Mia Hasanah Fsh

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    1/102

    TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK BUMI DAN

    BANGUNAN DI INDONESIA

    Skripsi

    Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar

    Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

    Oleh

    MIA HASANAHNIM : 106046103538

    KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAHPROGRAM STUDI MUAMALAT

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUMUIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA1431 H/2010 M

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    2/102

    LEMBAR PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa:

    1.  Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu

     persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    2.  Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan

    sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta.

    3.  Jika di kemudian hari terbukti karya ini bukan hasil asli saya atau merupakan

    hasil karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di

    Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

    Jakarta, 01 September 2010

    Mia Hasanah

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    3/102

     

    TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK

    BUMI DAN BANGUNAN DI INDONESIA

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

    Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

    Oleh:

    MIA HASANAH

    106046103538

    KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

    PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H/2010 M

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    4/102

     

    TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK

    BUMI DAN BANGUNAN DI INDONESIA

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

    Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

    Oleh:

    MIA HASANAH  NIM. 106046103538

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dra. Hafni Muchtar, SH, MH, MM Dr. Alimin, M.Ag

    KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

    PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

    FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H/2010 M

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    5/102

     

    TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK

    BUMI DAN BANGUNAN DI INDONESIA

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

    Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

    Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

    Oleh:

    MIA HASANAH  NIM. 106046103538

    Di Bawah Bimbingan

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dra. Hafni Muchtar, SH, MH, MM Dr. Alimin, M.A

     NIP. 197107011998032002 

    KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

    PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)

    FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1431 H/2010

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    6/102

     

    PENGESAHAN PANITIA UJIAN 

    Skripsi yang berjudul Tinjauan Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi dan

    Bangunan di Indonesia, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah

    dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 24 September 2010.

    Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Program Strata 1 (S1) pada Program Studi Muamalat (Ekonomi Islam)

    Jakarta, 24 September 2010

    Dekan,

    Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH,MA, MM

     NIP. 195505051982031012

    Panitia Ujian Munaqasyah

    Ketua : Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H,M.A, M.M

     NIP. 197107011998032002 (......................................)

    Sekretaris : H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H (......................................)

     NIP. 197407252001121001

    Pembimbing I : Dra. Hafni Muchtar, S.H, M.H, M.M (......................................)

    Pembimbing II: Dr. Alimin, M.A (......................................)

     NIP. 197107011998032002

    Penguji I : Dr. Euis Amalia, M. Ag (......................................)

     NIP. 197107011998032002

    Penguji II : Abdurrauf, M.A (......................................)

     NIP. 197312152005011002

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    7/102

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang pelaksanaan Pajak Bumidan Bangunan (PBB) di Indonesia serta tinjauan Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi

    dan Bangunan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan

    menggunakan metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara penelitian studikepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari, mendalami, dan mengutip teori-teori

    atau konsep-konsep dari sejumlah literatur. Literatur yang digunakan berupa buku-

     buku tentang perpajakan baik itu buku perpajakan secara umum maupun buku yang

    hanya membahas pajak bumi dan bangunan. Selain itu digunakan juga buku-bukuyang membahas ekonomi Islam baik itu buku terbitan dalam negeri maupun buku

    terjemahan.

    Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengenaan pajak terhadap bumi dan bangunan yang dimiliki masyarakat untuk menciptakan kemaslahatan

    umum PBB boleh dikenakan pada orang yang kaya sebagaimana prinsip maslahah

    mursalah.  Selain itu, pengenaan pajak pada harta kekayaan seseorang merupakansalah satu cara distribusi harta dalam ekonomi Islam sehingga dapat membantu

    mengurangi kesenjangan sosial di masyarakat. Sementara untuk tarif pajak sebaiknya

    digunakan tarif progresif di mana semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang makasemakin tinggi pula pajak yang dikenakan.

    Kata kunci: Pajak Bumi dan Bangunan, distribusi harta kekayaan, tarif progresif.

    v

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    8/102

    KATA PENGANTAR

    بسم لرحمن لرحيم

     

     Alhamdulillahirabbil‘alamin. Segala puji yang tidak ada hentinya bagi Allah

    SWT yang telah memberikan kepada manusia akal dan pikiran sehingga menjadi

    makhluk yang paling baik dan sempurna di dunia ini. Shalawat serta salam selalu

    tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, nabi akhir zaman yang telah

    memberikan cahaya ilmu dan peradaban bagi manusia.

    Menyadari dalam proses penulisan skripsi ini tidak luput dari bantuan moril

    maupun materil pihak lain kepada penulis, maka sudah menjadi keharusan penulis

    menghaturkan terima kasih yang paling dalam kepada pihak-pihak yang berjasa,

    yaitu;

    1. 

    Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Summa, S.H., M.A., M.M., Dekan Fakultas

    Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    2.  Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag. dan Bapak Ah. Azharuddin Latif, M.Ag, Kepala

    Prodi dan Sekretaris Prodi Muamalat yang telah mengabdikan waktu dan

    tenaganya untuk membantu mahasiswa Muamalat dalam menjalani proses

     pencarian ilmu di UIN Jakarta ini.

    3.  Ibu Dra. Hafni Muchtar, S.H., M.H., M.M., dan Dr. Alimin, M.Ag, Dosen

     pembimbing dalam proses penulisan skripsi. Tiada yang dapat penulis ucapkan

    vi

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    9/102

    selain terima kasih yang sangat dalam atas arahan, bimbingan, dan kesabaran Ibu

    dan Bapak sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    4.  Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mentransfer pengetahuannya

    dan berbagi pengalaman hidup yang sangat menginspirasi penulis. Pak

    Adiwarman, Pak Nadra, Bu Euis, Pak Azhar, Pak Gustian, Pak Djaka, Pak Ali

    Sakti, dan yang lainnya yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

    5.  Ibunda yang selalu mencurahkan doa, kasih sayang dan perhatiannya kepada

     penulis. Semoga Allah SWT memberikan selalu kasih sayangNya, selalu

    melindungi, memberikan kesehatan dan semua yang terbaik kepada beliau. Juga

    Ayahanda yang telah berpulang ke Ramhmatullah, namun kasih sayangnya selalu

    dan akan tetap penulis rasakan. Semoga beliau diberi tempat yang terbaik di sisi

    Allah SWT.

    6. 

    Abang-abangku (Ashari, Rohim, Zarkasih, Tajuddin, Abdul) dan kakak-kakakku

    (Sa’diah, Rohimah, Neneng, Indah) yang selalu memberikan kasih sayang dan

     perhatiannya sehingga penulis tidak pernah kekurangan sesuatu apapun.

    7.  Keluarga Bpk. Mulyadi, Bpk. Ust. Obur Burhanuddin, Bpk. Slamet, Bpk.

    Suwardi, Bpk. Wibowo, Bpk. Agus terima kasih atas persaudaraan yang telah

    terjalin. Semoga semuanya selalu dirahmati oleh Allah SWT.

    8. 

    Adik-Adik yang cantik (Shinta, Ulfah, Fika, Ikah, Gaitsha, Zasqia) dan yang

    ganteng (Faiz, Fikri, Aldo, Zidan, Faris, Rafi, Rafa) yang telah menjadikan hidup

     penulis penuh dengan warna dan keceriaan.

    vii

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    10/102

    9.  Teman-teman seperjuangan Perbankan Syariah angkatan 2006 semoga semuanya

    mendapatkan yang terbaik dalam hidup. Terutama PS06A, aida, echa, nisa, rina,

    ofi, vivi, putri, tety, faiz, hafidh, ihsan, zakky, dede, bashir, ukon, rico, bdul, izul,

    rikza, utha, rizky, toyyib, agung, ali, nasir, satria, fauzi, fauzan, zams, hasan, bidu,

    fitroh, ni’am, dedi, syahrul, lukman dan gunawan. Terima kasih atas keceriaan

    dan kebersamaan selama empat tahun ini, semoga persaudaraan dan persahabatan

    yang terjalin tidak pernah lekang oleh waktu.

    Harapan penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan

    kontribusi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

    Jakarta, Ramadhan 1431 H

    September 2010 M

    viii

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    11/102

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK.................................................................................................................. v

    KATA PENGANTAR............................................................................................... vi

    DAFTAR ISI……………………………………………………………..……....... ix

    BAB I PENDAHULUAN

    A.  Latar Belakang Masalah....…………………………………….... 1

    B.  Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………….... 6

    C.  Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………...... 7

    D.  Kajian Pustaka………………………………………..………..... 8

    E.  Metode Penelitian………………………………….………….... 10

    F.  Sistematika Penulisan……………………………….………….. 12

    BAB II SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA

    A.  Perpajakan Secara Umum

    1.  Definisi Pajak dan Syarat Pemungutan Pajak…..………....... 13

    2.  Pajak Negara dan Pajak Daerah…………………………….. 15

    3.  Fungsi Pajak dan Asas Pemungutan Pajak……………….… 16

    4.  Sistem Pemungutan Pajak dan Tarif Pajak……................…. 18

    B.  Pajak Bumi dan Bangunan

    1.  Definisi Pajak Bumi dan Bangunan………………………… 21

    2.  Sejarah Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia………….... 21

    ix

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    12/102

    3.  Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan………………….. 24

    4. 

    Subjek dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan…..………….. 25

    5.  Tarif Pajak Bumi dan Bangunan…………….……………… 27

    6.  Dasar pengenaan pajak dan Cara Perhitungan Pajak Bumi

    dan Bangunan…………………………………………….... 27

    7.  Karakteristik Pajak Bumi dan Bangunan………………..…. 29

    BAB III SISTEM PERPAJAKAN DALAM EKONOMI ISLAM

    A.  Ekonomi Islam Secara Umum

    1.  Pengertian Ekonomi Islam………………………….............. 31

    2.  Prinsip-prinsip dan Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam............ 33

    B.  Pajak dalam Ekonomi Islam

    1.  Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam……....……………. 39

    2. 

    Pendapat Ulama tentang Pajak……………………………... 48

    3.  Karakteristik Pajak dalam Ekonomi Islam………………..... 55

    BAB IV TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK BUMI

    DAN BANGUNAN DI INDONESIA

    A.  Konsep Kepemilikan Tanah dalam Ekonomi Islam……………. 57

    B.  Pajak Tanah dalam Ekonomi Islam…………………………….. 64

    C. 

    Analisa Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi dan Bangunan

    di Indonesia…………………………………………………….. 69

    x

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    13/102

    xi

    BAB V PENUTUP

    A. 

    Kesimpulan…………………………………….………….…… 80

    B.  Saran……………………………………………………..…….. 81

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    14/102

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A.  LATAR BELAKANG

    Praktik pemungutan pajak tidak bisa dilakukan secara sembarangan tanpa

    aturan, tetapi harus berdasarkan undang-undang sebagai dasar hukumnya. Dasar

    hukum pajak diletakkan dalam pasal 23 ayat (2) UUD 1945 Republik Indonesia yang

     berbunyi “Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang”.1 

    Begitu juga dengan ketentuan umum dan tata cara perpajakan diatur dalam Undang-

    undang No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang

     No. 16 Tahun 2009. Jadi, setiap pajak yang dipungut oleh pemerintah harus

     berdasarkan undang-undang, sehingga tidak mungkin ada pajak yang hanya dipungut

     berdasarkan Keputusan Presiden atau berdasarkan Peraturan Pemerintah atau

     berdasarkan peraturan-peraturan lain yang lebih rendah dari pada undang-undang.2 

    Berbagai macam cara dilakukan pemerintah untuk dapat mengingkatkan

     pendapatan di sektor pajak karena pajak merupakan pemasukan negara terbesar

    dibandingkan sektor lainnya. Berikut ini adalah table yang menyajikan penerimaan

    negara dari sektor dalam negeri pada tahun 2008 dan 2009:

    1 Rochmat Soemitro dan Dewi Kania Sugiharti,  Asas dan Dasar Perpajakan 1, Edisi Revisi,

    (Bandung: PT Refika Aditama, 2004), hal. 7.2 B. Wiwoho. (Ed.),  Zakat dan Pajak , (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1992), hal. 39.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    15/102

    2

    Tabel 13 

    PENERIMAAN DALAM NEGERI TAHUN 2008 DAN 2009 (dalam miliar rupiah)

    Tahun

    Perpajakan Bukan Pajak Jumlah

     Nilai % Nilai % Nilai %

    2008 633.818,9 66,1 325.698,1 33,9 959.517,0 100

    2009 725.843,0 73,7 258.943,6 26,3 984.786,5 100

    Sumber: Data Pokok APBN 2008 dan 2009 Dep. Keu. RI

    Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa penerimaan negara dari sektor

     perpajakan mencapai Rp 725.843,0 miliar pada tahun 2009. Dengan demikian, sektor

     pajak memberikan kontribusi sebanyak 73,7% dari seluruh penerimaan dalam negeri

    yang berjumlah Rp 984.786,5 miliar pada tahun 2009. Sedangkan sektor bukan

     perpajakan hanya memberikan kontribusi sebesar Rp 258.943,6 atau sekitar 26,3 %

    dari penerimaan negara.

    Dari 231 juta jiwa jumlah penduduk di Indonesia hanya sekitar 15 juta jiwa

    yang memiliki NPWP.4 Hal ini mengindikasikan bahwa potensi pajak di Indonesia

    masih sangat besar untuk lebih dieksplor. Oleh karena itu, pemerintah terus

    melakukan sosialisasi tentang pentingnya masyarakat membayar pajak karena

    memang kepatuhan seseorang dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya

    3http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%2

    0rev1.pdf , diakses pada tanggal 14 Maret 20104www.pajak123.com/trik-pajak/jumlah-npwp-lampaui-target-per-agustus-2009-1505-juta, 

    diakses pada tanggal 14 Maret 2010

    http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%20rev1.pdfhttp://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%20rev1.pdfhttp://www.pajak123.com/trik-pajak/jumlah-npwp-lampaui-target-per-agustus-2009-1505-jutahttp://www.pajak123.com/trik-pajak/jumlah-npwp-lampaui-target-per-agustus-2009-1505-jutahttp://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%20rev1.pdfhttp://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%20rev1.pdf

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    16/102

    3

    haruslah didukung oleh pemahanan akan fungsi serta pentingnya pajak bagi

    kelangsungan suatu negara.

    Pajak merupakan harta yang dipungut dari rakyat untuk keperluan pengaturan

    negara (fungsi pajak sebagai regulerend ) dan untuk membiayai pengeluaran-

     pengeluaran negara (fungsi pajak sebagai budgetair ) baik untuk belanja rutin

    maupun pembangunan infrastuktur.5  Dengan membayar pajak rakyat tidak

    mendapatkan prestasi balik secara langsung (kontraprestasi), namun rakyat akan

    menikmati hasil dari pembayaran pajak tersebut melalui fasilitas-fasilitas umum yang

    dibuat oleh pemerintah baik itu sekolah, rumah sakit, jalan raya, jembatan dan lain

    sebagainya.

    Pajak di Indonesia sangat beragam jenisnya. Di bawah ini akan disajikan

     beberapa jenis pajak dan besaran jumlah pajak yang memberikan kontribusi terhadap

     penerimaan negara pada tahun 2008 dan 2009.

    Tabel 26 

    PENERIMAAN PERPAJAKAN TAHUN 2008 DAN 2009 (dalam miliar rupiah)

    Uraian 2008 2009

    A.  Pajak Dalam Negeri

    1.  Pajak Penghasilan

    2. 

    Pajak Pertambahan Nilai

    599.160,7 

    318.027,8

    199.785,2

    697.347,0

    357.400,5

    249.508,7

    5Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah dengan Kebijakan

    Pertanahan di Indonesia, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), hal. 76http://www.fiskal.depkeu.go.id/webbkf/download/Data%20Pokok%202009%20Indonesia%2

    0rev1.pdf

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    17/102

    4

    3. 

    Pajak Bumi dan Bangunan

    4.  BPHTB

    5. 

    Cukai

    6.  Pajak lainnya

    B.  Pajak Perdagangan Internasional

    1. 

    Bea Masuk

    2.  Pajak ekspor/Bea keluar

    25.525,5

    5.529,3

    46.967,5

    3.325,4

    34.658,2 

    19.799,9

    14.858,3

    2 8.916,3

    7.753,6

    49.494,7

    4.273,2

    28.496,0

    19.160,4

    9.335,6

    Jumlah 633.818,9  725.843,0 

    Sumber: Data Pokok APBN 2008 dan 2009 Dep. Keu. RI

    Berdasarkan tabel di atas, salah satu dari lima besar penerimaan yang

    menghasilkan dana bagi negara adalah Pajak Bumi dan Bangunan (selanjutnya

    disebut PBB) yaitu sebesar Rp 28.916,3 miliar. PBB merupakan salah satu

     pendapatan negara yang langsung dipungut dari wajib pajak, baik perseorangan

    maupun badan hukum yang menikmati hasil atau menguasai bumi dan bangunan

    yang dilekatkan di atas bumi dengan berbagai macam konstruksi bangunan. Objek

    dari PBB ini adalah bumi dan/ bangunan, sedangkan subjek yang membayar PBB ini

    adalah siapa saja yang memiliki maupun memperoleh manfaat atas bumi dan

     bangunan.7  Sistem tarif yang digunakan dalam PBB tidak menggunakan tarif

     progresif melainkan menggunakan tarif proporsional sebesar 0,5%.

    7 Rimsky K. Judisseno, Perpajakan , (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. 145.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    18/102

    5

    PBB berlaku pada tanggal 1 Januari 1986 berdasarkan Undang-Undang

    tentang Pajak Bumi dan Bangunan No. 12 Tahun 1985 sebagaimana diubah dengan

    UU PBB No. 12 Tahun 1994.8 

    Ketentuan di dalam UU PBB harus mempertimbangkan kepentingan dan

    kondisi masyarakat selaku wajib pajak. Dimana kemampuan membayar wajib pajak

     perlu diperhatikan karena hal tersebut menyangkut masalah keadilan. Banyak keluhan

    dari wajib pajak yang merasa tidak mampu membayar PBB karena jumlah pajak

    terutang yang dikenakan terhadap mereka jauh di atas kemampuannya, misalnya para

     pensiunan yang menempati rumah-rumah di jalan protokol. Demikian pula dengan

     para petani yang mengandalkan pemenuhan kewajiban pembayaran PBB dari hasil

     panen.9 

    Asas perpajakan yang utama adalah asas keadilan yang merupakan maksim

    yang pertama dari The Four Maxim-nya Adam Smith, yaitu equality.10

      Begitupun

    dalam sistem Ekonomi Islam sistem perpajakan harus seirama dengan spirit Islam

    yaitu keadilan. Menurut beberapa tokoh ekonom muslim, sistem perpajakan di sebut

    adil bila memenuhi tiga kriteria, antara lain: Pertama, pajak harus dipungut untuk

    membiayai hal-hal yang benar-benar dianggap perlu dan untuk mewujudkan

    kepentingan maqashid : Kedua, beban pajak tidak boleh terlalu memberatkan

    dibandingkan dengan kemampuan orang untuk memikulnya dan beban tersebut harus

    8  Rochmat Soemitro dan Zainal Muttaqin. Pajak Bumi dan Bangunan. Edisi Revisi.

    (Bandung: Refika Aditama. 2001), hal. 19 Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal.4710  Ibid , hal.182

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    19/102

    6

    didistribusikan secara adil di antara semua orang yang mampu membayar; Ketiga,

    dana pajak yang terkumpul dibelanjakan secara jujur bagi tujuan yang karenanya

     pajak diwajibkan. Sistem pajak yang tidak memenuhi kriteria-kriteria tersebut

    dianggap sebagai penindasan pemerintah terhadap rakyat. 11

     

    Merujuk pada uraian di atas, maka dalam penelitian ini penulis akan meneliti

    tentang ”TINJAUAN EKONOMI ISLAM TERHADAP PAJAK BUMI DAN

    BANGUNAN DI INDONESIA”.

    B.  PEMBATASAN MASALAH DAN PERUMUSAN MASALAH

    Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan suatu negara. Setiap pajak

    yang dikenakan kepada masyarakat memiliki dasar hokum yang jelas atau

     berdasarkan undang-undang. Hasil dari pemungutan pajak idealnya digunakan untuk

    membiayai berbagai macam kebutuhan yang ada di suatu negara baik itu untuk

     pembangunan infrastruktur, membiayai sektor pertanian, sektor pendidikan dan

    sebagainya. Berbagai jenis pajak ada di Indonesia antara lain Pajak Penghasilan

    (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak

    lainnya.

    Agar penelitian ini lebih terarah dan fokus, maka masalah-masalah dalam

     penelitian ini dibatasi hanya pada Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia yang

    11 M. Umar Chapra,  Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.

    295

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    20/102

    7

    mencakup pengertian, sejarah, dasar hukum, tarif penghitungan, subjek dan objek

    Pajak Bumi dan Bangunan serta tinjauan ekonomi Islam terhadapnya.

    Berdasarkan batasan masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini

    dirumuskan sebagai berikut:

    1.  Apakah Pajak Bumi dan Bangunan dibolehkan dari sisi Ekonomi Islam?

    2.  Apakah objek Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sesuai dengan konsep

    distribusi kekayaan dalam Ekonomi Islam?

    3.  Apakah tarif Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia sesuai dengan prinsip

    keadilan dalam Ekonomi Islam?

    C.  TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

    Merujuk pada rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai

    melalui penelitian ini adalah:

    1.  Untuk mengkaji dan mengetahui pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan di

    Indonesia.

    2.  Untuk mengkaji dan mengetahui tinjauan Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi

    dan Bangunan di Indonesia.

    Hasil penelitian Tinjauan Ekonomi Islam terhadap Pajak Bumi dan Bangunan

    di Indonesia ini diharapkan memberikan sejumlah manfaat, antara lain:

    1.  Secara teoritis/akademis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya

    khasanah kepustakaan pendidikan, khususnya mengenai tinjauan Ekonomi Islam

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    21/102

    8

    terhadap Pajak Bumi dan Bangunan serta dapat menjadi bahan masukan bagi

    mereka yang berminat untuk menindaklanjuti hasil penelitian ini.

    2.  Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi serta

    menjadi bahan masukan bagi para pengambil kebijakan untuk selalu

    mempertimbangkan kesejahteraan rakyat setiap kali mengambil keputusan.

    D.  KAJIAN PUSTAKA

    Berikut pemaparan dari beberapa skripsi yang terkait dengan tema penulis

    antara lain:

    1.  Penelitian yang dilakukan oleh Pipih (Mahasisiwi Perbankan Syariah UIN

    Jakarta) yang berjudul “Kontribusi Pemikiran Abu Yusuf terhadap Konsep

    Pajak”. Penelitian yang dilakukan pada 2004 ini fokus pada penjelasan

    mengenai konsep Abu Yusuf dalam manajemen keuangan publik berdasarkan

    realitas historis yang pernah dipraktekkan, serta analisa pemikiran tentang pajak

    yang memiliki signifikansi ekonomi yang besar pada saat ini. Dari metode

     penelitian, penelitian yang dilakukan oleh Pipih menggunakan pendekatan

    kualitatif. Kemudian instrument pengumpulan data yang digunakan adalah

    dengan metode analisa deskriptif.

    2. 

    Penelitian yang dilakukan oleh Evan Sofian (Mahasiswa Perbankan Syariah UIN

    Jakarta) yang berjudul “Konsep Pajak Ya’qub bin Ibrahim bin Sa’ad al-

    Anshor (Abu Yusuf)”  pada 2004. Jenis penelitian yang digunakan adalah

     penelitian kualitatif dengan metode analisa deskriptif. Penelitian ini membahas

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    22/102

    9

    tentang prinsip dan sistem pemungutan pajak menurut Abu Yusuf serta tujuan

    dan manfaat pemungutan pajak.

    3.  Penelitian yang dilakukan oleh Lisda Malau (Mahasisiwi Perbankan Syariah UIN

    Jakarta) pada 2004 dengan judul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem

    Perpajakan Modern”. Penelitian ini fokus membahas tentang Pajak

    Penghasilan (PPh) yang mencakup sistem perpajakan modern, fungsi pajak di

    Indonesia, dan tinjauan hukum Islam terhadap Pajak Penghasailan.

    4.  Penelitian yang dilakukan oleh Andry Kurniawan (Mahasisiwa Perbankan

    Syariah UIN Jakarta) pada 2009 dengan judul “Praktik Pemungutan Pajak

    Pertambahan Nilai dalam Perspektif Hukum Islam”. Penelitian ini

    membahas tentang teori dan aplikasi praktik pemungutan PPN menurut hukum

    Islam dengan metode peneltian yaitu penelitian kualitatif normatif. Dari

     penelitian tersebut disimpulkan bahwa praktik pemungutan PPN tidak

    dibenarkan dalam hukum Islam, karena tidak adanya kejelasan pengkonsumsian

     barang/jasa yang halal ataupun yang haram. 

    Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis berbeda dengan keempat

     penelitian di atas. Perbedaan tersebut terletak pada objek penelitian. Objek penelitian

     penulis adalah praktik Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia yang akan dianalisa

    menurut tinjauan Ekonomi Islam berdasarkan dasar hukum pemungutan Pajak Bumi

    dan Bangunan, konsep distribusi kekayaan pada objek yang dikenakan Pajak Bumi

    dan Bangunan serta prinsip keadilan pada tarif yang dikenakan dalam Pajak Bumi

    dan Bangunan.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    23/102

    10

    E.  METODE PENELITIAN

    1. 

    Jenis dan Pendekatan Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah

     penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang tidak mengadakan penghitungan

    matematis, statistik, dan lain sebagainya.12

     

    Secara keseluruhan pendekatan penelitian yang digunakan dalarn

     penulisan skripsi ini adalah pendekatan normatif yang bersumber dari bahan

     bacaan yang dilakukan dengan cara penelaahan naskah. Bilamana terdapat data-

    data empiris, maka hal itu dimaksudkan hanya untuk mempertajam analisa dan

    menguatkan argumentasi penelitian.

    2.  Metode Pengumpulan Data

    Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian studi

    kepustakaan (Library Research), yaitu dengan cara mempelajari, mendalami, dan

    mengutip teori-teori atau konsep-konsep dari sejumlah literatur baik buku, jurnal,

    majalah, koran atau karya tulis lainnya yang relevan dengan topik ,fokus atau

    variabel penelitian.

    Sumber data yang digunakan oleh penulis adalah sumber data primer dan

    sekunder. Data primer pada skripsi ini merujuk pada buku-buku yang khusus

    membahas tentang Pajak Bumi dan Bangunan serta perpajakan secara

    12 Lexy Maloeng,  Metode Penelitian Kualitatif, Edisi Revisi, (Bandung: PT Renlaja Rosda

    Karya, 1997), cet. Ke-8, hal. 6.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    24/102

    11

    keseluruhan. Sedangkan untuk data sekunder adalah seluruh literatur. yang

     berhubungan dengan Ekonomi Islam secara umum atau literatur lain yang dapat

    memberikan informasi tambahan pada judul yang akan diangkat dalam skripsi

    ini, yaitu: buku, majalah, jurnal, artikel, dan lainnya.

    3.  Metode Analisa Data

    Dalam mengolah data dan menganalisa data penulis menggunakan metode

    content analisys yaitu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang

    dapat ditiru (replicable).13  Metode yang digunakan adalah metode deskriptif

    analisis. Deskripsif berarti penulis menjelaskan secara apa adanya tentang Pajak

    Bumi dan Bangunan yang diterapkan di Indonesia, kemudian dianalisis dari

    tinjauan ekonomi Islam.

    4.  Pedoman Penulisan Skripsi

    Teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada "Pedoman Penulisan

    Skripsi Tahun 2007" yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    13 Burhan Bungin,  Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004),

    hal. 173.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    25/102

    12

    F.  SISTEMATIKA PENULISAN

    Skripsi ini disajikan dalam lima bab, yaitu sebagai berikut:

    Bab I merupakan pendahuluan yang berisi uraian mengenai latar belakang

    masalah, pembatasan masalah dan perumusan masalah, tujuan dan

    manfaat penelitian, kajian kepusatakaan, metode penelitian, dan

    sistematika penulisan.

    Bab II merupakan kerangka teori yang berisi uraian teoritik mengenai

     permasalahan yang akan diteliti antara lain tentang pengertian PBB,

    sejarah PBB, dasar hukum PBB, sujek dan objek PBB, tarif dan

     perhitungan PBB serta karakteristik dari PBB.

    Bab III berisi uraian umum tentang Ekonomi Islam, meliputi pengertian Ekonomi

    Islam, prinsip dasar, nilai-nilai Ekonomi Islam, kebijakan fiskal dalam

    Ekonomi Islam, pendapat ulama tentang pajak, dan karakteristik pajak

    dalam Ekonomi Islam.

    Bab IV merupakan bagian analisis dan pembahasan yang berisi analisis

     permasalahan, nterpretasi dan disertai dengan pembahasan hasil

     penelitian tentang tinjauan Ekonomi Islam terhadap PBB di Indonesia.

    Bab V merupakan bab penutup. Pada bagian ini disarikan kesimpulan hasil

     penelitian disertai rekomendasi dalam bentuk saran-saran yang relevan.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    26/102

    13

    BAB II

    SISTEM PERPAJAKAN DI INDONESIA

    A.  Perpajakan Secara Umum

    1.  Definisi Pajak dan Syarat Pemungutan Pajak

    Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro adalah iuran rakyat kepada kas

    negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

     jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang

    digunakan untuk membayar pengeluaran umum.1 

    Sedangkan pajak menurut Soeparman Soemahamidjaja adalah iuran wajib,

     berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma

    hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam

    mencapai kesejahteraan umum.2 

    Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:3 

    a.  Iuran rakyat kepada negara.

    Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang

    (bukan barang).

     b.  Berdasarkan undang-undang.

    Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan

     pelaksanaanya.

    1 Mardiasmo, Perpajakan, Edisi Revisi, (Yogyakarta: Penerbit Andi, 2008), hal. 12 Erly Suandy, Hukum Pajak , Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Salemba Empat, 2002), hal.93 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 1

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    27/102

    14

    c.  Tanpa jasa timbal balik atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung

    dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya

    kontraprestasi individual oleh pemerintah.

    d.  Digunakan untuk membiayai rumah tanggga negara, yakni pengeluaran-

     pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

    Syarat Pemungutan Pajak4 

    Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka

     pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut:

    a.  Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

    Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan

     pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan

    diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan

    dengan kemampuan masing-masing. Sedang adill dalam pelaksanaanya yakni

    dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan,

     penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis

    Pertimbangan Pajak.

    b.  Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

    Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan

     jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun bagi

    warganya.

    4 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 2.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    28/102

    15

    c.  Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

    Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran produksi maupun perdagangan,

    sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

    d.  Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)

    Sesuai fungsi budgetair , biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga

    lebih rendah dari hasil pemungutannya.

    e.  Sistem pemungutan pajak harus sederhana

    Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorongg

    masyarakat dalam memwnuhi kewajiban perpajakannya.

    Contoh:

    •  Bea Materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2 macam tarif.

     penghasilan (PPh) yang berlaku bagi badan

    ukum maupun perseorangan.

    2. 

    at ini masih berlaku adalah:

     5

     

    •  Tarif PPN yang veragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif, yaitu

    10%.

    •  Pejak perseroan untuk badan dan pajak pendapatan untuk perseorangan

    disederhanakan menjadi pajak

    h

    Pajak Negara dan Pajak Daerah

    Pajak negara yang sampai sa

    a.  Pajak Penghasilan (PPh)

    5 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 11.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    29/102

    16

     b.  Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPN &

    an lain-lain.

    ajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak

    ajak Parkir, dan lain-lain.

    Ada

    a. 

    nyaknya ke kas negara sebagai sumber

    b. 

     jak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di

    PPn BM)

    c.  Bea Materai

    d.  Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

    e.  Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)

    Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian: 6

     

    a.  Pajak Propinsi, antara lain Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak

    Pengambilan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan, d 

     b.  Pajak Kabupaten atau kota, antara lain P

    Hiburan, Pajak Reklame, P

    3.  Fungsi Pajak dan Asas Pemungutan Pajak

    dua fungsi pajak, yaitu: 7

     

    Fungsi Budgetair /fungsi finansial

    Yaitu memasukkan uang sebanyak-ba

    dana untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara.

    Fungsi Regulerend  /fungsi mengatur

    Yaitu pa

     bidang ekonomi, sosial maupun politik dengan tujuan tertentu.

    Contoh:

    6 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 13.7 Erly Suandy, Hukum Pajak, hal. 13-14.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    30/102

    17

    •  Pajak yang tinggi dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi

    konsumsi minuman keras.

    •  Pajak yang tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk

    mengurangi gaya hidup konsumtif.

    •  Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk

    Indonesia di pasar dunia.

    itulis oleh Adam Smith pada abad ke-18 mengajarkan tentang asas-asas

    ajak yang dikenal dengan  four canons atau The Four Maxims  antara

    lain: 8

     

    a. 

    sesama wajib pajak. Dalam keadaan yang sama wajib

     pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda wajib pajak harus

    diperlakukan berbeda.

    Asas Pemungutan Pajak

    Dalam buku An Inguiry into the Nature and Causes of The Wealth of Nations

    yang d 

     pemungutan p

     Equality 

    Pembebanan pajak kepada subjek pajak hendaknya seimbang dengan

    kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah

     perlindungan pemerintah. Dalam hal ini tidak boleh suatu negara mengadakan

    diskriminasi di antara

    8Erly Suandy, Hukum Pajak, hal. 27-28.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    31/102

    18

    b.  Certain

    subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, dan ketentuan mengenai

    c.  Conven

    tnya dengan saat diterimanya penghasilan keuntungan

    d.   Econom

    u biaya yang dikeluarkan

    lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh.

    4. 

     berapa macam antara lain: 9

     

    a.  Officia

    iskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh

     ty 

    Pajak yang dibayar oleh wajib pajak harus jelas dan tidak mengenal

    kompromi (not arbitrary). Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan

    adalah mengenai

     pembayarannya.

    ience of payment 

    Pajak hendaknya dipungut pada saat yang paling baik bagi wajib pajak,

    yaitu saat sedekat-deka

    yang dikenakan pajak. 

    ic of collection 

    Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat (seefisien) mungkin,

     jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu

    sendiri. Karena tidak ada artinya pemungutan pajak kala

    Sistem Pemungutan Pajak dan Tarif Pajak

    Sistem pemungutan pajak ada be

    l Assessment System 

    Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada

     pemerintah (f 

    Wajib Pajak. 

    9 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 7-8.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    32/102

    19

    Ciri-cirinya:

    1) 

    Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.

     pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh

    b.  Self As

     Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.

    tuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib

    ri menghitung, menyetor, dan melaporkan

    campur dan hanya mengawasi.

    c.  With H 

    kutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh Wajib

    Pajak.

    k yang terutang

    ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan Wajib Pajak.

    2)  Wajib Pajak bersifat pasif.

    3)  Utang

    fiskus.

     sessment System 

    Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang

    kepada Wajib

    Ciri-cirinya:

    1)  Wewenang un

    Pajak sendiri.

    2)  Wajib Pajak aktif, mulai da

    sendiri pajak yang terutang.

    3)  Fiskus tidak ikut

     olding System 

    Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang

    kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan Wajib Pajak yang

     bersang

    Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya paja

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    33/102

    20

    Tar

     

    a.  Tarif 

      pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya

    alam Pajak Pertambahan Nilai dan tarif 5% dalam Pajak

    ngunan.

    b.  Tarif 

    apapun jumlah yang

    a Meterai untuk cek dan bilyet giro sebesar Rp 1.000,-

    c.  Tarif 

    yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai

    7 Undang-undang Pajak Penghasilan.

    d.  Tarif 

    mlah yang dikenai

     pajak semakin besar. Di Indonesia, tarif ini tidak digunakan.

    if Pajak

    Ada empat macam tarif pajak:

     10

     sebanding/proporsional

    Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang dikenai

     pajak sehingga besarnya

    nilai yang dikenai pajak. 

    Contoh : tarif 10% d 

    Bumi dan Ba

     tetap

    Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap ber 

    dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

    Contoh : Tarif Be

     progresif

    Persentase tarif

     pajak semakin besar.

    Contoh: Pasal 1

     degresif

    Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila ju

     

    10Mardiasmo, Perpajakan, hal. 9-10.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    34/102

    21

    B.  Pajak Bumi dan Bangunan

    1. 

    Definis

    gai tempat

    t diusahakan.11

     

    2.  Sejara

     jak tanah

    yang d 

     

    i Pajak Bumi dan Bangunan

    Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas bumi

    dan/atau bangunan. Dalam Pasal 1 UU Pajak Bumi dan Bangunan,  Bumi adalah

     permukaan bumi (perairan) dan tubuh bumi yang berada di bawahnya.

    Sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan

    secara tetap pada tanah dan/atau perairan yang diperuntukkan seba

    tinggal, atau tempat berusaha, atau tempat yang dapa

    h Pajak Bumi dan Bangunan di Indonesia

    Sejarah pemungutan pajak di Indonesia bermula dari keberadaan VOC di

    Indonesia pada tahun 1619.12

      Berdasarkan kedaulatan yang diberikan oleh

     pemerintah Kerajaan Belanda, VOC beranggapan bahwa tanah-tanah yang

    dikuasainya adalah miliknya. Pajak tanah ditetapkan pada tahun 1685, yang

     besarnya adalah 0,25% dari harga tanah dan berlaku untuk jangka waktu 3 (tiga)

    tahun. Pajak ini merupakan cikal bakal dari Pajak Verpoding, yaitu pa

    ikenakan pada bidang tanah dengan hak-hak barat atau Eropa.13

     

    Tanggal 1 Januari 1800, VOC dibubarkan dan wilayah Indonesia

    dikuasai Kerajaan Belanda, yang terkenal dengan nama Bataafsche Republiek .

    11Rochmat Soemitro dan Zainal Muttaqin, Pajak Bumi dan Bangunan, hal. 2.12Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 4613Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 47

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    35/102

    22

    Pada sa

    ajibkan rakyat menyerahkan 1/5 bagian dari hasil

     panenn

    n bahwa Inggris memiliki tanah jajahannya (teori

    domein

     

    at itu di Belanda sedang terjadi perubahan konsep tentang cara mengelola

    tanah jajahan, yang dijiwai asas liberalisme.

    14

     

     Namun pada tahun 1806, Belanda dijajah oleh Perancis, kemudian

    Belanda dijadikan Kerajaan Holland yang dipimpin oleh Louis Napoleon.

    Tahun 1801 sampai dengan tahun 1806, Herman Willem Daendels  yang

    diangkat sebagai Gubernur Jenderal yang pertama. Ia melaksanakan

     pemerintahan dengan mengurangi kekuasaan serta hak-hak bupati, terutama yang

    menyangkut penguasaan tanah dan pemakaian tenaga kerja yang sesuai dengan

     prinsip kebebasan berdagang. Untuk membangun jalan raya dari Anyer ke

    Panarukan, Deandels mew

    ya dengan penerapan sanksi yang sangat berat bagi para pelanggarnya,

    yaitu lima tahun penjara.

    Ketika pulau Jawa dikuasai oleh Inggris, pemerintahan dipimpin oleh Sir

    Thomas Stanford Raffles. Ia menerapkan sistem sewa tanah ( Land Rent). Ide

    tersebut didasari anggapa

    ), sedangkan rakyat Indonesia dianggap sebagai penggarap saja, sehingga

    wajib membayar sewa.15

     

    Setelah Indonesia dikuasai kembali oleh Belanda, di pulau Jawa terjadi

     pemberontakan Pangeran Diponegoro, yang menelan biaya sangat banyak,

    sehingga jenderal Van de Bosch menetapkan kultuurstelsel (tanam paksa)

    14Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal.48.15Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 49

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    36/102

    23

    sebagai pengganti  Land Rent . Sistem tanam paksa mewajibkan rakyat untuk

    menyerahkan hasil tanaman yang dapat diekspor, dengan ketentuan bahwa 20%

    dari ha

     sebagi akibat dari ketentuan bahwa rakyat diwajibkan

    untuk m

     

    sil garapan wajib ditanami dengan jenis tanaman wajib yang hasilnya laku

    di Eropa.16

     

    Pada masa penjajahan Jepang,  Land Rent  berganti nama menjadi pajak

    tanah dan pada tahun 1944 namanya diganti lagi menjadi pajak bumi.

    Peraturannya tidak mengalami perubahan, akan tetapi sejalan dengan peperangan

    yang dilakukan pemerintah Japang, dibutuhkan dana yang lebih banyak sehingga

    rakyat semakin menderita

    enyerahkan 60% dari hasil panennya yang pada akhirnya menimbulkan

    kelaparan di mana-mana.

    Meskipun Indonesia telah merdeka, semua pajak-pajak yang dikenakan

     berdasarkan peraturan zaman kolonial masih tetap diberlakukan, serperti di Jawa,

    Madura, Lombok, dan Sulawesi Selatan telah diselenggarakan suatu pendaftaran

    tanah Indonesia dengan tujuan untuk pemungutan pajak bumi (Fiscale

    Kadaster ).17

      Namun setelah negara-negara Republik Indonesia Serikat (RIS)

    dihapuskan, pada tahun 1952, Indonesia mendapatkan kedaulatan secara penuh,

    kemudian diberlakukan Undang-Undang Nomor 4 tahun 1952 (Lembaran

     Negara 1952 Nomor 43). Dalam Undang-Undang tersebut dinyatakan secara

    tegas bahwa di seluruh Indonesia berlaku semua undang-undang pajak, baik

    16Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 50.17Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 52.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    37/102

    24

    yang berasal dari zaman kolonial maupun yang berasal dari masa RIS dan yang

     berasal dari Negara Republik Indonesia. Dengan menyebutkan undang-undang

     pajak satu persatu, pada tahun 1959, Pajak Bumi ini dirubah dengan nama Pajak

    Hasil Bumi, pengenaan pajak tidak didasarkan atas nilai dari tanah, tetapi

     berdasarkan hasil yang diperoleh dari tanah, padahal hasil dari tanah telah

    dikenak 

    nan daerah. Pada dasarnya

     , Inlandsverpoding dan Pajak Hasil

    Bumi y

    3. 

    ukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-undang

     No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 12

    an pajak pendapatan, yang pada waktu itu telah dikenakan dengan istilah

    Overgangsbelasting (pajak peralihan).18

     

    Tahun 1952, Pajak Hasil Bumi, pengenaannya didasarkan atas hasil yang

    dikeluarkan dari tanah, yang juga merupakan objek pajak dari pajak penghasilan

    dihapuskan dan pada tahun 1959 pajak atas hasil bumi dipungut lagi dengan

    nama Iuran Pemungutan Daerah (IPEDA), yang merupakan pajak pemerintah

     pusat, namun pemungutan dan pelaksanaannya diserahkan kepada pemerintah

    daerah dan dipergunakan untuk membiayai pembangu

    IPEDA menggantikan fungsi dari Verpoding

    ang dikenakan atas harta tak bergerak (tanah).

    Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan

    Dasar h

    Tahun 1994.19 

    18 Wiratni Ahmadi, Sinkronisasi Kebijakan Pengenaan Pajak Tanah, hal. 53.19 Mardiasmo, Perpajakan, hal. 315.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    38/102

    25

    4.  Subjek

    ,

    mengu

    k. Namun penunjukkan tersebut bukan merupakan bukti

    kepemi

    ak memberikan keputusan,

    ggap disetujui.20 

    dan Objek Pajak Bumi dan Bangunan

    Subjek Pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak

    atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki

    asai, dan/atau memperoleh manfaat bangunan (Pasal 4 Ayat 1 UU PBB).

    Jika Subjek Pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak

    Objek Pajak sedangkan perawatannya dikuasakan kepada orang atau badan,

    maka orang atau badan tersebut dapat ditunjuk sebagai Wajib Pajak oleh Direktur

    Jenderal Paja

    likan.

    Subjek Pajak yang ditetapkan seperti itu, dapat memberikan keterangan

    secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak bahwa ia bukan Wajib Pajak

    terhadap Objek Pajak yang dimaksud. Apabila keterangan yang telah diajukan

    oleh Wajib Pajak disetujui, maka Direktur Jenderal Pajak membatalkan

     penetapan sebagai Wajib Pajak dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya

    surat keterangan yang dimaksud. Namun demikian, apabila tidak disetujui,

    Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan surat keputusan penolakan disertai dengan

    alasan-alasan. Selanjutnya setelah jangka waktu satu bulan sejak diterima

    keterangan ternyata Direktur Jenderal Pajak tid 

    keterangan yang telah dijukan dian

     20  Waluyo, Perpajakan Indonesia: Pembahasan Sesuai dengan Ketentuan Perundang-

    undangan Perpajakan dan Aturan Pelaksanaan Perpajakan Terbaru, (Jakarta: Penerbit Salemba

    Empat, 2004), hal. 474.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    39/102

    26

    Objek Pajak Bumi dan Bangunan21

     

    a. 

    Objek

    si teknik yang

    ditanam u perairan.

    dan lain-lain yang merupakan satu

    ngan kompleks bangunan tersebut.

    .

    , dermaga.

    r dan gas, pipa minyak.

    .

    b. 

    Objek

     jak yang tidak dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan

    adalah Objek Pajak yang:

    Pajak yang dikenakan PBB

    Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa objek Pajak Bumi dan

    Bangunan adalah bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh

     bumi yang ada di bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruk 

     atau diletakkan secara tetap pada tanah dan/ata

    Termasuk dalam pengertian bangunan adalah:

    1)  Jalan lingkungan yang terletak dalam suatu kompleks bangunan seperti

    hotel, pabrik, dan emplasemennya,

    kesatuan de

    2)  Jalan TOL.

    3)  Kolam renang

    4)  Pagar mewah.

    5)  Tempat olah raga.

    6)  Galangan kapal

    7)  Taman mewah.

    8)  Tempat penampungan/kilang minyak, ai

    9)  Fasilitas lain yang memberikan manfaat

     Pajak yang tidak dikenakan PBB

    Kategori Objek Pa

     21Waluyo, Perpajakan Indonesia, hal. 474-475.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    40/102

    27

    1)  Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang

    ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang tidak

    dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

    2)  Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau sejenis dengan itu.

    3)  Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional,

    tanah pengembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum

    dibebani suatu hak.

    4)  Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan

    timbal balik.

    5)  Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang

    ditentukan oleh Menteri Keuangan.

    5.  Tarif Pajak Bumi dan Bangunan

    Dalam Pasal 5 Undang-Undang Pajak Bumi dan Bangunan, tarif yang

    dikenakan atas objek pajak adalah sebesar 0,5 % (lima persepuluh persen).

    6.  Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan

    Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Dalam

    Pasal 1 Ayat 3 UU PBB No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah dirubah dengan

    UU PBB No. 12 Tahun 1994, NJOP adalah harga rata-rata yang diperoleh dari

    transaksi jual beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    41/102

    28

     jual beli, NJOP ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang

    sejenis, atau nilai perolehan baru, atau NJOP Pengganti.

    22

     

    Dasar perhitungan pajak:

    a.  Dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang ditetapkan

    serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP.

     b.  Besarnya persentase NJKP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No.46

    Tahun 2000 Tanggal 26 Juni 2000 yang diberlakukan mulai tahun 2001

    adalah:

    1) 

    Sebesar 40% dari NJOP

    a) 

    Objek Pajak perkebunan

     b)  Objek Pajak kehutanan

    c) 

    Objek Pajak lainnya, apabila NJOP Rp 1.000.000.000 (satu miliar rupiah)

    atau lebih, sebagai contoh perumahan. 

    2) 

    Sebesar 20% dari NJOP

    a)  Objek Pajak pertambangan

     b)  Objek Pajak lainnya, a pabila NJOP kurang dari Rp 1.000.000.000 (satu

    miliar rupiah). 

    Cara menghitung Pajak Bumi dan Bangunan Terutang:

    PBB Terutang = Tarif Pajak x % NJKP x NJOP untuk perhitungan pajak

    22Waluyo, Perpajakan Indonesia, hal. 476.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    42/102

    29

    Contoh perhitungan PBB:

    • 

    Tuan Abadi mempunyai Objek Pajak berupa:

    a.  Tanah seluas 1.000 m2dengan harga jual Rp 400.000,- per m

     b.  Bangunan seluas 400 m2dengan nilai jual Rp 350.000,- per m

    c.  Taman mewah seluas 200 m2dengan nilai jual Rp 100.000,- per m

    d.  Pagar mewah sepanjang 150 m dan tinggi rata-rata pagar 1,5 m dengan

    nilai jual Rp 200.000,- per m2 

    • 

    Penghitungan Nilai Jual Kena Pajak:

    a.  Tanah 1.000 x Rp 400.000,- = Rp 400.000.000,-

     b.  Bangunan 400 x Rp 350.000,- = Rp 140.000,000,-

    c.  Taman mewah 200 x Rp 100.000,- = Rp 20.000.000,-

    d.  Pagar mewah 150 x 1,5 x Rp 200.000,- = Rp 45.000.000,- +

     NJOP sebagai Dasar Pengenaan Pajak = Rp 605.000.000,-

     Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak = Rp ( 8.000.000,-)

     NJOP untuk penghitungan pajak = Rp 597.000.000,-

    •  PBB Terutang = 0,5% x (20% x Rp 597.000.000,-) = Rp 597.000,-

    7.  Karakteristik Pajak Bumi dan Bangunan

    a.  PBB termasuk pajak objektif dimana yang dipentingkan adalah objeknya,

    sehingga keadaan atau status subjek pajak tidak penting dan tidak

    mempengaruhi besarnya pajak.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    43/102

    30

     b.  Sistem pemungutan PBB menggunakan official assessment   dimana pajak

    dipungut dengan surat ketetapan pajak yang dikeluarkan tiap tahun atau

    disebut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT).

    c.  PBB merupakan pajak langsung yang dipikul sendiri oleh wajib pajak.

    d.  PBB merupakan Pajak Pemerintah Pusat yang hasilnya diserahkan kepada

    Pemerintah Daerah.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    44/102

    31

    BAB III

    SISTEM PERPAJAKAN DALAM EKONOMI ISLAM

    A.  lam Secara UmumEkonomi Is

     

    1.  Pengertian Ekonomi Islam

    Ekonomi Islam didefinisikan secara beragam oleh para pakar ekonomi Islam,

    diantaranya adalah Muhammad Abdul Mannan. Ia berpendapat bahwa yang

    dimaksud dengan ekonomi Islam adalah pengetahuan sosial yang mempelajari

    masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.1 

    Adapun menurut Yusuf Qardhawi ekonomi Islam adalah ekonomi Ilahiah,

    karena titik berangkatnya dari Allah, tujuannya mencari ridha Allah dan cara-caranya

    tidak bertentangan dengan syariat-Nya. Kegiatan ekonomi, baik produksi, konsumsi,

     penukaran, dan distribusi, diikatkan pada prinsip Ilahiah dan pada tujuan Ilahi.2 

    Ekonomi Islam yang dikemukakan oleh Umer Chapra adalah sebuah

     pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia melalui alokasi

    dan distribusi sumber daya yang terbatas yang berada dalam koridor yang mengacu

     pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku

    makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan. 3

     

    1 M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa,

    1997), h. 192Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Press,

    1997), hal. 25.3 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,(Jakarta: Kencana, 2007), hal.

    16

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    45/102

    32

    Sedangkan menurut Muhammad Nejatullah Ash-Shidiqy ekonomi Islam

    adalah respon pemikir muslim terhadap tantangan ekonomi pada masa tertentu.

    Dalam usaha keras ini mereka dibantu Al-Qura’an dan Sunnah, akal (ijtihad ) dan

     pengalaman.4 

    Jadi, pengertian dari ekonomi Islam adalah studi tentang problem-problem

    ekonomi dan institusi yang berkaitan dengannya atau ilmu yang memperlajari tata

    kehidupan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya untuk mencapai ridho Allah.

    Tujuan dari ekonomi Islam itu sendiri sesuai dengan maqashid syariah untuk

    mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat melalui tata kehidupan yang baik atau sesuai

    dengan syariat Islam.

    Dari definisi ini terdapat tiga cakupan utama dalam ekonomi Islam, yaitu tata

    kehidupan, pemenuhan kebutuhan dan ridho Allah yang kesemuanya diilhami oleh

    nilai-nilai Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, yang akhirnya

    menunjukkan konsisten antara niat karerna Allah, kaifiat atau cara-cara dan tujuan

    dari setiap manusia. 5

     

    Ini tidak berarti ekonomi Islam hanya diproyeksikan untuk orang-orang yang

     beragama Islam, karena Islam membolehkan umatnya untuk melakukan transaksi

    ekonomi dengan orang-orang non muslim sekalipun. Dengan kalimat lain, ekonomi

    Islam lebih mengedepankan urgensi sistem ekonominya yang hendak dibina dan

    4 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,  hal. 175  Murasa Sarkaniputra dan Agus Kristiawan,  Ilmu Ekonomi. Bahan Pengajaran Ekonomi

    Perbankan dan Asuransi Islam ,  (Jakarat: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta, 2000), cet. Ke-1, hal. 7.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    46/102

    33

    dibangun dari pada sekedar membangun dan membina para pelakunya yang harus

     beragam Islam. Hanya saja, tentunya Islam menghendaki agar umat Islam itu sendiri

     justru menjadi pelopor dan pengawal dari sistem ekonomi Islam itu sendiri yang

    dimilikinya. 6

     

    2.  Prinsip-prinsip dan Nilai-nilai Dasar Ekonomi Islam

    Prinsip-prinsip Dasar Ekonomi Islam antara lain:

    a.  Tauhid (Keesaan Tuhan)

    Secara umum tauhid dipahami sebagai sebuah ungkapan keyakinan

    (syahadat) seorang Muslim atas keesaan Tuhan. Konsep tauhid berisikan

    kepasrahan (taslim) manusia kepada Tuhannya, dalam perspektif yang lebih luas,

    konsep ini merefleksikan adanya kesatuan (unity), yaitu kesatuan kemanusian

    (unity of mankind ), kesatuan penciptaan (unity of creation) dan kesatuan tuntunan

    hidup (unity of guidance) serta kesatuan tujuan hidup (unity of purpose of life).7 

    Ekonomi sebagai sebuah ilmu yang dijadikan mediasi dalam memenuhi

    kebutuhan (hajat ) manusia, baik kebutuhan primer, kebutuhan sekunder, maupun

    kebutuhan pelengkap, melibatkan interaksi antara aspek metafisik dan aspek

    fisik. Kegiatan ekonomi dalam perspektif tauhid dilandasi oleh prinsip-prinsip

    ilahiah yang bermuara pada kesejahteraan lahir dan batin manusia.8 

    6M. Amin Suma,  Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam, (Ciputat:

    Kolam Publishing, 2008), hal. 49.7Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), hal. 58Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, hal. 6

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    47/102

    34

    b.  ‘Adl (Keadilan)

    Dalam khazanah Islam, keadilan yang dimaksud adalah “keadilan ilahi”,

    yaitu keadilan yang tidak terpisahkan dari moralitas, didasarkan pada nilai-nilai

    absolut yang diwahyukan Tuhan dan penerimaan manusia terhadap nilai-nilai

    tersebut merupakan suatu kewajiban.9 

    c.  Nubuwwah (kenabian)

    Diutusnya para nabi dan rasul untuk menyampaikan pertunjuk dari Allah

    kepada manusia tentang bagaimana hidup yang baik dan benar di dunia. Manusia

    harus meneladani sifat-sifat para rasul agar mendapat keselamatan di dunia dan

    di akhirat. Sifat-sifat yang harus diteladani oleh manusia adalah sifat shiddiq 

    (jujur), amanah (bertanggung jawab), fathonah (kemampuan), dan tabligh

    (menyampaikan).10

     

    d.  Ma’ad (hasil = return)

    Ma’ad diartikan juga sebagai imbalan atau ganjaran. Menurut imam Al-

    Ghazali, Implikasi nilai ini dalam kehidupan ekonomi harus berdasarkan pada

    motivasi untuk mendapatkan laba, baik laba material (tangible) maupun laba

    non-material (intangible).11

     

    Selain prinsip-prinsip dasar, terdapat juga nilai-nilai dasar Ekonomi Islam.

    Nilai-nilai dasar Ekonomi Islam tersebut adalah:

    9Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, hal. 710Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, hal. 811Muhammad, Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam, hal. 8

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    48/102

    35

    1.  Kepemilikan

    Segenap barang dan kekayaan adalah milik Allah. Dan Dialah yang

    menunjuk individu-individu sebagai wali-walinya dalam mengelola barang-

     barang dan kekayaan tersebut. Kepemilikan dalam ekonomi Islam bukanlah

     penguasaan mutlak atas sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk

    memanfaatkannya. Hal ini sependapat dengan A.P. Parlindungan, ahli hukum

    agraria di Indonesia, dalam bukunya menyatakan bahwa bumi, air, dan ruang

    angkasa sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. Negara bukan pemilik mutlak

    dari tanah-tanah di Republik Indonesia tetapi negara diberi wewenang melakukan

    Hak Menguasai Negara (HMN),12

      di mana negara bertugas melakukan

     pengelolaan dan pengendalian terhadap kepemilikan, pengendalian hak,

     penguasaan maupun tatanan dari pertanahan di Indonesia.13

     

    Dalam sistem hukum pertanahan di Indonesia, hak milik perorangan

    diakui dengan dibatasi oleh Pasal 6 UU Pokok-Pokok Agraria bahwa hak atas

    tanah mempunyai fungsi sosial. Dengan kata lain, hak atas tanah mempunyai

    sifat dwi fungsi, yaitu dalam setiap hak perorangan terdapat juga hak masyarakat.

    Apabila satu saat hak masyarakat lebih tinggi, maka hak perorangan harus

    mengalah.14

     

    12A.P. Parlindungan,  Bunga Rampai Hukum Agraria serta Landreform Bagian I , (Bandung:

    Mandar Maju, 1989), hal. 9113 A.P. Parlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria, hal. 2514A.P. Parlindungan, Bunga Rampai Hukum Agraria, hal. 120

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    49/102

    36

    Kepemilikan manusia atas harta kekayaannya hanya sampai manusia itu

    hidup di dunia ini. Apabila seorang manusia meninggal dunia, harta kekayaannya

    harus dibagikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan yang ditetapkan Allah.

    Hal ini menunjukkan bahwa kepemilikan seseorang dapat dipindahtangankan

    kepeda pihak lain. Selain melalui waris dapat juga dilakukan melalui wakaf,

    hibah, dan lain sebagainya.

    Sumber-sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau

    yang menjadi hajat hidup orang harus menjadi milik umum atau negara, atau

    sekurang-kurangnya dikuasai oleh negara untuk kepentingan umum atau orang

     banyak. Islam memandang kepemilikan manusia hanyalah kepemilikan untuk

    menikmati dan memberdayakan harta kekayaan yang ada, bukan sebagai pemilik

    hakiki. Maka dalam pandangan ekonomi Islam apabila terdapat cabang-cabang

    dalam produksi yang mengandung hajat hidup orang banyak dikuasai oleh

     pribadi, maka negara berhak menyitanya. Hal ini sejalan dengan Pasal 33 ayat 3

    UUD Negara RI Tahun 1945 yang menyatakan bahwa:

    “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh

    negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

    2.  Keseimbangan

    Keseimbangan merupakan nilai dasar yang mempengaruhi berbagai aspek

    tingkah laku ekonomi seorang muslim. Atas keseimbangan ini misalnya terwujud

    dalam kesederhanaan, hemat dan menjauhi keborosan seperti yang terdapat

    dalam Q.S. Al-Furqan : 67

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    50/102

    37

     

    “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak

    berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-

    tengah antara yang demikian” (QS.Al-Furqan: 67)

    Dari ayat ini dapat disimpulkan bahwa keseimbangan dalam ekonomi

    Islam berarti ketika melakukan kegiatan ekonomi kita harus berada pada posisi

     pertengahan. Dimana tidak melakukan pemborosan dan tidak pula kikir, akan

    tetapi berlaku seimbang antara keduanya.

    Kondisi kesenjangan kekayaan yang lebar di tengah-tengah masyarakat

    dapat diatasi dengan menerapkan keseimbangan ekonomi (economic equilibrium)

    melalui mekanisme distribusi. Islam mewajibkan terjadinya sirkulasi kekayaan

     pada semua anggota masyarakat dan mencegah terjadinya sirkulasi kekayaan

    hanya pada segelintir orang saja sebagaimana yang tercantum dalam Q.S. Al-

    Hasyr ayat 7.

    Begitupun ketika Nabi saw melihat ada kesenjangan dalam pemilikan

    harta antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar, maka beliau mengkhususkan

    harta yang diperoleh dari ghanimah (hasil perang) dari Bani Nadhir untuk kaum

    Muhajirin, agar terjadi keseimbangan ekonomi (economic equilibrium)15

    .

    15 M. Sholahuddin,  Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), hal.

    202

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    51/102

    38

     Nilai dasar keseimbangan ini harus dijaga sebaik-baiknya bukan saja

    antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat dalam ekonomi, tetapi juga

    keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan umum. Di

    samping itu harus juga dipelihara keseimbangan antara hak dan kewajiban. Jadi,

    keseimbangan merupakan dimensi horizontal dari Islam; dalm perspektif yang

    lebih praktis meliputi keseimbangan jasmani-rohani, meterial-nonmaterial,

    individu dan sosial.16

     

    3.  Keadilan

     Nilai dasar sistem ekonomi Islam ketiga adalah keadilan. Dalam Islam,

    keadilan adalah titik tolak, sekaligus proses dan tujuan semua tindakan manusia.

    Keadilan merupakan ajaran yang sangat fundamental dan mencakupkeseluruhan

    aspek kehidupan : ekonomi, sosial, politik, bahkan lingkungan hidup. Luasnya

    dimensi aplikatif keadilan, Al-Qur’an memaknainya dengan berbagai arti,

    seperti:”sesuatu yang benar, sikap tidak memihak, penjagaan hak-hak seseorang,

    cara yang tepat dalam mengambil keputusan, keseimbangan, dan pemerataan”.17

     

    Dalam proses produksi dan konsumsi misalnya, keadilan harus menjadi

     penilai yang tepat, faktor-faktor produksi dan kebijaksanaan harga, agar hasilnya

    sesuai dengan tekanan yang wajar dan kadar yang sebenarnya.

    16 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam: Penguatan Peran LKM dan UKM di

     Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), hal. 36217 Euis Amalia, Keadilan Distributif dalam Ekonomi Islam, hal. 361.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    52/102

    39

    Ketiga nilai dasar sistem ekonomi Islam yaitu (1) kebebasan yang terbatas

    mengenai harta kekayaan dan sumber-sumber produksi, (2) keseimbangan dan (3)

    keadilan merupakan pangkal nilai-nilai instrumental sistem ekonomi Islam.

    B.  lam Ekonomi IslamPajak da

    roduksi total. 

    1.  Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam

    Kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam memiliki tujuan yang sama

    sebagaimana dalam ekonomi non-Islam. Dimana tujuannya adalah untuk

    menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan

     pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan

    (doktrin) Islam atau dengan kata lain tujuan tersebut harus dicapai dengan

    melaksanakan hukum Islam.18

     

    a.  Kebijakan Fiskal pada Awal Pemerintahan Islam

    Pada masa Rasulullah SAW kebijakan fiskal yang diambil meliputi

    tindakan-tindakan sebagai berikut:19

     

    1)  Pendapatan nasional dan pertisipasi kerja, meliputi: mempekerjakan kaum

    Muhajirin dengan Anshor, pembagian tanah, dan menghubungkan kerjasama

    ( partnership) antara kaum Muhajirin dan Anshor dalam hal modal sumber daya

    manusia yang akan meningkatkan p

    2)  Kebijakan pajak, yaitu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Muslim

     berdasarkan jenis dan jumlahnya (pajak proporsional). Misalnya pajak tanah

    18 M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf: Relevansinya dengan Ekonomi

    Kekinian, (Yogyakarta: PSEI-STIS Yogyakarat, 2003), hal. 222.19 M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf , hal. 223-224.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    53/102

    40

    yang tergantung dari produktivitas dari tanah tersebut atau juga bias

    didasarkan atas zonanya.

    3)  Menerapkan kebijakan fiskal berimbang. Nabi hanya mengalami sekali

    anggaran defisit setelah terjadinya ”Fathul Makkah”, namun selanjutnya

    kembali surplus.

    4)  Kebijakan fiskal khusus. Kebijakan ini dikenakan dari sector voulentair

    (sukarela) dengan cara meminta bantuan Muslim kaya untuk memberikan

     pinjaman kepad orang-orang tertentu yang baru masuk Islam.

    Asas yang dianut dalam APBN pada masa pemerintahan Rasulullah Saw.

    adalah asas anggaran berimbang (balance budget ), artinya semua penerimaaan

    habis digunakan untuk pengeluaran negara (government expenditure). Rasulullah

    merupakan kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep baru dalam di

     bidang keuangan negara pada abad ke tujuh, yakni semua hasil pemungutan

    negara harus dikumpulkan terlebih dahulu dan kemudian dibelanjakan sesuai

    dengan kebutuhan negara.20

     

    Penerimaan negara pada periode awal Islam antara lain:

    1)  Zakat

    20 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007) hal. 66

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    54/102

    41

    Zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan dan aturan tertentu

    yang diwajibkan oleh Allah kepada pemiliknya untuk diberikan kepada yang

     berhak menerimanya.

    ☺“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu

    membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.

    Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.”(QS At-Taubah: 103)

    Pelaksanaan pemungutan zakat semestinya dapat menghapus tingkat

     perbedaan kekayaan yang mencolok, serta dapat menciptakan redistribusi yang

    merata, di samping dapat pula membantu mengekang laju inflasi.21

     

    2) 

    Jizyah

    Bagi orang Nasrani dan Yahudi tidak berkewajiban menjadi anggota

    militer di negara Islam. Mereka dijamin keamanan diri dan hartanya oleh negara

    Islam, sebagai pengganti dari pembayaran  jizyah.  . Jizyah dikenakan kepada

    seluruh non-muslim dewasa, laki-laki, yang mampu untuk membayarnya.

    Sedangkan bagi perempuan, anak-anak, dan orang tua dan pendeta dikecualikan

    sebagai kelompok yang tidak wajib ikut bertempur. Orang-orang miskin,

     pengangguran, dan pengemis tidak dikenakan pajak. Jika seseorang memeluk

    21 M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, (Yogyakarta: PT Dana Bahkti Prima Yasa,

    1997), hal. 248.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    55/102

    42

    ajaran Islam, kewajiban membayar  jizyah ikut gugur. Hasil dari pengumpulan

    dana dari jizyah, digunakan untuk membiayai kesejahteraan umum.

    22

     

    Dalam hal penarikan jizyah, jizyah hanya boleh dipungut dari orang yang

    mampu menanggungnya. Sistem pemungutan  jizyah haruslah melihat kondisi

    subjek pajak, jangan sampai pajak justru mempersulit kondisi masyarakat.

     Jizyah tidak gugur karena kematian. Jika seseorang meninggal setelah

     berlangsung satu tahun, maka ia tetap wajib membayar  jizyah, karena dianggap

    sebagai hutang. Ia wajib membayarnya dari harta peninggalannya, namun jika ia

    tidak memiliki harta peninggalan maka kewajiban itu pun gugur, dan ahli

    warisnya tidak berkewajiban membayarnya.23

     

    Jadi, jizyah merupakan pajak yang dikenakan pada kalangan non muslim

    sebagai imbalan untuk jaminan yang diberikan suatu negara Islam pada mereka

    guna melindungi kehidupannya, misalnya harta benda, ibadah kegamaan dan

    untuk pembebasan dari dinas militer. Dan golongan non muslim yang dilindungi

    kehidupan dan harta bendanya seperti kawan kafir dhimmi.24

     Dasar perintahnya

    adalah Q.S. At-taubah (9): 29

     22 A. A. Islahi, Konsepsi Ekonomi Ibnu Taimiyah, hal. 253.23 Ratna Triwidiati, Konsep Pajak dalam Sistem Ekonomi Islam pada Masa Klasik, (Jakarta:

    Skripsi FSH UIN Jakarta, 2004), hal. 74.24 M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, hal. 249

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    56/102

    43

    “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula)

    kepada hari Kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan

    oleh Allah dan RasulNya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama

     Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al-Kitab kepada mereka, sampai

    mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk”

    (Q.S. At-Taubah (9): 29)

    3) 

    Kharaj (pajak bumi)

    Kharaj  merupakan sejenis pajak yang dikenakan pada tanah yang

    terutama ditaklukan oleh kekuatan senjata. Kebijakan ini berawal pada tahun

    ketujuh Hijriyah di mana pada saat itu tanah Khaibar telah berhasil dikuasai oleh

    kaum muslimin. Tanah-tanah tetap dibiarkan untuk dimiliki oleh pemilik lama,

    namun ketika panen, maka sebagian dari hasil panen diberikan kepada Nabi

    (Negara Islam).

    Konsep tersebut juga pernah dijalankan oleh Umar bin Khattab ketika

    menguasai Irak dan Syam. Tanah tersebut tidak dibagi-bagikan, tetapi diharuskan

    membayar kharaj saat panen.25

     Jadi, kharaj pada awalnya hanya dikenakan bagi

    non-muslim sebagai biaya sewa atas tanah yang dimiliki negara Islam karena

    telah menaklukkan wilayah tersebut, sehingga objek dari kharaj adalah tanah

    25Abdul Sami’ Al-Misri,  Muqawwimat al-Iqtishad al-Islami, Terj. Dimyauddin Djuwaini,

    (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hal.71.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    57/102

    44

    yang berada di luar wilayah pusat pemerintahan Jazirah Arab (hanya tanah

    taklukkan).

    Cara pemungutan kharaj ada dua macam, pertama; kharaj  perbandingan

    (muqasimah) yang ditetapkan berdasarkan porsi hasil seperti ½, 1/3, atau 1/5 dari

    hasil panen yang dipungut pada setiap kali panen. Kedua; kharaj tetap (wazifah),

    yaitu beban pada tanah sebanyak hasil alam atau uang persatuan lahan yang

    dibayarkan wajib setalah lampaui satu tahun.26

     

    Imam Al-Mawardi membicarakan faktor yang menentukan kemampuan

    memikul pajak bumi sebagai berikut: orang yang menaksir kharaj atas sebidang

    tanah harus mempertimbangkan kemampuan tanah yang berbeda menurut tiga

    faktor. Tiap faktor sedikit banyaknya mempengaruhi jumlah kharaj.

    Pertama; faktor yang berkaitan dengan tanah itu sendiri adalah mutu

    tanah yang dapat menghasilkan panen yang besar, atau cacat yang menyebabkan

    hasil kecil. Kedua; faktor yang berhubungan dengan jenis panen, karena ada yang

    lebih tinggi harganya dari yang lain, dan kharaj harus ditaksir sesuai dengan itu.

    Ketiga; mengenai cara irigasi karena panen yang dihasilkan dengan sistem irigasi

    air yang dipikul hewan atau diperoleh dengan kincir, tidak dapat dikenakan

    kharaj yang sama dengan panen yang dihasilkan oleh tanah yang diairi dari air

    yang mengalir atau hujan.

    Pajak kharaj  bukan saja progresif tetapi juga bersifat luwes, dimana bila

    seseorang tidak mampu membayar pajak, maka ia diberi waktu hingga

    26M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, hal. 250

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    58/102

    45

    keuangannya membaik. Tetapi bila seseorang punya itikad tidak baik untuk tidak

    membayar kharaj, maka ia pun dipaksa untuk membayar pajak.

    27

     

    4)  Ghanimah (barang rampasan perang)

    Ghanimah  merupakan harta yang diperoleh kaum muslimin dari musuh

    melalui peperangan. Ghanimah  merupakan sumber pendapatan utama negara

    Islam periode awal.28

      Pembagian ghanimah  yaitu 1/5 merupakan milik negara

    (Allah dan Rasulnya, kerabat Rasul, anak yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil,

    sedangkan 4/5 bagian lainnya dibagikan kepada pasukan yang ikut bertempur.

    Dasarnya adalah perintah Allah dalam QS. Al-Anfal (8): 41 

    ☺☺☺⌧⌧

    ☺☺

    ⌧ 

    ”Ketahuilah, Sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagairampasan perang, Maka Sesungguhnya seperlima untuk Allah, rasul, kerabat

    rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman

    kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami

    27M.A. Mannan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, hal. 25128Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal. 86-87

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    59/102

    46

    (Muhammad) di hari Furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. dan Allah

     Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Anfal (8): 41)

    5) 

    Pajak atas pertambangan dan harta karun

    Pada dasarnya negara memiliki hak untuk mengeksplorasi sumber mineral

    untuk kesejahteraan masyarakat. Namun bila suatu tambang ataupun harta karun

    ditemukan di tanah kaum muslimin, seperlima dari hasilnya harus diserahkan

    kepada negara untuk memenuhi keadilan sosial.29

     

    6)  ‘Ushr (Bea cukai) dan pungutan

    Alasan dibalik pembebanan bea cukai ini adalah karena para pedagang

    muslim dikenai pajak sebesar 10% di negara asing. Kemudian bea cukai ini

    dibebankan secara umum atas pedagang yang melakukan perdagangan di negara

    Islam.30

     

    b.  Kebijakan Fiskal pada Pemerintahan Islam Periode Modern

    Pada pemerintahan Islam periode modern, terjadi perubahan, yaitu mulai

    memakai anggaran defisit, dan meninggalkan kebijaksanaan anggaran

     berimbang, yang dianggap tidak berorientasi kepada pertumbuhan. Mungkin

    tidak semua ulama setuju dengan dengan kebijakan ini. Berikut dikemukakan

    tiga ekonom Islam, yang sama-sama setuju dengan konsep anggaran defisit.

    Menurut Mannan, sebuah negara Islam modern harus menerima konsep

    anggaran modern dengan perbedaan pokok dalam hal penanganan defisit

    anggaran itu. Negara Islam dewasa ini harus mulai dengan pengeluaran yang

    29Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal, 13330Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal, 131

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    60/102

    47

    mutlak diperlukan (sesuai yang direncanakan dalam APBN) dan mencari jalan

    serta cara-cara baru untuk mencapainya, baik dengan merasionalisasi stuktur

     pajak atau dengan mengambil utang dari sistem perbankan dalam negeri atau dari

    luar negeri.31

     

    Umer Chapra juga setuju dengan anggaran pembelanjaan defisit. Chapra

     berpendapat bahwa negara-negara Muslim harus menutup defisit dengan pajak,

    yaitu mereformasi sistem perpajakan dan program pengeluaran negara, bukan

    dengan jalan pintas melalui ekspansi moneter dan meminjam. Chapra lebih setuju

    dengan meningkatkan pajak, karena pinjaman akan membawa kepada riba. Dan

     pinjaman itu juga meniadakan keharusan berkorban, namun hanya

    menangguhkan beban sementara waktu dan akan membebani generasi yang akan

    datang dengan beban berat yang tidak semestinya mereka pikul.32

     

    Pendapat ketiga berasal dari Zallum, ia berpendapat bahwa angggaran

    defisit diatasi dengan penguasaaan BUMN dan pajak. Pinjaman dari negara-

    negara asing dan lembaga keuangan internasional, menurut Zallum tidak

    dibolehkan oleh hukum syara’, sebab pinjaman seperti itu selalu terkait dengan

    riba dan syarat-syarat tertentu yang menjadikan kreditur berkuasa atas kaum

    muslim.33

     

    Alternatif solusi untuk menutupi anggaran defisit antara lain:

    31 M.A. Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, hal. 23632 M. Umer Chapra,  Islam dan Tantangan Ekonomi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), hal.

    299.33 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal. 165

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    61/102

    48

    1)  Meminjam dari negara-negara asing maupun lembaga internasional

    2) 

    Penguasaan atas sebagian harta milik umum baik nerupa minyak bumi, gas

    alam maupun barang tambang.

    3)  Menetapkan pajak (dharibah) kepada umat.

    Di zaman pemerintahan Islam periode awal, anggaran berimbang

    memang dipilih, karena waktu itu belum terdapat seruan untuk pertumbuhan

    ekonomi. Di zaman modern, pemerintahan Islam tampaknya harus memilih

    sistem anggaran defisit karena sistem ini merupakan anggaran yang berorintasi

     pada pertumbuhan.34

     Dalam makalah yang ditulis oleh Abidin Ahmed Salama

    dijelaskan bahwa dalam negara Islam berbagai macam jenis pajak yang ada

    memiliki tujuan yang berbeda-beda sesuai dengan yang ingin dicapai oleh

    negara Islam tersebut.

    Taxation could play an important role in Muslim countries, whet her rich

    or poor. Different taxes could be used to achieved the following goals.35

     

    1)  Curtailing unnecessary comsumption in poor countries. This enchances

    availability of resources for capital formation. In oil rich countries it is

    necessary to reduce unproductive consumption. It is also necessary to

    reduce consumption of some goods which are harmful to health.

    2)  Taxation may serve as a means to reallocate resources from investment

    that have a little beneficial effect upon development to those having higher

    benefits. Corporate income taxes could play such a role. Investment in

    sectors needed by the nation could be subject to lower taxes.

    3)  Taxation could be used as a tool to alter economic behavior in creating

    incentives to save, to enter into the market sector, to utilize resources and

    to encourage privat capital formation.

    4)  Taxation could be utilized as a means for stabilizaing the economiy and

    reducing aggregate demand.

    34 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah, hal. 16635 Peerzade, Sayed Afzal, Reading in Islamics Fiscal Policy, hal. 46-47.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    62/102

    49

    5) 

     A progressive tax system may help in reducing income inequalities and

    hence achieve social harmony in Muslim states.

    2. 

    Pendapat Ulama tentang Pajak

    Sumber dalam penetapan kebijakan fiskal Islam dapat dibagi menjadi dua

     bagian, yaitu sumber asli (original) dan sumber pelengkap (complementary). Kedua

     bagian tersebut merupakan sumber konstitusi atau hukum Islam secara keseluruhan

    termasuk juga ekonomi. Kitab suci Al-Qur’an dan hadis Nabi sebagai sumber asli,

    sedangkan ijma dan qiyas maupun ijtihad merupakan sumber pelengkap.36

     

    Dalam Islam, hukum yang qath’i (yang sudah jelas dan tuntas penjelasannya

    dalam Al-Qur’an dan hadist) jumlahnya lebih sedikit dibandingkan hukum dzanni

    (belum jelas dan tuntas penjelasannya dalam Al-Qur’an dan hadist), sehingga untuk

    hukum yang dzanni membutuhkan ijtihad para ulama atau fatwa dari para mujahid.

    Dalam hukum Islam dikenal suatu prinsip “kepentingan umum” (maslahah mursalah)

    yang dapat dijadikan dasar dalam penetapan suatu hukum yang belum ditetapkan

    dalam Al-Qur’an dan hadist.37

     

    Dalam ekonomi Islam kemaslahatan umum merupakan suatu hal yang paling

    mendasar baik dalam bidang produksi, konsumsi, distribusi hingga redistribusi.

    Semua hal ini harus mempertimbangkan kepentingan umum. Bahkan di dalam harta

     pribadi seseorang pun terdapat hak kepentingan umum yaitu hak zakat untuk orang-

    orang miskin.

    36Peerzade, Sayed Afzal, Reading in Islamics Fiscal Policy, hal. 110.37 B. Wiwoho (Ed.), Zakat dan Pajak, (Jakarta: PT Bina Rena Pariwara, 1992), hal. 291.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    63/102

    50

     Maslahah menurut bahasa berarti “manfaat”, dan kata mursalah  berarti

    “lepas”.  Maslahah mursalah menurut istilah adalah sesuatu yang dianggap maslahat

    namun tidak ada ketegasan hukum untuk merealisasikannya dan tidak pula ada dalil

    tertentu baik yang mendukung maupun yang menolak, sehingga ia disebut maslahah

    mursalah (maslahah yang lepas dari dalil secara khusus).38

      Dalam literatur lain

    dikatakan bahwa maslahah mursalah adalah sesuatu yang dipandang baik oleh akal

    sehat karena mendatangkan kebaikan dan menghindarkan keburukan (kerusakan)

     bagi manusia, sejalan dengan tujuan syara’ dalam menetapkan hukum.39

      Beberapa

     persyaratan dalam memfungsikan maslahah mursalah, yaitu:40

     

    a.  Sesuatu yang dianggap maslahat   itu harus berupa maslahat   hakiki yaitu

     benar-benar akan mendatangkan kemanfaatan atau menolak kemudharatan,

     bukan berupa dugaan belaka dengan hanya mempertimbangkan adanya

    kemanfaatan tanpa melihat kepada akibat negatif yang ditimbulkan.

     b.  Sesuatu yang dianggap maslahat itu hendaklah berupa kepentingan umum,

     bukan kepentingan pribadi.

    c.  Sesuatu yang dianggap maslahat itu tidak bertentangan dengan ketentuan

    yang ada ketegasan dalam Al-Qur’an atau sunnah Rasulullah, atau

     bertentangan dengan ijma’.

    38 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, cet. 2, (Jakarta: Kencana, 2005), hal. 148-149.39 Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh Jilid II, cet. 4, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 325.40 Satria Effendi, M. Zein, Ushul Fiqh, hal. 152-153.

  • 8/20/2019 Mia Hasanah Fsh

    64/102

    51

    Para ulama memiliki pendapat yang berbeda-beda untuk menjawab apakah

    ada kewajiban kaum Muslim atas harta selain zakat. Sebagian berpendapat

    mengatakan ada, dan sebagian lain berpendapat tidak ada.

    Salah satu cendikiawan muslim yang berpendapat bahwa ada kewajiban lain

    selain zakat pada harta seorang muslim adalah Abu Yusuf. Abu Yusuf lahir di Kufah

    Al-Bagdadi pada tahun 113 H (731 M).

    Dalam literatur Islam Abu yusuf sering disebut dengan Imam Abu Yusuf

    Ya’qub bin Ibrahim Habib al-Anshori al-Jalbi al-Kifi al-Bagdadi.41

     Ia menulis kitab

    yang sangat terkenal yaitu al-Kharaj  pada masa pemerintahan Khalifah Harun Al-

    Rasyid yang berisi mengenai berbagai persoalan pajak serta kebijakan publik

    lainnya.42

      Abu Yusuf, dalam kitabnya al-Kharaj, menyebutkan bahwa: “Semua

    Khulafa ar-Rasyidin, terutama Umar, Ali dan Umar Ibn Abdul Aziz dilaporkan telah

    menekankan bahwa pajak harus dikumpulkan dengan keadilan dan kemurahan, tidak

    diperbolehkan melebihi kemampuan rakyat untuk membayar, juga jangan sampai

    membuat mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok mereka sehari-hari. Abu

    Yusuf mendukung hak penguasa untuk meningkatkan atau menurunkan pajak

    menurut kemampuan rak