Upload
smileyginaa
View
18
Download
6
Embed Size (px)
DESCRIPTION
rangkuman
Citation preview
RANGKUMAN MODUL 3 BLOK 8
FAKTOR RESIKO
Primigravida, primipaternitas
Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, diabetes mellitus, hidrops fetalis, bayi
besar
Umur yang ekstrim
Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia
Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil
Obesitas
ETIOLOGI Preeklampsia
Belum diketahui dengan pasti dan jelas. Ada beberapa teori yang dianggap tidak mutlak benar :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada hamil normal, dengan sebab belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteria
spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi
gembur dan memudahkan lumen arteri apiralis mengalami distensi dan dilatasi. Hal ini memberi
dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darahpada
daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga
meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan
“remodeling arteri spiralis”.
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot areteri spiralis
dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga
lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis
relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran
darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.
Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia
rata-rata 200 mikron.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (radikal bebas). Salah satu
oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya
terhadap membran sel endotel pembuluh darah, sehingga oksidan ini akan merusak membran sel, yang
mengandung banyak asam lemak tak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain merusak
membran sel, juga akan merusak nukleus, dan protein sel endotel.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang
kerusakannya dimulai dari membran sel endotel dan mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,
bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan ini disebut “disfungsi sel endotel”(endhotelial
dysfunction), maka akan terjadi :
- Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel endotel, adalah memproduksi
prostaglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu vasodilator kuat.
- Agregrasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang banyak mengalami kerusakan sehingga kadar
tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin dan terjadilah vasokonstriksi dengan kenaika
tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus
- Peningkatan permeabilitas kapilar
- Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor, yaitu endothelin
- Peningkatan faktor koagulasi
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing.
Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam
modulasi respons imun,sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (palsenta). Adanya HLA-G pada
plasenta dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer ibu. Selain itu, adanya HLA-G
akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu.
Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di
desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke dalam desidua.
4. Teori adaptasi kardiovaskularisasi
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor akibat dilindungi oleh
adanya sintesis prostasiklin pada sel endotel pembuluh darah.
Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan
ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopressor. Fakta ini dapat dipakai
sebagai prediksi akan terjadinya hipetensi pada kehamilan.
5. Teori genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe ibu lebih menentukan
terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin. Telah
terbukti bahwa pada ibu yang mengalami preeklampsia, 26% anak perempuannya akan mengalami
preeklampsia pula, sedangkan 8% anak menantu mengalami preeklampsia.
6. Teori defisiensi gizi
Kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Beberapa penilitian membuktikan bahwa minyak ikan dan suplemen kalsium dapat mengurangi resiko
preeklampsia.
7. Teori inflamasi
Pada kehamilan normal, plasenta melepaskan debris trofoblas dalam batas normal, sebagai sisa-sisa
proses apoptosis dan nekrotik trofoblas, akibat reaksi stress oksidatif, sehingga reaksi inflamasi juga
masih dalam batas normal.
Berbeda dengan proses apotosis pada preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan
stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin
banyak sel trofoblas plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hami ganda, maka reaksi stress
oksidatif akan sangat mneingkat, sehingga jumlah sisa debris trofoblas juga sangat meningkat dan
mengakibatkan terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.
Perubahan Sistem Organ
Plasenta
Pada preeklampsia terdapat spasmus arteriola spiralis desidua dengan akibat menurunnya aliran
darah ke plasenta. Perubahan plasenta normal sebagai akibat tuanya kehamilan, seperti menipisnya
sissitium, menebalnya dinding pembuluh darah daam villi karena fibrosis, dan konversi mesoderm menjadi
jaringan fibrotik, dipercepat prosenya oleh preeklampsia dan hipertensi. Arteria spiralis mengalami
konstriksi dan penyempitan, kibat aterosis akut disertai necrotizing angiopathy.
Ginjal
Biasanya normal atau dapat membengkak sedikit. Pada simpai ginjal dan pada pemotongan mungkin
ditemukan perdarahan-perdarahan kecil. Glomerulus tampak sedikit membengkak. Sel-sel juxtaglomerular
tampak membesar dan bertambah dengan pembengkakan sitoplasma sel dan bervakuolisasi. Epitel
tubulus-tubulus Henle berdeskuamasi hebat. Terlihat jelas ada fragmen inti sel yang terpecah-pecah.
Perubahan-perubahan tersebutlah yang diduga kuat menyebabkan proteinuria dan mungkin sekali
ada hubungannya dengan retensi garam dan air. sesudah persalinan berakhir, sebagian besar perubahan
yang digambarkan menghilang, hanya saja kadang masih ditemukan sisa-sisa penambahan matriks
mesangial.
Hati
Hati besarnya normal, pada permukaan dan pembelahan tampak tempat-tempat perdarahan yang
tidak teratur. Pada pemeriksaan mikroskopik dapat ditemukan perdarahan dan nekrosis pada tepi lobulus,
disertai trombosis pada pembuluh darah kecil, terutama di sekitar vena porta. Dari semua itu, rupanya
tidak ada hubungan langsung antara berat penyakit dan luas perubahan pada hati.
Otak
Hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri, sedangkan pada keadaan lanjut dapat
ditemukan perdarahan.
Retina
Pada umumnya terdapat spasmus pada arteriola-arteriola, terutama yang letaknya dekat dengan
diskus optikus. Vena mengalami lekukan pada persimpangannya dengan arteriola. Terlihat juga edema
pada diskus optikus dan retina.
Ablatio retina juga bisa terjadi dengan prognosis yang baik, karena retina akan melekat lagi beberapa
minggu postpartum.
Paru-paru
Paru-paru menunjukkan beberapa tingkatan edema dan perubahan karena bronkopneumonia
sebagai akibat aspirasi. Terkadang juga ditemukan abses paru-paru.
Jantung
Jantung mengalami perubahan degeneratif pada miokardium. Sering ditemukan degenerasi lemak
dan cloudy swelling serta nekrosis dan perdarahan.
Kelenjar Adrenal
Dapat menunjukkan kelainan berupa perdarahan dan nekrosis dalam berbagai tingkat.
PENCEGAHAN
Preeklampsia adalah sindroma dari proses implantasi sehingga tidak secara keseluruhan dapat dicegah.
Manipulasi diet
Suplemen harian yang mengandung minyak ikan yang kaya asam lemak tidak jenuh misalnya
omega-3 PUFA, dipilih sebagai upaya untuk memodifikasi keseimbangan prostaglandin yang
diperkirakan berperan dalam patofisiologi preeklampsia.
Suplemen kalsium 1.500-2.000 mg/hari
Zinc 200mg/hari
Aspirin dosis rendah (rata-rata dibawah 100 mg/hari)
Dapat menurunkan kadar tromboksan B2 ibu oleh trombosit serta tidak terganggunya produksi
prostasiklin.
Antioksidan (vitamin C, vitamin E, -karoten, CoQ10, N-Asetilsistein, asam lipoik)
Berfungsi mengendalikan peroksidasi lemak yag diperkirakan berperan dalam disfungsi sel endotel
pada preeklampsia
PREEKLAMPSIA RINGAN
Adalah suatu sindroma spesifik kehamilan dengan menurunnya perfusi organ yang berakibat terjadinya
vasospasme pembuluh darah dan aktivasi endotel.
DIAGNOSIS
Edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata
Hipertensi : TD ≥ 140/90 mmHg
Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 pada dipstick
Tujuan perawatan
Mencegah kejang, pendarahan intracranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan
bayi sehat.
PENCEGAHAN & PENANGANAN
Rawat jalan (ambulatoir)
Banyak istirahat (berbaring/tidur miring), tetapi tidak harus mutlak selalu tirah baring. Anjurkan
istirahat baring 2 jam siang hari dan tidur > 8 jam malam hari. Pada umur kehamilan di atas 20
minggu, tirah baring dengan posisi miring menghilangkan tekanan rahim pada v. kava inferior,
sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula
meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Penambahan aliran darah ke gi njal akan
meningkatkan filtrasi glomerulus dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya
meningkatakn ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas kardiovaskular, sehingga mengurangi
vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah
oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.
Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCl (garam dapur) diimbangi dengan konsumsi
cairan yang banyak berupa susu atau air buah. Karena kehamilan sendiri lebih banyak membuang
garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janin membutuhkan lebih banyak konsumsi garam.
Diet cukup protein, rendah karbohidrat & lemak, serta robboransia pranatal.
Tidak diberikan obat-obat diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Tapi bila sukar tidur dapat diberikan
fenobarbital 1-2 x 30 mg atau asetosal 1 x 80 mg.
Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.
Kunjungan ulang dilakukan 1 minggu kemudian untuk menilai perkembangan kehamilan dan
kesejahteraan janin, apakah ada perburukan keluhan subyektif, peningkatan berat badan
berlebihan, kenaikan tekanan berlebihan, dan melakukan pemeriksaan penunjang lain sesuai
kebutuhan, terutama protein urin.
Rawat inap (dirawat di rumah sakit)
Kriteria preeklampsia ringan perlu dirawat di rumah sakit :
- Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu, berat badan
meningkat berlebihan (>1 kg/minggu, selama 2x berturut-turut)
- Adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia berat
Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik.
Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG dan Doppler khususnya untuk evaluasi
pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion
Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2x seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung,
dan lain-lain.
Berikan obat antihipertensi metildopa 3 x 125 mg atau nifedipin 3-8 x 5-10 mg atau pindolol 1-3 x 5
mg
Tidak perlu diberikan diet rendah garam dan jangan diberi diuretik
Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya
Pada kehamilan preterm (<37 minggu), bila tekanan darah mencapai normotensif, selama
perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm sehingga ibu dapat berobat jalan dan anjurkan
memeriksakan diri tiap minggu. Kurangi dosis obat hingga tercapai dosis optimal. Bila tekanan
darah sukar dikendalikan berikan kombinasi obat.
Pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau
dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan
dapat dilakukan secara spontan; bila perlu memperpendek kala II dengan bantuan ekstraksi.
Preeklampsia Berat
Definisi
Preeklampsia berat adalah sindrom spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat
vasospasme dan aktivasi endotel. Adanya proteinuria merupakan tanda penting preeklampsia.
Gejala
Tanda-tanda preeklampsia berat antara lain:
a. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.
b. Proteinuria 5 g atau lebih dalam 24 jam, dengan 3 atau 4+ pada pemeriksaan kualitatif.
c. Oliguria, air kencing 400 ml atau kurang dalam 24 jam.
d. Gangguan vesus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma dan pandangan kabur.
e. Nyeri epigastrium, atau kanan atas pada abdomen (akibat teregangnya kapsula Glisson).
f. Edema paru atau sianosis.
g. Hemolisis Mikroangiopatik.
h. Trombositopenia berat.
i. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselullar): peningkatan kadar alanin dan aspartate
aminotransferase.
j. Pertumbuhan janin terhambat (IUGR)
k. Syndrom HELLP.
Pre-eklampsia berat dibagi berdasar ada tidaknya ”impending eclampsia”. Disebut impending
eclampsia apabila terdapat gejala-gejala subjektif seperti, nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah,
nyeri epigastrium, dan kenaikan progressif tekanan darah. Perawatannya mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit organ yang terlibat, dan
saat yang tepat untuk melahirkan. Monitoring pun harus dilakukan dengan teliti dengan observasi harian
tentang tanda-tanda klinik seperti sebelumnya ditambah, penimbangan berat badan, pengukuran
proteinuria, pengukuran tekana darah, pemeriksaan laboratorium dan USG, serta NST.
Diagnosa
Walaupun terjadiya preeklampsia sulit dicegah, namun setidaknya dapat dihindarkan dengan
mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara sempurna. Pada umumnya, diagnosis
preeklampsia didasarkan pada hipertensi, edema, dan proteinuria. Adanya satu tanda harus menimbulkan
kewaspadaan, apa lagi oleh karena cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan, dan bila
eklampsia terjadi, akan menimbulkan prognosis yang lebih buruk.
Pemeriksaan laboratorium untuk menentukan diagnosis diferensial perlu dilakukan demi
mengarahkan penegakan diagnosis kepada penyakit ini. Pemeriksaan funduskopiberguna untuk
mengetahui adanya perdarahan dan eksudat yang umumnya ditemukan pada hipertensi menahun.
Proteinuria biasanya timbul pada trimester ketiga. Oleh karena itu, penting memeriksa kadar protein dalam
darah.
Penatalaksanaan Preeklampsia Berat
Penderita yang masuk rumah sakit sudah dengan tanda-tanda dan gejala-gejala preeklampsia berat
segera harus diberi sedativa yang kuat untuk mencegah timbulnya kejang-kejang. Apabila setelah 12-24 jam
bahaya akut dapat diatas. Tindakan ini perlu untuk mencegah bahaya eklampsia.
Tujuan pengobatan, yaitu:
a. Mencegah kejang atau terjadinya eklampsia.
b. Lahir janin dengan kemungkinan hidup besar.
c. Persalinan harus dengan trauma yang sekecil mungkin.
d. Mencegah hipertensi yang menetap.
Manajemen umum perawatan pre-eklampsia berat terbagi menjadi 2 unsur, sikap terhadap
penyakitnya dan sikap terhadpa ibu hamil.
Sikap Terhadap Penyakit : Medicamentosa
1. Segera rawat inap, tirah baring ke sisi sebelah kiri, pengelolaan cairan tubuh harus teliti,
baik yang dimasukkan melalui IV ataupun yang dikeluarkan bersama urine, apabila ada oedema paru
koreksi dengan benar. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam
faali jumlah tetesan kurang dari 125cc/jam (b) Infus dekstrose 5% yang setiap satu liternya diselingi
dengan infus Ringer Laktat (60-125cc/jam)500cc. Pasang Foley Catheter untuk mengukur
pengeluaran urine perhatikan jika oliguria. Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung,
apabila tiba-tiba terjadi kejang dan menghindari aspirasi. Diet yang cukup protein, rendah
karbohidrat, lemak, dan garam.
2. pemberian obat anti kejang seperti MgSO4, sangat efektif dimana bekerja mengahambat
atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan mengahambat transmisi
neuromuskular. Karena kandungan Magnesium akan berkompetisi denga kadar kalsium yang
dibutuhkan untuk transmisi. Banyak cara pemberiannya dengan syarat harus tersedia antidotum
MgSO4 bila terjadi intoksikasi, yaitu Kalsium glukonas 10% = 1gram (10% dalam 10cc)IV 3 menit.
Refleks patella harus kuat, dan frekuensi pernapasan lebih dari 16x per menit. Segera hentikan
pemberian apabila ada tanda-tanda intoksikasi, atau pada saat 24 jam pascapersalinan atau 24jam
setelah kejang terakhir. Pemberian MgSO4 dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan
50% menimbulkan efek flush.
3. Pemberian diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali da tanda-tanda edema paru,
payah jantung kongesti atau anasarka. Diuretikum yang dipaki adalah Furosemida tetapi
pemberiannya dapat merugikan yaitu memperberat hipovolemi, memprburuk perfusi utero-
plasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, dehidrasi pada janin, menurunkan BB janin.
4. Pemberian Antihipertensi, masih ada beberapa ketentuan yang dipercaya, dan digunakan
dalam berbeda kasus dan keadaan. Di Indonesia biasa diberi Nifedipin dosis awal 10-20 mg, ulangi 3
menit kalau perlu, dosis maksimumnya 120mg/24jam. Obat ini tidakboleh diberikan sublingual
karena efek vasodilatasi sangat kuat. Bisa berupa suntikan yaitu Klonidine (catapres), dimana satu
ampul mengandun o,15 mg/cc. Klonidine dicampur dalam larutan garam faali atau larutan air untuk
suntikan.
5. Pemberian Glukokortikoid, untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Diberikan
pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam, bisa juga diberikan pada syndrom HELLP.
Sikap Terhadap Kehamilannya
Ditinjau dari umur kehamilan ada 2 perawatan, yaitu :
1. Aktif (Aggressive management), kehamilan harus diakhiri bersamaan denga pemberian
medikamentosa. Adapun persyaratannya adalah, umur kehamilan lebih dari 37 minggu, tanda-tanda
Impending Eclampsia, kegagalan terapi perawatan konservatif, terjadi solusio plasenta, timbul onset
persalinan, ketuban pecah atau perdarahan, tanda-tanda fetal disstres, IUGR, NST non-reaktif terhadap
profil biofisik normal, oligohidramnion, syndrom HELLP, penuruna trombosit.
2. Konservatif, pertahankan kehamilan bersamaan pemberian medikomentosa, dengan
beberapa syarat: kehamilan preterm, tanpa adanya tanda-tanda Impending eclampsia, pemebrian obat
sesuai dengan perawatan secara aktif, hanya saja dikontrol selama 24 jam, jika gagal harus segera
determinasi kehamilannya. Jika pasien menunjukkan tanda-tanda pre-eklampsia yang ringan
diperbolehkan pulang.
EKLAMPSIA
Eklampsia berasal dari bahasa yunani yang berarti “halilintar”. Hal ini dikarenakan gejala-gejala
eklampsia ini timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului tanda-tanda lain. Sekarang eklampsia timbul pada
wanita hamil atau nifas dengan tanda-tanda pre-eklampsia. Pada wanita yang menderita eklampsia timbul
serangan kejangan yang diikutioleh koma. Eklampsia ini di bedakan menjadi 3 golongan berdasarkan saat
timbulnya eklampsia itu. Adapun ketiga golongan itu yaitu eklampsia gravidarum, eklampsia parturientum,
dan eklampsia puerperale.
Frekuensi
Frekuensi eklampsia bervariasi antara satu negara dengan negara lain. Frekuensi rendah pada
umumnya merupakan petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik, penyediaan tempat tidur
antenatal yang cukup, dan penanganan pre-eklampsia yang sempurna. Di negara-negara sedang
berkembang frekuensi dilaporkan berkkisar antara 0,3%-0,7%, sedang di negara maju angka tersebut lebih
kecil, yaitu 0,05%-0,1%.
Gejala dan Tanda
Preeklampsia yang dipersulit oleh kejang tonik-klonik generalisata disebut eklampsia. Koma fatal
tanpa kejang juga pernah disebut eklampsia. Namun, sabiknya diagnosis dibatasi pada wanita dengan
kejang dan menggolongkan kematian pada kasus nonkejang sebagai kasus yang disebabkan preeklampsia
berat. Apabila telah timbul eklampsia, resiko baik bagi ibu maupun janinnya meningkat. Hampir tanpa
kecuali, kejang eklampsia didahului oleh preeklampsia. Eklampsia disebut antepartum, inttrapartum, atau
postpartum bargantung pada apakah kejang muncul sebelum, selama, atau sesudah kelahiran. Eklampsia
paling sering terjadi pada trimester terakhir dan menjadi semakin sering mndekati aterm. Pada wanita
dengan awitan kejang yang lebih dari 48 jam postpartum, perlu dipertimbangkan diagnosis lain.
Serangan kejang biasanya dimulai disekitar mulut dalam bentuk kedutan-kedutan (twitching)
wajah. Setelah beberapa detik, seluruh tubuh menjadi kaku dalam suatu kontraksi generalisata. Fase ini
dapat menetap selama 15 sampai 20 detik. Mendadak rahang mulai membuka dan menutup secara kuat,
dan segera diikuti oleh kelopak mata. Otot-otot wajah yang lain dan kemudian semua otot melakukan
kontraksi dan relaksasi bergantian secara cepat. Gerakan otot sedemikian kuatnya sehingga wanita yang
bersangkutan dapat terlempar dari tempat tidur dan, apabila tidak dilindungi, lidahnya tergigit oleh
gerakan rahanng yang hebat.secara bertahap, gerakan otot menjadi lebih lemah dan jarang, dan akhirnya
wanita yang bersangkutan tidak bergerak. Sepanjang serangan, diafragma terfiksasi dan pernapasan
tertahan. Selama beberapa detik wanita yang bersangkutan seolah-olah sekarat akibat henti napas, tetapi
kemudian ia menarik napas dalam, panjang, dan berbunyi lalu kembali bernapas. Ia kemudian mengalami
koma. Ia tidak akan mengingat serangan kejang tersebut atau, pada umunya, kejadian sesaat, sebelum atau
sesudahnya.
Kejang pertama biasanya menjadi pendahulu kejang-kejang berikutnya yang jumlahnya dapat
bervariasi dari satu atau dua pada kasus ringan bahkan 100 atau lebih pada kasus berat yang tidak diobati.
Pada kasus yang jarang, kejang terjadi berurutan sedemikian cepatnya sehingga wanita yang bersangkutan
tampak mengalami kejang yang berkepanjangan dan hampir kontinu. Durasi koma setelah kejang
bervariasi. Apabila kejangnya jarang, wanita yang bersangkutan biasanya pulih sebagian kesadarannya
setelah setiap serangan. Sewaktu sadar, dapat timbul keadaan setelah sadar dengan usaha perlawanan.
Pada kasus yang sangat berat, koma menetap dari satu kejang ke kejang lainnya dan pasien dapat
meninggal sebelum ia sadar. Meski jarang, satu kali kejang dapat diikuti oleh koma yang berkepanjangn
walaupun, umumny,a kematian tidak terjadi sampai setelah kejang berulang-ulang.
Laju pernapasan setelah kejang eklampsia biasanya meningkat dan dapat mencapai 50 kali per
menit, mungkin sebagai respon terhadap hiperkarbia akibat asidemia laktat serta akibat hippoksia dengan
derajat bervariasi. Sianosis dapat dijumpai pada kasus yang parah. Demam 390C atau lebih adalah tanda
yang buruk karena dapat merupakan akibat perdarahan susunan saraf pusat. Proteinuria hampir selalu ada
dan sering parah. Pengeluaran urin kemungkinan besar berkurangsecara bermakna dan kadang-kadang
terjadi anuria. Hemoglobinuria sering dijumpai, tetapi hemogloninemia jarang. Edema sering mencolok,
kadang-kadang masif walaupun mungkin juga tidak ada.
Seperti pada preeklampsia berat, setelah melahirkan, peningkatan pengeluaran urine biasanya
merupakan tanda awal perbaikan.proteinuria dan edema biasanya menghilang dalam seminggu. Pada
sebagian besar kasus, tekanan darah kembali ke normal dalam beberapa hari sampai 2 minggu setelah
melahirkan. Selakin lama hipertensi menetap postpartum, semakin besar kemungkinan bahwa hipertensi
tersebut disebabkan olah penyakit ginjal atau vaskular kronik.
Pada eklampsia antepartum, tanda-tanda persalinan dapat dimulai segera setelah kejang dan
berkembang cepat, kadang-kadang sebelum petugas yang menolong menyadari bahwa wanita yang tidak
sadar atau stupor ini mengalami his. Apabila kejang terjadi saaat persalinan, frekuensi dan intensitas his
dapat meningkat, dan durasi persalinan dapat memendek. Karena ibu mengalami hipoksemia dan asidemia
laktat akiabt kejang, tidak jarang janin mengalami bradikardia setelah serangan kejang. Keadaan ini
biasanya pulih dalam 3 sampai 5 menit; apabila menetap lebih dari 10 menit, kausa lain perlu
dipertimbangkan, misalnya solusio plasenta atau bayi akan segera lahir.
Edema paru dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Paling tidak terdapat dua mekanisme
penyebab:
1. Pneumonitis aspirasi dapat terjadi setelah inhalasi isi lambung apabila kejang disertai oleh muntah
2. Gagal jantung, yang dapat disebabkan oleh kombinasi hipertensi berat dan pemberian cairan
intravena yang berlebihan.
Pada sebagian wanita dengan eklampsia, kematian mendadak terjadi bersamaan dengan kejang
atau segera sesudahnya. Perdarahan subletal dapat menyebabkan hemiplegia. Perdarahan otak lebih besar
kemungkinannya pada wanita yang lebih tua dengan hipertensi kronik. Walaupun jarang, perdarahan
tersebut mungkin disebabkan oleh ruptur aneurisma beri (berry anuerysm) atau malformasi arteriovena.
Pada sekitar 10 persen wanita, sedikit banyak terjadi kebutaan setelah serangan kejang. Kebutaan juga
dapat timbul spontan pada preeklampsia. Paling tidak terdapat dua kausa:
1. Ablasio retina dengan derajat bervariasi
2. Iskemia, infark, atau edema lobus oksipitalis.
Baik akibat patologi otak atu retina, prognosis untuk pulihnya penglihatan baik dan biasanya tuntas
dalam seminggu. Sekitar 5 persen wanita akan mengalami gangguan kesadaran yang cukup bermakna,
termasuk koma menetap, setelah kejang. Hal ini disebabkan oleh edema otak yang luas, sedangkan herniasi
unkus transtentorium dapat menyebabkan kematian. Walaupun jarang, eklampsia dapat diikuti oleh
psikosis, dan keadaan wanita yang bersangkutan dapat mengamuk. Keadaan ini biasanya berlangsung
selama beberapa hari sampai 2 minggu, tetapi prognosis untuk pulih baik asalkan sebelumnya tidak ada
penyakit mental.
Pada umumnya kejangan didahului oleh makin memburuknya pre-eklampsia dan terjadinya gejala-
gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras, nyeri di epigastrium, dan
hiperrefleksi. Konvulsi eklampsia dibagi dalam 4 tingkatan, yakni :
1. Tingkat Awal atau Aura
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa melihat, kelopak mata
dan tangan bergetar, dan kepala diputar ke kanan atau ke kiri.
2. Tingkat Kejangan Tonik
Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik. Dimana seluruh otot menjadi kaku, wajahnya terlihat
kaku, tangan menggenggam, dan kaki membengkok ke dalam, pernafasan berhenti, muka mulai
menjadi sianotik, dan lidah dapat tergigit.
3. Tingkat Kejangan Klonik
Berlangsung kira-kira 1-2 menit. Spasmus otot menghilang, semua otot berkontraksi dan berulang-
ulang dalam tempo yang cepat, mulut membuka dan menutup sehingga lidah dapat tergigit lagi. Selain
itu bola mata menonjol, dari mulut keluar ludah berbusa, muka menunjukkan kongesti dan sianosis,
serta penderita menjadi tak sadar. Kejangan klonik ini dapat menjadi hebat sehingga penderita dapat
jatuh dari tenpat tidurnya. Pada akhirnya kejangan terhenti dan penderita menarik nafas
secaramendengkur.
4. Tingkat Koma
Secara perlahan-lahan penderita menjadi sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula serangan baru
yang timbul secara berulang-ulang, sehingga ia dalam keadaan koma.
Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat maka akan terjadi
komplikasi-komplikasi seperti lidah tergigit yang akan menyebabkan perlukaan dan fraktur, gangguan
pernafasan, solusio palsenta, dan perdarahan otak.
Diagnosis
Dengan adanya tanda dan gejala pre-eklampsia yang disusul oleh serangan kejangan, maka
dioagnosis eklampsia tidak dapat diragukan. Meskipun demikian eklampsia harusnya dibedakan dari :
1. Epilepsi
Dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dan tanda pre-
eklampsia tidak ada.
2. Kejangan karena obat anesthesia
Terjadi apabila obat anesthesia local disuntikkan ke dalam vena sehingga dapat terjadi kejangan.
3. Koma karena sebab lain
Contohnya yaitu uremi, keracunan, tetanus, histeri, tumor otak, pecahnya aneurisma otak, atrofi
kuning akut dari hati, diabetes, perdarahan otak, meningitis, ensefalitis, dan lain-lain.
Diagnosa eklampsia yang terjadi lebih dari 24 jam pascapersalinan harus dicurigai. Meskipun
demikian, semua ibu dalam kehamilan dan masa nifas yang mengalami kejang-kejang dan hipertensi
harus dianggap sebagai penderita preeklampsia sampai terbukti kemudian bukan eklampsi.
Perubahan ( Anatomi & Fisiologi )
Pada eklampsi, tekana darah biasanya tinggi, sekitar 180/110 mmHg. Denyut nadi kuat dan berisi,
kecuali pada keadaan yang sudah buruk. Oleh karena itu, nadi menjadi kecil dan cepat. Demam yang tinggi
menunjukan prognosis yang buruk. Penyebab demam ini agaknya serebral. Pernapasan biasanya cepat dan
berbunyi. Pada keadaan yang berat bisa terjadi sianosis.
Proteinuri hampir selalu ada bahkan kadang-kadang sangat banyak, demikian juga edema, biasanya ada.
Eklampsia antepartum biasanya akan diikuti oleh persalinan setelah beberapa waktu kemudian.
Meskipun demikian, dapat juga pasien berangsur membaik, tidak kejang lagi, dan kemudian sadar,
sedangkan kehamilannya terus berlangsung.
Setelah persalinan, keadaan pasien akan berangsur baik, kira-kira dalam 12-24 jam. Hal yang sama
juga terlihat apabila terjadi kematian janin intrauterin, beratnya penyakit akan berkurang. Proteinuri akan
menghilang dalam waktu 4-5 hari, sedangkan tekanan darah akan normal kembali dalam waktu kira-kira 2
minggu. Tidak jarang terjadi, pasien pascaeklampsia akan menjadi psikotis biasanya pada hari ke-2 atau ke-
3 pascapersalinan dan dapat berlangsung selama 2-3 minggu. Prognosis pada umumnya baik.
Penyulit lainnya ialah hemiplegi dan gangguan penglihatan (buta) karena edema retina.
Komplikasi
Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin. Oleh karena itu usaha utama yaitu
melahirkan bayi hidup dari ibu yeng menderita pre-eklampsia dan eklampsia. Selain itu komplikasi lain yang
terjadi pada pre-eklampsia berat dan eklampsia antara lain :
1. Solusio Plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih sering terjadi pada pre-
eklmapsia.
2. Hipofibrinogenemia
Dalam kasus ini kita harus selalu memeriksa kadar fibrinogen secara berkala.
3. Hemolisis
Penderita dengan pre-eklampsia berat biasanya menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal
dengan ikterus. Hal ini belum diketahui dengan pasti penyebabnya, apakah terjadi kerusakan sel-sel
hati atau destruksi sel darah merah.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.
5. Kelainan mata
Dalam hal ini akan terjadi kehilangan penglihatan semetara yang berlangsung selama seminggu.
Selain itu kadang-kadang terjadi perdarahan pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya
apopleksia serebri.
6. Edema paru-paru
Edema paru-paru ini terjadi dikarenakan payah jantung.
7. Nekrosis Hati
Nekrosis periportal hati pada pre-eklampsia dan eklampsia terjadi akibat vasopasmus ateriola
umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan
enzim-enzimya
8. Sindroma HELLP
Jenis sindroma ini yaitu Haemolysis, elevated liver enzymes, dan low platellet
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endetoliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endothelial tubulus
ginjal tanpa kelainan struktur lain. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10. Komplikasi lain
Seperti lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang-kejang pneumonia aspirasi dan
DIC ( disseminated intravascular coagulation )
11. Prematuritas, dismaturitas, dan kemtian janin intra-uterin
Prognosis
Tingginya kematian ibu dan anak di negara-negara yang kurang maju disebabkan oleh kurang
sempurnanya pengawasan antenatal dan natal sehingga penderita-penderita pre-eklampsia sering
terlambat mendapat pengobatan yang tepat. Prognosis juga dipengaruhi oleh paritas dan umur ibu, artinya
multipara mempunyai prognosis lebih buruk, terutama jika umurnya melebihi 35 tahun fan juga oleh
keadaan pada waktu pasien masuk rumah sakit.
Diuresis juga mempengaruhi prognosisnya. Jika produksi urine lebih dari 800cc dalam 24 jam atau
200cc tiap 6 jam, prognosisnya akn lebih baik. Sebaliknya, oliguri dan anuri merupakan gejala yang buruk.
Gejala-gejala lain yang memberatkan prognosis telah dikemukan oleh Eden, yaitu:
1. koma yang lama
2. nadi diatas 120x/menit
3. suhu diatas 390C
4. tensi diatas 200mmHg
5. kejang yang lebih dari 10 kali serangan.
6. proteinuri 10 gram sehari atau lebih
7. tidak adanya edema
Edema paru dan apopleksi merupakan keadaan yang biasanya mendahului kematian.
Kematian ibu biasanya disebabkan oleh perdarahan otak, dekompesasio kordis dengan edema paru-paru,
payah ginjal, dan masuknya isi lambung ke dalam jalan pernafasan waktu kejangan. Sebab kematian bayi
terutama oleh karena hipoksia intrauterine dan prematuritas.
Pencegahan
Pada umumnya eklampsia timbul dapat dicegah bahkan frekuensinya dapat dikurangi. Usaha-usaha
untuk menurunkan frekuensi eklampsia terdiri atas :
1. Meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita hamil
memeriksakan diri sejak hamil-muda.
2. Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda pre-eklampsia dan mengobatinya segera.
3. Mengakhiri kehamilan pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda pre-
eklampsia tidak juga dapat dihilangkan.
Penanggulangan
Tujuan utama pengobatan eklampsia ialah menghentikan berulangnya serangan kejangan dan
mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan. Pengawasan
dan perawatan yang intensif sangat penting bagi penanganan penderita eklampsia. Pada pengangkutan ke
rumah sakit diperlukan obat penenang yang cukup untuk menghindari timbulnya kejangan, penderita
dalam hal ini dapat diberi diazepam 20 mg 1 M.
Tujuan pertama pengobatan eklampsia ialah menghentikan kejangan mengurangi vasospasmus dan
meningkatkan dieresis. Dalam hal itu pertolongan yang perlu diberikan jika timbul kejangan ialah
mempertahankan jalan pernapasan bebas, menghindarkan tergigitnya lidah, pemberian oksigen, dan
menjaga agar penderita tidak mengalami trauma. Untuk menjaga jangan sampaiterjadi kejangan lain yang
selanjutnya mempengaruhi gejala-gejala lain dapat diberikan obat :
1. Sodium pentothal
Sangat berguna untuk menghentikan kejangan dengan segera bila diberikan secara intravena.
Namun obat ini mengandung banyak bahaya. Oleh karena itu, hanya dapat diberikan di rumah sakit
dengan pengawasan yang sempurna dan tersedianya kemungkinan untuk intubasi dan resusitasi. Dosis
inisial dapat diberikan sebanyak 0,2-0,3 gr dan disuntikkan perlahan-lahan.
2. Sulfas magnesium
Berguna untuk mengurangi kepekaan saraf pusat pada hubungan neuromuskuler tanpa
mempengaruhi bagian lain dari system saraf. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, menurunkan tekanan
darah, meningkatkan dieresis, dan menambah aliran darah ke uterus. Dosis inisial yang diberikan ialah
8 gr dalam larutan 40% secara intramuskulus, selanjutnya tiap 6 jam 4 gr dengan syarat bahwa reflex
patella masih positif, pernafasan 16 atau lebih per menit dan diuresis harus melebihi 600ml per hari.
Selain itu obat ini juga dapat diberikan intravena dengan dosis inisial 4 gr 40% MgSo 4 dalam larutan
10 ml intravena secara perlahan-lahan, diikuti 8 gr 1 M dan selalu disediakan kalsium glukonas 1 gr
dalam 10 ml sebagai antidotum.
3. Lytic cocktail
Terdiri atas petidin 100 mg, klrpormazin 100 mg, dan prometazin 50 mg dilarutkan dalam glukos 5
% 500 ml dan diberikan secara infuse intravena. Dimana jumlah tetesan disesuaikan dengan keadaan
dan tensi penderita.
Sebelum diberikan obat penenang yang cukup, maka penderita eklampsia harus dihindarkan dari
semua rangsangan yang dapat menimbulkan kejangan seperti keributan, injeksi, atau pemeriksaan dalam.
Penderita dirawat didalam kamar isolasi yang tenang, tekanan darah, nadi, pernafasan dicatat tiap 30 menit
pada suatu kertas grafik, dan suhu di catat tiap jam secara rectal. Bila pederita belum melahirkan, dilakukan
pemeriksaan obstetric untuk mngetahui saat permulaan. Untuk melancarkan pengeluaran secret dari jalan
penafasan pada penderita dalam koma, maka dapat dilakukan dengan cara membaringkan penderita dalam
letak Trendelenburg dan selanjutnya dibalikkan ke sisi kiri dan kanan tiap jam untuk menghindarkan
dekubitus. Alat penyedot disediakan untuk membersihkan jalan pernafasan, dan oksigen diberikan pada
saat sianosis. Dauer catheter dipasang untuk mengetahui diuresis dan untuk menentukan potein dalam air
kencing secara kuantitatif. Balance cairan harus diperhatikan dengan cermat. Pemberian cairan disesuaikan
dengan jumlah dieresis dan air yang hilang melalui kulit dan paru-paru; pada umumnya dalam 24 jam
diberikan 2000ml. Balance cairan dinilai dan disesuaikan tiap 6 jam.
Kalori yang adekuat diberikan untuk menghindari katabolismus jaringan dan asidosis. Pada penderita koma
dan kurang sadar pemberian kalori dilakukan dengan infuse dekstran, glukosa 10%, atau larutan asam
amino, seperti aminofusin. Cairan ini selain mengandung kalori cukup juga berisi asam amino.
Tindakan Obstetrik
Setelah kejangan dapat diatasi dan keadaan umum penderita diperbaiki, maka direncanakan untuk
mengkhiri kehamilan dengan cara yang aman. Persalinan pervaginum merupakan cara yang terbaik bila
dapat dilaksanakan cepat tanpa banyak kesulitan. Pada eklampsia gravidarum perlu diadakan induksi
dengan amniotomi dan infus pitosin setelah penderita bebas dari serangan kejangan selama 12 jam dan
keadaan serviks mengijinkan.
Jika persalinan sudah mulai pada kala I, dilakukan amniotomi untuk mempercepat partus dan bila
syarat-syarat telah dipenuhi maka dilakukan ekstraksi vakum. Pilihan anastesia untuk mengakhiri persalinan
pada eklampsia tergantung dari keadaan umum penderita dan macam obat sedativa yang telah dipakai
Setelah kelahiran, perawatan dan pengobatan intensif diteruskan untuk 48 jam. Bila tekanan darah
turun maka pemberian obat penenang dapat dikurangi setelah 24 jam postpartum. Biasanya diuresis
bertambah 24-48 jam setelah kelahiran dan edema serta poteinuria berkurang.
CONTRACTION DISORDER (KELAINAN KONTRAKSI)
Persalinan dapat berjalan normal (Eutosia) apabila ketiga faktor fisik 3 P dapat bekerja sama
dengan baik. Dengan faktor 3 P kemungkinan dapat penyimpangan atau kelainan yang dapat
mempengaruhi jalannya persalinan, sehingga memerlukan intervensi persalinan untuk mencapai kelahiran
bayi yang baik dan ibu yang sehat, persalinan yang memerlukan bantuan dari luar karena terjadi
penyimpangan 3 P disebut Persalinan Distocia.
Faktor-faktor tersebut salah satunya adalah :
Power / kekuatan his dan mengejan
HIS :
Inertia uteri
Tetania uteri
His yang tidak terkoordinasi
Kelelahan ibu yang sedang mengejan
Salah pimpinan kala II
His (kekuatan kontraksi otot rahim)
His normal mempunyai sifat :
Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim
Fundal dominant, menjalar keseluruh otot rahim
Kekuatannya seperti memeras isi rahim
Otot rahim yang berkontraksi tidak kembali ke panjang semula sehingga terjadi retraksi dan
pembentukan segmen bawah rahim
Kelainan kontraksi otot rahim :
1. Inertia Uteri
His yang sifatnya lemah, pendek dan jarang dari his yang normal yang terbagi menjadi :
a. Inertia uteri primer : apabila sejak semula kekuatannya sudah lemah
b. Inertia uteri sekunder :
His pernah cukup kuat tapi kemudian melemah
Dapat ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan, bagian terendah terdapat
kaput dan mungkin ketuban telah pecah
His yang lemah dapat menimbulkan bahaya terhadap ibu maupun janin sehingga memerlukan
konsultasi atau merujuk penderita ke rumah sakit, puskesmas atau ke dokter spesialis.
2. Tetania uteri
His yang terlalu kuat dan terlalu sering, sehingga tidak terdapat kesempatan reaksi otot rahim. Akibat
dari tetania uteri dapat terjadi :
a. Persalinan Presipitatus
Persalinan yang berlangsung dalam waktu tiga jam. Akibat mungkin fatal :
Terjadi persalinan tidak pada tempatnya
Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam persalinan
Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan, inversio uteri
Tetania uteri menyebabkan asfiksia intra uterin sampai kematian janin dalam rahim
3. Inkoordinasi otot rahim
Keadaan Inkoordinasi kontraksi otot rahim dapat menyebabkan sulitnya kekuatan otot rahim untuk
dapat meningkatkan pembukaan atau pengeluaran janin dari dalam rahim.
Penyebab inkoordinasi kontraksi otot rahim adalah :
Faktor usia penderita relatif tua
Pimpinan persalinan
Karena induksi persalinan dengan oksitosin
Rasa takut dan cemas
PREMATUR HIS
Kontraksi Prematur
Komplikasi Medis
1. Pendarahan plasenta, dengan pembentukan prostaglandin dan mungkin induksi strss
2. Janin mati, kelainan konsepsi atau kelainan congenital
3. KPD, infeksi lain, bakteriuri, kolonisasi genital (infeksi akan membentuk sitokin dan pelepasan lemak
bioaktif yang nantinya membentuk prostaglandin
4. Plasenta yang kurang baik
5. Distensi uterus (hidroamnion, dan gemeli) oligohidramnion
6. Riwayat pernah melahirkan premature atau keguguran
7. Kelainan serviks yang inkopenten atau yang pendek
8. Penyakit ibu yang berat
9. Kurang gizi mengakibatkan anemi, kekurangan Zn dan asamfolat
10. Anomali uterus atau fibroid
Penilaian Klinik
Kriteria persalinan premature antara lain kontraksi yang teratur dengan jarak 7-8 menit atau kurang dan
adanya pengeluaran lender kemerahan atau cairan pervaginam dan diikuti salah satu berikut ini:
- Pada pemeriksaan dalam:
a. Pendataran 50-80% atau lebih
b. Pembukaan 2 cm atau lebih
- Mengukur panjang serviks dengan vaginal probe USG:
a. Panjangnya serviks kurang dari 2 cm pasti akan persalinan premature
b. Tujuan utama adalah bagaimana mengetahui dan menghalangi terjadinya persalinan premature
Penanganan
Perlu dilakukan penilaian tentang:
- Umur kehamilan, karena bisa dipercaya untuk penentuan prognosis daripada berat janin.
- Demam atau tidak
- Kondisi janin (jumlahnya, letaknya/presentasi, taksiran berat janin, hidup/gawat janin/mati, kelainan
congenital, dan sebagainya) dengan usg
- Letak plasenta
Prinsip penanganan:
- Coba hentikan kontraksi uterus/ penundaan kelahiran, atau
- Persalinan berjalan terus dan siapkan penanganan selanjutnya
Upaya Menghentikan Kontraksi Uterus
Kemungkinan obat-obat tokolitik hanya berhasil sebentar tapi penting untuk dipakai memberi
kortikosteroid sebagai induksi maturitas paru bila usia gestosis kurang dari 34 minggu.
Intervensi ini bertujuan untu menunda kelahiran sampai bayi cukup matang. Penundaan kelahiran
ini dilakukan bila;
- umur kehamilan kurang dari 35 minggu
- pembukaan serviks kurang dari 3 cm
- tidak ada amnionitis, preeklampsia atau perdarahan yang aktif
- tidak ada gawat janin
Ibu masuk rumah sakit (rawat inap), lakukan evaluasi terhadap his dan pembukaan:
- berikan kortikosteroid untuk memperbaiki kematangan paru janin
- berikan 2 dosis betamethason 12 mg IM selang 12 jam (atau berkan 4 dosis deksametahason 5 mg IM
selang 6 jam)
- steroid tidak boleh diberikan bila ada infeksi yang jelas.
Obat Tokolitik yang dianjurkan
Berikan obat-obatan tidak lebih dari 48 jam. Monitor keadaan janin dan ibu (nadi, tekanan darah,
tanda distress nafas, kontraksi uterus, pengeluaran cairan ketuban atau darah pervaginam, DJJ, balans
cairan, gula darah)
Pemakaian obat tokolitk untuk menghentikan kontaksi
Obat Dosis awal Dosis selanjutnyaEfek samping dan hal yang
harus diperhatikan
Sulbutamol 10 mg dalam
larutan NaCl atau
Ringer Laktat.
Bila kontraksi masih
ada, tingkatkan tetsan
infus 10 tetes permenit
Takhikaddi ibu: kurangi
tetesan bila nadi
120/menit, hati pemakaian
Mulai infus 10
tetes per menit
setiap 30 menit sampai
kontraksi stop atau
nadi ibu melebihi
120/menit.
Bila kontraksi stop, jaga
tetesan tersebut paling
tidak 12 jam setelah
kontraksi uterus
terakhir.
Maintenance ventolin
per ora. 3x 4 mg/hari
paling sedikit 7 hari
pada ibu anemia
Edema paru ibu: dapat
terjadi bila memakai
steroid bersamaan dengan
salbutamol. Batasi air, jaga
keseimbangan cairan dan
hentikan obat.
MgSO4 Berikan dosis awal
6 gr
Ikuti dosis selanjutnya
2 gr/jam
Hati-hati untuk
hepermagnesia untuk janin
dan itu. Lakukan control
dengan pemeriksaan
refleks dan respiratory rate
dan prosuksi urin
Nifedipin 20 mg oral 3 x 20 mg Lemas, hipotensi
Nitrat 10 mg sublingual 20 mg oral Pusing, mual
Tokolisis
Suntikan dosis tunggal 0,25 mg turbatalin sulfat intravena atau subkutan yang diberikan untuk
melemaskan uterus dapat digunakan sebagai tindakan sementara dalam penatalaksanaan pola frekuensi
denyut jantung janin yang tidak meyakinkan selama persalinan. Alasan tindakan ini bahwa inhibisi kontraksi
uterus dapat memperbaiki oksigenasi janin sehingga terjadi resusitasi in utero. Tindakan resusitasi ini
memperbaiki angka pH darah kulit kepala janin walaupun semua wanita ini melahirkan seksio sesarea.
Tokolisis terbutalin memberikan hasil yang baik. Nitrogliserin intravena dalam dosis kecil (60 sampai 180
mg) juga bermanfaat.
FETAL DISTRESS (GAWAT JANIN)
Pengertian
Istilah ini menandakan kekhawatiran obstetris tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir
dengan seksio sesarea atau persalinan buatan lainnya.
Gawat janin selama persalinan menunjukkan hipoksia (kurang oksigen) pada janin. Tanpa oksigen yang
adekuat, denyut jantung janin kehilangan variabilitas dasarnya dan menunjukkan deselerasi(perlambatan)
lanjut pada kontraksi uterus. Bila hipoksia menetap, glikolisis (pemecahan glukosa) anaerob menghasilkan
asam laktat dengan pH janin yang menurun.
Keadaan janin biasanya dinilai dengan menghitung Denyut Jantung Janin (DJJ) dan memeriksa
kemungkinan adanya mekonium di dalam cairan amnion. Disebut gawat janin, bila ditemukan DJJ > 160
x/menit atau < 100 x/menit, tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan.
Data subjektif dan objektif
Gerakan janin yang menurun atau berlebihan menandakan gawat janin. Tetapi biasanya tidak ada
gejala-gejala yang subyektif. Seringkali indikator gawat janin yang pertama adalah perubahan dalam pola
denyut jantung janin (bradikardia, takikardia, tidak adanya variabilitas atau deselerasi lanjut). Hipotensi
pada ibu, suhu tubuh yang meningkat atau kontraksi uterus yang hipertonik atau ketiganya secara
keseluruhan dapat menyebabkan asfiksia (kegagalan nafasade aquate pada menit-menit pertama
kelahiran) janin.
Etiologi
1. Insufisiensi uteroplasenter akut (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu singkat)
Aktivitas uterus yang berlebihan, hipertonik uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian oksitosin
Hipotensi ibu, anestesi epidural, kompresi vena kava, posisi terlentang, perdarahan ibu.
Solusioplasenta,
Abrupsio Plasenta previadengan perdarahan
2. Insufisiensi uteroplasenter kronik (kurangnya aliran darah uterus-plasenta dalam waktu lama)
Penyakithipertensi
Diabetes mellitus
Isoimunisasi Rh
Postmaturitas atau dismaturitas
3. Kompresi (penekanan) talipusat
4. Anestesi blok paraservikal
Indikasi-indikasi kemungkinan gawat janin :
Bradikardi. Denyut jantung janin kurang dari 120 denyutpermenit
Takikardi. Akselerasi denyut jantung janin yang memanjang (>160) dapat dihubungkan dengan demam
pada ibu yang sekunder terhadap infeksi intrauterine.Prematuritas atropine juga dihubungkan dengan
denyut jantung janin yang meningkat.
Variabilitas denyut jantung dasar yang menurun, yang berarti depresi system saraf otonom janin oleh
medikasi ibu (atropine, skopolamin, diazepam, fenobarbital, magnesium dan analgesic narkotik).
Pola deselerasi. Deselerasi lanjut menunjukkan hipoksia janin yang disebabkan oleh insufisiensi
uteriplasenter. Deselerasi yang bervariasi tidak berhubungan dengan kontraksi uterus adalah lebih sering
dan muncul untuk menunjukkan kompresi sementara waktu saja dari pembuluh darah umbilicus.
Peringatan tentang peningkatan hipoksia janin adalah deselerasi lanjut, penurunan atau tiadanya
variabilitas, bradikardia yang menetap dan pola gelombang sinus.
Ph darah janin. Contoh darah janin memberikan informasi yang objektif tentang status asam basa janin.
Pemantauan janin secara elektronik dapat menjadi begitu sensitive terhadap perubahan-perubahan dalam
denyut jantung janin dimana gawat janin dapat diduga bahkan bila janin itu dalam keadaan sehat dan
hanya memberi reaksi terhadap stress dari kontraksi uterus selam persalinan. Oleh karena itu, pengukuran
pH kapiler janin dikombinasikan dengan pemantauan denyut jantung janin memberikan kesehatan janin
yang dapat dipercaya dari pemantauan denyut jantung janin sendiri.
Contoh darah janin diindikasikan bilamana pola denyut jantung janin abnormal latau kacau memerlukan
penjelasan pH kulit kepala yang lebih besar dari 7,25 adalah normal. pH kulit kepala yang kurang dari 7,20
menandakan hipoksia janin dengan asidosis. Persiapan kelahiran segera dilakukan. Kecuali kelahiran
pervaginam sudah dekat, seksiosesaria dianjurkan.
Pemantauan
Jika terdapat keadaan atau kondisi dimana dapat terjadi resiko gawat janin, dapat dilkukan
pemantauan, dengan cara-cara sebagai berikut :
Kasus resiko rendah – auskultasi teratur DJJ selama persalinan
Setiap 15 menit selama Kala I
Setiap setelah HIS pada Kala II
Hitung selama 1 menit bila HIS telah selesai
Kasus resiko tinggi – pergunakan pemantauan DJJ elektronik secara berkesinambungan
Hendaknya sarana untuk pemeriksaan PH darah janin disediakan
Akselerasi periodic pada gerakan janin merupakan ketenangan dari reaktifitas janin yang normal.
Penatalaksanaan
Bila ditemukan tanda-tanda ’gawat janin’ dimana terdapat DJJ yang abnormal, dapat dilakukan
pengelolaan pada Ibu, yang meliputi :
Untuk memperbaiki aliran darah uterus
- Miringkan Ibu ke sebelah kiri untuk memperbaiki sirkulasi
plasenta
- Hentikan infus oksitosin (bila sedang diberikan)
- Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian
anestesi epidural) segera berikan infus 1 l kristaloid (larutan Ringer)
- Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya
dinaikkan untuk meningkatkan aliran darah arteri uterina.
Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
Beri ibu oksigen dengan kecepatan 6-8 l/menit
Perlu kehadiran seorang dokter spesialis anak
Pada kasus dengan pewarnaan mekonium dalam cairan amnion, tindakannya adalah :
Pencatatan DJJ secara berkesinambungan diteruskan
Hindari kejadian-kejadian yang mempercepat hipoksia janin (hipotensi, hiperstimulasi uterus)
Amnioinfusion mengurangi resiko SC gawat janin, asidemia janin, dan sindroma aspirasi mekonium.