51
Mudahnya Pembayaran/Penyetoran PNBP secara Elektronik Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32 Tahun 2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik pada tanggal 10 Februari 2014, dan telah dilakukannya Launching Transaksi Perdana Penerimaan Negara menggunakan Sistem Modul Penerimaan Negara Generasi ke-2 (MPN G-2) pada tanggal 27 Februari 2014, maka pembayaran/penyetoran penerimaan negara, saat ini telah dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan kode billing. Pejabat Kementerian Keuangan saat Launching Transaksi Perdana melalui Sistem MPN G-2 Jakarta, 27 Februari 2014 Pejabat Kementerian Keuangan dan Bank BRI saat Launching

Mudahnya MPN G2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

MPN G2

Citation preview

Page 1: Mudahnya MPN G2

Mudahnya Pembayaran/Penyetoran PNBP secara Elektronik

Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32 Tahun 2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik pada tanggal 10 Februari 2014, dan telah dilakukannya Launching Transaksi Perdana Penerimaan Negara menggunakan Sistem Modul Penerimaan Negara Generasi ke-2 (MPN G-2) pada tanggal 27 Februari 2014, maka pembayaran/penyetoran penerimaan negara, saat ini telah dapat dilakukan secara elektronik dengan menggunakan kode billing.

Pejabat Kementerian Keuangan saat Launching Transaksi Perdana melalui Sistem MPN G-2

Jakarta, 27 Februari 2014

Pejabat Kementerian Keuangan dan Bank BRI saat Launching Transaksi Perdana melalui Sistem MPN G-2 di Banjarmasin, 27 Februari 2014. Launching dilakukan serentak di Jakarta, Banjarmasin dan Pasuruan, terhubung melalui video conference dan disiarkan

langsung melalui live streaming oleh BPPK TV yang terkoneksi dengan situs resmi DJA

Page 2: Mudahnya MPN G2

Guna mendukung penerapan cara bayar elektronik tersebut, Direktur Jenderal Anggaran telah menetapkan Perdirjen Anggaran nomor PER-1/AG/2014 tentang Tata Cara Pembayaran/Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penerimaan Non Anggaran Secara Elektronik pada tanggal 27 Februari 2014. Selaku pengelola billing Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan Penerimaan Non Anggaran (Pengembalian Belanja, Pengembalian Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan, Perhitungan Pihak Ketiga dan Pengembalian Sisa Hibah), Direktorat Jenderal Anggaran telah menyediakan Sistem Billing sebagai bagian dari Sistem Informasi PNBP Online (SIMPONI), yang dapat diakses melalui situs resmi Direktorat Jenderal Anggaran atau tautan langsung melalui alamat www.simponi.kemenkeu.go.id

Dengan penerapan sistem baru ini, kini Wajib Pajak, Wajib Bayar maupun Wajib Setor dapat melakukan pembayaran/penyetoran penerimaan negara melalui berbagai saluran pembayaran yang disediakan oleh Bank BRI, baik melalui teller (Over The Counter), ATM (Automatic Teller Machine), EDC (Electronic Data Capture), maupun internet banking. Jika segala persiapan berjalan lancar, dalam waktu dekat beberapa bank lain akan bergabung untuk turut memberikan pelayanan transaksi penerimaan negara. Bahkan di akhir tahun seluruh bank yang beroperasi di Indonesia akan bergabung dalam barisan collecting agents, mendukung pengoperasian sistem pembayaran elektronik baru ini.

Transaksi perdana melalui Sistem MPN G-2 menggunakan saluran pembayaran Internet Banking, ATM (Automatic Teller Machine), EDC (Electronic Data Capture) dan Teller (Over The Counter) oleh Wajib Pajak, Wajib Bayar dan Wajib Setor di Banjarmasin, 27

Februari 2014

Sejak dilakukannya launching hingga berita ini diturunkan, telah milyaran rupiah penerimaan negara diterima di Kas Negara melalui sistem MPN G2. Keseluruhan transaksi yang terjadi dapat dipantau asal, jenis maupun jumlahnya secara real time. Dengan demikian harapan akan terwujudnya sistem pengadministrasian penerimaan negara yang handal, transparan dan

Page 3: Mudahnya MPN G2

akuntabel telah semakin dekat. Untuk itu, mari kita dukung dan sukseskan penerapan Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik ! (SPR/DDU - PNBP)

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR : 32/PMK.05/2014

TENTANG

SISTEM PENERIMAAN NEGARA SECARA ELEKTRONIK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka menyempurnakan penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara, perlu menerapkan sistem penerimaan negara secara elektronik dengan memanfaatkan sistem teknologi informasi;

1. User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilakukan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem dan proses bisnis penatausahaan penerimaan negara pada bank/pos persepsi atau bank umum/devisa atau badan/lembaga yang mengajukan permohonan untuk menjadi bank/pos persepsi dengan persyaratan dan spesifikasi yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.

2. Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang tertera pada bukti penerimaan negara yang diterbitkan oleh sistem settlement.

3. Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh bank sebagai Bank Persepsi.

4. Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran penerimaan negara yang diterbitkan oleh Kantor Pos sebagai Pos persepsi.

5. Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi atas transaksi penerimaan negara dengan teraan NTPN dan NTB/NTP sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran.

Page 4: Mudahnya MPN G2

6. Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian penerimaan negara yang dibuat oleh Bank/Pos Persepsi dalam bentuk arsip data komputer.

7. Sistem Settlement adalah sistem penerimaan negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN.

8. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

9. Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban membayar menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

10. Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan untuk melakukan kewajiban untuk menerima untuk kemudian menyetorkan penerimaan negara menurut peraturan perundang-undangan.

11. CA Only adalah penerimaan negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Bank/Pos Persepsi.

12. Settlement Only adalah transaksi penerimaan negara yang tercatat pada Sistem Settlement (mendapatkan NTPN) namun tidak terdapat pada data penerimaan negara dari sistem Bank/Pos Persepsi.

13. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik.

14. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

15. Biller adalah Unit Eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing.

16. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh sistem billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

17. Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara.

BAB IIIPENUNJUKAN BANK/POS PERSEPSI

Pasal 3

Page 5: Mudahnya MPN G2

(1) Dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melaksanakan penyetoran Penerimaan Negara melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk:

a. layanan pada loket/teller (over the counter); dan/atau

b. layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya.

(2) Sarana layanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan oleh Bank/Pos Persepsi.

Pasal 4

(1) Bank umum/Kantor Pos yang dapat ditunjuk sebagai Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. didirikan/beroperasi di Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan Republik Indonesia;

b. memiliki peringkat komposit minimum 3 (tiga) selama 12 (dua belas) bulan terakhir, khusus untuk bank umum;

c. sanggup mematuhi ketentuan perundang-undangan Republik Indonesia;

d. bersedia diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;

e. memiliki sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia;

f. lulus UAT yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat; dan

g. bersedia menandatangani perjanjian sebagai Bank/Pos Persepsi dengan Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.

(2) Direktur Utama bank umum/Kantor Pos yang berminat untuk ditunjuk sebagai Bank/Pos Persepsi mengajukan permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.

(3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:

a. Salinan akte pendirian/izin beroperasi sebagai bank umum/Kantor Pos;

b. Salinan surat keterangan mengenai peringkat komposit, khusus untuk bank umum;

c. Surat Pernyataan yang ditandatangani oleh Direktur Utama bank umum/Kantor Pos

Page 6: Mudahnya MPN G2

mengenai:

1. pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan perundang-undangan Republik Indonesia;

2. pernyataan kesediaan untuk diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima;

3. pernyataan bahwa bank umum/Kantor Pos memiliki sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Penerimaan Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia;

(4) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat menerima atau menolak permohonan tersebut dengan mempertimbangkan beberapa aspek antara lain:

a. kecukupan jumlah Bank/Pos Persepi yang dibutuhkan;

b. cakupan layanan bank pemohon; dan

c. kredibilitas bank pemohon.

(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat melaksanakan UAT atas sistem Penerimaan Negara pada bank umum/Kantor Pos.

(6) Berdasarkan hasil UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat menerima atau menolak permohonan bank umum/Kantor Pos sebagai Bank/Pos Persepsi.

(7) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditolak, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat menyampaikan penolakan dimaksud secara tertulis kepada Direktur Utama bank umum/Kantor Pos.

Pasal 5

(1) Dalam hal berdasarkan hasil UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dinyatakan bahwa sistem Penerimaan Negara pada bank umum/Kantor Pos telah memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, Direktur Utama bank umum/Kantor Pos menandatangani perjanjian kerja sama sebagai Bank/Pos Persepsi dengan Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.

(2) Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. hak dan kewajiban;

Page 7: Mudahnya MPN G2

b. jangka waktu perjanjian;

c. pemberian imbalan atas jasa pelayanan;

d. keadaan kahar;

e. sanksi berupa denda dan/atau pengenaan bunga yang harus dibayar karena pelayanan yang tidak sesuai dengan perjanjian; dan

f. tata cara penyelesaian perselisihan.

(3) Dalam hal berdasarkan hasil UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5) dinyatakan bahwa sistem penerimaan negara pada bank umum/Kantor Pos tidak memenuhi ketentuan yang dipersyaratkan, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat menyampaikan permintaan tertulis kepada Direktur Utama bank umum/Kantor Pos untuk memperbaiki sistem Penerimaan Negara sesuai ketentuan yang dipersyaratkan.

(4) Perbaikan sistem Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.

Pasal 6

Bank/Pos Persepsi dapat melaksanakan layanan Penerimaan Negara secara elektronik pada seluruh kantor cabang/kantor cabang pembantu/unit layanan lainnya dengan ketentuan sebagai berikut:

a. memiliki sistem informasi yang terhubung secara online dengan sistem Peneriman Negara Kementerian Keuangan Republik Indonesia;

b. bersedia diperiksa oleh BUN/Kuasa BUN atas pelaksanaan pengelolaan setoran Penerimaan Negara yang diterima; dan

c. membukukan setoran Penerimaan Negara dengan mengkredit rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi.

BAB IVPELAKSANAAN USER ACCEPTANCE TEST (UAT)

Pasal 7

(1) Dalam rangka memastikan bank umum/Kantor Pos dan/atau Bank/Pos Persepsi telah memenuhi persyaratan sistem Penerimaan Negara yang digunakan dalam penatausahaan Penerimaan Negara secara elektronik, Kuasa BUN Pusat melakukan UAT.

Page 8: Mudahnya MPN G2

(2) UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal:

a. bank umum/Kantor Pos mengajukan permohonan untuk menjadi Bank/Pos Persepsi;

b. Bank/Pos Persepsi mengembangkan/menggunakan sistem baru; dan/atau

c. terdapat perubahan peraturan perundang-undangan yang mengakibatkan perubahan pada sistem Penerimaan Negara.

(3) Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dapat melaksanakan UAT ulang/terbatas/tujuan khusus untuk menjaga kepatuhan Bank/Pos Persepsi dalam penatausahaan Penerimaan Negara secara elektronik.

Pasal 8

UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 meliputi:

a. pengujian proses bisnis (business process testing) untuk memastikan bahwa proses bisnis yang disediakan oleh bank umum/Kantor Pos dan/atau Bank/Pos Persepsi sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN Pusat;

b. pengujian sistem informasi dan teknologi (system testing) untuk memastikan bahwa sistem yang disediakan/digunakan oleh bank umum/Kantor Pos dan/atau Bank/Pos Persepsi telah mendukung proses bisnis yang ditetapkan dan telah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat; dan

c. pengujian atas pelaporan transaksi (report testing) untuk memastikan bahwa laporan dan data yang dihasilkan bank umum/Kantor Pos dan/atau Bank/Pos Persepsi sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan oleh Kuasa BUN Pusat.

Pasal 9

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan UAT termasuk persyaratan atas pengembangan sistem Penerimaan Negara Bank/Pos Persepsi diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan (Collecting Agent Requirement).

BAB VREKENING PENERIMAAN NEGARA

Pasal 10

Page 9: Mudahnya MPN G2

(1) Dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik, KPPN Khusus Penerimaan membuka rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi berkenaan.

(2) Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menampung Penerimaan Negara setiap hari pada Bank/Pos Persepsi.

(3) Rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

a. rekening penerimaan dalam mata uang Rupiah; dan

b. rekening penerimaan dalam mata uang asing.

(4) Saldo rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dilimpahkan seluruhnya ke sub Rekening KUN penerimaan setiap akhir hari kerja.

Pasal 11

(1) Untuk menerima pelimpahan Penerimaan Negara dari rekening penerimaan sebagaimana dalam Pasal 10 ayat (4), KPPN Khusus Penerimaan membuka rekening sub Rekening KUN penerimaan di Bank Indonesia.

(2) Rekening sub Rekening KUN penerimaan di Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari :

a. Sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang Rupiah; dan

b. Sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing.

(3) Saldo rekening sub Rekening KUN penerimaan setiap akhir hari kerja dipindahbukukan ke Rekening KUN.

BAB VIPENYETORAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 12

Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor menyetorkan Penerimaan Negara ke Bank/Pos Persepsi menggunakan Kode Billing.

Pasal 13

(1) Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 diterbitkan oleh sistem Penerimaan Negara.

Page 10: Mudahnya MPN G2

(2) Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dengan cara:

a. Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melakukan perekaman data ke sistem Penerimaan Negara; atau

b. diterbitkan oleh pejabat yang berwenang di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, atau Direktorat Jenderal Anggaran.

(3) Dalam hal Kode Billing diperoleh dari perekaman oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor bertanggungjawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayaran berkenaan.

(4) Dalam hal Kode Billing diperoleh dari penerbitan oleh pejabat yang berwenang di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, atau Direktorat Jenderal Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, pejabat yang berwenang di Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, atau Direktorat Jenderal Anggaran bertanggungjawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayaran berkenaan.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pejabat yang berwenang untuk menerbitkan Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditetapkan masing-masing oleh Direktur Jenderal Pajak, Direktur Jenderal Bea Dan Cukai, dan Direktur Jenderal Anggaran.

BAB VIIPENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA

Bagian KesatuPenatausahaan Penerimaan Negara Pada Biller

Pasal 14

(1) Kementerian Keuangan menyediakan sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara pada sistem Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1).

(2) Sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Biller.

(3) Biller sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:

a. Direktorat Jenderal Pajak;

b. Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai; dan

c. Direktorat Jenderal Anggaran.

(4) Sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal

Page 11: Mudahnya MPN G2

Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c termasuk untuk transaksi penerimaan non anggaran.

(5) penerimaan non anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi:

a. setoran sisa Uang Persediaan/Tambahan Uang Persediaan;

b. pengembalian belanja;

c. penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga; dan

d. penerimaan hibah langsung.

Pasal 15

Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis Penerimaan Negara dan tata cara perekaman data transaksi Penerimaan Negara dalam rangka penerbitan Kode Billing diatur oleh masing-masing Biller.

Pasal 16

(1) Biller menerbitkan Kode Billing untuk setiap transaksi pembayaran.

(2) Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki masa kedaluwarsa.

(3) Masa kedaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk masing-masing jenis Penerimaan Negara ditetapkan oleh masing-masing Biller.

Pasal 17

Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dikirimkan ke Sistem Settlement.

Bagian KeduaPenatausahaan Penerimaan Negara Pada Bank/Pos Persepsi

Pasal 18

(1) Bank/Pos Persepsi menerima penyetoran Penerimaan Negara berdasarkan Kode Billing yang disampaikan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

(2) Bank/Pos Persepsi wajib menerima setiap setoran Penerimaan Negara dari Wajib Pajak/Wajib

Page 12: Mudahnya MPN G2

Bayar/Wajib Setor tanpa melihat jumlah setoran.

(3) Bank/Pos Persepsi wajib memberikan pelayanan kepada setiap Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor baik nasabah maupun bukan nasabah.

(4) Bank/Pos Persepsi dilarang mengenakan biaya atas transaksi setoran Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

(5) Kepada Bank/Pos Persepsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenakan sanksi administratif berupa denda.

(6) Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.

Pasal 19

(1) Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk loket/teller (over the counter) pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf Bank/Pos Pesepsi wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. menginput Kode Billing yang diberikan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor ke dalam sistem aplikasi pembayaran untuk memperoleh informasi detail pembayaran;

b. melakukan konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor; dan

c. mencetak dan memberikan BPN yang ditera NTB/NTP dan NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

(2) Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui sarana layanan Penerimaan Negara dalam bentuk layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Bank/Pos Pesepsi wajib melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. menampilkan detail transaksi pembayaran berdasarkan Kode Billing pada Sistem Elektronik;

b. meminta konfirmasi kebenaran data setoran kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor;

c. mencetak/memberikan BPN yang ditera NTB/NTP dan NTPN dalam bentuk struk dan/atau Dokumen Elektronik; dan

d. menyediakan layanan pencetakan ulang BPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

(3) Bank/Pos Persepsi mengkreditkan setiap transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ke rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana

Page 13: Mudahnya MPN G2

dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1).

(4) Transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) yang telah diterbitkan BPN, tidak dapat dibatalkan oleh Bank/Pos Persepsi.

(5) Dalam hal BPN yang diterbitkan oleh Bank/Pos Persepsi belum ditera NTPN, Bank/Pos Persepsi memberikan/memberitahukan NTPN atas transaksi Penerimaan Negara berkenaan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, paling lambat satu hari kerja berikutnya setelah memperoleh NTPN dari Sistem Settlement.

(6) Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan tanggal bayar yang tertera pada BPN.

(7) Dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terjadinya pembayaran ganda, kelebihan pembayaran yang terjadi dapat dikembalikan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

(8) Pengembalian kelebihan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pengembalian Penerimaan Negara.

(9) Dalam hal Bank/Pos Persepsi telah mengkredit transaksi Penerimaan Negara ke rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) namun billing/tagihan dimaksud telah terbayar, Bank/Pos Persepsi dapat mendebet rekening penerimaan pada Bank/Pos Persepsi atas transaksi bersangkutan.

(10) Kepada Bank/Pos Persepsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan sebagai Bank/Pos Persepsi.

(11) Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.

Bagian KetigaPenatausahaan Penerimaan Negara Pada Sistem Settlement

Pasal 20 Berdasarkan Kode Billing, Sistem Settlement memberikan konfirmasi atas permintaan pembayaran yang disampaikan oleh Bank/Pos Persepsi

Pasal 21

(1) Setelah Sistem Settlement memberikan konfirmasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20,

Page 14: Mudahnya MPN G2

Sistem Settlement menerbitkan NTPN.

(2) NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Biller secara real time.

(3) Penyampaian NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan notifikasi atas diterimanya pembayaran di rekening Kas Negara.

Bagian KeempatPenatausahaan Penerimaan Negara Pada KPPN Khusus Penerimaan

Pasal 22

KPPN Khusus Penerimaan melakukan penatausahaan terhadap data Penerimaan Negara yang diperoleh dari Sistem Settlement, Bank/Pos Persepsi, dan Bank Indonesia.

Pasal 23

Penatausahaan data Penerimaan Negara yang dilakukan oleh KPPN Khusus Penerimaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 meliputi:

a. pencatatan atas transaksi Penerimaan Negara;

b. penelitian atas ketepatan jumlah uang yang dilimpahkan ke sub Rekening KUN penerimaan;

c. pencatatan atas transaksi pelimpahan Penerimaan Negara berdasarkan nota debet yang disampaikan oleh Bank/Pos Persepsi dan nota kredit dari Bank Indonesia;

d. penyampain NTPN yang diperoleh dari Sistem Settlement kepada Bank/Pos Persepsi dalam hal terdapat penerbitan BPN tanpa teraan NTPN; dan

e. penyusunan laporan Penerimaan Negara.

BAB VIIIPELIMPAHAN PENERIMAAN NEGARA DAN PENYAMPAIAN LAPORANOLEH BANK/POS PERSEPSI

Pasal 24

(1) Penerimaan Negara yang diterima oleh Bank/Pos Persepsi dalam mata uang Rupiah setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan wajib dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang

Page 15: Mudahnya MPN G2

Rupiah dan harus diterima di rekening sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang Rupiah paling lambat Pukul 16.30 WIB.

(2) Penerimaan Negara yang diterima oleh Bank Persepsi dalam mata uang asing setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan wajib dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang asing dan harus diterima di rekening sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing paling lambat Pukul 16.30 WIB.

(3) Transaksi Penerimaan Negara yang dilimpahkan dari rekening penerimaan dalam mata uang Rupiah dan rekening penerimaan dalam mata uang asing ke rekening sub Rekening KUN penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) juga termasuk transaksi Penerimaan Negara yang belum diterbitkan NTPN.

(4) Kepada Bank/Pos Persepsi yang terlambat/kurang melakukan pelimpahan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa denda.

(5) Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.

Pasal 25

Pelimpahan atas Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dalam Pasal 24 ayat (2) yang telah dilimpahkan melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri namun belum diterima di sub Rekening KUN penerimaan dalam mata uang asing pada neraca diakui sebagai cash in transit.

Pasal 26

(1) Bank/Pos Persepsi menyampaikan LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan dengan ketentuan sebagai berikut:

a. LHP Elektronik disampaikan melalui portal Kementerian Keuangan;

b. LHP Elektronik berisi data Penerimaan Negara yang diterima setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan;

c. LHP Elektronik terdiri dari nota debet pelimpahan, daftar nominatif penerimaan, dan rekening koran; dan

d. LHP Elektronik disampaikan secara terpisah untuk masing-masing rekening penerimaan.

Page 16: Mudahnya MPN G2

(2) LHP Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat Pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya atau waktu lain yang ditetapkan oleh BUN/Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat.

(3) Kepada Bank/Pos Persepsi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukan sebagai Bank/Pos Persepsi.

(4) Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.

BAB IXREKONSILIASI PENERIMAAN NEGARA

Pasal 27

Dalam rangka menjamin validitas dan akurasi data Penerimaan Negara, KPPN Khusus Penerimaan melakukan:

a. rekonsiliasi transaksi; dan

b. rekonsiliasi kas.

Pasal 28

(1) Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf a dilakukan dengan membandingkan data setoran Penerimaan Negara yang diterima dari Bank/Pos Persepsi dengan data Penerimaan Negara yang tercatat pada Sistem Settlement.

(2) Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara harian.

(3) Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan 3 (tiga) jenis data, sebagai berikut:

a. Kesesuaian Data (Settled);

b. CA Only; dan/atau

c. Settlement Only.

Pasal 29

Page 17: Mudahnya MPN G2

(1) Dalam hal terdapat data CA Only sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b, KPPN Khusus Penerimaan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. menerbitkan dan menyampaikan NTPN kepada Bank/Pos Persepsi; dan

b. memerintahkan Bank/Pos Persepsi untuk segera melimpahkan ke rekening sub Rekening KUN-penerimaan dalam hal dana atas data CA Only belum dilimpahkan.

(2) Dalam hal terdapat data Settlement Only sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf c, KPPN Khusus Penerimaan melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. menyampaikan NTPN kepada Bank/Pos Persepsi;

b. memerintahkan Bank/Pos Persepsi melakukan perbaikan LHP Elektronik dalam hal data Settlement Only tidak terdapat dalam LHP Elektronik yang dibuat oleh Bank/Pos Persepsi; dan

c. memerintahkan Bank/Pos Persepsi untuk melimpahkan ke rekening sub Rekening KUN Penerimaan dalam hal dana atas data Settlement Only belum dilimpahkan.

(3) Dalam hal terdapat Penerimaan Negara dengan status CA only atau Settlement Only yang tidak dilimpahkan oleh Bank/Pos Persepsi pada hari kerja berkenaan, diperhitungkan sebagai keterlambatan/kekurangan pelimpahan oleh Bank/Pos Persepsi.

Pasal 30

(1) Rekonsiliasi kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf b dilakukan dengan membandingkan jumlah uang yang dilimpahkan ke sub Rekening KUN penerimaan dengan kewajiban pelimpahan oleh Bank/Pos Persepsi berdasarkan transaksi Penerimaan Negara pada hari kerja berkenaan.

(2) Dokumen yang digunakan dalam rekonsiliasi kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. nota debet dan rekening koran yang diterima dari Bank/Pos Persepsi;

b. nota kredit dan rekening koran sub Rekening KUN penerimaan; dan

c. LHP Elektronik.

(3) Dalam hal jumlah uang yang dilimpahkan oleh Bank/Pos Persepsi lebih besar dari kewajiban pelimpahan pada hari berkenaan, KPPN Khusus Penerimaan melakukan pengembalian atas kelebihan pelimpahan tersebut paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak dokumen permintaan pengembalian dimaksud diterima secara lengkap dan benar.

(4) Dalam hal jumlah uang yang dilimpahkan oleh Bank/Pos Persepsi lebih kecil dari kewajiban

Page 18: Mudahnya MPN G2

pelimpahan pada hari berkenaan, KPPN Khusus Penerimaan memerintahkan Bank/Pos Persepsi melakukan pelimpahan atas kekurangan pelimpahan tersebut.

(5) Kepada Bank/Pos Persepsi yang melakukan kekurangan pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dikenai sanksi administratif berupa denda.

(6) Besaran denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Perbendaharaan selaku Kuasa BUN Pusat dengan Bank/Pos Persepsi.

Pasal 31

Rekonsiliasi Penerimaan Negara dalam rangka penyusunan laporan keuangan satuan kerja dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat.

BAB XGANGGUAN JARINGAN

Pasal 32

Gangguan jaringan dalam pengelolaan Penerimaan Negara secara elektronik terdiri atas:

a. gangguan yang menyebabkan Biller tidak dapat menerbitkan Kode Billing;

b. gangguan yang menyebabkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat menerima informasi data setoran atas Kode Billing dari Sistem Settlement;

c. gangguan yang menyebabkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara; dan

d. gangguan yang mengakibatkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan sesuai dengan ketentuan.

Pasal 33

(1) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Biller tidak dapat menerbitkan Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melaksanakan penyetoran Penerimaan Negara secara manual.

(2) Tata cara penyetoran Penerimaan Negara secara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Page 19: Mudahnya MPN G2

diatur oleh masing masing Biller.

Pasal 34

Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat menerima informasi data setoran atas Kode Billing dari Sistem Settlement sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b, Bank/Pos Persepsi membatalkan setoran dan mengembalikan Kode Billing kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

Pasal 35

(1) Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Bank/Pos Persepsi tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c:

a. Bank/Pos Persepsi mengirimkan kembali permintaan NTPN dengan mengirimkan data transaksi yang sama dengan transaksi sebelumnya;

b. dalam hal Bank/Pos Persepsi masih belum menerima NTPN setelah dilakukan permintaan ulang, Bank/Pos Persepsi menerbitkan BPN tanpa NTPN; dan

c. dalam hal NTPN diperoleh setelah BPN diterbitkan dan diserahkan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, Bank/Pos Persepsi menyampaikan kembali BPN salinan yang telah dilengkapi dengan NTPN kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

(2) Bank/Pos Persepsi wajib melimpahkan Penerimaan Negara yang telah diberikan perintah bayar namun tidak mendapatkan NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada layanan dengan menggunakan Sistem Elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, Bank/Pos Persepsi melakukan hal-hal sebagai berikut:

a. memberikan informasi status setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor melalui sarana call center atau layanan informasi nasabah lainnya; dan

b. menyediakan fasilitas pencetakan ulang BPN.

Pasal 36

(1) Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan

Page 20: Mudahnya MPN G2

Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf d, Bank/Pos Persepsi memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan secara tertulis pada hari berkenaan.

(2) Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh gangguan komunikasi data dengan Bank Indonesia, Bank/Pos Persepsi memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan dengan disertai surat keterangan dari Bank Indonesia yang menyatakan telah terjadi gangguan komunikasi data dalam pelaksanaan pelimpahan berkenaan.

BAB XIKOREKSI DATA DAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN NEGARA

Pasal 37

(1) Permohonan koreksi atas transaksi Penerimaan Negara yang telah mendapatkan NTPN dan disetor ke Kas Negara oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diajukan kepada masing-masing Biller.

(2) Permohonan koreksi atas transaksi Penerimaan Negara Bukan Pajak dan Penerimaan Non Anggaran dapat disampaikan melalui instansi pemerintah pemilik tagihan.

(3) Biller melakukan penelitian, pengujian, dan perubahan atas data transaksi Penerimaan Negara berdasarkan permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).

(4) Biller menyampaikan perubahan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada KPPN Khusus Penerimaan.

(5) Tata cara pengajuan, penelitian, dan pengujian terhadap permohonan koreksi atas kesalahan penginputan elemen data billing diatur lebih lanjut oleh masing-masing Biller.

Pasal 38

Berdasarkan perubahan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, KPPN Khusus Penerimaan melakukan penyesuaian terhadap data transaksi Penerimaan Negara yang ditatausahakan.

Pasal 39

(1) Permohonan pengembalian atas kelebihan/kesalahan penyetoran/pembayaran Penerimaan

Page 21: Mudahnya MPN G2

Negara oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diajukan kepada Biller atau instansi pemerintah pemilik tagihan.

(2) Tata cara pengembalian atas kelebihan/kesalahan penyetoran/pembayaran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai mekanisme pengembalian Penerimaan Negara.

BAB XIIKEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE)

Pasal 40

(1) Dalam hal terjadi Keadaan Kahar (Force Majeure), Bank/Pos Persepsi dibebaskan dari tanggung jawab atas keterlambatan atau kegagalan dalam melaksanakan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri ini.

(2) Bank/Pos Persepsi harus memberitahukan Keadaan Kahar (Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara tertulis kepada Dit. PKN dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure).

BAB XIIIIMBALAN JASA PELAYANAN, DANPENGGANTIAN ATAS BIAYA PELIMPAHAN

Pasal 41

(1) Kepada Bank/Pos Persepsi diberikan imbalan atas jasa pelayanan Penerimaan Negara untuk setiap Kode Billing yang berhasil ditransaksikan.

(2) Kode Billing yang berhasil ditransaksikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan terbitnya NTB/NTP dan NTPN.

(3) Besarnya imbalan atas jasa pelayanan Penerimaan Negara ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.

Pasal 42

Kepada Bank Persepsi yang melayani Penerimaan Negara dalam mata uang asing diberikan penggantian atas biaya pelimpahan dari rekening persepsi mata uang asing ke sub Rekening KUN

Page 22: Mudahnya MPN G2

penerimaan dalam mata uang asing, selain imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.

Pasal 43

Tata cara pengajuan imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dan penggantian atas biaya pelimpahan Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.

BAB XIVKETENTUAN PERALIHAN

Pasal 44

(1) Dalam hal Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor belum dapat melakukan penyetoran menggunakan Kode Billing, penyetoran Penerimaan Negara dilaksanakan menggunakan surat setoran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007.

(2) Dalam hal KPPN Khusus Penerimaan belum dapat beroperasi, fungsi KPPN Khusus Penerimaan dalam rangka pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik dilaksanakan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara-Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Sub. Direktorat Penerimaan Negara.

BAB XVPENUTUP

Pasal 45

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Page 23: Mudahnya MPN G2

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 10 Februari 2014MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

MUHAMAD CHATIB BASRI

Diundangkan di Jakartapada tanggal 10 Februari 2014MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,

ttd.

AMIR SYAMSUDIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 200

13 December 2013 - 17:48

Sistem MPN G-2 Siap Diluncurkan

Jakarta, 13/12/2013 MoF (Fiscal) News - Setelah berproses sejak hampir lima tahun yang lalu, kini sistem Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN G-2) siap diluncurkan. Project Management Office Penyempurnaan Modul Penerimaan Negara (PMO-MPN) sendiri telah menyelenggarakan Simulasi Menyeluruh Sistem MPN G-2 di hadapan jajaran pimpinan Kementerian Keuangan pada Kamis (28/11) lalu.

Page 24: Mudahnya MPN G2

Acara dengan tema “Mewujudkan Otomasi Sistem Penerimaan Negara Untuk Menjamin Kualitas dan Akuntabilitas Transaksi Penerimaan Negara” tersebut berlangsung di Aula Djuanda Kementerian Keuangan, Jakarta. Pada kesempatan tersebut, Menteri Keuangan M. Chatib Basri menyambut baik pelaksanaan simulasi menyeluruh tersebut.

Pada kesempatan tersebut, Menkeu menyatakan bahwa kehadiran layanan Sistem MPN G-2 sudah sangat ditunggu oleh masyarakat. Menurutnya, saat ini masyarakat masih sering kesulitan memperoleh layanan dalam penyetoran penerimaan Negara, baik untuk pembayaran pajak, bea dan cukai, maupun Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh karena itu, Sistem MPN G-2 yang berbasis electronic billing ini diharapkan dapat memberikan fleksibilitas kepada masyarakat dalam melaksanakan kewajiban membayarkan kontribusinya kepada negara.

Cara kerja Sistem MPN G-2 dalam menyediakan layanan pembayaran setoran penerimaan negara dari masyarakat terbilang modern. Layanan yang berbasis teknologi informasi tersebut memungkinkan masyarakat untuk mengakses layanan tersebut melalui portal website yang disediakan oleh Kementerian Keuangan di satu sisi. Sementara, pelaksanaan pembayarannya dapat dilakukan melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), Internet Banking, mesin Electronic Data Capture (EDC), dan bahkan SMS Banking, selain tentunya melalui Over the Counter (OTC) yang tersedia di berbagai Bank/Pos Persepsi. Hal ini diyakini akan memudahkan masyarakat dalam menjalankan kewajiban membayarkan kontribusinya bagi negara.(wa)

http://www.kemenkeu.go.id/Berita/sistem-mpn-g-2-siap-diluncurkan-0

Page 25: Mudahnya MPN G2

Kamis, 12 Desember 2013 | Oleh: redaksi (Media Center Ditjen Perbendaharaan) | 2737 x dibaca

Jakarta, perbendaharaan.go.id - Setelah berproses sejak hampir 5 Tahun yang lalu, kini Sistem MPN G-2 mulai siap diluncurkan. PMO-MPN (Project Management Office Penyempurnaan Modul Penerimaan Negara) menyelenggarakan Simulasi Menyeluruh Sistem MPN G-2 di hadapan jajaran Pimpinan Kementerian Keuangan, Kamis (28/11). Acara yang mengambil tema “Mewujudkan Otomasi Sistem Penerimaan Negara Untuk Menjamin Kualitas dan

Akuntabilitas Transaksi Penerimaan Negara”, berlangsung di Mezzanine Gedung Juanda I Lantai 2 itu, gemuruh diwarnai dengan ungkapan kepuasan dengan hadirnya Sistem MPN G-2 yang siap diluncurkan.

Menteri Keuangan, Muhammad Chatib Basri menyambut baik pelaksanaan Simulasi Menyeluruh tersebut. Menteri Keuangan, yang intens mengikuti pelaksanaan Simulasi tersebut selama hampir 2 jam itu menyatakan bahwa kehadiran layanan Sistem MPN G-2 sudah sangat ditunggu oleh masyarakat. Menteri Keuangan tahu betul bahwa saat ini masyarakat masih sering kesulitan untuk memperoleh layanan dalam melakukan penyetoran Penerimaan Negara baik untuk pembayaran Pajak, Bea dan Cukai, maupun PNBP. Oleh karena itu, dengan Sistem MPN G-2 yang berbasis electronic billing diharapkan akan dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar kepada masyarakat dalam melaksanakan kewajibannya membayarkan kontribusinya kepada Negara baik dalam bentuk Pajak, Cukai, Kepabeanan, maupun kewajiban lain di luar perpajakan, cukai, dan kepabeanan, yang sering disebut Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Kenyamanan tersebut dimungkinkan karena cara kerja Sistem MPN G-2 dalam menyediakan layanan pembayaran setoran Penerimaan Negara dari masyarakat sangat modern. Dengan layanan yang berbasis teknologi informasi ini memungkinkan masyarakat dapat mengakses layanan tersebut melalui portal website yang disediakan oleh Kementerian Keuangan di satu sisi, sementara pelaksanaan pembayarannya dapat dilakukan melalui ATM (Anjungan Tunai Mandiri), Internet Banking, mesin EDC, dan bahkan SMS Banking, selain tentunya melalui OTC (Over the Counter) yang tersedia di berbagai Bank/Pos Persepsi. Dalam Simulasi menyeluruh Sistem MPN G-2 yang dilakukan bersama PT BRI (Persero) Tbk tersebut, telah tersedia berbagai feature layanan tersebut. Ini yang akan membuat semuanya menjadi lebih mudah lebih fleksibel.

Page 26: Mudahnya MPN G2

Hadir dalam acara Simulasi Menyeluruh tersebut, para pejabat eselon I Kementerian Keuangan dan para pejabat eselon II terkait, terutama yang tergabung dalam PMO-MPN. Dalam kesempatan tersebut, hadir pula Direktur Utama PT BRI (Persero) Tbk, Sofyan Bashir. Direktur Utama PT BRI (Persero) Tbk tersebut hadir memimpin Tim BRI yang turut mempersiapkan pelaksanaan Simulasi Menyeluruh tersebut bersama Tim PMO-MPN Kementerian Keuangan. PMO MPN Tahun 2013 beranggotakan unsur pejabat dari 6 unit eselon I Kementerian Keuangan, yaitu Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai, Direktorat Jenderal Anggaran, Sekretariat Jenderal, dan Inspektorat Jenderal. Koordinasi PMO MPN yang sangat baik telah ditampakkan sejak akhir Tahun 2011 lalu dengan mulai dilakukannya rapat-rapat intensif.

Kegiatan Simulasi Menyeluruh dalam rangka Implementasi Piloting Sistem MPN G-2 tersebut merupakan wujud nyata dari deklarasi Pemerintah pada tanggal 18 September 2012 lalu di tempat yang sama, untuk segera mengimplementasikan sistem layanan baru di bidang Penerimaan Negara yang akan dapat mengatasi atau paling kurang meminimalisir berbagai permasalahan yang selama ini dihadapi dalam penyelenggaraan layanan Sistem MPN existing. Sistem MPN G-2 yang berbasis e_Billing, memungkinkan masyarakat Wajib Pajak/Wajib Bayar dapat melakukan transaksi pembayaran setoran penerimaan negara secara mandiri, tanpa terikat oleh waktu dan tempat. E_Billing mewujudkan idealitas sentralisasi administrasi penerimaan setoran penerimaan negara di satu pihak, dan desentralisasi adminis-trasi tagihan di pihak lain. 

Dikatakan sentralisasi, karena administrasi layanan setoran penerimaan negara berada di satu otoritas dan dilakukan secara on-line. Sehingga dimana pun wajib pajak melakukan penyetoran uang,mereka akan dapat memperoleh konfirmasi dengan cepat dari arah manapun, bahkan bukan tidak mungkin, datanya dapat diakses melalui portal yang disediakan Sistem MPN G-2 setiap saat. Hal ini dapat dilakukan karena sistem Settlement didisain untuk dapat melakukan pendebetan rekening secara sistem. Kalau pun setoran dilakukan secara tunai keras secara Over the Counter (OTC), maka seluruh billing sudah dideklarasikan sebelumnya, dan Teller tidak dapat lagi melakukan intervensi terhadap jumlah dan data transaksi, apalagi pembatalan transaksi (Reversal). Dengan demikian, kendati uang tersebut secara fisik belum dilimpahkan dari rekening Kas Negara pada Bank/Pos Persepsi, Bendahara Umum Negara telah dapat mengontrol dan meyakini bahwa uang tersebut sudah menjadi milik Negara, karena akan dilimpahkan segera ke rekening Kas Umum Negara.

Page 27: Mudahnya MPN G2

Dikatakan desentralisasi administrasi tagihan atas setoran penerimaan negara, karena setiap tagihan dibuat di dan dicatat oleh Sistem Billing yang dikendalikan oleh otoritas tagihan penerimaan masing-masing, yaitu pajak dikelola dan diketahui oleh Ditjen Pajak dan dapat diuji langsung dengan kewajiban yang sesungguhnya harus dibayar, demikian pula dengan bea masuk/keluar atau cukai yang dikelola dan diketahui oleh Ditjen Bea Dan Cukai, dan demikian pula dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh Ditjen Anggaran. Ditjen Perbendaharaan selaku otoritas Settlement pembayaran tidak mengetahui berapa tagihan yang harus dibayar, tetapi berkewajiban memberitahukan kepada otoritas pemilik tagihan penerimaan tadi, “berapa nilai uang yang harus dibayar berdasarkan Billing yang sudah dibuatnya”. Dengan demikian, pengawasan atas tagihan akan lebih intens dapat dilakukan oleh tiap otoritas, sementara itu, Bendahara Umum Negara (Treasurer) dapat lebih fokus pada berapa uang yang diterima atau akan diterima, dan harus segera masuk ke rekening Kas Negara. 

Pembagian tugas tersebut dilakukan dalam sistem MPN G-2 yang baru ini. Dengan demikian, telah terjadi proses manajemen yang baik yang fokus pada kinerja masing-masing unit organisasi. Keuntungan dari pola ini, akan terjadi kejelasan hubungan antara CA (Collecting Agent) dengan Kementerian Keuangan. Jelas, bahwa hubungan kemitraan kerja CA adalah dengan Ditjen Perbendaharaan. CA tidak lagi perlu membeda-bedakan setiap setoran, apakah pajak, bea, cukai, atau PNBP. Demikian pula manajemen rekeningnya, tidak lagi membeda-bedakan jenis penerimaannya. Jadi bagi CA (Bank/Pos Persepsi) yang selama ini masih membeda-bedakan jenis layanan, tidak lagi bisa, karena ID_Billing yang diterimanya dari Penyetor tidak serta-merta bisa dibedakan antara yang Pajak dan yang bukan pajak. Ini sangat baik untuk mendorong competitiveness dalam penyelenggaraan layanan. Bahkan Pemerintah dengan lebih mudah dapat melihat, mana CA yang hanya melayani kalangan terbatas dan mana CA yang melayani penyetor secara umum.

Sistem MPN G-2, yang secara sistem memaksa penyetor untuk melakukan create billing (pembuatan billing) melalui internet, akan mendorong masyarakat untuk bertindak lebih efisien, yaitu dengan memanfaatkan fasilitas internet tersebut untuk juga melakukan settlement pembayaran, yaitu melalui electronic banking (e_banking). Oleh karena itu, secara perlahan, transaksi cash secara over the counter akan terkurangi. Hal ini akan mendorong praktik cashless transaction, yang merupakan salah satu program Pemerintah. Dengan demikian, secara tidak langsung Sistem MPN G-2 akan dapat mengubah perilaku masyarakat Indonesia dan mengubah persepsi masyarakat bahwa, “memegang uang tunai adalah yang terbaik”. Ini akan memberikan dampak positif bagi peningkatan kualitas ekonomi nasional, karena uang akan beredar di lingkungan lembaga keuangan dan dapat dimanfaatkan untuk menggandakan kinerja ekonomi nasional melalui kegiatan investasi.

Page 28: Mudahnya MPN G2

Jakarta, perbendaharaan.go.id - Sekarang, melakukan transaksi setoran penerimaan negara semakin mudah. Ditjen Perbendaharaan bersama Tim Modul Penerimaan Negara Generasi Kedua (MPN G-2) telah menciptakan e_Billing (electronic billing system), sehingga siapa saja dapat melakukan transaksi dengan mudah. Hal itu dibuktikan melalui demo transaksi setoran PPh pasal 21 melalui e-Billing dihadapan perwakilan Bank/ Pos Persepsi mitra kerja Ditjen Perbendaharaan, Selasa (18/9), di Aula Mezzanine Kementerian keuangan. Hadir pula dalam kesempatan tersebut Sekjen Kementerian Keuangan, Staff Ahli Menteri Keuangan Bidang Informasi dan Teknologi, Dirjen Perbendaharaan, Kepala PUSINTEK, dan jajaran pejabat eselon II lingkungan Ditjen Perbendaharaan. E BillingMelalui e-Billing system, transaksi penerimaan negara dapat dilakukan melalui ATM ataupun internet banking. Hal tersebut merupakan terobosan pemerintah dalam memudahkan transaksi penerimaan Negara. Menurut Dirjen Pebendaharaan Agus Suprijanto, Sistem MPN G-2 yang berbasis e_Billing, akan memberikan warna dan pilihan baru bagi Wajib Pajak/ Wajib Bayar untuk melakukan setoran penerimaan negara secara mandiri dan dari sisi waktu sangat fleksible. �Sistem ini kami yakini akan dapat mengubah perilaku Wajib Pajak/Wajib Bayar dalam melaksanakan kewajibannya melakukan pembayaran setoran penerimaan Negara,� ujarnya. Agus menambahkan, Sistem e_Billing ini menjadi tumpuan harapan bagi perbaikan performance sistem MPN untuk lepas dari permasalahan kualitas data akibat banyaknya kesalahan dalam proses entry data oleh Teller. Hal ini jelas terlihat dari data Tahun 2011 yang menunjukkan bahwa lebih dari 50% unreconciled data dan data Reversal diakibatkan oleh ketidakcermatan Teller Bank/Pos Persepsi (human error). E billingSementara itu, Sekjen Kementerian Keuangan K.A. Badaruddin dalam keynotespeech menyampaikan bahwa Penerimaan Negara merupakan pilar utama laju pembangunan Bangsa kita. Oleh karena itu, kecepatan dan kepastian diterimanya setoran penerimaan negara sudah selayaknya menjadi perhatian Pemerintah. Oleh karena itu, melalui program pengembangan Sistem MPN, sejak Tahun 2008 lalu, Kementerian Keuangan telah berupaya keras untuk menciptakan suatu sistem Penerimaan Negara yang dapat menjamin kemudahan, kenyamanan, dan rasa aman bagi masyarakat pembayar pajak dan pembayar kontribusi lainnya kepada Negara. K.A. Badaruddin melanjutkan, bahwa ada banyak kasus yang mencuat terkait transaksi penerimaan negara. Banyak kesulitan masyarakat yang bersumber dari ketidaktersediaan layanan pembayaran akibat faktor geografis dan faktor alam lainnya, tetapi ada pula yang terhalang untuk menyetorkan pembayaran kepada Negara karena ketidaktersediaan layanan pada jam buka loket, terkait berbagai alasan. �Nah, disinilah nilai penting dari kegiatan ini, yaitu kegiatan yang merupakan deklarasi Pemerintah untuk mengimplementasikan suatu sistem layanan baru di bidang Penerimaan Negara yang, insya Allah, akan dapat mengatasi atau paling kurang meminimalisir berbagai permasalahan tadi,� ungkap K.A. Badaruddin. Oleh: Novri H.S. Tanjung � Media Center Ditjen Perbendaharaan

http://kppn-batam.net/berita-mpn-g2-berbasis-e-biling.html

BRI Kerahkan 110 Ribu Unit Layanan untuk Sukseskan MPN G-2

Created on Thursday, 27 February 2014 20:43 Published Date

Page 29: Mudahnya MPN G2

Jakarta, GATRAnews - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) merupakan satu-satunya bank yang dinilai siap dan mampu mengimplementasikan Modul Penerimaan Negara Generasi 2 (MPN G-2) oleh Pemerintah. Aplikasi MPN G-2 yang dibangun oleh Kementrian Keuangan bekerja sama dengan Perbankan ini,

merupakan sarana bagi Wajib Pajak (WP), Wajib Bayar (WB) dan Wajib Setor (WS) untuk melakukan pembayaran Penerimaan Negara, antara lain Pajak, Cukai dan Pabean, serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), dengan mengedepankan prinsip Tepat Orang, Tepat Waktu dan Tepat Jumlah.

 

Guna menyukseskan program tersebut, BRI sebagai mitra Kemenkeu, akan mengerahkan lebih dari 110 ribu unit layanan. BRI akan kerahkan 19 ribu ATM, lebih dari 85 ribu EDC, dan lebih dari 9.800 unit kerja BRI di seluruh Indonesia. "Kami siap memberikan kemudahan dan beragam pilihan bagi WP, WB maupun WS untuk melakukan transaksi pembayarannya," ujar Direktur Utama BRI Sofyan Basir dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (27/2).

 

Sofyan mengatakan, dengan suksesnya MPN G-2, akan berdampak positif bagi Penerimaan Negara. Implementasi MPN G-2 ini diharapkan akan meningkatkan Penerimaan Negara Tahun 2014, yang ditargetkan mencapai Rp1.667,1 triliun. Penerimaan tersebut dari pajak sebesar Rp1.110,2 triliun, penerimaan cukai dan pabean sebesar Rp170,2 triliun, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp385,4 triliun dan penerimaan hibah sebesar Rp1,4 triliun.

 

Sofyan menuturkan, tidak seperti MPN G-1, dimana transaksi pembayaran hanya dapat dilakukan di counter bank (teller) pada jam operasional bank saja, MPN G-2 ini memberikan kemudahan dan keleluasaan bagi WP, WB atau WS untuk bertransaksi sendiri. Karena selain di teller, juga dapat dilakukan di ATM BRI, EDC BRI, Internet Banking BRI atau Mobile Banking BRI.  Jadi menurut Sofyan, baik WP, WB ataupun WS tinggal menginput ID Billing, pada salah satu e-channel BRI, kemudian akan keluar identitas WP, WB atau WS, beserta nominal besaran pajak yang harus dibayarkan. "Dengan modul ini, baik WP, WB atau WS dapat bertransaksi dimana pun dan kapan pun," imbuh Sofyan. (*/DKu)

Page 30: Mudahnya MPN G2

http://www.gatra.com/ekonomi-1/47949-bri-kerahkan-110-ribu-unit-layanan-untuk-sukseskan-mpn-g-2.html

MENGENAL MODUL PENERIMAAN NEGARA (MPN) Modul Penerimaan Negara (MPN) merupakan suatu sistem

pengadministrasian pendapatan negara berbasis web yang dibangun oleh

Kementerian Keuangan bekerjasama dengan pihak perbankan dan Bank

Indonesia, PT Pos Indonesia, serta pihak penyedia jasa switching. Kini MPN telah

memasuki tahap penyempurnaan (MPN generasi 2, atau disingkat MPN 2) dalam

upaya menyediakan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat sekaligus

memenuhi harapan pemerintah akan ketersediaan data yang kredibel.

Secara garis besar sistem MPN 2 merupakan suatu proses sinambung dari 2

sistem, yakni sistem billing dan sistem settlement. Sistem billing yang berfungsi

melakukan pengadministrasian data pembayar dan pembayaran, memfasilitasi

proses awal dari keseluruhan proses pembayaran dan penyetoran pendapatan

negara. Selanjutnya, sistem settlement akan memfasilitasi penyelesaian proses

pembayaran, rekonsiliasi hingga penyampaian data-data kepada stakeholders. 

Dalam grand design MPN 2, DJA akan bertindak sebagai biller bagi PNBP,

dengan mengoperasikan sistem billing yang berfungsi mengadministrasikan

data-data pembayar dan pembayaran PNBP, yang dibutuhkan oleh DJA sebagai

tools dalam analisa kebijakan dan penyusunan kebijakan PNBP ke depan.

Adapun sistem settlement yang memfasilitasi penyelesaian rangkaian proses

pembayaran berada di bawah kewenangan Direktorat Jenderal Perbendaharaan

(DJPB).

Gambar 1: Konfigurasi MPN 2

DJA (Biller) sebagai bagian dari Sistem MPN 2

Dengan mengoperasikan sistem MPN 2, semua transaksi akan tercatat

secara elektronik, baik dalam sistem billing maupun sistem settlement. Dengan

Page 31: Mudahnya MPN G2

demikian, kemungkinan terjadinya perbedaan data dapat diminimalisir, dan

proses rekonsiliasi akan lebih mudah dilakukan.

Mengingat sistem yang akan dibangun merupakan sistem informasi

teknologi berbasis web, dan merupakan bagian dari bangunan sistem MPN 2

yang online dengan beberapa stakeholders sesuai peranan masing-masing,

maka terhadap sistem billing PNBP yang akan dibangun dapat diberikan nama

yang lebih spesifik dan mudah untuk diingat, yakni SIMPONI (Sistem

Informasi PNBP Online).

ALUR KERJA SIMPONI:

1. PROSEDUR PENDAFTARAN BILLING SIMPONI

a. Bendahara Penerimaan pada masing-masing satker K/L pengelola PNBP dan

Wajib Bayar yang menyetor sendiri PNBP melakukan proses registrasi billing

melalui e-registration SIMPONI.

b. SIMPONI memproses permohonan registrasi dari Bendahara Penerimaan dan

Wajib Bayar, serta menerbitkan User ID dan Password.

c. Untuk tahap awal implementasi, DJA akan melakukan registrasi serentak bagi

Bendahara Penerimaan K/L berdasarkan data yang dihimpun dari Biro

Perencanaan dan Keuangan masing-masing K/L.

Selanjutnya konfirmasi keikutsertaan Bendahara Penerimaan dalam sistem

billing akan dikirimkan oleh DJA kepada Biro Perencanaan dan Keuangan

masung-masing K/L, sedangkan user ID serta password yang diterbitkan

berdasarkan pendaftaran yang dilakukan akan didistribusikan ke seluruh

Bendahara Penerimaan pada masing-masing satker.

Dengan demikian Bendahara Penerimaan dapat langsung memulai prosedur

pembuatan/create billing pada saat hendak melakukan pembayaran PNBP.

 

Page 32: Mudahnya MPN G2

2. PROSEDUR PEMBUATAN BILLING SIMPONI

a. Bendahara Penerimaan atau Wajib Bayar melakukan proses create billing

melalui SIMPONI.

b. Dalam proses create billing, Bendahara Penerimaan  atau Wajib Bayar yang

dikenali dari User ID dan Password, mengisi beberapa informasi pada menu isian

sesuai dengan kebutuhan sistem.

c. SIMPONI men-generate kode billing atas billing yang di-create oleh Bendahara

Penerimaan atau Wajib Bayar.

d. Bendahara Penerimaan atau Wajib Bayar menerima notifikasi melalui email/sms

dan dapat mencetak billing yang memuat kode billing dan beberapa informasi

untuk dijadikan dasar pembayaran.

e. SIMPONI meneruskan informasi billing (terseleksi) beserta kode billing ke sistem

Settlement.

PROSEDUR SISTEM SETTLEMENT

Setelah seluruh prosedur sistem billing PNBP dipenuhi dan Bendahara

Penerimaan atau Wajib Bayar menerima kode billing, maka proses dapat

dilanjutkan dengan melakukan beberapa prosedur dalam sistem settlement.

Secara garis besar sistem settlement dimulai dengan proses pembayaran,

proses rekonsiliasi transaksi, proses pelimpahan, proses rekonsiliasi kas, dan

diakhiri dengan penyampaian data kepada stakeholders.

Terhadap kode billing yang telah diterbitkan oleh SIMPONI dan tercatat telah

terbayar oleh sistem Settlement, akan dikirimkan konfirmasi antar sistem dan

notifikasi berupa email/sms kepada Bendahara Penerimaan atau Wajib Bayar

yang bersangkutan.

MANFAAT SIMPONI

Page 33: Mudahnya MPN G2

1. Meningkatnya kualitas pelayanan dalam hal pembayaran PNBP dengan

menciptakan lebih banyak alternatif cara pembayaran, sehingga lebih mudah

dan fleksibel;

2. Meningkatnya ketersediaan dan reliabilitas data PNBP;

3. Meningkatnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan PNBP;

4. Terciptanya sinergi antara perencanaan, monitoring dan evaluasi penerimaan

PNBP.

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIANOMOR 60/PMK.05/2011

TENTANGPELAKSANAAN UJI COBA PENERAPAN SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA

ELEKTRONIK (BILLING SYSTEM) DALAM SISTEM MODUL PENERIMAAN NEGARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang:  a.  bahwa ketentuan mengenai Modul Penerimaan Negara telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;b.  bahwa Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, belum memuat pengaturan mengenai sistem pembayaran penerimaan Negara secara elektronik (billing system);c.  bahwa dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan Modul Penerimaan Negara sebagai upaya mengintegrasikan data penerimaan negara dalam sebuah sistem yang handal, dipandang perlu untuk melakukan uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) sebagai bagian dari penyempurnaan Modul Penerimaan Negara dimaksud;d.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Uji Coba Penerapan Sistem Pembayaran Pajak Secara Elektronik (Billing System) Dalam Sistem Modul Penerimaan Negara;

Mengingat:    1.  Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);2.  Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);3.  Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);4.  Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010;

Page 34: Mudahnya MPN G2

5.  Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan:   PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PELAKSANAAN UJI COBA PENERAPAN SISTEM PEMBAYARAN PAJAK SECARA ELEKTRONIK (BILLING SYSTEM) DALAM SISTEM MODUL PENERIMAAN NEGARA.

Pasal 1Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:1.  Modul Penerimaan Negara adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan merupakan bagian dari sistem perbendaharaan dan anggaran negara.2.  Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) adalah serangkaian proses yang meliputi kegiatan pendaftaran peserta billing, pembuatan kode billing, pembayaran berdasarkan kode billing, dan rekonsiliasi billing dalam sistem Modul Penerimaan Negara.3.  Nomor Identitas Peserta Billing yang selanjutnya disebut NIPB adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai identitas peserta sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system).4.  Personal Identification Number yang selanjutnya disebut PIN adalah nomor identitas wajib pajak sebagai sarana untuk dapat masuk aplikasi pembuatan kode billing dan melakukan pembayaran pajak secara elektronik.5.  Password adalah kata kunci agar dapat masuk aplikasi pembuatan kode billing dan melakukan pembayaran pajak secara lektronik.6.  Kode Billing adalah kode identifikasi suatu jenis pembayaran atau setoran pajak yang akan dilakukan wajib pajak.7.  Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut NTPN adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan melalui Modul Penerimaan Negara.8.  Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disebut NTB adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan oleh Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi.9.  Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disebut NTP adalah nomor bukti transaksi penerimaan yang diterbitkan oleh Pos Persepsi.10.Bank/Pos Persepsi adalah bank umum/kantor pos yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk menerima setoran penerimaan negara.

Pasal 2(1)  Dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan Modul Penerimaan Negara, dilaksanakan uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system).(2)  Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam rangka meningkatkan efektivitas penatausahaan penerimaan negara.

Pasal 3(1)  Ruang lingkup uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 meliputi:a.  Pendaftaran peserta billing;b.  Pembuatan kode billing;

Page 35: Mudahnya MPN G2

c.  Pembayaran berdasarkan kode billing, dand.  Rekonsiliasi billing.(2)  Uji coba sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak termasuk pembayaran atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak dalam rangka impor dan cukai.(3)  Pendaftaran peserta billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam rangka memperoleh NIPB, PIN, dan Password.(4)  Pembuatan kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan melalui pengisian data setoran pajak secara elektronik.(5)  Pembayaran berdasarkan kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dalam rangka pelunasan pajak oleh wajib pajak baik melalui loket bank/pos persepsi atau secara elektronik.(6)  Pembuatan kode billing dan pembayaran berdasarkan kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5) dilakukan atas setiap setoran pajak.(7)  Dalam hal kode billing yang telah dibuat tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak dalam waktu 48 (empat puluh delapan) jam, maka data kode billing dimaksud akan dihapuskan dari sistem MPN, dan untuk membayarkan kembali, Wajib Pajak harus membuat kembali kode billing sebagaimana dimaksud pada ayat (4).(8)  Dalam hal secara teknis dimungkinkan, pembuatan kode billing dan pembayaran berdasarkan kode billing dapat dilakukan secara masal (bulk).(9)  Rekonsiliasi billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dalam rangka pencocokan kode billing yang telah terbayar dengan kode billing yang telah diterbitkan.

Pasal 4Uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) dilakukan oleh Bank/Pos Persepsi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan tanpa mengurangi/menghalangi/menunda/meniadakan kewajiban Bank/Pos Persepsi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan perjanjian.

Pasal 5Pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaan uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) adalah sebagai berikut: 1.  Kementerian Keuangan yang meliputi satuan kerja sebagai berikut:a.  Direktorat Jenderal Pajak; b.  Direktorat Jenderal Perbendaharaan; danc.  Pusat Sistem Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek);d.  Bank/Pos Persepsi selaku penyelenggara jasa pelayanan setoran penerimaan negara; dan2.  Wajib Pajak yang memilih membayar pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system).

Pasal 6Dalam pelaksanaan uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system), pihak-pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 mempunyai tugas dan/atau kewajiban sebagai berikut:a.  Direktorat Jenderal Pajak: 1)  menyiapkan infrastruktur server billing pada unit kerja Direktorat Jenderal Pajak;2)  menyediakan layanan pendaftaran peserta billing;3)  menyediakan layanan pembuatan kode billing; 4)  menyediakan help desk uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system);5)  membandingkan data pembayaran berdasarkan kode billing dengan data kode billing yang

Page 36: Mudahnya MPN G2

diterbitkan;6)  melaksanakan tugas sebagai operator sistem dan pemeliharaan infrastruktur MPN.b.  Direktorat Jenderal Perbendaharaan: 1)  menunjuk Bank/Pos Persepsi yang menjadi peserta uji coba;2)  melakukan pengawasan terhadap Bank/Pos Persepsi;3)  menyediakan data billing yang telah dibayar.c.  Pusintek:1)  menyediakan jaringan dan infrastruktur back up data MPN;2)  memelihara jaringan dan infrastruktur back up data MPN.d.  Bank/Pos Persepsi:1)  dapat menyediakan jasa layanan pendaftaran peserta billing bagi Wajib Pajak;2)  dapat menyediakan jasa layanan pembuatan kode billing bagi Wajib Pajak;3)  menerima pembayaran pajak melalui sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system); 4)  melaporkan pembayaran pajak yang dilakukan dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system).e.  Wajib Pajak:1)  melakukan pendaftaran peserta billing satu kali untuk pertama kali;2)  melakukan pengisian data setoran pajak dalam rangka memperoleh kode billing; dan3)  melakukan pembayaran berdasarkan kode billing.

Pasal 7Permasalahan dan gangguan yang terjadi terhadap sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) akan diselesaikan oleh pihak-pihak yang terkait.

Pasal 8Dalam hal terdapat perbedaan data antara data elektronik dengan hasil cetakan, maka yang dijadikan pedoman adalah data yang sebagaimana terdapat pada data elektronik yang berada di Kementerian Keuangan.

Pasal 9Uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) dilaksanakan dengan memperhatikan prosedur sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri Keuangan ini .

Pasal 10Uji coba penerapan sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) dilaksanakan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak Peraturan Menteri Keuangan ini diundangkan dan berlaku selama 120 (seratus dua puluh) hari.

Pasal 11(1)  Pelaksanaan uji coba dimonitor dan dievaluasi oleh Tim yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.(2)  Keanggotaan Tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melibatkan perwakilan dari Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Perbendaharaan, dan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan.

Pasal 12Ketentuan lebih lanjut yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan uji coba penerapan Sistem pembayaran pajak secara elektronik (billing system) diatur oleh Direktur Jenderal Pajak dan

Page 37: Mudahnya MPN G2

Direktur Jenderal Perbendaharaan sesuai dengan tugas dan kewenangannya baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Pasal 13Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakartapada tanggal 23 Maret 2001MENTERI KEUANGANREPUBLIK INDONESIA,

AGUS D.W. MARTOWARDOJO

Diundangkan di Jakartapada tanggal 23 Maret 2011MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIAREPUBLIK INDONESIA,

PATRIALIS AKBAR

Modul Manajemen Penerimaan (Government Receipt)

By admin / In SPAN / 12/13/2013

Modul Manajemen Penerimaan menatausahaan penerimaan negara baik yang diterima melalui KPPN, Bank Indonesia, maupun penerimaan yang melalui Bank/Pos Persepsi (MPN dan MPN-G2). Selain itu juga mengelola penerimaan yang inputnya berasal dari Modul Pembayaran di SPAN, yang meliputi Penerimaan Potongan SPM, Pengembalian Pendapatan melalui SPM-KP/KC/PP, dan Penerimaan Pembiayaan melalui Penerbitan SP3 oleh KPPN Jakarta VI.

Modul Government Receipt terkoneksi dengan sistem MPN secara real time dan online (MPN-G2), telah mengakomodasi upload file dari sistem DMFAS (DJPU & Dit.SMI,DJPBN), serta mampu melakukan sinkronisasi dengan sistem BIG-eB (BI).

Pengguna modul ini adalah:

KPPN, terkait penerimaan potongan SPM, pengembalian pendapatan, dan penerimaan dari Bank/Pos Persepsi (MPN).

KPPN Jakarta VI, terkait pencatatan hutang dan penerimaan Surat Perintah Pengesahan/Pembukuan (SP3).

Dit. Pengelolaan Kas Negara (PKN), DJPB, terkait penerimaan dari BI dan dari Bank/Pos Persepsi (MPN-G2).

Page 38: Mudahnya MPN G2

Dit. Sistem Manajemen Investasi (SMI), DJPB, terkait penerimaan penerusan pinjaman dan penerimaan kredit program.

Dit. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) , DJA, terkait penerimaan SDA, Migas, Non Migas dari Rekening di BI.

Ditjen Pengelolaan Utang, terkait penerimaan utang dan hibah luar negeri.

Beberapa perubahan atas proses bisnis yang terdapat pada modul ini adalah:

Terkait penerimaan dari BI: Penerimaan negara akan dicatat ketika masuk ke Rekening Pemerintah Lain (RPL).

Terkait Penerimaan dari MPN: Rekening koran disampaikan secara elektronik, dan terdapat sentralisasi penatausahaan penerimaan negara di KP DJPBN.

Terkait penerimaan dari KPPN: Proses rekonsiliasi data penerimaan dilakukan oleh sistem.

Pokok-pokok kebijakan yang diterapkan dalam modul ini:

Penerapan akuntansi akrual untuk transaksi penerimaan negara. Sentralisasi rekening kas negara terkait penerimaan negara melalui MPN. SPAN akan menjadi sumber data (feeder) bagi unit lain yang membutuhkan. Penerimaan yang melalui KPPN akan mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara

(NTPN) yang dihasilkan oleh SPAN. Pendapatan dari perpajakan akan dicatat menurut KPP tempat Wajib Pajak terdaftar. Pencatatan penerimaan melalui Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) dicatat sebagai

penerimaan yang ditangguhkan. MPN-G2 sebagai feeder untuk SPAN terkait penerimaan persepsi.

Pelaksanaan pada pihak-pihak terkait dalam modul ini:

Pelaksanaan pada Dit. SMI. o Subdit VSAP: Menatausahakan penerusan pinjaman dari mulai terjadinya piutang

negara sampai dengan proses penagihan ke debitur serta pembuatan laporan.o Subdit Kredit Program: Menatausahakan penerimaan yang berasal dari penyaluran

Kredit Usaha Kecil Mikro (KUKM).Pelaksanaan pada KPPN Jakarta VI.

o Middle Office: Menerima data Withdrawal Application (WA) dan NOD dari Front Office untuk selanjutnya melakukan proses SP3.

o Back Office: Upload SP3 ke SPAN untuk dicatat sebagai data penerimaan pembiayaan.

Pelaksanaan pada DJA. o Direktorat PNBP: Menerima informasi dari Dit. PKN, DJPB atas PNBP (setoran Migas,

Panas Bumi, dan SDA) yang diterima, serta melakukan reklasifikasi jurnal dari penerimaan yang ditangguhkan serta meneruskannya melalui Surat Permintaan Pemindahbukuan kepada Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q Direktorat PKN.

Pelaksanaan pada DJPU: o Menerima NOD dari pihak Lender dan kemudian memproses menjadi Surat Perintah

Pembukuan Penarikan PHLN (SP4HLN).o Melakukan upload file ADK dari aplikasi DMFAS ke SPAN.o Meneruskan ke KPPN Jakarta VI sebagai dasar penerbitan SP3.

Pelaksanaan pada Dit. PKN.

Page 39: Mudahnya MPN G2

o Subdit Rekening Pemerintah Lainnya dan Bendahara Instansi (RPLBI): Menerima rekening koran dari BI terkait SDA Migas, Panas Bumi (termasuk PBB Migas dan PPh Migas) dan SDA Non Migas serta penerimaan di Rekening Dana Investasi/Rekening Pemerintah Daerah; Menerima setoran pengembalian penerusan pinjaman.

o Subdit Rekening Pinjaman dan Hibah (RPH): Menerima data NOD dari DJPU (penerimaan pembiayaan), menerima data SP3 dari KPPN Jakarta VI, serta penerimaan melalui reksus.

o Subdit Penerimaan Negara (PN): Menerima data transaksi setoran yang melalui Bank/Pos Persepsi (MPN-G2) termasuk setoran dalam valuta asing.

o Subdit Rekening Kas Negara (RKN): Mengelola penerimaan PFK, dan menatausahakan informasi arus kas.

o Subdit Rekening Kas Umum Negara (RKUN): Pencatatan penerimaan pada Rekening SUN dan pencatatan penerimaan laba BUMN dan penerimaan dari Program Loan.

Pelaksanaan pada KPPN.

Front Office: Menerima data file ADK dari Bank/Pos Persepsi (MPN) dan selanjutnya melakukan upload ke SPAN; serta menerima SPM dari satker terkait potongan SPM dan pengembalian pendapatan.

Middle Office: Melakukan pemrosesan SP2D dan rekonsiliasi data MPN, serta penerimaan atas retur SP2D.

Back Office: Menatausahakan penerimaan yang berasal dari potongan SPM (pajak, PNBP, pengembalian sisa UP, penerimaan PFK, dan pengembalian belanja), serta yang berasal pengembalian pendapatan.