59
SKENARIO Seorang wanita 35 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan berdebar-debar. Keluhan ini sudah lama dirasakan dan kadang-kadang disertai rasa pusing. Akhir-akhir ini kalau melakukan kegiatan debarannya bertambah disertai rasa sesak dan cepat lelah. Pada pemeriksaan fisis TD 110/75 mmHg, DJ 96/menit irregular, laju napas 28/menit dan temperature badan 37˚C. terdengar bising presistolik derajat 2/4 dengan S1 yang keras di ruang interkostal-4 kiri dekat sternum dan bising holosistolik derajat3/6 di perpotongan sela iga-5 kiri dan garis axillaris anterior kiri. Pada pemeriksaan foto dada ditemukan adanya pinggang jantung yang menghilang dan disertai gambaran double contour. KATA SULIT (9) 1. Presistolik Suara bising jantung yang dimulai dengan atau sesudah S2 dan berakhir sebelum S. 2. Holosistolik Suara bising jantung yang diakibatkan karena terjadi perubahan bunyi dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. 3. Double contour

Modul Berdebar

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Modul Berdebar

SKENARIO

Seorang wanita 35 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan berdebar-

debar. Keluhan ini sudah lama dirasakan dan kadang-kadang disertai rasa pusing.

Akhir-akhir ini kalau melakukan kegiatan debarannya bertambah disertai rasa

sesak dan cepat lelah. Pada pemeriksaan fisis TD 110/75 mmHg, DJ 96/menit

irregular, laju napas 28/menit dan temperature badan 37˚C. terdengar bising

presistolik derajat 2/4 dengan S1 yang keras di ruang interkostal-4 kiri dekat

sternum dan bising holosistolik derajat3/6 di perpotongan sela iga-5 kiri dan garis

axillaris anterior kiri. Pada pemeriksaan foto dada ditemukan adanya pinggang

jantung yang menghilang dan disertai gambaran double contour.

KATA SULIT (9)

1. Presistolik

Suara bising jantung yang dimulai dengan atau sesudah S2 dan berakhir

sebelum S.

2. Holosistolik

Suara bising jantung yang diakibatkan karena terjadi perubahan bunyi dari

daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah.

3. Double contour

Gambaran radiografi dari jantung yang mengalami pembesaran atrium

kanan yang tampak seperti bayangan ganda pada batas jantung kanan

4. Pinggang jantung

Daerah peralihan dari atrium kiri ke ventrikel kiri yang dilihat dari luar

KATA/KALIMAT KUNCI

1. Wanita 35 tahun

2. Berdebar-debar disertai rasa pusing

3. Sesak dan cepat lelah pada saat beraktifitas

4. TD 110/75 mmHG

5. DJ 96/menit ireguler

6. Laju napas 28/menit

Page 2: Modul Berdebar

7. Suhu 37˚C

8. Bising presistolik derajat 2/4

9. Bising holosistolik derajat 3/6

10. S1 keras di interkostal-4 kiri dekat sternum

11. Pinggang jantung menghilang/lurus

12. Gambaran double contour

PERTANYAAN

1. Jelaskan etiologi dari palpitasi !

2. Jelaskan mekanisme palpitasi!

3. Bagaimana perbedaan gejala palpitasi yang timbul pada penyakit

kardiovaskuler dan penyakit non-kardiovaskuler?

4. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

yang tertera scenario?

5. Jelaskan mekanisme timbulnya suara bising presistolik dan holosistolik!

6. Jelaskan mekanisme timbulnya S1 yang keras di interkostal-4!

7. Bagaimana hubungan palpitasi dengan gejala lain yang terdapat pada

scenario?

8. Bagaimana langkah diagnosis pada pasien keluhan palpitasi?

9. Sebutkan dan jelaskan differential diagnoses kasus pada scenario!

10. Sebutkan factor penyulit dan prognosis terhadapa gangguan

kardiovaskuler terutama dengan keluhan palpitasi!

11. Bagaiman prosedur tindakan awal pada pasien dengan keluhan palpitasi di

ruang UGD?

Page 3: Modul Berdebar

JAWABAN

1. Sebutkan dan jelaskan etiologi palpitasi

Dari sudut pandang etiologi, penyebab palpitasi dapat dibagi menjadi lima

kelompok utama: aritmia jantung (rhythm disorder), penyakit jantung structural

(structural disorder), penyakit sistemik ( systemic condition), dan efek obat

obatan (drugs)

Rhytme disorder

Setiap jenis takiaritmia, terlepas dari apakah tidak ada penyakit jantung

yang mendasari structural atau arrhythmogenic, dapat menimbulkan palpitasi :

extrasystole atrium, extrasystole ventrikel, takikardia dengan aktivitas rutin

ventrikel (sinus takikardia, simpul atrioventrikulerreentrant tachycardia) dan

takikardia dengan aktivitas ventrikel tidak teratur ( fibrilasi atrium, flutter atrium)

Structural disorder

Beberapa penyakit jantung structural dapat menimbulkan jantung berdebar

tanpa adanya gangguan irama yang benar. Seperti : prolaps katup mitral,

regurgitasi mitral dan aorta berat, penyakit jantung bawaan dengan shunt

signifikan, hypertrophic cardiomyopathy.

Systemic condition

Sebuah sensasi palpitasi mungkin berasal dari sinus tachycardia dan / atau

kontraktilitas jantung meningkat, yang keduanya mungkin memilki berbagai

penyebab seperti : demam, anemia, hipotensi, ortostatik, hipertiroidisme/

thyreotoxicosis, hipoglikemia, hipovolemia, kehamilan, dan fistula arteriosum.

Psychosomatic

Gangguan psikomatik yang paling sering di hubungkan dengan palpitasi

adalah kecemasan, serangan panic, depresi, dan somatisasi

Drugs

Dalam kasus tersebut, palpitasi mungkin terjadi karna berkaitan dengan

sinus tachycardia, obat yang terlibat termaksut simpatomimetik, antikolinergik,

Page 4: Modul Berdebar

vasodilator, dan hydralanize. Suspensi tiba tiba beta-blocker juga dapat

menimbulkan sinus takikardia dan jantung berdebar melalui induksi keadaan

hyperadrenergic sebagai akibat dari efek “rebound”. (1)

2. Jelaksakan mekanisme palpitasi

Palpitasi merupakan manifestasi dari aritmia jantung. Aritmia adalah

kelainan laju denyut jantung atau irama jantung yang disebabkan oleh gangguan

pembentukan atau konduksi impuls. Aritmia inilah yang menyebabkan palpitasi.

Mekanisme terjadinya palpitasi adalah sebagai berikut :

Gangguan konduksi impuls : otomatisasi abnormal

Semua bagian dari sistem pengonduksi jantung menunjukkan suatu

depolarisasi fase 4 spontan (otomatisasi) sehingga merupakan pacu jantung laten

atau potensial. Karena pacu jantung nodus sinoatrial (SAN) memiliki laju denyut

yang tertinggi (70-80 kali/menit), maka SAN menyebabkan supresi berlebihan

pada penghasil letupan oleh nodus atrioventrikular (AVN) (50-60 kali/menit) atau

serabut Purkinje (30-40 kali/menit). Namun demikian, iskemia, hipokalemia,

regangan serabut atau pelepasan katekolamin lokal dapat meningkatkan

otomatisitas pada pacu jantung laten, yang selanjutnya dapat ‘keluar (escape)’ dari

dominansi SAN sehingga menyebabkan aritmia.

Sel-sel otot jantung dalam kedaan normal bukan merupakan pemacu

(pacemaker) laten. Namun demikian, sel-sel ini dapat membentuk inisiasi impuls

repetitif dan menyebabkan aritmia bila potensial membran mengalami

depolarisasi yang sesuai. Hal ini dapat disebabkan misalnya oleh iskemia atau

konsentrasi katekolamin lokal yang tinggi.

Gangguan konduksi impuls: otomatisitas yang terpicu

Otomatisitas yang terpicu disebabkan oleh afterdepolarization.

Afterdepolarization merupakan osilasi pada potensial membran yang terjadi

selama atau setelah repolarisasi. Osilasi yang cukup besar untuk mencapai

ambang batas menginisiasi potensial aksi prematur sehingga menginisiasi denyut

jantung. Hal ini dapat terjadi berulang-ulang, menginisiasi suatu aritmia menetap

Page 5: Modul Berdebar

baik secara langsung maupun dengan memicu re-entry. Besarnya

afterdepolarization dipengaruhi oleh perubahan laju denyut jantung, katekolamin,

dan penghentian parasimpatis.

Early afterdepolarization (EAD) terjadi selama fase plateau terminal atau

repolarisasi potensial aksi. EAD timbul lebih mudah pada serabut Purkinje

daripada di miosit ventrikel atau atrium. EAD dapat diinduksi oleh agen yang

memperpanjang durasi potensial aksi dan meningkatkan arus ke arah dalam.

Sebagai contoh, obat-obatan seperti sotalol dan N-asetil prokainamid (suatu

metabolit prokainamid) meblokade arus K+, dan dapat menyebabkan EAD dan

memicu aktivitas dengan menunda repolarisasi, terutama bila laju denyut jantung

lambat. Irama abnormal yang diinduksi oleh obat-obat tersebut menyerupai

torsade de pointes, suatu jenis aritmia kongenital.

Delayed afterdepolarization (DAD) terjadi setelah repolarisasi komplet,

dan disebabkan oleh peningkatan Ca2+ seluler yang berlebihan. Hal ini dapat

terjadi akibat katekolamin, yang meningkatkan influks Ca2+ melalui kanal Ca2+

tipe-L, akibat glikosida digitalis yang meningkatkan Ca2+ dan akibat gagal

jantung di mana regulasi Ca2+ miosit terganggu. Arus transien kea rah dalam

(transient inward current) yang menyebabkan osilasi potensial membran setelah

peningkatan Ca2+ tampaknya melibatkan influks Na+. Kejadian dan besarnya

DAD dan kemungkinannya menyebabkan aritmia, meningkat oleh kondisi yang

memperkuat arus ke dalam transien. Kondisi ini termasuk potensial aksi yang

lebih panjang, yang menyebabkan peningkatan Ca2+ lebih besar. Oleh sebab itu,

obat-obat yang memperpanjang durasi potensial aksi dapat memicu DAD, sedang

obat-obat yang memperpendek durasi potensial aksi memiliki efek berlawanan.

Besarnya arus ke dalam transien ini juga dipengaruhi oleh potensial membrane

istirahat, dan besaran ini maksimal bila potensial membrane istirahat kira-kira -

60mV.

Page 6: Modul Berdebar

Konduksi impuls abnormal: re-entry

Re-entry terjadi bila suatu impuls yang ditunda pada suatu region

miokardium mengeksitasi kembali area miokardium di sekitarnya lebih dari satu

kali. Re-entry tebagi 2, yaitu:

Re-entry anatomis

Re-entry ini butuh adanya tiga kondisi, yaitu :

a. harus terdapat suatu sirkuit anatomis di mana impuls dapat bersirkulasi

mengelilinginya (proses yang sering disebut gerakan sirkus). Sirkuit ini

dapat menggunakan jaras konduksi paralel seperti dua cabang serabut

Purkinje, atau AVN dan jaras konduksi atriovetrikuer aksesoris,

b. konduksi impuls pada suatu titik dalam sirkuit harus cukup lambat untuk

memungkinkan regio di depan impuls pulih dari kedaan refrakter, regio ini

disebut excitable gap,

c. sirkuit juga harus mencakup suatu zona blokade satu arah yaitu konduksi

diblokade pada satu arah sedangkan sisi lainnya tidak diblokade.

Adalah hal yang penting bahwa ‘zona tepi’ antara miokardium sehat

dengan parut yang terjadi akibat penyembuhan infark miokard biasanya

mengandung campuran sel-sel otot hidup dan jaringan ikat. Pada beberapa kasus,

suatu pita sempit dari sel-sel otot yang tetap bertahan hidup terletak pada area

parut nonkonduksi, sehingga menghubungkan dua region miokardium sehat.

Konduksi impuls oleh ismus dapat diperlambat atau bahkan menunjukkan suatu

blokade satu arah yang efektif karena jaringan ini membutuhkan waktu yang

sangat lama untuk memulihkan eksitabilitasnya antar potensial aksi. Penyusunan

ini memberikan kondisi yang analog dengan kondisi yang mendasari re-entry

anatomis, dan diduga merupakan penyebab aritmia ventrikuler yang muncul pada

pasien setelah penyembuhan infark miokard.

Page 7: Modul Berdebar

Re-entry fungsional

Re-entry ini tidak membutuhkan suatu sirkuit yang dibatasi secara

anatomis, dan cenderung muncul saat konduksi jantung terganggu, biasanya

akibat iskemia yang masih berlangsung atau kerusakan akibat infark miokard

sebelumnya. Teori terkini mengusulkan bahwa pada kondisi ini, gelombang

depolarisasi yang berasal dari SAN dapat mencapai zona parut atau nonkonduksi

yang menyebabkan gelombang terputus. Pada kasus ini, ujung gelombang yang

‘putus’ tidak bersatu kembali dan berlanjut ke arah depan melalui miokardium,

namun dapat bergelung-gelung pada gelombang itu sendiri untuk membentuk

spiral. Pada bagian paling ujung dari gelombang spiral tersebut, tepi awal dari

potensial aksi dan tepi bebas dari potensial aksi bertemu pada ‘titik kritis’.

Model matematis dari konduksi miokard mengindikasikan bahwa suatu

zona miokardium kecil yang tidak dapat dieksitasi terbentuk tepat di depan titik

kritis, dan membentuk suatu titik pusar yang di sekitarnya spiral terus berotasi.

Ketika spiral berotasi, spiral mengemisikan gelombang depolarisasi, dengan suatu

frekuensi yang ditentukan oleh periode rotasi spiral; gelombang ini mengeksitasi

jantung dan menyebabkan takikardia. Pembentukan impuls yang berotasi tersebut

dan fragmentasi lebih lanjut dari gelombang depolarisasi yang dihasilkan, diduga

merupakan dasar pembentukan aktivitas listrik yang kacau menyebabkan

kehilangan total kontraksi terkoordinasi dari atrium atau ventrikel yang disebut

fibrilasi.

Blok Atrioventrikuler

Pada aritmia ini, ada hambatan konduksi antara atrium dengan ventrikel.

Penyebabnya bisa berupa lesi organik, kenaikan masa refrakter pada sebagian

jalur konduksi, dan pemendekan siklus supraventrikuler yang merasuk pada masa

refraktori yang normal. Blok atriventrikuler dapat dibagi menurut derajat

hambatan, yaitu:

Blok atrioventrikuler derajat 1

Ini merupakan perlambatan rangsang dari atrium ke ventrikel yang terjadi

di nodus AV atau di infranodal. Gambaran EKG menunjukkan irama regular

Page 8: Modul Berdebar

dengan pemanjangan interval PR melebihi 0,20 detik. QRS tidak berubah. Tidak

ada pengobatan khusus yang diperlukan.

Blok atrioventrikuler derajat 2

Pada blok ini sebagian rangsang dihambat dan sebagian lagi dihantarkan.

Pada blok AV derajat 2 tipe I terjadinya hambatan adalah pada nodus AV dan

sering disebabkan oleh peningkatan tonus parasimpatis atau efek obat. Biasanya

bersifat sementara dan prognosisnya baik. Gambaran EKG berupa gelombang P

bentuk normal dan irama atrium yang teratur, pemanjangan PR secara progresif

lalu terdapat gelombang P yang tidak dihantarkan sehingga terlihat interval PR

memendek dan kemudian siklus tersebut terulang kembali. Bentuk QRS tidak

berubah. Pengobatan biasanya tidak diperlukan kecuali laju ventrikel lambat.

Dalam hal ini dapat diberikan sulfas stropin atau dipasang alat pacu sementara.

Blok AV derajat 2 tipe II terjadi di bawah nodus AV, yaitu pada berkas

HIS atau paling sering cabang berkas. Biasanya karena terdapat lesi organik pada

jalur hantaran. Prognosisnya jelek karena sering berkembang menjadi blok derajat

ketiga. Gambaran EKG memperlihatkan irama atrium teratur dengan gelombang

normal. Setiap gelombang P diikuti oleh kompleks QRS kecuali yang tidak

dihantarkan dan bisa lebih dari 1 gelombang P berturut-turut yang tidak

dihantarkan. Irama QRS bisa teratur atau tidak teratur tergantung pada denyut

jantunng yang idak dihantarkan. Kompleks QRS bisa sempit bila hambatan terjadi

pada berkas HIS namun bisa lebar seperti pada blok cabang berkas bila hambatan

ini pada cabang berkas. Alat pacu jantung sementara perlu di pasang dan kalau

perlu dilanjutkn dengan alat pacu jantung tetap.

Blok AV derajat 3

Blok AV derajat 3 terjadi akibat sama sekali tidak ada hantaran antara

atrium dan ventrikel. Tempat hambatan bisa di nodus AV, berkas HIS, atau pada

cabang berkas. Bila hambatan di nodus AV , maka suatu pacu penolong ti tingkat

jungsional akan mengawal depolarisasi ventrikel, dengan QRS sempit dan dengan

laju tetap antara 40-60 kali per menit. Ini bisa disebabkan leh peningkatan tonus

parasimpatis, efek obat, atau kerusakan pada nodus AV itu sendiri. Blok ini

Page 9: Modul Berdebar

biasanya bersifat sementara dan prognosisnya cukup baik. Pengobatan hanya

diperlukan bila laju QRS terlalu lambat dan terjadi gangguan hemodinamik.

Sulfas astropin 0,5 mg IV dengan alternatif adalah isoproterenol. Bila obat tidak

menolong di pasang alat pacu temporer.

Bila terjadi pada tingkat infranodal, hambatan bisa melibatkan kedua

cabang berkas. Ini bisa terjadi akibat ganggguan yang luas pada sistem hantaran

infranodal. Ini tidak disebabkan oleh peningkatan tonus parasmpatis atau efek

obat. Pacu penolong yng bekerja adalah distal dari hambatan sehingga bentuk

QRS nya lebar dengan laju 40 kali/menit dengan kemungkinan episode asistol

ventrikel. Pada gambaran EKG irama atrium tidak terganggu dan irama QRS lebih

lambat. PR interval bervariasi. Pengobatan diperlukan alat pacu jantung temporer

dan harus dilanjutkan dengan alat pacu janung tetap. (6)

3. Bagaimana perbedaan gejala palpitasi yang timbul pada penyakit

kardiovaskuler dan penyakit non-kardiovaskuler?

Kardio Non Kardio

- Disebabkan karena kerusakan di

jantung itu sendiri (misalnya

kerusakan katup)

- Saat istirahat biasanya

palpitasinya mereda

- Penyebab utamanya bukan dari

jantung, tapi merupakan

pengaruh dari organ lain

(misalnya hipertiroid)

- Saat istirahat belum tentu

palpitasinya mereda, tergantung

dari pengaruh pencetus

palpitasinya

Table 1. Perbedaan palpitasi (5)

Page 10: Modul Berdebar

4. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

yang tertera scenario?

TD 110/75 mmHg : normal

DJ 96/menit ireguler : normal

Laju napas 28/menit : takipneu

Suhu 37˚C : normanl

Bising presistolik derajat 2/4 : bising diastolic yang samar namun

dapat segera didengar

Bising holosistolik derajat 3/6 : bising selama masa sistolik yang

jelas terdengar

S1 keras di interkostal-4 kiri dekat sternum : perubahan intensitas

S1, bias disebabkan karena kelainan katup atau perubahan tekanan

ventrikel

Pinggang jantung menghilang/lurus : pembesaran atrium kiri dan

ventrikel kanan

Gambaran double contour : pembesaran atrium kanan (9)

5. Jelaskan mekanisme timbulnya suara bising presistolik dan holosistolik!

Bising jantung adalah suatu rentetan getaran yang terjadi bila kecepatan

aliran darah menjadi sangat tinggi melalui suatu area vaskuler yang menyempit

atau tak teratur. Bising jantung timbul kalau ada energi terbulen di dalam dinding

jantung dan pembuluh darah. Sumbatan terhadap aliran atau adanya aliran dari

diameter kecil ke diameter yang lebih besar akan menimbulkan turbulensi.

Turbulensi menyebabkan arus berlawanan (eddies) yang memukul dinding dan

menimbulkan getaran yang didengar pemeriksa sebagai bising. Bising dapat pula

timbul bila sejumlah besar darah mengalir melalui lubang normal. Dalam keadaan

ini lubang normal relatif stenotik untuk volume yang bertambah. Bising jantung

juga terjadi bila sejumlah besar aliran darah melalui suatu katup yang membuka

secara normal. Contoh : bising ejeksi sistolik kerapkali terdengar pada insufisiensi

Page 11: Modul Berdebar

aorta akibat adanya stenosis relatif katup tersebut ( non organik). Bising jantung

harus digolongkan berdasarkan :

a. Waktu terjadinya dalam siklus jantung (7)

- Bising sistolik dimulai dengan atau sebelum S2.

- Contoh : Bising stenosis aorta atau pulmonal adalah suatu bising

ejeksi sistolik dimana ada kesenjang antara S1 dan mula

timbulnya bising, dan juga ada kesenjangan antara akhir bising

dan S2.Bising ejeksi sistolik sering disebut “ diamond shape

murmur”

- Bising isufisiensi mitral atau trikuspidal dan VSD bersifat bising

pansistolik (holosistolik) yang terdengar sepanjang fase sistole.

- Bising pada prolaps katup mitral biasanya bising late systolic

- Bising diastolik adalah bising bising yang dimulai pada/ atau

setelah S2 dan berakhir pada atau sebelum S1.

- Bising pada insufisiensi aorta atau pulmonal biasanya bising

early diastolic dengan kualitas dekresendo.

- Bising stenosis mitral atau trikuspidal adalah bising mid-

diastolik atau late diastolic ( aksentuasi presistolik selama irama

sinus ) dengan kualitas rumbling.

- Bising kontinyu dimulai antara S1 dan S2 dan berlanjut kedalam

fase diastole.Bising kontinyu paling umum disebabkan oleh

patent ductus arteriosus (PDA)

b. Intensitas bising (9)

Intensitas bising biasanya dinilai berdasarkan sisitem gradasi.

Untuk bising sistolik dibagi atas :

- Grade ½ ( I/VI) : Intensitas paling rendah dan hampir tak dapat

didengar (baik oleh mahasiswa maupun oleh klinisini yang tidak

berpengalaman)

Page 12: Modul Berdebar

- Grade 2/6 (II/VI) :Intensitas rendah atau redup tetapi segera bisa

didengar meskipun tidak berpengalaman.

- Grade 3/6 (III/IV) : Gampang didengar

- Grade 4/6 (IV/VI) : Gampang didengar dan dihubungkan

dengan trill yang dapat dipalpasi.

- Grade 5/6 (V/VI) : Intensitas sangat keras, dapat didengar

dengan meletakkan stetoskop secara ringan pada dinding dada.

- Grade 6/6 (VI/VI) : Dapat terdengar tanpa meletakkan langsung

stetoskop pada dinding dada.

Untuk bising diastolik dibagi atas :

- Grade ¼ (I/IV) : Intensitas bising hampir tak dapat didengar.

- Grade 2/4 (II/IV) : Intensitas redup tapi dapat segera didengar.

- Grade ¾ (III/IV) : Gampang didengar.

- Grade 4/4 (4/4) : Intensitas sangat keras.

c. Pitch : High-pitch dan low-pitch

d. Konfigurasi : diamond, kresendo, dekresendo dsb.

e. Kualitas : bergemuruh, meniup, kasar, menggores .

f. Durasi : midsistolik, holosistolik, early diastolic

g. Penjalaran : kedaerah axilla kiri, ke medial.

h. Hubungannya dengan respirasi : pada umumnya bising yang berasal

dari jantung kanan meningkat intensitasnya selama inspirasi.

i. Hubungan dengan posisi tubuh : bising miksoma atrium kerapkali

menghilang atau kurang jelas pada pembahan posisi tubuh tergantung

pada tingkat obstruksi dari tumor. (7)

Mekanisme bising presistole (7)

Bising pada akhir diastolik (kadang-kadang disebut presistolik Bising

atrioventrikular diastolik dimulai pada awal tertentu setelah S2 dengan

membukanya katup atrioventrikular. Stenosis mitral dan stenosis trikuspid

Page 13: Modul Berdebar

merupankan contoh bising jenis ini. Ada jeda di antara S2 dan permulaan bising.

Relaksasi isovolumetrik sedang terjadi selama periode ini. Bisingnya berbentuk

dekresendo, dan dimulai dengan opening snap, jika katupnya mobil.Bising ini

bernada rendah dan paling jelas didengar dengan bel stetoskop dan pasien

berbaring dalam posisi dekubitus lateral kiri.Karena katup atrioventrikular

mengalami stenosis, pengisian cepat tidak terjadi dan ada perbedaan tekanan di

sepanjang diastol.Jika pasien mempunyai irama sinus yang normal, kontraksi

atrium akan memperbesar perbedaan tekanan pada akhir diastole, atau presistole,

dan akan terjadi peningkatan bising pada saat ini.Bising atrioventrikular diastolik

merupakan tanda yang sensitif dan spesifik untuk stenosis katup atrioventrikular.

Mekanisme bising holosistolik (7)

Bising systolic regurgitan dihasilkan oleh aliran retrograd dari daerah

bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah selama sistole, seperti pada

regurgitasi mitral atau trikuspidalis. Bising ini disebut holosistolik atau

pansistolik. Ia mulai bersama-sama dengan S1 dan berakhir setelah S2. Bising ini

berlangsung sampai setelah S2 karena tekanan ventrikel lebih tinggi daripada

tekanan atrium, bahkan setelah penutupan katup semilunar. Suatu S3 yang

menunjukkan beban volume pada ventrikel sering terdengar. Bising ini bernada

tinggi dan paling jelas didengar dengan diafragma. Istilah “regurgitasi”, dan

“insufisiensi” sering dipakai sebagai sinonim untuk jenis bising ini. Istilah yang

lebih disukai adalah “regurgitasi”, karena menunjukkan arah aliran yang

retrograd. Bising holosistolik pada regurgitasi katup atriventrikular adalah

penemuan dengan sensitifitas tinggi.

6. Jelaskan mekanisme timbulnya S1 yang keras di interkostal-4!

Suara yang jantung yang lebih keras disebabkan karena adanya kelainan

intensitas khususnya pada S1. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas S1

adalah sebagai berikut :

- Laju kenaikan tekanan ventrikel

- Keadaan katup

Page 14: Modul Berdebar

- Posisi katup

- Jarak jantung dari dinding dada

Makin cepat laju kenaikan tekanan ventrikel kiri, makin kuat komponen

mitral dari S1. Meningktanya kontraktilitas akan meningkatkan intensitas S1.

Penurunan kontraktilitas akan memperlemah S1. Bila katup atrioventrikular

menjadi kaku karena fobrosis atau kalsifikasi, penutupannya akan lebih kuat.

Katup yang mengalami deformitas secara patologis (pada stenosis mitral) akan

menghasilkan S1 yang lebih jelas. (7)

7. Bagaimana hubungan palpitasi dengan gejala lain yang terdapat pada

scenario?

Pada skenario, terdapat pasien datang dengan gejala berdebar yang disertai

rasa sesak dan fatig (cepat lelah) serta kadang-kadang pusing. Dari beberapa

pemeriksaan yang dilakukan pada skenario menunjukkan adanya tanda-tanda

pembesaran jantung. Pembesaran jantung biasanya diakibatkan oleh adanya

kelainan katup atau kegagalan jantung. Pembesaran jantung ini bisa menjadi

pemicu terganggunya sistem konduksi jantung sehingga terjadinya aritmia.

Perasaan berdebar-debar dari pasien ini merupakan manifestasi dari terjadinya

aritmia.

Rasa sesak dan fatig saat beraktivitas yang dialami pasien ini disebabkan

oleh rendahnya curah jantung. Darah yang mengandung nutrisi dan Oksigen tidak

mencukupi kebutuhan jaringan khususnya otot untuk beraktivitas. Oksigen yang

kurang memicu jaringan otot untuk melakukan metabolisme anaerob yang yang

menghasilkan asam laktat sebagai hasil sampingan dari metabolismenya. Rasa

sesak yang dialami pasien merupakan peningkatan kompliens paru-paru oleh

karena stimulasi saraf simpatis paru-paru dari susunan saraf pusat sebagai respon

menurunnya kadar Oksigen dan meningkatnya kadar karbondioksida dalam darah.(4)

Page 15: Modul Berdebar

8. Bagaimana langkah diagnosis pada pasien dengan palpitasi?

LANGKAH DIAGNOSIS (6)

Anamnesis

1) Menanyakan keluhan utama pasien berupa palpitasi (sesuai skenario).

a. Onset dan durasi palpitasi: timbul mendadak, kapan dan sudah

berapa lama

b. Sifat palpitasi

c. Irama denyut jantung (reguler atau irreguler)

d. Tanyakan ada atau tidaknya gejalan lain yang menyertai seperti :

- sesak

- keringatan,

- mual muntah

- nyeri ulu hati (+/-)

- otot lemah/lumpuh

- nyeri dada

- edema

- pingsan

- badan lemah

2) Menggali riwayat penyakit terdahulu yang sama dan yang berkaitan,

untuk menilai apakah penyakit sekarang ada hubungannya dengan

yang lalu

3) Menggali riwayat penyakit keluarga dan lingkungan dengan

menanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit

yang sama.

4) Melakukan cek silang

Inspeksi dan palpasi

1) Inspeksi depan dada, perhatikan adanya pulsasi

2) Iktus kordis tampak atau tidak

Page 16: Modul Berdebar

3) Meraba iktus kordis dengan ujung jari pada lokasi yang benar sambil

mendengar suara jantung untuk menentukan durasinya

4) Lakukan palpasi untuk meraba impuls jantung

Perkusi

1) Melakukan perkusi untuk menentukan batas relatif yang merupakan

perpaduan bunyi pekak dan sonor

2) Menentukan batas jantung kanan relative

3) Menentukan batas jantung kiri relative

Auskultasi

Melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar:

a) Untuk mendengarkan bunyi jantung

b) Mendengarkan ada tidaknya bunyi tambahan

Pengukuran tekanan darah

Mengukur tekanan darah dan menentukan apakan normal, meningkat atau

berkurang. Biasanya tekanan darah yang meningkat menunjukkan adanya

regurgitasi aorta dan tekanan darah yang rendah menunjukkan stenosis aorta

Pemeriksaan nadi

Untuk menghitung nadi, hitung dalam keadaan pasien yang rileks dan hitung

dalam waktu 15 detik kemudian tentukan denyut nadi apakah normal, naik

perlahan atau menghilang. Pada keadaan naik perlahan menunjukkan adanya

stenosis aorta dan pada keadaan menghilang menunjukkan regurgitasi aorta.

Pemeriksaan tekanan vena jugularis

Pengukuran vena jugularis dilakukan dengan cara :

1) Penderita berbaring tanpa bantal dengan kepala posisi 300

2) Leher penderita harus diluruskan

3) Menekan vena jugularis dibawah angulus mandibula dan tentukan titik

kolaps

4) Menetukan jaraknya beberapa cm dari bidang yang melalui angulus

ludovici

Page 17: Modul Berdebar

5) Bila hasil CVP kiri dan kanan berbeda,maka diambil CVP yang lebih

rendah

Pemeriksaan penunjang

1) Elektrokardiogram (EKG)

2) Foto rontgen dada

3) Ekokardiografi

4) Ultrasonografi

9. Sebutkan dan jelaskan differential diagnoses kasus pada scenario!

ARITMIA (2)

A. DEFENISI

Irama jantung normal adalah irama yang berasal dari nodus SA, yang datang

secara teratur dengan frekuensi antara 60-100/menit, dan dengan hantaran tak

mengalami hambatan pada tingkat manapun.

Abnormalitas irama jantung (disritmia atau aritmia ) didefenisikan sebagai :

1. Irama yang berasal bukan dari nodus SA.

2. Irama yang tidak teratur, sekalipun ia berasal dari nodus SA, misalnya

sinus aritmia.

3. Frekuensi< 60x/menit (sinus bradikardia) atau >100x/menit (sinus

takikardia).

4. Terdapatnya hambatan impuls supra atau intra ventricular

B. MEKANISME

Gangguan irama jantung normal (aritmia) melalui mekanisme berikut :

1. Pengaruh persarafan autonomy (simpatis dan parasimpatis) yang

mempengaruhi HR.

2. Nodus SA mengalami depresi sehingga focus irama jantung diambil

alih yang lain.

Page 18: Modul Berdebar

3. Fokus yang lain lebih aktif dari nodus SA dan mengontrol irama

jantung.

4. Nodus SA membentuk impuls, akan tetapi tidak dapat keluar (sinus

arrest) atau mengalami hambatan dalam perjalanannya keluar nodus

SA (SA block).

5. Terjadi hambatan perjalanan impuls sesudah keluar nodus SA,

misalnya di daerah atrium, berkas His, ventrikel dan lain- lain.

C. KLASIFIKASI ARITMIA

1. Fibrilasi atrium (Atrial Fibrilation =Af)

Fibrilasi atrium (AF) adalah disorganisasi elektrikal dari atrium

disertai gangguan efektivitas kontraksi atrium. Resiko AF meningkat

dengan pertambahan usia, dimana prevalensi AF pada usia> 60 tahun adalah

4-6% dimana laki- laki lebih sering dijumpai dari pada perempuan.

Manifestasi klinis biasanya berupa palpitasi dan dyspnea. Laju jantung

ireguler adalah tanda AV pada pemeriksaan fisis ditambah dengan kelainan

jantung penyerta.

2. Supraventricular tachycardia (SVT)

Takikardi nodus sinus re-entri

Takikardi jenis ini jarang ditemukan dan biasanya asimtpmatis,

timbulnya secara tiba- tiba sehingga disebut juga paroksimal sinus

takikardia.

Takikardi atrium (atrial tachycardia)

Takikardi ini terjadi melalui mekanisme automisasi dan re-entri

di dalam atrium tanpa berhubungan dengan nodus SA dan AV,

sehingga tidak sensitive terhadap rangsangan vagus. Pada EKG

tampak gelombang P berbeda dengan gelombang P yang berasal dari

nodus sinus. Biasanya didapati pada pasien dengan penyakit paru

menahun.

Page 19: Modul Berdebar

Takikardia atrium multifocal (Multifocal atrial tachycardia

=MAT).

MAT merupakan takikardia maligna. Biasanya ditemukan pada

orang tua yang menderita penyakit paru- paru, gagal jantung atau

yang sedang menggunakan digitalis. Tanda- tanda EKGnya ialah

adanya gelombang P yang multiform dengan kompleks QRS yang

normal dan laju atrium berkisar antara 100-200 kali/menit.

Takikardia supraventrikuler paroksimal (Paroxysmal

supraventricular tachycardia =PSVT)

PSVT adalah aritmia maligna yang disebabkan karena

mekanisme re-entri pada nodus AV, mencakup 50% dari semua SVT,

dan timbulnya mendadak. Tanda- tanda EKG ialah :

a. Laju jantung antara 150-250 kali/menit; regular

b. Kompleks QRS normal

c. Gelombang P selalu tertanam di dalam kompleks QRS.

d. Vagal maneuver dapat memperlambat takikardi

Gejala klinis yang muncul yaitu tingginya laju jantung dan lamanya

serangan.Yang ringan dapat berupa palpitasi atau serangan angina.

Sedangkan yang berat dapat menyebabkan sinkope atau syok.

3. Blok

Blok nodus SA

Pada penyakit ini sebenarnya serabut sinus normal, hanya

gelombang depolarisasi yang dicetuskan nodus SA terhambat pada

perinodal zone sebelum mencapai atrium. Blok nodus SA dibagi

menjadi blok SA derajat satu, dua dan tiga.

Blok AV

Semua hambatan konduksi yang terjadi diantara nodus SA

sampai pada berkas His disebut blok AV. Sepertibloknodus SA, blok

AV dapat dibagi menjadi tiga yaitu :

Page 20: Modul Berdebar

a. Blok AV derajat satu

Tanda khasnya yaitu adanya perlambatan konduksi di dalam

nodus AV sehingga terjadi perpanjangan interval PR dengan

konfigurasi QRS.

b. Blok AV derajat dua

Karakteristik dari AV blok derajat dua yaitu tidak semua

impuls yang berasal dari atrium disalurkan keventrikel. Dengan

demikian pada EKG lebih banyak tampak gelombang P

dibanding gelombang QRS.

c. Blok AV derajat tiga

Keadaan dimana impuls dari atrium terhambat secara

komplet pada nodus AV atau serabut His. Pada EKG tampak

gelombang P berjalan melintasi kompleks QRS dengan

frekuensi 60-100 kali/menit, sedangkan kompleks QRS berjalan

sendiri dengan frekuensi kira- kira 30-45 kali/menit. Penyebab

utama blok AV derajat 3 adalah penyakit jantung degenerative.

Blok infranodal

Sistem konduksi infranodal terdiri dari berkas His ditambah tiga

cabang berkas intra-ventrikular yaitu : satu cabang berkas kanan (right

bundle branch =RBB) dan dua fasikulus yang berasal dari left bundle

branch (LBB) yaitu fasikulus anterior/superior dan fasikulus

posterior/inferior.

D. PENANGGULANGAN

1. Non-Farmakologik

Penanggulangan non farmakologik yang dapat dilakukan apabila

ditemukan pasien emergency aritmia seperti SVT/ Takikardia hal yang

mudah dilakukan adalah vagal maneuver misalnya : dengan carotid sinus

message, valsalva maneuver, gagging atau merendammuka di dalam air

dingin.

2. Kardioversidandebrilasi

Page 21: Modul Berdebar

Kardioversi dan debrilasi kedua- duanya merupakan suatu electric

counter shock yang dilakukan pada penderita dengan tujuan mengkonversi

aritmia kembali ke irama sinus yang normal.

Indikasi :

Fibrilasi atrium yang baru terjadi atau flutter atrium.

Takikardi atrium paroksimal yang berhubungan dengan sindrom

Wolff-Parkinson-White (WPW)

Takikardi ventrikel (VT) yang tidak member respon terhadap

obat- obatan.

Henti jantung (cardiac arrest)

3. Pemasangan pacemaker

Alat pacu jantung dapat dipasang di dalam tubuh secara permanen

(Permanent pacemaker =PPM )atau temporer (temporer pacemaker=

TPM).

Indikasi :

PPM : sindrom sinus sakit (sick sinus syndrome =SSS ); high

degree AV block atau interval HV melebihi 90 msc; blok AV

derajat tiga; blok AV dengan gagal jantung yang membutuhkan

digitalisasi ; takiaritmia yang tidak memberikan respon terhadap

obat- obat anti aritmia.

TPM : AV blok derajat dua atau tiga akibat infark miokard atau

penyebab lain.

4. Operasi

Menghilangkan suatu focus aritmogenik, atau menginsisi sebagian

jaringan jantung untuk mengisolasi atau mengiterupsi terjadinya propagasi

suatu aritmia seperti fibrilasi atrium dan VT telah berhasil dilakukan di

beberapa pusat pelayanan penyakit jantung.

5. Farmakologik

Obat- obatan untuk aritmia yang digunakan berdasarkan

pembagianVaughan Williams :

Page 22: Modul Berdebar

a) Kelas 1

Semua obat-obat anti-aritmia yang menstabilkan aktivitas membrane

sel (predominan menghambat kanal Na+). Kelas ini dibagi menjadi :

- Golongan 1a

Menghambat penjakan potensial aksi (fase 0) dengan

meningkatkan nilai ambang eksitasi (fase 4). Jadi menghambat

kecepatan konduksi dan memperpanjang masa refrakter

efektif .Golongan obat ini : sulfas kinidin, prokainamid,

diisopiramid dan ajmaline.

- Golongan 1b

Menghambat penanjakan potensial aksi namun memperpendek

durasi potensial aksi. Obat- obat yang termasuk golongan ini

adalah : lignokain, fenitoin, tokainid dan meksiletin.

- Golongan 1c

Memiliki sifat- sifat seperti golongan 1a dan 1b, namun hanya

sedikit mempengaruhi durasi potensial aksi. Walaupun demikian

obat- obat golongan ini memperpanjang interval PR dan QRS.

Yang termasuk dalam golongan ini adalah enkainid, flekainid,

lorkainid dan propafenon.

b) Kelas 2

Obat- obat yang memperlambat konduksi dan masa refrakter di nodus

AV. Termasuk di dalam golongan ini adalah obat- obat β-blockers

seperti atenolol, metoprolol, bisoprosol, propranolol dan lain- lain.

c) Kelas 3

Obat- obat yang memperpanjang durasi potensial aksi atau masa

refrakter efektif (menghambatkanal K+) sehingga memperpanjang

interval QT, namun tidak mempengaruhi penanjakan, amplituo, dan

potensial aksi istirahat. Termasuk di dalam golongan ini adalah

amiodaron, drone-darone, sotalol, dofetilide dan ibutilide.

d) Kelas 4

Page 23: Modul Berdebar

Obat- obat ini memperpanjang konduksi dan masa refrakter nodus AV

sehingga memperpanjang interval PR. Termasuk di dalam golongan

ini CCB non-dihidropiridin : verapamil dan diltiazem.

REGURGITASI MITRAL (3)

A. PENDAHULUAN

Regurgitasi mitral (insufisiensi mitral) adalah keadaan di mana terdapat

aliran darah balik dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri pada saat sistol, akibat

tidak dapat menutupnya katup mitral secara sempurna. Dengan demikian aliran

darah saat sistol akan terbagi dua, disamping ke aorta yang seterusnya ke aliran

darah sistemik, sebagai fungsi utama, juga akan masuk ke atrium kiri. Akan tetapi

daya pompa jantung jadi tidak efisien dengan berbagai tingkat klinisnya, mulai

dari yang asimtomatis sampai gagal jantung berat. Dari segi proses terjadinya

mitral regurgitasi dapat dibagi menjadi mitral regurgitasi yang akut, transient atau

bersifat sementara, dan kronik. Sedangkan etiologi regurgitasi mitral sangat

banyak.

Struktur dan fungsi komponen katup mitral

Katup mitral terdiri dari empat komponen utama yaitu:

Anulus katup mitral. Terdiri dari bagian yang kaku yang berhubungan dengan

annulus katup aorta. Terdiri dari jaringan fibrosa dan merupakan bagian dari

pangkal katup mitral bagian anterior. Bagian annulus mitralis yang lain yaitu

bagian yang dinamik, bagian yang terbesar dan tempat pangkal dari daun katup

mitral bagian posterior.

Daun katup. Terdiri dari daun katup anterior dan posterior. Keduanya asimetris.

Celah dari kedua katup ini disebut komisura, bagian anteromedial dan

posterolateral.

Chordae tendinea. Terdiri dari dua berkas, berpangkal pada muskulus papilaris.

Berkas chordae tendinea ini menempel pada masing-masing daun katup, yang

berfungsi untuk menopang daun katup mitral dalam berkoaptasi. Setiap berkas

chorda terdiri dari beberapa serabut yang fleksibel.

Page 24: Modul Berdebar

Muskulus papillaris. Terdiri dari 2 buah, tempat berpangkalnya kedua chordae

tendinea, dan berhubungan langsung dengan dinding ventrikel kiri. Berfungsi

untuk menyanggah kedua chorda. Muskulus papilaris adalah bagian dari

endokardium yang menonjol, satu di medial, dan satu lagi di dinding lateral.

Kelainan pada apparatus mitral ini pada keadaan regurgitasi bisa saja hanya satu

dari keempat komponen tadi.

B. ETIOLOGI

Etiologi regurgitasi mitral (MR) sangat banyak, erat hubungannya dengan

klinisnya MR akut atau MR kronik.

Etiologi MR akut :

1. MR primer akut non iskemia yang terdiri dari:

- ruptur korda spontan

- endokarditis infektif

- degerasi miksomatous dari valvular

- hipovolemia pada mitral valve prolapsed (MVP)

2. MR karena iskemia akut

Akibat adanya iskemia akut, maka akan teradi gangguan fungsi ventrikel

kiri, annular geometri atau gangguan fungsi muskularis. MR juga bisa

timbul sebagai kelanjutan dari infark akut, di mana terjadi remodeling

miokard, gangguan fungsi muskulus papilaris, dan dilatasi annulus,

gangguan koaptasi katup mitral, selanjutnya timbul MR.

3. MR akut sekunder pada kardiomiopati

Pada kardiomiopati terdapat penebalan dari miokard yang tidak

proporsional dan bisa asimetris, yang berakibat kedua muskulus papilaris

berubah posisi, akibatnya tidak berfungsi dengan sempurna, selanjutnya

penutupan katup mitral ini tidak sempurna.

Page 25: Modul Berdebar

Etiologi MR kronik

Etiologi MR kronik sangat banyak. MR kronik dapat terjadi pada penyakit jantung

valvular yang berlangsung secara ”slowly progressive”, seperti pada penyakit

jantung rematik. Dapat juga terjadi sebagai konsekuensi lesi akut seperti perforasi

katup atau ruptur korda yang tidak pernah memperlihatkan gejala-gejala akut,

namun dapat diadaptasi sampai sampai timbul bentuk kronis dari MR. Beberapa

jenis etiologi MR kronik terdiri dari hal-hal sebagai berikut:

1. MR karena rematik

Biasanya disertai juga dengan stenosis mitral berbagai tingkatan dan fusi

dari commissural, hanya sekitar 10% kasus rematik mitral murni MR tanpa

ada stenosis. MR berat karena ada rheuma yang memerlukan tindakan

operasi masih sering ditemukan pada negara-negara yang sedang

berkembang, tetapi sudah jarang di negara-negara yang sudah maju.

Biasanya lesi rematik dapat berupa retraksi fibrosis pada apparatus valvuler

yang mengakibatkan koaptasi dari katup mitral tidak berfungsi secara

sempurna. Pada kasus-kasus MR yng mengalami koreksi operasi, terdapat

3-40% karena atas dasar reumatik.

2. MR degeratif

Yang paling sering penyebabnya adalah mitral valve prolapsed (MVP), di

mana terjadinya gerakan abnormal dari daun katup mitral ke dalam atrium

kiri saat sistol, diakibatkan oleh tidak adekuatnya sokongan dari korda,

memanjang atau ruptur, dan terdapat jaringan valvular yang berlebihan. Di

negara-negara maju, lesi MVP merupakan lesi yang terbanyak didapatkan,

20-70% dari kasus-kasus MR ynag mendapat tindakan koreksi dengan

operasi.

3. MR karena endocarditis infektif

Infektif endocarditis dapat menyebabkan destruksi dan perforasi dari daun

katup.

4. MR karena iskemia atau MR fungsional

Page 26: Modul Berdebar

Timbul sebagai akibat adanya disfungsi muskulus papilaris yang bersifat

transient atau permanen akibat adanya iskemia kronis. Iskemia kronik dan

MR fungsional dapat juga terjadi akibat dilatasi ventrikel kiri, aneurisme

ventrikel, miokardipati atau miokarditis.

5. Penyebab lain MR kronik

Masih sangat banyak, walau sangat jarang ditemukan, seperti penyakit

jaringan ikat, sindrom Marfan, sindrom antikardiolipin, sindrom SLE, dan

lain-lain.

C. PATOFISIOLOGI

MITRAL REGURGITASI AKUT

Pada MR primer akut, atrium kiri dan ventrikel kiri yang sebelumnya

normal-normal saja, tiba-tiba mendapat beban yang berlebihan (“severe volume

overload”). Pada saat sistol atrium kiri akan mengalami pengisian yang

berlebihan, di samping aliran darah yang biasa dari vena-vena pulmonalis, juga

mendapat aliran darah tambahan dari ventrikel kiri akibat regurgitasi tadi.

Sebaliknya pada saat diastol, volume darah yang masuk ke ventrikel kiri akan

mengalami peningkatan yang berasal dari atrium kiri yang mengalami volume

overload tadi. Dinding ventrikel kiri cukup tebal tidak akan berdilatasi, namun

akan mengakibatkan mekanisme Frank-Starling akan berlangsung secara

maksimal, yang selanjutnya pasien masuk dalam keadaan dekompensasi jantung

kiri akut. Tekanan atau volume ventrikel kiri yang berlebih diteruskan ke atrium

kiri, selanjutnya vena-vena pulmonalis dan timbullah edema paru yang akut. Pada

saat yang bersamaan pada fase sistol di mana ventrikel kiri meningkat, tekanan

afterload berkurang akibat regurgiasi ke atrium kiri yang bisa mencapai 50% dari

strok volume ventrikel kiri. Aliran darah ke aorta (sistemik) akan berkurang

karena berbagi ke atrium kiri. Akibatnya cardiac output akan berkurang walaupun

fungsi ventrikel kiri sebelumnya masih normal atau bahkan di atas normal. Pada

Page 27: Modul Berdebar

keadaan seperti ini, pasien akan memperlihatkan gejaa-gejala gagal jantung kiri

akut, kongesti paru, dan penurunan cardiac output.

MITRAL REGURGITASI KRONIK

Tidak sempurnanya koaptasi dari kedua daun katup mitral pada fase sistol,

menimbulkan ada pintu/celah terbuka (“regurgitant orifice”) untuk aliran darah

balik ke atrium kiri. Adanya “systolic pressure gradient” antara ventrikel kiri dan

atrium kiri, akan mendorong darah balik ke atrium kiri. Volume darah yang balik

ke atrium kiri disebut “volume regurgitant”, dan presentase regurgitan volume

dibanding dari total ejection ventrikel kiri, disebut sebagai fraksi regurgitan.

Dengan demikian pada fase sistol akan terdapat beban pengisian atrium kiri yang

meningkat dan pada fase diastol beban pengisian ventrikel kiri juga akan

meningkat yang lama kelamaan akan memperburuk performance ventrikel kiri

(“remodeling”).

Pada MR kronis terjadi dilatasi ventrikel kiri, walau lebih ringan

ketimbang pada regurgitasi aorta (AR), pada tingkat regurgitasi yang sama.

Tekanan volume akhir diastol dan regangan dinding ventrikel akan meningkat.

Volume akhir sistol akan meningkat pada MR kronik, meskipun demikian,

regangan akhir sistol dinding ventrikel kiri biasanya masih normal. Seanjutnya

massa ventrikel kiri pada MR akan meningkat sejajar dengan besarnya dilatasi

ventrikel kiri.

Fungsi ventrikel kiri sulit dinilai karena ada perubahan pada preload dan

afterload. Afterload lebih sulit lagi dinilai karena ada aliran darah regurgitasi ke

atrium kiri, yang sedikit banyak akan mengurangi tahanan pengeluaran darah dari

ventrikel kiri , padahal pengukuran afterload dan regangan akhir dinding ventrikel

kiri masih dalam batas normal. Bagaimanapun juga, terdapat korelasi terbalik

antara tekanan akhir dinding ventrikel dengan fraksi ejeksi pada MR.

Petunjuk yang cukup komplek dengan memakai afterload seperti regangan

akhir sistolik dinding ventrikel kiri atau elastan maksimum yang disejajarkan

dengan volume ventrikel kiri, dapat dipakai sebagai pengukur perubahan fungsi

Page 28: Modul Berdebar

ventrikel kiri yang cukup sensitif. Disfungsi ventrikel kiri akibat MR merupakan

tanda prognase yang tidak baik.

Fungsi diastolik pada MR sangat sulit dianalisis akibat peningkatan

volume pengisian. Relaksasi ventrikel kiri biasanya memanjang dan kekakuan

ventrikel kiri juga biasanya berkurang akibat bertambahnya diameter rongga

ventrikel kiri.

Pada pasien MR fungsional akibat penyakit jantung koroner atau

kardiomiopati, kelainan primer terdapat pada ventrikel kiri, di mana kontraktilitas

dinding ventrikel sangat berkurang, padahal daun katup mitral itu sendiri masih

normal. MR kebnyakan tidak sejajar dengan derajat disfungi ventrikel kiri, tetapi

lebih berhubungan dengan remodeling ventrikel kiri secara regional. MR

fungsional agak berbeda dengan MR organic. Pada MR fungsional, volume

regurgitasi biasanya sedikit dan dilatasi ventrikel kiri biasanya tidak proporsional

dengan derajat MR. Tetapi MR fungsional punya arti klinis yang penting,

berhubungan dengan peninggian volume dan tekanan di atrium kiri, dan suatu

pertanda penyakit miokardium yang sudah lanjut. MR fungsional sangat efektif

diobati dengan vasodilator.

D. MANIFESTASI KLINIS

MITRAL REGURGITASI AKUT

Pasien MR berat akut hampir semuanya simtomatik. Pada beberapa kasus

dapat diperberat oleh adanya rupture chordae, umumnya ditandai oleh sesak napas

dan rasa lemas yang berlebihan, yang timbul secara tiba-tiba. Kadang ruptur korda

ditandai oleh adanya nyeri dada, orthopnea, paroxysmal nocturnal dispnea dan

rasa capai kadang ditemukan pada MR akut.

Dari anamnesis juga kemungkinan dapat diperoleh perkiraan etiologi dari

MR akut. MR akut akibat iskemia berat, dapat diperkirakan pada kasus dengan

syok atau gagal jantung kongestif pada pasien dengan infark akut, terutama bila

didapatkan adanya murmur sistolik yang baru, walau kadang tidak ditemukan

murmur sistolik pada MR akut akibat iskemia, karena dapat terjadi keseimbangan

Page 29: Modul Berdebar

tekanan darah di dalam ventrikel kiri dan atrium kiri yang dapat menimbulkan

lamanya murmur memendek sehingga pada auskultasi sulit dideteksi.

MITRAL REGURGITASI KRONIS

Manifestasi klinis MR kronik, termasuk simtom, pemeriksaan fisis,

perekaman EKG, dan perubahan radiologi sangat tergantung dari derajat dan

kausa dari MR dan bagaimana performa atrium dan ventrikel kiri. Pasien dengan

MR ringan biasanya asimtomatik. MR berat dapat asimtomatik atau gejala

minimal untuk bertahun-tahun. Rasa cepat capai karena cardiac output yang

rendah dan sesak napas ringan pada saat beraktivitas, biasanya segera hilang

apabila aktivitas segera dihentikan.

Sesak napas berat saat beraktivitas, paroxysmal nocturnal dispnea, atau

edema paru bahkan hemoptisis dapat juga terjadi. Gejala-gejala berat tersebut

dapat dipicu oleh fibrilasi atrial yang baru timbul atau karena peningakatan derajat

regurgitasi, atau ruptur korda, atau menurunnya performance ventrikel kiri.

Sedangkan periode transisi dari akut menjadi kronik MR, dapat juga

terjadi misalnya dari gejala akut seperti edema paru dan gagal jantung dapat

mereda secara progresif akibat perbaikan performance ventrikel kiri atau akibat

pemberian diuretika.

E. PEMERIKSAAN FISIS

Tekanan darah biasanya normal. Pada pemeriksaan palpasi, apeks biasanya

terorong ke lateral/kiri sesuai dengan pembesaran ventrikel kiri. Thrill pada apek

pertanda terdapatnya MR berat. Juga bisa terdapat right ventricular heaving, bisa

juga didapatkan pembesaran ventrikel kanan.

Bunyi jantung pertama biasanya bergabung dengan murmur. Umumnya

normal, namun dapat mengeras pada MR karena penyakit jantung rematik. Bunyi

jantung kedua biasanya normal,. Bunyi jantung ketiga terdengar terutama pada

MR akibat kelainan organik, di mana terjadi peningkatan volume dan dilatasi

ventrikel kiri. Murmur diastolik yang bersifat rumbling pada awal diastolik bisa

juga terdengar akibat adanya peningkatan aliran darah pada fase diastol, walau

tidakdisertai oleh adanya stenosis mitral. Namun perlu diingat bahwa bunyi

Page 30: Modul Berdebar

jantung ketiga dan murmur diastolik ini biasanya bunyinya bersifat “low pitch”,

sulit dideteksi, perlu auskultasi yang hati-hati, lebih jelas terdengar pada posisi

dekubitus lateral kiri, dan pada saat ekspirasi.

Gallop atrial biasanya terdengar pada MR dengan awitan yang masih baru

dan pada MR fungsional atau iskemia serta pada irama yang masih sinus.

Pada MR karena MVP dapat terdengar mid systolic click yang merupakan

pertanda MVP, bersamaan dengan murmur sistolik. Hal ini terjadi sebagai akibat

peregangan yang tiba-tiba dari chordae tendinea.

Petanda utama dari MR dalah murmur sistolik, minimal derajat sedang,

berupa murmur holosistolik yang meliputi bunyi jantung pertama sampi bunyi

jantung kedua. Murmur biasanya bersifat blowing, tetapi bisa juga bersifat kasar

terutama pada MVP. Pada MR karena penyakit jantung valvular dan MVP dari

daun katup anterior, punctum maximum terdengar di apeks, menjalar ke aksila.

Sedangan MVP katup posterior arah jet dari murmur menuju superior dan medial.

Akibtnya murmur menjlar ke basis jantung dan sulit dibedkan dengan murmjur

karena stenosis aorta atau kardiomiopati restruktif. Murmur juga bisa terdengar di

punggung. Murmur biasanya parallel dengan derajat MR, namun tidak demikian

pada MR karena iskemi atau fungsional.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

ELEKTROKARDIOGRAFI

Gambaran EKG pada MR tidak ada yang spesifik, namun fibrilasi atrial

sering ditemukan pada MR karena kelainan organik. MR karena iskemia, Q

patologis dan LBBB bisa terlihat sedangkan pada VP bisa terlihat perubahan

segmen ST-T yang tidak spesifik.

Pada keadaan dengan irama sinus, tanda-tanda dilatasi atrium kiri dan

dilatasi atrium kanan bisa ditemukan apabila sudah ada hipertensi pulmonal yang

berat. Tanda-tanda hipertropi ventrikel kiri bisa juga ditemukan pada MR kronik.

FOTO TORAKS

Bisa memperlihatkan tanda-tanda pembesaran atrium kiri dan ventrikel kiri.

Juga tanda-tanda hipertensi pulmonal atau edema paru bisa ditemukan pada MR

Page 31: Modul Berdebar

kronik. Sedangkan pada MR akut, biasanya pembesaran jantung belum jelas,

walaupun sudah ada tanda-tanda gagal janutng kiri.

EKOKARDIOGRAFI

Ekokardiograf Doppler saat ini merupakan alat diagnostik yang utama pada

pemeriksaan pasien dengan MR. Dengan Eko Doppler, dapat diketahui morfologi

lesi katup mitral, derajat atau beratnya MMR. Juga mengetahui beratnya MR.

Juga mengetahui fungsi ventrikel kiri dan atrium kiri. Dengan eko bisa diketahui

etiologi dari MR.

G. PENATALAKSANAAN TERAPI (2)

1. Terapi Medikamentosa

MR akut

Terapi MR akut adalah secepatnya menurunkan volume regurgitan,

yang seterunya akan mengurangi hipertensi pulmonal dan tekanan

atrial dan meningkatkan strok volume. Vasodilator atrial seperti

sodium nitropusid merupakan terapi utama untuk tujuan ini.

Vasodilator arterial dapat mengurangi resistensi valvuler,

meningkatkan aliran pengeluaran, dan bersamaan dengan ini akan

terjadi pengurangan dari aliran regurgitsi. Pada saat bersmaan dengan

berkurangnya volume ventrikel kiri daoat membantu perbaikan

kompetesi katup mitral.

Pada pasien MR berat dengan hipotensi, sebaiknya pemberian sodium

Nitropusid harus dihindari. Intra Aortic Balloon Counter Pulsation

dapat diergunaakan untuk memperbiki mean arterial blood pressure,

dimana diharapkan dapat mengurangi afterload dan meningkatakan

forward output.

Penggantian katup mitral baru bisa dipertimbangkan sesduah

hemodinamik stabil

Page 32: Modul Berdebar

MR Kronik

Prevensi terhadap endokarditis infekif pada MR sangat penting.

Pasien usia muda dengan MR karena penyakit jantung rematik harus

mendapat profilaksis terhadap demam rematik. Untuk pasien dengan

AF perlu diberikan digoksin dan atau beta blocker untuk kontrol

frekuensi detak ajntung.

Antikoagulan oral harus diberikan pada pasien dengan AF. Penyekat

beta merupakan obat pilihan utama pada sindrom MVP, di mana

sering ditemukan keluhn berdebar dan nyeri dada. Diuretik sangat

bermanfaat untuk kontrol gagal jantung, dan untuk kontrol keluhan

terutama sesak napas. ACE-I dilaporkan bermanfaat pada MR dengan

disfungsi ventrikel kiri, memperbaiki survival dan memperbaiki

simtom.

2) Terapi dengan operasi

Ada beberapa pendekatan dengan rekonstruksi valvular ini, tergantung

dari morfologi lesi dan etiologi MR, dapat berupa valvular repair misalnya

pda MVP, annuloplasty, memperpendek korda dan sebagainya.

Sebelum rekontruksi ataupun sebelum replacement perlu penilaian

apparatus mitral secara cermat, dan performance dari ventrikel kiri. Namun

kadang saat direncanakan rekonstruksi, sesudah dibuka ternyata harus

diganti.

Penggantian katup mitral, dipastikan apabila dengan rekonstruksi

tidak mungkin dilakukan. Apabila diputuskan untuk replacement, maka

pilihan adalah apakah pakai katup mekanik di mana ketahanan dari valve

mechanical ini sudah terjamin, namun terdapat resiko tromboemboli dan

harus minum antikoaguln seumur hidup atau katup bioprotese di mana umur

valve sulit diprediksi, namun tidak perlu pakai antikoagulan lama.

STENOSIS MITRAL (4)

Page 33: Modul Berdebar

A. DEFENISI

Mitral stenosis adalah suatu keadaan dimana katup mitral tidak dapat

membuka secara sempurna.

B. ETIOLOGI

Stenosis mitral merupakan konsekuensi lanjut tersering setelah mengalami

karditis reuma.

C. PATOGENESIS

Abnormalitas patologis stenosis mitral antara lain fusi komisura, skar

fibrosa, dan obliterasi arsitektur katup yang normalnya berlapis sebagai akibat dari

penyembuhan valvulitis dan fibrosis superimposed. Jembatan fibrosa progresif

melalui komisura katup dapat menghasilkan deformitas yang kaku sehingga

menyebabkan orifisium kaku, yang kemudian mengalami stenosis atau

regurgitasi. Daun katup menjadi terkalsifikasi dan chorda tendineae menebal,

mengalami fusi, serta memendek.

D. GEJALA KLINIS

- Rasa lelah

- Sesak napas

- Ortopneu

- Dispnu nocturnal

- Palpitasi

- Hemoptisis (jarang ditemukan)

E. TANDA KLINIS

- Bunyi S1 keras pada saat auskultasi

- Murmur mid-diastolik

- Opening snap

- Edema paru

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

ELEKTROKARDIOGRAFI

Page 34: Modul Berdebar

Pada EKG, gambaran stenosis mitral tidak spesifik, jika pasien memiliki irama

sinus, gelombang P bifasik yang lebar didapatkan pada 90% pasien dengan

stenosis mitral.

RADIOFRAFI

Pada radiografi pasien stenosis mitral, ukuran jantung toraks normal kecuali

hipertensi paru yang lama telah menyebabkan dilatasi ruang sisi kanan. Atrium

kiri membesar secara selektif, menyebabkan dilatasi pada bronkus utama kiri.

Pada manula, kalsifikasi katup mitral (pada posisi lateral) harus dibedakan dari

kalsifikasi annulus mitral. Bila tekanan atrium kiri meningkat, terdapat distensi

vena pulmonalis diikuti oleh diversi darah lobus atas dan tanda radiografi edema

interstisial dan alveolar.

EKOKARDIOGRAFI

Ekokardiografi dikombinasikan dengan pemeriksaan Doppler dapat dengan baik

menentukan apakah prosedur konservatif (misalnya valvotomi atau perbaikan

katup) cocok dilakukan. Ekokardiografi menunjukkan penebalan katup dan

penurunan laju penutupan mid-diastolik pada daun katup anterior.

G. PENATALAKSANAAN

Tujuan dari terapi medis pada stenosis mitral adalah mengontrol denyut

ventrikel, menurunkan tekanan atrium kiri, dan mencegah tromboemboli sistemik.

1. Digoksin merupakan obat pilihan dengan dosis yang cukup untuk

mempertahankan denyut ventrikel istirahat antara 60 dan 70 denyut per

menit, biasanya 0,125-0,25 mg/hari tergantung pada usia, berat badan, dan

fungsi ginjal.

2. Kesulitan mengontrol denyut mungkin membutuhkan tambahan penyekat

β dosis kecil (misalnya atenolol 25 mg sekali sehari) atau antagonis

kalsium (misalnya verapamil 40 mg dua kali sehari). Obat alternatif antara

lain penyekat β saja atau amiodaron.

Page 35: Modul Berdebar

3. Jika terdapat pembesaran atrium kiri, membutuhkan anti koagulasi dengan

warfarin yang bertujuan untuk mempertahankan international normalized

ratio (INR) antara 2,0-2,5.

4. Terapi diuretik untuk retensi cairan

5. Bila pasien tetap mengalami keterbatasan fisik bermakna walaupun

diberikan terapi diuretik dan control denyut ventrikel, harus

dipertimbangkan menjalani pembedahan yaitu valvotomi mitral terbuka

sesuai untuk valvuloplasti balon mitral atau penggantian katup mitral

dengan prostesis mekanik.

PENYAKIT JANTUNG TIROID (3)

A. DEFINISI

Gangguan fungsi tiroid berupa peningkatan atau penurunan sekresi tiroid yang

dapat menimbulkan kelainan pada jantung.

B. ETIOLOGI

Penyakit jantung tiroid dapat disebabkan oleh keadaan hipertiroidisme dan

hipotiroidisme

C. PATOFISIOLOGI

Hormon tirioid mempunyai banyak efek pada proses metabolik di semua

jaringan, terutama di jantung yang paling sensitif terhadap perubahannya.

Pengaruh horomon tiroid pada jantung digolongkan menjadi 3 kategori; efek

terhadap jantung langsung, efek hormon tiroid pada sistem simpatis dan efek

sekunder terhadap perubahan hemodinamik. ( 1 )

Hormon tiroid sangat mempengaruhi sistem kardiovaskular dengan

beberapa mekanisme baik secara langsung maupun tak langsung, baik dalam

keadaan hipotiroid maupun hipertiroid. Hormon tiroid meningkatkan metabolisme

tubuh total dan konsumsi oksigen berlebih yang secara tidak langsung

Page 36: Modul Berdebar

meningkatkan beban kerja jantung. Mekanisme secara pasti belum diketahui,

hormon tiroid menyebabkan efek inotropik, kronotropik, dan dromotropik uang

mirip dengan stimulasi adrenergik ( takikardia dan peningkatan kardiac output )

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis kardiovaskuler hipertiroidisme adalah palpitasi biasanya

yang menyebabkan seseorang berobat ke dokter. Disamping itu hipertensi sistolik,

kelelahan atau dengan dasar penyakit jantung yang sudah ada, angina atau gagal

jantung. Sinus takikardia dijumpai 40% pasien dan 15% dengan fibrilasi atrial.

Dapat dijumpai gangguan hiperdinamik pada perkordial, peningkatan tekanan

nadi, intensitas suara jantung pertama, suara jantung ke 2 komponen pulmonal,

suara jantung ke 3 meningkat. Hipertiroidisme meningkatkan insidensi prolaps

katup mitral, dan beberapa kasus dapat didengar mid sistolik murmur yang baik

pada terdengar pada batas sternal kiri dengan atau tanpa sistolik klik ejeksi.

Manifestasi klinis kardiovaskuler hipotiroidisme adalah penurunan kardiac

output, volume sekuncup, denyut jantung, tekanan darah dan tekanan nadi.

E. PENATALAKSANAAN

Terapi dasar hipertiroidisme berupa takikardi adalah obat golongan

penghambat adrenergik beta bersama-sama dengan obat anti tiroid seperti propil

tiourasil ( PTU ) dan metimasol atau radioiodin sebelum tindakan operasi.

Dapat pula diberikan Iodium radioaktif kecuali pada penderita berusia dibawah 14

tahun dan pada wanita hamil. Dapat pula diberikan preparat digitalis.

10. Sebutkan factor penyulit dan prognosis terhadapa gangguan kardiovaskuler

terutama dengan keluhan palpitasi!

Prognosis dari palpitasi tergantung pada etiologi yang mendasarinya serta

karakteristik klinis dari pasien. Meskipun angka kematian yang diakibatkan oleh

palpitasi rendah, namun tetap harus diperhatikan komplikasi penyakit yang

mungkin timbul. Kondisi pasien dengan palpitasi bisa menjadi serius jika terdapat

riwayat pasien dengan penyakit jantung structural atau riwayat keluarga yang mati

Page 37: Modul Berdebar

mendadak. Selain itu, penting untuk diingat jika palpitasi berhubungan dengan

gejala gangguan hemodinamik (dyspnoea, sinkop, presyncope, pusing, kelelahan,

nyeri dada ). Di satu sisi, tergantung pada karakteristik klinis dari palpitasi pasien,

misalnya karena aritmia atau fibrilasi atrium, maka bisa saja menimbulkan

prognosis yang buruk. Di sisi lain, pada pasien yang tidak memiliki riwayat

penyakit jantung yang relevan, palpitasi (terutama jika karena kecemasan)

umumnya memiliki prognosis yang jinak. Sebuah studi di Amerika retrospektif

yang menganalisa catatan kasus yang diperoleh dari dokter umum tidak

menemukan perbedaan dalam 5 tahun mortalitas dan morbiditas antara pasien

dengan palpitasi dan kelompok kontrol tanpa gejala. (5)

11. Bagaiman prosedur tindakan awal pada pasien dengan keluhan palpitasi di

ruang UGD?

Terapi untuk palpitasi disesuaikan dengan etiologinya. Untuk

penanganan awal pada pasien palpitasi dan sesak adalah diberikan O2 untuk

menangani hypoxia pada pasien. Untuk penanganan palpitasi yang akurat,

diperlukan pemeriksaan lanjutan seperti EKG untuk memastikan penyebab

pasti dari palpitasi (cardiovascular atau non-cardivascular) . Namun untuk

penanganan awal dapat dilakukan Vagal Maneuver. Maneuver vagal

misalnya : dengan carotid sinus message, valsalva maneuver, gagging atau

merendammuka di dalam air dingin. (5)

Page 38: Modul Berdebar

DAFTAR PUSTAKA

1. Douglas G, dkk. 2009. Pemeriksaan Klinis Robertson C. Churchill

Livingston 12 edition. Jakarta :

2. Kabo P. 2010. Bagaimana Menggunakan Obat-Obat Kardiovaskuler

Secara Rasional. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

3. Aru W. Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid IV.

Jakarta : Internal Publishing

4. Huon H. Gray, dkk. 2005. Lecture Notes Kardiologi. Jakarta : Erlangga

Medical Series

5. Management of Patients with Palpitations : European Heart Rhytm

Association. 2011 [cited 21 Maret 2013]; Available from:

http://europace.oxfordjournals.org/content/13/7/920.full.pdf+html

6. Gleadle, Jonathan, dkk. 2002. At Glance Anamnesia dan Pemeriksaan

Fisik. Jakarta : Erlangga

7. Swartz H. Mark. 2005. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC

8. Baras, Faisal, dkk. 1998. Buku Ajar Kardiologi FKUI. Jakarta : Gaya Baru