Click here to load reader
Upload
andre-a-pause
View
282
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Osteoporosis pada Wanita Menopause
Pendahuluan
Proses menua merupakan suatu proses normal yang ditandai dengan
perubahan secara progresif .Berbagai perubahan fisik dan psikososial akan terjadi
sebagai akibat proses menua. Perubahan-perubahan pada usia lanjut dapat
menyebabkan berbagai penyakit salah satunya adalah osteoporosis.
Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh
penurunan densitas massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang sehingga
tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Ada beberapa faktor risiko osteoporosis
diantaranya genetik, jenis kelamin,masalah kesehatan kronis, defisiensi hormon,
kurang olah raga, serta rendahnya asupan kalsium.
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter
dengan cara melakukan serangkaian wawancara. Tujuan dari tindakan anamnesis ini
adalah untuk mengetahui keluhan yang dialami pasien, serta faktor-faktor pencetus
yang mengakibatkan keluhan tersebut terjadi.1
Terdapat dua jenis anamnesis yaitu autoanamnesis yang ditanyakan langsung
kepada pasien serta alo-anamnesis yaitu anamnesis yang ditanyakan kepada anggota
keluarga atau orang terdekat.
Yang lazim ditanyakan pada anamnesis adalah identitas (nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pendidikan atau pekerjaan, agama dan suku bangsa), riwayat
penyakit sekarang yaitu yang membawa pasien untuk berobat, riwayat penyakit
dahulu dan riwayat penyakit keluarga. 1
Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.
Factor lain yang perlu diperhatikan adalah status haid, fraktur pada trauma minimal,
imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada orang tua, kurangnya paparan sinar
matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan vitamin D. obat-obatan yang diminum
1
dalam jangka panjang, alkohol dan merokok merupakan factor risiko osteoporosis.
Penyakit lain yang juga harus ditanyakan adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati,
endokrin dan insufisiensi pancreas. Riwayat haid , usia menarke dan menopause,
penggunaan obat kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga
perlu dipertanyakan. 1,4
Selain itu, yang perlu ditanyakan adalah pola aktivitas sehari-hari. Pola
aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan olahraga, pengisian waktu luang
dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet. Beberapa perubahan yang terjadi
sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan persendian adalah stamina
menurun, koordinasi menurun, dan kemampuan ketrampilan motorik halus menurun.4
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik merupakan suatu tahap pemeriksaan awal yang dilakukan
oleh dokter atau petugas medis. Hal ini dilakukan dengan tujuan mengetahui keadaan
fisik pasien secara umum, guna menegakan diagnosis awal penyakit yang diderita.2
Cara pemeriksaan fisik pada orang yang sudah lanjut usia sama seperti pada
orang dewasa pada umumnya yaitu dengan melakukan inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Pada inspeksi umum, dilihat apakah ada perubahan secara umum atau
tidak lalu periksa juga keadaan umum pasien. Setelah itu melakukan palpasi dengan
melakukan perabaan dengan telapak tangan dan jari-jari tangan. Langkah selanjutnya
adalah perkusi yaitu dengan mengetuk pada beberapa bagian organ untuk melihat
apakah terdapat perbdeaan suara atau tidak. Yang terakhir adalah pemeriksaan
auskultasi yaitu mendengarkan dengan stetoskop. Selain melakukan pemeriksaan-
pemeriksaan tersebut diatas, juga dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital untuk
mengetahui apakah ada peningkatan atau penurunan pada tekanan darah pasien.1,2
Bila kita menemukan tanda-tanda dari osteoporosis, sebaiknya pada
pemeriksaan fisik yang tepat dilakukan adalah B6, yaitu :1,4
1. B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
2
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki
2. B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya
pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang
berkaitan dengan efek obat.
3. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat
mengeluh pusing dan gelisah.
4. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
5. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga
frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
6. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering
menunjukkan kifosis dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan,
deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi
adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3.
Pemeriksaan penunjang
Bila dari hasil pemeriksaan fisik, kita mendapatkan tanda-tanda osteoporosis
yang harus dilakukan selanjutnya adalah meminta pasien untuk menjalani
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang bertujuan agar diagnosis
pembanding dapat dihapuskan sehingga pasien mendapatkan perawatan yang tepat
dari hasil diagnosis yang tepat pula.
3
Beberapa pemeriksaan penunjang yang harus dilakukan pada pasien yang
terdapat tanda-tanda osteoporosis adalah :3,5
1. Bone Mass Density
Bone Mass Density (BMD), merupakan pemeriksaan untuk mengukur densitas
atau kepadatan mineral dalam tulang dengan sinar X khusus, CT Scan atau
ultrasonografi. Informasi ini menunjukkan kepadatan tulang saat pemeriksaan
dilakukan. BMD tidak dapat memprediksi densitas tulang pada masa yang akan
datang.
Populasi yang perlu pengukuran BMD :3
• Untuk wanita dengan usia ≥ 65 tahun
• Untuk wanita usia 60-64 tahun postmenopause dengan peningkatan risiko
osteoporotis
• Pria dengan 70 tahun atau yang risiko tinggi
Dari hasil pengukuran BMD, jika T-score >-1, maka nilai BMD termasuk
normal, tetapi tetap diperlukan monitoring DXA setiap 1-5 tahun. Jika T-score -1 s/d
-2,5, maka termasuk dalam osteopenia. Dapat dilakukan monitoring DXA setiap 1-5
tahun. Jika T-score <-2,0 dilakukan pemeriksaan lanjut untuk osteoporosis sekunder,
yaitu dengan pengukuran PTH, TSH, 25-OH vitamin D, CBC, panel kimia, tes
kondisi spesifik. Dari hasil pengukuran Osteoporosis dengan skor T < -2,5, terapi
dapat dilakukan dengan Biphosphonate.
2. Pemeriksaan Laboratorium : Penanda Biokimia Tulang
Pemeriksaan ini menggunakan sampel darah, mewakili proses reformasi
tulang, sehingga memberikan informasi mengenai ketidakseimbangan potensial antara
pembentukan dan resorpsi tulang. Risiko tulang patah sebagai dampak osteoporosis
ternyata tidak selalu berhubungan dengan penurunan nilai BMD, sehingga dibutuhkan
kombinasi dengan pemeriksaan penanda tulang yang lebih baik.3
3.Densitometer menggunakan teknologi DXA (dual-energy x-ray absorptiometry).
Pemeriksaan ini merupakan gold standard diagnosa osteoporosis. Pemeriksaan
kepadatan tulang ini aman dan tidak menimbulkan nyeri serta bisa dilakukan dalam
4
waktu 5-15 menit. DXA sangat berguna untuk:
◦ wanita yang memiliki risiko tinggi menderita osteoporosis
◦ penderita yang diagnosisnya belum pasti
◦ penderita yang hasil pengobatan osteoporosisnya harus dinilai secara akurat
4. N-MID Osteocalcin, untuk menilai pembentukkan tulang.
N-MID Osteocalcin adalah salah satu bagian osteocalcin, yakni protein yang
diproduksi oleh osteoblas. Osteoblas merupakan sel yang berperan dalam
pembentukkan tulang, karena itu kadar osteocalcin menunjukkan juga aktivitas
osteoblas yakni pembentukan tulang.5
5. CTx (C-Telopeptide)
CTx (C-Telopeptide) untuk menilai resorpsi atau pembongkaran tulang juga
untuk menilai respon terhadap obat anti resorpsi.5
Working diagnosis2,7,8
Osteoporosis adalah suatu keadaan yang ditandai dengan massa tulang yang
rendah dan kerusakan pada jaringan di dalam tulang. Pada Osteoporosis, terjadi
penurunan kualitas tulang dan kuantitas kepadatan tulang, padahal keduanya sangat
menentukan kekuatan tulang sehingga penderita osteoporosis mudah mengalami patah
tulang atau fraktur.
Dalam keadaan normal, tulang kita senantiasa berada dalam keadaan seimbang
antara proses pembentukan dan penghancuran. Fungsi penghancuran (resorpsi) yang
dilaksanakan oleh osteoklas, dan fungsi pembentukan yang dijalankan oleh osteoblas
senantiasa berpasangan dengan serasi. Fase yang satu akan merangsang terjadinya
fase yang lain. Dengan demikian tulang senantiasa beregenerasi.7
Keseimbangan kalsium, antara yang masuk dan keluar, juga memainkan
peranan penting. Bahkan faktor penentu utama untuk terjadinya osteoporosis adalah
kadar kalsium yang tersisa pada tulang. Kehilangan kalsium yang dialami tidak
mencapai tingkat dimana terjadi osteoporosis.2 Bila kadar kalsium darah turun
dibawah normal, tubuh akan mengambilnya dari tulang untuk mengisinya lagi.
5
Seiring dengan bertambahnya usia, keseimbangan sistem mulai terganggu.
Tulang kehilangan kalsium lebih cepat dibanding kemampuannya untuk mengisi
kembali. Alasan mengapa hal ini terjadi belum jelas. Secara umum dapat kita katakan
bahwa osteoporosis terjadi saat fungsi penghancuran sel-sel tulang lebih dominan
dibanding fungsi pembentukan sel-sel tulang.8
Osteoporosis Primer7,8
Osteoporosis primer merupakan sindrom osteoporosis yang terjadi pada
wanita paska menopause (post menopause osteoporosis) serta juga pada pria berusia
lanjut (senile osteoporosis). Post menopause osteoporosis terjadi karena berkurangnya
hormon estrogen yang bertugas membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam
tulang. Gejalanya bisa timbul pada usia 51-75 tahun, meskipun tidak semua wanita
memiliki risiko yang sama untuk terkena penyakit ini. Sedangkan senile osteoporosis
kemungkinan terjadi akibat berkurangnya kalsium dan ketidakseimbangan antara
kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang baru.
Jenis osteoporosis ini faktor pemicunya adalah merokok, aktivitas, pubertas
tertunda, berat badan rendah, alkohol, ras kulit putih/asia, riwayat keluarga, postur
tubuh, dan asupan kalsium rendah.
a. Tipe I
Ini terjadi pada 15-20 tahun setelah menopause. Hal ini ditandai dengan
fraktur tulang belakang tipe crush, colles’ fracture dan berkurangnya gigi geligi. Hal
ini disebabkan oleh luasnya jaringan trabekular pada tempat tersebut dimana jaringan
trabekular lebih responsif terhadap defisiensi estrogen.
Dengan begitu, dapat dikatakan bahwa osteoporosis terjadi karena kekurangan
estrogen (hormon utama pada wanita) yang membantu mengatur pengangkutan
kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya, gejala timbul pada wanita yang
berusia diantara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak
semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis ini. Wanita
kulit putih dan daerah timur lebih mempunyai resiko untuk menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam.7
b. Tipe II (Senile)7,8
6
Terjadi pada pria dan wanita usia lebih dari 70 tahun. Ditandai dengan fraktur
panggul dan tulang belakang tipe wedge. Hilangnya massa tulang kortikal terbesar
terjadi pada usia tersebut. Diakibatkan oleh kekurangan kalsium yang berhubungan
dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan hancurnya tulang dan
pembentukan tulang baru. Penyakit ini biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan
dua kali lebih sering menyerang wanita.
Differential diagnosis
Osteoporosis Sekunder2
Dikatakan osteoporosis sekunder bila terjadi akibat faktor-faktor yang
sebenarnya bisa dihindari atau diubah. Osteoporosis ini disebabkan oleh berbagai hal
antara lain oleh kelainan endokrin, gangguan fungsi hati, ginjal, defisiensi vitamin D,
gangguan hematologi, kelainan saluran cerna dan berbagai macam obat-obatan.
Pola makan yang tidak sehat, misalnya kurang konsumsi vitamin D yang
sangat penting bagi pembentukan tulang dan jarang terkena sinar matahari. Aktifitas
fisik yang kurang atau kurang olahraga. Konsumsi alkohol, sebab alkohol dapat
menghambat kalsium akibat terjadinya gangguan pada usus halus. Hal itu tentu sangat
mempengaruhi kekuatan tulang. Kebiasaan merokok, sebab nikotin dalam rokok bisa
mengurangi jatah kalsium yang diserap tulang. Selain itu, nikotin membuat kadar dan
aktivitas hormone estrogen dalam tubuh berkurang, sehingga susunan sel tulang tidak
kuat dalam menghadapi proses pelapukan. Konsumsi kafein sebab, kafein dapat
mengganggu penyerapan kalsium. Lingkungan tempat tinggal juga mempengaruhi
seseorang terkena osteoporosis atau tidak. Lingkungan yang lebih sedikit
mengonsumsi kalsium, akan memperbesar peluang terjadinya osteoporosis.
Penggunaan obat yang mengandung steroid, seperti pada penderita asma dan batu
ginjal juga berisiko tinggi menyebabkan osteoporosis karena steroid dapat
menghambat penyerapan kalsium. Obat kortikosteroid yang sering digunakan sebagai
antiperadangan juga menyebabkan osteoporosis karena menghambat pembentukan
tulang.
Etiologi
Osteoporosis adalah penyakit tulang yang mempunyai sifat-sifat khas berupa
massa tulang yang rendah, disertai mikro arsitektur tulang dan penurunan kualitas
7
jaringan tulang yang akhirnya dapat menimbulkan kerapuhan tulang. Dengan
bertambahnya usia, kerapuhan pada tulang dapat dialami oleh setiap orang.
Ada dua penyebab utama osteoporosis, yaitu pembentukan massa puncak
tulang yang kurang baik selama masa pertumbuhan dan meningkatnya pengurangan
massa tulang setelah menopause.
Faktor-faktor resiko pada osteoporosis,yaitu:2,9
1. Faktor genetik
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang.
Beberapa orang mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Faktor
genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur. Pada seseorang dengan tulang
yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada seseorang dengan
tulang yang besar.
2. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk.
Bertambahnya beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Dengan perkataan lain dapat disebutkan
bahwa ada hubungan langsung dan nyata antara massa otot dan massa tulang. Kedua
hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik. Beban mekanik yang berat
akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang besar.
Di lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting
dalarn proses penurunan massa tulang schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun
demikian telah terbukti bahwa ada interaksi panting antara faktor mekanis dengan
faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis akan menurun dengan
bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban mekanis, massa
tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3. Kalsium
Faktor makanan memegang peranan penting dalam proses penurunan massa
tulang, terutama pada wanita post menopause. Kalsium, merupakan nutrisi yang
sangat pentingPada wanita dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan
8
terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang
bertambah. Hasil akhir kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif.
4. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan
massa tulang. Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino
yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama
makanan lain. Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut
akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan
mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif
5. Estrogen
Berkurangnya hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan
terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena
menurunnya efisiensi absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya
konservasi kalsium di ginjal. Estrogen memperlambat atau bahkan menghambat
hilangnya massa tulang dengan meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran cerna.
Dengan demikian, kadar kalsium darah yang normal dapat dipertahankan. Semakin
tinggi kadar kalsium di dalam darah, semakin kecil kemungkinan hilangnya kalsium
dari tulang (untuk menggantikan kalsium darah).
Penurunan kadar estrogen yang terjadi pada masa pascamenopause membawa
dampak pada percepatan hilangnya jaringan tulang. Resiko osteoporosis lebih
meningkat lagi pada mereka yang mengalami menopause dini (pada usia kurang dari
45 tahun).
Pada pria, hormon testosteron melakukan fungsi yang serupa dalam hal
membantu penyerapan kalsium. Bedanya, pria tidak pernah mencapai usia tertentu
dimana testis berhenti memproduksi testosteron.. Dengan demikian, pria tidak begitu
mudah mengalami osteoporosis.dibanding wanita.
9
6. Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan
mengakibatkan penurunan massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium
yang rendah. Mekanisme pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak
diketahui, akan tetapi kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin
maupun tinja.
7. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan.
Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah,
disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum
diketahui dengan pasti .
Epidemiologi
Insiden osteoporosis lebih tinggi pada wanita dibandingkan laki-laki dan
merupakan problem pada wanita pascamenopause. Osteoporosis di klinik menjadi
penting karena problem fraktur tulang, baik fraktur yang disertai trauma yang jelas
maupun fraktur yang terjadi tanpa disertai trauma yang jelas.9
Prevalensi tepatnya tidak diketahui, namun hampir separuh dari penduduk
amerika usia 50 tahun ke atas ,atau 44 juta orang, memiliki massa tulang yang rendah.
Kejadian osteoporosis meningkat dengan meningkatnya usia. Prevalensi osteoporosis
bahkan lebih tinggi pada penghuni panti jompo. Ratusan dan ribuan fraktur terjadi
setiap tahun di Amerika Serikat. Risiko fraktur meningkat seiring meningkatnya usia
dan rendahnya massa densitas tulang.7,8
Patofisiologi2,8,9
Keseimbangan antara aktivitas osteoblas dan osteoklas menyebabkan tulang terus
menerus diperbarui atau mengalami remodeling. Osteoklas membuat terowongan ke
dalam tulang korteks yang diikuti oleh osteoblas, sedangkan remodeling tulang
trabekular terjadi di permukaan trabekular. Pada kerangka manusia, setiap saat sekitar
5% tulang mengalami remodeling oleh sekitar 2 juta unit remodeling tulang.
Kecepatan pembaruan untuk tulang adalah sekitar 4% per tahun untuk tulang kompak
dan 20% per tahun untuk tulang trabekular.9
10
Pada anak dan remaja, aktivitas osteoblas melebihi aktivitas osteoklas,
sehingga kerangka menjadi lebih panjang dan menebal. Aktivitas osteoblas juga
melebihi aktivitas osteoklas pada tulang yang pulih dari fraktur. Pada orang dewasa
muda, aktivitas osteoblas dan osteoklas biasanya setara, sehingga jumlah total massa
tulang konstan. Pada usia pertengahan, khususnya pada wanita, aktivitas osteoklas
melebihi aktivitas osteoblas dan kepadatan tulang mulai berkurang. Aktivitas
osteoklas juga meningkat pada tulang. Pada usia dekade ketujuh atau kedelapan,
dominansi aktivitas osteoklas dapat menyebabkan tulang menjadi rapuh sehingga
mudah patah.
Pada osteoporosis, massa tulang berkurang, yang menunjukkan bahwa laju
resorpsi tulang pasti melebihi laju pembentukan tulang.
Pada osteoporosis primer, yang terjadi pada seseorang setelah menopause
maka resorpsi tulang akan meningkat, terutama pada awal setelah menopause,
sehingga insidens fraktur, terutama fraktur vertebra dan radius distal meningkat.
Estrogen juga berperan menurunkan produksi berbagai sitokin oleh bone marrow
stromal cells dan sel-sel mononuklear, seperti IL-1, IL-6 dan TNF-α yang berperan
meningkatkan kerja osteoklas, dengan demikian penurunan kadar estrogen akibat
menopause akan meningkatkan produksi berbagai sitokin tersebut sehingga aktivitas
osteoklas meningkat. Untuk mengatasi keseimbangan negatif kalsium akibat
menopause, maka kadar PTH akan meningkat pada wanita menopause, sehingga
osteoporosis akan semakin berat. Pada menopause, kadangkala didapatkan
peningkatan kadar kalsium serum, dan hal ini disebabkan oleh menurunnya volume
plasma, meningkatnya kadar albumin dan bikarbonat, sehingga meningkatkan kadar
kalsium yang terikat albumin dan juga kadar kalsium dalam bentuk garam kompleks.
Peningkatan bikarbonat pada menopause terjadi akibat penurunan rangsang respirasi,
sehingga terjadi relatif asidosis respiratorik.9
Pada osteoporosis sekunder yang berkaitan dengan usia, terjadi penurunan
massa tulang yang cepat dan menyebabkan kerusakan mikroarsitektur tulang,
terutama pada tulang trabekular. Progresifitas resorpsi tulang merupakan kondisi
normal dalam proses penuaan. Perkembangan resorpsi tulang lebih cepat pada tulang
trabekular dibanding tulang kortikal.Progresifitas resorpsi pada usia tua juga
diperburuk dengan penurunan fungsi organ tubuh, termasuk penurunan absorbsi
11
kalsium di usus, meningkatnya hormon paratiroid dalam serum, dan menurunnya laju
aktivasi vitamin D yang lazim terjadi seiring proses penuaan.8
Manifestasi klinis2,5,7,8
Kepadatan tulang berkurang secara perlahan sehingga pada awalnya
osteoporosis tidak menimbulkan gejala. Jika kepadatan tulang sangat berkurang
sehingga tulang menjadi kolaps atau fraktur. Gejala yang paling lazim dari fraktur
korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada tulang belakang.
Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal atau lumbal.
Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga kedalam
perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik
ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara,
tetapi akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga
dapat disertai oleh distensi perut dan ileus
Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan terbentuk kelengkungan
yang abnormal dari tulang belakang (punuk Dowager), yang menyebabkan
ketegangan otot dan sakit.
Tulang lainnya bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang
ringan atau karena jatuh.Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah
tulang panggul.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur Colles. Selain itu,
pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung menyembuh secara perlahan.
Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan
mudah patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur
kompresi vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.7
Penatalaksaan (medika mentosa dan non-medika mentosa)
12
Tujuan pengobatan adalah mempertahankan atau meningkatkan massa tulang,
mengontrol nyeri dan atau memperlambat penyakit yang mendasarinya.
1. Terapi Non Farmakologi8
a. Nutrisi
Pasien osteoporosis sebaiknya mendapatkan nutrisi yang cukup dan
pemeliharaan berat badan yang ideal. Diet kalsium penting untuk memelihara densitas
tulang. Nutrisi tersebut dapat berupa vitamin D yang bisa didapatkan dari brokoli,
kacang-kacangan, ikan teri, ikan salmon, susu, kuning telur, hati dan sardine serta
paparan sinar matahari.
b. Olahraga
Olahraga seperti berjalan, jogging, menari dan panjat tebing dapat bermanfaat dalam
mencegah kerapuhan dan fraktur tulang. Hal tersebut dapat memelihara kekuatan
tulang. Prinsip latihan fisik untuk kesehatan tulang adalah latihan pembebanan,
gerakan dinamis dan ritmis, serta latihan daya tahan. Senam osteoporosis untuk
mencegah dan mengobati terjadinya pengeroposan tulang.
2. Terapi Farmakologi2,9
Obat yang digunakan dalam terapi osteoporosis, yaitu :
a.Kalsium
Kalsium berfungsi sebagai integritas sistem saraf dan otot, untuk kontraktilitas
jantung normal dan koagulasi darah. Kalsium berfungsi sebagai kofaktor enzim dan
mempengaruhi aktivitas sekresi kelenjar endokrin dan eksokrin.
Absorpsi kalsium dari saluran pencernaan dengan difusi pasif dan transpor
aktif. Kalsium harus dalam bentuk larut dan terionisasi agar bisa diabsorpsi. Vitamin
D diperlukan untuk absorpsi kalsium dan meningkatkan mekanisme absorpsi.
Kalsium secara cepat didistribusikan ke jaringan skelet. Kalsium menembus
plasenta dan mencapai kosentrasi yang lebih tinggi pada darah fetah dibanding darah
ibu. Kalsium juga didistribusikan dalam susu.
13
Kalsium dieksresikan melalui feses, urin dan keringat. Kalsium
dikontraindikasikan pada pasien dengan hiperkalsemia dan fibrilasi ventrikuler.Efek
samping yang terjadi ketika mengkonsumsi kalsium yaitu gangguan gastrointestinal
ringan, bradikardia, aritmia, dan iritasi pada injeksi intravena.
b. Vitamin D
Vitamin D merupakan vitamin larut lemak yang diperoleh dari sumber alami
(minyak hati ikan) atau dari konversi provitamin D (7-dehidrokolesterol dan
ergosterol). Pada manusia, suplai alami vitamin D tergantung pada sinar ultraviolet
untuk konversi 7-dehidrokolesterol menjadi vitamin D3 atau ergosterol menjadi
vitamin D2. Setelah pemaparan terhadap sinar uv , vitamin D3 kemudian diubah
menjadi bentuk aktif vitamin D (Kalsitriol) oleh hati dan ginjal. Vitamin D
dihidroksilasi oleh enzim mikrosomal hati menjadi 25-hidroksi-vitamin
D3.Kalsifediol dihidroksilasi terutama di ginjal menjadi 1,25-dihidroksi-vitamin D
dan 24,25-dihidroksikolekalsiferol. Kalsitriol dipercaya merupakan bentuk vitamin
D3 yang paling aktif dalam menstimulasi transport kalsium usus dan fosfat.9
Vitamin D dikontraindikasikan dengan hiperkalsemia, bukti adanya toksistas
vitamin D, sindrom malabsorpsi, hipervitaminosis D, sensitivitas abnormal terhadap
efek vitamin D, penurunan fungsi ginjal. Efek samping yang terjadi ketika
mengkonsumsi vitamin D ini yaitu sakit kepala, mual, muntah, mulut kering dan
konstipasi.
c. Biofosfonat
Biofosfonat bekerja terutama pada tulang. Kerja farmakologi utamanya adalah
inhibisi resorpsi tulang normal dan abnormal. Biofosfonat utnuk menoptimalkan
manfaat klinis harus dengan dosis yang tepat dan meminimalkan resiko efeksamping
terhadap saluran pencernaan. Efek samping yang terjadi ketika mengkonsumsi
biofosfonat yaitu mual, nyeri abdomen dan dyspepsia.
d. Selective Estrogen Receptor Modulators (SERMs)
Raloxifene merupakan agonis estrogen pada jaringan tulang tetapi merupakan
antagonis pada payudara dan uterus. Raloxifen meningkatkan BMD tulang belakang
14
dan pinggul sebesar 2-3% dan menurunkan fraktur tulang belakang. Fraktur non-
vertebral tidak dapat dicegah dengan raloxifene.2
Raloxifene merupakan reseptor estrogen selektif yang mengurangi resorpsi
tulang dan menurunkan pembengkokan tulang. Raloxifene diabsorpsi secara cepat
setelah pemberian oral.
Raloxifene mengalami metabolisme lintas pertama menjadi konjugat
glukoronid.Raloxifene terutama diekskresikan pada feses dan urin. Kontraindikasi
pada SERMs ini yaitu pada wanita hamil dan menyusui. hipersensitif raloxifene.
e. Kalsitonin
Bersama dengan hormon paratiroid, kalsitonin berperan dalam mengatur
homeostasis Ca dan metabolisme Ca tulang. Kalsitonin dilepaskan dari kelenjar
tiroidketika terjadi peningkatan kadar kalsium serum. Efek samping yang terjadi
ketika mengkonsumsi kalsitonin yaitu mual, muntah, flushing.
f. Estrogen dan terapi hormonal
Estrogen menurunkan aktivitas osteoklas, menghambat PTH secara periferal,
meningkatkan konsentrasi kalsitriol dan absorpsi kalsium di usus, dan menurunkan
ekskresi kalsium oleh ginjal. Penggunaan estrogen dalam jangka waktu lamatanpa
diimbangi progesteron meningkatkan risiko kanker endometrium pada wanita yang
uterusnya utuh.
Estrogen ini kontraindikasi dengan wanita hamil dan menyusui, kanker
estrogen-independent.
g. Fitoestrogen
Isoflavonoid (protein kedelai) dan lignan (flaxseed) merupakan bentuk estrogen
dimana efeknya terhadap tulang dapat disebabkan aktivitas agonis reseptor estrogen
tulang atau efek terhadap osteoblas dan osteoklas. beberapa studi isoflavon
menggunakan dosis yang lebih besar dilaporkan dapat menurunkan penanda resorpsi
tulang dan sedikit meningkatkan densitas.
h. Testosteron
15
Penurunan konsentrasi testosteron tampak pada penyakit gonad, gangguan
pencernaan dan terapi glukokortikoid. Terapi testosteron ini dapat meningkatkan
BMD dan mengurangi hilangnya massa tulang pada pasien osteoporosis laki-laki.
i. Teriparatide
Terapi anabolik ini hanya untuk terapi menjaga dan memelihara bentuk tulang.
Teriparatide merupakan produk rekombinan yang mewakili 34 asam amino pertama
dalam PTH manusia. Teriparatide meningkatkan formasi tulang, perubahan bentuk
tulang dan jumlah osteoblast beserta aktivitasnya sehingga massa tulang akan
meningkat. Teriparatide disarankan oleh FDA kepada wanita postmenopouse dan
laki-laki yang memiliki resiko tinggi terjadi fraktur. Efikasi dari teriparatide ini dapat
meningkatkan BMD. PTH analog sangat penting dalam pengelolaan pasien
osteoporosis yang memiliki risiko tinggi patah tulang karena PTH merangsang
pembentukan tulang baru. Kontraindikasi teriparatide ini yaitu pada pasien
hiperkalsemia, penyakit metabolik tulang lainnya dan kanker otot.
j. Diuretik Tiazid
Diuretik tiazid meningkatkan reabsorbsi kalsium. Pasien yang mengkonsumsi
diuretik tiazid memiliki massa tulang lebih besar dan fraktur yang lebih sedikit.
Diuretik tiazid ini diberikan ketika pasien osteoporosis dengan glukokortikoid yang
lebih besar dari 300mg dari jumlah kalsium yang dikeluarkan dalam urin selama lebih
dari 24 jam.
Prognosis
Prognosisnya baik dalam pencegahan osteoporosis setelah menopause jika
terapi farmakologi dengan estrogen atau raloxifen dimulai sedini mungkin dan bila
terapi dipertahankan dengan baik dalam jangka waktu yang panjang. Penggunaan
bifosfonat dapat memperbaiki keadaan osteoporosis pada penderita, serta mampu
mengurangi risiko terjadinya patah tulang.
Patah pada tulang pinggul dapat mengakibatkan menurunnya mobilitas pada
pasien. Patah tulang belakang memiliki pengaruh lebih rendah terhadap mortalitas,
serta dapat mengakibatkan nyeri kronis yang berat dan sulit untuk dikontrol.
Meskipun jarang terjadi, patah tulang belakang yang parah dapat mengakibatkan
16
bungkuk (kyphosis) yang kemudian dapat menekan organ dalam tubuh dan
mengganggu sistem pernafasan dari penderita.2
Pencegahan
Gaya hidup sehat untuk mencegah osteoporosis adalah:7
1.Mengonsumsi makanan dengan gizi seimbang yang memenuhi kebutuhan nutrisi
dengan unsur kaya serat,rendah lemak,dan kaya kalsium (1000 -1500 mg per hari).
2.Kurangi sodium, garam, daging merah, dan makanan yang diasinkan
3.Mulailah program reguler, latihan mempertahankan berat badan seperti jalan-jalan,
jogging, bersepeda atau aerobik yang tak berpengaruh atau pegaruhnya rendah
4.Hindari minum kopi secara berlebihan karena dapat mengeluarkan kalsium secara
berlebihan, kurangi juga softdrink/minuman ringan karena dapat menghambat
penyerapan kalsium
5.Hindari minuman beralkohol dan rokok karena dapat menyerap cadangan kalsium
dalam tubuh.
6.Paparan matahari dapat membantu pembentukan vitamin D.
7.Tanyakan pada dokter tentang terapi penggantian estrogen yang dapat mencegah
osteoporosis dan efek-efek samping dari menopause yang lain.
Kesimpulan
Selama perkembangannya tulang membutuhkan kalsium yang tinggi. Ketika tulang
kekurangan kepadatannya, laki-laki maupun wanita berusia lebih dari 40 tahun dapat
terserang osteoporosis. Osteoporosis dapat terasa nyeri pada tulang punggung dan
lutut ketika seseorang mengangkat beban berat. Osteoporosis lebih banyak dirasakan
oleh wanita pasca menopause disebabkan menurunnya hormon estrogen. Penurunan
hormon estrogen pada wanita menyebabkan menurunnya aktifitas osteoblas dan
peningkatan osteoklas sehingga mempercepat terjadinya osteoporosis. Osteoporosis
menyebabkan massa tulang menjadi rendah sehingga hanya dengan trauma yang
minimal tulang akan mudah patah.Maka dari itu, sejak dini mulailah merawat tulang
tubuh dengan berolahraga, mengontrol pola makanan, asupan gizi dan vitamin
17
Daftar pustaka
1.Abdurrahman, dkk. Anamnesis & pemeriksaan fisis. Cetakan ke-3. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2005. h.11-20.
2.Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu
penyakit dalam jilid II. Edisi 5. Jakarta: Internal Publishing; 2009. h.25-30.
3.Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik, Edisi II, Iwan Ekayuda (editor). Jakarta :
Fakultas kedokteran Universitas Indonesia ; 2006. h 31.
4.Gleadle J. At a glance. Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga ; 2007.
h 16.
5.Purwadianto A, sampurna B. Kedaruratan Medik. Jakarta : Binarupa Aksara ; 2000.
h 160.
6.Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Penerbit PT Yarsif
Watampone ; 2009. h 82-5, 92-4, 355-361,364.
7. Daud R. Struktur dan Metabolisme Tulang Serta Hubungannya Dengan Patogenesis
Osteoporosis. Kumpulan Makalah 1st Indonesian Course on Osteoporosis.
Sukabumi : Arya Duta; 2000. h 9
8. Taxel P.Osteoporosis : Detection, prevention, and treatment in primary care,
Geriatrics. London : HLM;2008. pg 22-40.
9. Shroff.Osteoporosis, the battle against Brittle Bones. India :Jetwings
Magazine;2000. pg 78-82.
18