32
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi yang sedang berlangsung dewasa ini,Indonesiamenghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut antara lain persaingan ketat dalam perdangan internasional sebagai konsekuensi pasar bebas di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai masalah kehidupan, termasuk matinya produk-produk perdangan lokal, bahkan pabrik-pabrik teksil dalam negeri, karena tidak mampu bersaing dengan produk luar. Contohnya: kalau jalan-jalan ke swalayan, dapat kita saksikan berapa prosen produk dalam negeri yang dipasarkan, bahkan mencari jeruk Garut atau apelMalangsaja sudah susah. Menghadapi tantangan dan permasalahan tersebut, pendidikan harus berorientasi sesuai dengan kondisi dan tuntutan itu, agar output pendidikan dapat mengikuti perkembangan yang terjadi. Dalam kondisi ini, manajemen birokratik sentralistik yang telah menghasilkan pola penyelenggaraan pendidikan yang seragam dalam berbagai kondisi lokal yang berbeda 1

metode belajar

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUANA. Latar Belakang Masalah

Di era globalisasi yang sedang berlangsung dewasa ini,Indonesiamenghadapi berbagai tantangan. Tantangan tersebut antara lain persaingan ketat dalam perdangan internasional sebagai konsekuensi pasar bebas di kawasan ASEAN dan Asia Pasifik. Hal tersebut telah menimbulkan berbagai masalah kehidupan, termasuk matinya produk-produk perdangan lokal, bahkan pabrik-pabrik teksil dalam negeri, karena tidak mampu bersaing dengan produk luar. Contohnya: kalau jalan-jalan ke swalayan, dapat kita saksikan berapa prosen produk dalam negeri yang dipasarkan, bahkan mencari jeruk Garut atau apelMalangsaja sudah susah.Menghadapi tantangan dan permasalahan tersebut, pendidikan harus berorientasi sesuai dengan kondisi dan tuntutan itu, agar output pendidikan dapat mengikuti perkembangan yang terjadi. Dalam kondisi ini, manajemen birokratik sentralistik yang telah menghasilkan pola penyelenggaraan pendidikan yang seragam dalam berbagai kondisi lokal yang berbeda untuk berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, tidak bisa dipertahankan lagi. Dikatakan demikian, karena muatan dan proses pembelajaran di sekolah selama ini menjadi miskin variasi, berbasis pada standar nasional yang kaku, dan diimplementasikan di sekolah atas dasar petunjuk-petunjuk yang cenderung serba detail. Di samping itu, peserta didik dievaluasi atas dasar akumulasi pengetahun yang telah diperolehnya, sehingga orang tua tidak mempunyai variasi pilihan atas jasa pelayanan pendidikan bagi anak-anaknya, sumber-sumber pembelajaran di dunia nyata dan unggulan daerah tidak dimanfaatkan bagi kepentingan pendidikan di sekolah, dan lulusan hanya mampu menghafal tanpa memahami.Tantangan masa depan yang beberapa indikatornya telah nampak akhir-akhir ini, menuntut manusia yang mandiri, sehingga peserta didik harus dibekali dengan kecakapan hidup (life skill) melalui muatan, proses pembelajaran dan aktivitas lain di sekolah. Kecakapan hidup di sini tidak semata-mata terkait dengan motif ekonomi secara sempit, seperti keterampilan untuk bekerja, tetapi menyangkut aspek sosial-budaya seperti cakap, berdemokrasi, ulet, dan memilii budaya belajar sepanjang hayat. Dengan demikian, pendidikan yang berorientasi kecapakan hidup pada hakekatnya adalah pendidikan untuk membentuk watak dan etos.Perkembangan global saat ini juga menuntut dunia pendidikan untuk selalu mengubah konsep berpikirnya. Konsep lama mungkin sudah tidak sesuai dengan perkembangan saat ini, lebih-lebih untuk yang akan datang. Untuk itulah, perubahan selalu dilakukan sesuai dengan perkembangan zaman.Belajar adalah proses penambahan pengetahun. Konsep ini muncul pada pengertian paling awal. Namum pandangan ini, ternyata masih berlaku bagi sebagian orang di negeri ini. Dengan pijakan konsep ini, belajar seolah-olah hanya penjejalan ilmu pengetahun kepada siswa.Pandangan ini tidak terlu salah karena pada kenyataannya bahwa belajar itu menambah pengetahun kepada anak didik. Namum demikian, konsep ini masih sangat parsial, telalu sempit, dan menjadikan siswa sebagai individu-individu yang pasif dan repesif. Siswa layaknya sebuah benda kosong yang perlu diisi sampai penuh tanpa melihat potensi yang sebenarnya sudah ada pada siswa.Pendidikan formal saat ini ditandai dengan adanya perubahan yang berkali-kali dalam beberapa tahun terakhir ini ditandai dengan adanya suatu perubahan (inovasi). Perubahan pada hakekatnya adalah sesuatu hal yang wajar karena perubahan itu adalah sesuatu yang bersifat kodrati dan manusiawi. Hanya ada dua alternatif pilihan yaitu menghadapi tantangan yang ada di dalamnya atau mencoba menghindarinya. Jika perubahan direspon positif akan menjadi peluang dan jika perubahan direspon negatif akan menjadi arus kuat yang menghempaskan dan mengalahkan kita.Dalam proses pembelajaran yang menyangkut materi, metode, media alat peraga dan sebagainya harus juga mengalami perubahan kearah pembaharuan (inonvasi). Dengan adanya inovasi tersebut di atas dituntut seorang guru untuk lebih kreatif dan inovatif, terutama dalam menentukan model dan metode yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan siswa terutama pembentukan kecakapan hidup (life skill) siswa yang berpijak pada lingkungan sekitarnya.

B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pembelajaran dengan metode Colaboratif?2. Bagaimana pengaruh metode Colaboratif terhadap kualitas pembelajaran? C. Tujuan

1. Kemampuan peserta untuk 2. mendapatkan penghargaan 3. mengapresiasi pendapat dan toleransi 4. membuat jaringan 5. share vision 6. Group decision making 7. time management 8. menambah perspektif.D. Manfaat 1. pemahaman siswa belajar Bahasa Indonesia.2. Proses belajar mengajar Bahasa Indonesia tidak lagi monoton.3. Ditemukannya strategi pembelajaran yang tepat, tidak konvensional tetapi variatif.4. Keaktifan siswa dalam mengerjakan tugas mandiri maupun kelompok meningkat.5. Kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia meningkat.6. Prestasi belajar untuk Bahasa Indonesia meningkat.

BAB IIPEMBAHASANA. Pengertian Collaborative learning Pembelajaran kolaboratif (Colaborative Learning) merupakan model pembelajaran yang menerapkan paradigma baru dalam teori-teori belajar (Yufiarti:2003) (dalam Sulhan, 2006:69). Pendekatan ini dapat digambarkan sebagai suatu model pembelajaran dengan menumbuhkan para siswa untuk bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama.Pembelejaran kolaboratif adalah pembelajaran dimana para pesertanya saling berbicara untuk bertukar pikiran, melalui pembicaraan tersebut terjadi diskusi dimana para peserta dalam kelompok saling bereksplorasi, mendapat penjelasan, berbagi interpretasi, mendapat wawasan dari opini-opini yang berbeda, keterangan dan jika terdapat sesuatu yang tidak jelas dapat langsung ditanyakan (Britton, 1994).Pendekatan kolaboratif bertujuan agar siswa dapat membangun pengetahunnya melalui dialog, saling membagi informasi sesama siswa dan guru sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan mental pada tingkat tinggi. Model ini digunakan pada setiap mata pelajaran terutama yang mungkin berkembangkan sharing of information di antara siswa.Belajar kolaboratif digambarkan sebagai suatu model pengajaran yang mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang sama. Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan belajar kolaboratif, para siswa bekerja sama menyelesaikan masalah yang sama, dan bukan secara individual menyelesaikan bagian-bagian yang terpisah dari masalah tersebut. Dengan demikian, selama berkolaborasi para siswa bekerja sama membangun pemahaman dan konsep yang sama menyelesaikan setiap bagian dari masalah atau tugas tersebut.Pendekatan kolaboratif dipandang sebagai proses membangun dan mempertahankan konsepsi yang sama tentang suatu masalah. Dari sudut pandang ini, model belajar kolaboratif menjadi efisien karena para anggota kelompok belajar dituntut untuk berpikir secara interaktif. Para ahli berpendapat bahwa berpikir bukanlah sekedar memanipulasi objek-objek mental, melainkan juga interaksi denganoranglain dan dengan lingkungan.Dalam kelas yang menerapkan model kolaboratif, guru membagi otoritas dengan siswa dalam berbagai cara khusus. Guru mendorong siswa untuk menggunakan pengetahun mereka, menghormati rekan kerjanya, dan memfokuskan diri pada pemahaman tingkat tinggi.Peran guru dalam model pembelajaran kolaboratif adalah sebagai mediator. Guru menghubungkan informasi baru terhadap pengalaman siswa dengan proses belajar di bidang lain, membantu siswa menentukan apa yang harus dilakukan jika siswa mengalami kesulitan, dan membantu mereka belajar tentang bagaimana caranya belajar. Lebih dari itu, guru sebagai mediator menyesuaikan tingkat informasi siswa dan mendorong agar siswa memaksimalkan kemampuannya untuk bertanggung jawab atas proses belajar mengajar selanjutnya.Sebagai mediator, guru menjalani tiga peran, yaitu berfungsi sebagai falisitator, model, dan pelatih. Sebagai fasilitator, guru menciptakan lingkungan dan kreativitas yang kaya guna membantu siswa membangun pengetahunnya. Dalam rangka menjankan peran ini, ada tiga hal pula yang harus dikerjakan. Pertama, mengatur lingkungan fisik, termasuk pengaturan tata letak perabot dalam ruangan serta persediaan berbagai sumber daya dan peralatan yang dapat membantu proses belajar mengajar siswa. Kedua, menyediakan lingkungan sosial yang mendukung proses belajar siswa, seperti mengelompokkan siswa secara heterogen dan mengajak siswa mengembangkan struktur sosial yang mendorong munculnya perilaku yang sesuai untuk kolaborasi antarsiswa. Ketiga, guru memberikan tugas memancing munculnya interaksi antarsiswa dengan lingkungan fisik maupun sosial di sekitarnya. Dalam hal ini, guru harus mampu memotivasi anak.Peran sebagai model dapat diwujudkan dengan cara membagi pikiran tentang suatu hal (thinking aloud) atau menunjukkan pada siswa tentang bagaimana melakukan sesuatu secara bertahap (demonstrasi) (Sulhan, 206:70-71) Di samping itu, menunjukkan pada siswa bagaimana cara berpikir sewaktu melalui situasi kelompok yang sulit dan melalui masalah komunikasi adalah sama pentingnya dengan mencontohkan bagaimana cara membuat perencanaan, memonitor penyelesaian tugas, dan mengukur apa yang sudah dipelajari.Peran guru sebagai pelatih mempunyai prinsip utama, yaitu menyediakan bantuan secukupnya pada saat siswa membutuhkan sehingga siswa tetap memegang tanggung jawab atas proses belajar mereka sendiri. Hal ini dilakukan dengan memberikan petunjuk dan umpan balik, mengarahkan kembali usaha siswa, serta membantu mereka menggunakan strategi tertentu.Salah satu ciri penting dari kelas yang menerapkan model pembelajaran kolaboratif adalah siswa tidak dikotak-kotakan berdasarkan kemampuannya, minatnya, ataupun karakteristik lainnya. Pengkotakan tersebut dinilai menghambat munculnya kolaborasi dan mengurangi kesempatan siswa untuk belajar bersama siswa lain. Dengan demikian, semua siswa dapat belajar dari siswa lain dan tidak ada siswa yang tidak mempunyai kesempatan untuk memberikan masukan dan menghargai masukan yang diberikan orang lain.Model kolaboratif dapat digambarkan sebagai berikut. Ketika terjadi kolaborasi, semua siswa aktif. Mereka saling berkomunikasi secara alami. Dalam sebuah kelompol yang terdiri atas 4 sampai 6 anak, disanaguru sudah membuat rancangan agar siswa yang satu dengan yang lain bisa berkolaborasi. Dalam kelompok yang sudah ditentukan oleh guru, fasilitas yang ada pun diusahakan anak mampu berkolaborasi. Misalnya, dalam kelompok yang terdiri atas 4 sampai 6 tersebut seorang guru hanya menyiapkan 2 sampai 3 kotak alat mewarna yang dipakai secara bergantian. Dengan harapan, setiap siswa bisa bekomunikasi satu dengan yang lainnya. Dengan komunikasi aktif antar siswa, akan terjalin hubungan yang baik dan saling menghargai. Alat tersebut bukan milik pribadi, melainkan sudah menjadi milik bersama. Setiap anak tidak merasa memiliki secara pribadi, tetapi bisa dipakai bersama. Pada saat yang sama mempunyai keinginan untuk memakainya maka akan terjadi komunikasi yang alami dengan penggunaan santun bahasa. Dalam kondisi seperti ini seorang guru hanya mengamati cara kerja siswa dan cara berkomunikasi serta menjadi pembimbing saat siswa memerlukan bantuan.Untuk kolaborasi dalam sebuah mata pelajaran, seorang guru memberikan tugas secara kelompok dengan tujuan yang sama. Setiap siswa dalam kelompok saling berkolaborasi dengan membagi pengalaman. Dari pengalaman yang dimiliki oleh masing-masing kelompok, disimpulkan secara bersama. Dalam hal ini, guru berperan sebagai pembimbing dan membagi tugas supaya diskusi kelompok bisa berjalan dengan baik sesuai dengan yang direncanakan.B. Sejarah Strategi KoloaboratifIde pembelajaran kolaboratif bermula dari perpsektif filosofis terhadap konsep belajar. Untuk dapat belajar, seseorang harus memiliki pasangan. Pada tahun 1916, John Dewey, menulis sebuah buku Democracy and Education yang isinya bahwa kelas merupakan cermin masyarakat dan berfungsi sebagai laboratorium untuk belajar tentang kehidupan nyata. Pemikiran Dewey yang utama tentang pendidikan (Jacob et al., 1996), adalah:1. Siswa hendaknya aktif, learning by doing.2. Belajar hendaknya didasari motivasi intrinsik.3. Pengetahuan adalah berkembang, tidak bersifat tetap.4. Kegiatan belajar hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan minat siswa.5. Pendidikan harus mencakup kegiatan belajar dengan prinsip saling memahami dan saling menghormati satu sama lain, artinya prosedur demokratis sangat penting.6. Kegiatan belajar hendaknya berhubungan dengan dunia nyata dan bertujuan mengembangkan dunia tersebut.Metode kolaboratif didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai siswa proses belajar sebagai berikut (Smith & MacGregor, 1992) :1. Belajar itu aktif dan konstruktifUntuk mempelajari bahan pelajaran, siswa harus terlibat secara aktif dengan bahan itu. Siswa perlu mengintegrasikan bahan baru ini dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Siswa membangun makna atau mencipta sesuatu yang baru yang terkait dengan bahan pelajaran.2. Belajar itu bergantung konteksKegiatan pembelajaran menghadapkan siswa pada tugas atau masalah menantang yang terkait dengan konteks yang sudah dikenal siswa. Siswa terlibat langsung dalam penyelesaian tugas atau pemecahan masalah itu.3. Siswa itu beraneka latar belakangPara siswa mempunyai perbedaan dalam banyak hal, seperti latar belakang, gaya belajar, pengalaman, dan aspirasi. Perbedaan-perbedaan itu diakui dan diterima dalam kegiatan kerjasama, dan bahkan diperlukan untuk meningkatkan mutu pencapaian hasil bersama dalam proses belajar.4. Belajar itu bersifat sosialProses belajar merupakan proses interaksi sosial yang di dalamnya siswa membangun makna yang diterima bersamaMenurut Piaget dan Vigotsky, Strategi pembelajaran kolaboratif didukung oleh adanya tiga teori, yaitu :1. Teori KognitifTeori ini berkaitan dengan terjadinya pertukaran konsep antar anggota kelompok pada pembelajaran kolaboratif sehingga dalam suatu kelompok akan terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan pada setiap anggota.2. Teori Konstruktivisme SosialPada teori ini terlihat adanya interaksi sosial antar anggota yang akan membantu perkembangan individu dan meningkatkan sikap saling menghormati pendapat semu anggota semua kelompok.3. Teori MotivasiTeori ini teraplikasi dalam struktur pembelajaran kolaboratif karena pembelajaran tersebut akan memberikan lingkungan yang kondusif bagi siswa untuk belajar, menambah keberanian anggota untuk memberi pendapat dan menciptakan situasi saling memerlukan pada seluruh anggota dalam kelompok.Piaget dengan konsepnya active learning berpendapat bahwa para siswa belajar lebih baik jika mereka berpikir secara kelompok, menurut pikiran mereka maka oleh sebab itu menjelaskan sebuah pekerjaan lebih baik menampilkan di depan keras. Piaget juga berpendapat bila suatu kelompok aktif klompok tersebut akan melibatkan yang lain untuk berpikir bersama, sehingga dalam belajar lebih menarik (Smith, B.L. and Mac Gregor, 2004).C. Ciri dan Karakteristik dalam belajar kolaboratif 1. Siswa belajar dalam satu kelompok dan memiliki rasa ketergantungan dalam proses belajar, penyelesaian tugas kelompok mengharuskan semua anggota bekerja bersama.2. Interaksi intensif secara tatap muka antar anggota kelompok.3. Masing-masing siswa bertanggung jawab terhadap tugas yang telah disepakati.4. Siswa harus belajar dan memiliki ketrampilan komunikasi interpesonal.5. Peran guru sebagai mediator.6. Adanya sharing pengetahuan dan interaksi antara guru dan siswa, atau siswa dan siswa.7. pengelompokkan secara heterogen

D. Implemesntasi dalam PembelajaranBerikut ini langkah-langkah pembelajaran kolaboratif :Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri.1. Para siswa dalam kelompok menetapkan tujuan belajar dan membagi tugas sendiri-sendiri.2. Semua siswa dalam kelompok membaca, berdiskusi, dan menulis.3. Kelompok kolaboratif bekerja secara bersinergi mengidentifikasi, mendemontrasikan, meneliti, menganalisis, dan memformulasikan jawaban-jawaban tugas atau masalah dalam LKS atau masalah yang ditemukan sendiri.4. Setelah kelompok kolaboratif menyepakati hasil pemecahan masalah, masing-masing siswa menulis laporan sendiri-sendiri secara lengkap.5. Guru menunjuk salah satu kelompok secara acak (selanjutnya diupayakan agar semua kelompok dapat giliran ke depan) untuk melakukan presentasi hasil diskusi kelompok kolaboratifnya di depan kelas, siswa pada kelompok lain mengamati, mencermati, membandingkan hasil presentasi tersebut, dan menanggapi. Kegiatan ini dilakukan selama lebih kurang 20-30 menit.6. Masing-masing siswa dalam kelompok kolaboratif melakukan elaborasi, inferensi, dan revisi (bila diperlukan) terhadap laporan yang akan dikumpulan.7. Laporan masing-masing siswa terhadap tugas-tugas yang telah dikumpulkan, disusun perkelompok kolaboratif.8. Laporan siswa dikoreksi, dikomentari, dinilai, dikembalikan pada pertemuan berikutnya, dan didiskusikan.E. Pengelolaan KolaboratifSeperti juga pendekatan pengelolaan adaptif, pengelolaan kolaboratif bukanlah konsep yang baru. Berbagai bentuk kerja sama dalam pengelolaan sumber daya sudah dikenal di berbagai negara dalam beberapa dasawarsa belakangan ini. Namun, di Indonesia, bentuk pengelolaan sumber daya hutan semacam ini baru dikenal pada akhir tahun 1990-an. Istilah collaborative management (pengelolaan secara kolaboratif) dalam bahasa Inggris sering digunakan secara bergantian dengan berbagai istilah lainnya seperti co-management (pengelolaan secara kemitraan), participatory management (pengelolaan partisipatif), joint management (pengelolaan bersama), shared management (pengelolaan berbagi), multistakeholder management (pengelolaan multipihak), atau round-table management (pengelolaan meja bundar). Dalam bentuk aslinya, pengelolaan secara kolaboratif merupakan proses partisipatif yang melibatkan semua pemangku kepentingan secara aktif dalam berbagai kegiatan pengelolaan, termasuk pengembang an visi bersama, belajar bersama, dan penyesuaian praktek-praktek pengelolaan mereka. Walaupun demikian, pengelolaan secara kolaboratif memiliki beberapa kelemahan yang perlu diperhatikan para pengelola hutan dan pengambil kebijakan.Kunci keberhasilan pengelolaan kolaboratif adalah:1. Para pemangku kepentingan kunci tidak hanya berpartisipasi dalam pelaksanaan saja, tetapi dalam semua tahapan pengelolaan: pengamatan, perencanaan, aksi, pemantauan, dan refl eksi.Pengembangan minat, keterampilan, dan kemampuan lokal yang dapat membantu para pemangku kepentingan menyesuai kan diri dengan dinamika perubahan yang sangat cepat setelah proyek selesai. Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan para pemangku kepentingan dalam menanggapi perubahan adalah dengan mengikuti pembelajaran yang berkelanjutan dan terstruktur yang dapat membantu dalam mengadaptasi pendekatan pengelolaan mereka.Gerdy, 1998:Belajar akan lebih efektif dan bermakna apabila dilakukan bersama kelompok daripada belajar sendirianBelajar yang baik, sebagaimana bekerja yang baik, adalah bersifat kolaboratif dan sosial, bukannya kompetitif dan terisolasi Berbagai gagasan dan tanggapan terhadap pendapat orang lain akan meningkatkan kemampuan berpikir dan memperdalam pemahaman

Collaboration (Roschelle & Teasley, 1995) Kolaborasi merupakan aktivitas yang sinkron dan terkoordinasi dalam hal membangun pengetahuan secara berkelanjutan serta mempertahankan kebersamaan dalam menyikapi masalah Suatu filosofi pengajaran Suatu istilah payung untuk berbagai pendekatan pendidikan yang melibatkan para mahasiswa dan dosen dalam hal joint intellectual effort Lazimnya, para mahasiswa bekerja bersama dalam satu kelompok, bersama-sama mencari pemahaman, solusi atau pemaknaan, atau menciptakan suatu produk Bekerja bersama Membangun bersama Belajar bersama Saling tukar informasi / pendapat Meningkatkan mutu secara bersama Apabila berbagai orang yang berbeda latar belakang belajar dan bekerja bersama di dalam kelas maka mereka akan menjadi warga dunia yang lebih baik Akan terjadi interaksi yang lebih mudah dan positif dengan orang yang berbeda cara berpikirnya, bukan hanya dalam skala lokal melainkan skala dunia Ragam pemaknaan untuk kolaborasi Situasi: Kolaborasi akan lebih mudah terjadi di antara orang-orang dengan status yang mirip / sama daripada antara bos dengan anak buahnya, antara guru dengan muridnya Interaksi: Negosiasi memiliki daya kolaboratif yang lebih kuat daripada memberi instruksi Mekanisme pembelajaran: Bersifat intrinsik Elemen kunci dalam collaborative learning (Klemm, 1994) Saling tergantung secara positif: mahasiswa saling mengajar dan saling belajar Setiap peserta mempunyai peran yang berbeda, tetapi peran tadi sangat penting untuk proses pembelajaran kelompok: Seorang membaca dan menginterpretasi tugas bagi seluruh anggota kelompok Seorang mendorong teman-temannya untuk berpartisipasi dan pengumpulan informasi dan diskusi Seorang membuat ringkasan dan menyiapkan konsensus Seorang memeriksa hasil diskusi dan bahan laporan Seorang menghubungkan konsep baru yang telah disusun kelompok dengan pengetahuan dan pengalaman sebelumnya Seorang mengamati kinerja kelompok secara keseluruhan dalam hal penyelesaian tugas Peran dosen di dalam collaborative learning Dosen berperan sebagai pemandu daripada sebagai pengatur yang otoriter Dosen cenderung kurang berperan sebagai pengalih pengetahuan kepada mahasiswa, dan lebih berperan sebagai perancang ahli tentang pengalaman intelektual bagi para mahasiswa

Collaborative & Cooperative learning Ada beberapa ahli yang menyamakan arti collaborative dan cooperative learning di mana para mahasiswa belajar bersama dalam menyelesaikan suatu tugas (Bruffee, 1995) Ahli lainnya menyatakan bahwa cooperative learning merupakan subkategori collaborative learning (Cuseo, 1992) Yang lain menyatakan bahwa antara collaborative dan cooperative learning merupakan suatu continuum dari ujung yang paling terstruktur (cooperative) sampai dengan yang kurang terstruktur (collaborative)- (Millis & Cottell, 1998)Collaboration and Cooperation Collaboration: Menerapkan aktivitas kelompok kecil sebagai suatu strategi untuk mengembangkan ketrampilan berpikir dan meningkatkan kemampuan individual untuk menguasai pengetahuan. Mendorong pendekatan kebersamaan dan saling menghargai Berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan dibangun dengan konstruksi sosial Lebih cocok untuk diterapkan di pergurun tinggi Cooperation: Mendorong pendekatan eksploratif tetapi dalam bentuk lebih terstruktur Berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan dibangun dengan konstruksi sosial tetapi metodologinya bersifat l bertahap Lebih cocok diterapkan di sekolah dasar dan menengah Collaborative evaluation Self-directed evaluation Self-evaluation Peer evaluation Instructor evaluation Memberi peluang bagi peserta didik untuk mengendalikan pembelajarannya dan bernegosiasi dengan kelompok dan guru tentang bagaimana mengevaluasi proses collaborative learning Evaluasi lebih demokratis dan komprehensif: Tanggung jawab pembelajaran bergeser dari guru ke peserta didik Pergeseran dari PAN ke PAP Shifts from the norm-referenced to the criterion-referenced Pergeseran dari tes sumatif murni ke kombinasi tes formatif dan sumatif Pergeseran dari evaluasi eksternal ke internal Pergeseran dari evaluasi produk ke evaluasi proses Pengaruh Penerapan CLSurvei penulis terhadap 30 mahasiswa Prodi Psikologi Universitas Islam Indonesia yang telah melakukan metode collaborative learning didapatkan hasil bahwa metode pembelajaran CL meningkatkan kualitas belajar mereka. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.Kualitas belajar Dalam%

Meningkatkan kerja sama dan keakraban dengan teman 100

Lebih meningkatkan pemahaman materi 83

Lebih bersemangat belajar 87

Menjadi lebih aktif 73

Meningkatkan kemampuan bertanggung jawab 87

Membuat suasana kelas lebih hidup 90

Lebih membekali diri sebelum menerima materi 83

Merangsang berpikir kritis 97

Lebih menghargai pendapat teman 100

Lebih efektif daripada pembelajaran konvensional 73

F. Keunggulan dan Kelemahan Strategi Kolaboratif1. Kelebihan Siswa belajar bermusyawarah Siswa belajar menghargai pendapat orang lain Dapat mengembangkan cara berpikir kritis dan rasional Dapat memupuk rasa kerja sama Adanya persaingan yang sehat2. Kelemahan Pendapat serta pertanyaan siswa dapat menyimpang dari pokok persoalan. Membutuhkan waktu cukup banyak. Adanya sifat-sifat pribadi yang ingin menonjolkan diri atau sebaliknya yang lemah merasa rendah diri dan selalu tergantung pada orang lain.

BAB IIIPENUTUP

A. Kesimpulan1. Proses pembelajaran collaborative learning dilakukan dengan pembentukan tim belajar (study team) serta pemberian tugas-tugas yang dapat meningkatkan kerja sama dan ketergantungan yang positif serta penggunaan evaluasi melalui dua bentuk pendekatan yaitu penilaian hasil dan penilaian proses. 2. Hasil penerapan metode collaborative learning meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya mahasiswa Prodi Pendidikan Teknik Elektronika Universitas Negeri Makassar. Kerja sama dan keakraban antar mahasiswa serta rasa lebih menghargai pendapat secara keseluruhan meningkat. B. SaranLebih baik setiap Guru Mengusulkan metode pembelajaran dengan CL (collaborative learning) yaitu metode pembelajaran yang berbasis pada mahasiswa, dengan melakukan pembentukan tim belajar (study team) sehingga meningkatkan kulitas belajar mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Rusman, Dr. M.Pd. Model-Model Pembelajaran (Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2011Dimyati. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali.http://www.city.londonmet.ac.uk/deliberations/collab.learning/panitz2.html. diakses 16 desember 2013http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/ . diakses 16 desember 2013

9