48
SISTEM TERAPEUTIK LAPORAN MODUL III KOMBINASI TERAPI ANTIHIPERTENSI KELOMPOK 6 Cempaka Putih Ketua : Agus Jamjam M (2011730119) Sekretaris : Dyah Raras Puruhita (2011730130) Anggota : 1. Aldila (2011730120) 2. Debi Lailatul Rahmi (2011730128) 3. Dimas Hervian Putera (2011730129) 4. Gustiayu Putri Pitoyo (2011730138)

Modul 3 Tera

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ncbdsnbchsg cshbcnsgchfs dgdsnbchag caschsghc

Citation preview

Page 1: Modul 3 Tera

SISTEM TERAPEUTIK

LAPORAN MODUL IIIKOMBINASI TERAPI ANTIHIPERTENSI

KELOMPOK 6 Cempaka PutihKetua : Agus Jamjam M (2011730119)Sekretaris : Dyah Raras Puruhita (2011730130)Anggota : 1. Aldila (2011730120)

2. Debi Lailatul Rahmi (2011730128)3. Dimas Hervian Putera (2011730129)4. Gustiayu Putri Pitoyo (2011730138)5. Hessty Pusparani (2011730140)6. M.Kamardi (2011730

Tutor : Dr. Anwar Wardy W, Sp.S

PROGAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERFAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2014

Page 2: Modul 3 Tera

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat dan hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan modul III mengenai “Kombinasi Terapi Antihipertensi” tepat pada waktunya. Laporan ini merupakan hasil observasi dari Problem Based Learning yang telah kami jalani yang merupakan sebuah metode pembelajar yang bertujuan melatih siswa untuk berpikir kritis dalam menghadapi suatu kasus atau masalah.

Kami menyadari bahwa segala kesempurnaan hanya milik Allah, sehingga saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan laporan ini sangat kami harapkan.

Terima kasih kepada Dr. Anwar Wardy W, Sp.S yang telah membimbing kami pada modul III ini dan para narasumber lain yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, dan seluruh pihak yang ikut terlibat dalam menyumbangkan segala aspirasi, tenaga, dan waktu sehingga laporan ini dapat tersusun.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 2 Juni 2014

Penyusun

Kelompok 6

I

Page 3: Modul 3 Tera

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang1.2 Sasaran Belajar1.3 Skenario1.4 Data Tambahan1.5 Kata/Kalimat Kunci1.6 Pertanyaan

BAB II : PEMBAHASAN

1. Jelaskan patofisiologi gejala penyakit yang dialami pasien ?2. Jelaskan penyebab edema tungkai jika dihubungkan dengan penggunakan obat amlodipin

dan ataukah gangguan sistemik lain ?3. Jelaskan faktor resiko yang ada pada pasien ? 4. Jelaskan memberikan edukasi(keseluruhan) yang tepat pada pasien ?lifestyle-sakit pada

terapi-cara minum obat ?5. Farmako terapi apa yang sesuai untuk pasien bila dikaitkan dengan rencana kehamilannya ?6. Jelaskan monitoring dari efek terapi dan bagaimana penanganan dokter bila pasien menolak

minum obat ? 7. Apa target yang ingin dicapai dari terapi pada pasien ? 8. Jelaskan apakah pasien dapat menderita “white coat hypertension” ? 9. Bagaimana cara menulis resep untuk pasien ?10. Apa keuntungan dan kerugian kombinasi dari pada monoterapi pada pengobatan

hipertensi?BAB III : PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Page 4: Modul 3 Tera

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Tujuan utama terapi diabetes mellitus tipe II adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes mellitus adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan gangguan serius pada pola aktivitas pasien.

Ada lima komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus, yaitu yang pertama diet dan pengendalian berat badan yang merupakan dasar dari penatalaksanaan diabetes, kedua latihan, latihan ini sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko kardiovaskular, latihan ini akan menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin. Ketiga terapi farmakologi yaitu dengan obat hipoglikemik oral (OHO), pada diabetes tipe II insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat hipoglikemik oral tidak berhasil mengontrolnya. Dan yang kelima adalah pendidikan kesehatan, karena diabtes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku penanganan mandiri seumur hidup, pasien bukan hanya belajar keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi jangka panjang yang dapat ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.

1.2. Sasaran Belajar

Setelah selesai mengikuti modul ini diharapkan mahasiswa dapat mengetahui terapi terkini dalam mengontrol hiperglikemia dan memantau A1c yang penting untuk tatalaksana diabetes tipe 2 dan meningkatkan kondisi kesehatan pasien sesuai dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Menjelaskan patofisiologi gejala-gejala dan atau penyakit yang dialami pasien

2. Menentukan diagnosis

3. Menentukan tujuan yang ingin dicapai dari terapi berdasarkan patofisiologi penyakit

Page 5: Modul 3 Tera

4. Menentukan kesesuaian terapi dengan kondisi pasien

a. membuat daftar golongan obat sesuai dengan tujuan terapi

b. memilih golongan obat dari daftar tersebut sesuai dengan tujuan terapi dan kondisi pasien (efikasi, keamanan, kecocokan dan biaya)

c. mahasiswa mampu memilih preferred drug

d. memilih bahan aktif, dosis, bentuk sediaan obat, dan lama pengobatan

e. pendekatan terapi: informasi atau saran, terapi tanpa obat, terapi dengan obat, rujukan atau kombinasi

5. Mahasiswa mampu memilih terapi

a. mampu memberikan saran dan penjelasan tentang terapi yang diberikan kepada pasien

b. mahasiswa mampu menulis resep dengan jelas

6. Mahasiswa mampu memberikan informasi, instruksi, dan peringatan kepasa pasien

7. Menetapkan, monitor efek terapi dan mengantisipasi efek samping obat

8. Mengevaluasi hasil pengobatan

1.3. Skenario

Seorang perempuan berusia 32 tahun datang ke tempat praktek anda untuk menanyakan second opinion tentang tekanan darahnya. Pasien didiagnosis sejak 6 bulan yang lalu dan diberikan amlodipin(5mg satu kali sehari). Selama menkonsumsi obat ini, pasien mengalami edema tungkai, kemudian oasien berhenti menggunakannya.

Pasien tidak yakin bahwa ia menderita hipertensi karna hasil pengukuran tekanan darahnya pada apotik terdekat normal. Mengingat usianya yang masih muda, pasien juga keberatan minum obat sepanjang hidupnya. Saat ini ia tidak hamil tetapi merencanakan untuk hamil dalam waktu dekat.

Anda mendapatkan peningkatan tekanan darah pasien dan hal ini mendukung bahwa ia menderita hipertensi, tetapi pasien tetap tidak menerimanya. Anda menyarankan pasien untuk memodifikasi gaya hidup dan menjadwalkan kunjungan berikutnya 3 bulan kemudian.Pada kunjungan berikutnya, hasil pengukuran tekanan darah pasien masih tetap sama seperti sebelumnya. Tetapi pasien tetap tidak percaya bahwa ia menderita hipertensi.Apa langkah berikutnya yang anda lakukan untuk melakukan evaluasi tekanan darah pasien

1.4. Data Tambahan

Pada kunjungan 1, 3 bulan kemudian=140/90mmHG

Page 6: Modul 3 Tera

Pada kunjungan ke 2 = 138/86mmHg

9 bulan setelah menkonsumsi obat dia hamil 6 minggu

1.5. Kata/ Kalimat Kunci

1. Perempuan usia 32 tahun di diagnosis hipertensi sejak 6 bulan yang lalu

2. Menkonsumsi Amlodipin (5mg satu kali sehari)

3. Selama menkonsumsi obat ini pasien mengalami edema tungkai lalu berhenti menggunakannya

4. Pasien tidak yakin bahwa ia menderita hipertensi karena hasil TD di apotik normal

5. Merencanakan hamil dalam waktu dekat

6. Pada pemeriksaan dokter didapatkan peningkatan TD

1.6. Pertanyaan

1. Jelaskan patofisiologi gejala penyakit yang dialami pasien ?

2. Jelaskan penyebab edema tungkai jika dihubungkan dengan penggunakan obat amlodipin dan ataukah gangguan sistemik lain ?

3. Jelaskan faktor resiko yang ada pada pasien ?

4. Jelaskan memberikan edukasi(keseluruhan) yang tepat pada pasien ?lifestyle-sakit pada terapi-cara minum obat ?

5. Farmako terapi apa yang sesuai untuk pasien bila dikaitkan dengan rencana kehamilannya ?

6. Jelaskan monitoring dari efek terapi dan bagaimana penanganan dokter bila pasien menolak minum obat ?

7. Apa target yang ingin dicapai dari terapi pada pasien ?

8. Jelaskan apakah pasien dapat menderita “white coat hypertension” ?

9. Bagaimana cara menulis resep untuk pasien ?

10. Apa keuntungan dan kerugian kombinasi dari pada monoterapi pada pengobatan hipertensi?

Page 7: Modul 3 Tera

BAB II

PEMBAHASAN

Nama : Aldila

NIM : 2011730120

Jelaskan patofisiologi dari gejala penyakit yang dialami pasien!

Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung) dengan

total tahanan perifer. Cardiac output (Curah jantung) diperoleh dari perkalian antara stroke

volume dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer dipertahankan oleh sistem

saraf otonom dan sirkulasi hormon.

Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain

sistem baro reseptor arteri, pengaturan volume cairan tubuh, sistem renin angiotensin dan

autoregulasi vaskuler.

Baroreseptor arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta dan

dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri. Sistem baroreseptor

meniadakan peningkatan tekanan arteri melelui mekanisme perlambatan jantung oleh respon

vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan penurunan tonus otot simpatis. Oleh

karena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor turun

dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan baroreseptor meningkat. Alasan pasti

mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan

re-setting sensitivitas baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun

penurunan tekanan tidak ada.

Perubahan volume cairan memengaruhi tekanan arteri sistemik. Bila tubuh mengalami

kelebihan garam dan air, tekanan darah meningkat melalui mekanisme fisiologi kompleks yang

mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan peningkatan curah jantung. Bila

gunjal berfungsi secara adekuat, peningkatan tekanan arteri mengakibatkan diuresis dan

Page 8: Modul 3 Tera

penurunan tekanan darah. kondisi patologis yang mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam

mengekskresikan garam dan air akan meningkatkan tekanan arteri sistemik.

Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah. Ginjal

memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak sebagai substrat protein plasma untuk

memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubah oleh converting enzym dalam paru menjadi

bentuk angiotensin II kemudian menjadi angiotensin III. Angiotensin II dan III mempunyai aksi

vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh darah dan merupakan makanisme kontrol terhadap

pelepasan aldosteron. Aldosteron sangat bermakna dalam hipertensi terutama pada

aldosteronisme primer. Melalui peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis, angiotensin II dan III

juga mempunyai efek inhibiting atau penghambatan ekskresi garam (Natrium) dengan akibat

peningkatan tekanan darah.

Sekresi renin tidak tepat diduga sebagai penyebab meningkatnya tahanan periver vaskular

pada hipertensi esensial. Pada tekanan darah tinggi, kadar renin harus tinggi diturunkan karena

peningkatan tekanan arteriolar renal mungkin menghambat sekresi renin. Namun demikian,

sebagian orang dengan hipertensi esensial mempunyai kadar renin normal.

Peningkatan tekanan darah terus-menerus pada klien hipertensi esensial akan

mengakibatkan kerusakan pembuluh darah pada organ-organ vital. Hipertensi esensial

mengakibatkan hyperplasia medial (penebalan) arteriole-arteriole. Karena pembuluh darah

menebal, maka perfusi jaringan menurun dan mengakibatkan kerusakan organ tubuh. Hal ini

menyebabkan infark miokard, stroke, gagal jantung, dan gagal ginjal.

Auteregulasi vaskular merupakan mekanisme lain lain yang terlibat dalam hipertensi.

Auteregulasi vaskular adalah suatu proses yang mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh

relatif konstan. Jika aliran berubah, proses-proses autoregulasi akan menurunkan tahanan

vaskular dan mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan tahanan

vaskular sebagai akibat dari peningkatan aliran. Auteregulasi vaskular nampak menjadi

mekanisme penting dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan overload garam dan air.

Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak

teori telah dekemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun

teori tersebut dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:

Page 9: Modul 3 Tera

1. Teori kelainan vaskulararisasi plasenta

2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin

4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetic

5. Teori defisiensi gizi

6. Teori inflamasi

Patofisiologi Hipertensi Kronis

Terdapat banyak akibat hypertensi karena kehamilan yang terjadi pada ibu, berikut akan

dibahas berdasarkan analisa kelainan kardiovaskuler, hematologik, endokrin, elektrolit, renal,

hepatik dan serebral. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991: 616).

1. Sistem Kardiovaskuler

Meskipun terdapat peningkatan curah jantung pada ibu hamil normal, tekanan darah

tidak meningkat, tetapi sebenarnya menurun sebagai akibat resistensi perifer berkurang.

Pada ibu hamil dengan hypertensi, curah jantung biasanya tidak berkurang, karena curah

jantung tidak berkurang sedang konstriksi arteriol dan tahanan perifer naik, maka tekanan

darah akan meningkat. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 616)

2. Hematologik

Perubahan-perubahan hematologik penting yang ditemukan pada wanita hypertensi

ialah penurunan atau sebenarnya tidak terjadinya hypervolemia yang normal pada

kehamilan, perubahan-perubahan mekanisme koagulasi dan adanya peningkatan dekstruksi

eritrosit. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 619).

3. Endokrin

Pada kehamilan normal, kadar plasma renin, angiotensin II dan aldosteron

meningkat. Sebaliknya pada hypertensi karena kehamilan, bahan tersebut biasanya

menurun mendekati batas normal pada keadaan tidak hamil.  Peningkatan aktivitas hormon

anti deuritik juga menyebabkan oliguri, kadar chorionic gonadotropin dalam plasma

meningkat secara tidak tetap sebaliknya lactogen placenta menurun. (Pritchard, Mac

Donald, Gant. 1991 : 620).

4. Cairan dan Elektrolit

Page 10: Modul 3 Tera

Biasanya volume cairan ekstraselular pada wanita dengan preeklampsia dan

eklampsia sangat bertambah melebihi penambahan volume yang biasanya terjadi pada

kehamilan normal. Mekanisme yang menyebabkan ekspansi cairan yang patologis belum

jelas. (Pritchard, Mac Donald, Gant. 1991 : 621).

5. Perubahan Hepar

Pada HKK (Hipertensi Karena Kehamilan) yang berat, kadang terdapat kelainan

hasil pemeriksaan hati yang meliputi peningkatan SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic

Transaminace), hyperbilirubin yang berat jarang terjadi. (Pritchard, Mac Donald, Gant.

1991 : 623)

Page 11: Modul 3 Tera

Nama : M Kamardi

NIM : 2011730152

Jelaskan penyebab edema tungkai jika dihubungkan dengan penggunakan obat amlodipin dan ataukah gangguan sistemik lain ?

Pasien dalam keadaan hipertensi diberikan obat amlodipine 5mg satu kali sehari.

MEKANISME KERJA OBAT AMLODIPINE

Sebagai obat antihipertensi, Amlodipine memiliki mekanisme kerja di dinding pembuluh darah. Amlodipine akan merelaksasikan dinding otot pembuluh darah sehingga tahanan perifer akan berkurang. Dengan berkurangnya tahanan perifer, darah akan lebih mudah mengalir sehingga jantung tidak perlu memompa lebih keras maka otomatis tekanan darah pun akan berkurang. Amlodipine merupakan obat antihipertensi gologan penghambat kalsium (calcium channel blocker) tipe dihydropyridine. Obat antihipertensi golongan penghambat kalsium ada 2, tipe 1 adalah dihydropyridine seperti amlodipine, dan tipe 2 adalah non-dihydropyridine. Non-dihydropyridine dibagi menjadi 2, yakni Phenilalkylamines (contohnya verapamil), dan Benzothiazepines (contohnya diltiazem). Jadi secara garis besar, karena satu golongan, amat

JANTUNGJARINGAN

TUBUHDilatasi arteriol

Venula tidak dilatasi

Amlodipine 5mg

Pasien HIPERTENSI

Tahanan perifer berkurang

TD menurun

Tekanan hidrostatik meningkat

Edema perifer

Page 12: Modul 3 Tera

jarang menggunakan obat amlodipine bersamaan dengan obat diltiazem (karena relatif memiliki mekanisme kerja yang serupa). Paling sering obat amlodipine dikombinasikan dengan obat HCT (hydrochlorothiazide).

Efek samping amlodipin yang sering muncul pada pemberian tunggal seperti edema tungkai tidak banyak terjadi pada kombinasi amlodipin dan perindopril ini. Pada pemberian amlodipin saja, ia akan mendilatasi arteriol sedangkan venula tidak, sehingga tekanan hidrostatik meningkat dan menimbulkan edema perifer. Dengan penambahan Perindopril, venula akan terdilatasi juga sehingga jarang terjadi edema.

REFERENSI

1. http://internis.org/apa-itu-amlodipine 2. FARMAKOLOGI KLINI UNIVERSITAS INDONESIA

Page 13: Modul 3 Tera

Nama : Hessty Pusparani

NIM : 2011730140

a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

• Umur

Umur mempengaruhi terjadinya hipertensi. Dengan bertambahnya umur, risiko terkena

hipertensi menjadi lebih besar sehingga prevalensi hipertensi di kalangan usia lanjujt cukup

tinggi, yaitu sekitar 40%, dengan kematian sekitar di atas 65 tahun. Pada usia lanjut, hipertensi

terutama ditemukan hanya berupa kenaikan tekanan darah sistolik. Sedangkan menurut WHO

memakai tekanan diastolik sebagai bagian tekanan yang lebih tepat dipakai dalam menentukan

ada tidaknya hipertensi. Tingginya hipertensi sejalan dengan bertambahnya umur, disebabkan

oleh perubahan struktur pada pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan

dinding pembuluh darah menjadi lebih kaku, sebagai akibat adalah meningkatnya tekanan darah

sistolik. Penelitian yang dilakukan di 6 kota besar seperti Jakarta, Padang, Bandung, Yogyakarta,

Denpasar, dan Makasar terhadap usia lanjut (55-85 tahun), didapatkan prevalensi hipertensi

sebesar 52,5% (Kamso, 2000).

• Jenis kelamin

Faktor gender berpengaruh pada terjadinya hipertensi, di mana pria lebih banyak yang menderita

hipertensi dibandingkan dengan wanita, dengan rasio sekitar 2,29 untuk peningkatan tekanan

darah sistolik. Pria diduga memiliki gaya hidup yang cenderung dapat meningkatkan tekanan

darah dibandingkan dengan wanita Namun, setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi

pada wanita meningkat. Bahkan setelah usia 65 tahun, terjadinya hipertensi pada wanita lebih

tinggi dibandingkan dengan pria yang diakibatkan oleh faktor hormonal. Penelitian di Indonesia

prevalensi yang lebih tinggi terdapat pada wanita.

• Keturunan (genetic)

Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi (faktor keturunan) juga mempertinggi risiko

terkena hipertensi, terutama pada hipertensi primer (esensial). Tentunya faktor genetik ini juga

dipengaruhi faktor-faktor lingkungan lain, yang kemudian menyebabkan seorang menderita

Page 14: Modul 3 Tera

hipertensi. Faktor genetik juga berkaitan dengan metabolisme pengaturan garam dan renin

membran sel. Menurut Davidson bila kedua orang tuanya menderita hipertensi maka sekitar 45%

akan turun ke anak-anaknya dan bila salah satu orang tuanya yang menderita hipertensi maka

sekitar 30% akan turun ke anak-anaknya.

b. Faktor risiko yang dapat diubah

• Kegemukan

Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang dinyatakan dalam Indeks

Masa Tubuh (Body Mass Index) yaitu perbandingan antara berat badan dengan tinggi badan

kuadrat dalam meter (Kaplan dan Stamler, 1991). Kaitan erat antara kelebihan berat badan dan

kenaikan tekanan darah telah dilaporkan oleh beberapa studi. Berat badandan indeks masa tubuh

(IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Obesitas

bukanlah penyebab hipertensi. Akan tetapi prevalensi hipertensi pada obesitas jauh lebih besar.

Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orangorang gemuk 5 kali lebih tinggi

dibandingkan dengan seorang yang badannya normal. Sedangkan, pada penderita hipertensi

ditemukan sekitar 20 -33% memiliki berat badan lebih (overweight). Penentuan obesitas pada

orang dewasa dapat dilakukan pengukuran berat badan ideal, pengukuran persentase lemak tubuh

dan pengukuran IMT.

• Psikososial dan Stress

Stress atau ketegangan jiwa (rasa tertekan, murung, rasa marah,dendam, rasa takut, rasa

bersalah) dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu

jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika

stress berlangsung lama, tubuh akan berusaha mengadakan penyesuaian sehingga timbul

kelainan organis atau perubahan patologis. Gejala yang muncul dapat berupa hipertensi atau

penyakit maag. Diperkirakan, prevalensi atau kejadian hipertensi pada orang kulit hitam di

Amerika Serikat lebih tinggi dibandingkan dengan orang kulit putih disebabkan stress atau rasa

tidak puas orang kulit hitam pada nasib mereka. Stress adalah suatu kondisi yang disebabkan

oleh adanya transaksi antara individu dengan lingkungannya yang mendorong seseorang untuk

mempersepsikan adanya perbedaan antara tuntutan situasi dan sumber daya (biologis, psikologis,

Page 15: Modul 3 Tera

dan sosial) yang ada pada diri seseorang (Damayanti, 2003). Peningkatan darah akan lebih besar

pada individu yang mempunyai kecenderungan stress emosional yang tinggi (Pinzon, 1999).

Dalam penelitian Framingham dalam Yusida tahun 2001 bahwa bagi wanita berusia 45-64 tahun,

sejumlah faktor psikososial seperti keadaan tegangan, ketidakcocokan perkawinan, tekanan

ekonomi, stress harian, mobilitas pekerjaan, gejala ansietas dankemarahan terpendam didapatkan

bahwa hal tersebut berhubungan dengan pening-katan tekanan darah dan manifestasi klinik

penyakit kardiovaskuler apapun. Studi eksperimental pada laboratorium animals telah

membuktikan bahwa faktor psikologis stress merupakan faktor lingkungan sosial yang penting

dalam menyebabkan tekanan darah tinggi, namun stress merupakan faktor risiko yang sulit

diukur secara kuantitatif, bersifat spekulatif dan ini tak mengherankankarena pengelolaan stress

dalam etikologi hipertensi pada manusia sudah kontroversial (Henry dan Stephens tahun 1997

dalam Kamso, 2000).

• Merokok

Zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbon monoksida yang dihisap melalui rokok yang

masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri,dan

mengakibatkan proses artereosklerosis, dan tekanan darah tinggi. Pada studi autopsi, dibuktikan

kaitan erat antara kebiasaan merokok dengan adanya artereosklerosis pada seluruh pembuluh

darah. Merokokjuga meningkatkan denyutjantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-

ototjantung. Merokok pada penderita tekanan darah tinggi semakin meningkatkan risiko

kerusakan pada pernbuluh darah arteri.

• Olah Raga

Olahraga yang teratur dapat membantu menurunkan tekanan darah dan bermanfaat bagi

penderita hipertensi ringan. Pada orang tertentu dengan melakukan olah raga aerobik yang

teratur dapat menurunkan tekanan darah, tanpa perlu sampai berat badan turun.

• Konsumsi Alkohol Berlebih

Pengaruh alkohol terhadap kenaikan tekanan darah telah dibuktikan. Mekanisme peningkatan

tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun, diduga peningkatan kadar kortisol, dan

peningkatan volume sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan tekanan

Page 16: Modul 3 Tera

darah. Beberapa studi menunjukkan hubungan langsung antara tekanan darah dan asupan

alkohol, dan diantaranya melaporkan bahwa efek terhadap tekanan darah baru nampak apabila

mengkonsumsi alkohol sekitar 2-3 gelas ukuran standar setiap harinya. Di negara barat seperti

Amerika, konsumsi alkohol yang berlebihanberpengaruh terhadap terjadinya hipertensi. Sekitar

10% hipertensi di Amerika disebabkan oleh asupan alkohol yang berlebihan di kalangan pria

separuh baya. Akibatnya, kebiasaan meminum alkohol ini menyebabkan hipertensi sekunder di

kelompok usia ini

• Konsumsi Garam Berlebihan

Garam menyebabkan penumpukan cairan dalam tubuh karena menarik cairan di luar sel agar

tidak dikeluarkan, sehingga akan meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada sekitar 60%

kasus hipertensi primer (esensial) terjadi respons penurunan tekanan darah dengan mengurangi

asupan garam. Pada masyarakat yang mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang, ditemukan

tekanan darah ratarata rendah, sedangkan pada masyarakat asupan garam sekitar.7-8 gram

tekanan darah rata-rata lebih tinggi.

• Hiperlipidemia/Hiperkolesterolemia

Kelainan metabolisme lipid (Iemak) yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total,

trigliserida, kolesterol LDL dan/atau penurunan kadar kolesterol HDL dalam darah. Kolesterol

merupakan faktor penting dalam terjadinya aterosklerosis yang mengakibatkan peninggian

tahanan perifer pembuluh darah sehingga tekanan darah meningkat. Untuk jelasnya dapat dilihat

tabel di bawah

Page 17: Modul 3 Tera

Nama : Debi Lailatul Rahmi

NIM :2011730128

EDUKASI UNTUK PASIEN HIPERTENSI

Edukasi adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seseorang melalui teknik praktik belajar atau instruksi, dengan tujuan untuk mengingat fakta atau kondisi nyata, dengan cara memberi dorongan terhadap pengarahan diri (self direction), aktif memberikan informasi-informasi atau ide baru (Craven dan Hirnle, 1996 dalam Suliha, 2002). Edukasi merupakan serangkaian upaya yang ditujukan untuk mempengaruhi orang lain, mulai dari individu, kelompok, keluarga dan masyarakat agar terlaksananya perilaku hidup sehat (Setiawati, 2008).

Definisi di atas menunjukkan bahwa edukasi adalah suatu proses perubahan perilaku secara terencana pada diri individu, kelompok, atau masyarakat untuk dapat lebih mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat. Edukasi merupakan proses belajar dari tidak tahu tentang nilai kesehatan menjadi tahu dan dari tidak mampu mengatasi kesehatan sendiri menjadi mandiri (Suliha, 2002)

Ketidakpatuhan merupakan suatu sikap dimana pasien tidak disiplin atau tidak maksimal dalam melaksanakan pengobatan yang telah diinstruksikan oleh dokter kepadanya. Berdasarkan hasil dari suatu survei yang telah dilakukan menyebutkan bahwa lima puluh juta orang amerika mempunyai tekanan darah tinggi, 68% dari ini mengetahui diagnosisnya, 53% mendapat terapi dan hanya 27% terkontrol. Penyebab kontrol yang tidak baik ini antara lain karena banyak pasien yang tidak meminum obat yang diresepkan. Pada kebanyakan survei, kira-kira 25-50% pasien-pasien yang mulai meminum obat antihipertensi kemudian menghentikannya dalam 1 tahun (Irmalita, 2003). Oleh karena itu, sangat penting memberikan edukasi akan manfaat pengontrolan penyakit dalam jangka panjang yang pada akhirnya akan sangat berguna untuk mencapai terapi yang diinginkan (Kaplan, 2001).

Banyak faktor yang mendorong pasien penderita hipertensi untuk tidak patuh dan disiplin dalam meminum obatnya sehingga penyakit pasien tersebut tidak terkontrol dengan baik. Faktor tersebut antara lain :

1. Pengalaman pengguna obat terhadap efek samping dan kenyamanan obat.

Beberapa efek samping terkadang dirasa cukup mengganggu sehingga mengakibatkan keengganan mengkonsumsi obat tersebut. Efek samping yang biasanya dirasakan oleh penderita hipertensi disaat setelah meminum obatnya seperti hidung mampat dan mulut kering, jantung berdebar-debar, rasa letih dan lesu, gangguan lambung dan usus (mual, diare), gangguan

Page 18: Modul 3 Tera

penglihatan, kadang impotensi. Sedangkan kenyamanan menggunakan obat berhubungan dengan bentuk, rasa, dan kemudahan memakainya.

2. Pengalaman pasien terhadap kemanjuran obat atau tingkat kesembuhan yang telah dicapai.

Semua konsumen obat berharap bahwa obat yang digunakan akan secepatnya dapat dirasakan manfaat dan kemanjurannya. Obat-obat yang dirasakan lambat atau tidak memberikan efek, akan mendorong mereka tidak lagi merasakan membutuhkan obat tersebut.

3. Komunikasi antara pasien dengan dokter atau apoteker.

Komunikasi yang baik bisa memperjelas informasi mengenai penyakit maupun obatnya dan sekaligus memberikan motivasi untuk menaati penggunaan obat yang benar, dan akan terjadi sebaliknya jika komunikasi berjalan buruk.

4. Pengaruh teman atau keluarga akan memberikan sikap yang positif atau negatif bagi pengguna obat.

Sikap orang yang dekat ini akan memiliki arti yang besar terhadap kepatuhannya dalam menggunakan obat.

5. Faktor ekonomi.

Kepatuhan menggunakan obat kadang dirasakan sebagai sebuah pemborosan atau sangat membebani secara ekonomi, sehingga pasien hanya membeli sebahagian obat saja dari yang seharusnya.

6. Kepercayaan/persepsi pasien terhadap penyakit dan pengobatannya.

Yaitu besarnya harapan untuk sembuh dari sakit dan kepercayaan bahwa obat yang digunakannya akan memberikan kesembuhan. Orang-orang yang telah putus asa terhadap kesembuhan penyakitnya atau terhadap obat yang ia gunakan, akan lebih sulit bersikap patuh, begitu pula sebaliknya.

7. Faktor kebosanan dalam menggunakan obat terus-menerus akibat lamanya pasien tersebut telah menderita penyakit hipertensi. Pengobatan jangka panjang yang berlangsung bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup, mungkin akan membuat pasien merasa bosan sehingga tidak mempedulikan lagi aturan yang benar.

Page 19: Modul 3 Tera

Ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obatnya akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan dalam melaksanakan aturan yang benar. Kesalahan-kesalahan tersebut antara lain :

1) Kelebihan dosis (Overdosis)

a. Menggunakan obat lebih dari dosis yang dianjurkan untuk satu kali pakai.

b. Menggunakan obat lebih dari aturan yang telah dianjurkan untuk satu hari pakai.

c. Menggunakan obat tidak mengikuti aturan waktu yang telah ditetapkan.

2) Kurangnya dosis (underdosis)

a. Menggunakan obat kurang dari jumlah yang dianjurkan untuk sekali pakai.

b. Mengabaikan satu/lebih dosis.

c. Menghentikan pemakaian sebelum waktunya.

3) Lain-lain

a. Menggunakan obat tidak pada waktunya seperti yang telah dianjurkan.

b. Salah cara menggunakan obat.

c. Tidak mengambil/menebus obat.

d. salah dalam teknik penggunaan obat..

Akibat dari ketidakpatuhan pasien dalam menggunakan obat dapat menyebabkan:

a. Kegagalan pengobatan, dimana obat sama sekali atau kurang berarti bagi penanganan penyakitnya.

b. Meningkatkan biaya perawatan. Hal ini bisa disebabkan karena penyakit tidak membaik atau justru semakin bertambah parah, mungkin juga karena keracunan (toksik) dan efek samping obat lainnya. Ini dapat memperlama perawatan dan menaikkan biaya.

c. Memerlukan perawatan tambahan. Tidak efektifnya obat bisa menaikkan tingkat keparahan penyakit yang akan memerlukan perawatan tambahan.

d. Resiko terhadap keracunan obat. Terutama bila takaran obatnya berlebih atau overdosis (Widodo, 2004).

Page 20: Modul 3 Tera

Suatu hasil penelitian lain menyebutkan bahwa sukarnya sarana transportasi dapat menyebabkan pasien tidak teratur melakukan pengobatan ke tempat pelayanan kesehatan. Penelitian tersebut memaparkan, dengan adanya sarana transportasi yang mudah didapatkan maka seorang pasien mempunyai kemungkinan 3 kali untuk teratur dan patuh melakukan pengobatan dibandingkan pasien yang menyatakan sukar mendapatkan sarana transportasi (Senewe, 2002).

Oleh karena itu faktor ketidakpatuhan ini sangat penting untuk ditekan seminimal mungkin untuk tidak terjadi sehingga tujuan pengobatan yang diinginkan dapat tercapai.

Pelaksanaan gaya hidup yang positif mempengaruhi tekanan darah memiliki implikasi baik untuk pencegahan dan pengobatan hipertensi. Promosi kesehatan modifikasi gaya hidup direkomendasikan untuk individu dengan pra-hipertensi dan sebagai tambahan terhadap terapi obat pada individu hipertensi. Intervensi ini untuk risiko penyakit jantung secara keseluruhan. Meskipun dampak intervensi gaya hidup pada tekanan darah akan lebih terlihat pada orang dengan hipertensi, dalam percobaan jangka pendek, penurunan berat badan dan pengurangan NaCl diet juga telah ditunjukkan untuk mencegah perkembangan hipertensi. Pada penderita hipertensi, bahkan jika intervensi tersebut tidak menghasilkan penurunan tekanan darah yang cukup untuk menghindari terapi obat, jumlah obat atau dosis yang dibutuhkan untuk mengontrol tekanan darah dapat dikurangi.

Pembatasan Garam Dalam Makanan

Pada beberapa orang dengan hipertensi ada yang peka terhadap garam (salt-sensitive ) dan ada yang resisten terhadap garam. Penderita – penderita yang peka terhadap garam cenderung menahan natrium, barat badan bertambah dan menimbulkan hipertensi pada diet yang tinggi garam. Sebaliknya, penderita yang resisten terhadap garam cenderung tidak ada perubahan dalam berat badan atau tekanan darah pada diet garam rendah atau tinggi. Reaksi terhadap garam ini menerangkan mengapa beberapa orang yang mempunyai panurunan tekanan darah yang tidak sesuai pembatasan garam dalam makanan, sedang pada orang lain tekanan darah tetap tidak berubah.

Dari penelitian diketahui bahwa diet yang mengandung 1600-2300 mg natrium/ hari, dapat menurunkan rata-rata tekanan darah sistolik sebesar 9-15 mmHg dan tekanan diastolik sebesar 7-16 mmHg. Pembatasan garam sekitar 2000 mg natrium/ hari dianjurkan untuk pengelolaan diet pada kebanyakan penderita hipertensi.

Modifikasi diet yang efektif menurunkan tekanan darah adalah mengurangi berat badan, mengurangi asupan NaCl, meningkatkan asupan kalium, mengurangi konsumsi alkohol, dan pola diet yang sehat secara keseluruhan (Kotchen, 2008).

Ada variabilitas individu dalam hal sensitivitas tekanan darah terhadap NaCl, dan variabilitas ini mungkin memiliki dasar genetik. Berdasarkan hasil meta-analisis, menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan setiap hari untuk 4,4-7,4 g NaCl (75-125 meq) menyebabkan penurunan tekanan darah 3.7-4.9/0.9-2.9 mmHg pada hipertensi dan penurunan lebih rendah pada orang darah normal.

Page 21: Modul 3 Tera

Begitu pula dengan DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) meliputi diet kaya akan buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak efektif dalam menurunkan tekanan darah (Kotchen, 2008).

Mengurangi Berat Badan

Insiden hipertensi meningkat 54 sampai 142 % pada penderita-penderita yang gemuk. Penerunun berat badan dalam waktu yang pendek dalam jumlah yang cukup besar biasanya disertai dengan penurunan tekanan darah. Beberapa peneliti menghitung rata-rata penurunan tekanan darah sebesar 20,7 sampai 12,7 mmHg dapat mencapai penurunan berat badan rata-rata sebesar 11,7 Kg. terdadapat hubungan yang erat antara perubahan berat badan dan perubahan tekanan darah dengan ramalan tekanan darah sebesar 25/15 mmHg setiap kilogram penurunan berat badan.

Mencegah dan mengatasi obesitas sangat penting untuk menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit kardiovaskular. Rata-rata penurunan tekanan darah 6,3/3,1 mmHg diobseravsi setelah penurunan berat badan sebanyak 9,2 kg.

Berolah raga teratur selama 30 menit seperti berjalan, dapat menurunkan tekanan darah.

Pembatasan Alkohol

Orang-orang yang minum 3 atau lebih minuman alkohol per hari mempunyai tingkat tekanan darah yang tinggi. Sekarang diperkirakan bahwa hipertensi yang berhubungan dengan alkohol mungkin merupakan salah satu penyebab sekunder paling banyak dari hipertensi, kira-kira sebanayak 5-12% dari kasus mengurangi minum alkohol dapat menurunkan tekanan darah ( Tagor, 1996).

Konsumsi alkohol pada orang yang mengkonsumsi tiga atau lebih minuman per hari (minuman standar berisi ~ 14 g etanol) berhubungan dengan tekanan darah tinggi, dan penurunan konsumsi alkohol dikaitkan dengan penurunan tekanan darah. .

Tabel Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengatasi hipertensi

Fakta-fakta berikut dapat diberitahu kepada pasien supaya pasien mengerti rasionalitas intervensi diet (Anonima, 2006):

a. Hipertensi 2 – 3 kali lebih sering pada orang gemuk dibanding orang dengan berat badan ideal

b. Lebih dari 60 % pasien dengan hipertensi adalah gemuk (overweight)

Page 22: Modul 3 Tera

c. Penurunan berat badan, hanya dengan 10 pound (4.5 kg) dapat menurunkan tekanan darah secara bermakna pada orang gemuk

d. Obesitas abdomen dikaitkan dengan sindroma metabolik, yang juga prekursor dari hipertensi dan sindroma resisten insulin yang dapat berlanjut ke DM tipe 2.

e. Diet kaya dengan buah dan sayuran dan rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah pada individu dengan hipertensi.

f. Walaupun ada pasien hipertensi yang tidak sensitif terhadap garam, kebanyakan pasien mengalami penurunaan tekanan darah sistolik dengan pembatasan natrium.

JNC VII menyarankan pola makan dengan diet yang kaya dengan buah,sayur, dan produk susu redah lemak dengan kadar total lemak dan lemak jenuh berkurang. Natrium yang direkomendasikan < 2.4 g (100 mEq)/hari. Aktifitas fisik dapat menurunkan tekanan darah. Olah raga aerobik secara teratur paling tidak 30 menit/hari beberapa hari per minggu ideal untuk kebanyakan pasien. Studi menunjukkan kalau olah raga aerobik, seperti jogging, berenang, jalan kaki, dan menggunakan sepeda, dapat menurunkan tekanan darah. Keuntungan ini dapat terjadi walaupun tanpa disertai penurunan berat badan. Pasien harus konsultasi dengan dokter untuk mengetahui jenis olah-raga mana yang terbaik terutama untuk pasien dengan kerusakan organ target. Merokok merupakan faktor resiko utama independen untuk penyakit kardiovaskular. Pasien hipertensi yang merokok harus dikonseling berhubungan dengan resiko lain yang dapat diakibatkan oleh merokok.

REFERENSI

Kaplan, Norman M. 2001. Treatment Of Hypertension In General Practice. London: Martin Dunitz. Ltd

http://neuro.fk.unand.ac.id/images/stories/MANAJEMEN%20HIPERTENSI%20UNTUK%20PENCEGAHAN%20STROKE.pdf

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/23512/5/Chapter%20II.pdf

Page 23: Modul 3 Tera

Nama : Dyah Raras Puruhita

NIM : 2011730130

Farmako terapi apa yang sesuai untuk pasien bila dikaitkan dengan rencana kehamilannya ?

Hipertensi dalam kehamilan merupakan 5- 15 % penyulit kehamilan dan merupakan salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamuilan masih cukup tinggi. Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, kuga oleh perawatan persalinan masih ditangani oleh petugas non medic dan sistem rujukan yang belum sempurna. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua lapisan ibu hamil sehingga pengetahuan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenaga kerja medic baik di pusat maupun di daerah.

Klasifikasi

Pebagian klasifikasi

Klasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the Nasional High Blood Pressure Edication Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 20011, ialah :

1. Hipertensi Kronik

2. Preeklamsia-eklamsia

3. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeklamsia

4. Hipertensi Gestasional

Penjelasan pembagian Hipertensi

1. Hipertensi Kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali di diagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan.

2. Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria.

Page 24: Modul 3 Tera

3. Eklamsia adalah preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/ atau koma

4. Hipertensi Kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

5. Hipertensi Gestasional (disebut juga transient hypertention) adalah hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau kehmailan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria

Diagnose dan Penanganan pada Pasien

Hipertensi Kronik

Definisi

Hipertensi kronik dalam kehamilan ialah hipertensi yang didapatkan sebelum timbulnya kehamilan. Apabila tidak diketahui adanya hipertensi sebelum kehamilan, maka hipertensi kronik didefinisikan bila didapatkan tekanan darah sistolik 140mmHg atau tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg sebelum umur kehamilan 20 minggu.

Etiologi Hipertensi Kronik

Hipertensi kronik dapat disebabkan primer : idiopatik : 90% dan sekunder: 10% berhubungan dengan penyakit ginjal, vascular kolagen, endokrin, dan pembuluh darah.

Diagnosis Hipertensi krinik pada Kehamilan

Diagnosis hipertensi kronik ialah bila didapatkan hipertensi yang telah timbul sebelum kehamilan, atau timbul hipertensi ≤ 20 minggu umur kehamilan.

Ciri-ciri hipertensi kronik :

- Umur ibu relative tua diatas 35 tahun

- Tekanan darah sangat tinggi

- Umumnya multipara

- Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, diabetes mellitus

- Obesitas

- Penggunaan obat-obat antihipertensi sebelum kehamilan

- Hipertensi yang menetap pascapersalinan

Dampak Hipertensi Kronik pada kehamilan

- Dampak pada ibu

Page 25: Modul 3 Tera

Bila perempuan hamil mendapat monoterapi untuk hipertensinya dan hipertensi dapat terkendali, maka hipipertensi kronik tidak berpengaruh buruk pada kehamilan, meski tetap mempunyai resiko terjadinya solution plasenta ataupun superimposed preeklamsia.

Hipertensi kronik yang diperberat oleh kehamilan akan memberi tanda (a) kenaikan mendadak tekanan darah, yang akhirnya disusul oleh proteinuria dan (b) tekanan darah sistolik ≥ 200 mmHg diastolic ≥ 130mmHg, dengan akibat segera terjadi oliguria dan gangguan ginjal

Penyulit hipertensi kronik pada kehamilan ialah (a)solution plasenta : resiko terjadinya solution plasenta 2-3 kali pada hipertensi kronik dan (b) superimposed preeklamsia.

- Dampak pada janin

Dampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau etal growth restriction, intra uterine growth restriction (IUGR), dan peningkatan persalinan preterm.

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan khusus berupa ECG (eko kardiografi), pemeriksaan mata, dan pemeriksaan USG ginjal, fungsi ginjal, hepar, hb, hematocrit dan trombosit.

Pemeriksaan janin

Perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi janin. Bila dicurigai IUGR

Pengolahan pada kehamilan

tujuan pengolahan hipertensi kronik dalam kehamilan adalah meminimalkan atau mencegah dampak buruk pada ibu ataupun janin akibat hipertensinya sendiri ataupun akibat obat-obat anatihipertensi.

Secara umum ini berarti mencegah terjadinya hipertensi yang ringan menjadi lebih berat, yang dapat dicapai dengan cara farmakologik atau perubahan pola hidup : diet, merokok, alcohol dan substance abuse

Terapi hipertensi kronik berat hanya mempertimbangkan keselamatan ibu, tanpa memandang status kehamilan. Hal ini untuk menghindari terjadinya CVA, infark miokard serta disfungsi jantung dan ginjal.

Antihipertensi diberikan :

1. sedini mungkin pada batas tekanan darah dianggap hipertensi, yaitu pada stage I hypertensi tekanan darah sistolik ≥ 140mmHG, takanan diastolic ≥ 90mmHg

2. bila terjadi disfungsi end organ

Obat Antihipertensi :

Jenis antihipertensi yang digunakan pada hipertensi kronik ialah :

Page 26: Modul 3 Tera

- ɑ- metildopa = suatu ɑ2 reseptor antagonis

dosis awal 500 mg 3 x perhari, maksimal 3 gram per hari

- Calcium –Chanel- blockers

Niedipin = dosis berfariasi antara 30 – 90 mg perhari

- Diuretic Thiazide

Tidak boleh diberikan karna akan mengganggu volume plasma sehingga mengganggu aliran darah uretroplasenta

- Hydralazine

- Beta blockers

Efek pemberian antihipertensi terhadap pemberian ASI

1. Pengetahuan mengenai farmakokinetik obat anti HT dalam ASI sangat minimal.

2. Pemberian Thiazide diuretic harus dihindarkan oleh karena dapat menyebabkan penurunan produksi ASI.

3. Methyldopa diperkirakan aman bagi ibu menyusui.

4. Kecuali propanolol, jenis beta blocker lain terdapat dalam ASI dengan kadar tinggi.

5. Kadar Clonidine dan Captopril dalam ASI sangat minimal.

Page 27: Modul 3 Tera

Daftar Pustaka :

1. Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005

2. Diadaptasi dari National High Blood Presssure in Pregnancy (2000)

Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005

3. Prawirohardjo, Sarwono .2010. Ilmu kebidanan.. Jakarta. PT BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO

4. http://reproduksiumj.blogspot.com/2009/09/hipertensi-dalam-kehamilan_14.html

Page 28: Modul 3 Tera

Nama : Dimas Hervian Putera

NIM : 2011730129

Monitoring terhadap Pasien

Pasien yang menolak untuk diberikan pengobatan alangkah lebih baik diberikan pengarahan tentang penggunaan obat yang tidak berbahaya bagi pasien, serta monitoring yang tepat dalam masa pengobatan yang di jalani pasien jika sedang hamil. Pengobatan yang sesuai, dan terapi lain yang akan dicapai untuk mengontrol tekanan darah pasien.

• Pasien hipertensi harus terapi setiap bulan sampai tekanan darah yang diinginkan tercapai

• Frekuensi kunjungan terapi lebih sering perlu dilakukan pada pasien yang mengalami hipertensi tipe 2 atau mengalami komplikasi.

• Kalium dan kreatinin perlu dimonitoring paling sedikit 1-2 kali pertahun. Setelah tekanan darah tercapai dan stabil, pelaksanaan kunjungan terapi 3 sampai selang waktu 6 bulan.

• Komplikasi seperti gagal jantung, dan yang berhubungan dengan diabetes dan kebutuhan akan tes laboratorium akan mempengaruhi banyaknya frekuensi terapi .

• Selain faktor risiko kardiovaskular, menghindari tembakau atau rokok perlu dipromosikan lebih gencar lagi dan penggunaan obat aspirin harus dikurangi jika tekanan darah

Page 29: Modul 3 Tera

sudah terkontrol karena risiko stroke hemoragik meningkat karena hipertensi yang tidak terkontrol.

Pemeriksaan dilakukan 1 bulan sekali, kemudian 2 bulan sekali. Tekanan darah tercapai dan stabil, pemantauan penyakit hipertensi dilakukan dengan interval 3-6 bulan. Tetapi frekuensi kunjungan ini ditentukan oleh ada atau tidaknya komorbiditas seperti gagal jantung, diabetes dan pemeriksaan laboratorium.

• a. Monitoring tekanan darah

• Memonitor tekanan darah di klinik tetap merupakan standar untuk pengobatan hipertensi. Respon terhadap tekanan darah harus di evaluasi 2 sampai 4 minggu setelah terapi dimulai atau setelah adanya perubahan terapi. Pada kebanyakan pasien target tekanan darah < 140/90 mmHg, dan pada pasien diabetes dan pasien dengan gagal ginjal kronik < 130/80 mmHg.

• b. Monitoring kerusakan target organ: jantung, ginjal, mata, otak

• Riwayat sakit dada, palpitasi, pusing, dyspnea, orthopnea, sakit kepala, penglihatan tiba-tiba berubah, lemah sebelah, bicara terbata-bata, dan hilang keseimbangan harus diamati dengan seksama untuk menilai kemungkinan komplikasi kardiovaskular dan serebrovaskular. Parameter klinis lainnya yang harus di monitor untuk menilai penyakit target organ termasuk perubahan funduskopik, regresi LVH pada elektrokardiogram atau ekokardiogram, proteinuria, dan perubahan fungsi ginjal

• c. Monitoring interaksi obat dan efek samping obat

• Untuk melihat toksisitas dari terapi, efek samping dan interaksi obat harus di nilai secara teratur. Efek samping bisanya muncul 2 sampai 4 minggu setelah memulai obat baru atau setelah menaikkan dosis. Monitoring yang intensif diperlukan bila terlihat ada interaksi obat; misalnya apabila pasien mendapat diuretik tiazid atau loop dan pasien juga mendapat digoksin; pasien harus dapat suplemen kalium atau ada obat-obat lain menahan kalium dan beritahukan kepada pasien kadar kalium diperiksa secara berkala.

• d. Monitoring kepatuhan/Medication Adherence dan konseling ke pasien

• Paling sedikit 50 % pasien yang diresepkan obat antihipertensi tidak meminum sesuai dengan yang di rekomendasikan. Satu studi menyatakan kalau pasien yang menghentikan terapi antihipertensinya lima kali lebih besar kemungkinan terkena stroke. Kurangnya ketaatan mungkin disengaja atau tidak disengaja. Strategi yang paling efektif adalah dengan kombinasi beberapa strategi seperti edukasi, modifikasi sikap, dan sistem yang mendukung

Page 30: Modul 3 Tera

Target yang ingin di capai

• Tercapainya IMT ideal

(BMI 18,5 – 24,9)

• Kadar HDL dan LDL normal

1. Kolesterol

- Sehat/normal : kadar kolesterol < 200 mg/dl

- Mengkhawatir/ batas tinggi : kadar kolesterol 200-239 mg/dl

- Buruk/tinggi : kadar kolesterol ≥ 240 mg/dl

2. Kolestterol LDL (kolesterol jahat)

- Optimal : < 100 mg/dl

- Diatas optimal : 100-129 mg/dl

- Mengkhawatirkan /batas tinggi : 130-159 mg/dl

- Buruk/tinggi : 160-189 mg/dl

- Sangat buruk/sangat tinggi : ≥ 190 mg/dl

3. Kolesterol HDL (kolesterol baik)

- Buruk/rendah : < 40 mg/dl

- Mengkhawatirkan : 41- 59 mg/dl

- Diharapkan/ tinggi : ≥ 60 mg/dl

4. Kadar trigliserida

- Sehat/normal : < 150 mg/dl

- Ambang tinggi : 150-199 mg/dl

- Buruk/tinggi : 200-499 mg/dl

- Sangat buruk/ sangat tinggi : ≥ 500 mg/dL

Page 31: Modul 3 Tera

• Tidak terjadi dehidrasi

• Tidak ada komplikasi kardiovaskuler

• Fertilitas tidak terganggu

• Tekanan darah normal

Nama : Gustiayu Putri P

NIM : 2011730128

WHITE COAT HYPERTENSION

Definisi

WCH adalah meningkatnya TD secara persisten pada pengukuran di ruang pemeriksaan klinik dan TD normal di luar ruang pemeriksaan klinik. Definisi ini arbitrary dan diagnosis WCH ditegakkan dengan memonitor TD selama 24 jam. Prevalensi WCH besarnya berkisar antara 5–60% tergantung karakteristikklinik dari populasi setempat. Pengukuran TD di rumah dengan alat pengukur TD rumahan atau ambulatory blood pressure monitoring (ABPM) 24 jam.

Pemantauan ABPM adalah metode semakin populer tekanan darah rekaman. Hal ini meningkatkan presisi dan kemampuan untuk memproduksi pengukuran tekanan darah, menghilangkan kesalahan dan bias pengamat, dan memungkinkan penilaian evaluasi pasien dengan atau tekanan darah variabel. Tak satu pun dari percobaan utama pengobatan pada hipertensi telah dilakukan dengan menggunakan rekaman darah ambula-inventaris tekanan; karena ini nilai prognostik pemantauan tersebut masih belum pasti. Metode analisis data yang optimal, pentingnya bacaan malam hari dan waktu, efektivitas biaya, dan fakta bahwa beberapa perangkat dipasarkan telah sepenuhnya valitanggal juga perlu mengatasi. Meskipun masalah ini, pemantauan ambulatori sudah membuat kontribusi penting untuk penilaian dan pengelolaan pasien yang dipilih dengan tekanan darah tinggi .

Page 32: Modul 3 Tera

Pengukuran tekanan darah ambulatori (Ambulatory blood pressure monitoring = ABPM) merupakan teknik pengukuran tekanan Darah (TD) berulangulang secara otomatis dengan interval tertentu (biasanya setiap 15 sampai 30 menit) selama periode 24 – 48 jam, sehingga dapat memberikan rekam TD selama aktivitas harian seseorang ( GE Healthcare, 2007 ).

Ambulatory merekam menunjukkan bahwa tekanan darah lebih tinggi pada siang hari, ketika subjek yang paling aktif, dan lebih rendah di malam hari selama tidur. Saat di mana hari menjadi malam hari dapat dinilai dengan meter aktivitas, tetapi perangkat tersebut sangat mahal dan jarang digunakan dalam praktek klinis.

Informasi serupa dapat diperoleh jika pasien menyimpan "tidur-bangun" buku harian.

Dengan tidak adanya meter kegiatan atau buku harian, kebanyakan monitor rawat jalan yang diprogram untuk merekam tekanan siang hari antara 0700 dan 2300 dan tekanan waktu malam hari antara 2300 dan 0700. Pengaturan dapat diubah dengan mudah jika diinginkan.

Pemantauan tekanan darah selama perawatan dilakukan dengan pengukuran tekanan darah selama periode 24-48 jam. Pemantauan tekanan darah di rumah, sebagaimana dimaksud dalam penilaian ini, dilakukan oleh pasien sendiri dengan menggunakan perangkat elektronik otomatis. Sebagai aturan, perangkat ini menggunakan penentuan oscillometric tekanan darah dan peralatan terdiri dari manset dan monitor elektronik yang dihubungkan dengan sebuah tabung udara. Monitor register variasi tekanan, yaitu, osilasi. ( GE Healthcare, 2007 )

Perekaman dilakukan ABPM dengan manset biasanya diterapkan pada lengan yang tidak dominan. Salah satu rekaman tunggal 24 jam mungkin cukup sebagai waktu yang lebih lama dari pemantauan belum terbukti lebih unggul. Pasien harus dibiarkan sampai 30 menit dengan teknisi elektrokardiografi sehingga mereka dapat merasa benar-benar yakin dengan perangkat. Frekuensi yang dibuat rekaman dapat disesuaikan sesuai preferensi: setiap 30 menit sepanjang hari dan setengah jam atau baik per jam sepanjang malam umumnya direkomendasikan.

1. Keuntungan

Keuntungan dari ABPM adalah bahwa tekanan darah dapat diukur berulang kali, jauh dari rumah sakit atau pembedahan praktek umum tanpa perlu bagi pengamat. Hal ini untuk menghindari kesalahan dan bias pengamat pengamat dan evaluasi izin dari WCH dan tanggapannya. Pemantauan rawat rumah meningkatkan ketepatan pengukuran dengan mengambil banyak bacaan; siang hari rata-rata, waktu malam, dan 24 jam kemudian tekanan dapat dihitung. Nilai-nilai ini lebih direproduksi dari pembacaan klinik dan berhubunganlebih dekat dari tekanan klinik untuk tanda pengganti morbiditas seperti hipertrofi ventrikel kiri, penyakit serebrovaskular subklinis, retinopati hipertensi, dan mikroalbuminuria juga untuk hasil kardiovaskular pada sebuah studi observasional besar.

2. Kekurangan

Page 33: Modul 3 Tera

Pemantauan rawat rumah akan memakan waktu dan memiliki implikasi untuk pelatihan staf dalam menset alat ABPM. Ambulatory monitor cenderung tidak memberikan pembacaan yang akurat pada pasien dengan atrial fibrilasi. Timbul keluhan subyektif seperti gangguan tidur dan ketidaknyamanan manset yang umum, meskipun hanya sebagian kecil pasien akan menolak pengukuran kedua. Mungkin kritik utama pemantauan rawat rumah adalah bahwa kita belum tahu apakah itu prognostically unggul tekanan klinik di hasil percobaan. Data awal telah menunjukkan bahwa pengurangan massa ventrikel kiri pada pasien hipertensi dengan pengobatan obat berkorelasi lebih erat dengan tekanan rawat rumah dibandingkan dengan tekanan klinik, namun belum ditunjukkan bahwa yang sama berlaku untuk acara vaskular

seperti infark miokard dan stroke. Studi yang dirancang untuk menguji pemantauan rawat rumah dengan cara ini sedang berlangsung-misalnya, Syst-Eur sidang-tapi belum dilaporkan.

Referensi

http://pkko.fik.ui.ac.id/files/UTS%20SIMKU%20baru.pdf

Nama : Agus Jamjam Maulana

NIM : 2011730120

Keuntungan dan kerugian kombinasi obat pada hipertensi

Keuntungan

Kombinasi terapi Sebagai Obat Antihipertensi

Secara klinis permasalahan efek samping terkait dengan dosis mungkin dapat dipecahkan dengan pengenalan tentang low-dose obat kombinasi untuk first-line terapi antihipertensi.

Keuntungan potensiallow-dose kombinasi antihipertensi adalah;

Potensi kemanjuran

Ketergantungan atau efek synergistic

Tidak ada peningkatan respon dengan satu komponen

Kurangi dosis satu atau kedua komponen

Lebih sedikit efek samping dose-dependent, misalnya lebih sedikit kehilangan

kalium ketika p-blocker dikombinasikan dengan 6,25 mg dosis HCTZ

Page 34: Modul 3 Tera

Pemenuhan kebutuhan pasien yang ditingkatkan

Lebih baik dengan dua obat dosis tetap atau satu obat dosis yang tinggi.

Data terbaru menunjukkan awal terapi untuk hipertensi sering melibatkan penggunaan calcium channel blockers dan angiotensin-converting-enzyme (ACE) inhibitors. Suatu biaya lebih rendah, first-line therapy untuk penanganan hipertensi adalah kombinasi low¬dose p-blocker dan diuretik, suatu altematif yang banyak digunakan. P-blockers dan diuretik telah menununjukkan dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas dalam klinis jangka panjang. Pengalaman dengan obat ini menimbulkan efek aditif, kemanjuran dan keselamatan, kemampuan hemodinamik, kemampuan untuk menghindari toleransi obat, dan potensi untuk once-daily dosing.

Keuntungan low-dose potensial p-therapy blocker/diuretik;

Pengalaman jangka panjang menunjukkan keselamatan,

perubahan toleransi

Potensi untuk once-daily dosing

JNC VI mengesahkaan sebagai first-line therapy

Mengurangi tekanan darah melalui mekanisme berbeda

Kemanjuran, ketiadaan

Efek aditif Antihypertensive

Efek gangguan hemodynamik

Hindari efek samping p-blocker

Hindari efek samping thiazide diuretik

Memperkecil efek kurang baik pada metabolisme lipid dan glukosa

Sediakan kemanjuran dengan mengabaikan umur, latar belakang kesukuan, jenis kelamin, dan status merokok.

JVC VI = Sixth Report of the Join National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure Adapted.

Kombinasi Bisoprolol dan Hydrochlorothiazide (LODOZ) menawarkan suatu cara untuk memecahkan permasalahan efek samping terkait dengan dosis. Once-daily LODOZ adalah multimechanism agen yang pertama dikembangkan untuk memaksimalkan kemanjuran terkait dengan dosis, dosis rendah cardioselective β-blocker adrenergic Bisoprolol (2.5,5 atau 10 mg) dengan suatu dosis rendah (6,25 mg) hydrochlorothiazide (HCTZ). Penggunaan yang bersama

Page 35: Modul 3 Tera

menyebabkan kecanduan tetapi disertai dengan manfaat yang klasik β-blocker dan diuretic dan profil efek samping dapat diperbandingkan dengan placebo.

Penggunaan dosis rendah dua obat dari kelas berbeda membantu ke arah mencapai kemanjuran dan mengurangi efek samping terkait dengan dosis. Dasar pemikiran ilmiah untuk pendekatan ini dinyatakan oleh Epstein dan Bakris: "... jika dosis rendah dua antihipertensi dengan tindakan berbeda lalu dikombinasikan dapat memperkecil dose-dependent yang menimbulkan efek kurang baik, karena itu dosis lebih kecil digunakan untukmencapai target". LODOZ sebagai first-line therapy untuk penanganan hipertensi menghadirkan sebagai terobosan barn dalam manajemen hipertensi.

Kerugian

Diuretika

Semua diuretika menyebabkan kehilangan ion – ion kalium yang disebut Hypokatismia dengan gejala –gejala antara lain :

1. Lemah otot dan kejang

2. Pusing – pusing

3. Gangguan Pada ritme jantung

Obat – obat yang dapat menyebabkan hipokalemia ini antara lain ialah kelompok thiazida.guna mengatasinnya dapat diberikan KCL dalm bentuk larutan.Pemberian KCL sebagai Tablet maupun enteric coated sangat berbahaya karena dapat mengakibatkan luka pada usus.

Efek samping lainnya :

1. Gangguan pada lambung – usus.

2. Meningkatnya kadar asam urat.

3. Meningginya kadar glukosa dalam darah.

4. Toksisitas terhadap glikosida jantung.

Hendaknya diperhatikan pemakain diuretika pada pasien – pasien penyakit encok , diabetes dan jantung.

Page 36: Modul 3 Tera

BAB III

PENUTUP