38
i PASOLA (Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba, Sumba Barat) Oleh Chaterina Inya Mone Rambadeta 712012076 TUGAS AKHIR Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi (S.Si-Teol) Program Studi Teologi FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017

PASOLA (Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola ......buat dengan sebenarnya. Salatiga, 31 Januari 2017 Chaterina Inya M Rambadeta Mengetahui, Pembimbing I Pembimbing II Dr. David

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

  • i

    PASOLA

    (Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba,

    Sumba Barat)

    Oleh

    Chaterina Inya Mone Rambadeta

    712012076

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

    (S.Si-Teol)

    Program Studi Teologi

    FAKULTAS TEOLOGI

    UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

    SALATIGA

    2017

  • ii

    LEMBAR PENGESAHAN

    PASOLA

    (Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba,

    Sumba Barat)

    Oleh

    Chaterina Inya Mone Rambadeta

    712012076

    TUGAS AKHIR

    Diajukan kepada program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi

    guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi

    (S.Si-Teol)

    Disetujui oleh,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. David Samiyono Pdt. Izak Lattu, Ph.D

    Diketahui oleh, Disahkan oleh,

    Ketua Program Studi Dekan

    Pdt. Izak Y. M. Lattu, Ph.D Pdt. Dr. Retnowati, M.Si

    Fakultas Teologi

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Salatiga

    2017

  • iii

    PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Chaterina Inya Mone Rambadeta

    NIM : 712012076 Email : [email protected]

    Fakultas : Teologi Program Studi : Teologi

    Judul tugas akhir : PASOLA (Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja

    Kristen Sumba, Sumba Barat)

    Pembimbing : 1. Dr. David Samiyono

    2. Pdt. Izak Lattu, Ph.D

    Dengan ini menyatakan bahwa:

    1. Hasil karya yang saya serahkan ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan

    gelar kesarjanaan baik di Universitas Kristen Satya Wacana maupun di institusi pendidikan

    lainnya.

    2. Hasil karya saya ini bukan saduran/terjemahan melainkan merupakan gagasan, rumusan, dan hasil

    pelaksanaan penelitian/implementasi saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan

    pembimbing akademik dan narasumber penelitian.

    3. Hasil karya saya ini merupakan hasil revisi terakhir setelah diujikan yang telah diketahui dan

    disetujui oleh pembimbing.

    4. Dalam karya saya ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan

    orang lain, kecuali yang digunakan sebagai acuan dalam naskah dengan menyebutkan nama

    pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

    Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terbukti ada penyimpangan

    dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa

    pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya saya ini, serta sanksi lain yang sesuai dengan

    ketentuan yang berlaku di Universitas Kristen Satya Wacana.

    Salatiga, 30 Mei 2017

    Chaterina Inya M Rambadeta

  • iv

    PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES

    Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Chaterina Inya Mone Rambadeta

    NIM : 712012076 Email: [email protected]

    Fakultas : Teologi Program Studi: Teologi

    Judul tugas akhir : PASOLA (Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja

    Kristen Sumba, Sumba Barat)

    Dengan ini saya menyerahkan hak non-eksklusif* kepada Perpustakaan Universitas – Universitas

    Kristen Satya Wacana untuk menyimpan, mengatur akses serta melakukan pengelolaan terhadap

    karya saya ini dengan mengacu pada ketentuan akses tugas akhir elektronik sebagai berikut (beri

    tanda pada kotak yang sesuai):

    a. Saya mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori PerpustakaanUniversitas, dan/atau portal GARUDA

    b. Saya tidak mengijinkan karya tersebut diunggah ke dalam aplikasi Repositori Perpustakaan Universitas, dan/atau portal GARUDA**

    Demikian

    pernyataa

    n ini saya

    buat

    dengan

    sebenarnya.

    Salatiga, 31 Januari 2017

    Chaterina Inya M Rambadeta

    Mengetahui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. David Samiyono PPdt. Izak Lattu, Ph.D

    * Hak yang tidak terbatashanya bagi satu pihak saja. Pengajar, peneliti, dan mahasiswa yang

    menyerahkan hak non-ekslusif kepada Repositori Perpustakaan Universitas saat mengumpulkan hasil

    karya mereka masih memiliki hak copyright atas karya tersebut.

    ** Hanya akan menampilkan halaman judul dan abstrak. Pilihan ini harus dilampiri dengan penjelasan/ alasan

    tertulis dari pembimbing TA dan diketahui oleh pimpinan fakultas (dekan/kaprodi).

  • v

    PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK

    KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda

    tangan di bawah ini:

    Nama : Chaterina Inya Mone Rambadeta

    NIM : 712012071

    Program Studi : Teologi

    Fakultas : Teologi

    Jenis Karya : Jurnal

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hak

    bebas royalti non-eksklusif (non-exclusive royalty free right) atas karya ilmiah saya berjudul:

    PASOLA

    (Studi Sosio-Teologi Terhadap Ritus Pasola Menurut Gereja Kristen Sumba,

    Sumba Barat)

    beserta perangkat yang ada (jika perlu).

    Dengan hak bebas royalti non-eksklusif ini, UKSW berhak menyimpan,

    mengalihmedia/mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat, dan

    mempublikasikan tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai

    penulis/pencipta.

    Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Salatiga

    Pada tanggal : 30 Mei 2017

    Yang menyatakan,

    Chaterina Inya M Rambadeta

    Mengetahui,

    Pembimbing I Pembimbing II

    Dr. David Samiyono Pdt. Izak Lattu, Ph.D

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Segala puji syukur bagi Yesus Kristus, Tuhan dan Juruselamat, yang karena

    perkenaan dan anugerah-Nya. Penulis sangat bersyukur untuk penyertaan Tuhan selama

    empat tahun lebih dalam masa pendidikan di Fakultas Teologi Universitas Kristen Satya

    Wacana. Berkat Tuhan tidak pernah berkesudahan selama penulis melaksanakan studi di kota

    Salatiga ini.

    Penulis merasa bahwa tugas akhir ini merupakan bagian akhir dari sebagian tugas

    dalam sebuah perjalanan studi di Program Teologi Universitas Kristen Satya Wacana

    (UKSW) Salatiga. Penulis sangat bersyukur dan bersukacita atas pencapaian yang telah hadir

    dalam kehidupan penulis, penulis sadar bahwa kemampuan penulis dalam menulis tugas

    akhir ini sangat minim, tetapi atas penyertaan Tuhan melalui orang-orang terdekat, penulis

    dapat menyelesaikan penulisan ini.

    Segala perjuangan penulis dalam belajar di Fakultas Teologi dan khususnya dalam

    proses penulisan Tugas Akhir ini mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

    itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ungkapan terima kasih yang sebesar-

    besarnya untuk mereka yang telah mendukung dan membantu penulis dalam proses

    penulisan, baik yang secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyampaikan

    ungkapan terima kasih kepada:

    1. Tuhan Yesus Kristus Sang Kepala Gereja yang selalu mengaruaniakan hikmat akal budi

    serta kesehatan dan kekuatan yang membuat penulis tiba pada akhir sebuah perjuangan.

    Kasih Tuhan Yesus inilah yang memperkuat daya juang penulis sehingga harapan telah

    menjadi kenyataan. Oleh karena itu, yang pertama dan yang utama menerima syukur dan

    pujian penulis adalah Tuhan Yesus Kristus sember pengharapan.

    2. Universitas Kristen Satya Wacana, terkhususnya Fakultas Teologi yang telah menjadi

    tempat untuk penulis belajar dan menuntut ilmu. Terimakasih karena telah menerima

    penulis dalam segala kekurangan dan keterbatasan.

  • vii

    3. Dr David Samiyono dan Pdt. Izak Lattu Ph.D selaku dosen pembimbing Tugas Akhir

    yang senantiasa memberikan nasihat, saran, dan kritikan yang membuat tulisan penulis

    menjadi lebih baik. Terimakasih untuk setiap kesabaran atas kekurangan penulis dalam

    menulis Tugas Akhir. Begitu pun dengan Pdt. Nelman Weni dan Pdt. Ebenhaizer Nuban

    Timo sebagai dosen reviewer. Terima kasih untuk segala saran maupun kritikan yang

    diberikan agar penulis mampu memperbaiki kesalahan yang ada. Terima kasih juga

    penulis ucapkan kepada dosen wali penulis yaitu Ka Ira. Mangililo yang sudah menjadi

    kakak sekaligus ibu bagi penulis dan teman-teman lainnya. Terimakasih kak untuk segala

    motivasi, saran dan kasih sayang dan cinta yang diberikan kepada seluruh anak wali.

    Serta kepada seluruh Dosen, Pegawai dan Staff Tata Usaha Fakultas Teologi UKSW yang

    telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis dalam menambah sebanyak

    mungkin ilmu yang berguna bagi tugas dan pelayanan di tengah-tengah gereja dan

    masyarakat kedepannya.

    4. Bapak pdt Sonny Kristiantoro selaku supervisor lapangan penulis, selama PPL I-IV di

    GKI Soka Salatiga dan Ibu Pdt. Jean Malelak S.Th selaku supervisor lapangan PPL X

    penulis di Gereja Yakin Pariti dan seluruh keluarga besar Yakhin Pariti. Terima kasih

    karena telah memberikan banyak pelajaran yang baik sebagai pemimpin di dalam jemaat

    dan cara bersosialisasi yang baik dengan jemaat, yang nantinya akan sangat berguna bagi

    penulis dalam kelanjutan penulis sebagai pelayan yang melayani dengan sungguh. Serta

    untuk seluruh warga jemaat di GPIB Tamansari Salatiga, GP GPIB Tamansari.

    Terimakasih telah memberi kesempatan bagi penulis untuk dapat bergabung ke dalamnya.

    Adik-adik di Pusat Pengembangan Anak (PPA) Maranatha yang merupakan tempat PPL

    V penulis. Terima kasih karena telah menerima, membantu, menopang, dan menyayangi

    penulis.

    5. Ibu Pdt Chaterine, bapak Camat Wanukaka, tokoh-tokoh adat, seluruh majelis GKS

    Praibakul Pusat Lahihuruk dan juga seluruh masyarakat Desa Wanukaka, terimakasih

    telah memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian guna

    melengkapi penulisan Tugas Akhir.

    6. Keluarga tercinta sayayang menjadi pemberi semangat terbaik melalui doa, cinta dan

    kasih (Bapa, Mama, Kak Tonny dan adi Reymon) dan saudara-saudara saya yang lain

    yang selalu mendukung dan menopang saya dalam segala hal. Serta teman-teman dekat

  • viii

    saya (Mitha, Atha, Agnes, Giovanna, Hendra, Marsha, Majesty, Kirana) yang selalu

    menghabiskan waktu bersama dan memberikan semangat satu dengan yang lain. Serta

    teman-teman Teologi angkatan 2012 dengan semua kebersamaannya selama ini. Dan juga

    Semua yang pernah hadir dan menjadi penyemangat semasa perkuliahan. Terimakasih

    banyak untuk setiap cinta, kasih sayang dan nasehat yang diberikan, semuanya akan

    selalu diingat. Juga seluruh keluarga Perwasus, terimakasih untuk persaudaraan yang

    terjalin selama di Salatiga.

    7. Dan juga pihak-pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Terima kasih atas

    semua bantuan, topangan dan kerja samanya. TUHAN memberkati karya dan pelayanan

    kita. Amin

    Penulis

    Salatiga, 30 Mei 2017

  • ix

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .............................................................................. i

    LEMBAR PENGESAHAN .................................................................... ii

    PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ...................................................... iii

    PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ........................................... iv

    PERNYATAAN BEBAS ROYALTI DAN PUBLIKASI ..................... v

    KATA PENGANTAR ............................................................................ vi

    DAFTAR ISI .......................................................................................... ix

    MOTTO .................................................................................................. xi

    ABSTRAK .............................................................................................. xii

    1. Pendahuluan ........................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................ .1

    1.2 Rumusan Masalah dan Tujuan .................................................... 3

    1.3 Metode Penelitian ........................................................................ 4

    2. Ritual dan Budaya .............................................................................. 4

    2.1 Kesimpulan ................................................................................. .8

    3.Pasola Dalam Pandangan Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk. .. .9

    3.1 Gambaran Tempat Penelitian ...................................................... .9

    3.2 Asal Muasal Pasola Wanukaka ................................................... 10

    3.3 Pandangan Tokoh Adat Wanukaka Terhadap Pasola ................. 11

    3.4 Pandangan Gereja Terhadap Pasola ............................................ 12

    3.5 Pandangan Majelis, Jemaat dan Masyarakat Terhadap Pasola ... 14

  • x

    4. Pasola dan Kekristenan Sumba...........................................................16

    5. Kesimpulan ........................................................................................ 22

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 24

  • xi

    MOTTO

    “ Iman membuat segala yang kita lakukan menjadi mungkin, bukanlah menjadi

    mudah”

    “ Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan

    memperoleh harta yang berharga” Amsal 12:27

  • xii

    Abstrak

    Tujuan ini adalah sebuah upaya untuk mendeskripsikan alasan orang-orang

    Kristen Sumba hingga sekarang masih terus melakukan ritus Pasola. Pasola

    merupakan permainan adu ketangkasan yang dilakukan oleh dua kelompok

    berkuda yang saling berhadap-hadapan, kejar-mengejar seraya melempar lembing

    kayu kearah tubuh lawan.

    Metode penelitian yang digunakan yaitu metode Kualitatif dengan jenis

    penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian

    kualitatif adalah wawancara. Teknik ini untuk mengetahui alasan mengapa orang

    Kristen masih melakukan ritus Pasola.

    Kesimpuan dari hasil penelitian ini adalah ritual Pasola ini masih

    dilestarikan oleh masyarakat Sumba Barat hingga saat ini guna sebagai bentuk doa

    dan permohonan untuk hasil panen yang melimpah hingga sampai saat ini dan

    pasola telah menjadi sebuah budaya yang harus terus dilestarikan, makna yang ada

    yaitu sebagai pengucapan syukur maka orang-orang Kristen di Sumba masih terus

    melakukan ritus Pasola ini.

    Kata Kunci : Ritus, Pasola, Gereja Kristen Sumba (GKS), Marapu

  • 1

    Pendahuluan

    Setiap daerah pasti memiliki budaya yang secara turun temurun masih

    dipertahankan oleh orang Sumba termasuk didalamnya adalah warga Jemaat

    Gereja Kristen Sumba hingga sampai saat ini. Begitu pula dengan Pulau Sumba.

    Secara geografis, Pulau Sumba berbatasan dengan Sumbawa di sebelah Barat Laut,

    Flores disebelah Timur Laut, Timor disebelah Timur, dan Australia disebelah

    Selatan dan Tenggara. Selat Sumba terletak disebelah Selatan dan Barat. Pulau

    Sumba ini merupakan salah satu pulau yang memiliki 4 kabupaten dan termasuk ke

    dalam wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Keempat kabupaten tersebut adalah

    Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat dan Sumba Barat Daya.

    Pasola adalah perang adat yang dilakukan di atas kuda dengan melempar

    lembing kayu ke arah lawan. Pasola diadakan pada bulan Februari sampai Maret.

    Pasola berasal dari kata “sola” atau “hola”, yang berarti sejenis lembing kayu yang

    dipakai untuk saling melempar dari atas kuda yang sedang dipacu kencang oleh

    dua kelompok yang berlawanan. Setelah mendapat imbuhan “pa” (pa-sola, pa-

    hola), kata ini berarti permainan.1 Jadi pasola atau yang juga biasa disebut pahola

    berarti adalah sebuah permainan ketangkasan saling melempar lembing kayu dari

    atas punggung kuda yang sedang dipacu kencang antara dua kelompok yang

    berlawanan arah.2

    Pasola biasanya diselenggarakan di Sumba Barat setahun sekali pada bulan

    Februari di Kodi dan Lamboya, penyelenggaraan Pasola menjadi kegiatan yang

    dinanti-nantikan oleh masyarakat Sumba. Pasola ada juga diselenggarakan pada

    bulan Maret di Wanukaka. Pasola atau pahola ini sering dan selalu dilaksanakan di

    bentangan padang yang luas, dan disaksikan oleh seluruh warga Kabisu (Suku)

    dan Paraingu (kampung besar) dari kedua kelompok yang bertanding dan oleh

    kebanyakan masyarakat umum.

    Dalam pertandingan pasola atau pahola ini peserta permainan adalah pria

    pilih tanding dari kedua Kabisu yang harus menguasai dua keterampilan sekaligus

    1https://verykaka.wordpress.com/2008/04/14/tradisi-pasola-di-sumba-barat-ntt/.14102015

    2http://bisu-qsi.snmptn.web.id/id3/umum-2628/pasola_29145_bisu-qsi-snmptn.html.Diakses

    pada 10 November 2015

    https://verykaka.wordpress.com/2008/04/14/tradisi-pasola-di-sumba-barat-ntt/.14102015http://bisu-qsi.snmptn.web.id/id3/umum-2628/pasola_29145_bisu-qsi-snmptn.html.Diakses

  • 2

    yakni harus memacu kuda dalam kecepatan yang super tinggi dan kemudian saling

    melempar lembing atau yang biasa disebut hola bagi masyarakat Sumba. Pasola

    ini biasanya menjadi klimaks dari seluruh rangkaian kegiatan dalam rangka pesta

    nyale. Biasanya sebulan sebelum pelaksanaan Pasola, selalu dimaklumkan bulan

    pentahiran bagi setiap warga Paraingu dan pada saat pelaksanaan Pasola.

    Dipercaya bahwa darah yang tercucur dari pria yang terpilih dari warga kabisu dan

    paraingu sangat berkhasiat untuk kesuburan tanah dan kesuksesan panenan. Bila

    terjadi kematian yang disebabkan oleh permainan Pasola tersebut, ini dipandang

    sebagai bukti pelanggaran atas norma adat yang berlaku, termasuk bulan

    pentahiran menjelang upacara Pasola tersebut.3

    Pasola diawali dengan pelaksanaan adat nyale. Adat nyale adalah salah

    satu upacara rasa syukur atas anugerah yang didapatkan, yang ditandai dengan

    datangnya musim panen dan cacing laut yang melimpah di pinggir pantai. Adat

    tersebut dilaksanakan pada waktu bulan purnama dan cacing-cacing laut (dalam

    bahasa setempat disebut nyale) keluar di tepi pantai. Para Rato (pemuka suku) akan

    memprediksi saat nyale keluar pada pagi hari, setelah hari mulai terang. Setelah

    nyale pertama didapat oleh Rato, nyale dibawa ke majelis para Rato untuk

    dibuktikan kebenarannya dan diteliti bentuk serta warnanya. Bila nyale tersebut

    gemuk, sehat, dan berwarna-warni, pertanda tahun tersebut akan mendapatkan

    kebaikan dan panen yang berhasil. Sebaliknya, bila nyale kurus dan rapuh, akan

    didapatkan malapetaka.4 Setelah itu penangkapan nyale baru boleh dilakukan oleh

    masyarakat. Tanpa mendapatkan nyale, Pasola tidak dapat dilaksanakan. Pasola

    dilaksanakan di bentangan padang luas, disaksikan oleh segenap warga dari kedua

    kelompok yang bertanding, masyarakat umum, dan wisatawan asing maupun lokal.

    Setiap kelompok terdiri atas lebih dari 100 pemuda bersenjatakan tombak yang

    dibuat dari kayu berujung tumpul dan berdiameter kira-kira 1,5 cm. Walaupun

    berujung tumpul, permainan ini dapat memakan korban jiwa. Kalau ada korban

    3Lete. P. Boro, Pasola, Permainan Ketangkasan Berkuda Lelaki Sumba, Nusa Tenggara Timur,

    Indonesia (Jakarta: Obor tahun 1995), 1-2 4Mohammad. Najib, Demokrasi Dalam Perspektif Budaya Nusantara, Jilid 2 Demokrasi Dalam

    Perspektif Budaya Nusantara(Yogyakarta: LPKSM tahun1996), 45

    https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Adat_nyale&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Cacinghttps://id.wikipedia.org/wiki/Pantaihttps://id.wikipedia.org/wiki/Bulan_purnamahttps://id.wikipedia.org/wiki/Panenhttps://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Masyarakat_umum&action=edit&redlink=1https://id.wikipedia.org/wiki/Tombakhttps://id.wikipedia.org/wiki/Korban

  • 3

    dalam Pasola, menurut kepercayaan Marapu, korban tersebut mendapat hukuman

    dari para dewa karena telah melakukan suatu pelanggaran atau kesalahan.5

    Pada saat pelaksanaan Pasola, darah yang tercucur dari salah satu orang

    yang masuk dan ikut dalam ritual tersebut dianggap sangat berkhasiat untuk

    kesuburan tanah dan kesuksesan panen mereka.6 Mereka percaya bahwa kesuburan

    tanah dan kesuksesan panen yang mereka dapati adalah dikarenakan darah yang

    tercucur dari budaya Pasola yang sering mereka laksanakan. Berbeda dari

    pengertian Marapu tersebut, orang Kristen memahami bahwa kesuburan tanah dan

    kesuksesan panen semuanya berasal dari Tuhan, apa yang di tanam maka itu yang

    dituai. Jika menurut kepercayaan Marapu darah yang tercucur dapat menyuburkan

    tanah maka berbeda dengan pemahaman atau ajaran orang Kristen bahwa air hujan

    yang Tuhan turunkanlah yang dapat menyuburkan tanah dan kesuksesan panen dan

    dengan percaya penuh kepadaNya. Segala hal yang ada di bumi ini adalah

    pemberian dari Tuhan, maka Tuhan pula yang akan memberkati seluruhnya.

    Tuhanlah yang mengindahkan tanah, mengaruniainya kelimpahan dan membuat

    bumi sangat kaya.

    Meskipun memiliki ajaran tentang darah, kesuburan tanah dan kesuksesan

    panen yang berbeda, namun hingga saat ini orang Sumba yang di dalamnya adalah

    jemaat GKS, masih melakukan budaya7Pasola tersebut, dikarenakan Pasola

    adalah sebuah budaya. Sejauh ini tidak ada larangan dari GKS sendiri untuk

    melarang adanya Pasola tersebut.

    Berdasarkan apa yang telah di uraikan di dalam latar belakang masalah,

    rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah, Mengapa orang-orang Kristen

    Sumba masih melakukan ritus Pasola? Dengan munculnya rumusan masalah

    tersebut maka tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah Mendeskripsikan

    alasan orang-orang Kristen Sumba masih melakukan ritus Pasola.

    5Mohammad. Najib, 1996: 45

    6Mohammad. Najib, 1996: 45

    7Budaya menurut E.B. Taylor ialah suatu keseluruhan yang kompleks meliputi kepercayaan,

    kesusilaan, seni, adat istiadat, hukum, kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang sering dipelajari oleh manusia

    sebagai bagian dari masyarakat. Daniel L. Pals. Seven Theories of Religion. (Yogyakarta: IRCiSoD tahun 2011),

    30-35

    https://id.wikipedia.org/wiki/Dewahttps://id.wikipedia.org/wiki/Darahhttps://id.wikipedia.org/wiki/Tanah

  • 4

    Metode Penelitian

    Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah Metode

    Kualitatif yaitu penulis menggunakan metode penelitian pendekatn kualitatif

    dengan jenis penelitian deskriptif.

    Pendekatan kualitatif merupakan suatu pendekatan atau suatu penulusuran

    untuk mengeksplorasi dan untuk memahami suatu gejala yang sentral dan untuk

    mengerti gejala-gejala tersebut peneliti harus mewawancarai partisipan yang akan

    diteliti dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang umum dan juga agak

    luas.8 Pendekatan ini beda dari pendekatan kuantitatif yang menggunakan dan

    memerlukan pertanyaan-pertanyaan yang rinci. Dalam pendekatan kualitatif

    biasanya akan dimulai dengan yang umum namun kemudian akan meruncing dan

    mendetail. Bersifat umum karena dalam pendekatan ini peneliti ingin agar

    partisipan dapat mengungkapkan pikiran dan pendapatnya tanpa dibatasi oleh

    peneliti, sehingga peneliti memberikan peluang yang seluas-luasnya, sehingga

    terpusat.

    Pertama adalah teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian

    kualitatif adalah wawancara. Wawancara, adalah upaya yang dilakukan seseorang

    atau suatu pihak untuk mendapatkan keterangan, atau pendapat mengenai sesuatu

    hal yang diperlukannya untuk tujuan tertentu, dari seseorang atau pihak lain

    dengan cara tanya jawab. Dalam penelitian ini, informan yang akan penulis

    wawancarai adalah Jemaat Gereja Kristen Sumba.

    Fokus dari penelitian ini adalah desa Wanukaka yang berjarak sekitar 76 km

    dari Waikabubak, Sumba Barat. Mengapa penulis memilih Wanukaka sebagai

    tempat penilitan? Karena desa Wanukaka merupakan tempat pelaksanaan ritus

    Pasola tersebut dan juga masyarakat Wanukaka merupakan tempat berkumpulnya

    pemeluk Marapu yang kini telah berpindah dan memeluk agama Kristen Protestan.

    Dalam penelitian ini, dibutuhkan informan-informan yang mampu

    memahami tujuan penelitian penulisan ini, supaya dapat menjawab setiap

    pertanyaan para informan tersebut adalah Camat Wanukaka, pendeta dan majelis

    8Muhamad Nasir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), 63-65

  • 5

    GKS Praibakul Pusat Lahihuruk, masyarakat, dan mantan Rato yang sudah beralih

    dan memeluk agama Kristen.

    Ritual dan Budaya

    Menurut E.B Taylor yang dikutip oleh Sulasman dan Setiagumilar,

    Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan,

    kesenian, moral, hokum, adat-istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang

    didapatkan oleh manusia sebagai anggota sekelompok masyarakat.9Kebudayaan

    adalah segala hal yang tercermin dalam realitas apa adanya di masyarakat. Dengan

    demikian, dalam pengertian, kebudayaan adalah makna, nilai, adat, ide, dan simpol

    yang relatif. Budaya adalah merupakan suatu cara hidup yang berkembang dan

    dimiliki bersama oleh sekelommpok orang dan diwariskan dari generasi ke

    generasi.10

    Kebudayaan dapat dikatakan sebagai persoalan yang sangat luas, tetapi

    esensinya adalah bahwa kebudayaan itu melekat dengan diri manusia. Artinya,

    manusia adalah pencipta kebudayaan dan kebudayaan itu lahir bersama dengan

    kelahiran manusia.11

    Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.

    Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang

    dimiliki oleh kebudayaan itu. Kebudayaan dapat diartikan sebagai fenomena sosial

    yang tidak dapat dilepaskan dari perilaku atau tindakan warga mmasyarakat yang

    mendukung atau menghayatinya.12

    Dalam sebuah kebudayaan selalu ada hal yang wajib dilakukan, seperti

    upacara, perayaan dan lain sebagainya yang dilakukan oleh sekelompok

    masyarakat di sebuah tempat tertentu. Kegiatan keagamaan wajib yang dilakukan

    itu biasa dikenal sebagai ritus yang sering bahkan sudah menjadi sebuah kewajiban

    yang dilakukan sesuai dengan waktu, tempat, tata cara yang sudah disepakati dari

    nenek moyang. Ada perbedaan tersendiri mengenai apa arti dari ritus dan ritual

    yang perlu untuk diketahui bersama. Ritus adalah merupakan sesuatu yang sakral,

    9Sulasman, Setiagumilar, Teori-Teori Kebudayaan Dari Teori Hingga Aplikasi (Bandung: CV Pustaka

    Setia, 2013),17 10

    Sulasman, Setiagumilar, 2013: 20 11

    Sulasman, Setiagumilar, 2013: 28 12

    Sulasman, Setiagumilar, 2013:29

  • 6

    artinya hal itu merupakan hal yang suci dan keramat. Kemudian ritual, ritual

    berhubungan dengan sesuatu yang berupa tindakan sosial.

    Namun, Ritual dan ritus merupakan sebuah tata cara dalam sebuah upacara

    yang dilakukan oleh sekelompok umat yang menganut suatu agama tertentu, yang

    kemudian ditandai dengan adanya berbagai macam unsur-unsur dan komponen-

    komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara tersebut dilakukan,

    alat-alat yang digunaan dalam upacara tersebut, serta orang-orang yang

    menjalankan upacara tersebut. 13

    Ritual dan ritus dilakukan dengan sebuah tujuan

    yaitu untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari sebuah pekerjaan

    yang dilakukan. Seperti upacara menolak bala dan upacara karena perubahan atau

    siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan, kematian dan

    tujuan-tujuan lainnya yang menjadi keinginan dari yang melakukan ritual atau ritus

    tersebut.14

    Sistem ritus berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan

    kebaktianya terhadap Tuhan, Dewa-dewa, roh nenek moyang, dan dalam usahanya

    untu berkomunikasi dengan Tuhan Sang pencipta. Ritus dan ritual biasanya

    berlangsung berulang-ulang atau sudah terjadwalkan. Suatu ritus atau ritual terdiri

    dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu-dua atau beberapa tindakan, seperti:

    berdoa, berpuasa, bertapa dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya.15

    Upacara

    ritual atau ceremony adalah sistem atau rangkaian tindakan yang ditata oleh adat

    atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai

    macam peristiwa yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan

    tersebut.16

    Ritual juga dapat ditinjau dari dua segi: tujuan (makna) dan cara. Dari segi

    tujuan, ada ritual yang tujuannya bersyukur kepada Tuhan, ada ritual yang

    tujuannya mendekatkan diri kepada Tuhan agar mendapatkan keselamatan dan

    rahmat; dan ada yang tujuannya meminta ampun atas kesalahan yang dilakukan.

    Adapun dari segi cara, ritual dapat dibedakan menjadi dua: individual dan kolektif.

    13Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial, ( Jakarta: Dian Rakyat, 1985), 56

    14

    Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),

    95

    15

    Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, (Jakarta: UI Pres, 1987), 81

    16

    Koentjaraningrat, 1987:190

  • 7

    Sebagian ritual dilakukan secara perorangan,bahkan ada yang dilakukan dengan

    mengisolasi diri dari keramaian, seperti meditasi, bertapa, dan yoga. Ada pula

    ritual yang dilakukan secara kolektif (umum), seperti khotbah, salat berjamaah,

    haji, dan lain sebagainya.

    Sebuah ritual dan ritus juga identik dengan suatu kepercayaan terhadap

    kekuatan yang tak kasat mata, dalam hal ini disebut sebagai ilmu gaib. Terkait

    dengan hal mengungkapkan bahwa “ilmu gaib” magic adalah teknik-teknik atau

    kompleks cara-cara yang digunakan manusia untuk mempengaruhi alam sekitarnya

    menurut kehendak manusia”.17

    Salah satu tokoh antropologi yang membahas

    mengenai ritual adalah Victor Turner. Ia meneliti tentang proses ritual pada

    masyarakat Ndembu di Afrika Tengah. Menurut Turner, ritus-ritus yang diadakan

    oleh suatu masyarakat merupakan penampakan dari keyakinan religius.18

    Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang untuk mau

    melakukan dan juga mentaati tatanan sosial tersebut yang sudah ada. Ritus-ritus

    tersebut juga memberikan motivasi dan nilai-nilai pada tingkat yang paling

    dalam.19

    Dari penelitiannya ia dapat menggolongkan ritus ke dalam dua Bagian,

    yaitu ritus krisis hidup dan ritus gangguan.20

    Pertama adalah ritus krisis hidup, yaitu

    ritus-ritus yang diadakan untuk mengiringi krisis-krisis hidup yang dialami

    manusia. Krisis, karena ia beralih dari satu tahap ke tahap berikutnya. Ritus ini

    meliputi kelahiran, pubertas, perkawinan dan kematian. Ritus-ritus ini tidak hanya

    berpusat pada individu, melainkan juga tandaadanya perubahan dalam relasi sosial

    diantara orang yang berhubungan dengan mereka, dengan ikatan darah,

    perkawinan, kontrol sosial dan sebagainya.21

    Kedua adalah ritus gangguan. Dalam

    ritus gangguan ini masyarakat Ndembu menghubungkan nasib sial dalam berburu,

    ketidak teraturan reproduksi pada para wanita dan lain sebagainya dengan tindakan

    17

    Koentjaraningrat, 1987:216

    18 Y. W Wartajaya Winangun, Masyrakat BebasStruktur, Liminitas dan Komunitas Menurut Victor Turner, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 11

    19

    Y. W Wartajaya Winangun, 67 20

    Y. W Wartajaya Winangun, 21 21

    Y. W Wartajaya Winangun, 21

  • 8

    roh orang yang mati. Roh leluhur menganggu orang sehingga membawa nasib

    sial.22

    Ritual dalam sebuah agama mempunyai maksud dan tujuan tertentu sesuai

    dengan apa yang diajarkan dalam agama tersebut. Bentuk ritual juga berbeda-beda.

    Sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Menurut Turner, ritus atau

    ritual mempunyai beberapa peranan antara lain, Pertama ritus dapat

    menghilangkan konflik. Kedua, ritus dapat mengatasi perpecahan dan membangun

    solidaritas masyarakat. Ketiga, ritus dapat mempersatukan dua prinip yang

    bertentangan. Dan dengan ritus orang mendapat kekuatan dan motivasi baru untuk

    hidup dalam bermasyarakat sehari-hari.Dengan demikian, suatu ritus atau ritual,

    mengikuti pendapat Turner, bisa mengungkapkan seperangkat nilai pada tingkat

    yang paling dalam.23

    Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa ritual dan ritus merupakan

    serangkaian perbuatan keramat atau kebudayaan yang dilakukan oleh sekelompok

    orang dengan menggunakan alat-alat tertentu, tempat, dan cara-cara tertentu pula

    untuk mendukung keberlangsungan ritual yang dilakukan. Namun ritual dan ritus

    mempunyai fungsi yang sama yaitu untuk berdoa yang dilakukan untuk

    mendapatkan suatu berkah.

    Ritual-ritual yang sering kita temui dan alami dalam kehidupan sehari hari

    adalah ritual siklus kehidupan, yakni ritual kelahiran, ritual pernikahan dan ritual

    kematian. Ritual-ritual tersebut tidak bisa dilepas dari suatu masyarakat beragama

    yang meyakininya. Selain tiga ritual yang paling sering terlihat di tempat-tempat

    atau daerah-daerah yang masih melakukan ritual, ada pula sebuah ritual yang di

    lakukan guna meminta berkat dan juga berterimakasih atas berkat yang sudah

    didapat seperti panen yang berhasil dan memohon panen yang baik untuk waktu

    kedepan yaitu Pasola.

    22

    Y. W Wartajaya Winangun, 22 23

    Y. W Wartajaya Winangun, 24

  • 9

    Pasola dalam Pandangan Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

    Gambaran Tempat Penelitian

    Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu dari 21 Kabupaten yang ada

    di dalam wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan ibukota kabupaten

    yaitu Waikabubak. Kabupaten Sumba Barat memiliki luas daerah 737,42 Km², dan

    letak geografis pada 9°22’24,47” LS – 9°47’50,14” LS dan 119°6’43,61” BT –

    119°32’5,87” BT. Masing-masing wilayah kecamatan di Kabupaten Sumba Barat

    adalah sebagai berikut, Pertama, kecamatan Lamboya dengan ibukota Kabukarudi

    (luas wilayah 286,88 km2). Kedua, kecamatan Wanukaka dengan ibukota Labi

    Huruk (luas wilayah 133,68 km2). Ketiga, kecamatan Loli dengan ibukota

    Dedekadu (luas wilayah 132,36 km2). Keempat kecamatan Kota Waikabubak

    dengan ibukota Waikabubak (luas wilayah 44,71 km2), dan yang kelima adalah

    kecamatan Tana Righu dengan ibukota Malata (luas wilayah 139,79 km2).

    Jumlah desa dan kelurahan di tiap kecamatan di Kabupaten Sumba Barat

    adalah 45 desa dan 8 kelurahan, yang terdiri dari Kabupaten Lamboya 13 desa,

    Kabupaten Wanokaka 10 desa, Kabupaten Loli 6 desa dan 2 kelurahan,

    Kabupaten Waikabubak 5 desa dan 6 kelurahan, dan Kabupaten Tana Righu 11

    Desa.24

    Dan yang menjadi tempat peneilitian adalah Kecamatan Wanukaka dengan

    ibukota Lahi Huruk yang memiliki luas wilayah 133,68 km2, yang menjadi tempat

    pelaksaan ritus Pasola. Ada dua tempat yang menjadi terlaksananya ritus Pasola

    ini yaitu di Sumba Barat Daya (Kodi) dan juga di Sumba Barat yaitu desa

    Wanukaka. Penulis melakukan penelitiannya di Sumba Barat yaitu desa

    Wanukaka.

    24

    http://visitsumbaisland.blogspot.co.id/2011/06/kabupaten-sumba-barat.html. Diakses 20 Mei 2016

    http://visitsumbaisland.blogspot.co.id/2011/06/kabupaten-sumba-barat.html

  • 10

    Asal Muasal Pasola Wanukaka

    Pasola Wanukaka berawal dari seorang laki-laki yang bernama Umbu

    Dulladan seorang wanita bernama Rabu Kaba. Umbu Dulla merupakan suami dari

    Rabu Kaba. Pada suatu hari Umbu Dulla pergi memancing di Weitenadi

    Hagaroriselama 2 sampai 3 malam. Kemudian ada perahu dari Kodi berlabuh di

    Waibukudan melakukan pancing juga. Rabu Kaba saat itu sedang berada di

    Waiwuangdan orang Kodi tersebut sedang mandi di mata air di Waiwuangdan pada

    saat yang sama juga Rabu Kaba pergi menimbah air di mata air tersebut dan

    bertemulah Rabu Kaba dengan orang Kodi tersebut. Pertama kali bertemu saat itu

    mereka hanya saling berpandangan, dan pada pertemuan di hari selanjutnya yaitu

    hari kedua orang kodi tersebut bertanya “ ini mama dari mana ?” kemudian Rabu

    Kaba menjawab “saya dari Waiwuanglalu bapa dari mana ?”, orang Kodi itu

    menjawab “saya dari Kodi” dan percakapan-percakapan lainnya. Dan ketiga

    kalinya mereka berdua sudah saling berbicara dan saat itulah timbul rasa-rasa

    tertarik antara keduanya. Karena sudah tertarik dengan orang Kodi ini, Rabu Kaba

    lupa dengan suaminya Umbu Dulla yang sedang memancing di Weitena. Keempat

    kalinya mereka melakukan perjanjian untuk pergi ke Kodi dan akhirnya orang

    Kodi ini membawa pergi Rabu Kaba ke Kodi.

    Setelah beberapa jam warga Waiwuangmenyadari kalau Rabu Kaba tidak

    ada dan ada yang melihat kalau Rabu Kaba tadi naik ke perahu. Akhirnya Umbu

    Dulla memerintahkan seluruh rakyat Waiwuang untuk mencari Rabu Kaba.

    Kemudiam, Rabu kaba meminta pertanggungjawaban Orang Kodi untuk menganti

    semua Belis yang sudah diberikan oleh Umbu Dulla, dan Orang Kodit tersebut

    menyanggupinya hingga akhirnya mereka menggelar pesta pernikahan. Sementara

    itu Umbu Dulla berpesan kepada rakyatnya di Waiwuang untuk mengadakan pesta

    Nyale dalam bentuk Pasola.25

    Sebelum pelaksanaan Pasola, harus dilaksanakan upacara adat yang

    bernama 'Nyale' terlebih dahulu. Upacara Nyale adalah upacara menyambut

    kedatangan musim panen yang ditandai kemunculan cacing laut di pesisir pantai.

    Para pemuka suku yaitu Rato, memprediksi kemunculan Nyale (cacing laut) di

    25 Wawancara denga Mantan Rato ( 1)

  • 11

    pantai saat pagi hari. Waktu penyelenggaraan Pasola sangat bergantung pada

    hitungan para tetua adat Rato yang menafsirkan berbagai tanda-tanda alam,

    termasuk peredaran bulan. Perhitungan para Rato ini tidak pernah meleset.

    Buktinya, setiap hari pelaksanaan Pasola, di tepi pantai biasanya terdapat banyak

    nyale (cacing laut) sebagai tanda dimulainya permainan Pasola.Setelah

    pengambilan Nyale dilaksanakan, baru lah Pasola dapat diselenggarakan.

    Penyelenggaraan Pasola biasa dilakukan secara bergiliran yakni antara bulan

    Februari hingga bulan Maret di setiap tahun.26

    Pandangan Tokoh adat Wanukaka Terhadap Pasola

    Menurut orang Wanukaka, dengan melakukan ritual Pasola mereka merasa

    bahagia, kebahagiaan yang tidak dapat diukur dengan apapun. Orang Wanukaka

    tidak pernah merasa rugi sedikitpun, walaupun begitu banyak rancangan acara

    yang dilakukan seperti memotong kerbau, babi dan yang lainnya untuk menyambut

    orang-orang yang datang untuk menyaksikan ritual ini. Mereka tidak pernah

    merasa rugi sedikitpun karena mereka merasa berkat yang melimpah akan turun

    atas mereka. “kami sama sekali tidak merasa rugi ketika melakukan ritual ini,

    walaupun cukup banyak dana yang kami keluarkan untuk ritual ini, tetapi kami

    sangatmerasa bahagia dengan melakukan ritual ini, saat-saat beginilah yang kami

    warga Sumba tunggu-tunggu”27

    Dengan adanya Nyale itu berarti kepuasan itu

    sangat dirasakan karena mereka yakin bahwa usaha apapun yang mereka lakukan

    seperti bertani dan lain sebagainya akan diberkati oleh sang pencipta.28

    “Ketika

    mendapat Nyale para Rato mulai menghitung dan semuanya baik, hati juga lega

    karena itu berarti semuanya baik-baik saja”29

    Ritual dan atraksi Pasola yang

    diselanggarakan oleh komunitas Marapu yang merupakan agama lokal dari Sumba

    bermakna sebagai ucapan syukur kepada pencipta langit dan bumi atas segala

    berkatnya di bidang pertanian dan peternakan.30

    26

    Wawancara dengan Mantan Rato (2) 27

    Wawancara dengan Mantan Rato (3) 28

    Wawancara dengan Mantan Rato (4) 29

    Wawancara dengan Mantan Rato (5) 30

    Wawancara dengan Camat Wanukaka (1)

  • 12

    Makna sosiologis dari Pasola disampaikam oleh Camat Wanukaka. Pasola

    adalah Pertama, dengan adanya ritual Pasola ini maka semakin memperkuat

    hubungan manusia dengan alam semesta, bagaimana dijaga keseimbangan antara

    perbuata manusia dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan kondisi alam

    yang ada dan tersedia. Kemudian yang kedua adalah mempererat hubungan

    manusia dengan penciptanya, dalam arti bahwa manusia menyadari bahwa dia

    memiliki keterbatasan karena itu ungkapan syukur sesungguhnya adalah bentuk

    dari ketakutan, bentuk dari pengharapan terhadap penciptabahwa dia selalu

    berharap berkat dan tidak mendapat rintangan dan hambatan dalam kehidupan

    kesehariannya, dan kemudian yang terakhir ini sangat jelas yaitu membangun

    hubungan baik antara sesama manusia yag ikut melaksanakan ritual tersebut.

    Pandangan Gereja Terhadap Pasola

    Apa itu Pasola? Pasola merupakan ritual yang selalu dilakukan pada saat

    menjelang panen, ini dilakukan sebagi pengucapan syukur atas berkat-berkat yang

    didapati juga untuk permohonan meminta berkat yaitu hasil panen yang melimpah.

    Ini sering dilakukan bahkan hingga saat ini. “Dan kami pun selalu mengikutinya”

    ucap seorang Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk Pasola.

    Menurut GKS Praibakul Pusat Lahihuruk,Pasola merupakan sebuah

    pengucapan syukur atas berkat-berkat yang didapati juga untuk permohonan

    meminta berkat yaitu hasil panen yang melimpah. Memang sudah seharusnya

    manusia haruslah selalu mengucap syukur atas segala berkat yang sudah diterima

    dalam kehidupan. Mengucap syukur seharusnya menjadi gaya hidup setiap orang

    Kristen, karena hal itu merupakan kehendak Allah. Tuhan ingin kita mengucap

    syukur dalam segala hal, bukan hanya saat kita menerima berkat saja, tetapi juga

    saat kita menghadapi kesulitan dan masalah hidup."Mengucap syukurlah dalam

    segala hal,sebab itulah yang dikehendaki Allahdi dalam Kristus Yesus bagi kamu."

    (1 Tesalonika 5:18). Orang Kristen sejati adalah orang yang menyadari

    keberadaannya di hadapan Penciptanya. Karena ia sadar akan ketidaklayakannya,

    menyadari bahwa hidupnya harus senantiasa diisi dengan ungkapan syukur.

    Terkadang ada begitu banyak persoalan hidup yang manusia hadapi, dan seringkali

    http://alkitab.mobi/?1Tesalonika+5:18

  • 13

    tanpa manusia sadari persoalan itu membuat manusia menjadi lemah, kecewa,

    kehilangan pengharapan, bahkan sampai-sampai manusia seolah-olah merasa putus

    asa. Persoalan hidup yang paling berat adalah ketika manusia merasakan tidak ada

    berkat dalam kehidupannya. Inilah yang patut untuk manusia perhatikan, baha

    dlam keadaan apapun manusia haruslah selalu mengucap syukur, karena Tuhan

    selalu menyiapkan berkat bagi setiap umatnya.31

    Pasola adalah cara untuk melestarikan budaya Sumba. Makna dari Pasola

    tersebut merupakan sebuah pengungkapan ucapan syukur kepada sang

    Pencipta.32

    Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh pendeta GKS Praibakul Pusat

    Lahihuruk yaitu

    Memang benar bahwa ucapan syukur kepada sang pencipta bisa saja dengan

    cara yang lain, akan tetapi dari turun-temurun warga Sumba terkhususnya

    warga Wanokaka sudah melakukan ritual ini dengan maksud dan tujuan

    sebagai ungkapan syukur, ini hanya sebagai sebuah ritual yang selalu

    dilakukan guna untuk menjaga kelestarian budaya yang ada.33

    Hubungan antara pengucapan syukur dengan pasola semata-mata hanyalah

    sebuah ritual yang sudah terjadwalkan. Namun jika dilihat lebih jauh kedalam

    maka seperti dikatakan oleh seorang pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk,

    Pasola menjadi sarana besar bagi warga Sumba untuk mengungkapkan ucapan

    syukur kepada Tuhan, karena ritual Pasola dilaksanakan guna sebagai pengucapan

    syukur atas berkat yang diterima (panen yang melimpah) dan juga permohonan

    akan berkat yang akan diterima. Bagi orang-orang yang masih memeluk

    kepercayaan Marapu, mereka biasanya dalam ritual ini mereka memohon dan

    mengucapkan syukur kepada Tuhan yang mereka sembah yaitu menurut

    kepercayaan Marapu, akan tetapi bagi yang sudah memeluk agama Kristen,

    mereka akan memohon dan mengucapkan syukur pada Tuhan Yesus Kristus sesuai

    dengan ajaran kekristenan yang diajarkan.34

    31Wawancara dengan Pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk (1)

    32

    Wawancara dengan Pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk (2)

    33

    Wawancara denga Pendeta GKS Praibakul Lahihuruk (3)

    34Wawancara dengan Camat Wanukaka (2)

  • 14

    Pandangan Majelis, Jemaat dan Masyarakat Terhadap Pasola

    Ritual Pasola merupakan budaya yang akan selalu melekat pada setiap jiwa

    orang Sumba. Karena sudah secara turun-temurun dari nenek moyang. Sejak dari

    kecil masyarakat sudah sering mengikuti ritual ini, sudah menjadi kewajiban bagi

    masyarakat setempat. “Saya pun sering sekali mengikuti ritual Pasola ini, karena

    jujur keluarga saya masih memeluk kepercayaan Marapu” Begitulah ungkapan dari

    seorang pendeta yang sedang melayani di Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk.

    Beliau mengatakan bahwa, kita harus tetap menjaga dan melestarikan apa yang

    telah menjadi khas dari budaya Sumba. Begitu banyak pendatang yang datang dari

    tempat-tempat yang jauh untuk dapat merasakan dan menikmati ritual ini, jadi

    sebagai warga Sumba maka perlu untuk melihat ini sebagai sebuah budaya yang

    patut untuk di banggakan, tetapi perlu bagi masyarakat Sumba yang sudah

    memeluk agama Kristen untuk memutar balikan pandangan tentang ritual ini.

    Bukan lagi menyembah kepada Marapu tetapi kepada Tuhan yang menciptakan

    dunia ini. “Karena nenek moyang dulu melakukan ini untuk menaikan doa syukur

    dan meminta berkat kepada Marapu, maka kita yang sekarang yang sudah punya

    agama ini membalikan hal itu”35

    ucap pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

    Selain pendeta yang sedang melayani di GKS Praibakul Pusat Lahihuruk,

    ada juga ungkapan-ungkapan dari para Majelis dan Jemaat yang mengatakan

    bahwa hampir seluruh majelis dan jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

    mengikuti ritual Pasola ini setiap bulan Februari dan bulan Maret. “Tetapi saya

    dan beberapa orang majelis biasanya hanya mengikuti acara puncaknya saja,

    karena itu yang paling ramai”36

    ungkap seorang Majelis. “Kalau saya lebih senang

    ikut dari awal dari nyale, karena suasananya lebih terasa”37

    ucap seorang Jemaat.

    Dengan dilakukannya ritual ini juga, karena adanya rasa keterpanggilan

    untuk bersama-sama mengekspresikan budaya di tengah-tengah kehidupan

    masyarakat. Pada sisi yang lain juga masyarakat mengambil hikmah bahwa

    peristiwa budaya dalam ritual dan aktraksi Pasola itu adalah ungkapan daripada

    35

    Wawancara dengan pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk (4)

    36 Wawancara dengan Majelis GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

    37 Wawancara dengan Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

  • 15

    hasil kreasi manusia, dengan kata lain tentunya dengan hubungannya dengan ritual

    itu menjadi tanggungjawab masyarakat yang memeluk agama Marapu. Dari sisi

    atraksinya itu menjadi hal yang dapat dinikmati oleh semua orang dan semua

    agama. 38

    Meskipun bagi yang sudah beragama Kristen, mereka tetap melakukan

    ritual ini, tetapi tidak begitu mendalami makna dari ritual ini ketika pada saat

    mereka belum masuk agama Kristen, karena mereka menganggap bahwa ritual

    Pasola ini adalah merupakan budaya yang diciptakan oleh nenek moyang mereka

    dan harus terus dilaksanakan, karena budaya tersebut sudah mmendarah daging

    dalam diri mereka sehingga sangat sulit untuk dilepaskan begitu saja.

    Menurut masyarakat Wanukaka ritualPasola ini akantetap ada dan akan

    tetap bertahan, karena dalam sebuah keluarga pasti selalu ada salah satu anggota

    keluarga yang diwariskan untuk menjadi Rato guna untuk memimpin ritual Pasola

    tersebut. Dan yang sudah masuk ke dalam agama Kristen tetap mendukung dengan

    cara ikut melaksanakan dan mengikuti ritual tersebut. 39

    Sehubungan dengan ritualnya, ritual ini memang tidak akan habis, namun

    jika dilihat dari aktaraksi-aktrasi yang ada didalamnya kemungkinan besar akan

    dikurangi atau bahkan akan dihilangkan karena jika mau dilihat ini merupakan

    sebuah tindak kekerasan antara satu dan yang lainnya. Walaupun ini hal yang biasa

    bagi warga Sumba karena makna yang ada dalam perang ini adalah darah yang

    tercucur akan memberkati tanah, dan juga orang-orang yang melakukan perang

    saling melempar lembu ini adalah orang-orang yang sudah sangat siap dan sudah

    terlatih. Tetapi semakin hari semain banyak orang-orang dari luar pulau Sumba

    yang datang dan ikut menyaksikan perang ini dan apalagi semakin hari,

    masyarakat disini semakin pintar dan berwawasan luas karena sekolah yang tinggi

    dan juga hukum-hukum yang dibuat maka ini akan dilihat sebagi tindak kekerasan

    dan dapat menyebabkan kematian. Akan tetapi bagi warga Sumba, makna dari

    ritual ini tidak akan pernah hilang. 40

    38

    Wawancara dengan Camat Wanukaka (3) 39

    Wawancara denga Mantan Rato (3)

    40

    Wawancara dengan Camat Wanukaka (3)

  • 16

    Tetapi untuk memastikan bahwa apakah ritual ini akan hilang ataupun tidak

    masyarakat Wanukaka yakin bahwa ritual ini tidak akan pernah hilang, karena jika

    hilang maka hilang pula kekhasan yang ada pada masyarakat Sumba, dan hal yang

    menjadi kegembiraan tersendiri bagi masyarakat Sumba pun akan hilang dan

    lenyap. Sumba akan menjadi sepi karena ritual ini sangat meramaikan dan juga

    antara desa satu dan desa-desa lainnya tidak bisa bertemu lagi karena ritual ini juga

    dapat membangun tali persaudaraa antara seluruh masyarakat Sumba.

    Pasola dan Kekristenan Sumba

    Berdasarkan teori yang diambil dan dikaitkan dengan hasil penelitian, dapat

    dilihat bahwa dalam sebuah kebudayaan selalu ada hal yang wajib dilakukan,

    seperti upacara, perayaan dan lain sebagainya yang dilakukan oleh sekelompok

    masyarakat di sebuah tempat tertentu. Hal wajib yang dilakukan itu dikenal

    sebagai sebuah ritual dan ritus yang menjadi sebuah kewajiban yang dilakukan

    sesuai dengan waktu, tempat, tata cara dan lain sebagainya yang sudah disepakati

    dari nenek moyang dan diteruskan oleh generasi-generasi mendatang. Di Sumba

    hal wajib atau ritus atau ritual yang wajib di lakukan adalah Pasola. Pasola

    dilakuan oleh sekelompok orang yaitu warga Wanukaka di sebuah tempat yang

    sudah menjadi tempat khusus dilakukannya ritus atau ritual ini.

    Berbicara mengenai ritus dan ritual yang merupakan sesuatu yang sakral,

    artinya bahwa hal itu merupakan hal yang suci dan keramat dan yang kemudian

    berhubungan dengan sesuatu yang berupa tindakan sosial. Hal yang suci dan

    keramat berarti bahwa hal itu adalah sesuatu yang dihormati, dihargai, dijaga dan

    bahkan dilestarikan secara turun-temurun dan merupakan sesuatu yang tidak akan

    pernah musnah. Begitu juga dengan ritual Pasola yang selalu dilakukan oleh

    masyarakat Sumba adalah merupakan sesuatu yang harus dijaga dan dilestarikan.

    Seperti sebuah teori kebudayaan yang diungkapkan oleh Taylor,

    Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup mengenai sebuah pengetahuan,

    keyakinan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan serta kebiasaan

  • 17

    yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota sekelompok masyarakat.41

    Artinya

    sebuah ritus atau ritual yang dilakukan merupakan sebuah kesenian, moral dan lain

    sebagainya yang merupakan sebuah kebudayaan yang akan terus-menerus

    dilaksanakan.

    Ritus Pasola merupakan sebuah kesenian dari budaya Sumba. Selain

    menjadi sebuah kesenian khusus masyarakat Sumba, ritus Pasola ini juga

    merupakan sebuah adat-istiadat dari masyarakat Sumba sendiri, terkhususnya

    warga Wanukaka. Jika kita melihat arti dari adat-istiadat itu sendiri merupakan

    sebuah aturan yang harus ditaati dan dilakukan sejak dahulu kala, berarti pada

    waktu yang sudah ditentukan adat-istiadat yang adalah Pasola ini haruslah

    dilaksanakan dan tidak boleh terlupakan atau terabaikan sedikit pun. Kemudian,

    ritus Pasola ini juga sudah merupakan sebuah kebiasaan. Kebiasaan yang saat

    waktunya tiba maka ritus ini akan dan bahkan harus dilaksanakan. Ritus Pasola

    telah menjadi kebiasaan-kebiasaan masyarakat Sumba yang tidak lagi bisa

    dihilangkan.

    Dari hasil penelitian yang ada, teori yang di gunakan adalah teori ritual.

    Sebuah teori ritual dari salah satu tokoh antropologi Turner. Ia mengatakan bahwa

    Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang untuk mau melakukan dan

    juga mentaati tatanan sosial yang sudah ada. Disini berarti bahwa orang-orang

    dalam sebuah kelompok harus saling berinteraksi atas dasar status dan peranan

    sosial yang sudah diatur. Sama halnya ketika dalam pelaksanaan ritus Pasola ada

    terjadi sebuah pembentukan tatanan sosial yaitu sang Rato yang bertugas sebagai

    pemimpin ritual ini dan lain sebagainya.

    Pasola merupakan sebuah ritus atau ritual yang dilakukan guna mendorong

    orang-orang untuk melakukan dan mentaati tatanan sosial yang ada, seperti yang

    sudah dijelaskan diatas yaitu orang-orang yang mengikuti ritus Pasola ini mereka

    mengikuti perintah dari sang Rato ketika ia memprediksi kemuncuan Nyale

    (cacing laut) karena itu merupakan tanda-tanda yang akan dihitung oleh para

    Ratodalam menafsirkan tanda-tanda alam. karena Pasola merupakan ritus secara

    turun-temurun yang pada dasarnya semua warga mengikuti ritus tersebut saat

    41

    Sulasman, Setiagumilar, Teori-Teori Kebudayaan dari Teori Hingga Aplikasi (Bandung: CV Pustaka

    Setia, 2013),17

  • 18

    diselenggarakan, dan guna dari masih diadakannya ritus ini adalah agar sesama

    warga di Sumba, dari desa lainnya dapat berkumpul untuk bersama-sama

    melaksanakan ritus ini dan mereka dapat berinteraksi antara yang satu dan yang

    lainnya.

    Menurut Turner, ritus dan ritual mempunyai beberapa peranan yang jika

    dikaitkan dengan hasil penelitian, ritus Pasola dapat menghilangkan konflik. Jelas

    saja dapat menghilangkan konflik, karena ritus Pasola ini diselanggarakan dan

    diikuti oleh beberapa kelompok dari berbagai desa-desa yang ada dalam pulau

    Sumba. Didalamnya timbul rasa kekeluargaan yang tinggi karena tujuan mereka

    mengikuti ritus ini sama yaitu untuk mengungkapkan rasa syukur dan memohon

    berkat. Sehingga dengan tujuan yang sama maka timbullah rasa kekeluargaan dan

    juga dapat mengatasi perpecahan. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa disaat

    inilah yaitu pada saat ritus Pasola dilaksanakan maka orang-orang yang datang

    dari berbagai-bagai tempat dan berbagai desa melakukan interaksi antara satu dan

    yang lainnya sehingga tidak terjadi perpecahan antara satu kelmpok atau satu

    individu dengan kelompok atau individu lainnya. Kemudian juga dapat

    mempersatukan dua prinsip yang bertentangan. Mengapa dikatakan dapat

    mempersatukan dua prinsip yang bertentangan? karena tujuan dari dilakukannya

    ritus ini adalah untuk membangun hubungan baik antara sesama manusia yang ikut

    melaksanakan ritus ini dan yang terakhir orang mendapat kekuatan baru untuk

    hidup. Masyarakat Sumba mendapat kekuatan baru dari rasa syukur yang mereka

    naikan kepada Sang pencipta dan juga mereka percaya bahwa Sang pencipta akan

    memberikan atau memberkati mereka dalam hal ini adalah hasil panen yang

    berlimpah.

    Ritus Pasola merupakan sebuah ritus yang sering ditemui dan dialami

    dalam kehidupan sehari-hari yang adalah ritus siklus kehidupan. Siklus kehidupan

    merupakan sebuah putaran watu yang didalamnya terdapat rangkaian-rangkaian

    kejadian yang berulang-ulang atau terus-menerus terjadi secara tetap dan teratur.

    Dalam hal ini berkat dan kelahiran juga kematian merupakan siklus kehidupan

    yaitu sebuah kejadian yang akan selalu manusia hadapi dan itu merupakan hal

    yang mutlak. Dalam sebuah ritus dan ritual pasti selalu ada didalamnya ritus

  • 19

    meminta berkat dan mengucap syukur kelahiran yang dimana ritus ini tidak bisa

    dilepas dari suatu masyarakat beragama yang meyakininya.

    Ritus Pasola ini merupakan sebuah budaya yang tidak akan terlepas dari

    kehidupan warga Sumba terkhususnya warga Wanukaka yang menjadi tempat

    penelitian dilakukan. Karena melihat dari budaya itu sendiri yang adalah

    merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, keyakinan, kesenian, moral,

    hukum, adat-istiadat, kemampuan serta kebiasaan yang didapatkan oleh manusia

    sebagai anggota sekelompok masyarakat, Pasola adalah sebuah pengetahuan,

    sebuah kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan yang

    dimiliki oleh masyarakat Sumba.

    Turner, dalam penelitian yang ia lakukan, ia dapat menggolongkan ritus ke

    dalam dua bagian yaitu ritus krisis kehidupan dan ritus gangguan. Jika kita melihat

    dari hasil penelitian yang sudah dilakukan maka kedua golongan yang

    dikemukakan oleh Turner ini sedikit sesuai dengan hasil penelitian yang sudah

    didapati. Pasola jika dilihat dari golongan pertama yang dikemukakan oleh Turner

    yaitu ritus krisis kehidupan. Jika melihat devinisi dari arti kata krisis yaitu Suatu

    kejadian atau peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang

    dan mengganggu keseimbangan seseorang. Disini menurut Turner seseorang

    mengalami krisis karena ia beralih dari satu tahap ke tahap berikutnya. Pada

    golongan yang pertama ini saya rasa tidak begitu sesuai dengan hasil penilitian

    yang didapati.

    Kemudian pada golongan yang kedua, ritus gangguan. Pada golongan ini,

    Turner menjelaskan bahwa mereka mmenghubungkan nasib sial yang dialami dan

    sebagainya kemudian mereka kaitkan dengan roh orang yang sudah mati. Mereka

    percaya bahwa roh leluhur mengganggu orang sehinga mereka mmendapati nasib

    sial. Jika kita melihat pada hasil penelitian yang ada, maka dapat dikatakan bahwa

    Pasola juga hamper sama dengan golongan kedua dari Turner ini, yaitu ketika ritus

    Pasola ini dilaksanakan dan ada yang terluka bahkan mati dalam pertandingan

    maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut pernah melakukan kesalahan pada

    nenek moyang sehingga ia mendapat kesialan atau dipandang sebagai bukti

    pelanggaran atas norma adat yang berlaku.

  • 20

    Pasola merupakan sebuah kebuadayaan yang begitu sangat melekat dengan

    diri masyarakat Sumba. Sehingga walaupun Pasola ini merupakan ritual yang

    dilakukan sejak masyarakat Sumba masih memeluk kepercayaan Marapu yang

    dengan tujuan masyarakat Sumba melaksanakan ritus ini adalah agar mengucapkan

    rasa syukur pada Marapu dan juga meminta berkat pada Marapu, dan hingga

    sekarang banyak, bahkan hampir seluruh masyarakat Sumba sudah memeluk

    agama Kristen, namun mereka tetap terus mengikuti ritus tersebut, karena menurut

    masyarakat Sumba, ritus Pasola ini sudah menjadi darah daging mereka dan tidak

    akan pernah ada yang berubah, hanya saja yang sedikit berubah adalah cara

    pendang mereka dalam melihat kemana mereka mengungkapkan rasa syukur

    mereka sudah berbeda saat mereka masih memeluk kepercayaan Marapu dan

    ketika mereka sudah memeluk agama Kristen.

    Jika melihat dari konteks kekristenan,Pasola merupakan sesuatu hal yang

    sebenarnya merupakan tindakan penyembahan kepada berhala, apalagi jika kita

    melihat pada konteks 10 hukum taurat. Pada hukum yang pertama dikatakan

    bahwa “Jangan ada allah lain di hadapanKu.” Pasola sendiri merupakan

    penyembahan kepada Marapu, itu berarti bahwa masyarakat Sumba telah

    melanggar apa yang ditetapkan dalam 10 hukum taurat tersebut. Ketika ini dilihat

    sebagai sebuah permasalahan, maka tentulah Pasola merupakan hal yang salah,

    ketika orang-orang Kristen di Sumba masih mengikuti ritual ini. Tetapi ini sudah

    tidak lagi menjadi sebuah masalah dalam konteks kekristenan ketika kita melihat

    lebih dalam makna dari ritual Pasola ini yang adalah menaikan ungkapan syukur

    atas berkat yang diterima, karena dalam ajaran Kristen yang kita pelajari,

    mengucap syukur adalah hal wajib yang harus dilakukan oleh seluruh umat

    Kristani. Mengucap syukur artinya kita mensyukuri apapun yang ada dalam

    kehidupan kita, apalagi berkat-berkat yang kita terima.Tuhan berkehendak agar

    umat manusia mengucap syukurlah dalam segala hal, maka seharusnya kita

    praktekkan itu dalam seluruh gerak hidup kita sehari-hari. Ini sudah tidak menjadi

    sebuah masalah lagi ketika orang-orang Kristen mengikuti ritual Pasola ini

    mendalami makna dari ritual ini.

  • 21

    Itulah sebabnya, mengapa orang Kristen Sumba masih melakukan ritual ini,

    karena mereka melihat pada makna ungkapan syukur yang ada dalam ritual

    tersebut. Mereka tidak lagi menyembah Marapu dan menaikan ungkapan syukur

    pada Marapu, tetapi pada Tuhan sang pencipta langit dan bumi. Ketika melihat

    pada makna yang ada dalam ritual ini maka sama sekali tidak menyimpang dari

    ajaran Kristen yang ada, karena begitu penting mengucap syukur atas apa yang ada

    dan didapat dalam kehidupan umat manusia, dan juga masyarakat Sumba merasa

    bahwa Pasola telah menjadi budaya mereka sehingga walaupun masyarakat Sumba

    sudah memiliki agama mereka masih terus mengikuti ritual tersebut. Seperti yang

    diungkapkan oleh pendeta GKS Praibakul Pusat Lahiuruk, beliau mengatakan

    bahwa Pasola sudah menjadi sarana besar bagi warga Sumba untuk menaikan atau

    mengungkapkan ucapan syukur mereka kepada Tuhan atas berkat-berkat yan

    mereka dapati yang berupa hasil panen yang melimpah juga sebagai permohonan

    meminta berkat kepada Tuhan.42

    Ritus Pasola merupakan serangkaian perbuatan keramat dan kebudayaan

    yang dilakukan oleh sekelompok dengan menggunakan alat-alat tertentu seperti

    lembung yang dipakai pada saat perang kuda dilakukan, kemudian tempat tertentu

    seperti Pasola yang selalu dilaksanakan di desa Wanukaka, dan cara-cara tertentu

    pula untuk mendukung keberlangsungan ritual. Seperti halnya ritus Pasola ini

    memiliki cara-cara yang dilakukan untuk menunjang ritus ini yang dimulai dengan

    nyale dan kemudia dilanjutkan dengan cara-cara lainnya hingga sampai pada acara

    puncak dari Pasola ini yaitu perang kuda yang dilakukan oleh kedua kelompok

    yang sudah disiapkan.

    Ritus Pasola sangat erat hubungannya dengan masyarakat Sumba. Segala

    sesuatu yang terdapat dalam masyarakat Sumba ditentukan oleh kebudayaan yang

    mereka miliki yaitu Pasola tersebut. Kebudayaan dapat diartikan sebagai

    fenomena sosial yang tidak dapat dilepaskan dari perilaku atau tindakan warga

    masyarakat yang mendukung atau menghayatinya yaitu Pasola yang sudah

    menjadi sebuah fenomena sosial dan sampai kapanpun tidak akan bisa terlepas dari

    masyarakat Sumba terkususnya desa Wanukaka.

    42

    Wawancara dengan Pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk (5)

  • 22

    Dari teori yang diambil dan hasil penelitian yang telah didapati, penulis

    melihat bahwa ada kecocokan antara keduanya. Apa yang di ungkapkan oleh

    Turner dan apa yang didapati dari hasil wawancara selama penelitian hamper

    mencapai persamaan jika lebih dilihat secara mendalam apa itu Pasola dan makna-

    makna yang terkandung. Dapat dipastikan bahwa ritus Pasola merupakan hal wajib

    yang selalu rutin dilaksanakan pada waktu penyelenggaraan yang sudah disepakati

    bersama sejak zaman dahulu, pada saat masyarakat Sumba masih memeluk

    kepercayaan Marapu. Pada setiap bulan Februari dan Maret, masyarakat Sumba

    selalu berkumpul di suatu tempat yang sudah ditentukan untuk mengikuti ritus

    Pasola ini. Ritus ini sudah menjadi makanan pokok yang tidak bisa dihindari oleh

    masyarakat Sumba.

    Pasola telah menjadi budaya masyarakat Sumba yang tidak akan pernah

    bisa hilang dan sudah melekat pada diri setiap masyarakat Sumba. Walaupun

    hampir seluruh masyarakat Sumba telah beralih dan memiliki agama, tetapi Pasola

    ini akan terus dilakukan seperti biasanya.Apalagi melihat dari apa yang

    disampaikan oleh bapak camat Wanukaka bahwa Pasola tidak akan pernah hilag

    dari masyarakat Sumba, ini telah menjadi kekhasan dari masyarakat Sumba

    sendiri. Begitu banyak perbuhahan-perubahan zaman yang terjadi tetapi Pasola

    tidak akan pernah berubah. Dan walaupun masyarakat telah memiliki dan memeluk

    agama Kristen, tidak akan menutup kemungkinan untuk mereka akan terus

    mengikuti ritus Pasola karena Pasola telah menjadi budaya yang harus dijaga dan

    dilestarikan.

    Kesimpulan

    Ritual Pasola ini hingga sampai saat ini masih terus dilakukan

    olehmasyarakat Sumba Barat sebagai bentuk doa dan permohonan untuk hasil

    panenyang melimpah dan juga sebagai permohonan mendapat berkat, karena

    sebagian besar masyarakat Sumba Barat bermatapencaharian sebagai seorang

    petani. selain itu jugaPasola ini diperuntukan sebagai pererattali kekerabatan

    diantara masyarakat Sumba karena melihat setiap kali ritus ini diselanggarakan

    maka akan banyak orang-orang yang datang dari berbagai-bagai desa yang lain,

  • 23

    yang datang untuk menyaksikan ritus ini juga sekaligus untuk

    mendapatkankeadaan yang makmur, selamat, dan tentram.Walaupun banyak

    diantara mereka atau bahkan hampir keseluruhan orang Wanukaka telah memeluk

    agama Kristen, tetapi mereka masih tetap melaksanakan ritus Pasola ini sesuai

    waktu, tatacara dan tempat yang sudah ditetapkan oleh nenek moyang mereka. Ini

    sudah menjadi sebuah ritual secara turun-temurun oleh warga Wanukaka. Warga

    Wanukaka memang masih melakukan ritus ini walaupun mereka telah memeluk

    agama Kristen, tetapi makna yang mereka ambil pun sudah tidak lagi seperti waktu

    mereka masih memeluk agama Marapu. Masih tetap sama bahwa ritus Pasola ini

    dilakukan guna untuk mengucap syukur dan meminta berkat yang melimpah

    berupa hasil panen yang melimpah, yang berubah ialah kepada siapa syukur ini

    dinaikan.

    Tetapi meskipun begitu, ritus ini telah menjadi sebuah kebudayaan yang

    harus dilindungi, dijaga dan dilestrikan oleh seluruh warga Sumba terkhususnya

    warga Wanukaka. Ini menjadi sebuah alasan mengapa orang Kristen di Sumba

    masih terus melakukan ritus Pasola hingga sampai saat ini, karena ritus ini sudah

    menjadi sebuah kebudayaan bagi masyarakat Sumba yang tidak akan pernah

    musnah oleh waktu. Karena ini telah menjadi ciri khas dari masyarakat Sumba.

  • 24

    Daftar Pustaka

    Alfian. Persepsi Masyarakat Tentang Kebudayaan. Jakarta: PT Gramedia, 1985.

    Agus Bustanuddin. Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta: Raja Grafindo

    Persada, 2007.

    Boro Lete Paulus. Pasola, permainan ketangkasan berkuda lelaki Sumba, Nusa

    Tenggara Timur, Indonesia, Jakarta: Obor, 1995. Hal 1-2

    Creswell, W. J. Research Design Pendekatan Kualitatif Kuantitatif dan Mixed.

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

    Daeng J. Hans. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologi.

    Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000.

    Jenks Chris. Culture Studi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.

    Kaplan David dan Robert A. Manners. Teori Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

    1999.

    Koentjaraningrat. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat, 1985

    Kuntojowijoyo. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006.

    Kusdi. Budaya Organisasi. Jakarta: Salemba Empat, 2011.

    Luzbetak Louis. The Church and Cultures. American: Orbis Books, 1988.

    Mohammad Najib. Demokrasi dalam perspektif budaya Nusantara, Jilid 2

    Demokrasi dalam perspektif budaya Nusantar. Yogyakarta: LPKSM

    1996.Hal 45

    Nasir, M. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Ghalia Indonesia, 1999.

    Nasution, Metodologi Research Penelitian Ilmiah . Jakarta: Bumi Aksara, 2003

    .143

  • 25

    Pals L. Daniel. Seven Theories of Religion. Yogyakarta: IRCiSoD, 2011.

    Sedyawati. Budaya Indonesia Kajian Arkeologi, Seni, dan Sejarah. Jakarta: PT

    Raja Grafindo Persada, 2012.

    Setiagumilar. Teori-Teori Kebudayaan Dari Teori Hingga Aplikasi. Bandung: CV

    Pustaka Setia, 2013.

    Winangun. Masyarakat Bebas Struktur, Liminitas dan Komunitas Menurut Victor

    Turner. Yogyakarta: Kanisius, 1990.

    Sitompul A. A.Manusia dan Budaya. Jakarta: PT.BPK Gunung Mulia, 1993.

    Storey Jhon. An Introductory Guide to Cultural Theory and Popular Cultural.

    Great Britain: British Library, 1993.

    Sutrisno Mudji dan Hendar Putranto. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta:

    Penerbit Kanisius, 2015.

    Timo Eben Nuban. Sidik Jari Allah Dalam Budaya. Yogyakarta: Ledalero, 2005.

    Weber Max. Teori Dasar Analisis Kebudayaan. Yogyakarta: IRCiSoD, 2012.

    Wellem. D. F. Injil dan Marapu. Jakarta PT BPK Gunung Mulya. 41

    WEB

    http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah/Nusa-

    Tenggara-Timur/Seni-Budaya/Marapu-Kepercayaan-Asli-Orang-

    Sumba.diakses26oktober2015

    http://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/pengertian-budaya-menurut-para-

    ahli-lengkap.html. 03022016

    https://verykaka.wordpress.com/2008/04/14/tradisi-pasola-di-sumba-barat-

    ntt/.14102015

    http://visitsumbaisland.blogspot.co.id/2016/06/kabupaten-sumba-barat.html.

    Diakses 20 Mei 2016

    http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah/Nusa-Tenggara-Timur/Seni-Budaya/Marapu-Kepercayaan-Asli-Orang-Sumba.diakses26oktober2015http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah/Nusa-Tenggara-Timur/Seni-Budaya/Marapu-Kepercayaan-Asli-Orang-Sumba.diakses26oktober2015http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Teropong-Daerah/Nusa-Tenggara-Timur/Seni-Budaya/Marapu-Kepercayaan-Asli-Orang-Sumba.diakses26oktober2015http://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/pengertian-budaya-menurut-para-ahli-lengkap.htmlhttp://www.seputarpengetahuan.com/2015/03/pengertian-budaya-menurut-para-ahli-lengkap.htmlhttps://verykaka.wordpress.com/2008/04/14/tradisi-pasola-di-sumba-barat-ntt/.14102015https://verykaka.wordpress.com/2008/04/14/tradisi-pasola-di-sumba-barat-ntt/.14102015http://visitsumbaisland.blogspot.co.id/2016/06/kabupaten-sumba-barat.html

  • 26

    Wawancara

    Hasil wawancara dengan mantan Rato

    Hasil wawanara dengan Camat Wanukaka

    Hasil wawancara dengan Pendeta GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

    Hasil wawancara dengan Jemaat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

    Hasil wawancara dengan Majelis GKS Praibakul Pusat Lahihuruk

    Hasil wawancara dengan Masyarakat GKS Praibakul Pusat Lahihuruk