10
HALITOSIS Halitosis adalah bau tidak sedap yang keluar dari rongga mulut. Halitosis juga dengan istilah oral malodor, fetor ex ore atau fetor oris. Halitosis merupakan masalah rongga mulut yang sering ditemukan pada rongga mulut setelah insidensi karies dan kerusakan jaringan periodontal. Halitosis disebabkan karena adanya pembentukan VSC (volatile sulfur compound) yang terdiri dari H2S, CH3SH dan (CH3)2S . pada penderita halitosis biasanya ditemukan 6-23% kadar VSC. ETOLOGI , KLASIFIKASI dan FAKTOR RESIKO HALITOSIS Terjadinya halitosis dapat berhubungan dengan gangguan yang terjadi pada saluran pernafasan atas dan bawah, penyakit saluran pencernaan, penyakit pada ginjal ataupun hati. Namun, sebagian besar etiologi halitosis berasal dari rongga mulut. Secara garis besar halitosis dibagi menjadi 2 yaitu : 1. halitosis fisiologis halitosis fisiologis adalah halitosis yang terjadi secara normal dan bersifat sementara contohnya adalah halitosis yang terjadi pada saat bernafas di pagi hari. Keadaan ini berhubungan dengan adanya penurunan aktifitas otot-otot mastikasi sehingga ransangan glandula salivarius untuk memproduksi saliva berkurang dan menyebabkan mulut kering dan halitosis. 2. halitosis patologis halitosis patologis adalah halitosis yang terjadi kaibat adanya kelainan dalam rongga mulut maupun akibat penyakit sistemik. masalah lokal yang menyebabkan halitosis biasanya adalah masalah rongga mulut yang memiliki hygieneyang buruk, kondisi tersebut memediasi pertumbuhan bakteri untuk terus berkembang. Karies, tounge coating dan penyakit jaringan periodontal merupakan penyakit yang juga dapat memicu halitosis. Penyakit sistemik yang sering dihubungkan dengan halitosis adalah diabetes mellitus, penyakit hati, penyakit gagal ginjal, serta penyakit pada saluran gastrointestinal. Sedangkan faktor – faktor resiko halitosis dapat seperti makanan,tembakau,mulut kering , penggunaan protesa, Obat- obatan, dan diet.

Materi SGD2_LBM5

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Materi SGD Blok 14 LBM 5

Citation preview

HALITOSIS

Halitosis adalah bau tidak sedap yang keluar dari rongga mulut. Halitosis juga dengan istilahoral malodor, fetor ex ore atau fetor oris. Halitosis merupakan masalah rongga mulut yang sering ditemukan pada rongga mulut setelah insidensi karies dan kerusakan jaringan periodontal. Halitosis disebabkan karena adanya pembentukan VSC (volatile sulfur compound) yang terdiri dari H2S, CH3SH dan (CH3)2S . pada penderita halitosis biasanya ditemukan 6-23% kadar VSC.

ETOLOGI , KLASIFIKASI dan FAKTOR RESIKO HALITOSIS

Terjadinya halitosis dapat berhubungan dengan gangguan yang terjadi pada saluran pernafasan atas dan bawah, penyakit saluran pencernaan, penyakit pada ginjal ataupun hati. Namun, sebagian besar etiologi halitosis berasal dari rongga mulut.Secara garis besar halitosis dibagi menjadi 2 yaitu :1.halitosis fisiologishalitosis fisiologis adalah halitosis yang terjadi secara normal dan bersifat sementara contohnya adalah halitosis yang terjadi pada saat bernafas di pagi hari. Keadaan ini berhubungan dengan adanya penurunan aktifitas otot-otot mastikasi sehingga ransangan glandula salivarius untuk memproduksi saliva berkurang dan menyebabkan mulut kering dan halitosis.2.halitosis patologishalitosis patologis adalah halitosis yang terjadi kaibat adanya kelainan dalam rongga mulut maupun akibat penyakit sistemik. masalah lokal yang menyebabkan halitosis biasanya adalah masalah rongga mulut yang memilikihygieneyang buruk, kondisi tersebut memediasi pertumbuhan bakteri untuk terus berkembang. Karies, tounge coatingdan penyakit jaringan periodontal merupakan penyakit yang juga dapat memicu halitosis. Penyakit sistemik yang sering dihubungkan dengan halitosis adalah diabetes mellitus, penyakit hati, penyakit gagal ginjal, serta penyakit pada saluran gastrointestinal. Sedangkan faktor faktor resiko halitosis dapat seperti makanan,tembakau,mulut kering , penggunaan protesa, Obat-obatan, dan diet.

FAKTOR RESIKO HALITOSISFaktor resiko halitosis biasanya berasal dari makanan seperti susu, bawang, telur, atau makanan pedas. Selain makanan adapula faktor resiko halitosis lain seperti nikotin pada seperti tembakau, alcohol, obat-obatan, atau diet serta kondisi lain yang dapat menjadi faktor resiko halitosis adalahxerostomiaatau mulut kering , pemakaian gigi tiruan ataupun adanya restorasi yang kurang baik. Pada orang yang mengalamixerostomiamengakibatkan penurunan jumlah produksi saliva. Sehingga mengakibatkan menurunnya fungsi saliva sebagaiself cleansingrongga mulut menjadi terganggu.Xerostomiadapat disebabkan oleh pengkonsumsian alcohol, obat anti-depresan, anti-histamin, anti-kolinergik, dan diet.

DIAGNOSIS dan PENGUKURAN HALITOSISDiagnosis halitosis sangat perlu dilakukan untuk mengetahui etiologi dari timbulnya halitosisi tersebut. Dengan mengetahui etiologi pasti maka rencana perawatan terhadap pasien halitosis dapat dilakukan secara optimal. Pemeriksaan secara sistemik maupun intraoral sangat diperlukan untuk mengetahui etiologi seseorang mengalami halitosis. Etilogi yang berbeda akan mengahsilkan suatu perawatan yang berbeda meskipun memiliki gejala klinis yang sama yaitu halitosis. Metode untuk mendiagnosa halitosis terbagi menjadi dua yaitu metode langsung dan metode tidak Langsung1.METODE LANSUNGMetode langsung dilakukan dengan cara menghirup secara langsung gas-gas yang berasal dari rongga mulut pasien yang mengandung sulfur penyebab timbulnya halitosis.2.METODE TIDAK LANGSUNGMetode tidak langsung biasanya dilakukan dilabiratorium untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang berperan dalam menghasilkan VSC atau mengidentifikasi gas-ga syang menjadi hasil metabolism dari suatu bakteri yang dapat menyebabkan halitosis.

PENATALAKSANAAN HALITOSISUntuk menghilangkan halitosis maka kita harus dapat mengetahui etiologi terlebih dahulu, etiologi itu sendiri dapat berasal dari faktor lokal maupun sistemik. Penatalaksanaan halitosis secara umum meliputi :1.menyikat gigi2.menggunakan benang gigi3.membersihkan lidah4.menggunakan obat kumur5.diethalitosis yang disebabkan oleh faktor sistemik seperti diabetes mellitus maupun gangguan gastrointestinal dapat dilakukan modifikasi perawatan atau dengan cara berkonsultasi dengan dokter spesialis yang berkopetensi untuk penyakit tersebut

REFERENSIpintauli, S. 2008. MASALAH HALITOSIS DAN PENATALAKSANAANNYA.dentika dental journal, vol 13, no.1, 2008 74-79.

Hubungan Periodontitis dan Diabetes Melitus

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar belakang Kelainan pada gigi dapat disebabkan pleh karies dan penyakit periodontal yang dalam proses infeksinya terjadi karena lingkungan bakteri rongga mulut. Adanya kondisi tersebut tidak diherankan jika ditemukan infeksi gigi piogenik, dmana penyebab utama infeksi adalah bakteri penghasil nanah dalam rongga mulut.1,2Penyakit periodontal sering melibatkan sejumlah penyebab dan gejala-gejala yang kompleks. penelitian juga menyebutkan adanya hubungan antara diabetes Melitus dengan penyakit periodontal (Periodontitis).1,2Penderita DM menunjukan resiko yang lebih tinggi untuk mengalami periodontitis. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena adanya perubahan pada pembuluh darah, gangguan fungsi neutrofil, sintesis kolagen, factor-faktor mikrobiotik, dan predisposisi genetic.2Komplikasi kesehatan rongga mulut yang dilaporkan berhubungan dengan DM adalah kehilangan gigi, gingivitis, periodontitis, dan kelainan patologis jaringan lunak rongga mulut. Keluhan p[ada rongga mulut dapat timbul pada penderita DM yang belum terdeteksi, pasien DM yang belum terkontrol, atau pasien DM dengan perawatan yang tidak adekuat. Prevalensi dan keparahan komplikasi medis dan kesehatan rongga mulut tergantung pada tipe DM.1,3Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit dengan karakteristik perubahan toleransi glukosa dan gangguan metabolisme lemak dan karbohidrat. Pada penderita DM ditemukan penurunan fungsi PMN, yang dapat menyebabkan penurunan resistensi host terhadap infeksi.2,3Pasien DM memiliki laju kehilangan gigi dan penyakit periodontal yang lebih tinggi daripada non diabetes dan lamanya menderita diabetes juga memperbesar kerusakan jaringan periodontal. Pasien Dm yang control metabolismenya tapi kesehatan atau kebersihan mulutnya baik, hanya mengalami kerusakan periodontal yang minimal.3BAB IIPEMBAHASANPeridontitis yaitu hilangnya pelekatan ligament periodontal dan tulang pendukung gigi yang sering kali disertai dengan inflamasi pada jaringan ginggiva. Periodontitis umumnya disebabkan oleh plak, yaitu lapisantipis biofilm yang mengandung bakteri, dan sisa makanan. Lapisan ini melekat pada permukaan gigi dan berwarna putih atau putih kekuningan. Plak yang menyebabkan gingivitis dan periodontitis adalah plak yang tepat berada diatas garis gusi. Bakteri dan produknya dapat menyebar kebawah gusi sehingga terjadi proses peradangan dan terjadilah periodontitis.1,2,3Tanda klinik dari penyakit periodontitis diantaranya:a. Inflamasi ginggivaa. Poket gusia. Resesi ginggivaa. Mobilitas gigia. halitosis Periodontitis dapat disebabkan oleh berbagai factor. Tetapi secara umum factor penyebab periodontitis dbagi dalam dua golongan, yaitu faktor local dan factor sistemik. Factor local yang menyebabkan periodontitis diantaranya factor disekitar gigi atau jaringan penyangga gigi yang dapat mem berikan rangsangan secara langsung pada jaringan penyangga gigi, termasuk didalamnya plak gigi dan bakteri, traumatik oklusi, kalkulus, dan titik kontak gigi. Dapat juga disebabkan oleh bernafas dengan mulut, kelainan lidah, trauma gigi dan iritasi kronis.1,3,4Pada factor sistemik dilihat dari daya tahan jaringan terhadap serangan dari luar, tetapi dilain pihak factor sistemik dapat menurunkan daya tahan jaringan, antara lain diabetes, penyakit paratiroid, dan nutrisi tidak seimbang.2,5Pada kasus diatas dapat kita lihat terdapat penyakit periodontitis didukung oleh factor sistemik diabetes mellitus. Keadaan periodontal yang sehat ataupun yang sakit tergantung dari infeksi diantara bakteri dan respon rongga mulut.1

MEKANISME DAN PATHOGENESIS PERIODONTITIS DAN DIABETES MELITUS DM manifestasi oralnya yaitu abses periodontal. DM berpengaruh aktif pada proses kerusakan jaringan di rongga mulut. Pada penderita DM pasti ada faktor iritasi lokal, dimana DM sebagai faktor predisposisi dan plak sebagai faktor lokal periodontitis. DM dapat mempercepat kerusakan jaringan periodontal dengan agen mikrobial, perubahan vaskuler pada penderita DM mengenai perubahan pembuluh darah besar dan kecil ( angiopati ) jaringan periodontal mengalami kekurangan suplai darah dan O2kerusakan jaringan. Kekurangan 02bakteri anaerop tumbuh dengan cepat adanya infeksi anaerop yang menyebabkan pertahanan jaringan menurun hipoksia jaringan, dimana bakteri anaerop yang ada pada plak subginggiva berkembang jadi patogen sehingga terjadi infeksi jaringan periodontal. Pada penderita DM ginggivanya turun sehingga gigi penderita DM tampak keluar dari soket, disebut jugafood impaction(makanan masuk ke poket sehingga menjadi bau).1,2,3

PEMERIKSAAN PENUNJANG UNTUK PENYAKIT PERIODONTITIS DAN DIABETES MELITUSUntuk mendiagnosa apakah seseorang menderita penyakit periodontitis yang diikuti oleh penyakit diabetes mellitus, maka dapat dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang diantaranya :perkusi: pukulan cepat pada gigi dengan mengetuk pada permukaan gigipalpasi: dengan perabaan, menekan gigi dan gusi yang sakit serta jaringan sekitar untuk mengetahui jaringan sekitar.pemeriksaan mobilitas gigi: untuk menentukan gigi terikat kuat dengan tulang alveolar atau tidak.mikrobiologi: menentukan bakteri yang menyebabkan penyakit.pengukuran kedalaman poket: untuk diagnosis periodontal dan interpretasi dari inflamasi ginggiva dan pembengkakan.Pemeriksaan darah: untuk diagnosa kadar gula darah (deteksi DM), diantaranya TTGO, darah puasa, post prandial, dan darah sewaktuPemeriksaan urine: untuk diagnosa kadar gula dalam urine guna melihat apakah seseorang menderita DM atau tidak, termasuk didalamnya test benedict, test rothera, test fehling dan kertas celup.3,4,5PROSEDUR PEMERIKSAAN, TRANSPORTASI KLINIK DAN IDENTIFIKASI PEMERIKSAAN PENUNJANGUntuk kasus periodontitis dengan diagnosa DM, perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, diantaranya:1.mikrobiologiKultur, langkah-langkahnya :ambil spesimen dari bagian yang sakit dengan osemasukkan dalam tabung reaksi yg berisi medium cair, centrifuge agar homogen dan diamkan 2-5 jam pada suhu 37 derajat celcius.ambik kapas lidi steril dan masukkan dalam tabung reaksi, kemudian inokulasikan kepermukaan medium MHA secara merata.letakkan disk anti mikroba menggunakan pingset streril di atas permukaan media yang telah terinokulasi, kerjakan secara aseptif dalam savety cabinet dalam api bunsen. Untuk interpretasinya dapat dilihat dengan daerah inhibisi diukur dengan jangka sorong atau penggaris. Dapat dinyatakan :SensitifHampir resisten ( intermediet)resisten1.Patologi klinikpengambilan darah vena, langkah kerjanya :sediakan alat punksi yang steril dan jarum yang sesuaisterilkan bagian lengan dengan alkohol 70 %, lengan atas di bendung dengan karet dan tangan dalam posisi hiperekstensi dan di kepalarahkan jarum dengan sudut 30-45 derajat, setelah sampai dibawah kulit arahkan jarum kebagian vena.hisap secara perlahan , lepaskan bendungan pada lengan atas sebelum mengeluarkan jarum suntik.tutup bekas suntikan dengan kapas.2.TTGO ( TES TOLERANSI GLUKOSA ORAL ), cara kerjanya yaitu:tiga hari sebelum pemeriksaan pasien makan seperti biasakegiatan jasmani cukuppasien puasa selama 10-12 jamperiksa kadar glukosa darah puasaberikan glukosa 75 gram yang dilarutkan dalam air 250 ml, lalu minum dalam 5 menitperiksa kadar gula darah saat ,1,2 jam setelah diberi glukosasaat pemeriksaan pasien harus istirahat dan tidak boleh merokokUntuk interpretasinya dapat dilihat pada table dibawah ini :

1.Pemeriksaan Urina.tes benedict, langkah kerja ;Masukkan 1-2 ml urin spesimen dalam tabung reaksimasukkan 1 ml regensia benedict kedalam urin tersebut lalu dikocokpanaskan selama kurang lebih 2-3 menitPerhatikan jika ada perubahan warna Interpretasi :0 : berwarna biru. Kadar glukosa < 0,2 gram/dl+1 : warna hijau. Kadar glukosa 0,2- 0,5 gram/dl+2 : warna orange. Kadar glukosa 0,5-1 gram/dl+3 : warna orange tua. Kadar glukosa 1-2 gram/dl+4 : warna merah bata atau merah pekat. Kadar glukosa >2 gram/dlb.tes rotheramasukkan 5ml urin kedalam tabung reaksimasukkan 1 gram reagensia rothera dak kocok hingga larutpegang tabung dalam keadaan miringMasukkan 1-2 ml amonium hidroksida secara perlahan melalui dinding tabungdiamkan tabung dalam keadaan berdiri/ tegak selama 3 menit, baca hasilnya.Untuk interpretasinya jika ada warna ungu kemerahan diantara kedua lapisan cairan menandakan adanya zat keton.4,5CARA PENGIRIMAN SPESIMEN Untuk pengambilan specimen perlu diperhatikan beberapa hal:Sebaiknya spesimen klinik untuk pemeriksaan mikrobiologi dikirim ke lab sesegera mungkin, kurang dari 1 jam.Kalau diantisipasi akan ada keterlambatan maka gunakan medium transfer.Dilengkapi dengan diagnosa klinis dan label serta surat permohonan pemeriksaan. Selain pemeriksaan penunjang, dapat juga dilakukan pemeriksaan objektif dan subjektif dari cirri-ciri yang terdapat dalam kasus tersebut.Pemeriksaan objektif merupakan pemeriksaan yang bisa di lihat dan diamati secara langsung serta dapat diukur dengan parameter-parameter tertentu, diantaranya:4,5demamlemasPipi bengkakhalitosisMobiliti pemeriksaan subjektif merupakan pemeriksaan yang tidak dapat di amati secara langsung sehingga keterangan harus diperoleh dari keterangan pasien. Meliputi :palpasi pada pipigatal-gatalLuka sulit sembuhpoliuriaPENATALAKSANAAN FARMAKOLOGIAmoxicillin, pada kasus mengalami resistensi, dimana terjadi kemungkinan,bakteri dapat mendegradasi enzim B laktamase, bakteri dapat merubah permeabilitas nya terhadap obat, perubahan tempat kerja obat pada mikroba, inaktif obat oleh mikroba, mikroba membentuk jalan pintas menghindari tahap yang dihambat oleh antimikroba.Kemungkinan terapi antibiotik lain yang bisa digunakan:5Metformin, digunakan untuk mengobati DM dengan menjaga daya tahan tubuh.DoksisiklinEritromisinBrompekstrum Untuk peresepan obat hendaklah dokter mempertimbangkan obat yang sesuai dengan keperluan klinik, dosis yang sesuai dengan kebutuhan pasien, memperhatikan jangka waktu pemberian obat, dan biaya yang relative dapat dijangkau oleh pasien.4KESIMPULAN Pada kasus diatas dapat disimpulkan bahwa pasien menderita periodontitis yang disertai dengan komplikasi DM, dimana terlihat dari etiologi dan gejala yang ditunjukan oleh pasien. Pemeriksaan penunjang dan diagnosis dilakukan dengan tujuan agar kita dapat mengetahui diagnose pasti dari penyakit yang diderita oleh pasien, dan menentukan terapi serta pengobatan apa yang sesuai dengan penyakit yang diderita pasien. Untuk peresepan dan pengobatan pasien, seorang dokter hendaklah memperhatikan criteria yang rasional dan sesuai dengan peraturan yang berlaku, mengutamakan kesehatan dan keselamatan pasien.DAFTAR PUSTAKA1.Panjaitan M. Etiologi Karies Gigi dan Penyakit Periodontal. Medan: Universitas Sumatra Utara, 1995: 34-40.2.Erfina I. Perawatan Periodontitis yang Disertai Trauma Karena Oklusi. Jurnal of dent research 2004:9(2) : 110-4.3.Pratiwi R. Diabetes Melitus dan Penyakit Periodontal. Jurnal of dent research 2004: 9(2) :127-30.