Upload
rahma-wati
View
129
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Program Studi DIII
Analisa Farmasi
Tahun akademik 2008/2009
Mata Kuliah : OBAT TRADISIONAL
No. Kode : AFK 216
Penyaji Mata Kuliah : Drs. Suryadi Achmad MSc., Apt
= SIMPLISIA =
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang
belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia
merupakan bahan yang dikeringkan . Simplisia dapat berupa simplisia nabati,
simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.
Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian
tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan eksudat tanaman ialah isi
sel yang secara sepontan keluar dari tanaman atau yang dengan cara tertentu
dikeluarkan dari selnya, atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu
dipisahkan dari tanamannya
Simplisia hewani ialah simpesia yang berupa hewan utuh, bagian hewan
atau zat-zat yang berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia
murni.
Simplisia pelikan atau mineral ialah simplisia yang berupa bahan pelikan
atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan
belum berupa zat kimia murni.
Materia medika Indonesia berlaku sebagai pedoman untuk simplisia yang
akan digunakan untuk keperluan pengobatan. Tetapi tidak berlaku bagi bahan
yang dipergunakan untuk keperluan lain yang menjual dengan nama yang sama.
Namun simplisia ( untuk selanjutnya dalam naskah ini berarti simplisia nabati )
secara umum merupakan produk hasil pertanian tumbuhan obat setelah melalui
bentuk produk kefarmasian yang siap dipakai atau siap diproses selanjutnya,
yaitu:
1. Siap dipakai dalam bentuk serbuk halus untuk diseduh sebelum diminum
(jamu).
2. Siap dipakai untuk dicacah atau digodok sebagai jamu godokan ( infus ).
3. Diproses selanjutnya untuk dijadikan produk sediaan farmasi lain yang
umumnya melalui proses ekstraksi, separasi dan pemurnian, yaitu menjadi
ekstrak. Fraksi atau bahan isolat senyawa murni. Departemen kesehatan
telah menerbitkan buku petunjuk umum “ Cara Pembuatan Simplisia “
dan buku “ Sediaan Galenik “.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun
kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan untuk
dapat memenuhi persyaratan minimal tersebut, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi, antara lain adalah:
1. Bahan baku simplisia
2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku
simplisia.
3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.
Agar simplisia memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan, maka ketiga
faktor tersebut harus memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan.
CARA PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA UMUM
1. BAHAN BAKU
Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati, merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu simplisia.
Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau
berupa tumbuhan budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh
dengan sendirinya dihutan atau ditempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam
untuk tujuan lain. Misalnya sebagai tanaman hias. Tanaman pagar tetapi bukan
dengan tujuan untuk memproduksi simplisia. Tanaman budidaya adalah
tanaman yang sengaja ditanam untuk tujuan memproduksi simplisia. Tanaman
budidaya dapat diperkebunkan secara luas. Dapat diusahakan oleh petani secara
kecil-kecilan berupa tanaman tumpang sari atau tanaman obat keluarga. Tanaman
obat keluarga adalah pemanfaatan perkarangan keluarga yang sengaja digunakan
untuk menanam tanaman obat. Tanaman obat keluarga selain bertujuan untuk
dijadikan tempat memperoleh bahan baku simplisia. Dapat berfungsi pula sebagai
tanaman hias, tanaman gizi, tanaman buah-buahan, pagar perkarangan dan
sebagainya.
Tumbuhan liar umumnya kurang baik untuk dijadikan sumber simplisia
jika dibandingkan dengan tanaman budidaya, karena simplisia yang dihasilkan
mutunya tidak tetap.
Hal ini terutama disebabkan :
1. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen tidak tepat dan
berbeda-beda. Umur tumbuhan atau bagian tumbuhan yang dipanen
berpengaruh pada kadar senyawa aktif. Ini berarti bahwa mutu simplisia yang
dihasilkan sering tidak sama, karena umur pada saat panen tidak sama.
2. Jenis ( Species ) tumbuhan yang dipanen sering kurang diperhatikan.
Sehingga simplisia yang diperoleh tidak sama. Contoh pada Rusuk Angina (
Usnea sp.) bila diperhatikan dapat dipisakan menjadi 3 jenis Usnea.
Sering juga dapat terjadi kekeliruan dalam menetapkan suatu jenis tumbuhan,
karena dua jenis tumbuhan dalam satu marga (genus) sering mempunyai
bentuk morfologi yang sama. Untuk itu pengumpulan harus seorang yang ahli
atau berpengalaman dalam mengenal jenis-jenis tumbuhan. Perbedaan jenis
tumbuhan akan memberikan perbedaan pada kandungan senyawa aktif. Yang
berarti mutu simplisia yang dihasilkan akan berbeda pula.
3. Lingkungan tempat tumbuh yang berbeda, sering mengakibatkan perbedaan
kadar kandungan senyawa aktif. Pertumbuhan tumbuhan dipengaruhi tinggi
tempat. Keadaan tanah dan cuaca.
Perusahaan obat tradisional yang mengunakan simplisia yang berasal dari
tumbuhan liar. Selain mutu yang berbeda, sering pula menyebabkan harga yang
bervariasi. Usaha membudidayakan tanaman obat untuk memenuhi keperluan
simplisia. Diharapkan dapat mengatasi masalah tersebut. keseragaman umur pada
saat panen. Lingkungan tempat tumbuh dan jenis yang benar dapat ditentukan dan
diatur sesuai dengan tujuan untuk memperoleh mutu simplisia yang seragam.
Selain itu, tanaman budidaya dapat diusahakan untuk meningkatkan mutu
simplisia dengan jalan:
1. Bibit dipilih untuk mendapatkan tanaman unggul, sehingga simplisia yang
dihasilkan memiliki kandungan senyawa aktif yang tinggi.
2. Pengolahan tanah, pemiliharaan, pemupukan dan perlindungan tanaman
dilakukan dengan seksama dan bila mungkin menggunakan teknologi tepat
guna.
2. DASAR PEMBUATAN
Simplisia dibuat dengan cara pengeringan.
Pengolahan simplisia dengan cara ini pengeringannya dilakukan dengan
cepat, tetapi pada suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang dilakukan
dengan waktu yang lama akan mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi
kapang. Pengeringan yang dilakukan pada suhu terlalu tinggi akan mengakibatkan
perubahan kimia pada kandungan senyawa aktifnya. Untuk mencegah hal
tersebut. Untuk bahan simplisia yang memerlukan perajangan perlu diatur
perajangannya. Sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak
mengalami kerusakan.
Simplisia dibuat dengan proses fermentasi
Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak
berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.
Simplisia dibuat dengan proses khusus
Pembuatan simplisia dengan cara penyulingan, pengentalan eksudat
nabati, pegeringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan cara
berpengangan pada prinsip simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai
dengan persyaratan.
Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air
Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air
yang digunakan harus bebas dari pencemaran racun serangga, kuman patogen,
logam berat dan lain-lain.
3. TAHAPAN PEMBUATAN
Pada umumnya pembuatan simplisia melaui tahapan berikut : pegumpulan
bahan baku, sortasi basah, pencucian perajangan, pengeringan, sortasi kering,
pengepakan, penyimpanan dan pemeriksaan mutu.
a) Pengumpulan bahan baku
Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain
tergantung pada :
1. Bagian tanaman yang digunakan
2. Umur tanaman atau bagian tanaman pada saat panen
3. Waktu panen
4. Lingkungan tampat tumbuh.
Waktu panen sangat sangat erat hubungannya dengan pembentukan
senyawa aktif didalam bagian tanaman yang akan dipanen. Waktu panen
yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut mengandung senyawa aktif
dalam jumlah yang terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara maksimal
didalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu. Sebagai contoh
pada tanaman Atropa belladonna, alkaloid hiosiamin mula-mula terbentuk
dalam akar. Dalam tahun pertama, pembentukan hiosiamin berpindah pada
batang yang masih hijau. Pada tahun kedua batang mulai berlignin dan kadar
hiosiamin makin meningkat. Kadar alkaloid hiosiamin tertinggi dicapai
dalam pucuk tanaman pada saat tanaman berbunga dan makin turun ketika
buah makin tua. Contoh lain, terutama Mentha piperita muda mengandung
mentol banyak dalam daunnya. Kadar minyak atsiri dan mentol tertinggi
pada daun tanaman ini dicapai pada tanaman tepat akan berbunga. Pada
Cinnamomun camphora, kamfer akan terkumpul dalam kayu tanaman yang
telah tua. Penentuan bagian tanaman yang dikumpulkan dan waktu
pengumpulan secara tepat memerlukan penelitian. Di samping waktu panen
yang dikaitkan dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam
sehari. Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen
pada pagi hari. Demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari perlu
dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif dalam simplisia
terhadap panas sinar matahari.
Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :
1. tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua
seperti kedawung ( Perkia roxburgii ), pengambilan biji ditandai dengan
telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan dilakukan sebelum
kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara alami dan biji terlempar
jauh, misalnya jarak ( Ricinus communis ).
2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu
pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang
ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti perubahan
tingkat kekerasan misal labu merah ( Cucurbita moschata ). Perubahan
warna, misalnya asam ( Tamarindus indica ), kadar air buah, misalnya
belimbing wuluh (Averrhoa belimbi ), jeruk nipis ( Citrus aurantifolia )
perubahan bentuk buah, misalnya mentimun (Cucumis sativus), pare
(Momordica charantia ).
3. Tanaman yang pada saat panen diambil pucuknya pengambilan
dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan
vegetatif ke generatif. Pada saat itu penumpukan senyawa aktif dalam
kondisi tinggi, sehingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman
yang dambil daun pucuknya ialah kumis kucing (Orthosiphon
stamineus).
4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun
yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak
dibagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari sempurna.
Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang sempurna. Contoh
panenan ini misalnya sembung (Blumea balsamifera ).
5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan
dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat
pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada
musim yang lebih menguntungkan pertumbuhan antara lain menjelang
musim kemarau.
6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan
dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan
pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang merah (Allium cepa)
7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan
dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian
atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan besar
maksimum.
Panen yang dilakukan dengan tangan, mengunakan alat atau
mengunakan mesin. Dalam hal ini keterampilan pemetik diperlukan, agar
diperoleh simplisia yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan
tidak merusak tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk
memetik perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya
tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa aktif simplisia
seperti fenol, glikosida dan sebagainya.
Cara pengambilan bagian tanaman untuk pembuatan simplisia dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.
No. Bagian Tanaman Cara Pengumpulan
1 Kulit Batang Dari batang utama dan cabang, dikelupas dengan ukuran
panjang dan lebar tertentu; untuk kulit batang mengandung
minyak atsiri atau golongan senyawa fenol digunakan alat
pengelupas bukan logam.
2 Batang Dari cabang, dipotong-potong dengan panjang tertentu dan
diameter cabang tertentu
3 Kayu Dari batang atau cabang, dipotong kecil atau diserut ( disugu )
setelah dikelupas kulitnya.
4 Daun Tua atau muda ( daerah pucuk ), dipetik dengan tangan satu
persatu.
5 Bunga Kuncup atau bunga mekar atau mahkota bunga, atau daun
bunga, dipetik dengan tangan.
6 Pucuk Pucuk berbunga; petik dengan tangan ( mengandung daun muda
dan berbunga )
7 Akar Dari bawah permukaan tanah, dipotong-potong dengan ukuran
tertentu.
8 Rimpang Dicabut,dibersihkan dari akar; dipotong melintang dengan
ketebalan tertentu.
9 Buah Masak, hampir masak ; dipetik dengan tangan
10 Biji Buah dipetik; dikupas kayu kulit buahnya dengan mengupas
mengunakan tangan, pisau atau menggilas, biji dikumpulkan
dan dicuci
11 Kulirt buah Seperti biji, kulit buah dikumpulkan dan dicuci
12 Bulbus Tanaman dicabut, bulbus dipisah dari daun dan akar dengan
memotongnya, dicuci
b) Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-
bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat
dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,
batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotoran lainnya harus dibuang.
Tanah yang mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang
tinggi. Oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat
mengurangi jumlah mikroba awal.
c) Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoran lainnya
yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih,
misalnya air dari mata air, air sumur atau air PAM. Bahan simplisia yang
mengandung zat yang mudah larut didalam air yang mengalir, pencucian agar
dilakukan dalam waktu sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978) pencucian
sayur-sayuran satu kali dapat manghilangkan 25% dari jumlah mikroba awal;
jika dilakukan pencucian sebanyak 3 kali, jumlah mikroba yang tertinggal
hanya 42% dari jumlah mikroba awal. Pencucian tidak dapat membersihkan
simplisia dari semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya
mengandung juga sejumlah simplisia mikroba.
Cara sortasi dan pencucian sangat mempengaruhi jenis dan jumlah
mikroba awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian
kotor, maka jumlah mikroba pada permukaaan bahan simplisia dapat
bertambah dan air yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat
mempercepat pertumbuhan mikroba. Bakteri yang umum yang terdapat dalam
air adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococcus, Bacillus, Streptococcus,
Enterobacter dan Escherichia. Pada simplisia akar dan batang atau buah dapat
pula dilakukan pengupasan kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba
awal karena sebahagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada
permukaan bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak
memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan tepat dan
bersih.
d) Perajangan
Beberapa jenis simplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan
bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan pengilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung
dirajang tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat
dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus sehingga
diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang dikehendaki. Sebagai
contoh alat yang disebut RESINGKO ( perajangan singkong ) yang dapat
digunakan untuk merajang singkong atau bahan lainnya sampai ketebalan
3mm atau lebih, alat ini juga dapat digunakan untuk merajang bahan simplisia
yang berasal dari akar, umbi, rimpang dan lain-lain.
Semangkin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan
air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu
tipis juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat
yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan rasa yang
diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti Temulawak, Temu giring ,
Jahe, Kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang terlalu tipis
untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan
seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.
Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi pewarnaan
akibat reaksi antara bahan dan logam pisau. Pengeringan dilakukan dengan
sinar matahari selama satu hari.
e) Pengeringan
Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah
rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama dengan. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan dicegah
penurunan mutu atau perusakan simplisia.
Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar tertentu dapat
merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik lainnya. Enzim
tertentu dalam sel, masih dapat bekerja menguraikan senyawa aktif sesaat
setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar
air tertentu. Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi
enzimatik yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara
proses-proses metabolisme, yakni proses sintetik, transformasi dan pengunaan
isi sel. Keseimbangan ini hilang segera setelah isi sel tumbuhan mati. Sebelum
tahun 1950, sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut
lebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan
reaksi enzimatik. Cara yang lazim dilakukan ada saat itu. Merendam bahan
simplisia dengan etanol 70% atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil
penelitian selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila
kadar air dalam simplisia kurang dari 10%. Dengan demikian proses
pengeringan sudah dapat menghentikan proses enzimatik dalam sel bila kadar
airnya dapat mencapai kurang dari 10%.
Untuk membuat simplisia tertentu proses enzimatik ini justru dikehendaki
setelah pemetikan (pengumpulan ). Dalam hal ini, sebelum proses
pengeringan bagian tanaman dibiarkan dalam suhu dan kelembaban tertentu
agar reaksi enzimatik dapat berlangsung. Cara lain dapat pula dilakukan
dengan pengeringan perlahan-lahan agar peroses enzimatik masih berlangsung
selama proses pengeringan. Proses enzimatik disini masih diperlukan karena
senyawa aktif yang dikehendaki masih dalam ikatan kompleks dan baru
dipecah dari ikatan kompleksnya serta dibebaskan oleh enzim tertentu dalam
suatu reaksi enzimatik setelah tanaman itu mati. Contoh simplisia ini ialah
vanili, buah kola dan sebagainya. Pada jenis bahan simplisia tertentu, setelah
panen langsung dikeringkan. Proses ini dilakukan pada bahan simplisia yang
mengandung senyawa aktif yang mudah menguap. Penundaan proses
pengeringan untuk bahan simplisia ini akan menurunkan kadar senyawa aktif
tersebut dan berarti menurunkan mutu simplisia. Merkipun banyak bahan
simplisia yang masih dapat ditunda pengeringannya. Akan tetapi prinsipnya
pengeringan sebaiknya dilakukan segera setelah pengumpulan kecuali kalau
dikehendaki lain seperti diperlukannya tahap fermentasi seperti diatas.
Pengeringan simplisia dilakukan dengan mengunakan sinar matahari atau
mengunakan suatu alat pengering. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama
proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, Aliran udara
waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan
simplisia tidak dianjurkan mengunakan bahan dari plastik.
Selama proses pengeringan bahan simplisia. Faktor-faktor tersebut harus
diperhatikan sehingga diperoleh simplisia kering yang tidak mudah
mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara pengeringan yang salah
dapat mengakibatkan terjadinya “ face hardening ”, yakni bagian luar bahan
bahan sudah kering sedangkan bagian dalam masih basah. Hal ini dapat
disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan
yang terlalu tinggi, atau oleh suatu karena keadaan lain yang menyebabkan
penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat dari pada difusi air dari
dalam kepermukaan tersebut. Sehingga permukaan bahan menjadi keras dan
menghambat pengeringan selanjutnya. “face hardening” dapat mengakibatkan
kerusakan atau kebusukan dibagian dalam bahan yang dikeringkan.
Suhu pengeringan tergantung bahan simplisia dan cara pengeringannya.
Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30o sampai 90oC, tetapi suhu
yang terbaik adalah tidak melebihi dari 60oC. bahan simplisia yang
mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus
dikeringkan pada suhu serendah mungkin misalnya 30o sampai 45oC atau
dengan cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara
didalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg.
Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia. Cara pengeringan, dan
tahapan-tahapan selama pengeringan. Kelembaban akan menurun selama
berlangsungnya proses pengeringan.
Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada
dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alaimiah dan
buatan.
1. Pengeringan alamiah
Tergantung dari senyawa aktif yang terkandung dalam bagian tanaman
yang dikeringkan. Dapat dua cara pengeringan:
a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakukan
untuk mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit
kayu , biji dan sebagainya, dan mengandung senyawa aktif yang relative
stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di
Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan
dengan membiarkan bahan yang sudah dipotong-potong diudara terbuka
diatas tampah-tampah, tanpa kondisi yang terkontrol seperti suhu,
kelembaban dan aliran udara. Dengan dengan cara ini kecepatan
pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini
hanya baik dilakukan didaerah yang udaranya panas atau kelembabnnya
rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat
memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberikan kesempatan
kepada kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia
tersebut kering.
FTDC ( Food Technology Development Center - IPB) telah
merancang dan membuat suatu alat pengeringan dengan mengunakan sinar
matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap
dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas
rak-rak pengering yang diberi atap tembus cahaya diatasnya sehingga
mencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah
digunakan untuk mengeringkan singkong yang telah dirajang dengan
demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan simplisia.
b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan
sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan
bagian tanaman yang lunak seperti bunga, daun dan sebagainya dan
mengandung senyawa aktif mudah menguap.
Pada kedua cara tersebut, tempat pengeringan mempunyai dasar berlubang-
lubang seperti anyaman bambu, kain kasa, dan sebagainya. Umumnya dasar
tempat pengeringan tersebut bukan dari logam karena logam akan bereaksi
dan merusak senyawa aktif tertentu. Letak pengeringan juga diatur sehingga
memungkinkan terjadinya aliran udara dari atas kebawah atau sebaliknya. Ini
berarti bahwa bahan simplisia yang dikeringkan harus dihamparkan setipis
mungkin diatas tempat pengeringan dan dibawah tempat pengeringan diberi
jarak tertentu dengan lantai atau dengan pengering dibawahnya sehingga
memungkinkan terjadinya sirkulasi udara.
2. Pengeringan Buatan
Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar
matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan
mengunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban. Tekanan
dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai
berikut: udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu kompor,
mesin diesel atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas kedalam ruang
atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan
diatas rak-rak pengering. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat
pengering yang sederhana, praktis dan murah, dengan hasil yang baik. Cara
yang lain misalnya dengan menempelkan bahan-bahan yang akan dikeringkan
diatas pita atau ban berjalan dan melewatkannya melalui suatu lorong atau
ruangan yang telah berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya.
FTDC telah merancang dan membuat suatu alat pengering yang disebut
RINSALI ’80 ( pengeringan suhu terkendali ) yang dapat digunakan untuk
mengeringkan simplisia dengan suhu maksimal 65oC.
Dengan mengunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan
mutu yang lebih baik kerena pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi
oleh keadaan cuaca. Sebagai contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2
sampai 3 hari untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh
simplisia kering dengan kadar air 10 sampai 12%, dengan mengunakan suatu
alat pengering dapat diperoleh simplisia dengan kadar air yang sama dalam
waktu 6 sampai 8 jam.
Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada
jenis simplisia, kadar airnya dengan cara penyimpanan. Beberapa simplisia
yang dapat bertahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya dan cara
penyimpanannya jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8 %, sedangkan
simplisia lainnya mungkin masih dapat tahan selama penyimpanan dengan
kadar air 10 sampai 12 %.
f) Sortasi Kering
sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahapan akhir
pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing
seperti bagian-bagian tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-
pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. Proses
ini dilakukan sebelum simplisia dibungkus untuk kemudian disimpan. Seperti
halnya pada sortasi awal, sortasi disini dapat dilakukan dengan atau secara
mekanik. Pada simplisia bentuk rimpang, sering jumlah akar yang melekat
pada rimpang terlampau besar dan harus dibuang. Demikian pula adanya
partikel-partikel pasir, besi dan benda-benda tanah lain yang tertinggal harus
dibuang sebelum simplisia dibungkus.
g) Pengepakan dan Penyimpanan.
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai
faktor luar dan dalam, antara lain :
1. Cahaya: Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan
perubahan kimia pada simplisia, misalnya isomerasi,
polimerasi, rasemerasi dan sebagainya.
2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami
perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi
oksidasi dan perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk
simplisia, misalnya, yang semula cair dapat berubah menjadi
kental atau padat, berbutir-butir dan sebagainya.
3. Reaksi Kimia Intern : Perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat
disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim,
polimerasi, oto-oksidasi dan sebagainya.
4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka
simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan sebahagian
airnya sehingga makin lama mangkin mengecil ( kisut ).
5. Penyerapan Air : Simplesia yang hidroskopik, misalnya agar-agar, bila
disimpan dalam wadah yang terbuka akan menyerap lengas
udara sehingga menjadi kempal, basah atau mencair ( lumer ).
6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai
sumber, misalnya debu atau pasir. Ekskresi hewan, bahan-
bahan asing ( misalnya minyak yang tertumpah ), dan fragmen
wadah ( karung goni ),
7. Serangga : Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan pengotoran pada
simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupun oleh bentuk
dewasanya. Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga,
tetapi juga sisa metamorfosa seperti cangkang telur, berkas
kepompong, anyaman benang bungkus kepompong, berkas
kulit serangga dan sebagainya.
8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia
dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas
pada jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak susunan
kimia zat yang dikandung dan malahan dari kapangnya dapat
mengeluarkan toksin yang dapat menggangu kesehatan.
Selama penyimpanan ada kemungkinan terjadi kerusakaan pada simplisia.
Kerusakan tersebut dapat mengakibatkan kemunduran mutu, sehingga
simplisia bersangkutan tidak lagi memenuhi syarat yang diperlukan atau yang
ditentukan.
Oleh karena itu penyimpanan simplisia perlu diperhatikan beberapa hal
yang dapat mengakibatkan kerusakan simplisia, yaitu cara pengepakan,
pembungkusan dan pewadahan, persyaratan gudang simplisia, cara sortasi dan
pemeriksaan mutu, serta cara pengawetannya. Penyebab kerusakan pada
simplisia yang utama adalah air dan kelembaban.
Untuk dapat disimpan dalam waktu yang lama simplisia harus dikeringkan
dulu sampai kering, sehingga kandungan airnya tidak lagi dapat menyebabkan
kerusakan yang merugikan.
Seperti yang diuraikan dimuka, dalam simplisia segar terdapat enzim yang
dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia yang dapat mengubah atau
merugikan senyawa aktif yang dikandung dengan pengaruh air yang terdapat
dilingkungannya. Pada simplisia yang cukup kering atau kadar airnya rendah,
enzim tidak dapat bekerja lagi. Oleh karena itu kadar air simplisia yang
disimpan perlu diperhatikan dan dijaga. Disamping itu kadar air simplisia
yang tinggi pada simplisia yang dapat memungkinkan tumbuhnya kapang atau
mikroorganisme lain pada simplisia. Pertumbuhan kapang dan
mikroorganisme ini dapat menyebabkan perubahan kimia pada senyawa aktif
dan mengakibatkan kemunduran mutu simplisia. Beberapa kapang tertentu
dapat menghasilkan zat beracun yang disebut mikotoksin yang merugikan atau
membahayakan kesehatan manusia maupun hewan.
Simplisia yang berupa kulit kayu, akar, kayu serta yang mengandung
damar, pada umumnya bersifat kurang menyerap uap air udara dan lebih tahan
dalam penyimpanan.
Bebrapa simplisia daun atau herba kering dapat menyerap uap air udara
disekitarnya hingga 10% sampai 15% dari bobot bahannya dan bahkan ada
yang sampai 30% dari bobot bahan.
Senyawa glikosida tumbuhan mudah sekali terurai dengan kadar air 8%
atau lebih.
Secara umum dapat diambil sebagai pedoman bahwa kadar air dalam
simplisia seharusnya tidak lebih dari 5% bobot bahan simplisia.
Banyak simplisia bila disimpan mudah berubah warnanya, menjadi lebih
tua atau lebih muda. Perubahan warna tersebut menyebabkan simplisia
bersangkutan menjadi kurang menarik. Disamping itu pada simplisia tersebut
kemungkinan telah terjadi perubahan kimia pada senyawa aktifnya. Perubahan
warna simplisia sering kali disebabkan oleh pengaruh cahaya matahari,
terutama cahaya matahari langsung. Cahaya matahari dapat menaikkan suhu,
sehingga mempercepat terjadinya reaksi-reaksi kimia yang dapat mengubah
susunan kimia senyawa aktif simplisia.
Sebagian dari zat alam mudah teroksidasi oleh oksigen udara berubah
menjadi zat-zat teroksidasi. Reaksi oksidasi ini dapat berjalan lebih mudah
apabila simplisia mengandung enzim oksidase.
Cara penyimpanan simplisia dalam wadah yang kurang sesuai
memungkinkan simplisia rusak karena dimakan kutu atau ngengat yang
termasuk hewan golongan serangga dapat menimbulkan kerusakan pada
hampir semua jenis simplisia yang berasal dari tumbuhan atau hewan,
biasanya jenis serangga tertentu merusak jenis simplisia tertentu pula.
Kerusakan pada penyimpanan simplisia yang perlu mendapatkan perhatian
juga ialah kerusakan yang ditimbulkan oleh hewan pengerat seperti tikus.
Tikus tidak saja merusak bungkus atau wadahnya melainkan kerapkali
memakan juga simplisia.
Cara pengemasan simplisia tergantung pada jenis simplisia dan tujuan
pengunaan pengemasan. Bahan dan bentuk pengemasan harus sesuai, dapat
melindungi dari kemungkinan kerusakan simplisia, dan dengan
memperhatikan segi pemanfaatan ruang untuk keperluan pengangkutan
maupun penyimpanannya.
Wadah harus bersifat tidak beracun dan tidak bereaksi ( inert ) dengan
isinya sehingga tidak menyebabkan terjadinya reaksi serta penyimpangan
warna, bau, rasa, dan sebagainya pada simplisia. Selain dari itu wadah harus
melindungi simplisia dari cemaran mikroba, kotoran dan serangga serta
mempertahankan senyawa aktif yang mudah menguap atau mencegah
pengaruh sinar, masuknya uap air dan gas-gas lainya yang dapat menurunkan
mutu simplisia. Untuk simplisia yang tidak tahan terhadap sinar, misalnya
yang mengandung banyak vitamin, pigmen dan minyak, diperlukan wadah
yang melindungi simplisia terhadap cahaya, misalnya aluminium foil, plastik
atau botol yang berwarna gelap, kaleng dan sebagainya.
Bungkus yang paling lazim digunakan untuk simplisia ialah karung goni,
sering juga digunakan karung atau kantong plastik, peti atau drum dari kayu
atau karton dan drum atau kaleng dari besi berlapis. Beberapa jenis simplisia
terutama yang berbentuk cairan dikemas dalam botol atau guci porselin.
Simplisia yang berasal dari akar, rimpang, umbi, kulit akar, kulit batang,
kayu, daun, herba, buah, biji, dan bunga sebaiknya dikemas dalam karung
plastik. Simplisia dari daun atau herba dimampatkan dulu dalam bentuk yang
padat dan mampat, dibungkus dalam karung plastik dan dijahit. Untuk
perdagangan dan ekspor simplisia dalam bungkus plastik tersebut berbobot
antara 50 sampai 125 kg tiap balnya.
Simplisia yang mudah menyerap uap air udara perlu dibungkus rapat
untuk mencegah terjadinya penyerapan kelembaban tersebut. Sesudah
dikeringkan sampai cukup kering di bungkus dengan karung atau kantong
plastik, dalam peti, drum atau kaleng besi berlapis. Pada penyimpanannya
simplisia tersebut dimasukkan dalam wadah yang tertutup rapat dan seringkali
perlu diberi kapur tohor sebagai bahan pengering.
Gom dan damar dikemas dalam wadah drum, peti yang terbuat dari karton,
kayu atau besi berlapis sedangkan simplisia yang aromanya atau baunya perlu
dipertahankan, harus dikemas dalam peti kayu berlapis timah atau kertas
timah.
Beberapa simplisia tertentu dikemas dalam wadah yang khusus, sebagai
contoh beberapa jenis jadam yang berasal afrika selatan dulu dikemas dalam
kantong kulit kera, akar sarsaparilla dari amerika selatan dibungkus dalam
kulit sapi, minyak mawar dari Bulgaria dalam guci dari timbal, dan
sebagainya.
Kaleng atau aluminium dapat digunakan sebagai wadah untuk simplisia
kering, terutama jika diperlukan penutupan secara vakum. Akan tetapi kaleng
dan aluminium bersifat korosif dan mudah bereaksi dengan bahan yang
disimpan didalamnya, sehingga kaleng dan aluminium biasanya harus diberi
lapisan khusus misalnya lapisan oleoresin, vinil, malam atau bahan lain. Sifat
wadah gelas yang menguntungkan adalah tidak bereaksi ( inert ). Tetapi
pengunaan wadah gelas terbatas, karena gelas mudah pecah dan berat,
sehingga menyulitkan dalam pengangkutan. Kertas atau karton tidak dapat
dipergunakna sebagai pembungkus simplisia secara sempurna oleh karena itu
biasanya bahan pembungkus kertas tidak perlu dilapis lagi dengan lilin,
damar, lak, atau plastik untuk mencegah keluar masuknya gas atau uap air.
Plastik biasanya digunakan untuk membungkus simplisia kering. Tetapi
penggunaan plastik juga mempunyai kelemahan, karena plastik tidak tahan
panas dan mudah mengalami pengembunan uap air didalamnya jika suhu
diturunkan. Akhir-akhir ini aluminium foil banyak digunakan untuk
membungkus bahan kering karena sifat-sifatnya yang menguntungkan,
diantara mudah dilipat-lipat, ringan serta dapat mencegah keluar masuknya
uap air dan zat-zat yang mudah menguap lainnya.
Pengepakan dapat dilakukan dengan berat/jumlah tertentu dan disusun
secara berlapis-lapis untuk memudahkan penentuan dosis dan penjualannya.
Sebagai contoh misalnya serbuk simplisia dapat dibungkus dengan kertas
untuk setiap berat tertentu. Wadah tersebut dapat dimasukkan kedalam
pembungkus kertas yang beretiket, kemudian dibungkus lagi didalam kantong
plastik. Setiap sepuluh bungkus dipak didalam kantong plastik yang lebih
besar dan setiap lima kantong plastik yang masing-masing berisi sepuluh
bungkus dipak lagi didalam kantong plastik yang lebih besar. Untuk
memudahkan penyimpanan dan pengangkutan biasanya dilakukan pengepakan
terakhir didalam kotak kayu, kotak karton, karung atau keranjang bambu.
Penyimpanan simplisia kering biasanya dilakukan pada suhu kamar ( 15o
sampai 30oC ), tetapi dapat pula dilakukan ditempat sejuk ( 5o sampai 15oC ),
atau tempat dingin ( 0o sampai 5oC ) tergantung dari sifat-sifat dan ketahanan
simplisia kering sebaiknya diusahakan serendah mungkin untuk mencegah
terjadinya penyerapan uap air. Di Indonesia daun tembakau dikemas dalam
keranjang bambu yang bagian dalamnya diberi pelepah daun pisang yang telah
dikeringkan.
Simplisia harus disimpan dalam ruangan penyimpanan khusus atau dalam
gudang simplisia, terpisah dari tempat penyimpanan bahan lainnya ataupun
penyimpanan alat-alat. Gudang simplisia harus mempunyai bentuk dan ukuran
yang sesuai dengan fungsinya, dibuat dengan kontruksi permanen yang cukup
kuat dan dipilihara dengan baik. Baik di bagian dalam maupu dilingkungan
sekitarnya perlu dijaga kebersihannya dan sanitasinya, serta dibebaskan dan
kemungkinan pengotoran atau pencemaran lingkungan.
Gudang harus mempunyai ventilasi udara yang cukup baik dan bebas dari
kebocoran dan kemungkinan kemasukan air hujan. Walaupun memerlukan
penerangan yang cukup pada siang hari harus dicegah masuknya matahari
yang langsung menyinari simplisia yang disimpan.
Perlu dilakukan pencegahan kemungkinan kerusakan simplisia yang
ditimbulkan oleh hewan, baik serangga maupun tikus yang sering memakan
simplisia yang disimpan. Untuk mencegah tertariknya serangga pemakan
simplisia ataupun lalat dan nyamuk, gudang harus bersih dan bebas dari
sampah buangan yang mungkin menjadi sarang serangga tersebut.
Untuk mencegah kemungkinan masukknya tikus kedalam gudang
simplisia, sedapat mungkin semua lubang ventilasi, lubang-lubang lainya
diberi tutup yang sesuai seperti kasa kawat atau lainnya.
Cara penyimpanan mutu simplisia dalam gudang harus diatur sedemikian
rupa, sehingga tidak menyulitkan pamasukan dan pengeluaran bahan simplisia
yang sejenis harus diberlakukan prinsip “ pertama masuk pertama keluar ”,
untuk itu perlu dilakukan administrasi pergudangan yang teratur dan rapi.
Semua simplisia dalam bungkus atau wadah masing-masing harus diberi label
yang mudah dibaca, pada label dicantumkan nama jenis dan asal bahan,
tanggal penerimaan dan pemasukan dalam gudang, tanda pengesahan
pemeriksaan atau uji mutu, dan data lain yang diperlukan, sedapat mungkin
simplisia yang disimpan digudang jangan terlampau lama dengan
memperhitungkan jumlah persediaan dan menggunakan masing-masing
simplisia.
Dalam jangka waktu tertentu dilakukan pemeriksaan gudang secara umum,
dilakukan pengecekan dan pengujian mutu terhadap semua simplisia yang
dipandang perlu. Simplisia yang setelah diperiksa ternyata tidak lagi
memenuhi syarat yang ditentukan misalnya ditumbuhi kapang, dimakan
serangga, berubah warna atau baunya dan lain sebagainya harus dikeluarkan
dari gudang dan dibuang.
Simplisia yang beracun atau mengandung racun harus disimpan dalam
tempat atau lemari terkunci dan diberi tanda racun secara khusus.
h) Pemeriksaan Mutu
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan pada waktu penerimaan atau
pembeliannya dari pengumpul atau perdagangan simplisia.
Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi
persyaratan umum yang simplisia seperti yang disebutkan dalam Farmakope
Indonesia, Ekstrak Farmakope Indonesia ataupun Material Medika Indonesia
Edisi terakhir. Apabila untuk simplisia yang bersangkutan terdapat paparan
dalam salah satu atau ketiga buku tersebut, maka simplisia tadi harus
memenuhi persyaratan yang disebutkan pada paparannya.
Suatu simplisia dapat dinyatakan bermutu Farmakope Indonesia, Ekstrak
Farmakope Indonesia, atau Materia Medika Indonesia, apabila simplisia
bersangkutan memenuhi persyaratan yang disebutkan dalam buku yang
bersangkutan.
Agar selalu diperoleh simplisia dengan mutu yang mantap, seyogyanya
disediaakan contoh tiap-tiap simplisia dengan mutu yang pasti dan memenuhi
persyaratan yang digunakan sebagai simplisia pembanding. Pada tiap-tiap
penerimaan atau pembelian simplisia tertentu perlu dilakukan pengujian mutu
yang dicocokkan dengan simplisia pembanding yang bersangkutan. Contoh
simplisia pembanding tersebut disimpan secara khusus untuk menjaga
mutunya, dan tiap jangka waktu tertentu diperiksa kembali mutunya dan
apabila kedapatan kemunduran mutu perlu diganti dengan simplisia
pembanding yang baru.
Pengambilan contoh untuk keperluan pemeriksaan mutu simplisia
dilakukan dengan cara uji petik sehingga contoh tersebut dapat mewakili
keseluruhan simplisia yang diperiksa mutunya.
Secara umumnya simplisia yang tidak memenuhi syarat kekeringan kurang
ditumbuhi kapang, mengandung lendir, sesudah berubah warna atau baunya
berserangga, harus ditolak penerimaannya.
Pada pemeriksaan mutu simplisia pemeriksaan dilakukan dengan cara.
a. Organoleptik, mikroskopik
Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan
mengunakan indera manusia pemeriksaan kemurnian dan mutu simplisia
dengan mengamati bentuk dan cirri-ciri luar serta warna dan bau simplisia.
Ada kalanya diperlukan alat optik berupa alat kaca pembesaran atau alat
ukur sebagai alat Bantu. Bagi pemeriksaan yang berpengalaman, dalam
waktu singkat seringkali dapat dilakukan pengujian mutu simplisia dengan
cara organoleptik dan makroskopik dengan hasil yang mantap dam
memuaskan, dan ada kalanya sampai menetapkan derajat atau kelas mutu
simplisia yang diperiksa.
b. Pemeriksaan mikroskopik dengan mengunakan mikroskop mengamati ciri-
ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan kebenaran, keaslian
simplisia, dan pemeriksaan untuk menetapkan mutu berdasarkan senyawa
aktifnya.
c. Penetapan kadar abu
d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam
e. Penetapan kadar abu yang larut dalam air
f. Penetapan kadar air
g. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
h. Penetapan kadar sari yang larut dalam etenol
i. Memisahkan bahan organik asing
j. Cemaran Mikroba
k. Cemaran Jamur
l. Cemaran Pestisida
PEMBUATAN SIMPLISIA SECARA KHUSUS
1. Perlakuan khusus
a. Jamur, lumut kerak dan spora paku-pakuan.
Bahan simplisia cukup dijemur dibawah sinar matahari, sebab
materialnya kecil dan tipis. Diwadahi dalam kantong plastik atau kaleng,
bila perlu diberi bahan penyerap air dan penyerap oksigen.
b. Akar
Akar dicuci bersih, diiris tipis-tipis atau dipotong pendek-pendek sesuai
dengan ukuran akar, kemudian dijemur. Pengeringan dilakukan dengan
sinar matahari atau pengeringan buatan.
c. Buah
Buah yang kecil atau yang sudah agak kering sewaktu dipanen misalnya
lada dan adas, langsung dikeringkan. Buah yang agak besar dan masih
basah misalnya cabe merah, sebaliknya dibelah jadi dua atau beberapa
bagian kemudian dijemur. Beberapa buah ada yang perlu diperam sebelum
dijemur.
d. Bunga
Bunga dikeringkan dengan sinar matahari diangin-anginkan, atau
dikeringkan dengan pengeringan buatan.
e. Biji
Bila biji hanya tercemar oleh bahan organik asing, langsung dijemur.
Selama proses pengeringan biji yang pecah langsung dibuang hal ini untuk
menghindari pencemaran oleh kapang penghasil alfatoksin. Pengerjaan
selanjutnya seperti pada kayu
f. Daun
Pengerjaan seperti bunga.
g. Kayu
Diiris tipis atau dalam bongkah-bongkah. Pengeringan dengan sinar
matahari. Pengeringan dengan pengeringan buatan harus memperhatikan
segi ekonominya.
h. Herba
Pengerjaan seperti kayu.
i. Kulit
Pengerjaan seperti kayu.
j. Rimpang
Rimpang dicuci bersih; rimpang ukuran kecil dibiarkan utuh sedang
rimpang besar diiris-iriskan tipis memanjang atau malintang, tergantung
pada permintaan pasaran. Pada beberapa rimpang tertentu perlu direndam
air kapur atau dicelupkan air mendidih. Pengeringan dengan sinar matahari
atau pengeringan buatan.
k. Umbi
Umbi dicuci bersih diiris tipis-tipis, jika perlu irisan tipis yang bergaris
tengah besar dipotong menjadi dua atau beberapa bagian. Selanjutnya
pengerjaan seperti pada kayu.
l. Umbi lapis
Bila umbi lapis dalam keadaan utuh, misalnya bawang merah, maka
setelah dicuci lalu dijemur.
m. Balsam, Malam, Getah dan Gom
Biasanya tidak memerlukan proses pengeringan. Tetapi bila diperhatikan
berbagai jenis Gom dapat dijemur agar lebih kering.
n. Hasil pengolahan
Misalnya agar-agar, jadam, kolofonium dan sebagainya. Disimpan
seperti apa adanya,wadah disesuaikan dengan membentuk dan konsistensi
simplisia. Hasil pengolahan yang berupa bahan padat cukup disimpan
dengan disertai penyerapan air.
o. Hewan
1) Tubuh hewan atau sebagainya.
Dikeringkan dengan penjemuran atau pengeringan buatan.
2) Minyak lemak
Pengolahan tergantung kepada bahan bakunya. Penyimpanan dalam
wadah terisi penuh dan tertutup baik.
3) Lemak dan lilin hewan.
Pengolahan tergantung kepada bahan bakunya. Penyimpanan dalam
wadah yang tertutup baik.
4) Hasil olahan cair
Contoh madu. Penyimpanan dalam wadah terisi penuh dan tertutup
baik.
p. Minyak mineral
Biasanya pengolahan dilakukan oleh industri minyak bumi,
penyimpanan dalam wadah yang tertutup baik.
q. Minyak atsiri
Cara pengolahan diuraikan tersendiri. Penyimpanan dalam wadah terisi
penuh, tertutup baik dan terlindung dari cahaya, pada suhu kamar.
r. Minyak Nabati Padat
Minyak lemak coklat dan lemak pala. Penyimpanan dalam wadah
tertutup baik.