41
BAB II PANDANGAN UMUM TERHADAP PERBANKAN SYARIAH A. Sejarah Perbankan Syariah Konsep teoritis mengenai bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940- an, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil. Berkenaan dengan ini, dapat disebutkan pemikiran-pemikiran dari beberapa penulis, antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Uraian yang lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam ditulis oleh ulama besar Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta Muhammad Hamidullah (1944-1962). Maududi Uzair merupakan seorang perintis teori perbankan Islam dengan karyanya yang berjudul; A Groundwork for Interest Free Bank. 21 Pemikiran yang sudah muncul pada tahun 50-an tidak langsung memberikan jalan yang lapang bagi perbankan Islam. Tahun 1960-an, bank syariah hanya menjadi diskursus teortis. Belum ada langkah konkret yang memungkinkan implementasi praktis gagasan tersebut. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa bank syariah merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial di negara-negara Islam. 22 21 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1999) hal. 4. 22 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) hal. 1. Universitas Sumatera Utara

Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

BAB II

PANDANGAN UMUM TERHADAP PERBANKAN SYARIAH

A. Sejarah Perbankan Syariah

Konsep teoritis mengenai bank Islam muncul pertama kali pada tahun 1940-

an, dengan gagasan mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil. Berkenaan

dengan ini, dapat disebutkan pemikiran-pemikiran dari beberapa penulis, antara lain

Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948), dan Mahmud Ahmad (1952). Uraian

yang lebih terperinci mengenai gagasan pendahuluan mengenai perbankan Islam

ditulis oleh ulama besar Pakistan, yakni Abul A’la Al-Mawdudi (1961) serta

Muhammad Hamidullah (1944-1962). Maududi Uzair merupakan seorang perintis

teori perbankan Islam dengan karyanya yang berjudul; A Groundwork for Interest

Free Bank.21

Pemikiran yang sudah muncul pada tahun 50-an tidak langsung memberikan

jalan yang lapang bagi perbankan Islam. Tahun 1960-an, bank syariah hanya menjadi

diskursus teortis. Belum ada langkah konkret yang memungkinkan implementasi

praktis gagasan tersebut. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa bank syariah

merupakan solusi masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial di

negara-negara Islam.

22

21 Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti,

1999) hal. 4. 22 Adrian Sutedi, Perbankan Syariah, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009) hal. 1.

Universitas Sumatera Utara

Page 2: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Sejarah awal mula perbankan syariah pertama sekali dilakukan adalah di

negara Pakistan dan Malaysia sekitar tahun 19-an, dan kemudian di negara Mesir.

Perbankan syariah di negara Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam karena

adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan

fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini adalah Ahmad El Najjar, mengambil

sebuah bentuk bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian laba) di kota

Myt, Myt Ghamr Bank pada tahun 1963 didirikan di Mesir. Eksperimen ini

berlangsung hingga tahun 1967 dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep

serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga,

sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan industri secara

langsung daam bentuk partnership dan membagi keuntungan yang di dapat dengan

para penabung.23

Perkembangan selanjutnya adalah berdirinya Islamic Development Bank

(IDB), yang bediri atas prakasa dari sidang menteri luar negeri negara-negara OKI

(organisasi Konfrensi Islam) di Pakistan (1970), Libiya (1973), dan Jeddah (1975).

Dalam sidang tersebut diusulkan penghapusan sistem keuangan berdasarkan bunga

dan menggantinya dengan sistem bagi hasil. Berdirinya IDB telah memotivasi banyak

negeri Islam untuk mendirikan lembaga keuangan syariah. Pada akhir periode 1970-

23 Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Ed. Keenam, (Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 2002) hal. 177.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

an dan awal periode 1980-an, bank-bank syariah muncul di Mesir, Sudan, negara-

negara Teluk, Pakistan, Iran, Malaysia, Bangladesh, dan Turki.

Bank Islam pertama yang bersifat swasta adalah Dubai Islamic Bank, yang

didirikan tahun 1975 oleh sekelompok usahawan muslim dari berbagai Negara. Pada

tahun 1977, berdiri 2 (dua) bak Islam dengan nama Faysal Islamic Bank di Mesir dan

Sudan, dan pada tahun itu pula pemerintah Kuwait mendirikan Kuwait Finance

House yang beroperasi tanpa bunga.

Salah satu negara pelopor sistem perbankan syariah secara nasional adalah

Pakistan. Pemerinah Pakistan mengkonversi seluruh sistem perbankan di negaranya

pada tahun 1985 menjadi sistem perbankan syariah. Sebelumnya pada tahun 1979,

beberapa institusi keuangan terbesar di Pakistan telah menghapus sistem bunga dan

mulai tahun itu pula pemerintah Pakistan mensosialisasikan pinjaman tanpa bunga,

terutama pada petani dan nelayan.

Secara internasional, perkembangan perbankan Islam pertama sekali

diprakarsai oleh Mesir, pada sidang Menteri luar negeri negara-negara Organisasi

Konfrensi Islam di Karachi, Pakistan, pada desember 1970. Mesir mengajukan

proposal berupa studi tentang pendirian bank Islam internasional untuk perdagangan

dan pembangunan (international Islamic bank for trade and development) dan

proposal pendirian federasi bank Islam (federation of Islamic banks). Inti usulan yang

diajukan dalam proposal tersebut adalah bahwa sistem keuangan berdasarkan bunga

Universitas Sumatera Utara

Page 4: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

harus diganti dengan suatu sistem kerja sama dengan skema bagi hasil keuntungan

maupun kerugian.

Proposal tersebut diterima dan sidang menyetujui rencana pendirian Bank

Islam Internasional dan Federasi Bank Islam, bahkan sebagi tambahan diusulkan pula

pembentukan badan-badan khusus yang disebut Badan Investasi dan Pembangunan

Negara-negara Islam (Investment and Development Body of Islamic Countries), serta

pembentukan-pembentukan perwakilan khusus, yaitu Asosiasi Bank-bank Islam

(Association of Islamic Banks) sebagai badan konsultatif masalah-masalah ekonomi

dan perbankan Islam.

Diluar negeri banyak bank syariah yang umurnya sudah lama, misalnya

sebagai berikut:

1. Bahrain Islamic Bank (1978)

2. Islamic Bank Bangladesh (!986)

3. Kuwait Finance House (1987)

4. Bank Islam Malaysia Berhad (1987)

5. Qatar Islamic Bank (1407)

6. Faysal Islamic Bank Sudan (1407)

7. Islamic Bank for Western Sudan (1987)

8. Sudanese Islamic Bank 1405)

9. Beit Ettanwil Saudi (B.E.S.T) (1986)

Universitas Sumatera Utara

Page 5: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

10. Al Baraka Turkis Evkaf Finance House (1989)

11. Bank Al Taqwa (1989)

12. Nasser Social Ban2 (1971)

13. Dubai Islamic Bank (1975)

14. Kuwait Finance House (1977)

15. Faysal Islamic Bank, Mesir dan Sudan (1977)

16. Jordan Islamic Bank (1977)

17. The Islamic International Bank for Investment and Development Mesir (1980)

18. The International Islamic Bank of Dacca Bangladesh (1982)

19. Massraf Faysal Al Islami Bahrain (1982)

20. The Sharia Investment Service, Genewa (1980)

Kehadiran bank syariah ternyata tidak hanya dilakukan oleh masyarakat

muslim, tetapi juga bank milik non muslim. Saat ini bank Islam sudah tersebar

diberbagai negara muslim dan non muslim, baik di benua Amerika, Australia, dan

Eropa. Bahkan banyak perusahaan keuangan dunia, seperti ANZ , Chase, Chemical

Bank, dan City Bank telah membuka cabang yang berdasarkan syariah.24

Sementara itu, ide pendirian bank syariah di Indonesia sudah ada sejak tahun

1970-an. Dimana pembicaraan bank syariah muncul pada seminar hubungan

Indonesia-Timur Tengah pada tahun 1974 dan 1976 dalam seminar yang diadakan

oleh Lembaga Studi Ilmu- Ilmu Kemasyarakatan (LSIK) dan Yayasan Bhineka

24 Ibid. hal 178

Universitas Sumatera Utara

Page 6: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Tunggal Ika. Perkembangan pemikiran tentang perlunya umat Islam Indonesia

memiliki perbankan Islam sendiri mulai behembus sejak saat itu, seiring munculnya

kesadaran batu kaum intelektual dan cendikiawan muslim dalam memberdayakan

ekonomi masyarakat. Pada awalnya memang sempat terjadi perdebatan mengenai

hukum bunga bank dan hukum zakat, pajak dikalangan para ulama, cendikiawan, dan

intektual muslim.25

1. Operasi bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur dan karena

itu tidak sejalan dengan undang-undang pokok perbankan yang berlaku, yakni

Undang-undang No. 14 Tahun 1967

Namun ada beberapa alasan yang menghambat terealisasinya ide pendirian

bank syariah ini. Adapun alasan tersebut antara lain:

2. Konsep bank syariah dari segi politis berkonotasi ideologis, merupakan bagian

dari atau berkaitan dengan konsep negara Islam, dan karena itu tidak dikehendaki

pemerintah

3. Masih dipertanyakan siapa yang bersedia menaruh modal dalam ventura semacam

ini, sementara pendirian bank baru dari timur tengah masih dicegah, antara lain

pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya di Indonesia.26

25 Adrian Sutedi, Op. Cit. hal. 6. 26 Dawam Rahardjo, Islam dan Tansformasi Sosial-Ekonomi, (Jakarta:

Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1999).

Universitas Sumatera Utara

Page 7: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Pada awal periode 1980-an, melalui diskusi-diskusi bertemakan bank Islam

sebagai pilar ekonomi Islam dimana tokoh yang terlibat diantaranya adalah Karnaen

A. Perwataatmadja, M. Dawam Rahardjo, A. M. Saefuddin, dan M. Amien Azis,

sebagai uji coba, gagasan perbankan Islam dipraktikkan dalam skala yang relatif

terbatas, diantaranya di Bandung (Bait At-Tamwil Salman ITB) dan di Jakarta

(Koperasi Rhido Gusti). Sebagai gambaran M. Dawam Rahardo dalam tulisannya

pernah mengajukan rekomendasi bank syariat Islam sebagai konsep alternatif untuk

menghindari larangan riba, sekaligus menjawab tantangan bagi kebutuhan

pembiayaan guna pengembangan usaha dan ekonomi masyarakat. Jalan keluarnya

secara sepintas disebut dengan transaksi pembiayaan berdasarkan tiga modus, yakni

mudlarabah, musyarakah, dan murabahah.27

Kemudian gagasan mengenai bank syariah itu muncul lagi di tahun 1988,

disaat pemeintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober (Pakto) yang berisi

liberalisasi industri perbankan. Para ulama pada saat itu berusaha mendirikan bank

bebas bunga, tetapi tidak ada satupun perangkat hukum yang bisa dijadikan dasar,

kecuali bahwa perbankan dapat saja menetapkan bunga sebesar 0 %. Setelah adanya

rekomendasi dari lokakarya ulama tentang bunga bank dan perbankan di Cisarua

Bogor tanggal 18-20 Agustus 1990, maka dibahas lebih mendalam pada Musyawarah

Nasional IV MUI tersebut, maka dibentuk kelompok kerja untuk mendirikan bank

syariah di Indonesia. Kelompok kerja dimaksud disebut Tim Perbankan MUI dengan

27 Adrian Sutedi, Op. Cit. hal. 8.

Universitas Sumatera Utara

Page 8: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

diberi tugas untuk melakukan pedekatan dan konsultasi dengan semua pihak yang

terkait.28

Sebagai hasil kerja Tim Perbankan MUI tersebut adalah berdirinya PT. Bank

Muammalat Indonesia, yang sesuai akte pendiriannya, berdiri pada tanggal 1

November 1991. Sejak tanggal 1 Mei 1992, Bank Muamalat Indonesia resmi

beroperasi dengan modal awal sebesar Rp 106.126.382.000,-. Sampai bulan

September 1999, Bank Muamalat Indonesia telah memiliki lebih dari 45 outlet yang

tersebar diseluruh wilayah Indonesia. Dana tersebut berasal dari Presiden dan Wakil

Presiden, sepuluh menteri Kabinet Pembangunan V, juga Yayasan Amal Bakti

Muslim Pancasila, Yayasan Dakab, Supersemar, Dharmais, Purna Bhakti Pertiwi, PT

PAL, dan PT Pindad. Selanjutnya Yayasan Dana Dakwah Pembangunan dtetapkan

sebagai yayasan penompang Bank Muammalat Indonesia. Dengan terkumpulnya

modal awal tersebut, pada tanggal 1 Mei 1992, Bank Muammalat Indonesia mulai

beroperasi.

29

Setelah Bank Muammalat Indonesia mulai beroperasi sebagai bank yang

menerapkan prinsip syariah pertama di Indonesia, frekuensi kegairahan umat Islam

untuk menerapkan dan mempraktekkan sistem syariah dalam kehidupan berekonomi

sehari-hari menjadi tinggi. Namun karena kuatnya jaringan bank konvensional yang

dimiliki para konglomerat dan pemerintah yang tayangan-tayangannya bahkan masuk

28 Ibid. hal.9. 29 Syafii Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, (Jakarta: Gema Insani

Press, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Page 9: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

ke pelosok desa dan kecamatan untuk menyedot dana dari masyarakat, membuat

Bank Muammalat Indonesia hampir tidak bisa berbuat banyak, apalagi untuk

menyediakan jasa kepada masyarakat yang jauh dari kota-kota besar. Kenyataan

tersebut barangkali menjadikan Bank Muammalat Indonesia kemudian belum dapat

memenuhi banyak harapan masyarakat muslim lapisan bawah yang selama berpuluh-

puluh tahun tidak tersentuh kebijakan pemerintah yang memihak kepada mereka.

Secara yuridis, walaupun pembicaraan-pemicaraan tentang bank berdasarkan

prinsip syariah sudah lama ada di Indonesia, akan tetapi momentum akan lahirnya

bank-bank yang brgerak dibidang berdasarkan prinsip syariah tersebut baru ada

setelah lahirnya Undang-undang Perbankan No. 10 Tahun 1998.

Memang Undang-undang Perbankan No 7 Tahun 1992 yang kemudian diubah

menjadi UU No. 10 Tahun 1998 seakan-akan memukul gong terhadap lahirnya bank

berdasarkan rinsip syariah tersebut. Sebab menurut pasal 6 huruf (m) juncto pasal 13

huruf (c) dari undang-undang tersebut dengan tegas membuka kemungkinan bagi

bank untuk melakukan kegiatan berdasarkan prinsip bagi hasil dengan nasabahnya,

baik untuk bank umum maupun Bank Perkreditan Rakyat. Kegiatan pembiayaan bagi

hasil tersebut kemudian oleh Undang-unang No.10 Tahun 1998 diperluas menjadi

kegiatan apapun dari bank berdasarkan prinsip syariat yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia (dalam undang-undang yang lama ditetapkan oleh peraturan pemerintah).30

30 Munir Fuady, Hukum Perbankan Modern, (Bandung: Citra Aditya Bakti,

1999) hal. 170

Universitas Sumatera Utara

Page 10: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Dengan demikian, pasal 6 huruf (m) dan pasal 13 huruf (c) dari Undang-

undang Perbankan No.10 Tahun 1998 sekarang merupakan dasar hukum yang utama

bagi eksistensi bank berdasarkan prinsip syariah. Adapun isi dari pasal 6 huruf (m)

tersebut adalah:

Pasal 6 huruf (m):

Usaha bank meliputi:

(m) menyediakan pembiayaan dan/ atau melakukan kegiatan lain berdasarkan prinsip

syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Pasal 13 huruf (c):

Usaha Bank Perkreditan Rakyat meliputi:

(c) menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan prinsip syariah

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

Selanjutnya sebagai pengejawantahan dari dasar hukum utama dari Undang-

undang Perbankan No.7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-

undang No.10 Tahun 1998, oleh Pemerinah Republik Indonesia telah dikeluarkan

dasar hukum selanjutnya telah dikeluarkan dasar hukum selanjutnya bagi bank

berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk peraturan pemerintah, yakni dengan

Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan Prinsip Bagi

Hasil.

Adapun yang menjadi dasar-dasar Bank Bagi Hasil yang disebutkan dalam

Peraturan Pemerinah No. 72 Tahun 1992 tersebut adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 11: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

1. Kegiatan bank berdasarkan syariah dapat dilakukan oleh Bank Umum atau Bank

Perkreditan Rakyat (pasal 1 ayat(1))

2. Jika Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat sudah melakukan kegiatan bank

berdasarkan syariah, ,maka dia tidak boleh lagi merangkap melakukan juga

kegiata-kegiatan lainnya (kegiatan konvensional) (pasal ayat (1) juncto pasal 6)

3. Bank berdasarkan syariah melaksanakan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip

syaiat Islam (pasal 2 ayat (1))

4. Bagi hasil bagi penyediaan dana kepada masyarakat termasuk juga kegiatan jual-

beli (pasal 2 ayat (2))

5. Bank berdasarkan syariah wajib mempunyai Dewan Pengawas Syariat.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa bank berdasarkan prinsip syariah di

Indonesia telah ada sebelum di undangkannya Undang-undang No. 10 Tahun 1998

Tentang Perbankan, hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal 6 huruf (m) an pasal 13

huruf (c) Undang-undang No. 7 Tahun 1992, yang kemudian menjadi tonggak

dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1992 tentang Bank berdasarkan

Prinsip Bagi Hasil.

B. Pengertian Perbankan Syariah, Prinsip Operasi Bank Syariah dan

Pengelolaan Perbankan Syariah

1. Pengertian Bank Syariah

Bank syariah, atau Bank Islam, merupakan salah satu bentuk dari perbankan

nasional yang mendasarkan operasionalnya pada syariat (hukum) Islam. Menurut

Universitas Sumatera Utara

Page 12: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Schaik dalam bukunya yang berjudul Islamic Banking, bank Islam adalah sebuah

bentuk dari bank modern yang didasarkan pada hukum Islam yang sah,

dikembangkan pada abad pertama Islam, menggunakan konsep berbagi risiko sebagai

metode utama, dan meniadakan keuangan berdasarkan kepastian serta keuntungan

yang ditentukan sebelumnya. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang usaha

pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu-lintas pembayaran serta

peredaran uang yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah.31

2. Prinsip Operasi Bank Syariah

Definisi Bank

Syariah menurut Muhammad dan Donna dalam bukunya yang brjudul Variabel-

variabel yang Mempengaruhi Pembiayaan Perbankan Syariah di Indonesia adalah

lembaga keuangan yang beroperasi dengan tidak mengandalkan pada bunga yang

usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu-lintas

pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya sesuai dengan prinsip

syariat Islam.

Bank syariah dapat dilakukan melalui:

1. Bank Umum Syariah

2. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)

3. Islamic Windows, dan

4. Office Chanelling

31Sudarsono , Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi,

(Yogiakarta: Penerbit Ekonisia, 2004)

Universitas Sumatera Utara

Page 13: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Bank umum syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prnsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu

lintas pembayaran. Bentuk hukum yang diperkenankan adalah perseroan terbatas atau

PT, koperasi daerah32 dengan modal disetor sekurang-kurangnya satu triliun rupiah.33

a. menghimpun dana dalam bentuk Simpanan berupa Giro, Tabungan, atau bentuk

lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad wadi’ah atau Akad lain

yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

Kegiatan usaha bank umum syariah Pasal 19 ayat (1) dan pasal 20 ayat (1)

UU No. 21 Tahun 2008 meliput i:

Pasal 19 ayat (1) antara lain:

b. menghimpun dana dalam bentuk Investasi berupa Deposito, Tabungan, atau

bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad mudharabah

atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

c. menyalurkan pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah, Akad

musyarakah, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

d. menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, Akad salam, Akad

istishna’, atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

32 Pasal 2 PBI No. 6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan

Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah. 33 Pasal 4 PBI No. 7/35/PBI/2005 Tentang Perubahan atas PBI No.

6/24/PBI/2004 Tentang Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

e. menyalurkan pembiayaan berdasarkan Akad qardh atau Akad lain yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah;

f. menyalurkan pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada

Nasabah berdasarkan Akad ijarah dan/atau sewa beli dalam bentuk ijarah

muntahiya bittamlik atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip

Syariah;

g. melakukan pengambilalihan hutang berdasarkan Akad hawalah atau Akad lain

yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

h. melakukan usaha kartu debit dan/atau kartu pembiayaan berdasarkan Prinsip

Syariah;

i. membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga

yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata berdasarkan Prinsip Syariah, antara

lain, seperti Akad ijarah, musyarakah, mudharabah, murabahah, kafalah, atau

hawalah;

j. membeli surat berharga berdasarkan Prinsip Syariah yang diterbitkan oleh

pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

k. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan

perhitungan dengan pihak ketiga atau antarpihak ketiga berdasarkan Prinsip

Syariah;

l. melakukan Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu Akad yang

berdasarkan Prinsip Syariah;

Universitas Sumatera Utara

Page 15: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

m. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga berdasarkan

Prinsip Syariah;

n. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan

Nasabah berdasarkan Prinsip Syariah;

o. melakukan fungsi sebagai Wali Amanat berdasarkan Akad wakalah;

p. memberikan fasilitas letter of credit atau bank garansi berdasarkan Prinsip

Syariah; dan

q. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan di bidang perbankan dan di bidang

sosial sepanjang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah dan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20 ayat (1), antara lain:

a. melakukan kegiatan valuta asing berdasarkan Prinsip Syariah;

b. melakukan kegiatan penyertaan modal pada Bank Umum Syariah atau lembaga

keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah;

c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk mengatasi akibat

kegagalan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik

kembali penyertaannya;

d. bertindak sebagai pendiri dan pengurus dana pension berdasarkan Prinsip Syariah;

e. melakukan kegiatan dalam pasar modal sepanjang tidak bertentangan dengan

Prinsip Syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pasar

modal;

Universitas Sumatera Utara

Page 16: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

f. menyelenggarakan kegiatan atau produk bank yang berdasarkan Prinsip Syariah

dengan menggunakan sarana elektronik;

g. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka pendek

berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui

pasar uang;

h. menerbitkan, menawarkan, dan memperdagangkan surat berharga jangka panjang

berdasarkan Prinsip Syariah, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui

pasar modal; dan

i. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Umum Syariah

lainnya yang berdasarkan Prinsip Syariah.

Bank Perkreditan Rakyat Syariah adalah bank yang melaksanakan kegiatan

usaha berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa

dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk hukumnya dapat berupa perseroan terbatas,

koperasi atau perusahaan daerah. 34

1. Rp 2.000.000.000,- untuk di wilayah DKI Jakarta, Kab./Kota Tangerang, Bogor,

Depok, dan Bekasi

Modal disetor Bank Perkreditan Rakyat syariah

ditetapkan sebagai berikut:

2. Rp 1.000.000.000,- untuk diwilayah ibu kota provinsi di luar wilayah DKI

Jakarta, Kab./Kota Tangerang, Bogor, Depok, dan Bekasi

3. Rp 500.000.000,- untuk wilayah lain.

34 Pasal 2 PBI No. 6/17/PBI/2004 Tentang Bank Perkreditan Rakyat Berdasarkan Prinsip Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 17: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Untuk kegiatan usaha Bank Perkreditan Rakyat Syariah menurut Pasal 21 UU

No. 21 Tahun 2008 meliputi:

a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:

1. Simpanan berupa Tabungan atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan Akad

wadi’ah atau Akad lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah; dan

2. Investasi berupa Deposito atau Tabungan atau bentuk lainnya yang dipersamakan

dengan itu berdasarkan Akad mudharabah atau Akad lain yang tidak

bertentangan dengan Prinsip Syariah;

b. menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:

1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan Akad mudharabah atau musyarakah;

2. Pembiayaan berdasarkan Akad murabahah, salam, atau istishna’;

3. Pembiayaan berdasarkan Akad qardh;

4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada Nasabah

berdasarkan Akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik;

dan

5. pengambilalihan utang berdasarkan Akad hawalah;

c. menempatkan dana pada Bank Syariah lain dalam bentuk titipan berdasarkan

Akad wadi’ah atau Investasi berdasarkan Akad mudharabah dan/atau Akad

lain yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah;

d. memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk

kepentingan Nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

Universitas Sumatera Utara

Page 18: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS;

dan

e. menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syariah lainnya

yang sesuai dengan Prinsip Syariah berdasarkan persetujuan Bank

Indonesia.

Untuk Islamic windows, pengaturannya terdapat dalam perubahan Pasal 6 UU

No. 21 Tahun 2008 menjadi awal bagi pembukaan kantor bank yang melaksanakan

kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah oleh bank umum konvensional. Dimana

dalam Pasal 6 di tegaskan sebagai berikut:

Pasal 6:

(1) Pembukaan Kantor Cabang Bank Syariah dan UUS hanya dapat dilakukan dengan

izin Bank Indonesia.

(2) Pembukaan Kantor Cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di

luar negeri oleh Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki

UUS hanya

dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia.

(3) Pembukaan kantor di bawah Kantor Cabang, wajib dilaporkan dan hanya dapat

dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia.

(4) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah tidak diizinkan untuk membuka Kantor

Cabang, kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Sebelum berlakunya Undang-undang Perbankan Syariah (Undang-undang No.21

Tahun 2008), pembukaan kantor cabang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PBI No. 8/3/

PBI/2006, yang menetapkan pembukaan tersebut ditetapkan dengan cara:

1. Pembukaan kantor cabang bank syariah dan unit usaha syariah hanya dapat

dilakukan dengan izin Bank Indonesia

2. Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnyadi

luar negeri oleh bank umumkonvensional yang memiliki unit usaha syariah hanya

dapat dilakukan dengan izin Bank Indonesia

3. Pembukaan kantor dibawah kantor cabang wajib dilaporkan dan hanya dapat

dilakukan setelah mendapat surat penegasan dari Bank Indonesia

4. Bank pembiayaan rakyat syariah tidak diizinkan untuk membuka kantor cabang,

kantor perwakilan, dan jenis kantor lainnya di luar negeri.

Adapun syarat pembukaan Islamic Windows berdasarkan pasal 14-16 PBI

No.8/3/PBI/2006 adalah:

1. Menyisihkan modal kerja untuk kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah,

minimum untuk mengcover biaya operasional awal, antara lain sewa gedung,

gaji karyawan, dan overhead coast

2. Memenuhi rasio kewajiban modal minimum bagi unit usaha syariah

3. Memiliki pencatatan dan pembukuan tersendiri untuk kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah

4. Menyusun laporan keuangan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah

5. Memasukkan laporan keuangan di atas dalam laporan keuangan gabungan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

6. Wajib mencantumkan kata syariah pada setiap penulisan nama kantornya.

Office channeling merupakan istilah yang diberikan guna menandai

dimungkinkannya melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah

dikantor cabang dan/ atau kantor cabang pembantu bank umum konvensional,

sebelumnya praktek yag demikian tidak dimungkinkan. Praktik perbankan syariah

tidak diperkenankan dilakukan bersama-sama dalam satu kantor yang berpraktek

konvensional. Dalam PBI No.4/1/PBI/2002, dibuka kesempatan pada bank umum

konvensional untuk membuka kantor cabang syariah dengan syarat yang cukup ketat,

yaitu adanya pemisahan pembukuan, pemisahan modal, pemisahan pegawai, dan

pemisahan keragaan ruangan. Disini ditetapkan bahwa pembukuan kantor kas dan

kantor cabang pembantu dapat dilakukan dalam satu wilayah kantor Bank Indonesia

dengan kantor cabang induknya.

Alasan bagi dimungkinkannya office channeling , dapat dilihat di Bagian

Umum Penjelasan PBI No.8/3/PBI/2006, yakni mendorong percepatan pertumbuhan

jaringan kantor bank umum konvensional yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syariah dalam rangka memperluas jangkauan layanan kepada

masyarakat.

Menurut Pasal 2 UU No.21 Tahun 2008, perbankan syariah dalam

melaksanakan kegiatan usahanya berasaskan prinsip syariah, demokrasi ekonomi dan

prinsip kehati-hatian. Kemudian dalam penjelasan Pasal 2 dikemukakan kegiatan

usaha yang berasaskan:

Universitas Sumatera Utara

Page 21: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

1. Kegiatan usaha yang berasaskan Prinsip Syariah, antara lain, adalah kegiatan

usaha yang tidak mengandung unsur:

a. riba, yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah (batil) antara lain dalam

transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas, kuantitas, dan waktu

penyerahan (fadhl), atau dalam transaksi pinjam-meminjam yang

mempersyaratkan Nasabah Penerima Fasilitas mengembalikan dana yang diterima

melebihi pokok pinjaman karena berjalannya waktu (nasi’ah);

b. maisir, yaitu transaksi yang digantungkan kepada suatu keadaan yang tidak pasti

dan bersifat untung-untungan;

c. gharar, yaitu transaksi yang objeknya tidak jelas, tidak dimiliki, tidak diketahui

keberadaannya, atau tidak dapat diserahkan pada saat transaksi dilakukan kecuali

diatur lain dalam syariah;

d. haram, yaitu transaksi yang objeknya dilarang dalam syariah; atau

e. zalim, yaitu transaksi yang menimbulkan ketidakadilan bagi pihak lainnya.

2. Yang dimaksud dengan “demokrasi ekonomi” adalah kegiatan ekonomi syariah

yang mengandung nilai keadilan, kebersamaan, pemerataan, dan kemanfaatan.

3. Yang dimaksud dengan “prinsip kehati-hatian” adalah pedoman pengelolaan

Bank yang wajib dianut guna mewujudkan perbankan yang sehat, kuat, dan

efisien sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kegiatan usaha perbankan syariah diatur dalam Pasal 36-37 PBI No.

6/24/PBI/2004. Secara garis besar kegiatan usaha perbankan syariah meliputi 9 fungsi

yaiitu:

Universitas Sumatera Utara

Page 22: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

1. Penghimpunan dana

Melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, seperti:

a. Deposito Mudharabah

Adalah suatu jenis deposito atau simpanan yang penarikannya dilakukan pada

suatu waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati diantara

kedua belah pihak, dengan membagi hasil oleh bank kepada nasabah sesuai

dengan porsi bagian laba yang ada

b. Deposito Karya Mudharabah

Ini merupakan deposito mudharabah dengan jumlah minimal tertentu dan untuk

suatu jangka waktu tertentu dengan pembagian laba sesuia dengan proporsi yang

telah disepakati bersama

c. Tabungan Mudharabah

Ini merupakan simpanan mudharabah dalam bentuk tabungan, sehingga

dibenarkan adanya mutasi dari dana tersebut sehingga dilakukan perhitungan rata-

rata untuk dapat membagi hasil secara proporsional

d. Tabungan Mudharabah Muamalah

Merupakan suatu tabungan dengan pembagian laba yang dihitung secara

presentasi yang telah disepakati dan dihitung dari saldo rata-rata dalam waktu

tertentu. Karena merupakan tabungan, berarti dapat dibenarkan adanya mutasi.

Tabungan ini diperuntukkan untuk beasiswa, nikah, rumah, serta sebagai jaminan

atas fasilitas pembiayaan yang diterima oleh nasabah

e. Giro Wadhi’ah

Universitas Sumatera Utara

Page 23: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Adalah suatu bentuk giro atau titipan yang dapat diberikan suatu bonus tertentu

kepada nasabah.35

2. Penyaluran dana (langsung tidak langsung)

Pembiayaan langsung yang berdasarkan prinsip jual-beli,bagi hasil, sewa

menyewa dan pinjam meminjam. Serta tidak langsung/ indirect finance yaitu

bank garansi, letter of credit.

3. Jasa pelayanan perbankan

a. Jasa pelayanan perbankan berdasarkan wakalah, hawalah, kafalah, dan rahn

b. Menyediakan tempat menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan

prinsip wadia’ah yad amanah (safe depsit box)

c. Melakukan kegiatan penitipan, termasuk pengusahaannya untuk kepentingan

pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah (kustodian).

4. Berkaitan dengan surat berharga

a. Membeli, menjual dan/atau menjamin atas resiko sendiri surat berharga pihak

ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction)

berdasarkan prinsip syariah

b. Membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan pemerintah

dan/atau Bank Indonesia (sertifikat Wadhi’ah Bank Indonesia)

c. Menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah.

5. Lalu lintas keuangan dan pembayaran

35 Munir Fuady, Op. Cit. hal. 177

Universitas Sumatera Utara

Page 24: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Money transfer, inkaso, kartu debet/charge card, valuta asing (sharf)

6. Berkaitan pasar modal

Wali amanat (wakalah)

7. Investasi

a. Penyertaan modal di bank atau perusahaan lain dibidang keuangan berdasarkan

pinsip syariah, seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi

serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan

b. Penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat

kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya

dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan Bank Indonesia

8. Dana pensiun

Pendirian dan pengurusan dana pensiun (DPLK) berdasarkan prinsip syariah

9. Sosial

Penerima dan penyalur dana social (zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah).

Secara pokok syariah membagi akad menjadi yang bersifat komersil (tijarah)

dan non komersial (tabbaru). Tijarah pada hakikatnya memang diperuntukkan untuk

mengambil keuntungan, sedangkan tabbaru lebih sebagai media mempermudah

pelayanan/ kebaikan natar manusia. Pendapat dominan para terpelajar bidang

keuangan syariah berpendirian bahwa akad tijarah hanyalah akad-akad yang berbasis

jual beli (murabhah, salam, istisna), bagi hasil (mudharabah, musyarakah), dan

Universitas Sumatera Utara

Page 25: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

sewa-menyewa (ijarah, IMBT). Selebihnya, qardh, wadi’ah, rahn, kafalah, hawalah,

wakalah, sharf merupakan akad-akad yang tabarru.36

Dalam konsep perbankan syariah, konsep bunga mendapat kritikan keras.

Bunga dipandang tidak adil, mengingat bunga menghilangkan keterkaitan antara

untung rugi dengan resiko. Dalam konsep konvensional, bank harus menanggung

keuntungan nasabah penyimpan apapun yang terjadi dengan kinerja usahanya. Resiko

kegagalan usaha yang menyebabkan bank merugi misalnya, tidak dapat dijadikan

rasio untuk tidak membayar bunga simpanan sebagaimana dijanjikan sebelumnya dan

sebaliknya, nasabah debitur dengan kebutuhan apapun yang telah difasilitasi dengan

kredit harus tetap membayar kewajiban bunga kepada bank, tanpa dapat

mengemukakan alasan apapun berkenaan dengan resiko untung rugi bisnisnya.

37

Bila bunga merupakan model manfaat yang tidak diperkenankan secara

syariah, maka manfaat apakah yang bisa diambil para pihak dalam transaksi

perbankan. Memang tidak ada peraturan yang sekaligus mengatur mengenai

penghapusan bunga, melainkan telah memberi tempat tumbuhnya alternatif selain

bunga. Dimana dalam ketentuan pasal 1 butir 25 huruf (a) UU No. 21 Tahun 2008

secara eksplisit dinyatakan adanya frasa “ imbalan atau bagi hasil” sebagai manfaat

yang bisa diambil bank dari skema pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Dari

36 Adiwarman Karim, Analisis Foqoh dan Keuangan, hal. 58 37 Adrian sutedi, Op.Cit hal. 67.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

pasal 1 tersebut, maka pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang

dipersamakan dengan itu, berupa:

a. transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;

b. transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah

muntahiya bittamlik;

c. transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan istishna’;

d. transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan

e. transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan

pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana

untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan

imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.

Di dalam PBI No.7/ 4/PBI/2005 pasal 2 ayat (3) juga dinyatakan bahwa bukan

saja sistem bunga yang tidak boleh ada dalam transaksi syariah, melainkan juga hal-

hal sebagai berikut ini:

1. Gharar, yaitu taransaksi yang mengandung tipuan dari salah satu pihak sehingga

pihak yang lain dirugikan

2. Maysir, yaitu transaksi yang mengandung unsur perjudian, untung-untungan atau

spekulatif yang tinggi

3. Riba, yaitu transaksi dengan pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-

beli, pinjam-meminjam secara batil atau bertentangan dengan ajaran Islam

4. Zalim, yaitu tindakan atau perbuatan yang mengakibatkan kerugian

Universitas Sumatera Utara

Page 27: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

5. Risywah, tindakan suap daal bentuk uang, fasilitas atau bentuk lainnya yang

melanggar hukum sebagai upaya mendapat fasilitas atau kemudahan dalam suatu

transaksi

6. Barang haram dan maksiat, yaitu barang atau fasilitas yang dilarangdimanfaatkan

atau digunakan menurut hukum Islam.

3. Pengelolaan Perbankan Syariah

Dasar dan Tujuan Manajemen

a. . Kebutuhan Fitrah Manusia sebagai Dasar Manajemen

Manusia itu terdiri dari unsur jasmani dan rohani yang dilengkapi dengan akal

dan hati. Unsur-unsur manusia itu memiliki kebutuhannya masing-masing. Manusia

mempunyai tubuh yang tunduk pada hukum fisik, yang oleh karenanya merupakan

subyek dari fisiknya. Guna mempertahankan hidupnya manusia perlu makan, minum,

pakaian dan perlindungan (QS 7:31). Tetapi manusia bukanlah semata-mata terdiri

dari tubuh saja, sehingga semua persoalan tidak dapat dengan hukum-hukum fisik

semata. Manusia juga adalah makhluk biologis

Akumulasi interaksi antara nafsu, akal dan hati inilah yang akan menentukan

kualitas nilai diri manusia tersebut. Diri yang seimbang (nafs al muthmainnah) hanya

akan memenuhi kebutuhan yang sesuai dengan fitrahnya saja, yaitu kebutuhan yang

dihalalkan oleh Allah Swt., dalam jumlah yang diperlukan saja, tidak berlebihan dan

Universitas Sumatera Utara

Page 28: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

dengan cara-cara yang dibenarkan oleh ajaran Allah dan RasulNya. Lain halnya

dengan diri yang serakah (nafs al lawwamah) dan liar (nafs al amarah) yang selalu

terdorong memenuhi segala keinginan, seperti yang diciptakan oleh setan-setan

kapitalis yang memang sangat kreatif dan aktif dalam menciptakan, memproduksi,

dan mendorong timbulnya kebutuhan-kebutuhan secara berlebihan, yang justru

merusak kualitas hidup manusia, seperti makanan haram, minuman keras, obat-obat

terlarang, judi, seks bebas dan sebagainya.

Untuk mendapatkannya pun ditempuh dengan cara-cara yang dilarang oleh

Islam, seperti menyuap, merampas, korupsi, menipu, mencuri, merampok, riba, judi,

perdagangan gelap, menimbun dan usaha-usaha lain yang menghancurkan

masyarakat. Dorongan-dorongan itulah yang melandasi paradigma ekonomi kapitalis

yang menyatakan bahwa kebutuhan tidak terbatas, sehingga mereka terus

memproduksi apa saja asal masih ada yang menginginkan, meskipun produk itu tidak

bermanfaat, bertentangan dengan fitrah kebutuhan manusia, bahkan merusak

masyarakat secara keseluruhan.38

Allahberfirman :” Dan Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar

mereka hanya mengabdi kepada-Ku” (QS 51:56). Inilah tujuan hidup manusia

b. Tujuan hidup manusia sebagai tujuan manajemen

38Zainul Arifin, Pola Manajemen Bank Syariah,

http://shariahlife.wordpress.com

Universitas Sumatera Utara

Page 29: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

menurut ajaran Allah SWT., yang berintikan tauhid (pengesaan Tuhan) diikuti

dengan seruan agar manusia beriman dan cinta kepada Allah dan Rasulnya serta

yakin akan adanya hari akhirat . Segala tindakan dan kegiatan manusia hendaknya

dilandasi motivasi untuk memperoleh keridlaan Allah, orientasinya kepada

kebahagiaan akhirat (tanpa melupakan bagiannya di dunia) dan aplikasinya adalah

ditegakkannya hukum (syariah) Allah di bumi. Inilah yang membedakannya dengan

orang-orang sekuler, yang motivasi dan orientasi sikap, tindakan dan kegiatannya

hanya untuk memperoleh kesenangan hidup di dunia saja, dan aplikasinya adalah

tujuan menghalalkan segala cara.

Beberapa faktor strategis dan fundamental harus dipertimbangkan dalam

menentukan penilaian dasar dan tujuan manajemen yaitu:

1. hak asasi manusia

Bahwa manusia adalah makhluk termulia yang diciptakan Tuhan (QS 17:70).

Oleh karena itu semua kegiatan manusia haruslah dalam rangka memelihara nilai

kemuliaannya itu. Manajemen harus bertolak dari prinsip memelihara nilai-nilai

kemuliaan manusia, yang telah diberikan contoh oleh Allah . Nilai-nilai serta hakekat

dari manusia tidak boleh dikurangi, atau diabaikan dalam pelaksanaan manajemen,

karena semua yang ada di permukaan bumi ini disediakan untuk manusia, bukan

sebaliknya. Manusia tidak diperkenankan oleh Allah menyembah benda, betapapun

pentingnya benda tersebut bagi manusia. Manusia juga tidak boleh menyembah

Universitas Sumatera Utara

Page 30: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

seorang oknum, betapapun besarnya kekuasaan dan kekayaannya. Manusia hanya

wajib menyembah Allah. Inilah hakikat hak asasi manusia yang harus dianut pula

dalam manajemen.

2. hak dan kewajiban bekerja

Ajaran Islam tidak mengenal kelas dalam masyarakat yang membagi manusia

menurut tingkat-tingkat yang dibuat oleh manusia itu sendiri, untuk menimbulkan

tidak adanya persamaan (musawah) diantara manusia, seperti antara kelas bangsawan

dan kelas kawula di masyarakat feodalistis ataupun kelas majikan dan buruh dalam

masyarakat kapitalis dan komunis. Ajaran Islam juga tidak mengenal adanya kelas

manajer, karena adanya sekelompok orang yang berfungsi sebagai manajer hanya

dapat dilihat dari pembagian kerja, atas dasar persetujuan bersama, atau atas dasar

kemampuan manajerial semata. Disini Islam hanya mengenal konsep pembagian

kerja yang didasarkan pada kemampuan fisik, ilmu dan teknologi yang dimiliki oleh

masing-masing manusia. Menurut Roger Garaudy, bekerja memainkan peranan

pokok yang sangat penting sebagai dasar pemilihan hak bekerja di dalam Islam.

Adanya jenjang-jenjang dalam organisasi kerja hendaknya semata-mata dimaksudkan

agar setiap potensi, baik potensi fisik, ilmu dan teknologi dapat disinergikan,

sebagaimana firman Allah :” Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu ?

Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,

dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa

Universitas Sumatera Utara

Page 31: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat

Tuhanmu lebih baik dari pada apa yang mereka kumpulkan”. (QS 43: 32).

3. akhlakul karimah

Ajaran Islam didasarkan dan ditujukan untuk membentuk akhlak yang luhur.

Dengan akhlak yang luhur, manusia diharapkan melakukan perbuatan yang baik,

indah, serasi dan harmonis. Dengan demikian, prinsip manajemen dan

pelaksanaannya wajib dijiwai, dipimpin dan diarahkan untuk mencapai kebaikan

(mashlahat), berdasarkan konsepsi dan norma-norma yang ditetapkan oleh Allah dan

Rasulnya.

Konsepsi ajaran akhlak menuju perbuatan baik dan terpuji (amal shaleh),

berfaedah dan indah, untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat yang

diridhai oleh Allah. Konsep amal shaleh menjadi inti ajaran Islam yang harus

diterapkan dan untuk melatar-belakangi manajemen, baik dalam konsepsi, struktur

maupun operasinya.

C. Pengawasan dalam Perbankan Syariah

Sebagai suatu lembaga yang mengelola dana masyarakat, bank berdasarkan

syariah mesti diawasi secara ketat sebagaimana juga pengawasan yang dilakukan

Universitas Sumatera Utara

Page 32: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

terhadap bank konvensional. Untuk bank berdasarkan prinsip syariah berlaku sistem

pengawasan rangkap (two tier), yaitu:

1. Pengawasan Umum

Yang dimaksud dengan pengawasan umum adalah suatu pengawasan yseperti yang

berlaku juga terhadap bank-bank umum. Dalam hal ini Bank Indonesia akan

bertindak sebagai pengawas utama, disamping pengawasan-pengawasan lain seperti

pengawasan internal oleh dewan komisaris bank, dan lain-lain.39

Undang- undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan mengenal dua jenis bank,

yaitu Bank Umum dan Bank Perkerditan Rakyat, dengan tidak membedakan antara

bank-bank yang beroperasi secara konvensional dengan bank-bank yang beroperasi

berdasarkan prinsip syariat Islam. Oleh karena itu, semua ketentuan bank

konvensional pada dasarnya juga diberlakukan terhadap bank yang beroperasi

berdasarkan syariat Islam.

40

39 Munir Fuady, Op. Cit. 173 40 Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga Yang Terkait,

(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1997), hal. 125

Bank Mu’amalat Indonesia dan BPR Islam sebagai lembaga perbankan di Indonesia

berada di bawah pembinaan dan pengawasan Bank Indonesia. Dalam rangka

pembinaan dan pengawasan terhadap perbankan di Indonesia, Bank Indonesia

mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

Page 33: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

1. Menciptakan sistem perbankan yang sehat dan kompetiti sehingga dapat berfungsi

sebagai sarana pelaksanaan kebijaksanaan ekonomi dan moneter yang efektiif.

2. Mengarahkan dan membina perbankan dan lembaga keuangan bukan bank agar

menjadi sehat dan tumbuh secara wajar sehingga dapat:

a. Memberikan kredit dengan dana yang berasal dari masyarakat

b. Meningkatkan efisiensi dan jenis pelayanan sesuai dengan perkembangan

kebutuhan masyarakat

c. Memperluas jaringan kantor-kantor kedaerah potensial guna mendukung

pertumbuhan ekonomi dan pemerataan

d. Ikut serta dalam kegiatan perbankan dan lembaga keuangan internasional untuk

kepentingan pertumbuhan ekonomi dan perbankan nasional.41

Dalam pelaksanaan tugas pengawasan dan pembinaan terhadap BPR, pada tangal 7

Desember 1988 telah diadakan penyempurnaan organisasi bidang perbankan

yakni Urusan Pembinaan dan Pengaasan Bank Swasta dengan satuan-satuan kerja

yang terdiri atas:

1. Biro Pemeriksaan Bank Swasta

2. Bagian Pengawasan Bank Swasta Devisa dan LKBB

3. Bagian Penawasan Bank Swasta Bukan Bank Devisa

4. Bagian Pengawasan Bank Perkreditan Rakyat.

41 Ibid. hal. 126

Universitas Sumatera Utara

Page 34: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Dalam melakukan tugas pembinaan dan pengawasan terhadap BPR, Bank Indonesia

melakukan melalui 2 cara pendekatan yaitu:

1. Pengawasan yang dilakukan melalui laporan-laporan yang wajib disampaikan

bank.42

Adapun bentuk alat pengawasan pasif yang ada untuk setiap BPR adalah:

Cara pengawasan seperti ini sering juga disebut pengawasan secara pasif

atau pengawasan tidak langsung. Efektifitas cara pengawasan ini sangat tergatung

pada kepatuhan bank dalam memenuhi kewajiban pelaporan serta kebenaran dari

data/ angka-angka yang dilaporkan.

a. Laporan tentang anggaran dasar beserta perubahannya.

b. Laporan tentang susunan pengurus beserta riwayat hidup dan setiap perubahannya.

c. Laporan tentang alamat tempat kedudukan kantor bank.

d. Laporan kuantitatif yakni meliputi:

(1) Laporan neraca beserta perincian pos-pos neraca

(2) Laporan perhitungan rugi/laba

(3) Laporan perhitungan kebutuhan modal (capital adequacy)

(4) Laporan atas hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh tim pemeriksa Bank

Indonesia

e. Laporan tentang program kerja.

42 Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 1991) hal. 19.

Universitas Sumatera Utara

Page 35: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

2. Pengawasan yang dilakukan melalui pemeriksaan ketempat bank yang

bersangkutan.43

Suatu tim pemeriksa akan memeriksa bank antara lain tentang sistem dan tata

kerja, keadaan keuangan, administrasi dan lain-lain secara teliti sehingga setiap

penyimpangan yang terjadi akan dapat diketahui. Oleh karena itu dalam pengelolan

bank tidak perlu ada yang ditutup-tutupi.

Dengan sistem pengawasan pasif maupun aktif pada setiap bank, setiap bulan

dilakukan penilaian atas keadaan tingkat kesehatannya sehingga dapat dideteksi sejak

dini bank-bank yang menunjukkan adanya gejala potensi yang membahayakan

kelangsungan bank.

Secara teknis tata cara penilaian dituangkan dalam suatu surat edaran,

sehingga terhadap setiap bank dapat dilakukan penilaian atas tingkat kesehatan

banknya. Factor-faktor yang dinilai meliputi likuiditas, rentabilitas, solvabilitas dan

kepatuhan terhadap ketentuan atau peraturan yang berlaku. Predikat penilaian adalah

sehat, cukup sehat, kurang sehat atau tidak sehat.

Secara garis besar dapat ditemukan bahwa dalam pengelolaan BPR perlu

diperhatikan beberapa aspek sebagai berikut:

Cara pengawasan seperti ini sering disebut juga pemeriksaan atau

pengawasan aktif atau pengawasan langsung.

1. Aspek Likuiditas

43 Ibid. hal. 20

Universitas Sumatera Utara

Page 36: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Meskipun bagi BPR tidak dikenakan kewajiban memelihara kewajiban likuiditas

minimum seperti halnya yang berlaku bagi bank-bank umum, bank-bank

pembangunan dan bank tabungan serta LKBB, namun sebagai suatu lembaga

keuangan yang mengemban kepercayaan masyarakat, perlu diperhitungkan

kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya

dengan tepat, jika tidak, maka akan dapat berakibat hilangnya kepercayaan

masyarakat yang pada akhirnya dappat menimbulkan terjadinya rush .

2. Aspek Rentabilitas

Penilaiannya adalah perbandingan laba/ rugi dalam 12 bulan terakhir terhadap

rata-rata volume usaha. Hal ini dimaksudkan untuk menilai kemampuan bank

dalam memperoleh laba. Setiap terjadinya kerugain yang diderita maka yang

menanggung beban adalah modal dan kerugian tidak dapat dibebankan kepada

pemilki dana masyarakat.

3. Aspek Solvabilitas

Penilaiannya adalah perbandingan modal yang tersedia dengan jumlah kebutuhan

modal berdasarkan perhitungan capital adequacy. Hal ini dimaksudkan untuk

menilai besarnya penyediaan modal untuk menjaga perkembangan bank secara

sehat dan sekaligus juga meningkatkan pemilik bank tidak cukup bekerja hanya

dari dana pihak ketiga melainkan tetap perlu ada imbalan dari setoran modal

pemilik pada ratio-ratio tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Page 37: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Bagi BPR sebagian besar penanaman adalah dalam bentuk pemberian kredit,

sehinga penilaian akan tertuju kepada kualitas dari pinjaman yang diberikan. BPR

sebagai suatu bank yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelayanan akan

jasa-jasa perbankan bagi masyarakat pedesaan perlu senantiasa memperhatikan

arah dan kebijakan perkreditan guna menopang kegiatan ekonomi yang lebih

besar. Seperti diketahui arah dan kebijakan perkreditan disususn dengan

berpedoman kepada Pola Umum Pembangunan dibidang ekonomi dengan titik

berat kepada:

a. Sektor pertanian untuk memantapkan swasembada pangan dan meningkatkan

produksi hasil pertanian lainnya.

b. Sektor industri khususnya industri yang menghasilkan produk ekspor, banyak

menyerap tenaga kerja, mengolah hasil pertanian serta dapat menghasilkan

mesin-mesin industri.

Dengan demikian tampak jelas bahwa bagi perbankan pada umumnya dan pada

khususnya BPR yang berlokasi digaris terdepan pedesaan menghadapi tantangan

dan peluang usah yang cukup besar. Kualitas pemberian kredit yang tinggi dan

pemberian kredit yang sehat adalah jalan keluar yang paling tepat untuk

menjawab tantangan tersebut.

4. Aspek Manajemen

Esensi dari pengelolaan bank adalah bagaimana bank tersebut dapat dikelola

secara hati-hati. Bank pada hakikatnya adalah lembaga yang menarik dana dan

Universitas Sumatera Utara

Page 38: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

menyalurkannya kembali kepada masyarakat, oleh karena itu setiap pengelola bank

harus memisahkan secara tegas antara kepentingan masyarakat dunia usaha dengan

kepentingan usaha para pemilik bank tersebut.

Keseluruhan aspek-aspek tersebut perlu mendapatkan perhatian yang

sungguh-sungguh karena bagi suatu bank yang ternyata dalam kurun waktu 9 bulan

tidak mampu meningkatkan kembali tingkat kesehatannya menjadi cukup sehat

selama sekurang-kurangnya 3 bulan terakhir berturu-turut maka izin usahanya dapat

dipertimbangkan untuk dicabut oleh Menteri Keuangan.

Ketentuan mengenai tingkat kesehatan bank tersebut dimaksudkan untuk

dapat dipergunakan sebagai:

a. Tolak ukur bagi manajemen bank untuk menilai apakah pengelolaan bank telah

dilakukan sejalan dengan asas-asas perbankan yang sehat dan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

b. Tolak ukur untuk menetapakan arah pembinaan dan pengembangan bank baik

secara individual maupun indutri perbankan secara keseluruhan.44

Menurut Surat Keputusan direksi Bank Indonesia No. 23/81/Kep/Dir dan

SEBI No. 23/ 22/BPP/1991, dinyatakan bahwa tingkat kesehatan suatu bank

merupakan kepentingan semua pihak yang terkait, baik pemilik dan pengelola bank,

masyarakat pengguna jasa bank, maupun Bank Indonesia sebagai pengawas dan

44 Widjanarko, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, (Jakarta:

Grafiti, 1992), hal. 100.

Universitas Sumatera Utara

Page 39: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

Pembina bank. Oleh karena itu masing-masing pihak harus bersama-sama

meningkatkan kualitas diri dalam upaya untuk mewujudkan suatu bank yang sehat.

Bank sentral masih menghadapi kendala dalam melakukan pengawasan dan

pembinaan terhadap bank-bank Islam, karena bank Islam mempunyai keputusan

dibidang organisasi maupun kegiatannya. Oleh karena itu dalam waktu dekat Bank

Indonesia akan merumuskan pengawasan dan pembinaan serta memberikan fasilitas

kepada bank Islam agar tetap sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Tanpa harus

bertentangan dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan.45

a. Ketua dan anggotanya tidak tunduk dibawah kekuasaan administrasi bank

2. Pengawasan Khusus

Pengawasan umum terhadap bank Islam oleh bnak Indonesia diperlakukan

sama dengan bank konvensional. Namun, pengawasan terhadap bank Islam dilakukan

oleh Dewan Pengawas Syariah yaitu sustu perangkat bank yang bersifat independen

karena:

b. Ketua dan anggotanya dipilih oleh Rapat Umum Pemegang Saham

c. Imbalan bagi ketua dan anggotanya tidak ditentukan oleh bagian personalia bank,

tetapi ditentukan oleh Rapat Pemegang Saham

Tugas dan wewenang Dewan Syariah secara garis besar ditetapkan dalam

Pasal 16 akte pedirian BMI sebagai berikut: “ Dewan Pengawas Syariah melakukan

45 Warkum Sumitro, Op.Cit., hal. 135.

Universitas Sumatera Utara

Page 40: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

pengawasan atas produk-produk perbankan dalam rangka menghimpun dan

menyalurkan dana untuk masyarakat agar sesuai dengan ajaran Islam”.

Tugas dan kewenangan tersebut secara lebih rinci dapat dijabarkan sebagai

berikut:

a. Memberikan pedoman dan garis-garis besar syariah baik untuk mengerahkan

maupun menyalurkan dana serta kegiatan bank lainnya.

b. Mengadakan perbaikan seadanya suatu produk yang telah sedang dijalankan

dinilai bertentangan dengan syariah

c. Memberikan jawaban dalam bentuk fatwa terhadap permasalahan yang diajukan

atau dihadapi oleh pihak eksekutif dan operasi

d. Memeriksa buku laporan tahunan dan memberikan pernyataan tentang kesesuaian

syariah dari semua produk dan operasi selama tahun berjalan.

Tugas, wewenang dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah adalah sebagai

berikut:46

1. Memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional ban terhadap fatwa

yang dikeluarkan oleh DSN

2. Menilai aspek syariah terhadap pedoman operasional dan produk yang

dikeluarkan bank

3. Memberikan opini dari aspek syariah terhadap pelaksanaan operasional bank

secara keseluruhan dalam laporan publikasi bank

46 Pasal 27 PBI No. 6 Tahun 2004

Universitas Sumatera Utara

Page 41: Pandangan Umum Terhadap Perbankan Syariah

4. Mengkaji jasa dan produk baru yang belum ada fawa untuk dimintaka fatwa

kepada DSN

5. Menyampaikan laporan hasil pengawasan syariah sekurang-kurangnya setiap 6

bulan kepada direksi, komisaris, DSN dan Bank Indonesia.

Dalam rangka menjalankan tugas-tugas tersebut, Dewan Pengawas Syariah

berhak dan mempunyai wewenang untuk :

a. Bersama-sama maupun sendiri-sendiri dalam jam kerja kantor perusahaan untuk

menanyakan atau memeriksa segala produk dan aktivitas perusahaan ditinjau dari

sudut pandang Islam

b. Untuk hal tersebut Direksi dan Aparat bank lainnya wajib ntuk memberikan

penjelasan tentang segala hal yang ditanyakan oleh Dewan Pengawas Syariah.

Dewan Pengawas Syariah baik secara rutin maupun berkala senantiasa

memberikan penyuluhan dan pembinaan keagamaan terhadap karyawan bank. Dari

pembinaan tersebut diharapkan kesyiaran BMI tidak saja tercermin dalam produknya

tetapi demikian juga dalam diri dan aktivitas segenap para karyawannya.

Universitas Sumatera Utara