30
Konjungtivitis Alergi Welin Wahyudi 102010143 A-1 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana, Jalan Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470 Email : [email protected] Pendahuluan Kelaianan pada mata merupakan jenis kelaian yang sering timbul dan seringkali dikeluhkan oleh pasien. Sebab mata merupakan organ tubuh yang sangat penting, sebab tanpa adanya mata maka segala sesuatu aktifitas akan menjadi sulit untuk dilakukan. Untuk itu diperlukan perhatian khusus terhadap kesehatan mata. Kelaian-kelaian yang seringkali dikeluhkan oleh pasien yakni mata merah, mata gatal, mata berair, nyeri pada mata, serta berbagai keluhan lain yang ada. Namun pada pembahasan ini akan dibahas lebih rinci mengenai konjungtivitis, sesuai dengan kasus yang ada mengenai keluhan mata merah pada kedua mata serta adanya riwayat alergi terhadap udara panas dan debu. Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva mata yang disebabkan oleh proses infeksi, iritasi fisik, atau respons alergi. 1-3,5,7 Pada kejadian inflamasi, konjungtiva menjadi merah, bengkak dan nyeri ditekan. Konjungtivitis viral sering di sebabkan oleh infeksi adenovirus. Konjuntivitis bakteri dan Blok 23 – Special Sense 1

PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Konjungtivitis Alergi

Welin Wahyudi

102010143

A-1

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana,

Jalan Arjuna Utara no. 6 – Jakarta Barat 11470

Email : [email protected]

Pendahuluan

Kelaianan pada mata merupakan jenis kelaian yang sering timbul dan seringkali dikeluhkan

oleh pasien. Sebab mata merupakan organ tubuh yang sangat penting, sebab tanpa adanya

mata maka segala sesuatu aktifitas akan menjadi sulit untuk dilakukan. Untuk itu diperlukan

perhatian khusus terhadap kesehatan mata. Kelaian-kelaian yang seringkali dikeluhkan oleh

pasien yakni mata merah, mata gatal, mata berair, nyeri pada mata, serta berbagai keluhan lain

yang ada. Namun pada pembahasan ini akan dibahas lebih rinci mengenai konjungtivitis,

sesuai dengan kasus yang ada mengenai keluhan mata merah pada kedua mata serta adanya

riwayat alergi terhadap udara panas dan debu.

Konjungtivitis adalah inflamasi konjungtiva mata yang disebabkan oleh proses infeksi, iritasi

fisik, atau respons alergi.1-3,5,7 Pada kejadian inflamasi, konjungtiva menjadi merah, bengkak

dan nyeri ditekan. Konjungtivitis viral sering di sebabkan oleh infeksi adenovirus.

Konjuntivitis bakteri dan viral sangat menular. Konjungtivitis alergi terjadi sebagai bagian

dari reaksi inflamasi terhadap allergen lingkungan. Stimulasi fisik oleh benda asing di mata

juga akan mengiritasi dan menginflamasi konjungtiva sehingga menyebabkan inflamasi dan

nyeri.

Anamnesis2,3

Anamnesis merupakan suatu langkah awal yang dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan

informasi sebanyak mungkin mengenai gejala, keadaan pasien, serta kemungkinan jenis

penyakit yang diderita. Pada anamnesis umumnya dilakukan dengan memberikan beberapa

pertanyaan yang dapat menyingkirkan differential diagnosis dan mengambil sebuah working

Blok 23 – Special Sense 1

Page 2: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

diagnosis. Pertanyaan-pertanyaan yang umumnya diajukan ke pasien atau keluarga pasien

umumnya : 2

Menanyakan identitas pasien secara lengkap

Menanyakan keluhan yang membuat pasien datang ke dokter

Menanyakan gejala-gejala lain yang timbul bersamaan dengan keluhan utama

Menanyakan tingkat keparahan gejala yang ditimbulkan

Menanyakan obat-obatan yang telah dikonsumsi bila ada, efek yang ditimbulkan

Menanyakan apakah dulu pernah menderita penyakit serupa, atau menderita penyakit

lain seperti diabetes mellitus, hipertensi, jantung.

Menanyakan apakah keluarga ada yang menderita penyakit serupa

Menanyakan keadan sosio-ekonomi, lingkungan tempat tinggal

Menanyakan pasien merokok atau minum alkohol atau tidak

Selain dengan anamnesis umum yang sering dan harus dilakukan kepada setiap pasien yang

datang, maka dengan kasus-kasus penyakit tertentu dibutuhkan anamnesis tambahan yang

berguna untuk memperjelas keadaan pasien tersebut. Pada kasus penyakit mata, maka

dibutuhkan beberapa anamnesis tambahan, yang merupakan keluhan-keluhan yang sering

terjadi pada pasien dengan kelainan mata, seperti :2,3

Apakah ada kelopak mata berdenyut?

Apakah ada sakit kepala?

Apakah ada bulu mata rontok/madarosis?

Apakah ada sakit mata saat pergerakan bola mata?

Apakah ada mata merah atau berair?

Apakah ada mata berlendir atau kotor atau belekan?

Apakah ada fotofobia (perasaan silau)?

Apakah ada penglihatan benda yang seolah-olah menjadi lebih kecil/mikropsia?

Apakah ada kelopak mata bengkak?

Apakah ada penglihatan gelap/penglihatan turun mendadak pada salah satu mata atau

kedua mata?

Apakah ada tampakan halo pada sumber cahaya?

Apakah ada astenopia atau kelelahan mata saat membaca?

Apakah ada buta dengan sakit pada mata?

Apakah ada buta senja atau malam?

Untuk melakukan pendiagnosaan terhadap suatu jenis penyakit maka dibutuhkan riwayat atau

keadaan pasien secara rinci, untuk itu dalam melakukan anamnesis terhadap suatu gejala perlu

Blok 23 – Special Sense 2

Page 3: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

ditanyakan dari awal mula keluhan, lamanya, progresivitas, faktor yang

memperberat/memperingan serta hubungannya dengan keluhan-keluhan lain.

Berdasarkan pada kasus, didapatkan hasil anamnesis berupa :

Nama : anak laki-laki usia 7 tahun

Keluhan utama pasien : gatal pada kedua mata

Riwayat penyakit dahulu : alergi udara panas dan debu, sering menderita batuk

pilek

Pemeriksaan Fisik Umum2

Tindakan pemeriksaan fisik bertujuan untuk melihat keadaan awal pasien saat datang.

Dalam pemeriksaan fisik terhadap pasien maka diperlukan perhatian khusus dalam

melakukan pemeriksaan, selain itu juga dibutuhkan ketelitian dalam memeriksa keseluruhan

berbagai tubuh pasien, sambil berusaha menanyakan keadaan pasien, agar tampak diketahui

respon dari pasien.

Hal-hal yang perlu diperhatikan diantaranya :

Tingkat kesadaran pasien

Tekanan darah pasien

Suhu tubuh pasien

Frekuensi pernafasan

Frekuensi denyut jantung

Serta melihat keadaan pasien secara keseluruhan, bila diperlukan pemeriksaan

dilakukan dengan meminta respon pasien

Pemeriksaan Fisik Mata1-3

Pemeriksaan fisik mata adalah serangkaian pemeriksaan yang bertujuan untuk mengetahui

keadaan mata secara umum. Pemeriksaan ini dikhususkan pada bagian mata. Langkah

pemeriksaan yang dilakukan yakni :1,3

Ketajaman visus, menggunakan kartu Snellen

Lapang pandang, dengan tes konfrontasi

Palpebra, dilihat apakah ada edema, warna kemerahan, lesi, arah bulu mata, dan

kemampuan palpebra untuk menutup sempurna

Apparatus lakrimalis, dilihat apakah ada pembengkakan pada daerah kelenjar

lakrimalis dan sakus lakrimalis

Blok 23 – Special Sense 3

Page 4: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Konjungtiva dan sclera, dilihat warnanya dan vaskularisasinya, cari setiap nodulus

atau pembengkakan. Pada konjungtiva tarsus superior dicari kelainan seperti folikel,

membran, papil, papil raksasa, pseudomembran, sikatriks, dan simblefaron. Pada

konjungtiva tarsus inferior dicari kelainan seperti folikel, papil, sikatriks, hordeolum,

kalazion. Pada konjungtiva bulbi dilihat ada tidaknya sekret. Bila ada amati warna

sekret, kejernihan, dan volume sekret. Kemudian cari ada tidaknya injeksi

konjungtival, siliar, atau episklera, perdarahan subkonjungtiva, flikten, simblefaron,

bercak degenerasi, pinguekula, pterigium, dan pseudopterigium.

Kornea, lensa, dan pupil, dengan cahaya yang dipancarkan dari temporal dilihat

apakah ada kekeruhan (opasitas) pada lensa melalui pupil, apakah ada bayangan

berbentuk bulan sabit pada sisi medial, kemudian dilihat ukuran, bentuk dan

kesimetrisan pupil.

Gerakan ekstraokular, dengan mengikuti gerakan jari pemeriksa yang membentuk

huruf H di udara, lihat apakah ada nistagmus, lid lag, dan tanyakan apakah ada rasa

nyeri saat pergerakan.2

Pada konjungtivitis, hasil pemeriksaan fisik bisaanya ditemukan visus yang normal, hiperemi

konjungtiva bulbi, lakrimasi, eksudat, pseudoptosis akibat kelopak mata yang bengkak,

kemosis, hipertrofi papil, folikel, membran, psudomembran, granulasi, flikten dan adenopati

preaurikular.3

Pemeriksaan Penunjang Pada Kelainan Mata1,3,4

Pemeriksan penunjang merupakan pemeriksaan tambahan yang akan dilakukan guna untuk

membantu menegakan diagnosis yang akan diambil. Pada pemeriksaan tambahan ini

umumnya membutuhkan peralatan yang digunakan untuk membantu mendapatkan hasil

pemeriksaan. Jenis pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada kasus kelaian mata :

1. Loupe dengan sentolop dan lampu celah (slitlamp)

Loupe merupakan sebuah alat yang digunakan untuk melihat benda menjadi lebih

besar dari ukuran normalnya. Alat ini mempunyai kekuatan 4-6 dioptri. Dengan alat

ini maka dengan jarak tertentu pasien dapat melihat benda menjadi lebih besar dan

tanpa perlu mata berakomodasi. Selain itu, apabila benda disinari dengan sentolop

maka benda yang dilihat pasien akan lebih jelat. Hal ini digunakan sebagai pengganti

slitlamp atau lampu celah. Pemeriksaan ini akan lebih sempurna hasilnya apabila

dilakukan dalam kamar pemeriksaan yang digelapkan.

Blok 23 – Special Sense 4

Page 5: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

2. Tonometer

Tonometer merupakan suatu alat pemeriksaan yang digunakan untuk melakukan

pemeriksaan tonometri. Tonometri sendiri merupakan tindakan pemeriksaan yang

berguna untuk mengetahui tekanan intraokular. Pemeriksaan tonometri ini sebaiknya

dilakukan kepada setiap pasien yang berusia lebih dari 20 tahun dan dilakukan secara

rutin sebagai sebuah pemeriksaan fisik umum. Cara melakukan pemeriksaan ini

dikenal dengan 4 macam, yakni :

Tonometer digital

Tonometer Schiotz

Tonometer aplanasi

Tonometer Mackay-Mang

3. Oftalmoskop

Oftalmoskop merupakan suatu alat yang digunakan untuk pemeriksaan oftalmoskopi.

Pemeriksaan oftalmoskopi bertujuan untuk melihat bagian dalam mata atau fundus

okuli. Oftalmoskopi dibedakan menjadi oftalmoskopi langsung dan oftalmoskopi tidak

langsung. Oftalmoskopi langsung bertujuan untuk melihat daerah paling perifer

sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan

perbesaran 15 kali. Sedangkan dengan oftalmoskopi tidak langsung akan terlihat

daerah fundus okuli 8 kali diameter papil, danpat dilihat sampai daerah ora serata,

karena dilihat dengan 2 mata maka terdapat efek stereoskopik dan dengan perbesaran

2-4 kali. Pemeriksaan dengan oftalmoskop ini dilakukan dalam kamar gelap.

4. Kamplimeter dan Perimeter

Kedua alat ini merupakan alat untuk pengukur dan pemetaan lapang pandang terutama

pada daerah sentral dan para sentral. Lapang pandang yang dimaksud ini merupakan

bagian ruangan yang dapat terlihat oleh satu mata dalam sikap diam dan memandang

lurus ke depan. Pemeriksaan lapang pandang ini bertujuan untuk mengetahui suatu

jenis penyakit atau mengetahui progresivitas suatu penyakit. Hasil pemeriksaan lapang

pandangan normal yakni 90 derajat temporal, 60 derajat superior, 50 derajat nasal, 70

derajat inferior

5. Fluoresein

Fluoresein merupakan suatu bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari oleh

gelombang biru akan menghasilkan gelombang hijau. Bahan ini dipakai untuk melihat

ada tidaknya defek epitel kornea, fistel kornea atau dengan disuntikan intravena unutk

dibuat foto pembuluh darah retina

Blok 23 – Special Sense 5

Page 6: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

6. Uji Anel

Dominique Anel adalah ahli bedah perancis 1679-1730, yang melakukan pemeriksaan

fungsi ekresi lakrimal.1

7. Eksoftalmometer Hertel

Eksoftalmometri merupakan suatu tindapakn mengukur penonjolan bola mata dengan

sebuah alat yang bernama Hertel. Dengan alat ini maka dapat diketahui derajat

penonjolan bola mata. Nilai penonjolan mata normal 12-20 mm dan beda penonjolan

dari 2 mm antara kedua mata dinyatakan sebagai mata menonjol patologis atau

eksoftalmos.

8. Uji Ishihara atau buta warna3,4

Uji ini dilakukan dengan menggunakan kartu ishihara yang merupakan kartu dengan

titik-titik berwarna yang kecerahannya dan bayangannya membentuk angka, huruf

atau lainnya.

9. Amsler Grid, uji kisi-kisi Amsler

Alat ini merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengetahui fungsi penglihatan

sentral makula.

10. Papan Placido

Papan placido merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat keadaan

permukaan kornea. Papan placido ini merupakan sebuah papan yang mempunyai

gambaran garis hitam yang melingkar konsentris dengan lobang kecil yang terdapat

pada bagian sentralnya.

11. Gonioskopi

Lensa gonioskopi merupakan suatu alat yang digunakan untuk melihat keadaan sudut

bilik mata yang dapat menimbulkan glaukoma. Pemeriksaan ini selalu dilakukan pada

setiap kasus kelainan mata yang dicurigai terjadinya glaukoma.

12. Uji Ultrasonografi4

Ultrasonografi merupakan tindakan pemeriksaan mata yang dipakai untuk melihat

struktur abnormal yang terjadi pada mata dengan kepadatan kekeruhan media dimana

tidak dimungkinkan untuk melihatnya dengan mata secara langsung. Cara mengetahui

hasilnya adalah dengan melihat adanya gambaran ultrasonigrafi yang telah terekam

dengan adanya pantulan getaran yang berbeda-beda. Proses kerja alat ini adalah

dengan melihat dan memotret jaringan dalam mata dengan menggunakan gelombang

Blok 23 – Special Sense 6

Page 7: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

yang tidak dapat terdengar, pemeriksaan ini sangat penting untuk melihat susunan

jaringan intraokuler. USG mata ini umumnya dilakukan pada pasien yang terduga

menderita katarak.

13. Elektroretinografi

Elektroretinografi merupakan suatu pemeriksaan terhadap retina dengan melihat hasil

rekaman gelombang listrik retina yang terjadi pada perubahan sinar. ERG ini berguna

untuk menilai kerusakan luas pada retina

14. Visual evoked response

Rangsangan pada mata akan menimbulkan rangsangan pada jalur penglihatan hingga

korteks oksipital. Pada pemeriksaan ini akan dilihat perbedaan besar rangsangan pada

kedua mata, sehingga akan diketahui adanya gangguan rangsangan atau penglihatan

pada seseorang.

15. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan yaitu pemeriksaan sekret mata untuk

mengetahui penyebab sekret, yaitu dengan pewarnaan Gram untuk mengidentifikasi

organism bakteri atau pulasan Giemsa untuk menetapkan jenis dan morfologi sel. Dari

pulasan Giemsa ini didapatkan kemungkinan penyebab sekret seperti terdapatnya:

Limfosit dan monosit pada infeksi virus

Leukosit PMN pada infeksi bakteri

Eosinofil dan basofil pada alergi

Sel epitel dengan badan inklusi pada sitoplasma basofil pada klamidia

Sel raksasa multinuclear pada herpes

Sel Leber – makrofag raksasa oleh trakoma1

Working Diagnosis

Skenario 1

Seorang anak laki-laki usia 7 tahun datang dengan keluhan utama gatal pada kedua mata, pada

pemeriksaan mata didapatkan adanya mata merah dan kotoran pada kedua mata, adanya

riwayat alergi pada udara panas dan debu. Pasien sering menderita batuk pilek.

Blok 23 – Special Sense 7

Page 8: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Pada kasus diatas dapat diduga bahwa seorang anak laki-laki yang berusia 7 tahun tersebut

menderita satu jenis konjungtivitis alergi yang lebih spesifik lagi dikenal sebagai

konjungtivitis vernal. Penentuan working diagnosis ini ditinjau dari keluhan pasien yang

mengalami mata merah pada kedua mata, serta adanya riwayat alergi pada udara panas dan

debu, serta rentang usia yang masih dibawah 10 tahun menjadi pertimbangan yang baik dalam

menentukan working diagnosis ini menjadi konjungtivitis vernal.1,5,6

Differential Diagnosis

Differential diagnosis atau diagnosis banding untuk penyakit konjungtivitis vernal yakni

konjugtivitis alergi tipe lain, konjungtivitis virus, serta konjungtivitis bakteri.

Konjungtivitis alergi tipe lain

Konjungtivitis Flikten1,5

Konjungtivitis flikten adalah suatu peradangan konjungtiva karena reaksi alergi yang dapat

terjadi bilateral ataupun unilateral, bisaanya terdapat pada anak-anak dan kadang-kadang pada

orang dewasa. Penyakit ini merupakan manifestasi alergi endogen, tidak hanya disebabkan

protein bakteri tuberkulosis tetapi juga oleh antigen bakteri lain seperti stafilokokus. Dapat

juga ditemukan pada kandidiasis, askariasis, helmintiasis.

Konjungtivitis flikten merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi hipersensitif

tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokok, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi

parasit, dan infeksi fokal. Bisaanya terkena pada anak kurang gizi.

Gejalanya :

Mata berair

Konjungtiva terlihat bintik putih dengan hiperemi sekelilingnya

Iritasi dengan rasa sakit

Merasa silau dengan blefarospasme

Dapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu dengan kemungkinan terjadi kekambuhan.

Keadaan lebih berat bila terkena kornea. Penyulit ada bila menyebarnya flikten ke dalam

kornea atau terjadinya infeksi sekunder sehingga timbul abses.

Biasanya konjungtivitis flikten terlihat unilateral dan kadang-kadang mengenai kedua mata.

Pada konjungtiva terlihat sebagai bintik putih yang di kelilingi daerah hiperemi. Pada pasien

akan terlihat kumpulan pembuluh darah yang mengelilingi suatu tonjolan bulat dengan warna

kuning kelabu seperti suatu mikro abses yang bisaanya terletak di dekat limbus. Bisaanya

abses ini menjalar kearah sentral atau kornea dan terdapat tidak hanya satu.

Blok 23 – Special Sense 8

Page 9: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Konjungtivitis Iatrogenic

Konjungtivitis akibat pengobatan yang diberikan dokter. Berbagai obat dapat memberikan

efek samping pada tubuh, demikian pula pada mata yang dapat terjadi dalam bentuk

konjungtivitis.

Sindrom Steven Johnson

Sindrom Steven Johnson adalah suatu penyakit eritema multiform yang berat (mayor).

Penyakit ini sering di temukan pada orang muda usia sekitar 35 tahun. Penyebabnya diduga

suatu reaksi alergi pada orang yang mempunyai predisposisi alergi terhadap obat-obat

sulfonamide, barbiturate, salisilat. Ada yang beranggapan bahwa penyakit ini idiopatik dan

sering di temukan sesudah suatu infeksi herpes simpleks.

Kelainan di tandai dengan lesi pada kulit dan mukosa. Kelainan pada kulit berupa lesi eritema

yang timbul mendadak dan tersenar secara simetris. Mata merah dengan demam dan

kelemahan umum dan sakit pada sendi merupakan keluhan penderita dengan sindrom ini.

Sindrom ini disertai dengan gejala vesikel pada kulit, bulla, dan stomatitis ulseratif. Pada

keadaan lanjut dapat terjadi kelainan yang sangat menurunkan daya penglihatan.5 Pengobatan

pada penyakit ini umumnya simtomatik dengan pengobatan umum berupa kortikosteroid

sitemik dan infus cairan antibiotik.

Konjungtivitis Atopik

Konjungtivitis atopik adalah suatu peradangan konjungtiva yang dapat ditemukan pada orang-

orang yang mempunyai stigmata atopi seperti dermatitis atopi dan asma bronchial.

Atopi adalah suatu keadaan di mana individu memberikan respons imunologik yang

merugikan terhadap dirinya bila berkontak dengan bahan atau zat yang bisaanya tidak

berbahaya bagi kebanyakan orang. Orang ini bisaanya mempunyai riwayat alergi dalam

keluarganya. Reaksi alergi ini jarang bersifat anafilaksis dan terjadi segera setelah berkontak

dengan allergen. Allergen dapat melalui jalan pernafasan ataupun jalan makanan, allergen

tersebut dapat berupa tepung sari, debu jamur, bulu, kulit binatang atau makanan.

Gejala subjektif dari konjungtivitis ini adalah mata perih dan fotofobia. Kulit kelopak

menampakkan suatu gejala yang khas yaitu kering dan deskuamasi. Tampak edema

konjungtiva, papil-papil yang halus di daerah tarsus bawah di sertai secret yang mukoid. Pada

pemeriksaan histopatologik di temukan sel eosinofil pada kerokan papil. Bila terkena kornea

Blok 23 – Special Sense 9

Page 10: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

akan terjadi keratokonjungtivitis atopi dapat terjadi pula parut kornea yang akan mengganggu

penglihatan.6

Konjungtivitis virus akut (Gambar 1)

Gambar 1. Konjungtivitis Viral Akut8

Demam Faringokonjungtiva

Bisaanya disebabkan Adenovirus dan dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan hanya

bersifat suportif, berupa kompres, astringen dan lubrikasi. Pada penyakit ini umumnya gejala

disertai dengan demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau kedua

mata. Pada kasus ini bisaanya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan 7, terutama mengenai

remaja, yang disebarkan melalui droplet atau kolam renang.

Masa inkubasi 5-12 hari, yang menularkan selama 12 hari dan bersifat epidemik. Menenai

satu mata akan mengenai mata lainnya dalam minggu berikutnya. Perjalanan penyakit ini

secara akut dengan gejala hiperemia konjungtiva, folikelpada konjungtiva, sekret serous,

fotofobia, kelopak bengkak dengan pseudomembran. Pada kornea dapat terjadi keratitis

superfisial, dan atau subepitel dengan pembesaran kelenjar limfe preurikel.1,5

Pengobatan hanya suportif karena dapat sembuh sendiri. Diberikan kompres, astrigen,

lubrikasi, pada kasus yang berat dapat diberikan antibiotik denga steroid topikal untuk

mncegah infeksi sekunder. Manifestasi klinis yang seringkali muncul, yakni :

Demam faringokonjingtival ditandai oleh demam 38,3 – 40 GC

Sakit tenggorokan

Konjungtivitis folikular pada satu atau kedua mata

Dapat unilateral atau bilateral

Mata merah dan sering berair

Terdapat keratitis epitel superficial dan kekeruhan subepitel

Yang khas terdapat Limfadenopati preaurikular (tidak nyeri tekan)

Blok 23 – Special Sense 10

Page 11: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Keratokonjungtivitis Epidemi

Keratokonjungtivitis epidemi disebabkan adenovirus 8, 19, 29 dan 37 umumnya terjadi

bilateral. Mudah menular dengan masa inkubasi 8-9 hari dan masa infeksius 14 hari. Mata

berair berat, seperti kelilipan, perdarahan subkonjungtiva, folikel terutama konjungtiva

bawah, kadang-kadang terdapat pseudomembran. Kelenjar preurikel membesar. Bisaanya

gejala akan menurun dalam waktu 7-15 hari.

Keratokonjungtivitis epidemika pada orang dewasa terbatas dibagian luar mata, tetapi pada

anak-anak mungkin terdapat gejala-gejala sistemik infeksi virus seperti demam, sakit

tenggorokan, otitis media, dan diare.

Pengobatan dengan antivirus dan alfa interferon tidak umum untuk konjungtivitis adenovirus.

Astrigen diberikan untuk mengurangi gejala dan hiperemia. Pemberian antbiotik adalah untuk

infeksi sekunder. Steroid dapat diberikan bila terlihat adanya membran dan infiltrasi subepitel.

Konjungtivits Virus Herpes Simpleks

Konjungtivitis virus herpes simplek (HSV) bisaanya mengenai anak kecil yang mendapat

infeksi dari pembawa virus berlangsung 2-3 minggu, adalah keadaan luar bisaa yang ditandai

dengan injeksi unilateral, iritasi, secret mukoid, nyeri dan fotofobia ringan. Vesikel-vesikel

herpes terkadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema palpebra hebat.

Penegakan diagnosis konjungtivitis ini adalah bila ditemukan adanya sel raksasa pada

pewarnaan Giemsa, kultur virus, dan sel inklusi intranuklear. Pengobatan yang umumnya

diberikan adalah dengan kompres dingin, serta pemberian asiclovir 400 mg/hari selama 5 hari.

Selain itu, juga diberikan analgetika selama 2 minggu awal penyakit. Pemberian analgetika ini

bertujuan untuk mengurangi rasa nyeri yang timbul. Sedangkan pada kelainan permukaan

dapat diberikan salep tetrasiklin. Penyulit yang kadang kala ditemukan dari keadaan ini yakni

berupa parut pada kelopak mata, neuralgia, katarak, glaukoma, kelumpuhan pada saraf III, IV,

dan VI, serta keadaan terparah adalah kebutaan.

Konjungtivitis penyakit Newcastle

Konjungtivitis penyakit Newcastle adalah penyakit yang jarang didapat, ditandai dengan

perasaan terbakar, gatal, nyeri, merah, berair mata, dan penglihatan kabur. Sering terjadi pada

pekerja peternakan unggas atau burung dan petugas laboratorium yang bekerja dengan virus

atau vaksin hidup.

Blok 23 – Special Sense 11

Page 12: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Konjungtivitis ini mirip dengan yang disebabkan virus lain, dengan kemosis, nodus

preaurikular kecil, dan folikel-folikel di tarsus superior dan inferior. Tidak ada pengobatan

karena akan sembuh sendiri.

Konjungtivitis Hemoragika Akut5

Pertama kali ditemukan di Ghana Afrika pada tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh

virus picorna, atau enterovirus tipe 70. Penyakit ini khas memiliki masa inkubasi (24-48 jam)

dan segala gejala yang timbul akan berkurang spontan dalam (3-4 hari). Gejala dan tanda

yang bisaa ditimbulkan adalah mata iritatif seperti ada benda asing yakni kelilipan serta

terdapat sakit periorbita, fotofobia, banyak meneluarkan air mata, kemerahan, edema

palpebra, dan perdarahan subkonjungtiva, kadang-kadang terdapat kemosis. Kebanyakan

pasien mengalami limfadenopati preaurikular, folikel konjungtiva, dan keratitis epitel.

Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan benda penular seperti seprai,

alat-alat optic yang terkontaminasi dan air. Pengobatan penyakit ini berupa pengobatan

simtomatik, selain itu juga dapat diberikan antibiotik spektrum luas seperti sulfasetamid guna

mencegah infeksi sekunder. Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

lingkungan dan pribadi.

Konjungtivitis bakteri 1,3

Konjungtivitis bakteri merupakan suatu konjungtivitis yang disebabkan oleh bakteri. Jenis

konjungtivitis ini merupakan suatu jenis konjungtivitis yang mudah menular. Konjungtivitis

bakteri disebabkan oleh infeksi gonokok, meningokok, Staphylococcus aureus, Streptococcus

pneumoniae, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Neisseria gonorrhea,

Corynebacterium diphtheria (Gambar 2).8

Gambar 2. Konjungtivitis Bakteri8

Gambaran klinis yang muncul berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen.

Dengan tanda hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil, dan dengan kornea yang jernih.

Kadang disertai keratis dan blefaritis. Bisaanya dari satu mata menjalar ke mata yang lain dan

dapat menjadi kronik.

Blok 23 – Special Sense 12

Page 13: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Pada konjungtivitis gonore, terjadi sekret yang purulen padat dengan masa inkubasi 12 jam - 5

hari, disertai pendarahan subkonjungtiva dan kemosis. Terdapat tiga bentuk, oftalmia

neonatorum (bayi berusia 1-3 hari), konjngtivitis gonore infantum (lebih dari 10 hari), dan

konjungtivitis gonore adultorum. Pada orang dewasa terdapat kelopak mata bengkak sukar

dibuka dan konjungtiva yang kaku disertai sakit pada perabaan. Pseudomembran pada

konjungtiva tarsal superior. Konjungtiva bulbi merah, kemosis, dan menebal. Gambaran

hipertrofi papilar besar, juga tanda-tanda infeksi umum. Bisaanya berawal dari satu mata

kemudian menjalar kemata yang sebelahnya. Tidak jarang ditemukan pembesaran dan rasa

nyeri kelenjar preaurikular. Sekret semula serosa kemudian menjadi kuning kental, tapi

dibandingkan dengan bayi, maka pada dewasa sekret tidak kental sekali. Komplikasi yang

dapat muncul, yakni Stafilokok dapat menyebabkan blefarokonjungtivitis, gonokok

menyebabkan perforasi kornea dan endoftalmitis, dan meningokok dapat menyebabkan

septicemia atau meningitis.

Sebelum terdapat hasil pemeriksan mikrobiologi, dapat diberikan antibiotik tunggal, seperti

gentamisin, kloramfenikol, polimiksin, dan sebagainya, selama 3-5 hari. Kemudian bila tidak

memberikan hasil, dihentikan dan menunggu hasil pemeriksaan. Bila tidak ditemukan kuman

dalam sedian langsung, diberikan tetes mata antibiotik spectrum luas tiap jam disertai salep

mata untuk tidur atau salep mata 4-5 kali sehari. Untuk konjungtivitis gonore, pasien dirawat

serta diberi penisilin salep dan suntikan. Untuk bayi dosisnya 50000 unit/kg BB selama 7 hari.

Sekret dibersihkan dengan kapas yang dibasahin dengan air rebus bersih atau garam fisiologis

setiap 15 menit dan diberi salep penisilin. Dapat diberikan penisilin tetes mata dalam bentuk

larutan penisilin G 10.000-20.000unit/ml diberikan setiap 1 jam selama 3 hari. Antibiotika

sistemik diberikan sesuai dengan pengobatan gonokok. Terapi dihentikan setelah pemeriksaan

mikroskopik menunjukan hasil negative selama 3 hari berturut-turut.

Konjungtivitis bakteri yang disebabkan oleh organism tertentu. Konjungtivitis jenis ini

merupakan jenis konjungtivitis yang dapat sembuh sendiri dalam waktu 2 minggu. Dengan

pengobatan bisaanya akan sembuh dalam 1-3 hari.

Etiologi1,5

Konjungtivitis Vernalis merupakan suatu peradangan konjungtiva kronik, rekuren bilateral,

atopi, yang mengandung secret mucous sebagai akibat reaksi hipersensitivitas tipe I. Penyakit

ini juga dikenal sebagai “catarrh musim semi”.

Konjungtivitis verbal terdapat dalam 2 bentuk yang dapat berjalan bersama, yakni :

Bentuk Palbebra5

Blok 23 – Special Sense 13

Page 14: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Pada tipe palpebral ini terutama mengenai konjungtiva tarsal superior, terdapat

pertumbuhan papil yang besar atau cobble stone yang diliputi secret yang mukoid.

Konjungtiva bawah hiperemi dan edema dengan kelainan kornea lebih berat

disbanding bentuk limbal. Secara klinik, papil besar ini tampak sebagai tonjolan

bersegi banyak dengan permukaan uang rata dan dengan kapiler di tengahnya.

Bentuk Limbal

Hipertrofi pada limbus superior yang dapat membentuk jaringan hiperplastik gelatine.

Dengan trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea atau eosinofil di bagian

epitel limbus kornea, terbentuknya panus dengan sedikit eosinofil.5

Epidemiologi1,5,6

Konjungtivitis Vernal bisaanya mengenai pasien usia muda antara 3-25 tahun dengan

presentasi kedua jenis kelamin sama. Bisaanya pada laki-laki mulai pada usia di bawah 10

tahun.1,5,6

Patofisiologi9

Perubahan struktur konjungtiva erat kaitannya dengan timbulnya radang interstitial yang

banyak didominasi oleh reaksi hipersensitivitas tipe I. Pada konjungtiva akan dijumpai

hiperemi dan vasodilatasi difus, yang dengan cepat akan diikuti dengan hiperplasi akibat

proliferasi jaringan yang menghasilkan pembentukan jaringan ikat yang tidak terkendali.

Kondisi ini akan diikuti oleh hyalinisasi dan menimbulkan deposit pada konjungtiva sehingga

terbentuklah gambaran cobblestone.

Jaringan ikat yang berlebihan ini akan memberikan warna putih susu kebiruan sehingga

konjungtiva tampak buram dan tidak berkilau. Proliferasi yang spesifik pada konjungtiva

tarsal, oleh von Graefe disebut pavement like granulations. Hipertrofi papil pada konjungtiva

tarsal tidak jarang mengakibatkan ptosis mekanik. Limbus konjungtiva juga memperlihatkan

perubahan akibat vasodilatasi dan hipertofi yang menghasilkan lesi fokal. Pada tingkat yang

berat, kekeruhan pada limbus sering menimbulkan gambaran distrofi dan menimbulkan

gangguan dalam kualitas maupun kuantitas stem cells.9

Tahap awal konjungtivitis vernalis ini ditandai oleh fase prehipertrofi. Dalam kaitan ini, akan

tampak pembentukan neovaskularisasi dan pembentukan papil yang ditutup oleh satu lapis sel

epitel dengan degenerasi mukoid dalam kripta di antara papil serta pseudomembran milky

white. Pembentukan papil ini berhubungan dengan infiltrasi stroma oleh sel- sel PMN,

eosinofil, basofil dan sel mast.

Blok 23 – Special Sense 14

Page 15: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Tahap berikutnya akan dijumpai sel- sel mononuclear lerta limfosit makrofag. Sel mast dan

eosinofil yang dijumpai dalam jumlah besar dan terletak superficial. Dalam hal ini hampir

80% sel mast dalam kondisi terdegranulasi. Temuan ini sangat bermakna dalam membuktikan

peran sentral sel mast terhadap konjungtivitis vernalis. Keberadaan eosinofil dan basofil,

khususnya dalam konjungtiva sudah cukup menandai adanya abnormalitas jaringan.

Fase vascular dan selular dini akan segera diikuti dengan deposisi kolagen, hialuronidase,

peningkatan vaskularisasi yang lebih mencolok, serta reduksi sel radang secara keseluruhan.

Deposisi kolagen dan substansi dasar maupun seluler mengakibatkan terbentuknya deposit

stone yang terlihat secara nyata pada pemeriksaan klinis. Hiperplasi jaringan ikat meluas ke

atas membentuk giant papil bertangkai dengan dasar perlekatan yang luas. Horner- Trantas

dot’s yang terdapat di daerah ini sebagian besar terdiri dari eosinofil, debris selular yang

terdeskuamasi, namun masih ada sel PMN dan limfosit.9

Gejala Klinis3

Gejala klinis yang umumnya timbul sebagai akibat dari penyakit ini yakni :3

Mata merah

Sakit

Bengkak

Panas

Berair

Gatal

Silau

Serangan penyakit ini tidak selalu muncul bersamaan dengan seluruh gejala yang ada,

terkadang pada beberapa kasus hanya ditemukan sedikit gejala yang timbul. Sering berulang

dan menahun, bersamaan dengan rinitis alergi. Bisaanya terdapat riwayat atopi sendiri atau

dalam keluarga. Pada pemeriksaan ditemukan injeksi ringan pada konjungtiva palbebra dan

bulbi serta papil besar pada konjungtiva tarsal yang dapat menimbulkan komplikasi pada

konjungtiva. Pada keadaan akut dapat terjadi kemosis berat.

Penatalaksanaan3,5

Pengobatan non medika mentosa

Kompres dingin dan kompres es

Tidur/bekerja dalam ruangan ber-AC

Tinggal dalam lingkungan yang beriklim sejuk dan lembab

Blok 23 – Special Sense 15

Page 16: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Menghindari daerah berangin kencang yang bisaanya juga membawa serbuksari

Menggunakan kacamata berpenutup total untuk mengurangi kontak dengan allergen di

udara terbuka

Pemakaian lensa kontak dihindari karena dapat membantu resistensi allergen

Pengganti air mata (artificial), selain bermanfaat untuk cuci mata juga berfungsi

protektif karena membantu menghalau allergen.

Pengobatan medikamentosa

Dalam pengobatan medika mentosa, perlu diperhatikan setiap keadaan untung dan rugi yang

dapat terjadi. Untuk menghilangkan sekresi mucus, dapat digunakan irigasi saline steril dan

mukolitik seperti asetil sistein 10% - 20% tetes mata. Dosisnya tergantung pada kuantitas

eksudat serta beratnya gejala. Dalam hal ini, larutan 10% lebih dapat ditoleransi daripada

larutan 10%. Larutan alkaline seperti sodium karbonat monohidrat dapat membantu

melarutkan atau mengencerkan musin, sekalipun tidak efektif sepenuhnya.3

Satu- satunya terapi yang dipandang paling efektif untuk pengobatan konjungtivitis vernalis

ini adalah kortikosteroid, baik topical maupun sistemik. Namun untuk pemakaian dalam dosis

besar harus diperhitungkan kemungkinan timbulnya resiko yang tidak diharapkan.

Untuk Konjungtivitis vernal yang berat, bisa diberikan steroid topical prednisolone fosfat 1%,

6- 8 kali sehari selama satu minggu. Kemudian dilanjutkan dengan reduksi dosis sampai dosis

terendah yang dibutuhkan oleh pasien tersebut. Pada kasus yang lebih parah, bisa juga

digunakan steroid sistemik seperti prednisolon asetet, prednisolone fosfat atau deksametason

fosfat 2- 3 tablet 4 kali sehari selama 1-2 minggu. Satu hal yang perlu diingat dalam kaitan

dengan pemakaian preparat steroid adalah gnakan dosis serendah mungkin dan sesingkat

mungkin.

Selain pemberian steroid, antihistamin baik local maupun sistemik dapat dipertimbangkan

sebagai pilihan lain karena kemampuannya untuk mengurangi rasa gatal yang dialami pasien.

Apabila dikombinasi dengan vasokonstriktor, dapat memberikan control yang memadai pada

kasus yang ringan atau memungkinkan reduksi dosis. Bahkan menangguhkan pemberian

kortikosteroid topical. Satu hal yang tidak disukai dari pemakaian antihistamin adalah efek

samping yang menimbulkan kantuk. Pada anak-anak, hal ini dapat juga mengganggu aktivitas

sehari- hari. Emedastine adalah antihistamin paling poten yang tersedia di pasaran dengan

kemampuan mencegah sekresi sitokin. Sementara olopatadine merupakan antihistamin yang

berfungsi sebagai inhibitor degranulasi sel mast konjungtiva.

Sodium kromolin 4% terbukti bermanfaat karena kemampuannya sebagai pengganti steroid

Blok 23 – Special Sense 16

Page 17: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

bila pasien sudah dapat dikontrol. Ini juga berarti dapat membantu mengurangi kebutuhan

akan pemakaian steroid. Sodium kromolin berperan sebagai stabilisator sel masi, mencegah

terlepasnya beberapa mediator yang dihasilkan pada reaksi alergi tipe I, namun tidak mampu

menghambat pengikatan IgE terhadap sel maupun interaksi sel IgE dengan antigen spesifik.

Titik tangkapnya, diduga sodium kromolin memblok kanal kalsium pada membrane sel serta

menghambat pelepasan histamine dari sel mast dengan cara mengatur fosforilasi.3,5

Lodoksamid 0,1% bermanfaat mengurangi infiltrate radang terutama eosinofil dalam

konjungtiva. Levokabastin tetes mata merupakan suatu antihistamin yang spesifik terhadap

konjungtivitis vernalis, dimana symptom konjungtivitis vernalis hilang dalam 14 hari.

Pencegahan3

Pencegahan merupakan suatu tahapan yang dilakukan guna menghindari terkenanya suatu

penyakit. Dalam kasus konjungtivitis vernal, tindakan-tindakan pencegahan yang dapat

dilakukan yakni dengan hidup di daerah yang bersuhu sejuk dan lembab.3

Komplikasi3

Komplikasi yang sering ditimbulkan dari konjungtivitis vernal adalah konjungtivitis

stafilokok dan blefaritis. Apabila teradi komplikasi ini maka diperlukan penanganan segera

dengan pemberian terapi.

Prognosis3

Prognosis dari penyakit konjungtivitis vernal ini cukup baik meskipun angka kejadian

kekambuhan dari penyakit ini pasti terjadi, khususnya pada musim semi dan musim panas,

tetapi setelah sejumlah kekambuhan yang terjadi papillae sama sekali menghilang tanpa

meninggalkan jaringan parut.3

Kesimpulan

Penyakit konjungtivitis vernal merupakan suatu penyakit alergi bilateral yang merupakan

akibat reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai kedua mata dan bersifat rekuren.1,3,5

Penyakit ini dikenal juga sebagai suatu penyakit “konjungtivitis musiman” atau

“konjungtivitis musim kemarau”. Penyakit ini menyerang orang dengan usia muda 3-25

tahun, dan pada laki-laki dimulai saat usia dibawah 10 tahun. Penyakit ini dapat sembuh

sempurna, meskipun dengan riwayat kekambuhan yang pasti terjadi.

Blok 23 – Special Sense 17

Page 18: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

Daftar pustaka

1. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,

2006. h.35-6, 109-48.

2. Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates. Edisi ke-8.

Jakarta: EGC, 2009. h.147-57.

3. Riordan-Eva P, Whitches JP. Vaughan & asbury oftalmologi umum. Edisi ke-17.

Jakarta: EGC, 2009. h.97-124.

4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systematic approach. Edisi ke-7.

China: Elsevier Saunders, 2011. h.25-9.

5. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2012. h.120-37

6. Utama H. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2008. h.28-9

7. Wijana N. Konjungtiva dalam Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-1. Jakarta: EGC, 2003.

h.41-69.

Blok 23 – Special Sense 18

Page 19: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

8. Hendrickson RG, Silverberg M, Campbell CJ, Morocco AP. Teks-Atlas kedokteran

kedaruratan jilid 1. Edisi ke-3. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2007. h.90-1.

9. Staff Ilmu Penyakit Mata FK UGM, Keratokonjungtivitis Vernalis dalam

http://www.tempo.com.id/medika/032012.htm

Blok 23 – Special Sense 19

Page 20: PBL B_23 Konjungtivitis (Makalah)

PBL Blok 19 – Cardiovascular System 2 20