyakit Keluarga
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dipengaruhi oleh
faktor keturunan.
6. Data Psikososial dan Spiritual
Kelemahan mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi berkurang.
7. Pemenuhan Kebutuhan Dasar (ADL)
Nutrisi, cairan dan elektrolit
Konsumsi garam meningkat, makan makanan yang diawetkan.
Asupan cairan tidak memadai (kekurangan atau berlebihan).
Hygiene personal
Tidak bisa melakukan personal hygiene secara mandiri akibat
kelemahan, mual, muntah, sakit kepala.
36
Eliminasi
Perubahan pola eliminasi urin seperti diuresis, poliuria / oliguri.
Aktivitas dan istirahat
Mudah letih, lemas, tidak bersemangat.
8. Pemeriksaan Fisik
a. Sistem Pernapasan (B1)
Pengkajian pada sistem ini antara lain frekuensi pernapasan,
gangguan pernapasan seperti dispnea, rales, krekels dan bronki.
b. Sistem Kardiovaskuler (B2)
Pengkajian pada sistem ini meliputi pengukuran distensi vena
jugularis, frekuensi denyut nadi, tekanan darah, bunyi jantung,
disritmia.
c. Sistem Persarafan (B3)
Pengkajian pada sistem ini antara lain perubahan tingkat kesadaran,
gelisah atau kekacauan mental, refleks-refleks abnormal, perubahan
neuromuskular, misalnya berupa kesemutan, parestesia, fatigue, dan
lain-lain.
d. Sistem Perkemihan (B4)
Pengkajian pada sistem perkemihan antara lain perlu dikaji adakah
perubahan pola berkemih seperti oliguria, poliuria, atau anuria, serta
pemeriksaan berat jenis urine.
e. Sistem Pencernaan (B5)
Pengkajian pada sistem ini antara lain meliputi riwayat anoreksia,
kram abdomen, abdomen cekung, abdomen distensi, muntah, diare,
hiperperistaltik, dan lain-lain.
f. Sistem Muskuluskeletal (B6)
Pengkajian pada sistem ini antara lain kram otot, kesemutan, tremor,
hipotonisitas atau hipertonisitas, refleks tendon, dan lain-lain.
g. Sistem Integumen
Pengkajian pada sistem ini antara lain suhu tubuh, turgor kulit,
kelembaban pada bibir, adanya edema, dan lain-lain.
9. Data penunjang (Pemeriksaan Laboratorium)
Hematokrit meningkat = dehidrasi, ↓ = perdarahan.
Berat jenis plasma meningkat
Berat j
37
Gangguan Keseimbangan Cairan
Hipovolemi
Pengkajian
Gejala dan tanda kekurangan volume cairan bergantung pada
kecepatan dan besranya perubahan yang terjadi. Penurunan volume plasma
dan volume intertisial biasa terjadi pada kasus akut kolaps dan syok sirkulasi.
Akan tetapi, pada kebanyakan kasus, proses kekurangan volume cairan terjadi
secara perlahan-lahan.
Gejala lain yang didapatkan :
1. Gejala awal hipotensi ortostatik
2. Gejala lanjut meliputi hal-hal berikut :
Lesu, lemah, lelah dan anoreksia.
Takikardi sebagai upaya jantung mempertahankan perfusi jaringan.
Menurunnya turgor jaringan.
Penurunan volume intertisial menurun gejalan yang didapatkan adalah
sebagai berikut :
1. Lidah, membrane mukosa yang kering.
2. Oliguria, terjadi akibat efek aldosteron yang dipacu oleh berkurangnya
volume.
3. Rasa haus adalah tanda-tanda lain dari kekurangan volume cairan.
4. Penurunan berat badan merupakan gejala utama.
Nilai laboratorium yang biasa didapatkan adalah sebagai berikut :
1. Nilai hematokrit dan kadar protein serum ytang meningkat
menyatakan jumlah cairan intavaskular yang berkurang.
2. Konsentrasi natrium kemih <10 mEq/liter-20mEq/liter.
3. Meningkatnya nitrogen urea darah (BUN) dan kretinin plasma.
Diagnosis Keperawatan
DP : Resiko tinggi kekurangan volume cairan , hipovolemi, syok yang
berhubungan dengan pengelurana cairan berlebih sekunder dari
diare, muntah-muntah, perdarahan, diaphoresis, luka bakar yang
luas, pemakaian diuretic tak terkontrol.
Tujuan : Dalam waktu …x 24jam gangguan volume dan syok hipovolemik
teratasi dengan criteria hasil :
38
Klien tidak mengeluh pusing.
Membrane mukosa lembab.
Turgor kulit normal.
TTV normal.
CRT <3detik
Urine >600ml/ hari.
Laboratorium : nilai hematokrit dan protein serum meningkat.,
BUN/Kretinin menurun.
Intervensi :
1. Pemantauan status cairan (turgor kulit, membran mukosa, dan pengeluaran
urine).
Rasional : Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan
status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya
produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine <600ml/hari
karena merupakan tanda-tanda terjadinya syok kardiogenik.
2. Observasi sumber-sumber kehilangan cairan.
Rasional : kehilangan caiaran bisa berasal dari factor ginjal dan luar ginjal.
Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga
harus diatasi. Perdarahan harus dikendalikan. Muntah dapat diatasi dengan
obat-obat antiemetic dan diare dengan antidiare.
3. Observasi warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan diaphoresis secara
teratur.
Rasional : mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
4. Kolaborasi :
a. Pertahankan cairan secara intravena.
Rasional : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan
memudahkan perawat dalam melakukan control intake adan output
cairan.
b. Pemberian korikosteroid
Rasional : Efek kortikosteroid yang menahan cairan dapat
menurunkann bertambahnya cairan yang keluar.
DP : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya kelemahan akibat
penurunan natrium dan air yang di tandai dengan turgor kulit
menurun,mata cowong, CRT > 3 detik,mukosa bibir kering,TTV
abnormal.
39
Tujuan : pasien mampu melakukan aktivitas setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama …x 24 jam, dengan kriteria hasil :
Turgor kulit normal
TTV normal
CRT < 3 detik
Mata tidak cowong
Mukosa lembab
Intervensi :
a. Jelaskan pada pasien penyebab intoleransi aktivitas.
Rasional : Intoleransi aktivitas terjadi akibat adanya kelemahan akibat
penurunan natrium dan air.
b. Awasi masukan dan haluaran cairan
Rasional : perubahan pada kapasitas gaster atau motilitas usus dan
mual sangat mempengaruhi masukan dan kebutuhan cairan,
peningkatan resiko dehidrasi.
c. Dorong meningkatkan masukan oral bila mampu.
Rasional : memungkinkan penghentian tindakan dukungan cairan
infansif.
d. Kolaborasi dalam pemberian cairan tambahan IV.
Rasional : menggantikan kehilangan cairan dan memperbaiki
keseimbangan cairan dan pasien mampu untuk memenuhi cairan per
oral.
e. Observasi tanda vital, catat perubahan tekanan darah, takikardi,
demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler, dan kelembapan mukosa
bibir.
Rasional : indikator dehidrasi atau hipofolemia, keadekuatan
penggantian cair
f. Observasi kekuatan dan tonus otot. observasi tremor otot.
Rasional : kehilangan cairan dan elektrolit dapat mengakibatkan
penurunan natrium dan cairan, mengakibatkan kelemahan atau tetani
neuromuskuler.
DP : Penurunan curah jantung berhubungan dengan pengurangan aliran balik
vena yang ditandai dengan peningkatan frekuensi jantung (takikardi,
disritmia, perubahan gambaran pola EKG, perubahan tekanan darah
(hipotensi atau hipertensi), penurunan output urin, kulit dingin (kusam),
distensi vena jugularis, dan nyeri dada.
40
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama ....x24 jam penurunan curah
jantung pasien dapat teratasi dan tanda vital dalam batasan yang
dapat diterima dengan kriteria hasil:
TTV dalam batasan normal (nadi 80x/menit, TD 120/80 mmHg)
Tidak terjadi aritmia, denyut jantung dan irama jantung teratur.
CRT <3 dtk.
Output urin adekuat.
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab terjadinya penurunan curah jantung.
Rasional: penurunan curah jantung disebabkan oleh pengurangan
aliran balik vena.
2. Istirahatkan klien dengan tirah baring optimal.
Rasional: karena jantung tidak dapat diharapkan untuk benar-benar
istirahat saat proses pemulihan maka hal yang terbaik dilakukan
dengan mengistirahatkan klien sehingga melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung diturunkan.
3. Atur posisi tirah baring yang ideal, kepala tempat tidur harus dinaikan
20-30 cm (8-10 inci) atau klien didudukan di kursi.
Rasional: pada posisi ini aliran balik vena ke jantung dan paru
berkurang, kongesti paru berkurang dan penekanan hepar ke
diafragma menjadi minimal. Lengan bawah harus disokong dengan
bantal untuk mengurangi kelelahan otot bahu akibat berat lengan yang
menarik secara terus-menerus.
4. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan yang tenang.
Rasional: stres emosi menghasilkan vasokonstriksi yang terkait dan
meningkatkan tekanan darah dan meningkatkan frekuensi kerja
jantung.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen dengan kanula
nasal/masker sesuai dengan indikasi.
Rasional: meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium
melawan efek hipoksia/iskemi.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat diuretik, furosemik,
spironolakton.
Rasional: jenis obat ini dapat menurunkan preload paling banyak
digunakan dalam mengobati klien dengan curah jantung relatif normal
41
ditambah dengan gejala kongesti sehingga mempengaruhi reabsorbsi
natrium dan air.
7. Observasi rangkaian gambaran EKG dan perubahan TTV.
Rasional: depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi
karena peningkatan kebutuhan oksigen. Perubahan pada TTV
merupakan salah satu indikator terjadinya perubahan peningkatan
penurunan curah jantung.
DP : Risiko tinggi syok hipovolemik yang berhubungan dengan dehidrasi
berat (Perdarahan).
Tujuan : syok hipovolemik tidak terjadi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x24jam dengan criteria hasil :
TTV srabil dalam batas normal
Hemotokrit dengan batas normal (L : 40-52%, P : 35-47%)
Hemoglobin dalam batas normal (L : 11,5-16,5g/dL, P : 13-17,5g/dL)
Trombosit dalam batas normal (150.000-400.000/mm3)
Tidak ada tanda-tanda syok
Intervensi :
Jelaskan pada pasien penyebab terjadinya syok hipovolemik.
Rasional: syok hipovolemik terjadi karena adanya dehidrasi berat.
Bila terjadi syok hipovolemik, baringkan pasien dalam posisi datar.
Rasional : menghindari kondisi yang lebih buruk.
Anjurkan pada pasien dan keluarga untuk segera melapor jika tanda-
tanda perdarahan
Rasional: keterlibatan keluarga sangat membantu tim perawatan untuk
segera melakukan tindakan keperawatan yang tepat
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian transfuse dan cairan
parenteral
Rasional : untuk menggantikan volume cairan dan komponen darah
yang hilang dan untuk memenuhi keseimbangan cairan tubuh.
Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan
trombosit, hematokrit dan hemoglobin
Rasional : mengetahui timgkat kebocoran pembuluh darah.
Berikan kompres air hangat
Rasional : untuk mengurangi/ menurunkan rasa panas yang disebabkan
oleh infeksi.
42
Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan banyak minum.
Rasional : untuk mengurangi dehidrasi yang disebabkan oleh output
yang berlebihan.
Anjurkan pasien dan keluarga untuk memberikan pakaian tipis,
longgar dan menyerap keringat.
Rasional : agar pasien merasa nyaman.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antiseptic.
Rasional : untuk membantu memulihkan kondisi tubuh dan
mengurangi terjadinya infeksi.
Observasi TTV
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien
Observasi tanda-tanda perdarahan.
Rasional : perdarahan yang tepat diketahui dapat segera diatasi
sehingga pasien tidak sampai ke tahap hipovolemik akibat perdarahan
hebat.
Observasi perkembangan bintik-bintik merah di kulit, keringat dingin,
kulit lembab dan dingin serta tanda-tanda sianosis.
Rasional : menetahui tanda-tanda terjadinya syok sehingga dapat
menentukan intervensi secepatnya.
Hipervolemi
Pengkajian
Secara umum, penambahan berat badan adalah petunjuk dari
kelebihan volume ECF, karena beberapa liter cairan dapat saja sudah
tertimbun, sedangkan edema belum nyata terlihat. Penyebaran edema
generalisata terutama diatur oleh gaya gravitasi yang mempengaruhi tekakan
hidrostatik kapiler. Dengan demikian, edema biasanya terjadi pada daerah-
daerah yang tekanan hidrostatik kapilernya yang paling tinggi (daerah-daerah
yang rendah, misalnya: daerah tungkai atau sacral pada klien yang berbaring)
atau derah yang tekanan intertisialnya paling rendah (daerah periorbital, muka
scrotal). Jika dearah edema di tekan dengan ibu jari timbul lekukan yang akan
menetap sebentar karena cairan terdorong ke daerah lain, ini disebut juga
pitting edema.
Edema paru yang ditandai dengan ronkhi basah di seluruh lapangan paru dan
tanda-tanda penekanan pernafasan lainnya adalah salah satu manifestasi
kelebihan volume ECF yang perlu penanganan segera. Edema paru sering
43
terjadi pada klien dnegan gagal ventrikel kiri, keadaan yang ditandai dengan
peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler-kalpiler parunya. Pada keadaan
edema yang disebabkan penurunan tekanan osmotic koloid (seperti pada
sirosis, sindrom nefrotik) biasanya terjadi edema paru yang jelas disebabkan
oleh penyakit jantung.
Pada klien dengan kelebihan volume cairan dapat terjadi penimbunan cairan
dalam rongga-rongga tubuhnya. Khususnya pada klien sirosis, cairan dapat
tertimbun pada rongga peritoneal (asietes) akibat tekanan hidrostatik yang
meningkat pada pembuluh darah portal.
Tanda-tanda lain dari bertambahnya beban volume cairan adalah
peningkatan tekakan darah, denyut yang kuat, dan waktu pengosongan vena
tangan yang lambat. Distensi (pengembungan) vena jugularis dan
meningkatnya tekanan vena sentral merupakan tanda-tanda lain dari kelebihan
volume cairan.
Diagnosis Keperawatan
1. Aktual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan
pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder
akibat edema paru akut.
2. Aktual/resiko tinggi kelebihan volme cairan yang berhubungan dengan
kelebihan cairan sistemik, perembesan cairan intertisial di sistemik
sekunder dari penurunan curah jantung dan gagal jantung kanan.
Rencana Intervensi
DP : Actual/resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan
pengembangan paru tidak optimal, kelebihan cairan di paru sekunder
akibat edema paru akut.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24jam tidak
terjadi perubahan pola nafas dengan kriteria hasil :
Klien tidak sesak nafas.
Respon batuk berkurang.
RR dalam batas normal.
Intervensi :
1. Auskultasi bunyi nafas (krakels).
Rasional : indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
2. Observasi adanya edema.
Rasional : curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
44
3. Istirahatkan klien dengan posisi fowler.
Rasional : akan meningkatkan ekspansi paru optimal. Istrihat akan
mengurangi kerja jantung, meningkatkan tenaga cadangan jantung dan
menurunkan tekanan darah.
4. Manajemen lingkungan: lingkungan tenang dan batasi pengunjung.
Rasional : lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal
dan pembatasan pengunjung akan membatu meningkatkan kondisi O2
ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan sedikit.
5. Ukur intake dan output.
Rasional : penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrim/air dan penurunan urine.
6. Timbang berat badan.
Rasional : perubahan tiba-tiba pada berat badan menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.
7. Pertahankan pemasukan total cairan 2000ml/24jam dalam toleransi
kardiovaskuler.
Rasional : memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi
memerlukan
pembatasan dengan adanya dekompensasi jantung.
8. Kolaborasi :
a. Berikan diet tanpa garam.
Rasional : natrium meningkatakan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma yang berdampak terhadap peningkatan beban kerja
jantung dan akan meningkatkan kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh: furosemide, sprinolakton, hidronolakton.
Rasional : diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan
retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya
edema paru.
c. Pantau data labotorium elektrolit kalium.
Rasional : hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi.
DP : Actual/resiko tinggi kelebihan volme cairan yang berhubungan dengan
kelebihan cairan sistemik, perembesan cairan intertisial sistemik
sekunder dari penurunan curah jantung dan gagal jantung kanan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x24jam tidak
terjadi kelebihan volume cairan sistemik dengan criteria hasil :
45
Klien tidak sesak nafas.
Edema ekstremitas berkurang.
Pitting edema (-).
Produksi urine > 600 ml/hari.
Intervensi :
1. Observasi adanya ekstremitas.
Rasional : curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2. Observasi tekanan darah.
Rasional : sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja
jantung yang dapat diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
3. Observasi distensi vena jugularis.
Rasional : peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel kanan
yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan vena jugularis.
4. Observasi intake dan output.
Rasional : penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi
ginjal, retensi natrium/air dan penurunan pengeluaran urine.
5. Timbang berat badan
Rasional : perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian oksigen tambahan dengan
nasal kanul/masker sesuai dengan indikasi.
Rasional : Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
miokardium untuk melawan efek hipoksia/iskemia.
7. Kolaborasi :
a. Berikan diet tanpa garam.
Rasional : natrium meningkatakan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang berdampak terhadap
peningkatan beban kerja jantung dan akan meningkatkan
kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh furosemide, spironolakton, hidronolakton.
Rasional : diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma
dan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko
terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium elektrolit kalium.
Rasional : hipokalemia dapat membatasi keefektifan terapi
46
Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Hipokalemia
Pengkajian :
Untuk klien beresiko terjadinya hipolakemia perawat perlu memantau
pemberian diet yang mengandung cukup kalium. Masuka harian kalium pada
orang dewasa rata-rata adalah 50-100 mEq/liter. Adanya kelitihan
anoreksia,kelemahan otot, penurunan motalitas usus, dan parestesia dapat
terjadi pada hiperkalemia. Jika tersedia EKG dapat memberikan informasi
yang bermanfaat. Klien yang mendapat terapi digitalis beresiko mengalami
defisiensi kalium yang harus di pantau dengan ketat.
Diagnosis dan intervensi
DP : Defisit volume cairan berhubungan dengan poliuria dan polidipsi yang
ditandai dengan pasien berkemih dalam volume sedikit, sering
berkemih.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan selama ....x24 jam perubahan pola
eliminasi pasien dapat diatasi dengan kriteria hasil:
Pasien menunjukan pola berkemih normal.
Karakteristik urin normal.
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien penyebab defisit volume cairan.
Rasional: deficit volume cairan disebabkan oleh adanya gangguan
pemekatan urin.
2. Anjurkan pasien untuk minum atau masukan cairan (2-4 gelas/hari)
termasuk juice yang mengandung asam askorbat.
Rasional: membantu mempertahankan fungsi ginjal, mencegah
infeksi
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan intravena
Rasional : program cairan intravena sangat penting bagi pasien yang
mengalami deficit volume cairan dengan keadaan umum yang jelek
karena cairan yang masuk langsung ke pembuluh darah.
4. Observasi TTV
Rasional : TTV merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
47
5. Observasi tanda dan gejala kekurangan volume cairan (selaput
mukosa kering, rasa haus, dan produksi urine menurun)
Rasional : deteksi dini kekurangan volume cairan
6. Observasi dan catat cairan yang masuk dan keluar
Rasional : mengetahui keseimbangan cairan yang masuk dan keluar.
DP : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
ditandai dengan penurunan berat badan, keluhan anoreksia,
mengkonsumsi kurang dari 30% makanan, menyatakan
ketidaknyamanan lambung, tonus otot buruk.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam intake
nutrisi klien terpenuhi dengan criteria hasil :
Klien dapat mempertahankan status gizinya dari yang semula
kurang menjadi adekuat.
Pernyataan motivasi kuat untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya.
Klien mengkonsumsi makanan tinggi protein, tinggi kalori, dan
rendah garam.
Klien dapat mempertahankan integritas kulit.
Klien dapat menjelaskan modifikasi diet, efek, dan efek samping
penggunaan obat.
Intervensi :
1. Jelaskan pada pasien penyebab nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Rasional : nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh disebabkan oleh
adanya anoreksia/tidak adanya napsu makan.
2. Fasilitasi klien untuk memperoleh diet biasa yang disukai klien
(sesuai indikasi).
Rasional : memperhitungkan keinginan individu dapat memperbaiki
intake gizi.
3. Ajarkan pasien teknik perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
serta sebelum dan sesudah intervensi/pemeriksaan per oral.
Rasional : menurunkan rasa tak enak karena sisa makanan, sisa
sputum atau obat pada pengobatan sistem pernapasan yang dapat
merangsang pusat muntah.
4. Fasilitasi pemberian diet TKTP, berikan dalam porsi kecil tapi
sering.
Rasional : memaksimalkan intake nutrisi tanpa kelelahan dan energi
besar serta menurunkan serta mneurunkan iritasi saluran cerna.
48
5. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam menetapkan komposisi dan jenis
diet yang tepat bagi pasien.
Rasional : merencanakan diet dengan kandungan gizi yang cukup
untuk memenuhi kebutuhan energi dan kalori sehubungan dengan
hipermetabolik klien.
6. Kolaborasi dengan pihak laboratorium untuk pemeriksaan
laboratorium khususnya BUN, protein serum dan albumin.
Rasional : untuk menilai kemajuan terapi diet dan dan membantu
perencanaan intervensi selanjutnya.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian multivitamin.
Rasional : multivitamin bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
vitamin yang tinggi sekunder dari peningkatan dari peningkatan laju
metabolism umum.
8. Observasi intake dan output nutrisi, timbang berat badan secara
periodik (sekali seminggu).
Rasional: berguna dalam mengukur keefektifan intake gizi dan
dukungan cairan.
DP : Aktual atau resiko tinggi aritmia yang berhubungan dengan
gangguan konduksi elektrikal sekunder dari penurunan kalium sel
sel miokardium.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam tidak terjadi
aritmia dengan kriteria : tidak gelisah,tidak mual-muntah, GCS 4-
5-6, tidak ada papilla edema, TTV normal, tidak mengalami deficit
neurologis, kadar kalium serum normal.
Intervensi:
1. Observasi faktor penyebab keadaan individu dan factor-faktor yang
menurunkan kalium di ICF.
Rasional : banyak factor yang menyebbkan hipokalemia dan
penanganannya disesuaikan dengan factor penyebab.
2. Hindari pemakaian digitalis pada klien hipokalemia.
Rasional : diuretic,digitalis dan hipokalemia merupakan gabungan
keadaan yang bisa membahayakan nyawa, karena diuretik menyebabkan
hipokalemia,dan hipokalemia meningkatkan efek digitalis.
3. Observasi TTV tiap 4jam
Rasional : adanya perubahan TTV secara cepat dapat menjadi pencetus
aritmia pada klien hipokalemia.
49
4. Berikan diet sumber kalium.
Rasional : sumber-sumber kalium termasuk buah dan sari buah (pisang,
melon, buah sitrus), sayur-sayuran segar dan beku, dan makanan olahan,
pisang, apricot, jeruk, alpukat, kacang-kacangan, kismis, kentang
merupakan pengganti garam yang mengandung 50-60 mEq kalium.
5. Pemantauan tetap kadar kalium darah dan EKG.
Rasional : Upaya deteksi berencana untuk mencegah hipokalemia.
6. Pantau klien yang berisiko terjadi hipokalemi.
Rasional : Bila hipokalemi terjadi akibat penyalahgunaan laksatif atau
diuretic, penyuluhan klien dapat membantu menghilangkan masalah.
Bagian dari riwayat kesehatan dan pengkajian kesehatan harus diarahkan
untuk mengidentifikasi masalah yang berhubungan dengan pencegahan
melalui penyuluhan.
7. Pemberian suplemen kalium oral seperti obat aspar K.
Rasional : Kalium oral (asparK) dapat menghasilkan lesi usus kecil oleh
karena itu, klien harus dikaji dan diberi peringatan tentang distensi
abdomen, nyeri, atau perdarahan GI.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian kalium lewat infuse.
Rasional : Kalium tidak pernah diberikan melalui suntikan IV/IM. Jika
menyiapkan infuse IV, infuse harus tercampur dengan baik untuk
mencegah dosis bolus yang terjadi akibat terkumpulnya kalium didasar
penampung IV. Umumnya, konsentrasi yang lebih besar dari 60 mEq/L
tidak diberikan melalui vena perifer, karena dapat terjadi nyeri vena dan
sklerosis. Untuk kebutuhan rumatan rutin kalium diberikan pada kecepatan
tidak lebih dari 10 mEq/jam yang diencerkan secukupnya.
DP : Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan otot
kesulitan bernapas, penurunan tekanan alat inspirasi dan respirasi,
pemakaian otot pernapasan, pernapasan cuping hidung, dispnea,
frekuensi dan kedalaman pernapasan abnormal.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ....x24 jam pola
pernafasan klien kembali efektif dengan kriteria hasil:
Irama, frekuensi, dan kedalama pernapasan dalam batas normal.
Bunyi nafas terdengar jelas.
Respirator terpasang dengan optimal.
Tidak menggunakan otot bantu napas.
Gerakan dada normal.
50
Intervensi:
Jelaskan pada pasien penyebab terjadinya pola nafas tidak efektif.
Rasional: pola napas tidak efektif disebabkan oleh adanya kelemahan pada
otot-otot pernapasan.
Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk
Rasional: penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga
ekspansi paru bisa maksimal.
Anjurkan pasien untuk tirah baring, batasi aktivitas, dan bantu kebutuhan
perawatan diri sehari-hari sesuai dengan keadaan klien.
Rasional: menurunkan konsumsi oksigen selama periode penurunan
pernapasan dan dapat menurunkan beratnya gejala.
Berikan ventilasi mekanik.
Rasional: ventilasi mekanik digunakan jika pengkajian sesuai kapasitas
vital, klien memperlihatkan perkembangan ke arah kemunduran, yang
mengindikasi kearah memburuknya kekuatan otot-otot pernapasan.
Lakukan pemeriksaan kapasitas vital pernapasan.
Rasional: kapasitas vital klien dipantau lebih sering dan dengan interval
yang teratur dalam penambahan kecepatan pernapasan dan kualitas
pernapasan, sehingga pernapasan yang tidak efektif dapat diantisipasi.
Penurunan kapasitas vital karena kelemahan otot-otot saat menelan,
sehingga hal ini menyebabkan kesulitan saat batuk dan menelan dan
adanya indikasi memburuknya fungsi pernapasan.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian humidifikasi oksigen 3
liter/menit.
Rasional: membantu pemenuhan oksigen yang sangat diperlukan tubuh
dengan kondisi laju metabolisme sedang meningkat.
Observasi tanda-tanda vital (nadi dan RR).
Rasional: peningkatan RR dan takikardi merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru.
Hiperkalemia
Diagnosa keperawatan :
1. Aritmia yang berhubungan dengan gangguan konduksi elektrikal sekunder
akibat peningkatan kadar kalium ditandai dengan pasien gelisah, GCS
abnormal, terdapat papil edema, TTV abnormal.
Tujuan : pasien tidak mengalami aritmia setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …x24 jam,
51
Kriteria : pasien tidak gelisah, tidak mengeluh mual-mual, GCS 4-5-6, tidak
terdapat papil edema, dan TTV dalam batas normal.
Intervensi :
1. Beri diet rendah kalium.
Rasional: kadar kalium yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya aritmia.
2. Pantau TTV tiap 4 jam.
Rasional: adanya perubahan TTV secara cepat dapat menjadi pencetus
aritmia.
3. Pantau ketat kadar kalium dalam darah dan EKG.
Rasional: upaya mencegah terjadinya hiperkalemi.
4. Observasi klien yang mendapat infus dengan aliran cepat dan
mengandung kalium.
Rasional: hiperkalemia dapat disebabkan karena pemberian obat-obatan,
misalnya pemberian pemberian infus IV yang mengandung kalium dengan
kecepatan tinggi.
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian natrium bikarbonat.
Rasional: natrium bikarbonat akan memperbaiki asidosis dan perpindahan
K+ ke dalam sel.
6. Kolaborasi untuk pemberian Glukosa 10 %
Rasional: glukosa 10% akan memindahkan K+ ke dalam sel.
7. Hindari pemakaian diuretik tidak hemat kalium
Rasional: upaya untuk menurunkan serum kalium dalam darah.
2. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan peningkatan kontraksi
otot pernafasan ditandai dengan sesak nafas, retraksi dada kurang maksimal,
RR meningkat
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ….x 24 jam pola
nafas pasien menjadi optimal dengan
Kriteria hasil : pasien tidak sesak, retraksi dada maksimal, RR dalam batas
normal (12-20 x/menit)
Intervensi :
1. Atur posisi pasien semi fowler.
Rasional: posisi semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru.
2. Ajarkan pasien batuk efektif.
Rasional: batuk efektif membantu membersihkan jalan nafas dengan
mengeluarkan sekret.
3. Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan ventilator.
52
Rasional: ventilator memberikan bantuan baik secara total maupun
sebagian.
4. Kolaborasi dengan dalam pemberian diuretik.
Rasional: diuretik meningkatkan pengeluaran cairan yang berlebih
(edema) dalam tubuh.
5. Observasi tanda-tanda vital
Rasional : perubahan tanda-tanda vital menunjukkan perubahan fungsi
paru
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot sebagai dampak
sekunder dari hipokalemi.
Tujuan : aktivitas sehari-hari terpenuhi dan kemampuan beraktivits meningkat
Kriteria hasil : dapat beraktivitas tanpa gejala-gejala yang berat, terutama saat
mobilisasi di tempat tidur
Intervensi :
Jelaskan pada pasien penyebab intoleransi aktivitas.
Rasional : intoleransi aktivitas di sebabkan karena kelemahan otot terjadi
perlambatan konduksi ventrikuler.
Pertahankan pasien tirah baring sementara sakit akut.
Rasional : untuk mengurangi beban kerja jantung.
Pertahankan rentang gerak pasif pasien.
Rasional : meningkatkan kontraksi otot, sehingga membantu vena balik.
Berikan waktu istirahat di antara waktu aktivitas.
Rasional : untuk mendapat cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak
terlalu memaksa kerja jantung.
Anjurkan pasien untuk terapi hemodialisa atau dialisa peritoneal.
Rasional : untuk membantu mengurangi kadar kalium dari tubuh dan
mempertahankan kadar kalium dalam kisaran yang dapat diterima.
Observasi TTV saat kemajuan aktivitas terjadi (sebelum dan sesudah
aktivitas).
Rasional : untuk mengetahui fungsi jantung yang berkaitan dengan
aktivitas dan sebagai respon pasien terhadap aktivitas dapat
mengindikasikan penurunan oksigen miokard.
53
Hiponatremia
Diagnosa keperawatan :
1. Nyeri akut (sakit kepala) berhubungan dengan peningkatan tekanan intra
kranial yang ditandai dengan pasien mengungkapkan nyeri kepala, perilaku
berhati-hati/gelisah, dan insomnia.
Tujuan: Gangguan teratasi dan nyeri berkurang atau hilang setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama…x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh nyeri kepala
Ansietas dan perilaku berhati-hati berkurang
Tidak insomnia
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien atau keluarga pasien tentang penyebab nyeri
Rasional: nyeri disebabkan oleh adanya peningkatan pada ruang
intrakranial yang mendorong saraf yang berada disekitanya.
2. Anjurkan untuk beristirahat dalam ruangan yang tenang
Rasional: menurunkan stimulasi yang berlebihan yang dapat mengurangi
sakit kepala
3. Berikan kompres dingin pada kepala
Rasional: meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan vasodilatasi
4. Instruksikan pasien untuk melaporkan nyeri dengan segera jika nyeri itu
muncul.
Rasional: pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat
menurunkan beratnya serangan.
5. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik (asetaminofen
dan ponstan)
Rasional: penanganan pertama dari sakit kepala secara umum hanya
kadang bermanfaat pada sakit kepala karena gangguan vaskuler.
6. Observasi tentang keluhan dan perkembangan yang terjadi pada pasien.
Rasional: dapat dijadikan indikator kebehasilan dalam pemberian
tindakan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan edema paru ditandai dengan pasien
mengeluh sesak, sianosis, CRT > 3 detik, akral dingin lembab dan pucat.
Tujuan: masalah pada pasien teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama…x24 jam dengan
Kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh sesak
54
Tidak sianosis
CRT < 3 detik
Akral hangat kering merah.
Intervensi:
1. Jelaskan pada pasien tentang penyebab gangguan pertukaran gas
Rasional: gangguan terjadi karena paru mengalami edema sehingga paru
tidak bisa maksimal dalam mensuplai oksigen keseluruh tubuh.
2. Bantu pasien pada posisi semi fowler atau fowler
Rasional: posisi tersebut dapat memaksimalkan ekspansi paru karena
posisi paru tidak terdorong oleh otot difragma.
3. Tingkatkan tirah baring atau batasi aktivitas dan bantu aktivitas perawatan
diri sesuai keperluan
Rasional: menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan selama periode
penurunan pernapasan dapat menurunkan beratnya gejala.
4. Kolaborasi dalam pemberian O2 lembab, cairan IV, dan berikan
kelembaban ruangan yang tepat.
Rasional: kelembaban mengilangkan dan memobilisasi secret dan
meningkatkan transport O2.
5. Observasi perubahan pasien yang membaik
Rasional: menjadi indikasi dalm keberhasilan tindakan.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan edema paru yang ditandai
dengan pasien mengeluh sesak nafas, takikardi, retraksi dada tidak maksimal,
RR meningkat.
Tujuan : pola nafas pasien menjadi efektif setelah dilakukan tindakan
keperawatan…x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh sesak
Nadi 60-100x/ menit
Retraksi dada maksimal
RR 12-20x/ menit
Intervensi :
1) Jelaskan pada pasien penyebab ketidakefektifan pola pernafasan
Rasional : pola nafas tidak efektif disebabkan oleh edema paru yang
mengakibatkan ekspansi paru mengembang kurang optimal.
2) Atur posisi pasien semi fowler.
Rasional: posisi semi fowler dapat meningkatkan ekspansi paru.
55
3) Kolaborasi dengan dokter dalam pemasangan ventilator.
Rasional: ventilator memberikan bantuan baik secara total maupun
sebagian.
4) Kolaborasi dengan dalam pemberian diuretik.
Rasional: diuretik meningkatkan pengeluaran cairan yang berlebih
(edema) dalam tubuh.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan sekunder akibat
diare yang ditandai dengan pasien mengeluh lemas, konjungtiva pucat, bising
usus meningkat, peningkatan frekuensi defekasi.
Tujuan : kekurangan volume cairan teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama….x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh lemas
Kunjungtiva merah muda
Bising usus normal (5-30x/ menit)
Frekuensi dan konsistensi defekasi normal
Intervensi :
1. Jelaskan kepada pasien tentang penyebab kekurangan volume cairan
Rasional: kekurangan volume cairan disebabkan karena pengeluaran
cairan yang berlebihan karena diare.
2. Berikan asupan nutrisi yang mengandung sedikit serat
Rasional: makanan yang tinggi serat bisa meningkatkan bising usus
sehingga dapat memperparah kondisi diare.
3. Pantau status cairan (turgor kulit, membran mukosa, dan pengeluaran
urine).
Rasional : Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan
status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya
produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi urine
<600ml/hari karena merupakan tanda-tanda terjadinya syok
kardiogenik.
4. Kolaborasi :
Pertahankan cairan secara intravena.
Rasional : Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan
cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control
intake dan output cairan.
56
Pemberian korikosteroid
Rasional: Efek kortikosteroid yang menahan cairan dapat
menurunkan bertambahnya cairan yang keluar.
5. Observasi tanda kehilangan cairan.
Rasional : kehilangan caiaran bisa berasal dari faktor ginjal dan luar
ginjal. Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan
ini juga harus diatasi. Muntah dapat diatasi dengan obat-obat
antiemetik dan diare dengan antidiare.
Hipernatremia
Diagnosa keperawatan:
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan pemajanan terhadap panas,
sinar matahari ditandai dengan kulit hangat dan kemerahan, peningkatan
kedalaman pernapasan, takikardi (>100 kali/menit), suhu tubuh lebih dari
38,5°C.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan ...x 24 jam, suhu tubuh
pasien akan kembali normal dengan kriteria hasil : kedalaman nafas normal,
suhu tubuh 37,5°C, nadi 60 – 100 kali/menit.
Intervensi :
1. Jelaskan pada pasien penyebab peningkatan suhu tubuh
Rasional: suhu tubuh meningkat akibat perubahan di hipotalamus (pusat
pengaturan suhu tubuh).
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan asupan cairan.
Rasional: peningkatan asupan cairan menggantikan cairan yang hilang
akibat peningkatan suhu tubuh.
3. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik.
Rasional: antipiretik membantu menurunkan peningkatan suhu tubuh.
4. Pantau intake dan output cairan
Rasional: output cairan berlebih tanpa didukung dengan intake cairan
yang adekuat akan memperburuk dehidrasi.
5. Observasi TTV (suhu, nadi, RR)
Rasional: peningkatan atau penurunan suhu tubuh menunjukkan
keefektifan tindakan yang diberikan.
57
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan haluaran urine yang
berlebihan akibat Diabetes Insipidus (ketidakadekuatan hormone diuretik)
yang ditandai dengan poliuria, turgor kulit menurun, mukosa bibir kering, dan
nadi meningkat.
Tujuan : kekurangan volume cairan teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan …x24 jam dengan criteria hasil:
Miksi normal (1cc/kg BB/ jam)
Turgor kulit baik (kembali dalam 2 detik)
Mukosa bibir lembab
Nadi normal (60-100x/ menit)
Intervensi :
1. Jelaskan pada pasien penyebab kekurangan cairan
Rasional: kekurangan cairan terjadi karena pengeluaran urine yang
berlebihan sebagai efek dari Diabetes Insipidus.
2. Timbang BB dalam waktu yang sama
Rasional: penurunan atau peningkatan BB menunjukan berat ringannya
dehidrasi yang terjadi karena kelebihan pengeluaran urine.
3. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, osmolalitas urine dan
serum kreatinin.
Rasional: perubahan pada komponen urine menunjukkan gangguan pada
fungsi ginjal.
4. Kolaborasi dengan dokter pemberian diuretic dengan infuse D5W
Rasional : diuretik membantu membuang natrium yang berlebihan dalam
tubuh.
5. Observasi perubahan eliminasi miksi pada pasien
Rasional: perubahan yang terjadi menunjukan keberhasilan tindakan
rehidrasi yang dilakukan.
3. Intoleran aktivitas berhubungan dengan penurunan transport oksigen yang
ditandai dengan pasien mengeluh lemah dan pusing saat beraktivitas, RR
meningkat, tensi menurun, diaphoresis.
Tujuan: pasien tidak mengalami intoleran aktivitas setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama…x24 jam dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh lemah dan pusing saat aktivitas
RR normal (12-20x/ menit)
Tensi normal (120/90 mmHg)
Tidak terjadi diaphoresis
58
Intervensi :
1. Jelaskan pada pasien penyebab kelemahan saat melakukan aktivitas
Rasional : kelemahan terjadi akibat suplai oksigen ke otak berkurang
sehingga oksigen yang dibutuhkan otot juga berkurang.
2. Batasi dan bantu aktivitas pasien
Rasional: meminimalkan kebutuhan penggunaan oksigen dalam tubuh
3. Anjurkan pasien untuk tirah baring yang cukup
Rasional: membatasi penggunaan energi dalam tubuh.
4. Observasi keluhan dan TTV (RR dan tensi)
Rasional: perubahan yang berarti menunjukkan keberhasilan dalam
tindakan.
59
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson dkk. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit ; alih bahasa : Brahm U. Pendit dkk. 2003. Jakarta : EGC.
Setiyohadi, Bambang dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Internal Publishing
Muttaqin, Arif. 2009. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular dan Hematologi. Jakarta : Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FK UI
Sudoyo, Aru W. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid 1. Jakarta : Interna Publishing.
60
Lampiran Pertanyaan
Kelompok 1
1. Kapan nadi dan suhu bisa meningkat atau menurun? (Maria Kurnia Wati
Harus)
2. Jelaskan pada pengkajian kebutuhan cairan masing-masing usia? Jelaskan
refleks-refleks abnormal? (Chrissantus Danang W)
3. Jelaskan diuresis osmotik dan kehilangan lewat ginjal?
4. Pada WOC mengapa ada gangguan fungsi ginjal berat dan disfungsi ginjal
primer? (Yohanes Jakri)
5. Pada pemeriksaan fisik, jelaskan pemeriksaan apa yang digunakan per sistem
atau head to toe? (Marsiana Lisetia Dewi)
6. Kebutuhan cairan pada bayi dan gangguan keseimbangan sering terjadi pada
usia berapa? (Fransiska Novita Ngamal)
Kelompok 3
1. Apa yang dimaksud dengan kehilangan melalui ruang ketiga? Apa yang
dimaksud dengan diuresis osmotik obligatory? (Marsalina Maria M.G.K.)
2. Perubahan kepribadian seperti apa yang terjadi pada hipervolemi? Apa yang
dimaksud abdomiolisis? Bagaimana konsumsi vitamin D yang tidak adekuat
bisa menyebabkan hipokalsemia? Bagaimana tranfusi darah bersitrat bisa
menyebabkan hipokalsemia? (Melisa Cristina Tani)
3. Mengapa terjadinya edema diatas sternum? Jelaskan tentang pemberian air
kran berlebihan pada hiponatremi? (Maria Martha L.)
4. Jelaskan Tanda Chvostek ? (Yohanes Jakri)
61