11
Patogenesis sirosis biliaris Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver (steatosis), sesuai dengan etiologinya. Jika etiologinya ditangani pada tahap ini, perubahan tersebut masih sepenuhnya reversible (Nurdjanah, 2006). Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang menggantikan parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui organ dan mengganggu fungsi normal. Penelitian terbaru menunjukkan peran penting sel stellata, tipe sel yang biasanyamenyimpan vitamin A, dalam pengembangan sirosis. Kerusakan pada parenkim hati menyebabkan aktivasi sel stellata, yang menjadi kontraktil (myofibroblast) dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini mengeluarkan TGF-β1, yang mengarah pada respon fibrosis dan proliferasi jaringan ikat. Selain itu, juga mengganggu keseimbangan antara matriks metalloproteinase dan inhibitor alami (TIMP 1 dan 2), menyebabkan kerusakan matriks (Nurdjanah, 2006). Pita jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit, yang pada akhirnyamenggantikan arsitektur seluruh hati yang berujung pada penurunan aliran darah di seluruhhati. Limpa menjadi terbendung, mengarah ke hypersplenism dan peningkatan sekuesterasi platelet. Hipertensi portal

PBL 2- Pato (Sirosis biliaris), Pemeriksaan +prognosis (batu empedu)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

la

Citation preview

Patogenesis sirosis biliaris

Sirosis sering didahului oleh hepatitis dan fatty liver(steatosis), sesuai dengan etiologinya. Jika etiologinya ditangani pada tahap ini, perubahan tersebut masih sepenuhnya reversible (Nurdjanah, 2006). Ciri patologis dari sirosis adalah pengembangan jaringan parut yang menggantikan parenkim normal, memblokir aliran darah portal melalui organ dan mengganggu fungsi normal. Penelitian terbaru menunjukkan peran penting sel stellata, tipe sel yang biasanyamenyimpan vitamin A, dalam pengembangan sirosis. Kerusakan pada parenkim hati menyebabkan aktivasi sel stellata, yang menjadi kontraktil (myofibroblast) dan menghalangi aliran darah dalam sirkulasi. Sel ini mengeluarkan TGF-1, yang mengarah pada respon fibrosis dan proliferasi jaringan ikat. Selain itu, juga mengganggu keseimbangan antara matriks metalloproteinase dan inhibitor alami (TIMP 1 dan 2), menyebabkan kerusakan matriks (Nurdjanah, 2006).

Pita jaringan ikat (septa) memisahkan nodul-nodul hepatosit, yang pada akhirnyamenggantikan arsitektur seluruh hati yang berujung pada penurunan aliran darah di seluruhhati. Limpa menjadi terbendung, mengarah ke hypersplenism dan peningkatan sekuesterasi platelet. Hipertensi portal bertanggung jawab atas sebagian besar komplikasi parah sirosis (Chung, 2005).Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar duktus biliaris akan menimbulkan pola sirosis yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Statis empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. (Price, 2013).DAFTAR PUSTAKA

Nurdjanah Siti. 2006. Sirosis Hati. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. EdisiIV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Chung Raymond T, Padolsky Daniel K. 2005. Cirrhosis and Its Complications. Dalam:Harrisons Principle of Internal Medicine. Edisi XVI. Newyork: McGraw-Hill Companies. Price ,Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2013. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC.

Patofisiologis Sirosis Biliaris Empedu merupakan sekresi multi-fungsi dengan susunan fungsi, termasuk pencernaan dan penyerapan lipid di usus, eliminasi toksin lingkungan, karsinogen, obat-obatan, dan metabolitnya, dan menyediakan jalur primer ekskresi beragam komponen endogen dan produk metabolit, seperti kolesterol, bilirubin, dan berbagai hormone (James, 2012). Pada obstruksi jaundice, efek patofisiologisnya mencerminkan ketiadaan komponen empedu (yang paling penting bilirubin, garam empedu, dan lipid) di usus halus, dan cadangannya, yang menyebabkan tumpahan pada sirkulasi sistemik. Feses biasanya menjadi pucat karena kurangnya bilirubin yang mencapai usus halus. Ketiadaan garam empedu dapat menyebabkan malabsorpsi, mengakibatkan steatorrhea dan defisiensi vitamin larut lemak (A, D, K); defisiensi vitamin K bisa mengurangi level protrombin. Pada kolestasis berkepanjangan, seiring malabsorpsi vitamin D dan Ca bisa menyebabkan osteoporosis atau osteomalasia (James 2012).Retensi bilirubin menyebabkan hiperbilirubinemia campuran. Beberapa bilirubin terkonjugasi mencapai urin dan menggelapkan warnanya. Level tinggi sirkulasi garam empedu berhubungan dengan, namun tidak menyebabkan, pruritus. Kolesterol dan retensi fosfolipid menyebabkan hiperlipidemia karena malabsorpsi lemak (meskipun meningkatnya sintesis hati dan menurunnya esterifikasi kolesterol juga punya andil); level trigliserida sebagian besar tidak terpengaruh (James, 2012).Penyakit hati kolestatik ditandai dengan akumulasi substansi hepatotoksik, disfungsi mitokondria dan gangguan pertahanan antioksidan hati. Penyimpanan asam empedu hidrofobik mengindikasikan penyebab utama hepatotoksisitas dengan perubahan sejumlah fungsi sel penting, seperti produksi energi mitokondria. Gangguan metabolisme mitokondria dan akumulasi asam empedu hidrofobik berhubungan dengan meningkatnya produksi oksigen jenis radikal bebas dan berkembangnya kerusakan oksidatif (James, 2012).

DAFTAR PUSTAKA

James S. Clarke, Barrett P. Diagnosis of Obstructive Jaundice. Diunduh dari http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC1501243/. Febuary, 4 2012.

BATU EMPEDUa. Pemeriksaan FisikKalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu , atau pankreatitis (Brunicardi, 2005).Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punctum maksimum di daerah letak anatomik kandung empedu. Tanda murphy positif, apabila nyeri tekan bertambah sewaktu p[enderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksaan dan pasien berhenti menarik napas (Brunicardi, 2005).b. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan LaboratoriumTidak ada pemeriksaan yang spesifik untuk batu kandung empedu, kecuali bila terjadi komplikasi kolesistitis akut bisa didapatkan leukositosis, kenaikan kadar bilirubin darah dan fosfatase alkali (Brunicardi, 2005). Pemeriksaan RadiologiDiagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan radiologi Foto Polos AbdomenKurang lebih 10 % dari batu kandung empedu bersifat radio opak sehingga terlihat pada foto polos abdomen (Brunicardi, 2005). KolesistografiFoto dengan pemberian kontras baik oral maupun intravena diharapkan batu yang tembus sinar akan terlihat. Jika kandung empedu tidak tervisualisasikan sebaiknya dilakukan pemeriksaan ulang dengan dosis ganda zat kontras. Goldberg dan kawan-kawan menyatakan bahwa reliabilitas pemeriksaan kolesistografi oral dalam mengindentifikasikan batu kandung empedu kurang lebih 75 %. Bila kadar bilirubin serum lebih dari 3 mg% kolesistografi tidak dikerjakan karena zat kontras tidak diekskresi ke saluran empedu (Brunicardi, 2005). Gambar 1. Gambaran Kolesistografi7 Ultra SonografiPenggunaan USG dalam mendeteksi batu di saluran empedu sensitivitasnya sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %. Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan, aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Ditambah pula bahwa USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati. Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, Ugandi menganjurkan agar pemeriksaan USG dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, ada tidaknya radang akut, besar batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, tebal dinding, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu intraduktal (Brunicardi, 2005). Gambar 2. Gambaran Ultra Sonografi12

Tomografi KomputerKeunggulan Tomografi Komputer adalah dengan memperoleh potongan obyek gambar suara secara menyeluruh tanpa tumpang tindih dengan organ lain. Karena mahalnya biaya pemeriksaan, maka alat ini bukan merupakan pilihan utama (Brunicardi, 2005).b. PenatalaksanaanTindakan OperatifTerapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu empedu simptomatik (Sjamsuhidajat, 2005).Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif. Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik (Sjamsuhidajat, 2005).Indikasi kolesistektomi sebagai berikut : (Sjamsuhidajat, 2005). Adanya keluhan bilier apabila mengganggu atau semakin sering atau berat. Adanya komplikasi atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu. Adanya penyakit lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan sebagainya.

Gambar 3. Kolesistotomi (Sjamsuhidajat, 2005).

KolesistostomiBeberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak dapat diatasi kolesistektomi dini (Sjamsuhidajat, 2005).Indikasi dari kolesistostomi adalah Keadaan umum sangat buruk misalnya karena sepsis, dan Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain yang berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi dan Tersangka adanya pankreatitis.Kerugian dari kolesistostomi mungkin terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi (Sjamsuhidajat, 2005).DAFTAR PUSTAKASjamsuhidajat R, de Jong W. 2005. Buku ajar ilmu bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC Brunicardi, F. Charles et al.2005. Schwartzs Principles of Surgery.8th edition.. New York: McGrawHill. PrognosisUntuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut,dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak yangmenderita penyakit hemolitik, pembentukan batu pigmenakan semakin memburuk dengan bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi (Heubi, 20010.

Daftar PustakaHeubi JE, Lewis LG, Pohl JF. Diseases of the gallbladder in infancy, childhood, and adolescence. In: Suchy FJ, Sokol RJ, Balistreri WF editor. Liver desease in children. 2nd Ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2001. h.343-59.