Upload
novianty-uloli
View
45
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
Diskusi Farmakologi dan Terapi
Obat Analgesik, Anti Inflamasi,
dan Anti Piretik
Bab I
Pendahuluan
1.1 Latar belakang
Farmakologi adalah kajian bahan-bahan yang berinteraksi dengan sistem kehidupan melalui proses kimia, khususnya
melalui pengikatan molekul regulator dan pengaktifan atau penghambatan proses-proses tubuh yang normal (Katzung,
2001). Farmakologi terfokus dalam dua subdisiplin yaitu farmakodinamik (efek obat terhadap tubuh) dan
farmakokinetik (bagaimana tubuh mempengaruhi obat dengan berlalunya waktu). Masing-masing obat mempunyai
farmakodinamik dan farmakokinetik yang berbeda-beda. Oleh karena itu, penggunaan suatu obat untuk terapi
sebaiknya menggunakan dasar P-treatment.
P-treatment adalah terapi atau penanganan yang optimal terhadap masing-masing personal dengan
mempertimbangkan variasi respon dari suatu obat. Obat yang digunakan harus rasional dan sesuai dengan masing-
masing personal. Untuk mendapatkan P-treatment yang sesuai diperlukan diagnosa yang tepat, derajat suatu
penyakit, persetujuan terapi penyakit, efikasi dan toksisitas. Sedang menurut WHO, Rational Drug Therapy dapat
tercapai bila memenuhi empat criteria yaitu:
- efficacy : obat yang diberikan harus efektif, yakni tepat dan cepat memberikan efek
- safety : keamanan bagi pasien, dengan pertimbangan munculnya berbagai macam efek samping
- suitability : kenyamanan bagi pasien dalam hal cara pemberian obat
- cost : keterjangkauan harga obat bagi pasien.
Dalam kasus kali ini akan didiskusikan mengenai obat dan penanganan terhadap kasus migrain. Migrain adalah jenis
sakit kepala umum yang mungkin terjadi dengan gejala seperti mual, muntah, atau sensitif terhadap cahaya. Pada
banyak orang, nyeri dirasakan hanya pada satu sisi kepala.
Dengan mengetahui patofisiologi dari Migrain kita dapat menentukan teratment yang cocok untuk mengobati migrain,
salah satunya adalah peningkatan PGE.
Jadi untuk mengatasi keluhan Bapak Dodik maka salah satu cara yang dapat dipakai adalah dengan menghambat
Prostaglandin dengan pemberian NSAIDs yang juga aman Bapak Dodik karena Bapak Dodik memiliki riwayat penyakit
ulkus pepticum. P-drugs yang dipilih hendaknya tidak hanya ditujukan untuk menyembuhkan keluhan utama tetapi
juga jangan sampai memperburuk keadaan pasien dalam kaitannya dengan riwayat penyakit yang diderita dan jangan
sampai mempengaruhi perkembangannya. Dalam menentukan dan menganalisa hal-hal tersebut, diperlukan ilmu
farmakologi yang mendalam. Pendalaman ilmu diatas akan lebih mudah melalui diskusi secara berkelompok sehingga
mahasiswa diharapkan dapat bertukar pikiran dalam memilih P-drug tersebut.
1.2 Rumusan masalah/ diagnosis
Migraine dengan riwayat ulkus pepticum (tukak lambung).
1.3 Tujuan diskusi
1.3.1 Tujuan utama
Menentukan P-drug untuk pengobatan penderita migraine.
1.3.2 Tujuan khusus
Mengetahui alasan-alasan farmakologis pemilihan P-drug tersebut secara rasional, termasuk efek samping dan
konsekuensinya, terutama karena pasien memiliki riwayat ulkus pepticum (tukak lambung).
1.4 Manfaat diskusi
1.4.1 Manfaat teoritis
Diharapkan dapat menggunakan hasil diskusi ini sebagai rujukan dan sumber data atas masalah pengobatan terhadap
penderita migraine.
1.4.2 Manfaat praktis
Diharapkan akan mampu memilih obat yang efektif untuk penderita migraine dengan efikasi yang baik, efek samping
seminimal mungkin, mudah penggunaannya, serta murah harganya.
Bab II
Tinjauan Pustaka
2.1 Kerja NSAID
Menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Enzim
siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform disebut:
a. COX-1
Menjaga homeostasis, dalam keadaan normal selalu ada
Terdapat dalam banyak jaringan: platelet, GIT, uterus, bronchus
b. COX-2
Ada karena diinduksi oleh oleh sel radang
Menghasilkan mediator radang: prostaglandin dan tromboksan
2.1 Klasifikasi NSAID
2.1.1 Non Selective COX Inhibitors
2.1.1.1 Salicylic Acid Derivatives
2.1.1.1.1 Salisilat
Lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesic antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan
dan digolongkan dalam obat bebas. Selain sebagai prototip, obat ini merupakan standar dalam menilai efek obat
sejenis.
Farmakodinamik.
Dosis toksik obat memperlihatkan efek piretik sehingga pada keracunan berat terjadi demam dan hiperhidrosis. Untuk
memperoleh efek anti inflamasi yang baik kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300 μg/ml. Kadar ini tercapai
dengan dosis aspirin oral 4 gram per hari untuk orang dewasa.
Efek terhadap pernapasan. Pada dosis terapi salisilat mempertinggi konsumsi oksigen dan produksi CO2. Peninggian P
CO2 akan merangsang pernapasan sehingga pengeluaran CO2 melalui alveoli bertambah dan PCO2 dalam plasma turun.
Meningkatnya ventilasi ini pada awalnya ditandai dengan pernapasan yang lebih dalam sedangkan frekuensi hanya
sedikit bertambah. Salisilat yang mencapai medula, merangsang langsung pusat pernapasan sehingga terjadi
hiperventilasi dengan pernapasan yang dalam dan cepat. Pada keadaan intoksikasi, berlanjut menjadi alkalosis
respiratoar.
Efek terhadap keseimbangan asam basa. Dalam dosis terapi yang tinggi, salisilat menyebabkan peningkatan konsumsi
oksigen dan produksi CO2 terutama di otot rangka karena perangsangan fosforilasi oksidatif. Karbondioksida yang
dihasilkan mengakibatkan perangsangan pernapasan sehingga karbondioksida dalam darah tidak meningkat.ekskresi
bikarbonat yang disertai Na+ dan K+ melalui ginjal meningkat, sehingga bikarbonat dalam plasma menurun dan pH
darah kembali normal.
Efek urikosurik. Dosis kecil (1 g atau 2 g sehari) menghambat ekskresi asam urat, sehingga kadar asam urat dalam
darah meningkat. Dosis 2 atau 3 g sehari biasanya tidak mengubah ekskresi asam urat. Pada dosis lebih dari 5 g per
hari terjadi peningkatan ekskresi asam urat dalam darah menurun. Hal ini terjadi karena pada dosis rendah salisilat
menghambat sekresi tubuli sedangkan pada dosis tinggi salisilat menghambat reasorbsinya dengan hasil akhir
peningkatan ekskresi asam urat.
Efek terhadap darah. Pada orang sehat, aspirin menyebabkan perpanjangan masa perdarahan. Hal ini bukan karena
hipoprotrombinemia, tetapi karena asetilasi siklooksigenase trombosit sehingga pembentukan TXA2 terhambat. Aspirin
tidak boleh diberikan pada pasien dengan kerusakan hati berat, hipoprotrombinemia, defisiensi vitamin K dan
hemofilia, sebab dapat menimbulkan perdarahan.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral, sebagian salisilat diasorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di lambung, tetapi sebagian besar
di usus halus bagian atas. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorpsinya
tergantung dari kecepatan disintegrasi dan dan disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan
lambung. Asam salisilat diabsorpsi cepat dari kulit sehat, terutama bila dipakai sebagai obat gosok atau salep.
Keracunan dapat terjadi dengan olesan pada kulit yang luas.
Setelah diabsorpsi, salisilat segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan traseluler sehingga ditemukan
dalam cairan sinovial, cairan spinal, cairan peritoneal, liur dan air susu. Mudah menembus sawar darah otak dan sawar
darah uri. Kira-kira 80% sampai 90% salisilat plasma terikat dalam albummin. Aspirin diserap dalm bentuk utuh,
dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama dalam hati, sehingga kira-kira 30 menit terdapat dalam plasma.
2.1.1.1.2 Salisilamid
Salisilamid merupakan amida asam salisilat yang memperlihatkan efek analgesic dan antipiretik mirip asetosal,
walaupun dalam badan salisilamid tidak diubah menjadi salisilat.
Farmakodinamik
Dalam mukosa usus mengalami metabolisme lintas pertama, mudah diabsorpsi usus dan cepat didistribusi ke jaringan.
Obat ini menghambat glukoronidasi obat analgesik lain.
2.1.1.1.3 Diflunisal
Obat ini merupakan derivat diflurofenil dari asam salisilat, tetapi in vitro tidak diubah menjadi asam salisilat. Bersifat
analgesik dan anti inflamasi.
Farmakokinetik
Setelah pemberian oral, kadar puncak dicapai dalam 2-3 jam. 99% diflunisal terikat albumin plasma dan waktu paruh
berkisar 8-12 jam.
2.1.1.2 Para Amino Fenol
Derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen. Efek antipiretik ditimbulkan oleh gugus aminobenzen.
Farmakodinamik
Efek obat ini adalah menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol merupakan
penghambat biosintesis PG yang lemah.
Farmakokinetik
Diabsorpsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam
dan masa paruh plasma antara 1-33 jam. Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati. Metabolit hasil hidroksil dapat
menimbulkan methemoglobinemia dan hemolisis eritrosit. Diekskresi melalui ginjal.
Efek samping
Fanasetin dapat menyebabkan anemia hemolitik, terutama pada pemakaian kronik. Anemia hemolitik dapat terjadi
berdasarkan mekanisme autoimun, defisiensi enzim G6PD dan adanya metabolit yang abnormal.
2.1.1.3 Pirazolon dan derivat
Antipirin (fenazon) adalah 5-okso-1-fenil-2, 3-dimetilpirazolidin. Aminopirin (amidopirin) adalah derivat 4-dimetilamino
dari antipirin. Dipiron adalah derivat metansulfonat dari aminopirin yang larut baik dalam air dan dapat diberikan
secara suntikan.
Indikasi
Dipiron sebagai analgesik-antipiretik karena efek anti inflamasinya lemah.
Efek samping dan intoksikasi
Dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik dan trombositopenia.
2.1.1.4 Analgesik anti-inflamasi non steroid lainnya
2.1.1.4.1 Asam Mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat sebagai analgesik dan terikat sangat kuat pada protein plasma. Meklofenamat sebagai obat anti
inflamasi pada terapi artritis reumatoid dan osteoartritis.
2.1.1.4.2 Diklofenak
Absorpsi obat ini melaui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap. Obat ini terikat 99% pada protein plasma dan
mengalami efek metabolisme lintas pertama sebesar 40-50%. Walau waktu paruh singkat yakni 1-3 jam, obat ini
diakumulasi di cairan sinovial yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari waktu paruh obat tersebut.
2.1.1.4.3 Fenbufen
Fenbufen merupakan pro_drug, jadi fenbufen bersifat inaktif dan metabolit aktifnya adalah asam-4-bifeil-asetat. Zat ini
mempunyai waktu paruh 10 jam sehingga cukup diberikan ½ kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung baik, dan
kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7,5 jam.
2.1.1.4.4 Ibuprofen
Bersifat analgesik dengan daya anti inflamasi yang tidak terlalu kuat. Absorpsi cepat melalui lambung dan kadar
maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Ekskresi berlangsung
cepat dan lengkap.
2.1.1.4.5 Naproksen
Insiden efek samping obat lebih rendah dibandingkan derivat asam propionat lain. Absorpsi obat baik melaui lambung
dan kadar puncak plasma dicapai dalam 2-4 jam. Waktu paruh 14 jam. Tidak terdapat korelasi antara efektivitas dan
kadar plasma. Ekskresi terutama dalam urin.
2.1.1.4.6 Indometasin
Memiliki efek antiinflamasi dan analgesik-antipiretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin. Indometasin memiiki
efek analgesik perifer maupun sentral. In vitro, menghambat enzim siklooksigenasi. Metabolisme terjadi di hati.
Indometasin diekskresi dalam bentuk asal maupun metabolit melalui urin dan empedu. Waktu paruh plasma kira-kira
2-4 jam.
2.1.1.4.7 Piroksikam dan Meloksikam
Peroksikam adalah struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu paruh dalam plasma lebih dari 45 jam
sehingga dapat diberikan hanya sekali sehari. Absorpsi berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein
plasma. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Kadar taraf mantap dicapai sekitar 7-10 hari dan kadar dalam plasma
kira-kira sama dengan kadar di cairan sinovia.Efek samping tersering adalah gangguan saluran cerna.
Melosikam cenderung menghambat koks-2 lebih dari koks-1 tetapi penghambatan KOKS-1 pada dosis terapi tetap
nyata.
2.1.1.4.8 Nabumeton
Nabumeton merupakan pro-drug memiliki sifat selektif menghamabat prostasiklin yang bersifat sitoprotektif
Farmakokinetik
Diserap cepat dari saluran cerna dan di hati akan dikinversi ke satu atau lebih zat aktifnya, terutama 6-methoxy-
2naphylacetic acid (6-MNA). Merupakan penghambat kuat dari enzim siklooksigenase. Zat aktif tersebut diinaktivasi di
hati secara o-demetilasi dan kemudian dikonjugasi untuk diekskresi. Dengan dosis 1 gram/hari didaptkan waktu paruh
sekitar 24 jam. Pada usia lanjut, t ½ ini bertambah panjang dengan 3-7 jam
2.1.2 Selective COX-2 Inhibitors
2.1.2.1 Diaryl-substituted Furanone
Rofecoxib
Rofecoxib menghambat kerja COX-2, dan tidak menghambat COX-1, sehingga berefek meredakan nyeri sama dengan
AINS dengan menurunkan risiko terjadinya atau meningkatnya tukak peptic. Namun, beberapa efek samping pada
AINS lain didapatkan pada pengunaan rofecoxib. Antara lain adalah meningkatnya risiko kardiovaskuler.
Kardiotoksisitas disebabkan karena supresi PGI2 (prostasiklin) yang berakibat pada inefisiensi vasodilatasi dan
declumping. Walaupun begitu, pada percobaan pada hewan, tidak ditemukan adanya perubahan kadar prostasiklin
dalam darah. Studi lain mengemukakan kardiotoksisitas rofecoxib berhubungan dengan terbentuknya metabolit
maleat anhidrida. Dibandingkan dengan penggunaan naproxen, efek kardiotoksisitas untuk menimbulkan infark
miocard ini 4 kali lebih tinggi pada rofecoxib setelah 12 bulan. Penggunaan ini mengakibatkan risiko kardivaskuler
yang berkaitan dengan trombosis.Kontraindikasi untuk pasien dengan penyakit jantung iskemik atau CVD, dan juga
PAD. Dan juga pada hipertensi, hiperlipidemia, diabetes mellitus, dan merokok. Rofecoxib juga mengakibatkan
premenstrual acne vulgaris.
2.1.2.2 Diaryl substituted Pyrazole
Celecoxib
Celecoxib digunakan pada osteoarthritis, rheumatoid arthritis, nyeri akut, nyeri haid, dan gejala menstruasi, dan untuk
menurunkan jumlah kejadian poli rectal dan colon pada pasien dengan familial adenomatous polyposis.Indikasi utama
penggunaan celecoxib adalah untuk mengatasi nyeri jangka panjang yang reguler. Efeknya sama kuat dengan
parasetamol.
Celecoxib sangat selektif terhadap COX-2 dan terutama menghambat produksi prostaglandin dengan mengeblok
isoform COX ini. Celecoxib tujuh kali lebih selektif pada COX-2 dibanding COX-1.
Reaksi alergi pada sulfonamide dan AINS lain diakibatkan adanya cincin sulfonamide. Perlu diperhatikan pemberiannya
pada pasien dengan riwayat asma dan urtikaria. Penggunaan semua COX-2 selective inhibitor dapat meningkatkan
risiko gangguan pada sistem kardiovaskuler dan GIT. Meningkatkan risiko berkembangnya penyakit jantung pada
pemakaian 400 mg atau lebih per hari.
Penggunaan ini perlu diperhatikan pada pasien dengan retensi cairan, hipertensi, gagal jantung, asma karena snsitif
aspirin, disfungsi hepar, gangguan fungsi ginjal, pasien dengan diuretic, pasien dengan ACE inhibitor, usia lanjut,
hamil, dan laktasi.
Efek samping celecoxib pada GIT berupa nyeri abdomen, diare, dyspepsia, flatulens, ulcus GI, dan perdarahan.
Celecoxib juga mengakibatkan nausea, nyeri pinggang, edema perifer, dizziness, nyeri kepala, insomnia, faringitis,
rhinitis, sinusitis, skin rash, hipertensi eksaserbasi, dan angina pectoris.
Interaksi terjadi pada penggunaan bersama ACE inhibitor, furosemide, tiazid, aspirin, fluconazole, lithium, dan warfarin.
2.1.2.3 Indole Acetic Acid
Etodolac
Indikasi pemakaian etodolac untuk terapi inflamasi dan nyeri karena osteoarthritis dan rheumatoid arthritis.
Pemakaiannya perlu dikontraindikasikan pada pasien dengan riwayat asma, urtikaria, atau reaksi alergi lain pada
penggunaan aspirin. Penggunaan pada pasien dengan penyakit ginjal dan tukak peptic dapat meningkatkan keadaan
tersebut.
Efek samping berupa konstipasi, emesis, diare, flatulence, dizziness, tinnitus, rhinorrhea, nyeri tenggorokan,
penglihatan kabur.
2.1.2.4 Sulfonanilides
Nimesulide
Indikasi penggunaan pada osteoarthritis, penyakit rheumatoid ekstra-artikular, nyeri dan inflamasi pascabedah dan
setelah trauma akut dan dysmenorrheal. Kontraindikasi pada tukak peptic, insufisiensi hepar sedang sampai berat,
disfungsi ginjal berat, riwayat hipersensitivitas, riwayat perdarahan dan ulkusGI, gangguan koagulasi yang berat,
trimester ketiga gravida, laktasi, dan anak-anak. Dengan abnormalitas pada tes faal hepar dan/atau tes fungsi ginjal,
nimesulide sebaiknya segera dihentikan. Efek samping berupa rash, urtikaria, pruritus, eritema, angioedema, nausea,
nyeri lambung, nyeri abdomen, diare, konstipasi, somnolens, nyeri kepala, dizziness, vertigo, oligouria, edema,
isolated hematuria, gagal ginjal, reaksi anafilaksis, dyspnea, asma. Terjadi interaksi dengan obat-obat yang terikat
dengan protein, AINS lain, heparin, ticlopidine, litium, dosis tinggi metroxat, diuretic, pentoksifilin, antihipertensi, dan
trombolitik.
2.2 MIGRAINE
Migrain adalah jenis sakit kepala umum yang mungkin terjadi dengan gejala seperti mual, muntah, atau sensitif
terhadap cahaya. Pada banyak orang, nyeri dirasakan hanya pada satu sisi kepala.
Penderita migraine mempunyai “peringatan” yang disebut aura yaitu peringatan sebelum sakit kepala yang
sebenarnya dimulai. Aura adalah sekelompok gejala, biasanya gangguan penglihatan, yang berfungsi sebagai tanda
peringatan bahwa sakit kepala yang buruk akan datang. Kebanyakan orang, tidak memiliki tanda-tanda peringatan
yang sama
2.2.1 Patofisiologi Migraine:
Migraine adalah sebuah penyakit yang belum benar-benar dipahami. Ada beberapa Hipotesis yang dikeluarkan untuk
menjelaskan bagaimana migraine dapat terjadi.
2.2.1.1 Vascular Teory
Teori ini menyatakan bahwa Vasokonstriksi Intrakranial bertanggung jawab terjadinya “Aura” pada migraine kemudian
setelah itu terjadi vasodilatation dan aktivasi perivascular nociceptive nerves yang menghasilkan hedache. Menurut
data yang ada , sekelompok orang coba yang diberikan PGE1 menghasilkan sebuah gejala migraine, pada pasien
migraine didapati peningkatan PGE. Pada percobaan hewan dan infuse manusia, PGE menyebabkan vasodilatation dan
hyperalgesia. Menurut data-data ini maka ada sebuah relevansi menyatakan bahwa obat yang menghambat PGE
terbukti dapat mengobati migraine. Namun penyebab dari vasokonstriksi masih dalam penelitian, banyak riset
membuktikan banyak factor yang dapat memicu vasokonstriksi intrakranial.
2.2.1.2 Neurovascular Teory
Pada teori ini menyatakan adanya hyperactivity yang menyebabkan sebuah “headache”. Hyperactivity ini di picu dan
diinisiasi oleh cortical spreading depression (CSD) yaitu berhubungan dengan pelepasan kalium dan neurotransmitter
Glutamat serta release neurochemical proinflamatory ( Calcitonin gener- related peptide).
2.2.1.3 Dopamine Pathway
Menurut penelitian antidopamin prochlorperazine dapat meredakan serangan migraine akut.
2.2.1.4 Magnesium Defiency
Deisiensi Mg dapat memicu beberapa reaksi yaitu agregasi platelet dan pelepasan Glutamat dan akhirnya disusul oleh
pelepasan 5-hydroxytryptamine (Serotonin) yang memainkan peran sebagai Vasokonstriktor.
Bab III
Pembahasan
Kasus
Pak Dodik, 37 tahun, datang ke dokter dengan keluhan nyeri kepala sebelah kanan selama 2 hari dan kadang-kadang
merasa mual. Satu (1) bulan sebelumnya opname 3 hari dan didiagnosis ulkus pepticum. Tensi = 120/70 mmHg, nadi
= 80x/menit, temp.= 37,20 C. Obat apa yang dapat diberikan kepada pak dodik untuk mengatasi keluhannya?
3.1 Keluhan utama
Nyeri kepala sebelah kanan selama 2 hari dan mual
3.2 Kata kunci
Nyeri kepala 2 hari
Mual
Ulkus Pepticum
37 tahun
Tensi = 120/70 mmHg
Nadi = 80x/ menit
Temp = 37,20 C
3.3 Diagnosis
Migraine (mild).
3.4 Tujuan pengobatan spesifik
Menurunkan PG pada penderita Migraine.
3.5 Inventarisir kelompok obat yang efektif (perbandingan antar kelompok obat)
Efficacy Safety SuitabilityNon Selective COX Inhibitor
Salicylic Acid derivativesSalisilatFarmakodinamik:- Berfungsi sebagai analgesik, anti piretik, anti inflamasi.- Efek thd
Pernapasano o Pada dosis terapi: mempertinggi konsumsi O2 dan
produksi CO2 sehingga meningkatkan pengeluaran CO2 melalui alveoli dan PCO2 dalam plasma turun (pernapasan lebih dalam dan frekuensi sedikit bertambah).
o o Pada dosis lebih besar: merangsang pusat napas sehingga terjadi hiperventilasi.
o o Keadaan intoxikasi: alkalosis respiratorik. Keseimbangan asam basa:
o o Sebagai kompensasi alkalosis respiratorik, maka ekskresi bikarbonat, Na dan K melalui ginjal meningkat, sehingga pH darah kembali normal.
Urikosurik (tergantung dosis):o o Dosis 1-2 gr/ hari menghambat ekskresi asam urat
sehingga kadar dalam darah meningkat.o o Dosis 2-3 gr/ hari tidak mengubah ekskresi asam urat.o o Dosis 5 gr/ hari peningkatan ekskresi asam urat
sehingga kadar asam urat dalam darah menurun. Darah
o o Pada orang sehat memperpanjang, masa pendarahan karena asetlasi pada trombosit sehingga pembentukan TXA2 terhambat.
o o Dosis kecil: untuk profilaksis thrombosis koroner dan cerebral
o o Dosis besar: hati-hati perdarahan mukosa lambung. Hati dan ginjal
o o Hepatotoksis (berkaitan dengan dosis).o o Bila tjd ikterus harus dihentikan krn dapat terjadi
nekrosis hati yang fatal.o o Dapat menyebabkan Reye Sindrome (terjadi kerusakan
hati dan encelopati, berhubungan dengan infeksi Varicella dan virus-virus lainnya).
o o Dapat menurunkan fungsi ginjal pada pasien hipovolemia dan gagal jantung.
Farmakokinetik:- Oral: cepat diabsorbsi.- Kadar puncak 2 jam setelah pemberian.- Secara rectal absorbsi lebih lambat dan tidak sempurna sehingga tidak dianjurkan.- Cepat diabsorbsi oleh kulit yang sehat.- Setelah diabsorbsi segera menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga dapat ditemukan dalam cairan synovial, spinal, peritoneal, liur, dan air susu.- Mudah menembus BBB dan sawar uri.
Indikasi:- Antipiretik- Analgesik- Demam rheumatik akut- Arthritis rheumatoid- Profilaksis thrombus koroner dan thrombus vena profundus Intoksikasi:- Salisilismus (nyeri kepala, pusing, tinnitus, gangguan pendengaran, mata kabur, haus, bingung, mual, dan muntah).- Lebih berat dapat menyebabkan gejala SSP (gelisah, cemas, iritatif, vertigo, tremor, delirium, koma).- Gangguan keseimbangan asam basa- Exsantem pustula akneiform- Alkalosis respiratorik- Acidosis metabolik- Hipoglikemi- Demam (pada anak)- Dehidrasi
Sediaan:- salisilat dan natrium salisilat) – dosis: 100 mg untuk anak dan 500 mg untuk dewasa- (minyak Wintergreen) untuk obat luar (salep)
- 80-90% terikat albumin.- Diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam salisilat terutama di hati, beredar di plasma hanya 30 menit.- Ekskresinya terutama melalui ginjal (bentuk metabolit), sebagian kecil melalui keringat dan empedu. Diflunisal- Derivat difluorofenil dari asam salisilat, tapi in vivo tidak diubah jadi asam salisilat. Farmakodinamik:- Analgesik dan anti inflamasi, hampir tidak pernah sebagai anti piretik. Farmakokinetik:- Pemberian secara oral.- Kadar puncak 2-3 jam.- T ½ 8-12 jam.- 99% terikat albumin.
Indikasi:- Analgesik ringan sampai sedang dengan dosis awal 500 mg disusul 250-500 mg tiap 8-12 jam.- Osteoarthritis dosis awal 250-500mg/ hari, di mana dosis pemeliharaan tidak melampaui 1,5 gr/ hari. Intoksikasi:- Efek samping lbh ringan daripada asetosa.- Tak menimbulkan gangguan pendengaran.
Sediaan:-
Acetaminophen / paracetamolFarmakodinamik:- Efek analgesiknya mengurangi nyeri ringan sampai sedang.- Menurunkan suhu tubuh.- Efek anti inflamasinya sangat lemah (atau tidak ada).- Paracetamol merupakan penghambat biosintesis PG yang lemah. Farmakokinetik:- Diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna.- Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai dalam waktu ½ jam.- T ½ antara 1-3 jam.- 25% paracetamol terikat protein plasma.- Dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati.- Dikonjugasi dengan asam glukoronat.- Mengalami hidroksilasi.- Metabolit hsl hidroksilasi menimbulkan methemoglobinemia & hemolisis eritrosit.- Diekskresi melaui ginjal.
Indikasi:- Untuk analgesik dan antipiretik dan tidak mempengaruhi GIT bleeding. Efek Samping:- Eritema- Urtikaria- Demam Akibat dosis toksik:- Nekrosis hati- Nekrosis tubulus renalis- Hipoglikemi- Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati dan kematian.- Radikal bebas dari paracetamol berikatan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati.- Hepatotoksik paracetamol meningkat pada penderita yang juga mendapat barbiturat, anti konvulsi lain, dan alkoholik yang kronis.
Sediaan:- - mengandung 120 mg per 5 mL
Indole & Indene Acetic AcidsIndometacin- Derivat indole-asam asetat Farmakodinamik:- Walaupun efektif tapi toksik maka penggunaaannya dibatasi.- Efek: analgesik (perifer dan sentral), anti inflamasi, dan anti piretik yang kira-kira sebanding dengan aspirin.- Invivo menghambat enzim cyclooksigenase. Farmakokinetik:- Absorbsi per oral cukup baik.- 92-99% terikat protein plasma.
Efek Samping:- Pada saluran cerna berupa nyeri abdomen, diare, perdarahan lambung, & pankreatitis.- Sakit kepala hebat, depresi, bingung, agranulositosis, thrombositopenia, & anemia aplastik.- Vasikonstriksi pembuluh koroner.- Hiperkalemi- Mengurangi natriuretik dari thaizide dan furosemide.
Dosis:- - (sebelum tidur) untuk mengurangi gejala rheumatik di malam hari
- Metabolisme di hati.- Ekskresi dalam bentuk asal maupun metabolik lewat urine dan empedu.- T ½ 24 jam.
- Memperlemah efek hipotensif dari beta blocker. Kontra Indikasi:- Ibu hamil- Anak- Gangguan psikiatri- Pasien dengan penyakit lambung Indikasi:- Hanya dianjurkan bila NSAID yang lain kurang berhasil, misalnya pada spondilitis ankilosa, arthritis pirai akut, arthritis tungkai.
Heteroaryl Acetic AcidsDiclofenacFarmakokinetik:- Absorbsi melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap.- 99% terikat protein plasma.- 40-50% mengalami FPE.- T ½ 1-3 jam.- Terakumulasi di cairan synovial.
Efek Samping:- Mual- Gastritis- Eritema kulit- Sakit kepala Kontra Indikasi:- Tukak lambung- Pemakaian selama kehamilan
Aryl Propionic AcidIbuprofen- Derivat asam propionat Farmakodinamik:- Analgesik (efeknya sama seperti aspirin) dengan anti infalamsi yg tidak terlalu kuat.- Interaksi obat, dengan:
Warfarin: waspada gangguan fungsi trombosit yg memperpanjang masa perdrhn.
Furosemide dan thiazide: mengurangi efek diuresis dan natriuresis.
Beta blocker: prazosin dan captopril mengurangi efek anti hipertensi.
- Mungkin akibat hambatan biosintesis PG di ginjal. Farmakokinetik:- Absorbsi cepat melalui lambung.- Kadar puncak 1-2 jam.- T ½ 2 jam.- 90% terikat protein plasma.- Ekskresi cepat, lengkap melalui urine sebagai metabolit atau konjugatnya.- Metabolit utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi.
Efek Samping:- Thd saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan aspirin, indometacin, dan naproksen.- Efek samping yang lain jarang. Kontra indikasi:Wanita hamil dan menyusui. Indikasi:Paling aman untuk anak-anak.
Dosis:- inflamasinya dosis 1200-2400mg/ hari.
Ketoprofen
- Derivat asam propionat. Farmakodinamik:- Efektivitas seperti ibuprofen dengan sifat anti inflamasi sedang. Farmakokinetik:- Absorbsi baik di lambung.- T ½ 2 jam.
Efek Samping:- Gangguan saluran cerna- Reaksi hipersensitivitas
Dosis:- (tetapi sebaiknya dilakukan secara individual)
FenbufenFarmakodinamik:- Prodrug sehingga dia sendiri bersifat inaktif.- Metabolit aktifnya adalah asam-4-bifenil-asetat. Farmakokinetik:- T ½ 10 jam.- Absorbsi melalui lambung baik.- Kadar puncak 7,5 jam.
Efek Samping:- Sama seperti NSAID lain. Kontra Indikasi:- Tukak lambung.- Gangguan ginjal dosis harus dikurangi. Indikasi:- Rheumatik sendi.
Dosis:- - pemeliharaan) 1x 600mg sebelum tidur.
Naproksen- Derivat asam propionat- Naproksen bersama dngan ibuprofen dianggap paling tidak toksik diantara derivat asam propionat. Farmakokinetik:- Absorbsi baik melaui lambung.- Kadar puncak 2-4 jam.- T ½ 14 jam.- Tidak terdapat korelasi antara efektivitas dan kadar plasma.- 98-99% terikat protein plasma.- Ekskresi terutama dalam urine, bentuiknya utuh maupun konjugat.- Interaksi sama dengan ibuprofen.
Efek Samping:- Dyspepsia ringan sampai perdarahan lambung- Efek SSP saikt kepala, pusing, lelah- Ototoksisitas- Gangguan hepar dan ginjal Indikasi:- Rheumatik sendi
Dosis:- rheumatik sendi 2x 250-375mg/ hari.- 500mg/ hari.
Antrhanilic Acid (Fenamates)Asam mefenamat- Sebagai analgesik.- Sebagai anti inflamasi kurang efektif dibandingkan aspirin.- Terikat dengan kuat pada protein plasma.
Efek Samping:- Dyspepsia.- Iritasi terhadap mukosa lambung.- Eritema kulit.- Brionkokonstriksi.- Anemia hemolitik. Kontra Indikasi:- Anak di bawah 14 tahun.- Ibu hamil. Indikasi:- Pemberian tidak melebihi 7 hari.
Enolic AcidsPiroksikam- Struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat.
Farmakokinetik:- T ½ > 45 jam.- Absorbsi cepat di lambung.- 99% terikat protein plasma.- Siklus enterohepatik (+).- Kadar puncak 7-10 hari.- Kadar plasma kira-kira sama dengan kadar di cairan synovial..
Efek Samping:- Tukak lambung- Tinnitus- Pusing- Nyeri kepala- Eritema kulit Kontra Indikasi:- Ibu hamil.- Tukak lambung.- Sedang minum anti koagulan. Indikasi:- Penyakit inflamasi sendi misalnya arthritis rheumatoid, osteoarthritis, spondilitis ankilosa.
Dosis:- diberikan pada pasien yang tidak memberi respon cukup dengan NSAID yang lebih aman.
Meloksikam- Cenderung menghambat COX-2 lebih daripada COX-1 tetapi penghambatan COX-1 pada dosis terapi tetap nyata.
AlkalonesNabumetonFarmakodinamik:- Tidak bersifat asam- Sifatnya selektif menghambat isoenzim PG untuk peradangan, tapi kurang menghambat protasiklin yang bersifat sitoprotektif. Farmakokinetik:- Merupakan prodrug yang baru aktif setelah absorbsi dan mengalami konversi.- Diserap cepat dari saluran cerna dsan di hati akan dikonversi.- Merupakan penghambat kuat dari enzim cyclooksigenase.- Diinaktivasi di hati secara O-demetilasi dan dikonjugasi untuk diekskresi.- Dengan dosis 1 gr/ hari diudapatkan T ½ 24 jam.- Pada usia lanjut T ½ bertambah panjang dengan 3-7 jam.
Indikasi:- Osteoarthritis dan arthritis rheumatoid. Efek Samping:- Lebih sedikit terutama efek samping terhadap saluran cerna.
Selective COX-2 InhibitorDiaryl-Subtituted FuraronesRofecoxibFarmakodinamik:- Anti inflamasi, analgesik, anti piuretik. Farmakokinetik:- T ½ panjang sehingga cukup diberikan 1 hari sekali 60 mg.- Dosis terapinya tidak menghambat COX-1 dan tidak menghambat platelet.
Efek Samping:- Efek samping thd GIT menurunIndikasi- Osteoarthritis- Nyeri akut- Dysmens- Nyeri post OP Efek Toksik:- Menghambat sintesis PG di ginjal Kontra Indikasi:
- Pasien hipertensi- Gagal ginjal- Odem- Stroke- PJK
Diaryl-Subtituted PyrazolesCelecoxib Indikasi:
- Rheumatoid arthritis, osteoarthritis. Efek Samping:- Rash.- Kurang menimbulkan ulcer dan edema dibandingkan NSAID lain.
Indole Acetic AcidsEtodolacFarmakokinetik:- Masa kerjanya pendek sehingga harus diberikan 3-4 kali/ hari
Indikasi:- Analgesik pasca bedah misalnya bedah koroner
3.6 P-drug (pilihan obat yang rasional)
3.6.1 Pemilihan obat
Tabel 3.1
Efficacy Safety Suitability Cost Total30% 30% 30% 10% 100%
Non Selective COX Inhibitor
Salicylic Acid derivatives8 6 5 9
660240 180 150 90
Acetaminophen7 9 8 9
810210 270 240 90
Indole & Indene Acetic Acids
7 4 5 6540
210 120 150 60
Heteroaryl Acetic Acids5 6 5 8
560150 180 150 80
Aryl Propionic Acid9 6 8 9
780270 180 240 90
Antrhanilic Acid (Fenamates)
8 4 5 8590
240 120 150 80
Enolic Acids7 7 5 9
660210 210 150 90
Alkalones7 7 5 6
630210 210 150 60
Selective COX-2 InhibitorDiaryl-Subtituted Furarones
9 7 7 5740
270 210 210 50Diaryl-Subtituted Pyrazoles
8 7 5 5650
240 210 150 50Indole Acetic Acids 8 7 5 4 640
240 210 150 40Berdasar tabel tersebut, maka obat yang terpilih adalah Acetaminophen.
3.7 Alasan farmakologis pilihan P-drug
Pemilihan obat Acetaminophen adalah dilihat dari segi efikasi: obat tsb cocok untuk menurunkan nyeri kepala dengan
jalan menghambat prostaglandine (relevan); dari segi safety: efek sampingnya tidak mempengaruhi lambung yang
mempunyai riwayat ulkus pepticum; dari segi suitability: banyak sekali bentuk sediaan obat ini; terakhir dari segi cost:
harganya sangat terjangkau.
3.8 Penanganan causa
Pemilihan P-drug yang telah dilakukan hanya berfungsi simptomatik sebagai analgesik, namun untuk jangka panjang
sebaiknya Bapak dodik harus menjauhkan diri dari faktor2 pencetus migraine atau diperiksaan lebih lanjut jika gejala-
gejala terus dirasakan untuk mengetahui causa pasti dari migraine.
Perlu dipertimbangkan penggunaan 5-HT 1 agonis (Triptan) atau anti-Dopamin (prochlorperazine) sebagai pengganti
atau terapi kombinasi dari Migraine serta mengurangi mual (aura). Tindakan Propilaxis layak juga untuk
dipertimbangkan untuk mengurangi serangan (Antiepilepsi, antidepresan, dan antihipertensi)
3.9 P-Treatment non drug
Tindakan-tindakan yang menurut penelitian dapat meredakan Migraine yaitu:
1. Body work
2. Massage
3. Creative arts (Menari , musik)
4. Nutrisi / suplemen (vitamins),
5. Eastern medicine (yoga),
6. Acupressure and acupuncture.
Bab IV
Kesimpulan
P-drug untuk pasien adalah Acetaminophen.
Ibuprofen
Bentuk sediaan : Tablet 500 mg
Cara pemberian : oral
Interval : 4-6 jam
Max dosis : 4 gram per hari (tidak boeh lebih)
Lama pemberian : simptomatik.
Efek samping : Eritema, Urtikaria, Demam, jaundice, kehilangan nafsu makan...
Daftar Pustaka
Brunton, L et al. 2006. Goodman & Gilman’s Manual of Pharmacology and Therapeutics (Eleventh Edition).
United States: The McGraw Hill Companies, Inc.
Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. Farmakologi dan
Terapi (Edisi 5). Jakarta: Gaya Baru.
Katzung, B.G. 2007. Basic and Clinical Pharmacology (Tenth Edition). United States: The McGraw Hill
Companies, Inc.
Kester, M et al. 2007. Elsevier’s Integrated Series: Elsevier’s Integrated Pharmacology. Philadelphia: Mosby
Elsevier.
Sunthornsaj, N et al. 2006. MIMS Indonesia 105th Edition 2006/2007. Jakarta: CMP Medika Drug References
Worldwide.
Tjay, T.H dan Rahardja, K, 2002. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Srivastava, soma. 2008. Pathophysiology and Treatment of Migraine and related headache. Diakaes dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1144656-overview
http://erlian-ff07.web.unair.ac.id/artikel_detail-44217 a.%20Semester%20III%20IV%20%20Farmakologi kasus%20Obat%20Analgesik,%20Anti%20Inflamasi,%20%20dan%20Anti%20Piretik.html
Paling tidak, anda harus tahu dulu bagaimana sebenarnya perjalanan panjang obat di dalam tubuh alias “nasib obat di dalam tubuh”, sampai kemudian menimbulkan efek yaitu mengurangi rasa cemas, menghilangkan rasa sakit, menyembuhkan penyakit dan membuat rasa nyaman, atau bahkan membuat “fly” alias terbang ke angkasa. Selain manfaatnya, tentu anda harus tahu pula akibat buruknya jika mengkonsumsi diluar aturan akibat ketagihan misalnya. Karena sesuai nama dan kegunaannya, semestinyalah obat hanya dipakai waktu tubuh memerlukannya saja.
Ada 2 istilah yang akan saya perkenalkan pada anda, yaitu: farmakokinetik dan farmakodinamik.
“Farmakokinetik” adalah istilah yang menggambarkan bagaimana tubuh mengolah obat, kecepatan obat itu diserap(absorpsi), jumlah obat yang diserap tubuh(bioavailability), jumlah obat yang beredar dalam darah(distribusi), di metabolisme oleh tubuh, dan akhirnya dibuang dari tubuh. Farmakokinetik menentukan kecepatan mulai kerja obat, lama kerja dan intensitas efek obat. Farmakokinetik sangat tergantung pada usia, seks, genetik, dan kondisi kesehatan seseorang. Kondisi kesehatan maksudnya adalah, apakah seseorang itu sedang menderita sakit ginjal, sakit hati(beneran), kegemukan, kondisi dehidrasi, dll.
“Penyerapan(absorbsi)” obat ditentukan oleh antara lain, bentuk sediaan( tablet, kapsul atau sirup), bahan pencampur obat, cara pemberian obat(apakah diminum, lewat suntikan, dihirup dll). Absorbsi obat sudah dimulai sejak di mulut, kemudian lambung, usus halus, dan usus besar. Tapi terjadi terutama di usus halus karena permukaannya yang luas, dan lapisan dinding mukosanya lebih permeabel. Jadi selain pemilihan obat oleh dokter harus tepat, kondisi tubuh juga menentukan. Misalnya jika kita lagi sakit "maag" atau lagi diare, yang akan mempengaruhi proses absorbsi obat.
“Bioavailability” artinya jumlah dan kecepatan bahan obat aktif masuk ke dalam pembuluh darah, dan terutama ditentukan oleh dosis dari obat. Nah, dosis obat hanya bisa ditentukan oleh dokter yang memang belajar farmakologi. Dokter dan ahli farmasi yang belajar mulai dari obat itu terbuat dari apa, bagaimana kerja dan efek sampingnya, bagaimana menghitung dosisnya, berapa lama boleh di konsumsi dst.
Setelah obat masuk dalam sirkulasi darah, kemudian di “distribusi”kan ke dalam jaringan tubuh. Distribusi obat ini tergantung pada rata-rata aliran darah pada organ target, massa dari organ target, dan karakteristik dinding pemisah diantara darah dan jaringan. Di dalam darah obat berada dalam bentuk bebas atau terikat dengan komponen darah albumin, gliko-protein dan lipo-protein, sebelum mencapai organ target. Albumin dan kawan-kawan ini adalah protein dalam tubuh kita, jadi bisa di tebak kan.....pada pasien-pasien yang kurang gizi berakibat kerja obat tidak efektif dan perlu penyesuaian dosis.
Tempat utama “metabolisme” obat di hati, dan pada umumnya obat sudah dalam bentuk tidak aktif jika sampai di hati, hanya beberapa obat tetap dalam bentuk aktif sampai di hati. Obat-obatan di metabolisme dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisis, hidrasi, konjugasi, kondensasi atau isomerisasi, yang tujuannya supaya sisa obat mudah dibuang oleh tubuh lewat urin dan empedu. Kecepatan metabolisme pada tiap orang berbeda tergantung faktor genetik, penyakit yang menyertai(terutama penyakit hati dan gagal jantung), dan adanya interaksi diantara obat-obatan. Dengan bertambahnya umur, kemampuan metabolisme hati menurun sampai lebih dari 30% karena menurunnya volume dan aliran darah ke hati. Nahhh betul....juga untuk yang sakit hatinya(bukan yang karena mangkel deh) menyebabkan metabolisme obat menurun, sehingga sisa obat tidak efektif dibuang oleh tubuh. Disini dokter harus betul-betul tepat memberikan, apakah obat bisa diberikan pada pasien-pasien yang berpenyakit hati, kalau tidak justru akan memperberat kerja hati atau malah sisa obat tidak bisa dibuang oleh tubuh...dan anda keracunan deh.
Ginjal adalah tempat utama “ekskresi”/ pembuangan obat. Sedangkan sistem billier membantu ekskresi untuk obat-obatan yang tidak di-absorbsi kembali dari sistem pencernaan. Sedangkan kontribusi dari intestin(usus), ludah, keringat, air susu ibu, dan lewat paru-paru kecil, kecuali untuk obat-obat anestesi yang dikeluarkan waktu ekshalasi. Metabolisme oleh hati membuat obat lebih “polar” dan larut air sehingga mudah di ekskresi oleh ginjal. Obat-obatan dengan berat lebih dari 300 g/mol yang termasuk grup polar dan “lipophilic” di ekskresikan lewat empedu. Ada beberapa obat yang pantang diberikan pada pasien-pasien dengan fungsi ginjal yang sudah jelek kerjanya....kalau anda tidak hati-hati dan salah makan obat bisa "mogok kerja" deh si ginjal. Saya perlu memberi tahu anda kalau gangguan ginjal itu sering kali diam-diam tapi menghanyutkan, dan akhirnya muncul dalam kondisi parah. Coba perhatikan apakah anda punya masalah sakit pinggang, sakit kencing, "anyang-anyangen" atau keluar batu waktu buang air kecil?. Coba periksakan supaya anda tidak menyesal di belakang hari.
“Farmakodinamik” menggambarkan bagaimana obat bekerja dan mempengaruhi tubuh, melibatkan reseptor, post-reseptor dan interaksi kimia. Farmakokinetik dan farmakodinamik membantu menjelaskan
hubungan antara dosis dan efek dari obat. Respon farmakologis tergantung pada ikatan obat pada target. Konsentrasi obat pada reseptor mempengaruhi efek obat.
Farmakodinamik dipengaruhi oleh perubahan fisiologis tubuh seperti proses penuaan, penyakit atau adanya obat lain. Penyakit-penyakit yang mempengaruhi farmakodinamik contohnya adalah mutasi genetik, tirotoksikosis(penyakit gondok), malnutrisi(salah gizi) dll.
Untuk gampangnya begini, jika kita sudah merasakan efek-efek obat timbul….misalnya, wow…migrain-ku lenyap setelah minum analgesik, diare-ku berhenti setelah minum “obat pengampet”, sesek-ku hilang setelah minum obat asthma, stress-ku hilang setelah lihat duit…eh minum obat penenang. Nah ini yang disebut dengan istilah farmakodinamik tadi.
Ini dasarnya dulu ya, kalau anda sudah mengerti…kita akan belajar lebih dalam lagi.
Pada dasarnya, lewat artikel mengenai “obat” ini, saya mau menekankan kalau sesungguhnya obat-obatan itu tidak perlu-perlu amat buat tubuh kita selama kita memang tidak sedang sakit. Dengan catatan kita harus bisa menjaga kondisi tubuh fit, asupan makanan terpilih, cukup istirahat dan olah-raga, bisa mengelola stres dengan menyalurkannya lewat aktifitas positif…..hal-hal ini adalah obat yang sesungguhnya. Satu lagi, jangan lupa…”hati yang gembira adalah obat”. Salam!!!.
http://trensehat.com/index.php?option=com_content&view=article&id=95:nasib-obat-di-dalam-tubuh&catid=40:obatracun&Itemid=62