Upload
daniel-hill
View
40
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Flavonoid
Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok fenol yang terbesar yang ditemukan di alam.
Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning
yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid merupakan pigmen tumbuhan dengan
warna kuning, kuning jeruk, dan merah dapat ditemukan pada buah, sayuran, kacang, biji,
batang, bunga, herba, rempah-rempah, serta produk pangan dan obat dari tumbuhan seperti
minyak zaitun, teh, cokelat, anggur merah, dan obat herbal. Flavonoid juga dikenal sebagai
vitamin P dan citrin, dan merupakan pigmen yang diproduksi oleh sejumlah tanaman sebagai
warna pada bunga yang dihasilkan. Bagian tanaman yang bertugas untuk memproduksi flavonoid
adalah bagian akar yang dibantu oleh rhizobia, bakteri tanah yang bertugas untuk menjaga dan
memperbaiki kandungan nitrogen dalam tanah.
Senyawa ini berperan penting dalam menentukan warna, rasa, bau, serta kualitas nutrisi
makanan. Tumbuhan umumnya hanya menghasilkan senyawa flavonoid tertentu. Keberadaan
flavonoid pada tingkat spesies, genus atau familia menunjukkan proses evolusi yang terjadi
sepanjang sejarah hidupnya. Bagi tumbuhan, senyawa flavonoid berperan dalam pertahanan diri
terhadap hama, penyakit, herbivori, kompetisi, interaksi dengan mikrobia, dormansi biji,
pelindung terhadap radiasi sinar UV, molekul sinyal pada berbagai jalur transduksi, serta
molekul sinyal pada polinasi dan fertilitas jantan.
Senyawa flavonoid untuk obat mula-mula diperkenalkan oleh seorang Amerika bernama
Gyorgy (1936). Secara tidak sengaja Gyorgy memberikan ekstrak vitamin C (asam askorbat)
kepada seorang dokter untuk mengobati penderita pendarahan kapiler subkutaneus dan ternyata
dapat disembuhkan. Mc.Clure (1986) menemukan pula oleh bahwa senyawa flavonoid yang
diekstrak dari Capsicum anunuum serta Citrus limon juga dapat menyembuhkan pendarahan
kapiler subkutan. Mekanisme aktivitas senyawa tersebut dapat dipandang sebagai fungsi “alat
komunikasi‟ (molecular messenger) dalam proses interaksi antar sel, yang selanjutnya dapat
berpengaruh terhadap proses metabolisme sel atau mahluk hidup yang bersangkutan, baik
bersifat negatif (menghambat) maupun bersifat positif (menstimulasi).
Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam
berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Komponen tersebut pada umumnya terdapat
dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula. Lebih dari 4000 jenis flavonoid
telah diidentifikasi dan beberapa di antaranya berperan dalam pewarnaan bunga, buah,dan daun
(de Groot & Rauen, 1998). Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula
terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur.
Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur
biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti
flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-
buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna
merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau.
Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh
serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis
ulat tertentu.
Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti flavonoida yang memberikan kontribusi
keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-buahan di alam. Flavin memberikan warna
kuning atau jingga, antodianin memberikan warna merah, ungu atau biru, yaitu semua warna
yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau. Secara biologis flavonoida memainkan peranan
penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa
pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis ulat tertentu.
Flavonoid merupakan kelompok senyawa fenolik terbesar yang ditemukan di alam dan
berasal dari tumbuhan tingkat tinggi. Flavonoid mempunyai kerangka dasar dengan 15 atom
karbon, dimana dua cincin benzen (C6) terikat pada satu rantai propan (C3) sehingga membentuk
suatu susunan (C6-C3-C6) dengan struktur 1,3-diarilpropan. Senyawa-senyawa flavonoid terdiri
dari beberapa jenis, bergantung pada tingkat oksidasi rantai propan dari sistem 1,3-diarilpropan
[Achmad, 1985]. Agar mudah, cincin diberi tanda A, B, dan C,atom karbon dinomori menurut
sistem penomoran yang menggunakan angka biasa untuk cincin A dan C, serta angka “beraksen”
untuk cincin B.
Flavonoid adalah senyawa yang tersusun dari 15 atom karbon dan terdiri dari 2 cincin
benzen yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid
dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1. Flavonoid yang memiliki cincin ketiga berupa gugus piran. Flavonoid ini disebut
flavan atau fenilbenzopiran. Turunan flavan banyak digunakan sebagai astringen
(turunan tanin).
2. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus piron. Flavonoid ini disebut
flavon atau fenilbenzopiron. Turunan flavon adalah jenis flavonoid yang paling
banyak memiliki aktivitas farmakologi.
3. Flavonoid yang memiiliki cincin ketiga berupa gugus pirilium. Flavonoid ini
disebut flavilium atau antosian. Turunan pirilium biasa digunakan sebagai pewarna
alami
Kerangka dasar karbon pada flavonoid merupakan kombinasi antara jalur sikhimat dan
jalur asetat-malonat yang merupakan dua jalur utama biosintesis cincin aromatik. Cincin A dari
struktur flavonoid berasal dari jalur poliketida (jalur asetat-malonat), yaitu kondensasi tiga unit
asetat atau malonat, sedangkan cincin B dan tiga atom karbon dari rantai propan berasal dari
jalur fenilpropanoid (jalur sikhimat) [Achmad, 1985].
Modifikasi flavonoid lebih lanjut, dapat mungkin terjadi pada berbagai tahap dan
menghasilkan penambahan atau pengurangan gugus hidroksil, metilasi gugus hidroksil atau inti
flavonoid, isoprenilasi gugus hidroksil atau inti flavonoid, metilenasi gugus orto-dihidroksil,
dimerisasi (pembentukan biflavonoid), pembentukan bisulfat, dan yang terpenting adalah
glikosilasi gugus hidroksil(pembentukan flavonoid O-glikosida) atau inti flavonoid
(pembentukanflavonoid C-glikosida) (Markham, 1988).
Markham (1988) menyatakan bahwa flavonoid pertama yang dihasilkan pada alur
biosintesis flavonoid ialah khalkon, dan semua turunan flavon diturunkan darinya melalui
berbagai alur. Semua golonganflavonoid saling berkaitan, karena berasal dari alur biosintesis
yangsama. Cincin A terbentuk karena kondensasi ekor-kepala dari tiga unit asam asetat-malonat
atau berasal dari jalur poliketida. Cincin B serta satuan tiga atom karbon dari rantai propan yang
merupakan kerangka dasar C6 – C3 berasal dari jalurasam sikimat (Manitto, 1981).
Polifenol dan turunannya telah lama dikenal memiliki aktivitas antibakteri,
antimelanogenesis, antioksidan dan antimutagen. Sebagai antioksidan polifenol berperan sebagai
penangkap radikal bebas penyebab peroksidasi lipid yang dapat menimbulkan kerusakan pada
bahan makanan, selain itu senyawa antioksidan berfungsi mencegah kerusakan sel dan DNA
akibat adanya senyawa radikal bebas. Senyawa flavonoid yang merupakan salah satu golongan
dari polifenol sampai saat ini belum dimanfaatkan secara optimal dan masih digunakan secara
terbatas. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid tidak stabil terhadap perubahan pengaruh
oksidasi, cahaya, dan perubahan kimia, sehingga apabila teroksidasi strukturnya akan berubah
dan fungsinya sebagai bahan aktif akan menurun bahkan hilang dan kelarutannya rendah.
Kestabilan dan kelarutan dapat ditingkatkan dengan cara mengubah senyawa flavonoid menjadi
bentuk glikosida melalui reaksi kimia maupun enzimatik dengan bantuan enzim transferase.
Senyawa-senyawa flavanoid yang umumnya bersifat antioksidan dan banyak yang telah
digunakan sebagai salah satu komponen bahan baku obat-obatan. Bahkan, berdasarkan penelitian
di Jepang, ditemukan molekul isoflavon di dalam tempe. Oleh karena molekul isoflavon bersifat
antioksidan maka tempe merupakan sumber pangan yang baik untuk menjaga kesehatan, selain
kandungan gizinya tinggi.
B. Struktur Flavonoid:
Istilah flavonoida diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata flavon,
yaitu nama dari salah satu flavonoid yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-
senyawa flavon ini mempunyai kerangka 2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan
atom karbon yang terikat pada cincin B dari 1.3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan
oksigen sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi dari
rantai propana dari sistem 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis yang
banyak ditemukan dialam sering sekali disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya senyawa
flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat alkoksilasi atau glikosilasi dari struktur tersebut.
Senyawa-senyawa isoflavonoid dan neoflavonoida hanya ditemukan dalam beberapa jenis
tumbuhan, terutama suku Leguminosae.
C. Klasifikasi Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan metabolit sekunder yang paling beragam dan tersebar luas. Sekitar
5-10% metabolit sekunder tumbuhan adalah flavonoid, dengan struktur kimia dan peran biologi
yang sangat beragam Senyawa ini dibentuk dari jalur shikimate dan fenilpropanoid, dengan
beberapa alternatif biosintesis. Flavonoid banyak terdapat dalam tumbuhan hijau (kecuali alga),
khususnya tumbuhan berpembuluh. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah buni dan biji. Kira-kira 2% dari
seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuh-tumbuhan diubah menjadi flavonoid. Flavonoid
merupakan turunan fenol yang memiliki struktur dasar fenilbenzopiron (tokoferol), dicirikan
oleh kerangka 15 karbon (C6-C3-C6) yang terdiri dari satu cincin teroksigenasi dan dua cincin
aromatis. Substitusi gugus kimia pada flavonoid umumnya berupa hidroksilasi, metoksilasi,
metilasi dan glikosilasi.
Klasifikasi flavonoid sangat beragam, di antaranya ada yang mengklasifikasikan
flavonoid menjadi flavon, flavonon, isoflavon, flavanol, flavanon, antosianin, dan kalkon. Lebih
dari 6467 senyawa flavonoid telah diidentifikasi dan jumlahnya terus meningkat. Kebanyakan
flavonoid berbentuk monomer, tetapi terdapat pula bentuk dimer (biflavonoid), trimer, tetramer,
dan polimer. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kata
flavon, yaitu nama dari salah satu flavonoida yang terbesar jumlahnya dalam tumbuhan.
Masing-masing jenis senyawa flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida
mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu posisi 2,4,6. cincin B flavonoid
mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi para atau dua pada posisi para dan meta atau
tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin A selalu mempunyai gugus hidroksil yang
letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan kemungkinan untuk terbentuk cincin
heterosikllis dalam senyawa trisiklis. Beberapa senyawa flavonoida adalah sebagai berikut :
Cincin A – COCH2CH2 – Cincin B —————————– Hidrokalkon
Cincin A – COCH2CHOH – Cincin B ————————– Flavanon, kalkon
Cincin A – COCH2CO – Cincin B —————————— Flavon
Cincin A – CH2COCO – Cincin B —————————— Antosianin
Cincin A – COCOCH2 – Cincin B ——————————- Auron
Senyawa-senyawa flavonoid terdiri dari beberapa jenis tergantung pada tingkat oksidasi
dari rantai propane dari system 1,3-diarilpropana. Flavon, flavonol dan antosianidin adalah jenis
yang banyak ditemukan di alam sehingga sering disebut sebagai flavonoida utama. Banyaknya
senyawa flavonoida ini disebabkan oleh berbagai tingkat hidroksilasi, alkoksilasi atau glikosilasi
dari struktur tersebut. Senyawa-senyawa isoflavonoida dan neoflavonoida hanya ditemukan
dalam beberapa jenis tumbuhan, terutama suku leguminosae. Masing-masing jenis senyawa
flavonoida mempunyai struktur dasar tertentu. Flavonoida mempunyai beberapa cirri struktur
yaitu: cincin A dari struktur flavonoida mempunyai pola oksigenasi yang berselang-seling yaitu
pada posisi 2,4 dan 6. Cincin B flavonoida mempunyai satu gugus fungsi oksigen pada posisi
para atau dua pada posisi para dan meta aau tiga pada posisi satu di para dan dua di meta. Cincin
A selalu mempunyai gugus hidroksil yang letaknya sedemikian rupa sehingga memberikan
kemungkinan untuk terbentuk cincin heterosiklik dalam senyawa trisiklis. Flavonoid mempunyai
kerangka dasar karbon yang terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua cincin benzene (C6) terikat
pada suatu rantaipropana (C3) sehingga membentuk suatu susunan C6-C3-C6. Susunan ini dapat
menghasilkan tiga jenis struktur senyawa flavonoida, yaitu:
1. Flavonoida atau 1,3-diarilpropana
Beberapa senyawa flavonoida yang ditemukan di alam adalah sebagai berikut
a) Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. Secara kimia antosianin merupakan turunan suatu struktur aromatik tunggal, yaitu
sianidin, dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan penambahan atau pengurangan
gugus hidroksil atau dengan metilasi. Antosianin tidak mantap dalam larutan netral atau basa.
Karena itu antosianin harus diekstraksi dari tumbuhan dengan pelarut yang mengandung asam
asetat atau asam hidroklorida (misalnya metanol yang mengandung HCl pekat 1%) dan
larutannya harus disimpan di tempat gelap serta sebaiknya didinginkan. Antosianidin ialah
aglikon antosianin yang terbentuk bila antosianin dihidrolisis dengan asam. Antosianidin
terdapat enam jenis secara umum, yaitu : sianidin, pelargonidin, peonidin, petunidin, malvidin
dan delfinidin.
Antosianidin adalah senyawa flavonoid secara struktur termasuk kelompok flavon.
Glikosida antosianidin dikenal sebagai antosianin. Nama ini berasal dari bahasa Yunani antho-,
bunga dan kyanos-, biru. Senyawa ini tergolong pigmen dan pembentuk warna pada tanaman
yang ditentukan oleh pH dari lingkungannya. Senyawa paling umum adalah antosianidin,
sianidin yang terjadi dalam sekitar 80 persen dari pigmen daun tumbuhan, 69 persen dari buah-
buahan dan 50 persen dari bunga. Kebanyakan warna bunga merah dan biru disebabkan
antosianin. Bagian bukan gula dari glukosida itu disebut suatu antosianidin dan merupakan suatu
tipe garam flavilium. Warna tertentu yang diberikan oleh suatu antosianin, sebagian bergantung
pada pH bunga. Warna biru bunga cornflower dan warna merah bunga mawar disebabkan oleh
antosianin yang sama, yakni sianin. Dalam sekuntum mawar merah, sianin berada dalam bentuk
fenol. Dalam cornflower biru, sianin berada dalam bentuk anionnya, dengan hilangnya sebuah
proton dari salah satu gugus fenolnya. Dalam hal ini, sianin serupa dengan indikator asam-basa.
Istilah garam flavilium berasal dari nama untuk flavon, yang merupakan senyawa tidak
berwarna. Adisi gugus hidroksil menghasilkan flavonol, yang berwarna kuning.
Dalam pengidentifikasian antosianin atau flavonoid yang kepolarannya rendah, daun
segar atau daun bunga jangan dikeringkan tetapi harus digerus dengan MeOH. Ekstraksi hampir
segera terjadi seperti terbukti dari warna larutan. Flavonoid yang kepolarannya rendah dan yang
kadang-kadang terdapat pada bagian luar tumbuhan, paling baik diisolasi hanya dengan
merendam bahan tumbuhan segar dalam heksana atau eter selama beberapa menit.
Antosianin secara umum mempunyai stabilitas yang rendah. Pada pemanasan yang
tinggi, kestabilan dan ketahanan zat warna antosianin akan berubah dan mengakibatkan
kerusakan. Selain mempengaruhi warna antosianin, pH juga mempengaruhi stabilitasnya, dimana
dalam suasana asam akan berwarna merah dan suasana basa berwarna biru. Antosianin lebih
stabil dalam suasana asam daripada dalam suasana alkalis ataupun netral. Zat warna ini juga
tidak stabil dengan adanya oksigen dan asam askorbat. Asam askorbat kadang melindungi
antosianin tetapi ketika antosianin menyerap oksigen, asam askorbat akan menghalangi
terjadinya oksidasi. Pada kasus lain, jika enzim menyerang asam askorbat yang akan
menghasilkan hydrogen peroksida yang mengoksidasi sehingga antosianin mengalami perubahan
warna. Warna pigmen antosianin merah, biru, violet, dan biasanya dijumpai pada bunga, buah-
buahan dan sayur-sayuran.
Dalam tanaman terdapat dalam bentuk glikosida yaitu membentuk ester dengan
monosakarida (glukosa, galaktosa, ramnosa dan kadang-kadang pentosa). Sewaktu pemanasan
dalam asam mineral pekat, antosianin pecah menjadi antosianidin dan gula. Pada pH rendah
(asam) pigmen ini berwarna merah dan pada pH tinggi berubah menjadi violet dan kemudian
menjadi biru. Pada umumnya, zat-zat warna distabilkan dengan penambahan larutan buffer yang
sesuai. Jika zat warna tersebut memiliki pH sekitar 4 maka perlu ditambahkan larutan buffer
asetat, demikian pula zat warna yang memiliki pH yang berbeda maka harus dilakukan
penyesuaian larutan buffer. Warna merah bunga mawar dan biru pada bunga jagung terdiri dari
pigmen yang sama yaitu sianin. Perbedaannya adalah bila pada bunga mawar pigmennya berupa
garam asam sedangkan pada bunga jagung berupa garam netral. Konsentrasi pigmen juga sangat
berperan dalam menentukan warna.
Pada konsentrasi yang encer antosianin berwarna biru, sebaliknya pada konsentrasi pekat
berwarna merah dan konsentrasi biasa berwarna ungu. Adanya tanin akan banyak mengubah
warna antosianin. Dalam pengolahan sayur-sayuran adanya antosianin dan keasaman larutan
banyak menentukan warna produk tersebut. Misalnya pada pemasakan bit atau kubis merah. Bila
air pemasaknya mempunyai pH 8 atau lebih (dengan penambahan soda) maka warna menjadi
kelabu violet tetapi bila ditambahkan cuka warna akan mejadi merah terang kembali. Tetapi
jarang makanan mempunyai pH yang sangat tinggi. Dengan ion logam, antosianin membentuk
senyawa kompleks yang berwarna abu-abu violet. Karena itu pada pengalengan bahan yang
mengandung antosianin, kalengnya perlu mendapat lapisan khusus (lacquer).
b) Flavonol
Flavonol lazim sebagai konstituen tanaman yang tinggi, dan terdapat dalam berbagai
bentuk terhidroksilasi. Flavonol alami yang paling sederhana adalah galangin, 3,5,7 –tri-
hidroksiflavon; sedangkan yang paling rumit, hibissetin adalah 3,5,7,8,3’,4’,5’
heptahidroksiflavon. Bentuk khusus hidroksilasi (C6(A)-C3-C6(B), dalam mana C6 (A) adalah
turunan phloroglusional, dan cincin B adalah 4-atau 3,4-dihidroksi, diperoleh dalam 2 flavonol
yang paling lazim yaitu kaempferol dan quirsetin. Hidroksiflavonol, seperti halnya hidroksi
flavon, biasanya terdapat dalam tanaman sebagai glikosida. Flavonol kebanyakan terdapat
sebagai 3-glikosida. Meskipun flavon, flavonol, dan flavanon pada umumnya terdistribusi
melalui tanaman tinggi tetapi tidak terdapat hubungan khemotakson yang jelas. Genus Melicope
mengandung melisimpleksin dan ternatin, dan genus citrus mengandung nobiletin, tangeretin dan
3’,4’,5,6,7-pentametoksiflavon.
c) Flavonon
d) Khalkon
Polihidroksi khalkon terdapat dalam sejumlah tanaman, namun terdistribusinya di alam
tidak lazim. Alasan pokok bahwa khalkon cepat mengalami isomerasi menjadi flavanon dalam
satuan keseimbangan. Bila khalkon 2,6-dihidroksilasi, isomer flavanon mngikat 5 gugus
hidroksil, dan stabilisasi mempengaruhi ikatan hydrogen 4-karbonil-5-hidroksil maka
menyebabkan keseimbangan khalkon-flavon condong ke arah flavanon. Hingga khalkon yang
terdapat di alam memiliki gugus 2,4-hidroksil atau gugus 2-hidroksil-6-glikosilasi.
Beberapa khalkon misalnya merein, koreopsin, stillopsin, lanseolin yang terdapat dalam
tanaman, terutama sebagai pigmen daun bunga berwarna kuning, kebanyakan terdapat dalam
tanaman Heliantheaetribe, Coreopsidinae subtribe, dan family Compositea.
e) Auron (Cincin A –COCO CH2 – Cincin B)
Auron atau system cincin benzalkumaranon dinomori sebagai berikut :
1) Dihidrokhalkon.
Meskipun dihidrokhalkon jarang terdapat di alam, namun satu senyawa yang penting
yaitu phlorizin merupakan konstituen umum family Rosaceae juga terdapat dalam jenis buah-
buahan seperti apel dan pear. Phlorizin telah lama dikenal dalam bidang farmasi, ia memiliki
kesanggupan menghasilkan kondisi seperti diabetes. Phlorizin merupakan β-D-glukosida
phloretin. Phloretin mudah terurai oleh alkali kuat menjadi phloroglusional dan asam p-
hidroksihidrosinamat. Jika glukosida phlorizin dipecah dengan alkali dengan cara yang sama,
maka ternyata sisa glukosa tidak dapat terlepas dan dihasilkan phloroglusinol β-O-glukosida.
f) Flavon
Flavon mudah dipecah oleh alkali menghasilkan diasil metan atau tergantung pada
kondisi reaksi, asam benzoate yang diturunkan dari cincin A. flavon stabil terhadap asam kuat
dan eternya mudah didealkilasi dengan penambahan HI atau HBr, atau dengan aluminium
klorida dalam pelarut inert. Namun demikian, selama demetilasi tata ulang sering teramati; oleh
pengaruh asam kuat dapat menyebabkan pembukaan cincin pada cara yang lain. Sebagai contoh
demetilasi 5,8-dimetoksiflavon dengan HBr dalam asam asetat menghasilkan 5,6
dihidroksiflavon . Dalam keadaan khusus pembukaan lanjut dapat terjadi.
Demetilasi gugus 5-metoksi dalam polimetoksiflavon segera terjadi pada kondisi yang
cocok, sehingga 5-hidroksi-polimetoksiflavon mudah dibuat.
2. Isoflavonoida atau 1,2-diarilpropana.
Isoflavon terdiri atas struktur dasar C6-C3-C6, secara alami disintesa oleh tumbuh-
tumbuhan dan senyawa asam amino aromatik fenilalanin atau tirosin. Biosintesa tersebut
berlangsung secara bertahap dan melalui sederetan senyawa antara yaitu asam sinnamat, asam
kumarat, calkon, flavon dan isoflavon. Berdasarkan biosintesa tersebut maka isoflvon
digolongkan sebagai senyawa metabolit sekunder. Isoflavon termasuk dalam kelompok
flavonoid (1,2-diarilpropan) dan merupakan kelompok yang terbesar dalam kelompok tersebut.
Meskipun isoflavon merupakan salah satu metabolit sekunder, tetapi ternyata pada mikroba
seperti bakteri, algae, jamur dan lumut tidak mengandung isoflavon, karena mikroba tersebut
tidak mempunyai kemampuan untuk mensintesanya. Jenis senyawa isoflavon di alam sangat
bevariasi. Diantaranya telah berhasil diidentifikasi struktur kimianya dan diketahui fungsi
fisiologisnya, misalnya isoflavon, rotenoid dan kumestan, serta telah dapat dimanfaatkan untuk
obat-obatan.
3. Neoflavonoida atau 1,1-diarilpropana
Neoflavonoid meliputi jenis-jenis 4-arilkumarin dan berbagai dalbergoin. Penggolongan
Flavonoid Berdasarkan Jenis Ikatan
a. Flavonoid O-Glikosida
Pada senyawa ini gugus hidroksil flavonoid terikat pada satu gula atau lebih dengan
ikatan hemiasetal yang tidak tahan asam, pengaruh glikosida ini nenyebabkan flavonoid kurang
reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Gula yang paling umum terlibat adalah glukosa
disamping galaktosa, ramilosa, silosa, arabinosa, fruktosa dan kadang-kadang glukoronat dan
galakturonat. Disakarida juga dapat terikat pada flavonoid misalnya soforosa, gentibiosa,
rutinosa dan lain-lain.
b. Flavonoid C-Glikosida
Gugus gula terikat langsung pada inti benzen dengan suatu ikatan karbon-karbon yang
tahan asam. Lazim di temukan gula terikat pada atom C nomor 6 dan 8 dalam inti flavonoid.
Jenis gula yang terlibat lebih sedikit dibandingkan dengan O-glikosida. Gula paling umum
adalah galaktosa, raminosa, silosa, arabinosa.
c. Flavonoid Sulfat
Senyawa flavonoid yang mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada OH
fenol atau gula, Secara teknis termasuk bisulfate karena terdapat sebagai garam yaitu flavon O-
SO3K. Banyak berupa glikosida bisulfat yang terikat pada OH fenol yang mana saja yang masih
bebas atau pada guIa. Umumnya hanya terdapat pada Angiospermae yang mempunyai ekologi
dengan habitat air.
d.Biflavonoid
Senyawa ini mula-mula ditemukan oleh Furukawa dari ekstrak daun G. biloba berupa
senyawa berwarna kuning yang dinamai ginkgetin (I-4’, I-7-dimetoksi, II-4’, I-5, II-5, II-7-
tetrahidroksi [I-3’, II-8] biflavon). Biflavonoid (atau biflavonil, flavandiol) merupakan dimer
flavonoid yang dibentuk dari dua unit flavon atau dimer campuran antara flavon dengan flavanon
dan atau auron. Struktur dasar biflavonoid adalah 2,3-dihidroapigeninil-(I- 3′,II-3′)-apigenin.
Senyawa ini memiliki ikatan interflavanil C-C antara karbon C-3′ pada masing-masing flavon.
Beberapa biflavonoid dengan ikatan interflavanil C- O-C juga ada. Biflavonoid terdapat pada
buah, sayuran, dan bagian tumbuhan lainnya.. Hingga kini jumlah biflavonoid yang diisolasi dan
dikarakterisasi dari alam terus bertambah, namun yang diketahui bioaktivitasnya masih terbatas.
Biflavonoid yang paling banyak diteliti adalah ginkgetin, isoginkgetin, amentoflavon,
morelloflavon, robustaflavon, hinokiflavon, dan ochnaflavon. Senyawa- senyawa ini memiliki
struktur dasar yang serupa yaitu 5,7,4’-trihidroksi flavanoid, tetapi berbeda pada sifat dan letak
ikatan antar flavanoid
Sistem cincin bisiklis dinamai cincin A dan C, sedangkan cincin unisiklis dinamai cincin
B. Kedua unit monomer biflavonoid ditandai dengan angka Romawi I dan II. Posisi angka pada
masing-masing monomer dimulai dari cincin yang mengandung atom oksigen, posisi ke-9 dan
ke-10 menunjukkan karbon pada titik penyatuan Senyawa biflavonóid berperan sebagai
antioksidan, anti-inflamasi, anti kanker, anti alergi, antimikrobia, antifungi, antibakteri, antivirus,
pelindung terhadap iradiasi UV, vasorelaksan, penguat jantung, anti hipertensi, anti pembekuan
darah, dan mempengaruhi metabolisme enzim. Sebagian besar peran di atas dapat dipenuhi oleh
berbagai senyawa biflavonoid yang diekstraksi dari berbagai spesies Selaginella.
Seperti yang telah dikemukakan di atas biflavonoid merupakan flavonoid dimer yang
biasanya terlibat adalah flavon dan flavonon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi
yang sederhana, 5, 7, 4' dan ikatan antar flavonoid berupa C-C atau eter. Biflavonoid jarang
ditemukan sebagai glikosida dan penyebarannya terbatas umumnya pada paku-pakuan,
Gimnospermae, Angiospermae. Salah satu struktur flavonoid yang bernilai tinggi sebagai bahan
obat adalah biflavonoid. Di Asia Timur biflavonoid banyak dihasilkan dari daun Ginkgo biloba
L. dengan kandungan utama ginkgetin Di Afrika sub Sahara biflavonoid banyak dihasilkan dari
biji Garcinia cola Heckel dengan kandungan utama kolaviron. Di Eropa biflavonoid banyak
dihasilkan dari herba Hypericum perforatum L. dengan kandungan utama amentoflavon.
Selaginella Pal. Beauv. (Selaginellaceae Reichb.) sangat berpotensi sebagai sumber biflavonoid.
Tumbuhan ini dapat menghasilkan berbagai jenis biflavonoid, tergantung spesiesnya, serta
memiliki sebaran yang bersifat kosmopolitan sehingga dapat dibudidayakan hampir di seluruh
permukaan bumi.
D. Sifat Flavonoid
1. Sifat Fisika dan Kimia Senyawa Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa polifenol sehingga bersifat kimia senyawa fenol yaitu
agak asam dan dapat larut dalam basa, dan karena merupakan senyawa polihidroksi (gugus
hidroksil) maka juga bersifat polar sehingga dapat larut dalan pelarut polar seperti metanol,
etanol, aseton, air, butanol, dimetil sulfoksida, dimetil formamida. Disamping itu dengan adanya
gugus glikosida yang terikat pada gugus flavonoid sehingga cenderung menyebabkan flavonoid
mudah larut dalam air. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu, biru, dan
sebagai zat berwarna kuning yang ditemukan dalam tumbuh-tumbuhan. Perkembangan
pengetahuan menunjukkan bahwa flavonoid termasuk salah satu kelompok senyawa aromatik
yang termasuk polifenol dan mengandung antioksidan.
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol,
yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil yang tak tersulih, atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar dan seperti kata
pepatah lama suatu golongan akan melarutkan golongannya sendiri, maka umumnya flavonoid
larut cukupan dalam 11 pelarut polar seperti etanol (EtOH), metanol (MeOH), butanol (BuOH),
aseton, dimetilsulfoksida (DMSO), dimetilformamida (DMF), air, dan lain-lain. Sebaliknya,
aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, dan flavon serta flavonol yang
termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham,
1988).
Flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik,
antiinflamasi, dan antivirus (Stavric dan Matula, 1992). Sifat antiradikal flavonoid terutama
terhadap radikal hidroksil, anionsuperoksida, radikal peroksil, dan alkoksil (Huguet, et al., 1990;
Sichel,et al.,1991). Senyawa flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe
diketahui dapat mengkatalisis beberapa proses yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas). Aktivitas
antiperoksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe (Afanas‟av,et
al., 1989 ; Morel,et al.,1993).
Flavonoid terutama berupa senyawa yang larut dalam air. Mereka dapat diekstraksi
dengan etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak inidikocok dengan eter
minyak bumi. Flavonoid berupa senyawa fenol, karena ituwarnanya berubah bila ditambah basa
atau amonia, jadi mereka mudah dideteksipada kromatogram atau dalam larutan (Harborne, 1987
: 70).
Sifat-sifat kimia dari senyawa fenol adalah sama, akan tetapi dari segi biogenetic
senyawa senyawa ini dapat dibedakan atas dua jenis utama, yaitu:
1. Senyawa fenol yang berasal dari asam shikimat atau jalur shikimat.
2. Senyawa fenol yang berasal dari jalur asetat-malonat.
Ada juga senyawa-senyawa fenol yang berasal dari kombinasi antara kedua jalur
biosintesa ini yaitu senyawa-senyawa flanonoida. Tidak ada benda yang begitu menyolok seperti
flavonoida yang memberikan kontribusi keindahan dan kesemarakan pada bunga dan buah-
buahan di alam. Flavin memberikan warna kuning atau jingga, antodianin memberikan warna
merah, ungu atau biru, yaitu semua warna yang terdapat pada pelangi kecuali warna hijau.
Secara biologis flavonoida memainkan peranan penting dalam kaitan penyerbukan tanaman oleh
serangga. Sejumlah flavonoida mempunyai rasa pahit sehingga dapat bersifat menolak sejenis
ulat tertentu
2. Sifat Kelarutan Flavonoid
Aglikon flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia senyawa fenol,
yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa, tetapi bila dibiarkan dalam larutan basa dan di
samping itu terdapat oksigen, banyak yang akan terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus
hidroksil yang tak tersulih,atau suatu gula, flavonoid merupakan senyawa polar, maka umumnya
flavonoidcukup larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetil-
sulfoksida, dimetilformamida, air, dan lain-lain (Markham, 1988 : 15).Adanya gula yang terikat
pada flavonoid (bentuk umum yang ditemukan) cenderung menyebabkan flavonoid lebih mudah
larut dalam air dan dengan demikian campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut
yang baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon,
danflavon serta flavonol yang termetoksilasi cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti
eter dan kloroform (Markham, 1988 : 15). Kelarutan flavonoid antara lain :
1. Flavonoid polimetil atau polimetoksi larut dalam heksan, petroleum eter (PE), kloroform, eter, etil
asetat, dan etanol. Contoh: sinersetin (nonpolar).
2. Aglikon flavonoid polihidroksi tidak larut dalam heksan, PE dan kloroform; larut dalam eter, etil
asetat dan etanol; dan sedikit larut dalam air. Contoh: kuersetin (semipolar).
3. Glikosida flavonoid tidak larut dalam heksan, PE, kloroform, eter; sedikit larut dalam etil asetat
dan etanol; serta sangat larut dalam air. Contoh: rutin.
3. Kestabilan Flavonoid
Secara fisis, flavonoid bersifat stabil. Namun, secara kimiawi ada 2 jenis flavonoid yang
kurang stabil, yaitu:
1. Flavonoid O-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan eter (R-O-
R). Flavonoid jenis ini mudah terhidrolisis.
2. Flavonoid C-glikosida; dimana glikon dan aglikon dihubungkan oleh ikatan C-C.
Flavonoid jenis ini sukar terhidrolisis, tapi mudah berubah menjadi isomernya. Misalnya
viteksin, dimana gulanya mudah berpindah ke posisi 8. Perlu diketahui, kebanyakan gula
terikat pada posisi 5 dan 8, jarang terikat pada cincin B atau C karena kedua cincin
tersebut berasal dari jalur sintesis tersendiri, yaitu jalur sinamat.
E. Sumber Flavonid
Flavonoid tersebar luas pada tumbuhan tapi jarang terdapat pada bakteri, jamur dan
lumut. Dalam dunia tumbuhan, flavonoid tersebar luas dalam suku Rutaceae, Papilionaceae
(kacang-kacangan), Labiatae (Ortosiphon), Compositae (contoh: Sonchus arvensis),
Anacardiaceae, Apiaceae/Umbeliferae (seledri, pegagan, wortel), dan Euphorbiaceae (contoh:
daun singkong). Pada tingkat organ, flavonoid tersebar pada seluruh bagian tanaman seperti biji,
bunga, daun, dan batang. Pada tingkat jaringan, flavonoid banyak terdapat pada jaringan
palisade. Pada tingkat seluler, flavonoid bisa terdapat pada dinding sel, kloroplas, atau terlarut
dalam sitoplasma. Pada paku-pakuan, flavonoidnya berupa flavonoid polimetoksi sehingga
hanya terdapat pada dinding sel dan tidak terdapat pada sitoplasma karena sitoplasma
mengandung banyak air sehingga bersifat polar dan tidak dapat melarutkan flavonoid
polimetoksi.
Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu,
kulit, tepungsari, nektar, bunga, buah dan biji. Hanya sedikit catatan yang melaporkan flavonoid
pada hewan, misalnya dalam kelenjar bau berang-berang, propilis (sekresi lebah), sayap kupu-
kupu, yang mana dianggap bukan hasil biosintesis melainkan dari tumbuhan yang menjadi
makanan hewan tersebut, Senyawa antosianin sering dihubungkan dengan warna bunga
tumbuhan. Sianidin umumnya terdapat pada suku Gramineae. Senyawa biflavonoid banyak
terdapat pada subdivisi Gymnospernae sedang isoflavonoid pada suku leguminosae. Pada
tumbuhan yang mempunyai morfologi sederhana seperti lumut, paku, dan paku ekor kuda
mengandung senyawa flavonoid O-GIikosida, flavonol, flavonon, Khalkon, dihidrokhalkon, C-
Gl ikosida . Angiospermae mengandung senyawa flavonoid kompleks yang lebih banyak.
Flavonoid adalah pigmen tumbuhan yang paling penting untuk warna bunga yang
memproduksi pigmentasi kuning atau merah/biru di kelopak yang dirancang untuk menarik
pollinator hewan. Flavonoid dikeluarkan oleh akar tanaman bantuan host mereka ” Rhizobia”
dalam tahap infeksi mereka hubungan simbiotik dengan kacang-kacangan seperti kacang polong,
kacang, Semanggi, dan kedelai. Rhizobia yang tinggal di tanah dapat merasakan flavonoid dan
ini memicu sekresi mengangguk faktor, yang pada gilirannya diakui oleh tanaman dan dapat
menyebabkan akar rambut deformasi dan beberapa tanggapan selular seperti ion fluks dan
pembentukan nodul akar. Mereka juga melindungi tanaman dari serangan dengan mikroba,
jamur dan serangga.
BIOSINTESIS FLAVONOID
Biosintesis flavonoid sudah mulai diteliti sejak tahun 1936. Pada awalnya para peniliti
mengkaitkan C6-C3-C6 dari flavonoid merupakan hasil dari fenil propanoid. Tetapi selama
bertahun-tahun diperoleh teori sintesis flavonoid dan telah dibuktikan di laboratorim.Secara
umum sintesis flavonoid terdiri dari dua jalur yaitu jalur poliketida, dan jalur fenil propanoid.
Jalur poliketida ini merupakan serangkaian reaksi kondensasi dari tiga unit asetat atau malonat.
Sedangkan jalur fenilpropanoid atau biasa disebut jalur shikimat
1. Jalur poliketida
Reaksi yang terjadi pada jalur ini diawali dengan adanya reaksi antara asetilCoA dengan CO
yang akan menghasilan malonatCoA. Setelah itu malonatCoA akanbereaksi dengan asetilCoA
menjadi asetoasetilCoA. AsetoaseilCoA yang terbentuk akan bereaksi dengan malonatCoA dan
reaksi ini akan berlanjut sehingga membentuk poliasetil. Poliasetil yang terbentuk akan
berkondensasi dan berekasi dengan hasil dari jalur fenilpropanoid akan membentuk suatu
flavonoid. Jenis flavonoid yang terbentuk dipengaruhi dari bahan fenilpropanoid
2. Jalur Fenilpropanoid.
Jalur ini merupakan bagian dari glikolisis tetapi tidak memperoleh suatu asam piruvat melainkan
memperoleh asam shikimat. Reaksi ini melibatkan eritrosa dan fosfo enol piruvat. Asam
shikimat yang terbentuk akan ditransformasikan menjadi suatu asam amino yaitu fenilalanin dan
tirosin. Fenilalanin akan melepas NH3 d
an membentuk asam sinamat sedangkan tirosin akan membentuk senyawa turunan asam sinamat
karena adanya subtitusi pada gugus benzennya
Analisi Senyawa Flavonoid secara Kromatografi Lapis Tipis.
Proses pemisahan senyawa yang relatif pendek. Cara deteksinya cukup dengan pereaksi semprot. Bisa menganalisis dalam beberapa sampel dalam waktu yang bersamaan.
KLT cocok untuk orientasi awal analisis ekstrak tumbuh-tumbuhan sebelum dilanjutkankan ke alat instrument analisis lainnya seperti HPLC, GC, dll.Flavonoid memiliki dua cincin benzene yang dipisahkan oleh propana dan merupakan turunan dari flavon. Secara umum, senyawa flavonoid larut dalam air. Semakin banyak senyawa terkonjugasi semakin berwarna cerah. Didalam tanaman, flavonoid umumnya ditemukan dalam bentuk glikosida. Perbedaan klasifikasi flavonoid ditunjukkan oleh adanya tambahan kandungan oksigen, cincin heterosiklik dan gugus hidroksil. Kelompok ini antara lain katekin, leucoanthocyanidin, flavanon, flavanonol, flavon, antosianidin, flavonol, chalcone, aurone dan isoflavon.
Ada banyak macam sistem pelarut/eluen yang digunakan untuk pemisahan flavonoid menggunakan KLT. Salah satu contoh hasil metilasi atau asetilasi flavon dan flavonol membutuhkan pelarut nonpolar seperti kloroform-metanol (15:1). Sedang aglikon flavonoid seperti apigenin, luteolin dan quercetin dapat dipisahkan dengan chloroform metanol (96:4) atau dengan polaritas yang sama. Secara umum, mobile phase KLT untuk glikosida flavonoid adalah etil asetat - asam formiat - asam asetat glasial - air (100:11:11:26). Jika dengan penambahan etil metil keton (etil asetat-etil metil keton-asam formiat- asam aseta glasial - air (50:30:7:3:10), rutin dan vitexin-2''-O-ramnosida dapat dipisahkan.Berkenaan dengan deteksi, spot flavonoid pada pelat KLT menghasilkan kuning-coklat bintik latar belakang putih bila direaksikan dengan uap yodium.Flavonoid dapat muncul sebagai bintik gelap dengan latar belakang hijau berpendar bila diamati pada sinar UV 254 nm pada pelat berisi indikator UV-fluorescent (seperti silika gel F254). Jika dibawah sinar UV 365 nm, warna spot flavonoid tergantung strukturnya, bisa kuning hijau atau biru fluoresen. Akan lebih jelas dan intensif setelah disemprot dengan pereaksi.Warna yang bisa diamati pada sinar UV 365 nm adalah sebagai berikut :
Quercetin, myricetin, dan 3 & 7-O-glikosida : oranye-kuning Kaempferol, isorhamnetin, dan 3 & 7-O-glikosida : kuning-hijau Luteolin dan 7-O-glikosida : orange
Apigenin dan 7-O-glikosida : kuning-hijau
Rincian lebih lanjut mengenai penggunaan reagen produk bahan alam dapat dilihat diartikel Brasseur dan Angenot, 1986, hal 351.Ferri chloride dalam air atau etanol merupakan penampak bercak secara umum pada analisis senyawa fenolik akan memberikan warna biru-hitam pada deteksi flavonoid. Demikian pula Fast Blue Salt B membentuk warna biru atau biru ungu.
Inilah daftar eluen KLT untuk pemisahan flavonoid pada fase diam silica gel :Sampel Eluen
Flavonoid aglycon EtOAc–Isopropanol–H2O, 100:17:13EtOAc– Chloroform, 60:40Chloroform–MeOH, 96:4Toluene– Chloroform –MeCOMe, 8:5:7Toluene–HCOOEt–HCOOH, 5:4:1Toluene–EtOAc–HCOOH, 10:4:1Toluene–EtOAc–HCOOH, 58:33:9Toluene–EtCOMe–HCOOH, 18:5:1Toluene–dioxane–HOAc, 90:25:4
Flavonoid glycoside n-BuOH–HOAc–H2O, 65:15:25n-BuOH–HOAc–H2O, 3:1:1EtOAc–MeOH–H2O, 50:3:10EtOAc–MeOH–HCOOH–H2O, 50:2:3:6EtOAc–EtOH–HCOOH–H2O, 100:11:11:26EtOAc–HCOOH–H2O, 9:1:1EtOAc–HCOOH–H2O, 6:1:1EtOAc–HCOOH–H2O, 50:4:10EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 100:11:11:26EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 25:2:2:4THF–toluene–HCOOH–H2O, 16:8:2:1Chloroform –MeCOMe–HCOOH, 50:33:17Chloroform –EtOAc–MeCOMe, 5:1:4Chloroform –MeOH–H2O, 65:45:12Chloroform –MeOH–H2O, 40:10:1MeCOMe–butanone–HCOOH, 10:7:1MeOH–butanone–H2O, 8:1:1
Flavonoid glucuronide EtOAc–Et2O–dioxane–HCOOH–H2O, 30:50:15:3:2EtOAc–EtCOMe–HCOOH–H2O, 60:35:3:2
Flavanone aglycone CH2Cl2–HOAc–H2O, 2:1:1Flavanone glycoside Chloroform –HOAc, 100:4
Chloroform –MeOH–HOAc, 90:5:5n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:5 (upper layer)Chalcones EtOAc–hexane, 1:1Isoflavones CHCl3–MeOH, 92:8Chloroform –MeOH, 3:1
Isoflavone glycoside n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:5 (upper layer)
Dihydroflavonol Chloroform –MeOH–HOAc, 7:1:1Biflavonoid Chloroform –MeCOMe–HCOOH, 75:16.5:8.5
Toluene–HCOOEt–HCOOH, 5:4:1Anthocyanidin dan anthocyanin
EtOAc–HCOOH–2 M HCl, 85:6:9n-BuOH–HOAc–H2O, 4:1:2EtCOMe–HCOOEt–HCOOH–H2O, 4:3:1:2EtOAc–butanone–HCOOH–H2O, 6:3:1:1
Proanthocyanidin EtOAc–MeOH–H2O, 79:11:10EtOAc–HCOOH–HOAc–H2O, 30:1.2:0.8:8