22
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Mata merupakan organ yang mengandung reseptor penglihatan pada salah satu bagiannnya yang disebut retina. Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Sebagaimana ditunjukan oleh asal embriologis umum, retina dan jaras-jaras penglihatan anterior (nervus optikus, kiasma optikus dan traktus optikus) merupakan bagian dari kesatuan otak yang utuh, yang menyediakan sebagian besar input sensoris total. Retina dan jaras-jaras penglihatan anterior sering memberi petunjuk diagnostik penting untuk berbagai gangguan sistem saraf pusat. Penyakit intrakranial sering menyebabkan gangguan penglihatan karena adanya kerusakan atau tekanan pada salah satu bagian dari jaras-jaras optikus. Pada pembahasan ini akan dijelaskan kerusakan yang mengenai nervus optikus karena peradangan. Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat berbagai macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik intraokular dan dapat terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Sedangkan tipe neuritis retrobulbar merupakan suatu peradangan di nervus saraf optik ekstraokular/intraorbital yang terletak pada bagian belakang bola mata, sehingga tidak tampak kelainan diskus optik dengan oftalmoskop, tetapi terjadi penurunan tajam penglihatan. 1,2

Neuritis Optik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat mengenai Neuritis Optik

Citation preview

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 LATAR BELAKANG

    Mata merupakan organ yang mengandung reseptor penglihatan pada

    salah satu bagiannnya yang disebut retina. Retina merupakan reseptor permukaan

    untuk informasi visual. Sebagaimana ditunjukan oleh asal embriologis umum,

    retina dan jaras-jaras penglihatan anterior (nervus optikus, kiasma optikus dan

    traktus optikus) merupakan bagian dari kesatuan otak yang utuh, yang

    menyediakan sebagian besar input sensoris total.

    Retina dan jaras-jaras penglihatan anterior sering memberi petunjuk

    diagnostik penting untuk berbagai gangguan sistem saraf pusat. Penyakit

    intrakranial sering menyebabkan gangguan penglihatan karena adanya kerusakan

    atau tekanan pada salah satu bagian dari jaras-jaras optikus. Pada pembahasan ini

    akan dijelaskan kerusakan yang mengenai nervus optikus karena peradangan.

    Neuritis optik adalah peradangan atau demielinisasi saraf optikus akibat

    berbagai macam penyakit. Neuritis optik diklasifikasikan menjadi dua yaitu

    papilitis dan neuritis retrobulbar. Papilitis adalah pembengkakan diskus yang

    disebabkan oleh peradangan lokal di nervus saraf optik intraokular dan dapat

    terlihat dengan pemeriksaan funduskopi. Sedangkan tipe neuritis retrobulbar

    merupakan suatu peradangan di nervus saraf optik ekstraokular/intraorbital yang

    terletak pada bagian belakang bola mata, sehingga tidak tampak kelainan diskus

    optik dengan oftalmoskop, tetapi terjadi penurunan tajam penglihatan.1,2

  • 2

    I.2 TUJUAN PENULISAN

    Tujuan penyusunan referat ini adalah untuk mengetahui secara umum

    mengenai definisi, anatomi, fisiologi, klasifikasi, patofisiologi, manifestasi klinis,

    serta penatalaksanaan pada neuritis optik.

  • 3

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

    II.1.1 Lapisan Retina

    Gambar 1. Lapisan retina

    Komponen yang paling utama dari retina adalah sel-sel reseptor

    sensoris atau fotoreseptor dan beberapa jenis neuron dari jaras

    penglihatan. Lapisan terdalam (neuron pertama) retina mengandung

    fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) dan dua lapisan yang lebih

    superfisial mengandung neuron bipolar (lapisan neuron kedua) serta sel-

    sel ganglion (lapisan neuron ketiga). 1, 2, 3

    Sel batang berfungsi dalam proses penglihatan redup dan gerakan

    sementara sel kerucut berperan dalam fungsi penglihatan terang,

  • 4

    penglihatan warna, dan ketajaman penglihatan. Sel batang memiliki

    sensitivitas cahaya yang lebih tinggi daripada sel kerucut dan berfungsi

    pada penglihatan perifer. Sel kerucut mampu membedakan warna dan

    memiliki fungsi penglihatan sentral. Badan sel dari reseptor-reseptor ini

    mengeluarkan tonjolan (prosesus) yang bersinaps dengan sel-sel ganglion

    retina. Akson sel-sel ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina

    dan menyatu membentuk saraf optikus. 1, 3

    II.1.2 Nervus Optikus

    Gambar 2. Jaras nervus optikus

    Nervus optikus bermula dari optik disk dan berlanjut sampai ke

    kiasma optikum, dimana ke dua nervus tersebut menyatu. Lebih awal lagi

    merupakan kelanjutan dari lapisan neuron retina, yang terdiri dari axon-

    axon dari sel ganglion. Serat ini juga mengandung serat aferen untuk

  • 5

    reflex pupil. Secara morfologi dan embriologi, neuritis optikus merupakan

    saraf sensorik. Tidak seperti saraf perifer nervus optikus tidak dilapisi oleh

    neurilema sehingga tidak dapat beregenerasi jika terpotong. Serat nervus

    optikus mengandung 1,0-1,2 juta serat saraf. 4

    Bagian nervus optikus

    Nervus optikus memiliki panjang sekitar 47-50 mm, dan dapat di

    bagi mejadi 4 bagian :

    Intraocular (1 mm) : menembus sklera (lamina kribrosa), koroid

    dan masuk ke mata sebagai papil disk.

    Intraorbital (30 mm) : memanjang dari belakang mata sampai ke

    foramen optik. Lebih ke posterior, dekat dengan foramen optik,

    dikelilingi oleh annulus zinn dan origo dari ke empat otot rektus.

    Sebagian serat otot rektus superior berhubungan dengan selubung

    saraf nervus optikus dan berhubungan dengan sensasi nyeri saat

    menggerakkan mata pada neuritis retrobulbar. Secara anterior,

    nervus ini dipidahkan dari otot mata oleh lemak orbital.

    Intrakanalikular (6-9 mm) : sangat dekat dengan arteri oftalmika

    yang berjalan inferolateral dan melintasi secara oblik, dan ketika

    memasuki mata dari sebelah medial. Ini juga menjelaskan kaitan

    sinusitis dengan neuritis retrobulbar.

    Intrakranial (10 mm) : melintas di atas sinus kavernosus kemudian

    menyatu membentuk kiasma optikum. 1, 4

  • 6

    Selubung meningeal

    Piamater, arachnoid, dan duramater melapisi otak dan berlanjut

    ke nervus optikus. Di kanalis optik dura mater menempel langsung ke

    tulang sekitarnya. Ruang subarachnoid dan ruang subdural merupakan

    kelanjutan dari bagian otak juga. 1, 4

    Vaskularisasi nervus optikus

    Permukaan optic disk didarahi oleh kapiler-kapiler dari arteri

    retina. Daerah prelaminar terutama di suplai dari sentripetal cabang

    cabang dari peripailari koroid dan sebagian kontibusi dari pembuluh darah

    dari lamina cribrosa. 1, 4

    Lamina kribrosa disuplai dari cabang arteri siliaris posterior dan

    arteri circle of zinn. Bagian retrolaminar nervus optikus di suplai dari

    sentrifugal cabang-cabang arteri retina sentral dan sentripetal cabang-

    cabang pleksus yang dibentuk dari arteri koroidal, circle of zinn, arteri

    retina sentral, dan arteri oftalmika. 1, 4

    Gambar 3. Vaskularisasi Nervus Optikus

  • 7

    II.1.3. Lesi Saraf Optik

    Ditandai dengan hilangnya penglihatan atau kebutaan lengkap

    pada sisi yang terkena dengan hilang nya refleks cahaya langsung pada

    sisi ipsilateral dan reflek tidak langsung pada sisi kontralateral. 3, 4

    Penyebab umum dari lesi saraf optik adalah: optik atrofi, trauma

    pada saraf optik, neuropati optik, dan neuritis optikus akut.

    Gambar 4. Defek Visual

    Lesi melalui bagian proksimal saraf optik

    Gambaran penting dari lesi tersebut yaitu hemianopsia ipsilateral

    dan kontralateral, hilangnya refleks cahaya langsung pada sisi yang

    terkena dan reflek cahaya tidak langsung pada sisi kontralateral. 1, 3, 4

    Lesi kiasma sentral

    Dicirikan oleh hemianopsia bitemporal dan kelumpuhan refleks

    pupil. Biasanya diahului oleh atrofi optik pada sebagian akhir nervus

    optikus. Penyebab umum lesi kiasma pusat adalah suprasellar aneurisma,

    tumor kelenjar hipofise, kraniofaringioma, meningioma suprasellar,

  • 8

    glioma ventrikel ketiga, hidrosefalus akibat obstruktif ventrikel tiga, dan

    kiasma arachnoiditis kronis. 1, 3, 4

    Lesi kiasma lateral

    Gambaran menonjol pada lesi ini yaitu hemianopia binasal

    dengan kelumpuhan refleks pupil. Penyebab umum dari lesi tersebut

    diantaranya penggelembungan dari ventrikel ketiga yang menyebabkan

    tekanan pada setiap sisi kiasma dan ateroma dari carotis atau arteri

    communican posterior. 1, 3, 4

    Lesi saluran optik

    Ditandai dengan hemianopia homonim terkait dengan reaksi

    pupil kontralateral (Reaksi Wernicke). Lesi ini biasanya diahului oleh

    atrofi optik pada sebagian akhir nervus optikus dan mungkin berhubungan

    dengan kelumpuhan saraf ketiga kontralateral serta hemiplegik ipsilateral.

    Penyebab umum lesi ini diantaranya lesi sifilis, tuberkulosis, dan

    aneurisma dari serebeli atas atau arteri serebral posterior. 1, 3, 4

    Lesi badan genikulatam lateral

    Lesi ini mengakibatkan hemianopia homonim dengan refleks

    pupil minimal, dan mungkin berakhir dengan atrofi optik parsial. 1, 3, 4

    Lesi radiasi optik

    Gambaran berbeda-beda tergantung pada lokasi lesi. Keterlibatan

    radiasi optik total mengakibatkan hemianopsia homonim total.

    Hemianopia kuadrantik inferior (pie on the floor) terjadi pada lesi lobus

    parietal (mengandung serat unggul radiasi optik). Hemianopia kuadrantik

    superior (pie on the sky) dapat terjadi setelah lesi dari lobus temporal

    (mengandung serat radiasi optik inferior). Biasanya lesi dari radiasi optik

  • 9

    terjadi akibat oklusi pembuluh darah, tumor primer dan sekunder, serta

    trauma. 1, 3, 4

    Lesi korteks visual

    Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital

    yang dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera ditembak

    senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak diikuti lesi

    korteks visual. 1, 3, 4

    Lesi jalur visual

    Kerusakan makula homonim pada lesi ujung korteks oksipital

    yang dapat terjadi sebagai akibat cedera kepala atau cedera

    ditembak senapan. Refleks cahaya pupil normal dan atrofi optik tidak

    diikuti lesi korteks visual. 1, 3, 4

    II.2 Definisi dan Klasifikasi

    Neuritis optik adalah radang nervus optikus; penyakit ini dapat

    diklasifikasikan ke dalam bentuk :

    - intraokular, yang mengenai bagian saraf bola mata (papillitis)

    - retrobulbar, yang mengenai bagian saraf di belakang bola mata1, 2, 5

    II.3 Epidemiologi

    Studi epidemiologi menunjukan kejadian neuritis optikus berkisar 4-

    5 per 100.000 populasi, dengan insidensi tertinggi pada populasi yang tinggal di

    dataran tinggi, seperti Amerika Utara dan Eropa bagian barat, dan terendah pada

    daerah ekuator. Sedangkan dari segi ras, ras kaukasian lebih banyak terkena

    dibanding ras lain. Pada predileksi umur dewasa muda 20-45 tahun, neuritis

    optikus biasanya bersifat unilateral dan lebih banyak pada wanita (3:1).

  • 10

    Sedangkan neuritis optik pada anak lebih jarang terjadi, yaitu hanya kurang lebih

    5% kasus, biasanya bersifat bilateral, timbul palpitis, dan mempunyai

    kecenderungan menjadi sklerosis multipel lebih rendah. 3, 6

    II.4 Etiologi

    a. Demielinatif1

    o Idiopatik

    o Sklerosis multiple

    o Neuromielitis optika (penyakit Delvic)

    b. Diperantarai imun1

    - Neuritis optik pascainfeksi virus (morbili, mumps, cacar air, influenza,

    mononukleosis infeksiosa)

    - Neuritis optik pascaimunisasi

    - Ensefalomielitis diseminata akut

    - Polineuropati idiopatik akut (sindrom Guillain-Barre)

    - Lupus eritematosus sistemik

    - Penyakit leber

    c. Infeksi langsung1

    - Herpes zoster, sifilis, tuberkulosis, crytococcosis, cytomegalovirus

    d. Neuropati optik granulomatosa1

    - Sarkoidosis

    - Idiopatik

    e. Penyakit peradangan sekitar1

    - Peradangan intraocular

    - Penyakit orbita

    - Penyakit sinus, termasuk mukormikosis

  • 11

    - Penyakit intracranial: meningitis, ensefalitis

    f. Intoksikasi racun eksogen3

    tobacco, etil alkohol, metil alkohol

    g. penyakit metabolic7

    diabetes, anemia, kehamilan, avitaminosis

    II.5 Patogenesis

    Dasar patologi penyebab neuritis optikus paling sering adalah inflamasi

    demielinisasi dari saraf optik. Patologi yang terjadi sama dengan yang terjadi

    pada multipel sklerosis (MS) akut, yaitu adanya plak di otak

    dengan perivascular cuffing, edema pada selubung saraf yang bermielin, dan

    pemecahan mielin.7, 8

    Inflamasi pada endotel pembuluh darah retina dapat mendahului

    demielinisasi dan terkadang terlihat sebagai retinal vein sheathing. Kehilangan

    mielin dapat melebihi hilangnya akson.7, 8

    Dipercaya bahwa demielinisasi yang terjadi pada Neuritis optikus

    diperantarai oleh imun, tetapi mekanisme spesifik dan antigen targetnya belum

    diketahui. Aktivasi sistemik sel T diidentifikasi pada awal gejala dan mendahului

    perubahan yang terjadi didalam cairan serebrospinal. Perubahan sistemik kembali

    menjadi normal mendahului perubahan sentral (dalam 2-4 minggu). Aktivasi sel

    T menyebabkan pelepasan sitokin dan agen-agen inflamasi yang lain. Aktivasi sel

    B melawan protein dasar mielin tidak terlihat di darah perifer namun dapat

    terlihat di cairan serebrospinal pasien dengan Neuritis optikus. Neuritis optikus

    juga berkaitan dengan kerentanan genetik, sama seperti MS. Terdapat ekspresi

    tipe HLA tertentu diantara pasien neuritis optikus. 7, 8

  • 12

    II.6 Gejala dan Tanda

    Keluhan utama pada neutiris optikus adalah sama, baik pada papilitis,

    dimana saraf yang terkena terletak intraokular, maupun pada neuritis retrobulbar

    yang mengenai saraf ekstra okular. 3

    Gambaran akut

    - Gejala neuritis optik biasanya monokular, namun dapat mengenai kedua mata

    terutama pada anak-anak. 2, 6

    - Hilangnya penglihatan tiba-tiba selama beberapa jam sampai beberapa hari 2, 6

    - Nyeri pada mata

    Nyeri ringan di dalam atau sekitar mata terdapat pada lebih dari 90% pasien.

    Nyeri tersebut dapat terjadi sebelum atau bersama-sama dengan hilangnya

    penglihatan dan berlangsung selama beberapa hari. Rasa sakit akan bertambah

    bila bola mata ditekan dan disertai sakit kepala. 2

    Pergerakan okular terutama

    gerakan ke atas dan ke bawah juga dapat memperberat nyeri ini karena

    perlekatan sejumlah serat otot rektus superior dengan duramater. 2, 6

    - Defek pupil aferen (afferent pupillary defect)

    Gambar 5. Defek pupil aferen

    Selalu terjadi pada neuritis optik bila mata yang lain tidak ikut terlibat.

    Adanya defek pupil aferen ini ditunjukkan dengan pemeriksaan swinging light

    test (Marcus-Gunn pupil). Marcus-Gunn positif ialah apabila pada mata yang

    sehat diberi cahaya, maka terjadi miosis pada kedua mata. Namun bila cahaya

  • 13

    dipindahkan pada mata yang sakit, maka kedua pupil akan melebar. 2, 6, 9

    - Defek lapang pandang

    Pada neuritis optik, lapang penglihatan perifer menyempit secara konsentris,

    terdapat skotoma sentral dengan bermacam tebal dan besarnya. Dapat pula

    berbentuk sekosentral atau para sentral. 2, 6

    - Buta warna pada mata yang terkena, terjadi pada 88% pasien. 2, 6, 9

    Gambaran Kronik

    Walaupun telah terjadi penyembuhan secara klinis, tanda neuritis optik

    masih dapat tersisa. Tanda kronik dari neuritis optik yaitu:

    - Kehilangan penglihatan secara persisten. Kebanyakan pasien neuritis

    optik mengalami perbaikan penglihatan dalam 1 tahun. 2, 6

    - Defek pupil aferen relatif tetap bertahan pada 25% pasien dua tahun setelah

    gejala awal. 2, 6

    - Desaturasi warna, terutama warna merah. Pasien dengan desaturasi warna

    merah akan melihat warna merah sebagai pink, atau orange bila melihat

    dengan mata yang terkena. 2, 6

    - Fenomena Uhthoff yaitu terjadinya eksaserbasi temporer dari gangguan

    penglihatan yang timbul dengan peningkatan suhu tubuh. Olahraga dan mandi

    dengan air panas merupakan pencetus klasik. 2, 6

    - Diskus optik terlihat mengecil dan pucat, terutama didaerah temporal.

    Pucatnya diskus meluas sampai batas diskus ke serat retina peripapil. 2, 6

    II.7 Diagnosis

    Anamnesis 1, 7, 8

    1. Penglihatan yang kabur (visus turun) mendadak

  • 14

    2. Adanya bintik buta

    3. Perbedaan subjektif pada terangnya cahaya

    4. Persepsi warna yang terganggu

    5. Kekaburan penglihatan ketika beraktivitas dan meningkatnya suhu dan

    berkurang jika beristirahat.

    6. Rasa sakit pada mata yang mengganggu dan lebih sering pada tipe neuritis

    retrobulbar daripada tipe papilitis.

    7. Gejala berlangsung sementara pada salah satu mata (pada pasien dewasa).

    Sedangkan pada pasien anak, biasanya mengenai kedua mata. Terdapat

    riwayat demam atau imunisasi sebelumnya pada anak akan mendukung

    diagnosis.

    Pemeriksaan Fisik 1, 7, 8

    1. Pemeriksaan visus. Hilangnya visus dapat ringan (20/30), sedang (20/60),

    maupun berat (20/70).

    2. Pemeriksaan lapang pandang, biasanya berupa skotoma sentral atau

    sentrosekal. Namun setelah 7 bulan, 51 % kasus memiliki lapangan pandang

    yang normal.

    3. Refleks pupil. Defek aferen pupil terlihat dengan refleks cahaya langsung yang

    menurun atau hilang.

    4. Penglihatan warna berkurang.

    5. Adaptasi gelap mungkin menurun.

    Pemeriksaan penunjang 1, 6, 7, 8

    1. Funduskopi

    - Pemeriksaan funduskopi pada papilitis terlihat gambaran hiperemia dan

  • 15

    edema diskus optik sehingga membuat batas diskus tidak jelas. Pada papil

    terlihat perdarahan, eksudat star figure yang menyebar dari papil ke makula,

    dengan perubahan pada pembuluh darah retina dan arteri menciut dengan

    vena yang melebar. Kadang-kadang terlihat edema papil yang besar yang

    menyebar ke retina. Edema papil tidak melebihi 2-3 dioptri.

    Gambar 6. Edema nervus optikus pada neuritis optikus

    - 60% pasien dengan neuritis retrobulbar memiliki gambaran funduskopi

    yang normal. Hal ini menyebabkan adanya suatu istilah The patient sees

    nothing and the doctor sees nothing. Namun apabila prosesnya sangat

    destruktif, dapat berakhir sebagai optik atrofi dan papil menjadi pucat, tak

    berbatas tegas, dan matanya buta.

    - Perdarahan peripapil, jarang pada neuritis optik tetapi sering menyertai

    papilitis karena neuropati optik iskemik anterior.

    - Tanda lain adanya inflamasi pada mata yang terdeteksi pada pemeriksaan

    funduskopi yaitu: perivenous sheathing.

    2. MRI (magnetic resonance imaging)

    MRI diperlukan untuk melihat nervus optikus dan korteks serebri. Hal ini

    dilakukan terutama pada kasus-kasus yang diduga terdapat sklerosis multipel.

    3. Pungsi lumbal dan pemeriksaan darah

    Dilakukan untuk melihat adanya proses infeksi atau inflamasi.

  • 16

    4. Slit lamp

    Adanya sel radang pada vitreous

    5. Visually evoked response (VER) terganggu dan menunjukan penurunan

    amplitude dan perlambatan waktu transmisi.

    II.8 Diagnosis Banding2,3

    Neuritis Optik Papiledema

    Iskemik

    Neuropati Optik

    Gejala Visus Visus sentral hilang

    cepat, progresif,

    jarang ketajaman

    dipelihara

    Visus tidak hilang;

    kegelapan yang

    transien

    Defek akut lapang

    pandang;

    ketajaman

    bervariasi turun

    akut

    Lain Bola mata pegal;

    sakit bila

    digerakkan; sakit

    alis atau orbita

    Sakit kepala, mual,

    muntah, tanda fokal

    neurologis lain

    Biasanya nihil;

    Sakit bergerak Ada Tidak ada Tidak ada

    Bilateral Jarang pada orang

    dewasa; sering

    pada anak-anak

    Selalu bilateral Khas unilateral

    pada stadium akut

    Gejala Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria; Tidak ada isokoria;

    Pupil Reaksi sinar

    menurun pada sisi

    neuritis

    Reaksi normal Reaksi sinar

    menurun pada sisi

    infark disk

  • 17

    Penglihatan warna Turun Normal

    Ketajaman visus Biasanya menurun Normal Bervariasi

    Lapang pandang Skotoma sentral Membesar; ada

    blind spot

    Skotoma sentral

    Sel badan kaca Ada Tidak ada Tidak ada

    Funduskopi

    - Media

    - Warna diskus

    - Pinggir diskus

    - Edema diskus

    - Edema

    peripapillary

    - Perdarahan

    retina

    - Retinal

    exudate

    - Makula

    Retrobulbar :

    nomal.

    Papilitis :

    Keruh pada

    posterior vitreous

    Hiperemia

    Kabur

    Biasanya tidak

    melebihi 3 diopter

    Ada

    Biasanya tidak ada

    Kurang jelas

    Macular fan bisa

    ada

    Bening

    Merah

    Kabur

    2 6 diopter

    Ada

    Jelas

    Sangat jelas

    Macular star bisa

    ada

    Bening

    Pucat

    Kabur

    Bengkak

    Ada

    Jelas

    Jelas

    Tidak ada

    Prognosis visus Visus biasanya

    kembali normal

    atau tingkat

    Baik dengan

    menghilangkan

    kausa tekanan

    Prognosis buruk

    untuk kembali,

    mata kedua lama-

  • 18

    fungsional intra-kranial lama terlibat dalam

    1/3 kasus idiopatik

    Fluorescein

    angiography

    Kebocoran zat

    kontras sedikit

    Vertical oval pool

    zat kontras akibat

    kebocoran

    Ada kebocoran zat

    kontras di

    peripapillary

    II.9 Penatalaksanaan

    Pasien tanpa riwayat Multiple Sclerosis atau Neuritis optikus :

    1. Dari hasil MRI bila terdapat minimum 1 lesi demielinasi tipikal :

    Regimen selama 2 minggu :

    a. 3 hari pertama diberikan Methylprednisolone 1kg/kg/hari i.v

    b. 11 hari setelahnya dilanjutkan dengan Prednisolone 1mg/kg/hari oral

    c. Tapering off dengan cara 20 mg prednisone oral untuk hari pertama (hari

    ke 15 sejak pemberian obat) dan 10 mg prednisone oral pada hari ke-2

    sampai ke-4

    d. Dapat diberikan Ranitidine 150 mg oral untuk profilaksis gastritis6,10,11

    Menurut Neuritis optikus Treatment Trial (ONTT) pengobatan dengan

    steroid dapat menurunkan progresivitas Multiple sclerosis selama 3 tahun.

    Terapi steroid hanya mempercepatkan pemulihan visual tapi tidak

    meningkatkan hasil pemulihan pandangan visual. 11

    2. Dari hasil MRI bila 2 atau lebih lesi demielinasi :

    a. Menggunakan regimen yang sama dengan yang di atas.

    b. Merujukan pasien ke spesialis neurologi untuk terapi interferon -1

    intramuskular seminggu sekali selama 28 hari.

  • 19

    c. Metilprednisolon IV (1 g per hari, dosis tunggal atau dosis terbagi

    selama 3 hari) diikuti dengan prednison oral (1 mg/kg BB/hari selama 11

    hari kemudian 4 hari tappering off ). Tidak menggunakan oral

    prednisolone sebagai terapi primer karena dapat meningkatkan resiko

    rekuren atau kekambuhan. 6,10,11

    3. Dengan tidak ada lesi demielinasi dari hasil MRI :

    a. Risiko terjadi MS rendah, kemungkinan terjadi sekitar 22% setelah 10

    tahun kemudian

    b. Intravena steroid dapat digunakan untuk mempercepatkan pemulihan

    visual

    c. Biasanya tidak dianjurkan untuk terapi kecuali muncul gangguan visual

    pada mata kontralateral

    d. MRI lagi dalam 1 tahun kemudian6,10,11

    Mitoxantrone, suatu agen kemoterapi dan terapi antibiotik di monoklonal telah

    memberikan hasil yang menjanjikan bagi penyakit kambuhan-remisi

    (relapsing-remitting disease) yang progresif dan sulit diatasi. 10

    II.10 Komplikasi

    Kehilangan penglihatan pada neuritis optik dapat terjadi permanen.

    Neuritis retrobulbar mungkin terjadi walaupun merupakan suatu neuritis optik

    yang terjadi cukup jauh di belakang diskus optikus.6, 7

    Neurits optik yang disebabkan oleh sklerosis multipel memiliki ciri

    khas kekambuhan dan remisi. Disabilitas yang menetap cenderung meningkat

    pada setiap kekambuhan. Peningkatan suhu tubuh dapat memperparah

    disabilitas (fenomena Uhthoff) khususnya gangguan penglihatan. 6, 7

  • 20

    II.11 Prognosis

    Penyembuhan pada neuritis optik berjalan secara bertahap. Pada

    banyak pasien neuritis optik, fungsi visual mulai membaik 1 minggu sampai 3

    minggu setelah onset penyakit walau tanpa pengobatan. Namun sisa defisit

    dalam penglihatan warna, kontras, serta sensitivitas adalah hal yang umum.

    Kelainan tajam penglihatan (15-30%), sensitivitas kontras (63-100%),

    penglihatan warna (33-100%), lapang pandang (62-100%), stereopsis (89%),

    terang gelap (89100%), reaksi pupil aferen (5592%), diskus optikus (60

    80%), dan visual-evoked potential (63100%). Rekurensi dapat terjadi pada

    mata yang lain, kira-kira 30% dalam 5 tahun. 1, 6

    Penglihatan akhir pada pasien yang mengalami neuritis optik dengan

    sklerosis multiple lebih buruk dibanding dengan pasien neuritis optik

    idiopatik.3,7

    Biasanya visus yang buruk pada episode akut penyakit berhubungan

    dengan hasil akhir visus yang lebih buruk juga, namun kadang kehilangan

    persepsi cahaya pun dapat diikuti dengan kembalinya visus ke 20/20. Hasil

    akhir visus yang buruk juga dihubungkan dengan panjangnya lesi yang

    terkena, khususnya jika terlibatnya nervus dalam kanalis optikus.3,7

    Tiap kekambuhan akan menyebabkan pemulihan yang tidak

    sempurna dan memperburuk penglihatan. 3,7

  • 21

    BAB III

    KESIMPULAN

    Neuritis optikus merupakan keadaan inflamasi saraf optik , demielinisasi

    yang menyebabkan kehilangan penglihatan secara akut dan biasanya melibatkan satu

    mata (monokular). Terdapat subtipe dari neuritis optikus, yaitu neuritis retrobulbar

    dan papilitis. Neuritis optikus tidak berdiri sendiri, namun disebabkan oleh berbagai

    macam penyakit/keadaan. Salah satunya adalah multipel sklerosis (MS), suatu

    penyakit demielinasasi sistem saraf pusat.

    Pasien mengeluh adanya pandangan berkabut atau visus yang kabur, adanya

    bintik buta, perbedaan subjektif pada terangnya cahaya, persepsi warna yang

    terganggu. Pada anak, biasanya gejala bersifat mendadak mengenai kedua mata.

    Sedangkan pada orang dewasa, neuritis optikus seringkali unilateral. Adanya defek

    pupil aferen relatif merupakan gambaran umum dari neuritis optikus. Diskus optik

    terlihat hiperemis dan membengkak.

    Pengobatan neuritis optikus dapat dilakukan dengan pemberian kombinasi

    steroid oral, intravena, serta interferon -1 intramuscular disesuaikan dengan tingkat

    keparahan penyakit. Selain itu, mitoxantrone juga dapat diberikan untuk mengobati

    penyakit kekambuhan-remisi yang progresif dan sulit diobati.

    Proses penyembuhan dan pemulihan ketajaman penglihatan terjadi pada 92%

    pasien. Jarang yang mengalami kehilangan penglihatan yang progresif. Meskipun

    demikian, penglihatan tidak dapat sepenuhnya kembali normal.

  • 22

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Vaughan & Asbury. Oftalmologi Umum, Edisi 14, Jakarta: Widya

    Medika,2000.Hal 268, 274-287.

    2. Ilyas Sidharta, Ilmu Penyakit Mata, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,

    Edisi ke tiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 2006. Hal 179-188.

    3. A.K. Khurana. Comprehenship Opthalmology 4th Edition dalam Chapter 12-New

    Age International 2007. P 288-96.

    4. American Academy of Opthalmology. Section 5 Neuro-Opthalmology. San

    Fransisco : LEO. 2008-2009. Page 25-26.

    5. Dorland, W.A Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta :

    EGC

    6. Erhan Ergene, MD. Adult Optic Neuritis. Diunduh dari

    http://emedicine.medscape.com/article/1217083 tanggal 28 April 2012

    7. Perhimpunan Dokter Ahli Mata Indonesia : Neuritis Optik dalam Ilmu

    Penyakit Mata, Airlangga Universitas Press, 1984, hal : 108-110

    8. Osborne B, Balcer LJ. Optic neuritis : Pathophysiology, Clinical Features, and

    Diagnosis. Disitasi pada tanggal 28 April 2012. Disitasi dari

    http://www.uptodate.com/opticneuritis

    9. Wijana Nana S,D, Ilmu Penyakit Mata, Cetakan ke 6, Abdi Tegal.Jakarta

    1993.Hall 332-342.

    10. American Academy of Ophtalmology Staff. Neuro-Ophtalmology : American

    Academy of Ophtalmology staff, editor. Neuro-Ophtalmology. Basic and Clinical

    Science Course sec. 5. San fransisco The Foundation of American Academy

    of Ophtalmology, 2009-2010. P 28-31, 128-146.

    11. The Wilis Eye Manual : Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment

    of Eye Disease. 2008. P250-52.