6
PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR DAN TURKI I. Pendahuluan Kedatangan Napoleon di Mesir pada 1798 merupakan momentum penting dari perkembangan Islam. Kedatangan “penakluk dari Prancis” ini tidak hana membuka mata kaum muslim akan apa ang dicapai oleh peradaban !arat di bidang sains dan teknologi" tetapi #uga menandai a$al kolonia !arat atas $ilaah%$ilaah Islam. &i antarana akibat kontak itu di lingkuanga elit muslim para penguasa dan kalangan cendikia$an gerakan pembaharuan Islam kembali memperoleh gairah.Kaum muslim semakin intensi' dan bersemangat mengka#i kembali doktrin%doktrin dasar Islam khususna dihadapkan pada kema#uan !arat. Kritik%kritik terhadap kondisi umum masarakat Islam bermunculan" seruan ber#ihad semakin naring terdengar pandangan lama ang menganggap pintu i#tihad telah tertutup tidak han digugat" tetapi bahkan dianggap sebagai cermin dari keterbelakangan intelektua (idak heran #ika ta)lid mendapat kritik pedas dari kalangan pembaharu . Meskipun kehadiran !arat telah memicu timbulna respon dikalangan terpela#ar muslim" kontak dengan !arat bukanlah satu%satuna aktor ang menebabkan munculna gerakan pembaruan dalam Islam. &i samping dalam batang tubuh doktrin doktrin Islam pembaharuan *ta#d+d, merupakan sesu ang intern" kondisi ob#ekti' umat Islam sendiri ang secara umum ditandai ole semakin memudarna semangat keilmuan" kebekuan *#um-d, dibidang intelektual" dan berkembang pesatna tradisi ang mendekati sirik" merupakan 'aktor ang tidak bisa diabaikan begitu sa#a. aktor%'aktor itu sekaligus #uga merupakan tantangan kaum muslim" tidak hana dalam tataran intelektual tetapi #uga pada tataran empiris" seperti kekhali'ahan ang berabad%abad ber dalam Islam mulai digugat. /ealitas se#arah menun#ukkan kelengahan uma Islam dalam memahami pergeseran 0 agama ang benar” kepada 0 ortodoksi ideologi”. kibatna" ketika agama telah berubah men#adi 'i)h dogma%d teologi s ari" umat Islam kehilangan kesempatan menatap sisi%sisi n dikotomi itu. Kehadiran berbagai ma2hab ang berseteru" partai ang bersaing"

PAI 6

  • Upload
    abuy89

  • View
    218

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

aaaaaaaaaaaaa

Citation preview

PEMBAHARUAN ISLAM DI MESIR DAN TURKII. PendahuluanKedatangan Napoleon di Mesir pada 1798 merupakan momentum penting dari perkembangan Islam. Kedatangan penakluk dari Prancis ini tidak hanya membuka mata kaum muslim akan apa yang dicapai oleh peradaban Barat di bidang sains dan teknologi, tetapi juga menandai awal kolonialisme Barat atas wilayah-wilayah Islam. Di antaranya akibat kontak itu di lingkuangan elit muslim para penguasa dan kalangan cendikiawan gerakan pembaharuan Islam kembali memperoleh gairah. Kaum muslim semakin intensif dan bersemangat mengkaji kembali doktrin-doktrin dasar Islam khususnya dihadapkan pada kemajuan Barat. Kritik-kritik terhadap kondisi umum masyarakat Islam bermunculan, seruan berjihad semakin nyaring terdengar, pandangan lama yang menganggap pintu ijtihad telah tertutup tidak hanya digugat, tetapi bahkan dianggap sebagai cermin dari keterbelakangan intelektual. Tidak heran jika taqlid mendapat kritik pedas dari kalangan pembaharu.

Meskipun kehadiran Barat telah memicu timbulnya respon dikalangan terpelajar muslim, kontak dengan Barat bukanlah satu-satunya aktor yang menyebabkan munculnya gerakan pembaruan dalam Islam. Di samping dalam batang tubuh doktrin doktrin Islam pembaharuan (tajdd) merupakan sesuatu yang intern, kondisi objektif umat Islam sendiri yang secara umum ditandai oleh semakin memudarnya semangat keilmuan, kebekuan (jumd) dibidang intelektual, dan berkembang pesatnya tradisi yang mendekati syirik, merupakan faktor yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Faktor-faktor itu sekaligus juga merupakan tantangan kaum muslim, tidak hanya dalam tataran intelektual tetapi juga pada tataran empiris, seperti kekhalifahan yang berabad-abad bertahan dalam Islam mulai digugat. Realitas sejarah menunjukkan kelengahan umat Islam dalam memahami pergeseran agama yang benar kepada ortodoksi ideologi. Akibatnya, ketika agama telah berubah menjadi fiqh dogma-dogma teologi Asyari, umat Islam kehilangan kesempatan menatap sisi-sisi negatif dikotomi itu. Kehadiran berbagai mazhab yang berseteru, partai yang bersaing, kelompok-kelompok muslim yang berselisih dan organisasi-organisasi sosial keagamaan yang tidak akur adalah manifestasi dominasi fiqh yang menggerus akar kekuatan umat. Pertikaian pengikut Sunni dan Syiah merupakan contoh menarik dalam konteks ini.Ketika umat Islam harus berhadapan dengan modernisasi negara-negara industri, daerah yang tak terpikirkan itu semakin melebar. Hegemoni dunia Barat yang terus berlanjut tidak memperoleh respon antisipasif dari umat Islam. Karenanya, upaya kongkrit menghentikan kesenjangan itu merupakan solusi terbaik bagi mereka jika Islam sebagai agama yang membumi. Pemahaman, penghayatan dan pengalaman yang utuh terhadap semua dimensi ajaran Islam adalah resep terbaik bagi kebangkitan agama mereka . Dalam konteks sejarah, unsur positif posmodernisme barangkali dapat ditemukan pada tradisi dan kehidupan Nabi yang mengedepankan massa dalam ajaran zaman. Negara Madinah, seperti terungkap di muka, adalah cermin teladan bagi kehidupan manusia lain, termasuk umat Islam pasca-nabi. Masa itu ditandai dengan kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang relatif makmur dan adil. Bahkan, kehidupan umat beragama memperoleh porsi memadai dalam situasi kondusif bagi pengembangan masing-masing agama. Hal ini kemudian menyebabkan banyak pemikir Islam dan hingga kini berusaha keras untuk membuktikan bahwa Islam pun sejalan dengan perkembangan zaman itu. Mereka ingin menunjukkan bahwa Islam tidak ketinggalan zaman. Suara-suara yang menggaungkan isu tajdid (pembaharuan) terhadap Islam menggema di berbagai wilayah kaum muslimin. Sayangnya, niat baik dan upaya keras ini seringkali justru berdampak negatif. Tanpa disadari, upaya tajdid yang mereka lakukan justru adalah membaratkan Islam dan bukan mengislamkan nilai-nilai barat.Akibatnya, banyak nilai-nilai Islam yang bersifat prinsipil dinafikan, dan dianggap mengganggu kemajuan peradaban modern harus dibuang. Ide-ide seperti sekulerisme, liberalisme dan pluralisme yang marak belakangan ini menurut hemat penulis tidak lebih merupakan bukti dampak turunan atas hal itu. Penulis menyebut upaya tajdid semacam ini sebagai tajdid yang tidak dilandasi oleh rasa izzah (kebanggaan) pada Islam. Ini adalah tajdid yang berangkat dari perasaan minderdan rendah diri pada Barat. Hal ini yang akan membedakan gerakan pembaharuan dalam Islam yang terjadi di belahan dunia. Seorang tokoh pembaharuan yang telah memiliki pandangan keislaman yang kuat akan mengaitkan kemajuan modernisme Barat dengan ajaran Islam, sedangkan bagi tokoh pembaharuan yang kurang memiliki pandangan Islam yang kuat akan menghasilkan pemikiran yang berkiblat kepada Barat. Akan tetapi karena terlalu luasnya bahasan pembaharuan dalam Islam ini, pemakalah akan membatasi pembaharuan Islam yang terjadi di Mesir dan Turki dengan mengedepankan pemikiran-pemikiran parta tokoh di kedua negara tersebut yang terjadi pada abad ke-18 dan 19 yang berkaitan dengan segi pendidikan.Dikatakan sebagai tokoh pembaharuan karena pada masa itu merubah pemahaman dan ajaran bahkan ideologi yang ada pada saat itu bukan merupakan hal yang mudah dan gampang akan tetapi ibarat menghadapi tembok kuat yang harus dirobohkan

II. Latar Belakang Sejarah Pembaharuan di MesirLatar belakang sejarah Mesir secara historis dapat kita lihat ketika Mesir berada pada kekuasaan Romawi di Timur dengan Bizantium sebagai ibu kotanya merupakan awal kebangkitan Mesir di abad permulaaan Islam yang berkembang menjadi kota dan negara tujuan setiap orang. Mesir menjadi sangat menarik pada masa kekuasaan Romawi tersebut karena ia mempunyai potensi yang secara tradisional telah berakar di Mesir. Kerajaan Romawi Timur dengan ibu kota Bizantium merupakan rival berat pengembangan Islam yang keberadaannya berlangsung sampai pada masa pemerintahan Kholifah Umar Bin Khatab. Pada saat Umar menjadi Khalifah, Romawi Timur merupakan target pengembangan misi keislaman dan akhirnya kekuatan militer Romawi tidak dapat menghambat laju kemenangan Islam di Mesir, karena keberadaan Islam sebagai agama baru memberikan keluasaan dan kebebasan untuk hidup, yang selama itu tidak diperoleh dari pemerintahan Romawi Timur, termasuk didalamnya kondisi yang labil karena berkembangnya konflik keagamaan.

Mesir menjadi wilayah Islam pada zaman khalifah Umar bin Khattab pada 640 M, Mesir ditaklukkan oleh pasukan Amr Ibn al-Ash yang kemudian ia dijadikan gubernur di sana. Kemudian diganti oleh Abdullah Ibn Abi Syarh pada masa Usman dan berbuntut konflik yang menjadi salah satu sebab terbunuhnya Usman ra. Mesir menjadi salah satu pusat peradaban Islam dan pernah dikuasai dinasti-dinasti kecil pada zaman Bani Abbas, seperti Fatimiah ( sampai tahun 567 H) yang mendirikan Al-Azhar, dinasti Ayubiyah (567-648 H) yang terkenal dengan perang salib dan perjanjian ramalah mengenai Palestina, dinasti Mamluk (648-922 H) sampai ditaklukan oleh Napoleon dan Turki Usmani.Segera setelah Mesir menjadi salah satu bagian Islam, Mesir tumbuh dengan mengambil peranan yang sangat sentral sebagaimana peran-peran sejarah kemanusiaan yang dilakoninya pada masa yang lalu, misalnya : a. Menjadi sentral pengembangan Islam di wilayah Afrika, bahkan menjadi batu loncatan pengembangan Islam di Eropa lewat selat Gibraltar (Aljajair dan Tunisia). b. Menjadi kekuatan Islam di Afrika, kakuatan militer dan ekonomi. c. Pengembangan Islam di Mesir merupakan napak tilas terhadap sejarah Islam pada masa Nabi Musa yang mempunyai peranan penting dalam sejarah kenabian. d. Menjadi wilayah penentu dalam pergulatan perpolitikan umat Islam, termasuk di dalamnya adalah peralihan kekuasaan dari Khulafaur Rasyidin kepada Daulat Bani Umaiyah dengan tergusurnya Ali Bin Abi Thalib dalam peristiwa Majlis Tahkim.

Bagaiamanapun Mesir adalah sebuah tempat yang sarat dengan peran politik dan kesejarahan. Bagaimana tidak, nampaknya Mesir dilahirkan untuk selalu dapat berperan dan memberikan sumbangan terhadap perjalanan sejarah Islam itu sendiri. Dari segi ekonomi dan politik, ia memberikan sumbangan yang cukup besar terutama sektor perdagangan dan pelabuhan Iskandariyah yang memang sejak kerajaan Romawi Timur merupakan pelabuhan yang ramai. Sedangkan dari segi pembangunan hukum Islam, Mesir merupakan daerah yang ikut melahirkan bentuk dan aliran hukum Islam terutama dengan kehadiran Imam Syafii, yang hukum-hukumnya sangat kita kenal. Setelah kehancurn kerajaan Islam di Bagdad, Mesir tampil dengan format perpolitikan yang baru, yang berkembang bersama kerajaan Daulat Fatimiyah. Kerajaan Daulat Bani Fathimiyah adalah salah satu dari tiga kerajaan besar Islam, yaitu Daulat Safawiyah di Parsi dan Kerajaan Moghul di India, pasca kejayaan Islam pada masa Daulat Bani Abasiyah di Bagdad dan Bani Umaiyah di Spanyol. Kehadiran Mesir bersama Daulat Bani Fathimiyah yang didirikan oleh aliran/sekte Syiah (kerajaan Syiah) telah memberikan isyarat adanya kekuatan Islam di saat Islam mengalami kemunduran. Statemen tersebut bukanlah sebuah apologi, karena bukti-bukti eksistensi kerajaan tersebut sampai saat ini masih dapat kita jumpai, misalnya berdirinya Universitas Al-Azhar yang didirikan oleh Nizamul Mulk sebagai pusat kajian keilmuan Islam. Ketika melacak sejarah Mesir, akan lebih menarik dari munculnya (kekhalifahan) dinasti Fatimiyah yang membangun Universitas Al-Azhar sebagai Perguruan Tinggi Islam besar tertua yang dianggap mewakili peradaban dan basis ilmiah-intelektual pasca-klasik sampai modern, yang kini dianggap masih ada dan tidak terhapus oleh keganasan perang, berbeda dengan Universitas Nizamiyah di Bagdad yang hanya tinggal kenangan. Setelah keruntuhan Bagdad, Al-Azhar dapat disimbolkan sebagai khasanah pewarisan bobot citra keagamaan yang cukup berakar di dunia Islam. Tonggak inilah yang membawa Mesir memiliki aset potensial dikemudian hari dalam gagasan-gagasan modernisme.III. Kebangkitan Mesir dan Turki

Kebangkitan islam di mesir disebabkan karena :

Hasan al Bana mendirikan gerakan Ikhwanul Muslimin pada abad XX, tepatnya tahun 1928 M di Mesir. Ia lahir di Garbiah Mesir tahun 1906 M. hafal Al-Quran usia 14 tahun dan pada usia 16 tahun ia menjadi mahasiswa Universitas Darul Ulum. Ia mati secara misterius pada 12 Februari 1949 M.

Ciri gerakan ini adalah jauh dari sumber pertentangan, pengaruh riya dan kesombongan. Menaruh perhatian pada kaderisasi, mengutamakan amaliah produktif dan serius pada dunia pemuda. Gerakan ini melahirkan banyak tokoh pemikir Islam, antara lain Sayyid Qutub, Yusuf Qardhawi, Sai Hawwa, Muhammad al Ghazali, Musthafa Mansur dan Abdullah Azzam.

Kebangkitan islam di turki disebabkan karena :

a. Tewfik (1867-1915 M) dan Dr. Abdullah Jedwat (1869-1932 M)

Mereka adalah tokoh dari aliran Barat yang ingin mengambil peradaban Barat sebagai dasar masyarakat Turki.

b. Mehmed Akif (1879-1939 M)

Ia memotori golongan Islam sebagai reaksi dan lawan golongan Barat. Golongan ini berpendapat bahwa kemunduran dan keterbelakangan Masyarakat Turki karena tidak menegakkan hukum secara konsekuen. Menurut golongan ini Islam tidak akan menghalangi kamajuan dan teknologi. Tetapi mereka tidak boleh mengoper peradaban dan filsafat Islam diganti dengan peradaban Barat. Kunci kemajuan adalah menjadikan syariat Islam untuk segala segi kehidupan.

c. Zia Gokalp (1875-1924 M)

Ia seorang tokoh golongan nasional Turki. Pendapatnya yaitu sebab pokok kemunduran Islam adalah enggan mengadakan penafsiran baru terhadap ajaran Islam sesuai tuntutan zaman yang terus berubah.

d. Musthafa Kemal Attaturk

Lahir di Selonika 1881 M dan meninggal tahun 1983 M. dalam pembaharuaanya banyak dipengaruhi oleh golongan nasional Turki dan gagasan dari Barat. Dasar pemikirannya dapat disingkat dengan tiga hal, yaitu: westernisasi, sekulerisme dan nasionalisme.