5
« » Erathostenes, Pengukur Keliling Bumi ERATHOSTENES, DARI YUNANI KE ALEXANDRIA Kita semua hidup di atas permukaan bumi, tapi tahukah kita berapa keliling bumi kita ini? Ketika pertanyaan itu saya ajukan kepada mahasiswa semester I di kelas, sebagian besar hanya menatap saya dengan bengong (halah, mahasiswa kok bengong!). Beberapa bergumam tak pasti. Ketika saya tanyakan lagi, apakah mereka ingin tahu bagaimaa cara Erathostenes mengukur keliling bumi pada tahun 220 SM (Sebelum Masehi), serempak mereka menjawab “Mauuu!!” kayak anak TK ditawarin permen ….. aha! Erathostenes adalah salah satu murid besar Archimedes (silahkan bacaArchimedes, Eureka …!! , ini tulisan yang saya jamin menarik … hehe ). Erathostenes adalah orang yang serba bisa. Ia belajar segala hal mulai dari geografi sampai komedi.Dia juga menggambarkan tabel kronologis sejarah Yunani pertama tanpa memasukkan mitos apa pun (hal yang sangat langka, mengingat pada masa itu Yunani sangat kental dengan mitos dewa-dewa). Erathostenes menyatakan bahwa sejarah Yunani dimulai dengan kejatuhan Troya, yang dengan pasti ia hitung pada tahun 1184 SM (monggo baca Troy, Legenda Helen dan Kuda Troya , postingan ini sudah di-klik lebih dari 400 kali, artinya cukup menarik, gitu lho … halah!) Skema bumi dan cara pengukuran keliling bumi oleh Erathostenes (warna bumi kok oranye ya … ?) Erathostenes mengembangkan metode pengukuran keliling bumi setelah banyak membaca hasil pemikiran para filosof pendahulunya. Pada suatu saat ia mengamati, bahwa pada tanggal 21 Juni ketika matahari berada pada ‘titik balik utara’ (Tropico de Cancer) yang letaknya pada 23,5 derajad Lintang Utara, semua sumur di Siena (sekarang disebut Aswan, sebuah tempat di tepi sungai Nil, Mesir) memantulkan cahaya matahari pada permukaan air. Artinya, matahari benar-benar tegak lurus

mengukur bumi

  • Upload
    aldho

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Mengukur

Citation preview

Page 1: mengukur bumi

«  »

Erathostenes, Pengukur Keliling Bumi

ERATHOSTENES, DARI YUNANI KE ALEXANDRIA

Kita semua hidup di atas permukaan bumi, tapi tahukah kita berapa keliling bumi kita ini?

Ketika pertanyaan itu saya ajukan kepada mahasiswa semester I di kelas, sebagian besar

hanya menatap saya dengan bengong (halah, mahasiswa kok bengong!). Beberapa bergumam

tak pasti. Ketika saya tanyakan lagi, apakah mereka ingin tahu bagaimaa cara Erathostenes

mengukur keliling bumi pada tahun 220 SM (Sebelum Masehi), serempak mereka menjawab

“Mauuu!!” kayak anak TK ditawarin permen ….. aha!

Erathostenes adalah salah satu murid besar Archimedes (silahkan bacaArchimedes, Eureka

…!! , ini tulisan yang saya jamin menarik … hehe ). Erathostenes adalah orang yang serba

bisa. Ia belajar segala hal mulai dari geografi sampai komedi.Dia juga menggambarkan tabel

kronologis sejarah Yunani pertama tanpa memasukkan mitos apa pun (hal yang sangat

langka, mengingat pada masa itu Yunani sangat kental dengan mitos dewa-dewa).

Erathostenes menyatakan bahwa sejarah Yunani dimulai dengan kejatuhan Troya, yang

dengan pasti ia hitung pada tahun 1184 SM (monggo baca Troy, Legenda Helen dan Kuda

Troya , postingan ini sudah di-klik lebih dari 400 kali, artinya cukup menarik, gitu lho …

halah!)

Skema bumi dan cara pengukuran keliling bumi oleh Erathostenes (warna bumi kok oranye

ya … ?)

Erathostenes mengembangkan metode pengukuran keliling bumi setelah banyak membaca

hasil pemikiran para filosof pendahulunya. Pada suatu saat ia mengamati, bahwa pada tanggal

21 Juni ketika matahari berada pada ‘titik balik utara’ (Tropico de Cancer) yang letaknya

pada 23,5 derajad Lintang Utara, semua sumur di Siena (sekarang disebut Aswan, sebuah

tempat di tepi sungai Nil, Mesir) memantulkan cahaya matahari pada permukaan air. Artinya,

matahari benar-benar tegak lurus di atas kepala. Sementara itu di Alexandria, pada saat yang

sama, tugu-tugu membentuk bayangan, yang berarti matahari tidak tegak lurus di atas kepala.

Fenomena ini membuat Erathostenes yakin bahwa bumi berbentuk bulat (pada saat itu masih

kuat anggapan bahwa bumi berbentuk datar seperti meja).

Dengan pemahaman geometri dan matematika, Erathostenes kemudian menghitung keliling

bumi. Dia mengukur sudut bayangan tugu yang terbentuk di Alexandria, yang ia peroleh

sebesar 7,2 derajad (beberapa literatur menyebutkan 7,5 derajad). Jarak antara Siena dan

Alexandria ia perkirakan adalah 5.000 stadia. Stadia adalah ukuran panjang arena olah raga

yang dipakai oleh masyarakat Yunani pada waktu itu (Yunani adalah pencetus Olimpiade)

Page 2: mengukur bumi

dimana 1 stadia = sekitar 185 meter. Darimana Erathostenes tahu bahwa jarak Alexandria –

Siena adalah 5.000 stadia? Jarak itu ditempuh oleh kereta kafilah yang ditarik onta selama 50

hari, dimana dalam satu hari onta-onta tersebut menempuh jarak 100 stadia. Dengan

demikian jarak Alexandria – Siena adalah sekitar 800 km.

Sudut yang dibentuk oleh bayangan tugu di Alexandria besarnya sama dengan sudut di pusat

bumi (lihat gambar bumi di atas). Dengan perbandingan geometri antara sudut dan jarak,

dimana sudut yang dibentuk di Alexandria dibanding dengan sudut lingkaran di pusat bumi

(360 derajad) sama dengan jarak Alexandria – Siena dibanding keliling bumi, maka diperoleh

bahwa keliling bumi adalah sebesar 44.000 km (beberapa literatur memberikan angka yang

sedikit berbeda). Hasil pengukuran ini berselisih sekitar 15% terhadap hasil pengukuran

keliling bumi saat ini. Namun demikian, apa yang telah dilakukan Erathostenes merupakan

penemuan yang spektakuler untuk masa itu, mengingat peralatan yang dipakainya sangat

sederhana, dan dilakukan 2.200 tahun yang lalu.

Siapakah sebenarnya Erathostenes? Ia dilahirkan di Syrene pada tahun 275 SM. Ia seorang

yang sangat suka belajar. Dia lah yang menemukan kata “filologis”, yang berarti ‘orang yang

suka belajar’, yang ia gunakan untuk menggambarkan dirinya sendiri. Ia menuntut ilmu di

Alexandria yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia (pada saat itu Eropa dan Amerika

belum memiliki peradaban) dan Athena, Yunani. Selanjutnya, ia banyak menghabiskan

hidupnya di Alexandria, Mesir. Ia menjabat sebagai Kepala Perpustakaan Alexandria pada

236 SM, dan diperkirakan hidup hingga usia 80 tahun, hal yang menakjubkan pada zamannya

karena pada masa itu usia manusia tidak terlalu panjang. Yang menyedihkan, sejak tahun 195

ia menderita kebutaan. Keadaan ini membuatnya sedih dan malu, sehingga ia mogok makan

dan akhirnya meninggal pada tahun 194 SM ……

Perpustakaan Alexandria sendiri adalah perpustakaan pertama di dunia, dan hingga kini

menjadi salah satu perpustakaan terbesar di dunia. Perpustakaan ini diperkirakan dibangun

tiga abad sebelum Masehi (300 SM) pada masa pemerintahan Ptolemy II di Mesir. Pada masa

itu, koleksi perpustakaan belum berbentuk buku, melainkan masih dalam bentuk gulungan

kertas papyrus. Raja Ptolemy II Philadelphus (309-246 SM) dikatakan memiliki 500.000

gulungan naskah tulisan. Mark Antony memberikan 200.000 naskah kepada Cleopatra

sebagai hadiah perkawinan (wehehe … hebat ya? Adakah di zaman modern ini suami yang

memberikan hadiah pernikahan berupa buku kepada isterinya?).

Dalam sejarahnya, Perpustakaan Alexandria pernah dibakar oleh tentara Romawi ketika

Romawi menaklukkan Mesir dibawah Julius Caesar pada tahun 48 BC. Atas tindakan ‘tak

berbudaya’ tentaranya ini, Caesar sempat minta maaf kepada Cleopatra, Ratu Mesir pada

masa itu, dan kemudian menggantinya dengan 500.000 buku yang dikirim dari Roma.

Sesudah itu Perpustakaan Alexandria kembali mengalami beberapa kali penghancuran ketika

Page 3: mengukur bumi

Mesir dikuasai penguasa-penguasa asing. Baru pada tahun 1990-an, UNESCO bersama

dengan Pemerintah Mesir membangun kembali perpustakaan pertama di dunia

itu, Bibliotheca Alexandrina. Sekarang, perpustakaan Alexandria telah berdiri megah, dan

menjadi salah satu perpustakaan terbesar dan termodern di dunia. Disana tersimpan jutaan

buku, 500 komputer untuk mengakses literatur secara digital, dan ruang baca yang bisa

menampung 1.700 orang. Di halaman depan perpustakaan dipajang patung dada Alexander

The Great, sebagai penghormatan kepada pendiri kota Alexandria itu.

Cara Mengukur Keliling Bumi

Pengukuran terhadap keliling bumi untuk pertama kalinya dilakukan oleh Erastothenes,

seorang Yunani yang tinggal di Iskandaria, Mesir, pada abad ketiga sebelum masehi.

Pengukurannya sangat akurat untuk ukuran zaman itu, bayangkan pada abad ketiga sebelum

masehi dan perhitungannya hampir sama dengan perhitungan akurat modern. Lalu,

bagaimana caranya Erastothenes mengukur keliling bumi? Simak terus di sini.

Erastothenes mengetahui bahwa di selatan Iskandaria yaitu kota Syena (sekarang Aswan, tempat dam air sungai Nil) ada sebuah sumur dalam dan pada tengah hari tanggal 21 Juni, cahaya matahari tembus lebih dalam ke air yang ada di sumur itu, sesuatu yang tidak terjadi pada hari-hari lainnya di tahun itu; itu berarti, matahari tepat berada vertikal di atas kepalanya pada waktu itu. Erastothenes juga mengetahui bahwa matahari tidak pernah tepat berada di atas kepalanya secara vertikal di Iskandaria, yang paling mendekati vertikal ia dapatkan pada tanggal 21 Juni itu, ia menemukan sudutnya ternyata sekitar 7.2 derajat, dengan mengamati bayangan sebuah tongkat tegak.

Ia tahu bahwa jarak dari Iskandaria ke Syena sekitar 5.000 stadia (1 stadium sekitar 157

meter, -bentuk jamak kata 'stadium' adalah stadia-). Dari perbedaan sudut yang dibentuk oleh

cahaya matahari dan tongkat tegak tadi pada tengah hari tanggal 21 Juni, Erastothenes dapat

mengetahui keliling bumi.

Tentu saja Erastothenes telah mengetahui bahwa bumi ini bulat dan mengetahui bahwa

gambaran bumi, cahaya matahari dan tongkat tegak adalah seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2. Sketsa Pengukuran Keliling Bumi oleh Erastothenes (sumber: Wikipedia)

Page 4: mengukur bumi

Kita sudah bisa menghitung berapa jarak dalam meter untuk 1 derajat tersebut, 5.000 stadia

per 7.2 derajat, artinya 700 stadia dalam 1 derajatnya. Lalu dapat ditentukan keliling bumi

untuk satu keliling lingkaran (360 derajat):

Keliling bumi melalui perhitungan Erastothenes adalah sebesar 252.000 stadia atau

sekitar 39.564 km, sangat dekat dengan rata-rata keliling untuk lintasan membujur bumi yang

diterima saat ini (dibandingkan dengan keliling membujur karena Iskandaria dan Aswan

membujur) yaitu 40.008 km.

Dari sini juga kita bisa menghitung jari-jari atau radius bumi, yaitu dengan persamaan

keliling lingkaran berikut

Bandingkan dengan jari-jari bumi yang diterima saat ini, cukup dekat bukan?