Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
851
MEMBANGUN KARAKTERKEBANGSAAN MELALUI BUDAYA
SEKOLAH: POTRET PENANAMAN NILAI KARAKTER DI SEKOLAH
MENENGAH
Kuswono
Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro
Email: [email protected]
HP. 085725254204
ABSTRAK
Membangun Karakter Kebangsaan Melalui Budaya Sekolah:
Potret Penanaman Nilai Karakter di Sekolah
Menengah.Penelitian ini menganalisis pola penerapan pendidikan
karakter melalui budaya sekolah.Penelitian dilakukan di SMA Negeri
5 Kota Metro Provinsi Lampung yang berstatus sebagai sekolah
perintis berkarakter kebangsaan. Metode penelitian yang digunakan
adalah kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui
observasi, wawancara mendalam dan pencatatan dokumen. Validitas
data dilakukan dengan triangulasi. Analisis menggunakan model
analisis interaktif. Hasil penelitian ini menemukan pola pembentukan
karakter kebangsaan melalui budaya sekolah yang mengacu kepada
sila-sila Pancasila sebagai dasar negara. Budaya sekolah yang muncul
untuk pembentuk karakter kebangsaan meliputi program,yakni (1)
membangun religiusitas peserta didik, (2) membentuk rasa cinta tanah
air, (3) solidaritas sosial, (4) sopan santun sebagai adat ketimuran.
Kata kunci: karakter kebangsaan, budaya sekolah, penanaman nilai.
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
852
CHARACTERBUILDING THROUGH CULTURE SCHOOL: CHARACTER
VALUES FORMATION PORTRAIT IN SECONDARY SCHOOLS
Kuswono
Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Muhammadiyah Metro
Email: [email protected]
HP. 085725254204
ABSTRACT
Nationality CharacterBuilding Through Culture School:
Character Values Formation Portrait in Secondary Schools. This
research analyzes the patterns of implementation of character
education through the school culture. The study was conducted in
SMA Negeri 5 Metro Cities Lampung province's status as a pioneer
school national character. The method used is qualitative
descriptive. Data collected through observation, interview and
record-keeping. The validity of the data is done by triangulation.
Analysis using an interactive model. The results of this study found
a pattern formation of national character through a school culture
which refers to the principles of Pancasila as the state. School
culture that appears to forming the national character includes the
program, namely (1) construct of religiosity learners, (2) form a
love for the homeland, (3) social solidarity, (4) manners as oriental
customs.
Key words: national character, school culture, cultivation of
values.
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
853
PENDAHULUAN
Harus diakui memang sulit membenahi bangsa yang telah terperosok terlalu
dalam, ditambah lagi korupsi yang merajalela secara tidak langsung terus
menghantam sistem pendidikan Indonesia.Hasil survei Political and Economic
Risk Consultancy(PERC) dalam hal pendidikan mendapatkan bahwa dari 12
negara Asia, sistem pendidikan Indonesia menempati posisi terburuk. Peringkat
terbaik diduduki oleh Korea Selatan, kemudian Singapura, Jepang, Taiwan, India,
Cina, dan Malaysia. Indonesia menempati peringkat ke-12 setingkat di bawah
Vietnam (Masnur, 2011: 2). Berdasarkan dariEducation for All (EFA) Global
Monitroring Report yang dikeluarkan UNESCO dan diluncurkan di New York,
Indeks Pembangunan pendidikan Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara
yang disurvei. Tahun sebelumnya (2010) dengan ukuran yang sama, peringkat
Indonesia berada pada urutan 65 (www.murdijarahardjo.com, diakses pada 20
Juni 2012).
Fund for Peace merilis indeks terbaru mengenai Failed State Index (indek
negara gagal) tahun 2012 Indonesia berada di posisi 63 dan tahun 2011 berada
pada posisi 64. Sementara negara nomor satu yang dianggap gagal adalah
Somalia. Fund for Peace menggunakan indikator dan sub-indikator, salah satunya
indek persepsi korupsi sebagai alat pengukur untuk membuat indeks Failed State
Index. Dari data yang lain didapat bahwa dari 182 negara, Indonesia berada di
urutan 100 untuk urusan indeks korupsi. Indonesia hanya berbeda terpaut 81
negara dari Somalia yangmenjadi negara paling korup berdasarkan indeks
lembaga ini. Negara yang dianggap paling baik adalah New Zealand (Eko Huda S,
Ita Lismawati dan F. Malau, 2012).
Jelas dari data hasil survei tersebut menunjukan betapa perihantinkannya
karakter, moralitas, dan semakin terpuruknya pendidikan bangsa ini. Kondisi
seperti ini lambat laun akan menghancurkan seluruh potensi yang dimiliki bangsa
Indonesia. Tanpa memandang remeh bagian lain, sektor pendidikan yang
seharusnya mampu memecahkan masalah ini, namun kendalanya prestasi
pendidikan Indonesia ternyata tidak terlalu membanggakan.
Munculnya kebijakan mengenai pendidikan karakter mulai tahun 2010
dengan beberapa tahapan yakni tahap pertama 2010-2014, tahap kedua 2015-
2019, tahap ketiga 2020-2025 merupakan salah satu jalan untuk memperbaiki
kualitas hidup masyarakat Indonesia. Sesuai dengan tahapan dan prioritas
pemerintah yang dituangkan dalam desain induk pembangunan karakter bangsa
2010-2025, maka tahun 2010-2014 sebagai tahap awal implementasi
pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk mewujudkan masyarakat
Indonesia yang menyadari dan meyakini kembali Pancasila sebagai pandangan
hidup berbangsa dan bernegara (E. Mulyasa, 2012: 258-260).
Menurut Victor Battistich (2005:3)karakter adalah perwujudan dari
perkembangan perilaku baik seseorang sebagai pribadi intelektual, sosial,
emosional, dan etis.Istilah karakteritu sendiri sedikitnya memuat dua hal yakni
nilai-nilai (values) dan kepribadian. Thomas Lickona, mendefinisikanpendidikan
karaktersebagai ”…intentional and focused effort to help students understand,
care about and act upon core ethical values.” Upaya disengaja dan tercurah untuk
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
854
menolong peserta didik supaya mengerti, peduli, dan melakukan nilai-nilai etis.
Istilah pendidikan karakter sebetulnya termuat dalam pengertian pendidikan
secara umum. Konsep pendidikan yang sesungguhnya telah mencakup kecakapan
kognitif, afektif dan psikomotorik.
Pendidikan karakter yang menjadi kebijakan pemerintah Indonesia
mengarah kepada karakter kebangsaan sesuai dengan budaya keindonesiaan.
Menurut Ghufron (2010:16) karakter bangsa merupakan jati diri bangsa sebagai
akumulasi dari karakter-karakter warga masyarakat suatu bangsa. Di dalam
konsep karakter bangsa terkandung nilai-nilai luhur yang merupakan pedoman
hidup untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih tinggi, hidup yang lebih
bermanfaat, kedamaian dan kebahagiaan. Karaker bangsa merupakan ciri khas
yang dimiliki oleh bangsa berdasarkan nilai-nilai yang dianutnya dalam sistem
kehidupan bermasyarakat. Jika dikaitkan dengan kegiatan satuan pendidikan maka
pendidikan karakter merupakan upaya yang disengaja untuk membantu peserta
didik memahami, peduli, dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai etis supaya
mengtahui yang baik, mencintai yang baik dan melakukan kebaikan (Kuswono,
2013:43).
Pendidikan karakterpada setiap satuan pendidikan diarahkan kepada
pembantukan budaya sekolah yaitu nilai yang melandasi perilaku, tradisi,
kebiasaan serta simbol-simbol yang dipaktikan oleh setiap warga sekolah. Budaya
sekolah merupakan ciri khas, karakter, citra sekolah tersebut dikalangan
masyarakat luas (Mulyasa, 2012:9).Sementara itu, usaha pengembangan atau
pembangunan karakter pada tataran individu dan masyarakat menurut Astuti
(2010:64), terletak pada pembentukan lingkungan. Pembentukan lingkungan
inilah sebagai salah satu komponen yang sangat penting untuk membentuk
karakter peserta didik melalui enkulturasi. Menurut Samsuri (2011:13) di
lingkungan sekolah pendidikan karakter perlu didukung oleh budaya sekolah yang
melibatkan seluruh elemen sekolah seperti pimpinan sekolah, guru, karyawan, dan
iklim berkarakter mulia diantara sesama siswa. lebih lanjut Samsuri
menyimpulkan bahwa pendidikan kareter akan efektif apabila dilakukan secara
aktif, diarahkan untuk setiap individu, diarahkan untuk menciptakan masyarakat
yang baik.
Sutarno mengatakan bahwa untuk menciptakan generasi muda yang
berakhlak mulia dimulai dari lingkungan akademis sebagai lingkungan
percontohan yang memungkinkan terbentuknya karakter menuju pribadi-pribadi
yang berakhak mulia, perilaku jujur, cerdas, tangguh dan peduli, kompeten kreatif,
serta memiliki komitmen yang tinggi sebagai warga negara yang demokratis. Hal
ini akan terwujud jika lingkungan masyarakat, keluarga, pemerintah terus
mendukung secara berkelanjutan (Sutarno, 2011:6-7).Budaya sekolah merupakan
pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat sekolah
yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin baik dalam
wujud fisik maupun abstrak, terutama yang berkaitan dengan kompetensi lulusan
(Ramli, 2012:308).
Jadi budaya sekolah adalah suasana kehidupan sekolah tempat siswa
berinteraksi dengan sesamanya, dengan guru, pegawai administrasi, dan semua
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
855
warga sekolah. Interaksi internal yang terikat oleh berbagai peraturan norma dan
moral yang berlaku di sekolah tersebut. Karakter yang baik akan terbentuk pada
siswa jika budaya sekolahnya mendukung. Nilai-nilai seperti kepemimpinan, kerja
keras, toleransi, disiplin, kepedulian sosial, kepedulian lingkungan, rasa
kebangsaan, tanggung jawab, dan lain sebagainya telah membudaya dalam
sekolah. Tahapan untuk itu diperlukan pembiasaan melalui program-program
yang diadakan oleh sekolah.
Penerapan pendidikan karakter melalui budaya sekolah di Lampung
dilakukan dibeberapa sekolah. Sekolah itu diantaranya SMA Negeri 2 Kota
Bandar Lampung dan SMA Sugar group di Kabupaten Lampung Tengah. Di
SMA Negeri 2 Kota Bandar Lampung, pengembangan budaya sekolah dilakukan
dengan menjalin hubungan baik, berkoordinasi dengan lingkungan sekitarnya, dan
mengembangkan program kewirausahaan.Sasarannya yakni dengan menerapkan
teknologi informasi dan komunikasi, modernisasi fasilitas pengajaran. Sementara
itu, strategi pengembangan iklim sekolah dengan selalu berinovasi, memiliki
standar untuk mencapai hasil yang memuaskan, serta memberikan hadiah.
Targetnya adalah kenyamanan di sekolah, proses belajar, hubungan interpersonal
antara siswa, guru, dan orang tua, bekerja sama dengan lembaga disekitar sekolah.
(Marzuki, Sudjarwo, Suntoro, 2015).
Sementara itu budaya sekolah yang dikembangkan di SMA Sugar Group,
yakniprivate study time (PST) dan budaya berbahasa Inggris. Namun, kedua
budaya sekolah tersebut memiliki daya dukung yang lemah terhadap prestasi
belajar siswa. Hal tersebut terlihat dari ketidakstabilan nilai yang diperoleh para
siswa (Dewi. 2012: vi).
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 5 Metro. Pendekatan penelitian
mengguanakan pendekatan kualitatif(Sugiyono,2010:299). Tahap pertama
dilakukan observasi dan penelitian awal untuk menentukan taktik penelitian yang
dilakukan selanjutnya. Tahap kedua, pengumpulan data dilakukan dengan
observasi, analisis dari berbagai dokumen(perangkat pembelajaran, kebijakan
sekolah) dan wawancara secara mendalam kepada informan. Informan dipilih
berdasarkan pengetahuannya mengenai sistem pengelolaan sekolah, program,
proses pelaksanaan penanaman karakter di SMA Negeri 5 Kota Metro.
Wawancara dilakukan kepada beberapa informan yakni kepala sekolah, guru
sebanyak 3 orang (guru mata pelajaran sejarah, PPKn, dan Guru Agama Islam).
Wawancara juga dilakukan kepada siswa kelas XI sebanyak 5 orang.
Hasil pada tahap ini adalah berbagai data tertulis yang akan mendukung
analisis data. Tahap ketiga,yakni analisis data menjadi sebuah penelitian yang
penuh makna. Hasilnya yang diharapkan adalah beragam model penerapan
pendidikan karakter sehingga akan didapat mengenai gambaran penerapan
pendidikan karakter di SMA. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis
interaktif(Miles dan Huberman, 1992: 20). Dalam analisis ini, setelah data
terkumpul maka digunakan tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data,
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
856
dan kesimpulan, aktivitas ini dilakukan berulang-ulang hingga membentuk sebuah
pola.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Penanaman Nilai Pembentuk Karakter
Kebijakan SMA N 5 Metro dalam hal menanamkan nilai-nilai karakter
kepada siswa diterapkan melalui berbagai kegiatan diantaranya dalam proses
pembelajaran, ekstrakurikuler, kegiatan sekolah diluar kurikuler, dan keteladan
yang dicontohkan oleh guru dan seluruh warga sekolah.Pendidikan karakter dalam
dunia pendidikan sebagaimana diterangkan dalam desain induk dilakukan melalui
berbagai cara diantaranya melalui proses pembelajaran, budaya sekolah dan
kegiatan lain yang dekat dengan pendidikan karakter. Hal ini diharapkan mampu
menciptakan manusia-manusia yang mempunyai moralitas dan berwawasan
kebangsaan serta mempunyai patriotisme yang tinggi terhadap negara. Tentunya
pendidikan karakter akan tercapai dalam setiap pembelajaran apabila seluruh
unsur dalam pembelajaran terpenuhi.
2. Kebijakan Pendidikan Karakter di SMA Negeri 5 Metro
Pendidikan karakter bangsa merupakan pendidikan yang mengembangkan
nilai-nilai budaya dan nilai kebangsaan dengan mengedepankan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila. Program rintisan sekolah berkarakter kebangsaan
merupakan usaha pendidik yang dikembangkan melalui semua mata pelajaran.
Pendidikan karakter diharapkan memberikan pengaruh kepada siswa terutama
kedisiplinan, nilai-nilai religius nasionalis, produktif dan kreatif.
Untuk membentuk siswa yang berkarakter kebangsaan maka SMA N 5
Metro melalui Kepala sekolahnya menyusun berbagai kebijakan-kebijakan yang
mengarah kepada pembentukan karakter. Kebijakan itu diantaranya membentuk
tim penegak karakter yang beranggotakan guru-guru yang mengkaji dan
membentuk strategi menerapkan nilai karakter kebangsaan supaya efektif dan
sesuai dengan tujuan, yang diharapkan, pemberian poin positif dan poin negative,
mengucapkan sila-sila dari Pancasila, wajib sholat dzuhur berjamaah bagi muslim,
olahraga setiap hari Sabtu.
3. Hadiah dan Hukuman
Keterangan dari kepala sekolah, guru dan siswa seragam mengenai
pemberian poin negetif dan positif. Ketika melakukan wawancara dengan guru
sejarah beliau mengatakan bahwa terdapat sanksi dan hadiah bagi siswa di SMA N
5 Metro yang dicatat dalam buku point. Buku itu berfungsi untuk mencatat poin
positif dan juga poin negatif dengan ketentuan poin positif dapat mengurangi point
negatif. Pemberian hukuman berupa nilai negatif dan pemberian hadiah berupa
nilai positif merupakan bagian dari kebijakan behavioristik. Siswa yang
melakukan pelanggaran akan dikenakan sanksi berupa poin negatif, jika poin
negatif itu telah mencapai batas maka orang tua siswa akan dipanggil untuk
membicarakan mengani permasalahan siswa.
Poin positif akan diberikan kepada siswa jika dia melakukan kegiatan yang
baik/positif. Poin positif dapat menghapus poin negatif yang telah mereka
dapatkan sesuai dengan peraturan sekolah. Kegiatan positif itu diantaranya,
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
857
menjadi petugas upacara, mengikuti perlombaan, adzan di masjid dan
mendapatkan prestasi lainnya. Sedangkan poin negatif akan didapatkan siswa jika
melakukan pelanggaran. Hal yang sering terjadi adalah siswa mendapatkan poin
negatif karena terlambat masuk sehingga pintu gerbang telah ditutup. Siswa yang
terlambat selain mendapatkan poin negatif mereka juga mendapat hukuman fisik,
biasanya lari mengelilingi lapangan basket satu sampai 3 putaran.
4. Membentuk Rasa Cinta Tanah Air
Program yang dilakukan oleh pihak sekolah yakni mengikrarkan sila-sila
Pancasila, upacara bendera setiap hari senin dan pada hari-hari besar nasional,
lantunan lagu-lagu kebangsaan sebagai upaya memupuk nasionalisme siswa
terhadap NKRI.
a. MengikrarkanPancasila
Pendidikan membangun karakter, secara implisit mengandung arti
membangun sifat atau pola perilaku yang didasari atau berkaitan dengan dimensi
moral yang positif atau yang baik, bukan yang negatif atau yang buruk.Usaha
membentuk karakter yang baik bukan pekerjaan mudah, memerlukan pendekatan
komprehensif yang dilakukan secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan
yang dimulai dari sejak kecil di lingkungan keluarga. Sayangnya pendidikan
dalam keluarga (informal) ini belum memperoleh pencerahan yang baik,
dibanding penyelenggaraan pendidikan pada jenjang lainnya. Ada dua hal penting
yang mesti diperhatikan ketika membangunkakarter bangsa ini, yakni melalui; (1)
pembiasaan;dan (2) contoh atauteladan.
Pancasila harus benar-benar digerakkan dalam dunia pendidikan dan
seharusnya Pancasila dijadikan sebagai ikon karakter bangsa dan Negara
Indonesia. Sejalan dengan hal ini maka pembiasaan pembacaan Pancasila setiap
awal pembelajaran di SMA Negeri 5 Metro diharapkan dapat mentransformasi
nilai-nilai kebangsaan dalam membangun karakter bangsa. Pemahaman terhadap
karakter dan karakter bangsa perlu benar-benar didalami agar dapat dihayati dan
terbangun dalam setiap pribadi warga sekolah. Hal ini sejalan seperti yang di
ungkapkan Kepala SMA Negeri 5 Metro bahwa karakter bukanlah sesuatu yang
sudah jadi, melainkan dimiliki lewat proses pemikiran, sesuatu yang terus
diwacanakan, kemudian diwujudkan dalam tindakan, dan akhirnya menjadi suatu
kebiasaan dalam kehidupan sehari-haribentuk dan nilai-nilai kebangsaan yang
patut ditransformasikan dalam membangun karakter bangsa, secara umum adalah
nilai-nilai Pancasila. Masalahnya kini, Pancasila yang layak menjadi karakter
keindonesiaan kita, cenderung dilupakan, tidak lagi tersosialisasikan.
Pembiasaan pembacaan Pancasila setiap memulai jam pelajaran di SMA
Negeri 5 Metro merupakan upaya untuk mewujudkan penciptaan manusia
Indonesia yang dapat merefleksikan lima sila Pancasila dalam kehidupan sehari-
hari pada warga sekolah yang tidak hanya berfokus pada siswa tetapi juga seluruh
warga sekolah. Sejauh ini Pancasila dirasa asing, tidak bergema, dan bahkan
nyaris tanpa makna, apalagi dilihat dari generasi muda.
Setiap jam pertama dilaksanakan dengan mengepalkan tangan kanan dan
diletakan di dada sebagai wujud kecintaan terhadap bangsa. Karakter individu
dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
858
raga, olah rasa dan karsa. Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan
keyakinan/keimanan. Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna mencari dan
menggunakan pengetahuan secara kritis, kreatif, dan inovatif. Olah raga
berkenaandengan proses persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan penciptaan
aktivitas baru disertai sportivitas. Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan
dan kreativitas yang tecermin dalam kepedulian, pencitraan, dan penciptaan
kebaruan. Bangsa Indonesia akan disegani/dihargai oleh pihak luar apabila
terwujud penghayatan dan pengamalan yang serasi dengan Pancasila secara utuh
sehingga tercapai stabilitas dalam setiap aspek.
b. Upacara Bendera
Bagi siswa sekolah menengah, upacara menjadi bagian dari rutinitas setiap
hari Senin dan hari besar nasional. Upacara yang dilaksanakan di SMA N 5 Metro
setiap hari Senin mengandung berbagai nilai karakter. Nilai karakter itu
diantaranya membentuk siswa memiliki rasa cinta kepada tanah air, bangsa dan
negara, memiliki rasa tanggung jawab dan disiplin pribadi, selalu tertib dalam
kehidupan sehari- hari, memiliki jiwa gotong royong dan percaya diri pada orang
lain, dapat memimpin dan dipimpin.
Selain itu upacara bendera menanamkan nilai disiplin, tepat waktu,
menghargai jasa pahlawan, dengan lagu-lagu nasional diyakini dapat
menumbuhkan rasa nasionalisme dan jiwa partiotisme. Dalam upacara bendera
penghormatan terhadap bendera sebagai wujud penghargaan terhadap jasa para
pahlawan, pembacaan Pancasila dan UUD ‟45 sebagai bagian dari pengukuhan
ideologi negara dalam jiwa warga negara. Sebagai manusia yang beragama, tidak
tertinggal juga pembacaan doa memohon segala sesuatu hanya kepada Tuhan
dengan segenap hati, hal ini merupakan bagian dari penanaman nilai religius
dalam upacara.
Selain itu upacara bendera hari Senin memuat nilai-nilai kebajikan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Upacara dapat meningkatkan solidaritas
peserta dan menumbuhkan nilai historis dalam upacara-upacara hari besar
nasional. Disamping upacara-upacara hari besar nasional lainnya. Melalui upacara
peserta akan menyadari bahwa Indonesia adalah negara yang besar yang
memerlukan keteguhan untuk menghadapi globalisasi sebagai penjajahan gaya
baru. Ironisnya sekarang ini upacara hanya sebagai rutinitas untuk menggugurkan
kewajiban belaka, sedangkan makna yang terkandung didalamnya tidak dipahami
dengan baik. Akibatnya upacara menjadi sebuah ritual yang membosankan dan
tidak diminati.
c. Lagu-Lagu Kebangsaan Penggugah Nasionalisme
Setiap pagi sebelum kegiatan pembelajaran berlangsung diputarkan lagu-
lagu kebangsaan dengan tujuan memupuk rasa kecintaan (nasionalisme) kepada
siswa. Kemudian siswa akan menyalami guru dengan mencium tangan guru
sebagai bagian dari ritual rutin setiap pagi.Rasa kebangsaan atau nasionalisme
timbul di tengah masyarakat ketika naluri untuk mempertahankan diri sangat
berperan dan mendorong mereka untuk mempertahankan negaranya sebagai
tempat hidup dan menggantungkan diri. Pada saat suatu masyarakat dijajah dan
dikuasai oleh kelompok lain, maka rasa kebangsaan akan timbul. Penderitaan,
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
859
ketidakadilan, ketidakbebasan memunculkan rasa kebersamaan dan pada akhirnya
melahirkan keinginan yang besar untuk bebas, melahirkan tekad yang kuat untuk
memiliki kekuatan politik. Sejarah mencatat rasa kebersamaan dan semangat
kebangsaan telah diwujudkan dalam banyak cara, misalnya perjuangan fisik
(peperangan) dan perjuangan politik (diplomasi).
Proses globalisasi yang melahirkan universal-nasionalisme juga turut
memengaruhi eksistensi rasa nasionalisme bangsa Indonesia. Revolusi
komunikasi dan informasi sebagai hasil dari kemajuan teknologi yang luar biasa
menghilangkan batas jarak dan waktu, dunia menjadi tanpa batas. Dunia menjadi
sebuah negara besar. Oleh karena itu, rasa kebangsaan kemudian digantikan oleh
semangat untuk menjadi warga dunia.
Proses globalisasi ini sangat berpengaruh kepada, terutama, generasi muda.
Selera, gaya hidup, perilaku hingga pola pikir generasi muda Indonesia tidaklah
berbeda jauh dengan generasi muda di belahan dunia lainnya. Menjadi sama
dengan warga dunia lainnya adalah sesuatu yang diinginkan, sesuatu yang
dianggap lebih baik dan lebih bermutu. Sementara, hal-hal yang berbau lokal
kerap dianggap kampungan, ketinggalan jaman, dan sempit, sehingga tidaklah
mengherankan bila rasa nasionalisme di kalangan generasi muda tampak merosot
akhir-akhir ini.
Nasionalisme merupakan perpaduan atau sinergi dari rasa kebangsaan dan
paham kebangsaan. Kondisi nasionalisme suatu bangsa akan terpancar dari
kualitas dan ketangguhan bangsa tersebut dalam menghadapi berbagai
ancaman.Dengan Nasionalisme yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya
ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dielakkan. Dari
Nasionalisme akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban
dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Ketiga hal tersebut satu sama lain
berkaitan dan saling mempengaruhi. Menumbuhkan jiwa nasionalisme
kebangsaan, ternyata tidak hanya dilakukan melalui kegiatan yang bersifat
seremonial seperti seminar dan workshop saja, melalui lagu-lagu nasional pun,
jiwa nasionalisme bisa dibangkitkan.
5. Membentuk Religiusitas Peserta Didik
Nilai karakter yang terkait dengan ketuhanan adalah nilai religius. Setiap
siswa harus dibangun nilai-nilai keagamaan dari mulai pola pikir, perkataan,
sikap, dan perbuatan supaya senantiasa sesuai dengan nilai-nilai agama. Nilai-nilai
agama secara universal adalah sama yakni mengajarkan mengani kebaikan dan
keseimbangan hidup, perdamaian, tidak satu agama pun yang mengajarkan
mengani keburukan. Hal ini telah diterapkan di SMAN 5 Metro dalam berbagai
kegiatan di kelas ataupun kegiatan-kegiatan lain di sekolah.
Proses pembelajaran di SMA Negeri 5 Metro sebagai rutinitas interaksi
siswa dengan guru menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam proses
penanaman karakter. Pelajaran yang dibiasakan diawali oleh salam menjadi ciri
setiap kali pergantian jam pelajaran. Selanjutnya yang menjadi kebiasaan
penerapan karakter oleh guru yakni melakukan doa sebelum dimulai pelajaran.
Doa merupakan bagian dari permintaan kepada tuhan dan upaya selalu mengingat
tuhan dalam segala aktivitas.
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
860
Metode pembelajaran didasarkan pada karakteristik materi yang pasti
ketelitian dan faktor kejujuran, dan sebelum mulai proses pembelajaran dibiasakan
berdoa sebagai pembentuk nilai religi ada kemudian dilanjutkan dengan
mengucapkan sila-sila Pancasila sebagai pembentuk rasa cinta tanah air.Kegiatan
ini dapat dipahami sebagai kegiatan positif yang dilakukan oleh guru kepada
murid-muridnya. Mengucapkan salam, berdoa, memberikan perhatian terhadap
peserta didik, atau bahkan guru mendoakan peserta didiknya ketika berdoa
dilakukan. Proses ini merupakan tahapan proses belajar nilai-nilai yang diterapkan
oleh guru terhadap siswa. Keterbiasaan siswa melakukan dan mengalami sendiri
kegiatan ini akan memberikan rasa nyaman dalam diri siswa dan anak akan
terbiasa melakukannya setiap kegiatan tersebut.
Setiap setelah sholat Dzuhur itu ada kultum (ceramah singkat), siswa diberi
kesempatan untuk mengisi kultum tersebut, jika tidak ada dari pihak siswa maka
dari Rohis (kerohanian Islam) yang melakukan. Setiap siswa mempunyai
kesempatan untuk anak-anak itu untuk belajar (kultum). Sebelum tampil mereka
latihan dengan pembimbing agama supaya sesuai dengan aturan.
a. Wajib Membaca Kitab Suci
Kegiatan ini dikaitkan dengan pembentukan karakter siswa khususnya dalam
meningkatkan religiusitas siswa. Pembacaan kitab suci yang dilaksanakan pada
setiap jam pertama merupakan wujud dari kebijakan tersebut. Tujuan dari
kebijakan itu yakni memumpuk nilai-nilai agama yang dianut siswa. Siswa
beragama Islam diwajibkan membawa al-Quran (kitab suci). Bagi siswa non-islam
membaca kitab suci mereka masing-masing dan telah ditentukan waktu yang telah
ditentukan oleh sekolah untuk mereka membaca kitab suci dengan teman yang
seagama.
b. Meningkatkan Ketaatan Siswa Melalui Ibadah
Model peningkatan ini diimplementasikan dengan peraturan wajib sholat
Dzuhur berjamaah dan sholat Jumat di masjid sekolah bagi siswa muslim. Hal itu
dipaparkan oleh siswa ketika masalah ibadah siswa ditugaskan membuat buku
sholat setiap minggu dikumpul dan ditandatangani oleh guru.Sementara siswa
yang beragama selain Islam mereka mengadakan kegiatan keagamaannya sesuai
dengan yang dijadwalkan. Faktor keagamaan merupakan hal pokok bagi manusia
dalam melakukan aktivitas kegiatan sehari-hari. Siswa dilatih untuk taat beribadah
sesuai dengan agama yang mereka anut dengan tujuan untuk membiasakan siswa
dalam melakukan ibadah sehari-hari. Keberagaman pemeluk agama di SMA N 5
Metro memberikan kesadaran kepada siswa bahwa selain agamanya ada juga
agama lain dilingkungan mereka. Faktor ini yang kemudian menjadi sensitif
sehingga harus dikelola dengan baik oleh sekolah supaya tidak timbul sentimen
keagamaan.
6. Membentuk Kedisiplinan
Membentuk kedisiplinan siswa dilakukan dalam proses pembelajaran,
pembiasaan berperilaku baik, dan keteladanan serta kegiatan-kegiatan lainnya.
a. Proses Pembelajaran di Kelas
Proses pembelajaran dalam pendidikan karakter diartikan sebagai
pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku siswa
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
861
sehingga nilai-nilai karakter harus didesain secara sadar dan mempunyai
tujuan.Proses pembelajaran tidak hanya menyampaikan materi pelajaran sebagai
pengetahuan, melainkan mendidik siswa sampai kepada sikap dan perilaku.
Tanggung jawab tersebut mutlak harus disampaikan dalam setiap pelajaran. Setiap
materi pembelajaran yang disampaikan harus menyampaikan nilai karakter yang
terkandung dalam materi tersebut atau setidaknya yang mempunyai hubungan
dengan materi yang disampaikan.
Proses pembelajaran di SMA Negeri 5 Metro sering menggunakan metode
ceramah, diskusi dan juga dikombinasikan dengan metode kooperatif. Siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 4 orang
dan berdiskusi mengenai materi yang diberi oleh guru selama 15 menit. Kemudian
masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusinya. Metode ini
diharapkan dapat melatih siswa untuk berpikir kritis, berani berpendapat, mampu
bekerja sama, gemar membaca, berani tampil di depan kelas, dan menghargai
pendapat orang lain, walaupun harus dipacu dengan pemberian nilai tambah bagi
siswa yang mau bertanya. Tujuan dari pemberian nilai tersebut supaya siswa
terdorong untuk bertanya, namun dampak negatifnya siswa hanya bertanya asal-
asalan yang penting namanya tercantum dan mendapatkan nilai.
Diskusi akan melatih siswa untuk berpikirkritis, kelemahannya adalah siswa
sering terjebak dalam perdebatan yang tidak kunjung akhir dengan egois ingin
mempertahankan pendapatnya. Usia siswa yang masih dalam tahap remaja tentu
tingkat egonya masih cukup tinggi sehingga bimbingan dari guru mutlak
diperlukan untuk mengarahkan supaya diskusi berjalan dengan lancar. Hal yang
terpenting adalah siswa dapat menguasai materi dan mendapatkan nilai-nilai yang
bermakna dari kegiatan diskusinya.
b. Pembiasaan Berperilaku Baik
Proses membentuk kepribadian baik pada diri siswa pada sekolah
dilakukan melalui keteladanan, pembiasaan, nasehat, kepercayaan, bimbingan dan
sanksi. Pembiasaan berperilaku baik setidaknya dapat dilakukan dengan beberapa
hal diantaranya melakukan sholat berjamaah, datang kesekolah tepat waktu jika
telat maka dikenakan sanksi, pembiasaan 5S yaitu senyum, sapa, salam, sopan dan
santun kepada setiap orang yang dilatih di lingkungan sekolah.
c. Keteladanan
Tugas guru tidak serta merta menyampaikan materi pelajaran, guru dituntut
menjadi seorang teladan yang baik bagi siswanya. Keteladanan seorang guru
dapat dimulai dari cara mereka berpakaian, berbicara, berperilaku di kelas
maupun dilingkungan sekolah. Walaupun dalam proses tersebut guru tidak
memberikan penjelasan bahwa itu semua sebagai pembentukan karakter kepada
siswa. Tetapi inilah bentuk keteladanan yang diberikan oleh guru kepada siswa.
Keteladanan seperti di atas mempunyai tujuan supaya siswa dapat mencontoh
perilaku guru. Tentu dalam hal ini tanggung jawab yang diemban guru begitu
berat karena guru harus terlebih dahulu mempunyai karakter yang baik. Ketika
siswa dalam jangka waktu tertentu telah menyadari dan melakukan perbuatan
seperti berpakaian rapi, datang tepat pada waktunya, bekerja keras dalam belajar,
bertutur kata sopan, menebarkan kasih sayang kepada semua baik dengan mausia
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
862
maupun lingkungan sekitarnya, perhatian, jujur, menjaga kebersihan, dan
sebagainya berarti tahapan moral action (memiliki kompetensi, mempunyai
kemauan dan terbiasa melakukan kebaikan) sebagaimana teori yang di ungkapkan
Lickona telah berhasil dilakukan.
Sayangnya sedikit sekali siswa yang mampu menangkap pesan yang
diberikan dan dicontohkan oleh guru. Masih sedikit siswa yang berperilaku baik
karena termotivasi oleh keteladanan guru di sekolah. Dorongan untuk berperilaku
yang baik pada siswa justru lebih karena adanya sistem tata tertib yang mengatur
mengenai skorsing setiap kali melakukan pelanggaran. Namun tidak dipungkiri
sistem tata terib ini juga merupakan upaya membentuk karakter siswa, supaya
mereka menjadi terbiasa patuh terhadap peraturan, bertanggungjawab, dan
terbiasa berbuat baik. Lambat laun kebiasaan siswa tersebut akan mengakar dan
menjadi karakter pada diri siswa. Watak inilah yang akan mewarnai perilaku dan
segala hal-hal yang mereka lakukan.
7. Solidaritas Antar Sesama Manusia
Kemampuan berkomunikasi kemampuan bekerja kerjasama, pembentukan
karakter kebangsan, rasa percaya diri, kemampuan berempati, kemampuan bergaul
merupakan kemampuan social yang harus ada pada manusia.Hal itu diwujudkan
dengan membudayakan 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun). Kebiasaan ini
memang sudah tidak aneh lagi dikalangan siswa SMA khususnya SMA N 5
Metro. 5S merupakan sebuah singkatan dari senyum, sapa, salam, sopan, santun
yang diajarkan kepada siswa melalui pembiasaan. Wujud dari pembiasaan itu
adalah setiap siswa jika betemu dengan guru wajib melakukan 5S tersebut.
Karakter yang terkait dengan sesama perlu dikembangkan sebagai
pemenuhan kodrat manusia sebagai makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup
tanpa bantuan dari mauisa yang lainnya. Karakter yang lain yang dibangun
berkaitan dengan manusia sebagai makhluk sosial yakni kesadaran tentang
kewajiban dan hak. Siswa perlu mengerti dan mampu melaksanakan apa yang
menjadi hak diri sendiri, hak orang lain serta kewajiban-kewajibannya. Selain
kegiatan yang melatih kemampuan afektif peserta didik diarahkan untuk
melakukan bakti sosial dan bedah rumah di dusun sekitar sekolah. Kegitan ini
merupakan bagian dari pemupukan rasa empati kepada masyarakat sekitar.
Konsep ini berhubungan dengan kepekaan siswa terhadap lingkungan sosialnya
yang diharapkan akan dilakukan secara terbisa dimanapun mereka berada.
PENUTUP
Pola penerapan nilai-nilai karakter karakter kebangsaan di SMA N 5 Metro
menggunakan beberapa pendekatan. Pengamalan nilai pembentukan karakter
melalui dunia pendidikan memerlukan perencanaan yang teliti dan matang agar
proses dan hasilnya sesuai dengan yang diharapkan. Proses penanaman nilai
dalam pembentukan karakter kebangsaan dikemas dengan baik dan terstruktur
yang dapat diimplementasikan melalui pembelajaran, kegiatan ekstrakurikuler,
dan program lain di sekolah maupun di luar sekolah yang terangkum dalam
lingkup budaya sekolah. Kegiatan yang dilakukan sebagai wujud pengamalan
siswa yang disadari maupun tidak terdapat niai-nilai karakter seperti religius,
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
863
kerjasama, toleransi, kerja keras, cinta tanah air, kreatif, disiplin, berpikir kritis,
dan lain sebagainya. Nilai-nilai tersebut terdapat dalam kegiatan yang dilakukan
siswa untuk membentuk karakter kebangsaan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti D, Siti Irene. 2010. “Pendidikan Holistik dan Kontekstual dalam Mengatasi
Krisis Karakter”. Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi
Khusus Dies Natalis UNY. Hlm. 41-58.
Battistich, Victor.2005. “Character Education, Prevention, and Positive Youth
Development”. Dalam http//journals.apa.org/prevention/volume 4. Diakses
pada 20 Mei 2012.
Dewi, Ana Purnama. 2012. “Peran Budaya Sekolah dalam Mendukung Prestasi
Belajar Siswa Studi Kasus: Sekolah Menengah Atas (SMA) Swasta Sugar
Group Lampung”. Skripsi. Universitas Indonesia.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20308970-
Spdf/Ana%20Purnama%20Dewi.pdf
E. Mulyasa. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara.
Eko Huda S, Ita Lismawati dan F. Malau, “Indeks Persepsi Korupsi Indonesia
Urutan 100”, dalam vivanews.com.Kamis, 21 Juni 2012. Diakses pada 29
Juni 2012.
Ghufron, Anik. 2010. “Integrasi Nilai-nilai Karakter Bangsa pada Kegiatan
Pembelajaran”. Cakrawala Pendidikan, Mei 2010, Th. XXIX, Edisi Khusus
Dies Natalis UNY. Hlm. 13-24.
Kuswono. 2013. “Pendidikan Karakter pola Muhammadiyah (Studi Kasus SMA
Muhammadiyah 1 dan MA Muallimin Yogyakarta)”. Guidena. September
2013, Vol.3 UM Metro. Hlm. 42-49.
Lickona, Thomas. 1991. Educating for Character (How Our Schools Can Teach
Respect and Responsibility). New York: Bantam Books.
Lickona, Thomas.1988. “Four Strategies for Fostering: Character Development in
Children”.The Phi Delta Kappan. Vol. 69, No. 6. Phi Delta Kappa
International. Hlm. 419-423.
Marzuki, Ide Lia, Sudjarwo, Suntoro, 2015).Pengembangan Budaya dan Iklim
Sekolah di SMA Negeri 2 Bandar
Lampung.http://download.portalgaruda.org/article.php?article=327868&val
=7225&title=PENGEMBANGAN%20BUDAYA%20DAN%20IKLIM%20
ISBN: 978-602-61299-2-5
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPS Dengan Tema “Membangun Karakter
Kebangsaan Melalui Pendidikan IPS” Pada 10 Desember 2016 yang Diselenggarakan
Oleh Program Studi Magister Pendidikan IPS Pascasarjana Universitas Lampung
864
SEKOLAH%20DI%20SMA%20NEGERI%202%20BANDAR%20LAMP
UNG.
Masnur, Muslich. 2011.Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis
Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.
Matula, Leslie Luton. 2004. Character Education and Social Emotional Learning,
Why We Must Teach the Whole Child. Tanpa Kota Terbit: Mindoh.
Milles, Matthew B. Dan Hubberman. “Qualitative Date Analysis”, (a.b) Tjetjep
Rohendi Rohidi. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang
Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press.
Mudji Rahardjo. 2011. “Pendidikan Indonesia Menurun”, terdapat dalam www.
mudjiarahardjo.com. Diakses pada 20 Juni 2012.
Ramli. 2013. “Pengaruh Budaya Sekolah terhadap Kompetensi Produktif Peserta
Didik SMKN Sumatera Barat”. Cakrawala Pendidikan, Juni 2013, Th.
XXXII, No. 2. Yogyakarta.
Republika.Indonesia Duduki Peringkat Empat Negara Terkorup di Asia” terdapat
dalamwww.republika.co.id.Diakses pada 20 Juni 2012.
Samsuri. 2011. Pendidikan Karakter Warga Negara (Kritik Pembangunan
Karakter Bangsa). Yogyakarta: Diandra Pustaka Indonesia.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sutarno. 2011. Berkorban Demi Terwujudnya Umat Berakhlak Mulia, Khutbah
Idul Adha 6 Nopember 2011. Surakarta: Pembina Agama Islam Universitas
Sebelas Maret.