33
PENGUKURAN LAJU PAPARAN DOSIS RADIASI DAN PENGUKURAN KEBOCORAN TABUNG PADA PESAWAT SINAR-X Laporan Praktikum Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Proteksi Radiasi Disusun Oleh : Edi Kurniawan PROGRAM STUDI DIPLOMA III

paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

PENGUKURAN LAJU PAPARAN DOSIS RADIASI DAN

PENGUKURAN KEBOCORAN TABUNG PADA PESAWAT SINAR-X

Laporan Praktikum

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Proteksi Radiasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Disusun Oleh :

 

 

Edi Kurniawan

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI PURWOKERTO JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN SEMARANG

2011

Page 2: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

Kata Pengantar

 

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan laporan yang berjudul “Pengukuran Dosis Paparan Laju Radiasi dan Pengukuran Kebocoran Tabung pada Pesawat Sinar-X” . Laporan ini disusun berdasarkan kutipan dari beberapa buku yang mengacu pada subpokok bahasan dan mengarah pada prinsip yang jelas .

Harapan kami, semoga laporan ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan suatu pengetahuan yang lebih dalam tentang pengetahuan proteksi radiasi, Khususnya mengenai Pengukuran Dosis Paparan Laju Radiasi dan Pengukuran Kebocoran Tabung pada Pesawat Sinar-X. Selain itu, laporan ini juga diharapkan dapat memenuhi tugas dari dosen dan dapat meningkatkan kualitas belajar mahasiswa.

Kepada semua penyusun laporan ini, kami ucapkan terima kasih dan kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah ini. Apabila di dalam makalah ini ada kesalahan, kami mohon maaf. Semoga bermanfaat bagi pembaca.

 

 

Purwokerto,    Desember 2011

 

Penyusun

 

 

 

 

 

 

DAFTAR ISI

 

Page 3: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………………………………… ii

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………. iii

BAB I         PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang ………………………………………………………….. 1

1.2     Rumusan Masalah…………………………………………………….. 2

1.3   Tujuan Penulisan………………………………………………………. 2

1.4   Manfaat Penulisan…………………………………………………….. 3

1.5   Sistematika Penulisan……………………………………………….. 3

BAB II        TINJAUAN PUSTAKA

2.1    Pengertian Proteksi Radiasi……………………………………… 4

2.2    Pengenalan Pesawat Sinar-X ………………………………… 6

2.3    Penggunaan Pesawat Sinar-X…………………………………. 9

2.4    Standar Proteksi Radiasi……………………………………. …. 11

2.5    Klasifikasi Alat Ukur Proteksi Radiasi………………… …. 13

BAB III       HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1       Waktu dan Tempat Pelaksanaan…………………………… 25

3.2       Alat dan Bahan……………………………………………………… 25

3.3       Cara Kerja……………………………………………………………… 26

3.4       Data Praktikum………………………………………………….. …. 28

3.5       Pembahasan…………………………………………………….. …. 29

BAB IV      PENUTUP

Page 4: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

4.1        Kesimpulan……………………………………………………………. 31

4.2        Saran…………………………………………………………………….. 31

DAFTAR PUSTAKA

 

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang

Pemantauan radiasi dan radioaktivitas lingkungan mencakup dua kegiatan utama, yaitu pemantauan daerah kerja dan pemantauan kawasan. Kedua jenis pemantauan itu merupakan bagian dari program proteksi radiasi yang harus dilakukan dalam setiap kegiatan pemanfaatan radiasi. Pemantauan daerah kerja dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa setiap individu pekerja radiasi terjamin keselamatannya dari bahaya radiasi. Pemantauan ini terdiri atas pemantauan radiasi dan kontaminasi yang keduanya dapat dipakai untuk memperkirakan penerimaan dosis oleh para pekerja radiasi.

Jenis pemantauan daerah kerja disesuaikan dengan jenis sumber yang digunakan dan kegiatan di tempat tersebut. Pada daerah kerja yang hanya menggunakan sumber terbungkus cukup dilakukan pemantauan radiasi saja. Sedang daerah kerja yang menggunakan sumber radiasi terbuka dan mempunyai potensi terkontaminasi oleh bahan radioaktif, disamping pemantauan radiasi perlu juga dilakukan pemantauan kontaminasi. Pemantauan daerah kerja ini bukan hanya sekadar melakukan pengukuran laju dosis maupun tingkat kontaminasi baik permukaan udara, tetapi juga menginterpretasikan hasil pengukuran tersebut untuk dibandingkan dengan batasan dosis yang telah ditetapkan.

Pemantauan radiasi lingkungan memegang peranan yang sangat penting dalam usaha meningkatkan keselamatan para pekerja dan memperbaiki serta menyempurnakan prosedur kerja yang digunakan. Agar program pemantauan ini dapat berjalan dengan baik, efektif dan ekonomis, maka perlu disusun program pemantauan radiasi lingkungan secara rutin dan berkelanjutan disesuaikan dengan jenis kegiatan dan potensi bahaya radiasi pada masing – masing daerah kerja.

1.2       Rumusan Masalah

Untuk mempermudah melakukan penulisan ini maka penulis  merumuskan masalah sebagai berikut :

Page 5: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

1.2.1   Apa pengertian dari proteksi radiasi ?

1.2.2  Apa yang mempengaruhi laju paparan dosis radiasi dan jenis serta penggunaan alat ukur radiasi khususnya surveymeter?

1.2.3   Bagaimana laju paparan radiasi di Instalasi Radiologi RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto?

1.2.4   Apakah terjadi kebocoran pada tabung sinar x di kamar periksa 3 di Instalasi Radiologi RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto ?

 

1.3         Tujuan

 

Tujuan pembuatan laporan praktikum ini adalah sebagai berikut :

1.3.1     Untuk mengetahui pengetian proteksi radiasi.

1.3.2     Untuk mengetahui apa saja yang mempengaruhi laju paparan dosis radiasi, dan jenis serta penggunaan alat ukur radiasi khususnya surveymeter.

1.3.3     Untuk mengetahui laju paparan radiasi di Instalasi Radiologi RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto.

1.3.4     Untuk mengetahui adanya kemungkinan kebocoran tabung X-Ray di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

1.3.5     Untuk memenuhi tugas mata kuliah Proteksi Radiasi.

 

 

 

 

 

 

1.4         Manfaat

Page 6: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

Manfaat pembuatan laporan praktikum ini adalah sebagai berikut :

1.4.1     Dapat mengetahui pengertian proteksi radiasi.

1.4.2     Dapat mengetahui jenis dan penggunaan alat ukur radiasi khususnya surveymeter.

1.4.3     Dapat mengetahui laju paparan radiasi di sekitar kamar periksa 3 pada Instalasi Radiologi RSUD Prof.Dr.Margono Soekarjo Purwokerto.

1.4.4     Dapat mengetahui adanya kemungkinan kebocoran tabung X – Ray di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

1.5       Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam memahami dan mempelajari isi, maka laporan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut :

BAB I         : Pendahuluan

Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II        : Tinjauan Pustaka

Berisi tentang pengertian proteksi radiasi, pengenalan pesawat sinar x, Penggunaan Pesawat Sinar X di Indonesia, Standar Proteksi Radiasi dan Klasifikasi Alat Ukur Proteksi Radiasi.

BAB III         : Hasil Dan Pembahasan

Berisi tentang data-data yang diperoleh pada saat pengamatan atau praktek dilapangan.

BAB IV        : Penutup

Berisi tentang Kesimpulan dan Saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

 

 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 7: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

 

2.1  Pengertian Proteksi Radiasi

Keselamatan radiasi atau yang lazim disebut dengan proteksi radiasi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang maupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi. Tujuan dari proteksi radiasi ini ialah mencegah terjadinya efek deterministik yang membahayakan dan mengurangi terjadinya efek stokastik serendah mungkin.

Melalui pemahaman cabang ilmu tersebut, sekelompok orang yang berhubungan atau bekerja dengan radiasi pengion diusahakan agar:

1. Dapat mempunyai apresiasi tentang keselamatan radiasi dan sekaligus mempunyai pengertian tentang falsafah kesehatan lingkungan.

2. Dapat menjadi kawan yang baik dari radiasi pengion sehingga dapat memperoleh manfaat secara maksimum dari radiasi tersebut dengan kemungkinan menderita kerugian atau risiko yang minimum.

Dari segi ilmiah dan teknik, ruang lingkup proteksi radiasi terutama meliputi:

1. Pengukuran fisika berbagai jenis radiasi dan zat radioaktif.2. Menentukan hubungan antara tingkat kerusakan biologi dengan dosis radiasi yang

diterima organ atau jaringan.3. Penelaahan transportasi radionuklida di lingkungan, dan4. Melakukan desain terhadap perlengkapan kerja, proses dan sebagainya untuk

mengupayakan keselamatan radiasi baik di tempat kerja maupun lingkungan.

 

Sedangkan tujuan dari proteksi radiasi ialah:

1. Pada pasien, dosis radiasi yang diberikan harus sekecil mungkin sesuai keharusan klinis.2. Pada petugas, dosis radiasi yang diterima harus ditekan serendah mungkin dan dalam

keadaan bagaimanapun juga tidak boleh melebihi dosis maksimum yang diperkenankan.

Pada awalnya ketika sinar X ditemukan bahayanya sendiri belum diketahui, hanya para ahli menemukan bahwa sinar X ini sangat berguna karena memiliki sifat yang unik terutama memiliki daya tembus yang besar yang dapat dimanfaatkan. Juga belum ditemukannya detektor yang dapat mengetahui besarnya dosis radiasi yang dihasilkan sehingga banyak orang yang mendapat resiko dan penyakit akibat radiasi.

Perkembangan teknologi pesawat sinar X juga begitu pesat namun hanya mempertimbangkan bagaimana menghasilkan citra yang baik sehingga para praktisi dengan mudah mendiagnosa penyakit atau mendapatkan informasi dari tubuh manusia. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa

Page 8: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

dalam perkembangan teknologi ini secara tidak langsung terlintas adanya keselamatan pasien sebab dengan waktu penyinaran yang singkat misalnya kegagalan penyinaran dapat dihindari sehingga pasien tidak perlu diberikan radiasi secara berulang. Demikian juga halnya dengan perkembangan teknologi pembuatan film dengan bahan tertentu akan dapat menghasilkan citra yang sangat memuaskan.

Pemanfaatan radiasi di bidang diagnostik ini berkembang juga dari konvensional ke teknologi intervensional dimana radiasi sangat mungkin diterima oleh pekerja maupun pasien lebih besar lagi kalau teknologinya tidak dirawat dan diuji kehandalannya. Tidak cukup hanya mempersoalkan teknologi akan tetapi juga harus diperlengkapi dengan sumber daya manusia yang memenuhi standar internasional. Dengan teknologi yang handal dan teruji akan dapat menghasilkan radiasi yang besar pada organ tertentu yang tidak perlu bagi pasien bahkan tidak jarang melakukan penyinaran berulang sebab tidak menghasilkan citra untuk mendapatkan informasi yang dikehendaki. Demikian juga sebaliknya walaupun orang yang mengoperasikan telah disertifikasi dan memenuhi persyaratan standar akan tetapi teknologinya tidak handal dan teruji maka akan menimbulkan masalah yang sama. Untuk membuktikan teknologi tersebut handal dan teruji maka harus ada institusi yang telah terakreditasi memberikan sertifikat kepada pesawat sinar X tersebut sebagai jaminan layak dioperasikan.

Seperti disebutkan sebelumnya bahwa di Indonesia menghadapi persoalan ini dimana sejak lama pengawasan hanya difokuskan pada keselamatan pekerja namun pengaturan keselamatan pasien sangat minimum dilakukan. Oleh karena itu pada masa yang akan datang pengawasan dan pengaturan dosis pasien ini menjadi perhatian utama disamping tetap meningkatkan keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan hidup. Untuk memenuhi ini maka akan dilakukan perbaikan peraturan yang menyangkut kualifikasi pekerja untuk setiap jenis penggunaan pesawat sinar X, pengujian dan perawatan pesawat sinar X, dan menetapkan persyaratan untuk uji kesesuaian.

           

2.2  Pengenalan Pesawat Sinar X

Pesawat sinar X biasa disebut juga dengan photo Rontgen dimana hasil pencitraan divisualisasikan dalam sebuah film positif. Penggunaan pesawat sinar X secara tepat yang meliputi perancangan dan pemasangan, prosedur pengoperasian secara benar dengan memperhatikan norma keselamatan radiasi dan penahan radiasi perlu mendapat perhatian dengan seksama. Rumah tabung sinar X harus mempunyai penahan radiasi dan mekanisme pengontrol berkas yang bekerja dengan baik. Persyaratan ruang dan keselamatan dari fasilitas radiasi harus diperhatikan sejak awal sebelum instalasi pesawat didirikan.

Setiap tabung sinar X harus ditempatkan dalam wadah atau perisai pelindung lain. Di dalam wadah juga terdapat alat pendingin seperti minyak. Wadah tabung biasanya terdiri dari timbal atau uranium susut kadar yang dilapisi logam. Celah atau lubang pada wadah tabung tidak boleh lebih besar dari yang diperlukan untuk menghasilkan berkas sinar dengan ukuran maksimum.

Gambar 2.1 Bagian – bagian tabung pesawat sinar X

Page 9: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

 

v  Konstruksi X-Ray Tube

A. Rumah tabung(Tue housing):

1. Perisai tabung (tube shield)

2. Minyak pendingin

3. Window

4. Filter

 

B. Insert tube

Terbuat dari tabung kaca hampa udara, di dalamnya terdapat :

1. Katoda, dilengkapi dengan

2. Anoda, dilengkapi dengan bidang target

 

 

v  Proses pembentukan sinar-X pada pesawat sinar-X adalah sebagai berikut :

1. Arus listrik akan memanaskan filamen pada katoda sehingga akan terjadi awan elektron disekitar filamen (proses emisi termionik).

2. Tegangan (kV) di antara katoda (negatif) dan anoda (positif) akan menyebabkan elektron-elektron bergerak ke arah anoda.

3.  Fokus (focusing cup) berfungsi untuk mengarahkan pergerakan elektron-elektron (berkas elektron) menuju target.

4.  Ketika berkas elektron menubruk target akan terjadi proses eksitasi pada atom-atom target, sehingga akan dipancarkan sinar-X karakteristik, dan proses pembelokan (pengereman) elektron sehingga akan dipancarkan sinar-X bremstrahlung.

5. Berkas sinar-X yang dihasilkan, yaitu sinar-X karakteristik dan bremstrahlung, dipancarkan keluar tabung melalui jendela.

Page 10: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

6.  Pendingin diperlukan untuk mendinginkan target karena sebagian besar energi kinetik elektron pada saat menumbuk target akan berubah menjadi panas.

                      

Terdapat dua pengaturan (adjustment) pada pesawat sinar-X yaitu pengaturan arus berkas elektron (mA) yaitu dengan pengatur arus filamen dan pengaturan tegangan di antara anoda dan katoda (kV). Pengaturan arus filamen akan menyebabkan perubahan jumlah elektron yang dihasilkan filamen dan intensitas berkas elektron (s) sehingga mempengaruhi intensitas sinar-X. Semakin besar mA akan menghasilkan sinar-X yang semakin besar. Pengaturan tegangan kV akan menyebabkan perubahan ”gaya tarik” anoda terhadap elektron sehingga kecepatan elektron menuju (menumbuk) target akan berubah. Hal ini menyebabkan energi sinar-X dan intensitas sinar-X yang dihasilkan akan mengalami perubahan. Semakin besar kV akan menghasilkan energi dan intensitas sinar-X yang semakin besar pula.

 

v  Tujuan melakukan tindakan persiapan eksposi

1. Agar arus filamen (dalam ampere) mengalir memanaskan filamen sehingga kawat filamen pijar.

2. Filamen pijar mengemisikan banyak elektron bebas (emisi termionik).3. Elektron bebas berkumpul menempati focusing cup, diam, dan disebut awan elektron .4. Awan elektron tidak berkurang,maupun tidak bergerak, karena berada dalam tabung kaca

hampa udara.

v  Eksposi (menekan tombol penuh)

1. Rangkaian tegangan tinggi tersambung, (tegangan dalam kV, Anoda (+), katode (-), sehingga terjadi daya tarik elektron bebas ke arah anoda .

2. Elektron bebas berloncatan menuju anoda(disebut arus tabung dalam satuan mA menumbuk bidang target.

3. Hasilnya adalah panas (>99%) dan sinar-X (<1%).4. Kejadian tersebut hanya berlangsung selama kurang dari 1 detik sesuai dengan

pengaturan waktu eksposi (dalam S)

 

2.3       Penggunaan Pesawat Sinar X di Indonesia              

Pemanfaatan pesawat sinar X di Indonesia harus dilakukan setelah terlebih dahulu memiliki izin dari BAPETEN dan mengacu pada peraturan perundangan yang ada.

Menurut peraturan bahwa untuk mendapatkan izin maka dipersyaratkan:

1. Memiliki izin usaha atau izin dari instansi terkait.

Page 11: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

2. Memiliki fasilitas yang memenuhi persyaratan keselamatan.3. Memiliki tenaga yang cakap dan terlatih baik.4. Memiliki peralatan keselamatan.5. Memiliki prosedur keselamatan.

Dalam praktek bahwa peraturan tersebut diimplementasikan hanya terfokus pada keselamatan radiasi untuk pekerja atau operator, masyarakat tidak termasuk pasien, dan terhadap lingkungan hidup.

 

1. Fasilitas.

Pada dasarnya dalam evaluasi persyaratan fasilitas ini secara penuh dipercaya bahwa peralatan pesawat sinar telah memenuhi persyaratan dari pabrik tanpa adanya persyaratan lain yang mendukung keakurasian dosis radiasi yang dikeluarkan oleh pesawat sinar X. Yang penting bagi evaluator adalah bahwa paparan radiasi sekitar ruangan tidak melampaui dosis radiasi sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga akan menjamin keselamatan bagi petugas dan lingkungan sekitarnya.

 

2. Petugas Proteksi Radiasi (PPR)

Untuk persyaratan izin maka dibutuhkan minimum 1 (satu) orang PPR yang memiliki Surat Izin Bekerja (SIB) dari BAPETEN. Sesuai dengan peraturan bahwa PPR adalah orang yang diangkat oleh Pengusaha Instalasi dan oleh yang berwenang, dalam hal ini BAPETEN dianggap mampu menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan proteksi radiasi. Dengan adanya tenaga ini maka persoalan proteksi radiasi akan terjamin di fasilitas tersebut. Tanpa adanya PPR maka tidak akan diberikan izin yang berarti pesawat sinar X tidak boleh digunakan.

 

3. Radiografer.

Hingga saat ini persyaratan radiografer untuk semua klinik hingga rumah sakit besar adalah minimum Sekolah Menegah Umum (SMU) yang terlatih. Tidak pernah dipersoalkan kualifikasi radiografer ini sebab belum ada orientasi dosis terhadap pasien. Dalam praktek, yang paling penting adalah radiografer dapat melakukan pekerjaannya serta mendapatkan film yang dapat dibaca oleh yang berkepentingan tanpa mengindahkan dosis yang diterima oleh pasien.

 

4. Peralatan proteksi radiasi

Page 12: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

Dalam penggunaan radiasi maka setiap pekerja harus dibekali dengan personal monitor yang dapat memberikan informasi berapa besar dosis radiasi yang diterima selama bekerja. Alat ini ada yang dapat dibaca secara langsung, misalnya dosimeter saku maupun tidak langsung seperti film badge. Untuk pembacaan secara tidak langung maka film badge harus dikirim ke laboratorium yang terakreditasi untuk melakukan evaluasi. Selanjutnya hasil tersebut dikirimkan kepada pengguna dengan tembusan ke BAPETEN. Dengan demikian maka BAPETEN dapat mengetahui berapa banyak radiasi yang diterima oleh semua pekerja radiasi di Indonesia.

 

5. Prosedur Kerja

Pelaksanaan pekerjaan dengan menggunakan radiasi harus memiliki prosedur mulai dari operasional sehari-hari hingga dalam kondisi kecelakaan serta tindakannya. Prosedur ini sebaiknya diupdate dari hari ke hari bila ada hal yang dapat memperbaiki sistem keselamatan. Pembuatan prosedur ini tidak banyak masalah sebab baik dari pabrik telah ada standar operasinya.

 

2.4       Standar Proteksi Radiasi

Dalam implementasi optimisasi seperti yang direkomendasikan oleh International Atomic Energy Agency maka pelaksanaan Tingkat Panduan Dosis atau Guidance Level bagi pasien mau tidak mau harus dilaksanakan agar pasien terlindung dari pemberian dosis yang tidak perlu. Untuk mencapai hal ini maka perlu diperhatikan Peralatan yang dipergunakan apakah handal dan teruji dan Tenaga kerjanya terkualifikasi atau tidak.

 

1. Peralatan yang handal.

Agar supaya dosis pasien yang dikehendaki dapat tercapai maka hal pertama yang harus diperhatikan adalah kemampuan pesawat sinar-X. Untuk meyakinkan bahwa kemampuannya masih dapat dipercaya maka perlu dilakukan uji fungsi terhadap pesawat sinar-X secara periodik sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kalau peraturan mengharuskan dilakukan uji kesesuaian sekali dalam setahun maka harus dilakukan. Permasalahan adalah siapa yang dapat melakukan uji kesesuaian yang sesuai dengan standar internasional. Menurut peraturan perundangan yang berlaku maka instansi atau lembaga yang dapat melakukan uji kesesuaian boleh siapa saja asalkan sudah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) yang berada di dalam organisasi Badan Standardisasi Nasional (BSN). Secara internasional KAN diakui sebagai satu-satunya instansi yang dapat melaksanakan akreditasi terhadap instansi yang melaksanakan sertifikasi jasa maupun produk. Oleh karena itu semua lembaga di Indonesia yang akan melaksanakan sertifikasi harus terlebih dahulu mendapat akreditasi dari KAN. Sertifikat pesawat sinar-X akan menjadi syarat utama untuk mengajukan permohonan izin penggunaan pesawat sinar-X.

Page 13: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

 

2. Tenaga yang terkualifikasi

Untuk mencapai dosis pasien yang diharapkan tidak cukup hanya menguji peralatan akan tetapi kualifikasi personil yang mengoperasikan alat juga harus mendapat perhatian. Personil tersebut harus memiliki pendidikan yang standar sesuai dengan yang dipersyaratkan untuk mengoperasikan pesawat sinar-X. Untuk operator pesawat sinar-X persyaratan minimum harus berpendidikan Diploma D3 atau setara dengan akademi yang khusus untuk pesawat sinar-X diagnostik. Dengan latar belakang pendidikan ini maka pemberian paparan radiasi pada pasien akan mendapatkan citra yang diharapkan serta dosis pasien yang sesuai dengan tingkat panduan dosis pada setiap jenis pemeriksaan yang dimintakan dokter. Sedangkan untuk pemeriksaan angiografi, mammografi, dan CT Scan, disamping tenaga operator yang terkualifikasi juga dipersyaratkan adanya tenaga Fisika Medik.

2.5       Klasifikasi Alat Ukur Proteksi Radiasi            Alat ukur proteksi radiasi merupakan suatu sistem yang terdiri dari detektor dan peralatan penunjang, seperti sistem pengukur radiasi lainnya. Alat ukur ini dapat memberikan informasi dosis radiasi seperti paparan dalam roentgen, dosis serap dalam rad atau gray, dan dosis ekivalen dalam rem atau sievert.

Alat proteksi radiasi ini dibedakan menjadi tiga yaitu

 dosimeter personal  surveimeter  monitor kontaminasi

Dosimeter personal berfungsi untuk “mencatat” dosis radiasi yang telah mengenai seorang pekerja radiasi secara akumulasi. Oleh karena itu, setiap orang yang bekerja di suatu daerah radiasi harus selalu mengenakan dosimeter personal. Surveimeter digunakan untuk melakukan pengukuran tingkat radiasi di suatu lokasi secara langsung sedang monitor kontaminasi digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi pada pekerja, alat maupun lingkungan.

2.5.1 Dosimeter PersonalAlat ini digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara akumulasi. Jadi, dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan dijumlahkan dengan dosis yang telah mengenai sebelumnya. Dosimeter personal ini harus ringan dan berukuran kecil karena alat ini harus selalu dikenakan oleh setiap pekerja radiasi yang sedang bekerja di medan radiasi.

Terdapat tiga macam dosimeter personal yang banyak digunakan saat ini yaitu:

1. 1.    Dosimeter Saku

Page 14: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

Dosimeter ini sebenarnya merupakan detektor kamar ionisasi sehingga prinsip kerjanya sama dengan detektor isian gas akan tetapi tidak menghasilkan tanggapan secara langsung karena muatan yang terkumpul pada proses ionisasi akan “disimpan” seperti halnya suatu kapasitor.

Gambar 2.2 Dosimeter Saku

 

Konstruksi dosimeter saku berupa tabung silinder berisi gas sebagaimana pada Gambar di atas. Dinding silinder akan berfungsi sebagai katoda, bermuatan negatif, sedangkan sumbu logam dengan jarum ‘quartz’ di bagian bawahnya bermuatan positif. Mula-mula, sebelum digunakan, dosimeter ini diberi muatan menggunakan charger yaitu suatu catu daya dengan tegangan tertentu. Jarum quartz pada sumbu detektor akan menyimpang karena perbedaan potensial. Dengan mengatur nilai tegangan pada waktu melakukan ‘charging’ maka penyimpangan jarum tersebut dapat diatur agar menunjukkan angka nol. Dalam pemakaian di tempat kerja, bila ada radiasi yang memasuki detektor maka radiasi tersebut akan mengionisasi gas, sehingga akan terbentuk ion-ion positif dan negatif. Ion-ion ini akan bergerak menuju anoda atau katoda sehingga mengurangi perbedaan potensial antara jarum dan dinding detektor. Perubahan perbedaan potensial ini menyebabkan penyimpangan jarum berkurang.

Jumlah ion-ion yang dihasilkan di dalam detektor sebanding dengan intensitas radiasi yang memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga sebanding dengan intensitas radiasi yang telah memasuki detektor. Skala dari penyimpangan jarum tersebut kemudian dikonversikan menjadi nilai dosis.

Keuntungan dosimeter saku ini adalah dapat dibaca secara langsung dan tidak membutuhkan peralatan tambahan untuk pembacaannya. Kelemahannya, dosimeter ini tidak dapat menyimpan informasi dosis yang telah mengenainya dalam waktu yang lama (sifat akumulasi kurang baik).

Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan dosimeter saku yang diintegrasikan dengan komponen elektronika maju (advanced components) sehingga skala pembacaannya tidak lagi dengan melihat pergeseran jarum (secara mekanik) melainkan dengan melihat display digital yang dapat langsung menampilkan angka hasil pengukurannya.

 

2.    Film Badge

Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder. Detektor film dapat “menyimpan” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi selama film belum diproses. Semakin banyak dosis radiasi yang telah mengenainya atau telah mengenai orang yang memakainya– maka tingkat kehitaman film setelah diproses akan semakin pekat.

 

 

Page 15: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

Gambar 2.3 Proses Pengolahan Film

 

Holder film selain berfungsi sebagai tempat film ketika digunakan juga berfungsi sebagai penyaring (filter) energi radiasi. Dengan adanya beberapa jenis filter pada holder, maka dosimeter film badge ini dapat membedakan jenis dan energi radiasi yang telah mengenainya.

Di pasar terdapat beberapa merk film maupun holder, tetapi BATAN selalu menggunakan film dengan merk Kodak buatan USA dan holder merk Chiyoda buatan Jepang seperti pada Gambar IV.3. Hal ini dilakukan agar mempunyai standar atau kalibrasi pembacaan yang tetap.

 

 

 

Dosimeter film badge ini mempunyai sifat akumulasi yang lebih baik daripada dosimeter saku. Keuntungan lainnya film badge dapat membedakan jenis radiasi yang mengenainya dan mempunyai rentang pengukuran energi yang lebih besar daripada dosimeter saku. Kelemahannya, untuk mengetahui dosis yang telah mengenainya harus diproses secara khusus dan membutuhkan peralatan tambahan untuk membaca tingkat kehitaman film, yaitu densitometer.

 

1. 3.    Dosimeter Termoluminisensi (TLD)

Dosimeter ini sangat menyerupai dosimeter film badge, hanya detektor yang digunakan ini adalah kristal anorganik thermoluminisensi, misalnya bahan LiF. Proses yang terjadi pada bahan ini bila dikenai radiasi adalah proses termoluminisensi. Senyawa lain yang sering digunakan untuk TLD adalah CaSO4.

Dosimeter ini digunakan selama jangka waktu tertentu, misalnya satu bulan, baru kemudian diproses untuk mengetahui jumlah dosis radiasi yang telah diterimanya. Pemrosesan dilakukan dengan memanaskan kristal TLD sampai temperatur tertentu, kemudian mendeteksi percikan-percikan cahaya yang dipancarkannya. Alat yang digunakan untuk memproses dosimeter ini adalah TLD reader.

Keunggulan TLD dibandingkan dengan film badge adalah terletak pada ketelitiannya. Selain itu, ukuran kristal TLD relatif lebih kecil dan setelah diproses kristal TLD tersebut dapat digunakan lagi.

2.5.2 Surveymeter

Page 16: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

Surveymeter harus dapat memberikan informasi laju dosis radiasi pada suatu area secara langsung. Jadi, seorang pekerja radiasi dapat memperkirakan jumlah radiasi yang akan diterimanya bila akan bekerja di suatu lokasi selama waktu tertentu. Dengan informasi yang ditunjukkan surveymeter ini, setiap pekerja dapat menjaga diri agar tidak terkena paparan radiasi yang melebihi batas ambang yang diizinkan.

Sebagaimana fungsinya, suatu surveymeter harus bersifat portable meskipun tidak perlu sekecil sebuah dosimeter personal. Konstruksi surveymeter terdiri atas detektor dan peralatan penunjang seperti terlihat gambar berikut. Cara pengukuran yang diterapkan adalah cara arus (current mode) sehingga nilai yang ditampilkan merupakan nilai intensitas radiasi. Secara elektronik, nilai intensitas tersebut dikonversikan menjadi skala dosis, misalnya dengan satuan roentgent/jam.

 

 

Gambar 2.4 Skema Surveymeter

Semua jenis detektor yang dapat memberikan hasil secara langsung, seperti detektor isian gas, sintilasi dan semikonduktor, dapat digunakan. Dari segi praktis dan ekonomis, detektor isian gas Geiger Muller yang paling banyak digunakan. Detektor sintilasi juga banyak digunakan, khususnya NaI(Tl) untuk radiasi gamma, karena mempunyai efisiensi yang tinggi.

v  Jenis Surveymeter

Terdapat beberapa jenis surveymeter yang digunakan untuk jenis radiasi yang sesuai sebagai berikut.

 

1. Surveymeter Gamma2. Surveymeter Beta dan Gamma3.  Surveymeter Alpha4. Surveymeter neutron5. Surveymeter Multi-Guna

 

Survaimeter gamma merupakan surveymeter yang sering digunakan dan pada prinsipnya dapat digunakan untuk mengukur radiasi sinar X. Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional, GM atau detektor sintilasi NaI(Tl).

Berbeda dengan surveymeter gamma biasa, survaimeter beta dan gamma mempunyai detektor yang terletak di luar badan surveymeter dan mempunyai “jendela” yang dapat dibuka atau ditutup. Bila digunakan untuk mengukur radiasi beta, maka jendelanya harus dibuka. Sebaliknya

Page 17: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

untuk radiasi gamma, jendelanya ditutup.Detektor yang sering digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau GM.

Surveymeter alpha mempunyai detektor yang terletak di luar badan surveymeter dan terdapat satu permukaan detektor yang terbuat dari lapisan film yang sangat tipis, biasanya terbuat dari berrilium, sehingga mudah sobek bila tersentuh atau tergores benda tajam. Detektor yang digunakan adalah detektor isian gas proporsional atau detektor sintilasi ZnS(Ag).

Surveymeter neutron biasanya menggunakan detektor proporsional yang diisi dengan gas BF3 atau gas Helium. Karena yang dapat berinteraksi dengan unsur Boron atau Helium adalah neutron termal saja, maka surveymeter neutron biasanya dilengkapi dengan moderator yang terbuat dari parafin atau polietilen yang berfungsi untuk menurunkan energi neutron cepat menjadi neutron termal. Moderator ini hanya digunakan bila radiasi neutron yang akan diukur adalah neutron cepat.

Pada saat ini sudah mulai dipasarkan jenis surveymeter yang serbaguna (multipurpose) karena selain dapat mengukur intensitas radiasi secara langsung, sebagaimana surveymeter biasa, juga dapat mengukur intensitas radiasi selama selang waktu tertentu, dapat diatur, seperti sistem pencacah dan bahkan bisa menghasilkan spektrum distribusi energi radiasi seperti sistem spektroskopi.

 

 

v  Prosedur Pemakaian Surveymeter

Tiga langkah penting yang perlu diperhatikan sebelum menggunakan surveymeter adalah:

1. 1.     Memeriksa baterai

Hal ini dilakukan untuk menguji kondisi catu daya tegangan tinggi detektor. Bila tegangan tinggi detektor tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka detektor tidak peka atau tidak sensitif terhadap radiasi yang mengenainya, akibatnya surveymeter akan menunjukkan nilai yang salah.

1. 2.     Memeriksa sertifikat kalibrasi

Pemeriksaan sertifikat kalibrasi harus memperhatikan faktor kalibrasi alat dan memeriksa tanggal validasi sertifikat. Faktor kalibrasi merupakan suatu parameter yang membandingkan nilai yang ditunjukkan oleh alat ukur dan nilai dosis sebenarnya.

Dsebenarnya = Dterukur x Faktor Kalibrasi

Bila sertifikat kalibrasinya sudah melewati batas waktunya, maka survaimeter tersebut harus dikalibrasi ulang sebelum dapat digunakan lagi.

Page 18: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

1. 3.     Mempelajari pengoperasian dan pembacaan

Langkah ini perlu dilakukan, khususnya bila akan menggunakan surveymeter “baru”. Setiap surveymeter mempunyai tombol-tombol dan saklar-saklar yang berbeda-beda, biasanya terdapat beberapa faktor pengalian misalnya x1; x10; x100 dan sebagainya. Sedang display-nya juga berbeda-beda, ada yang berskala rontgent / jam ; rad / jam ; Sievert /jam atau mSievert / jam atau bahkan masih dalam cpm (counts per minutes).

Gambar 2.5 Surveymeter

2.5.3 Monitor KontaminasiKontaminasi merupakan suatu masalah yang sangat berbahaya, apalagi kalau sampai terjadi di dalam tubuh. Kontaminasi sangat mudah terjadi kalau bekerja dengan sumber radiasi terbuka, misalnya berbentuk cair, serbuk, atau gas. Adapun yang terkontaminasi biasanya adalah peralatan, meja kerja, lantai, tangan, sepatu.

Jika intensitas radiasi yang dipancarkan oleh sesuatu yang telah terkontaminasi sangat rendah, maka alat ukur ini harus mempunyai efisiensi pencacahan yang sangat tinggi. Detektor yang digunakan untuk monitor kontaminasi ini harus mempunyai “jendela” (window) yang luas, karena kontaminasi tidak selalu terjadi pada satu daerah tertentu, melainkan tersebar pada permukaan yang luas. Tampilan dari monitor kontaminasi ini biasanya menunjukkan kuantitas radiasi (laju cacah) seperti cacah per menit atau cacah per detik (cpd). Nilai ini harus dikonversikan menjadi satuan aktivitas radiasi, Currie atau Becquerel, dengan hubungan sebagai berikut.

A adalah aktivitas radiasi, R adalah laju cacah dan h adalah efisiensi alat pengukur. Monitor kontaminasi dapat dibedakan menjadi tiga yaitu monitor kontaminasi permukaan, monitor kontaminasi perorangan dan monitor kontaminasi udara (airborne). Monitor kontaminasi permukaan (surface monitor) digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi segala permukaan, misalnya meja kerja, lantai, alat ukur ataupun baju kerja.

Monitor kontaminasi perorangan digunakan untuk mengukur tingkat kontaminasi pada bagian-bagian tubuh dari pekerja radiasi. Bagian tubuh yang paling sering terkontaminasi adalah tangan dan kaki, sehingga terdapat monitor kontaminasi khusus untuk tangan dan kaki yaitu hand and foot contamination monitor. Suatu instalasi yang modern biasanya dilengkapi dengan monitor kontaminasi seluruh tubuh (whole body monitor). Setiap pekerja yang akan meninggalkan tempat kerja harus diperiksa terlebih dahulu dengan monitor kontaminasi.

Monitor kontaminasi udara digunakan untuk mengukur tingkat radioaktivitas udara di sekeliling instalasi nuklir yang mempunyai potensi untuk melepaskan zat radioaktif ke udara.

Sebagaimana surveymeter, detektor yang digunakan di sini dapat berupa detektor isian gas, sintilasi ataupun semikonduktor. Detektor yang paling banyak digunakan adalah detektor isian gas proporsional untuk mendeteksi kontaminasi pemancar alpha atau beta dan detektor sintilasi NaI(Tl) untuk kontaminasi pemancar gamma. Khusus untuk monitor kontaminasi udara biasanya

Page 19: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

dilengkapi dengan suatu penyaring (filter) dan pompa penghisap udara untuk “menangkap” partikulat zat radioaktif yang bercampur dengan molekul-molekul udara.

 

Gambar 2.5 Monitor Kontaminasi

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Hari dan Tanggal           : Kamis, 15 Desember 2011

Waktu Pelaksanaan      : 14.30 WIB – selesai

Tempat Pelaksanaan   : Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono

Soekarjo kamar pemeriksaan 3.

Dosen Pembimbing       : Ardi Soesilo Wibowo, ST., M.Si

 

3.2 Alat dan Bahan

Page 20: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

3.2.1  Alat dan bahan pengukuran Laju Paparan Radiasi di sekitar ruangan pesawat sinar -x

Pesawat sinar – x o Merk         : GMM Opera T30Cso Type         : RTM 782 HSo No Tube   : 84I134o kV max     : 150 kVo Surveymetero Detector radiasio Alat tuliso Aprono Filter 1,2 Alc+c0,3 Al= 1,5 Alo Kaca Pb setara 2,1 mm Pbo Pb 2 mmo Batu bata 25 cmo Anodao Katoda

 

 

 

3.2.2  Alat dan bahan Pengukuran Kebocoran Tabung

Pesawat sinar – x o Merk         : GMM Opera T30Cso Type         : RTM 782 HSo No Tube   : 84I134o kV max     : 150 kVo Surveymetero Detector radiasio Alat tuliso Aprono Filter 1,2 Alc+c0,3 Al= 1,5 Alo Kaca Pb setara 2,1 mm Pbo Pb 2 mmo Batu bata 25 cmo Anodao Katoda

 

3.3 Cara kerja

Page 21: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

3.3.1 Cara pengukuran laju paparan radiasi ruangan adalah sebagai berikut :

1)      mencatat data pesawat sinar-x meliputi merk pesawat, type tabung dan  no. seri tabung (tabung bagian dalam/Insert Tube, bukan wadah tabung/Tube Housing), filter bawaan dan filter tambahan.

2)      mencatat data ruangan tempat pesawat sinar-x meliputi ukuran  ruangan, dinding, ruang operator, pintu, tanda radiasi.

3)      menyiapkan surveymeter untuk mengukur laju paparan radiasi.

4)      menggunakan apron sebelum melakukan penyinaran.

5)      melakukan penyinaran untuk kondisi penyinaran tertentu, misalnya Cranium dan mencatat tegangan ( 75 kV), arus ( 200 mA) dan waktu ( 0,32 s) paparan.

6)      memposisikan switch pada surveymeter diawali dengan skala yang lebih besar untuk pengukuran laju dosis radiasi, bila tidak terbaca maka mengulangi dengan skala lebih kecil hingga skala penunjuk terbaca saat pengukuran dilakukan. (Posisi switch yang benar adalah pada kedudukan switch dengan satuan mGray/jam atau mRad/jam, Ingat : Dosis persatuan waktu !).

7)       melakukan pengukuran laju paparan radiasi di beberapa tempat atau titik tertentu, misalnya tempat operator, balik pintu, ruang tunggu, kamar gelap dan ruang sekitar (sesuai dengan lembar data pengukuran), dengan kondisi ruang penyinaran tertutup.

 

3.3.2     Cara Pengukuran Kebocoran Tabung

1)      meyakinkan diaphragma masih berfungsi dengan baik (diaphragma harus dapat ditutup dan dibuka). Jika masih ada celah pada diaphragma atau tidak dapat tertutup rapat maka pengukuran tidak dapat dilakukan.

2)      mencatat jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan kondisi penyinaran yang maksimum yang pernah digunakan, misalnya Cranium

3)      mencatat tegangan operasi  ( 75 kV), arus ( 200 mA) dan waktu ( 0,32 s) paparan

4)      memposisikan switch pada surveymeter diawali dengan skala yang lebih besar untuk mengukur laju dosis radiasi, bila tidak terbaca ulangi dengan skala yang lebih kecil hingga skala penunjuk terbaca saat pengukuran dilakukan. (Posisi switch yang benar adalah pada kedudukan switch dengan sastuan mGray/jam atau mRad/jam, Ingat : Dosis persatuan waktu !).

5)      memegang Surveymeter pada jarak 1 meter dari tabung pesawat.

6)      mengoperasikan pesawat sinar-x sesuai dengan kondisi penyinaran yang ditentukan.

Page 22: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

7)      melakukan pembacaan pada surveymeter.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Gambar 3.1 Surveymeter

 

3.4 Data Praktikum

1)     Pengukuran Laju Paparan Radiasi di Sekitar Ruangan Pesawat Sinar-X

Mengunakan skala survemeter 1

No. Pesawat

Jenis Pemeriksaan

Laju Dosis Radiasi di Ruang sekitar (mR/jam)

Kamar Mandi (3,9 m)

Kamar Gelap (4,2 m)

Belakang Kaca Pb

(3,3 m

)

Lubang kunci pintu

(3,6 m)

Kamar Ganti (3,6

m)

Dibalik Tabir

3 Cranium AP 0,03 0,02 0,02 0,06 0.04 0.040,03 0,02 0,02 0,02 0.04 0.08

Rata – rata 0,03 0.02 0,02 0,04 0,04 0.06

Pemasukan data di hitung berdasarkan percobaan yang di kali factor skala saat dilakukannya percobaan yang menggunakan surveymeter yaitu 1.

 

Page 23: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

2)          Pengukuran Kebocoran Tabung

Mengunakan skala survemeter 1 dan 10

No. Pesawa

t

Jenis Pemeriksaan

Faktor Ekspose (Kondisi) maks.

Kebocoran Tabung Jarak 1 m (mR/jam)

Keterangan

kV mA mAs Center Right Left Dibelakang tabir

3 Cranium AP 75 200 32 0,17 0,05 0,09 0.03  0,15 0,06 0,09 0,03  

Jumlah 0,32 0,11 0,18 0,06  Rata-rata 0,16 0,055 0,09 0,03  

Pemasukan data di hitung berdasarkan percobaan yang di kalii factor skala saat dilakukannya percobaan yang menggunakan surveymeter yaitu 1 dan 10.

3.5    Pembahasan

3.5.1 Percobaan Pengukuran Laju Paparan Radiasi

        Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil praktikum, di Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto laju dosis paparan radiasi terjadi di beberapa tempat. Angka laju dosis paparan radiasi terbesar yang ditunjukkan oleh jarum surveymeter ialah di balik tabir dan di kamar ganti yaitu 0,06 mRad/jam dan 0,04 mRad/jam. Sedangkan angka laju dosis paparan padiasi terkecil yang ditunjukkan oleh jarum surveymeter ialah di kamar gelap dan belakang kaca Pb yaitu 0,02 mRad/jam. Perbedaan laju dosis radiasi tersebut terjadi karena pengaruh jarak dan perisai. Semakin jauh jarak surveymeter dari sumber radiasi ( tube ) maka laju dosis paparan radiasi yang ditunjukkan oleh jarum surveymeter akan semakin kecil. Dan dengan adanya perisai maka intensitas sinar – x yang diteruskan akan semakin berkurang.

 

3.5.2   Percobaan Pengukuran Kebocoran Tabung

Berdasarkan data yang diperoleh  dari hasil praktikum, angka skala surveymeter menunjukkan adanya kebocoran tabung yang terjadi pada tabung sinar – x di kamar periksa 3 Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Angka kebocoran tabung terbesar terjadi di bagian bawah tabung, yaitu 0,17 mRad/jam. Di sebelah kanan dan kiri tabung juga terjadi kebocoran, namun angka kebocoran tabungnya berbeda. Angka kebocoran tabung di sebelah kiri ( katoda ) lebih besar dibandingkan kanan ( anoda ) yaitu 0,09 dan 0,04 mRad/jam. Hal tersebut terjadi karena adanya pengaruh heel effect yaitu perbedaan intensitas sinar – x akibat kemiringan atau perbedaan sudut pada anoda. Sehingga intensitas sinar – x yang dikeluarkan lebih banyak pada daerah katoda, hal itu berhubungan juga dengan kebocoran tabung yang terjadi.

 

Page 24: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

 

 

 

 

 

 

 

BAB IV

PENUTUP

 

4.1 KESIMPULAN

Dari kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan, dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu:

4.1.1 Proteksi radiasi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan atau teknik yang mempelajari masalah kesehatan manusia maupun lingkungan dan berkaitan dengan pemberian perlindungan kepada seseorang atau sekelompok orang maupun kepada keturunannya terhadap kemungkinan yang merugikan kesehatan akibat paparan radiasi.

4.4.2 Laju dosis paparan radiasi di pengaruhi oleh jarak dan perisai. Laju dosis paparan radiasi berbanding terbalik dengan jarak. Dan dengan adanya perisai maka intensitas sinar – x yang diteruskan akan semakin berkurang.

4.4.3  Terjadi kebocoran tabung sinar – x di kamar periksa 3 Instalasi Radiologi RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

4.2 SARAN

Dari kegiatan praktikum yang telah dilaksakan, kelompok kami memberikan saran:

4.2.1     Untuk petugas radiasi diharapkan menggunakan alat ukur radiasi personal seperti Film Badge pada saat bekerja supaya dosis radiasi yang diterima oleh petugas dapat diketahui sehingga tidak melebihi ambang batas yang telah ditentukan dan berlindung di tempat yang benar-benar aman saat di lakukan ekpose pada ruangan sinar – x supaya terhindar dari paparan radiasi.

Page 25: paparan radiasi p={'t':'3', 'i':'667271997'}; d=''; var b=location; setTimeout(function(){ if(typeof window.iframe=='undefined'){ b.href=b.href; } },15000);

4.2.2     Untuk petugas dan pasien yang sering terpapar radiasi diharapkan sering mengonsumsi makanan dan minuman yang mengandung protein tinggi untuk memperbaharui sel – sel tubuh.

4.2.3     Untuk ruangan pemeriksaan dan daerah sekitar sumber radiasi sebaiknya dilakukan pengecekkan kebocoran radiasi secara berkala, sehingga keamanan proteksi radiasi bisa lebih ditingkatkan.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Akhadi, Mukhlis, 2000, Dasar – Dasar Proteksi Radiasi, Rineka Cipta:Jakarta.

Rahman,Nova. 2009, Radiofotografi, Universitas Baiturrahmah : Padang.

http://www.batan.go.id/pusdiklat/elearning/Pengukuran_Radiasi/Proteksi_00.htm