32
Anita Angkawinata Langie 102012142 Kelompok A7 Makalah Blok 23 Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 10 [email protected] Pendahuluan Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Meningitis adalah infeksi atau radang yang mengenai piamater, arakhnoid, dan dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial. Dibandingkan dengan jenis-jenis tuberkulosa lain, meningitis tuberkulosa adalah yang paling banyak menyebabkan kematian. Jumlah penderita meningitis tuberkulosa kurang lebih sebanding dengan prevalensi infeksi oleh mikobakterium tuberkulosa pada umumnya. Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut, maka perjalanan penyakit lebih lama dan perubahan atau kelainan dalam CSS tidak begitu hebat. 1,2 Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberculosis primer. Secara histologic,

PBL blok 22

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

Page 1: PBL blok 22

Anita Angkawinata Langie

102012142

Kelompok A7

Makalah Blok 23

Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 10

[email protected]

Pendahuluan

Latar Belakang

Penyakit infeksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama

di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia.  Meningitis adalah

infeksi atau radang yang mengenai piamater, arakhnoid, dan dalam derajat yang lebih

ringan mengenai jaringan otak dan medulla spinalis yang superfisial. Dibandingkan

dengan jenis-jenis tuberkulosa lain, meningitis tuberkulosa adalah yang paling banyak

menyebabkan kematian. Jumlah penderita meningitis tuberkulosa kurang lebih

sebanding dengan prevalensi infeksi oleh mikobakterium tuberkulosa pada umumnya.

Dibandingkan dengan meningitis bakterial akut, maka perjalanan penyakit lebih lama

dan perubahan atau kelainan dalam CSS tidak begitu hebat.1,2

Meningitis tuberkulosis adalah radang selaput otak akibat komplikasi

tuberculosis primer. Secara histologic, meningitis tuberculosis merupakan meningo-

ensefalitis  (tuberkulosa) dimana terjadi invasi ke selaput dan jaringan susunan saraf

pusat.

Tujuan

Pada makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai meningitis tuberculosis

dimulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik maupun penunjang, gejala klinis,

patofisiologi, tatalaksana, prognosis, dan pencegahan.

Page 2: PBL blok 22

Isi

Skenario 5.

Seorang wanita berusia 72 tahun datang ke poliklinik diantar oleh anaknya dengan

keluhan utama kedua mata pandangan kabur dengan mata kanan lebih buruk dari mata

kiri. Keluhan sudah dirasakan selama bertahun-tahun dan dirasakan semakin lama

semakin memburuk. Anak pasien mengatakan bahwa ibunya sering menabrak

perabotan di dalam rumah. Pasien menderita DM dan Hipertensi yang tidak terkontrol

dengan baik.

Anamnesis

Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter

dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien secara langsung

(autoanamnesis) atau dengan keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan

penolong pasien (alloanamnesis). Hasil anamnesis yang didapat pada kasus adalah

sebagai berikut :

Identitas

Meliputi nama, tempat tanggal lahir, alamat, dan juga pekerjaan.

Keluhan Utama

Seorang wanita dibawa oleh anaknya dengan keluhan pandangan kabur yang

dirasakan bertahun-tahun dan semakin memberat.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pandangan mata kanan lebih buruk dari mata kiri. Wanita tersebut sering

menabrak perabotan di dalam rumah.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pada kasus tidak diberitahukan apakah pasien pernah mengalami hal seperti

ini sebelumnya. Pada kasus hanya diberitahukan bahwa pasien menderita DM

dan Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik.

Riwayat Keluarga

Pada kasus tidak diberitahukan apakah keluarga pasien ada yang menderita hal

serupa atau tidak.

Riwayat social-ekonomi

Meliputi suasana dan kebersihan tempat tinggal pasien. Ditanyakan pula

pekerjaan dan kesibukan pasien sehari-hari.

Page 3: PBL blok 22

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik penting dilakukan untuk menegakkan diagnosis bersama

dengan anamnesis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik yang dilakukan

adalah pengecekan tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan,dan tekanan darah) dan

pemeriksaan neurologis. Penting juga pencatatan antropometri untuk mengetahui

keadaan normal pasien.

Berikut adalah pemeriksaan neurologis yang dapat dilakukan untuk

membantu menegakkan diagnosis:

Pada saat pasien datang kita melihat bagaimana keadaan umum dan kesadaran

pasien yang bisa diukur baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Berikut merupakan

tingkatan kesadaran pasien:

1. Compos Mentis : Sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun

terhadap lingkungannya. Pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa

dengan baik.

2. Apatis : kurang memberikan respon terhadap sekelilingnya atau bersifat

acuh tak acuh terhadap sekelilingnya.

3. Delirium: penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur

bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh, gelisah, kacau, disorientasi

dan meronta-ronta.

4. Somnolen : keadaan mengantuk yang masih dapat pulih penuh bila

dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan tertidur kembali.

5. Sopor : keadaan mengantuk yang dalam. Pasien masih dapat dibangunkan

dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien tidak

terbangun sempurna dan tidak dapat membrikan jawaban verbal yang baik.

6. Coma : tidak sadar, dan tidak ada reaksi terhadap rangsangan apapun juga.

Tingkat Kesadaran (Kuantitas) dinilai dgn GCS

Terdiri atas respon:

1.    Membuka Mata / Eye (E); nilai normal = 4

2.    Bicara / Verbal (V); nilai normal = 5

3.    Gerakan / Motorik (M); nilai normal = 6

Page 4: PBL blok 22

Tabel 1. Glasgow Coma Scale (GCS)2

RESPON NILAI

Respon Membuka Mata / Eye (E)

·      Spontan 4

·      Dengan rangsangan suara 3

·      Dengan rangsangan nyeri ( pada supra orbita, sternum, kuku) 2

·      Tidak ada respon 1

Respon Bicara / Verbal (V)

·      Baik dan tidak ada disorientasi 5

·      Bicara kacau; Dapat bicara kalimat namun disorientasi waktu

dan tempat

4

·      Tidak tepat dalam mengucapkan kata-kata dan

pengucapaannya tidak beraturan

3

·      Mengeluarkan bunyi tanpa arti ( mengerang ) 2

·      Tidak ada jawaban 1

Respon Gerakan / Motorik (M)

·      Menurut perintah ( contoh : mengangkat tangan ) 6

·      Dapat menunjuk lokasi nyeri 5

·      Reaksi menarik ekstremitas ( menghindar ) 4

·      Reaksi fleksi abnormal 3

·      Reaksi ekstensi abnormal 2

·      Tidak ada respon sama sekali  (dipastikan dengan rangsangan

yang adekuat )

1

·      Interpretasi

Page 5: PBL blok 22

1.   GCS = E4M6V5 (15) : compos mentis

2.   GCS ≤ 8 : koma

3.   GCS = E1M1V1 (3) : koma dalam

Setelah itu kita mengukur antopometri (berat dan tinggi badan pasien, serta

lingkar lengan atas karena pasien > 2 tahun), pemeriksaan TTV, dan pemeriksaan

tanda rangsang meningeal

o Berat dan tinggi badan

o Lingkar lengan atas

o Tanda-tanda vital (TTV) :

Suhu (oral, rektal, axila atau telinga)

Tekanan darah

Tekanan nadi

Frekuensi pernafasan

Pemeriksaan rangsang meningeal adalah pemeriksaan yang dilakukan pada

paasien dugaan meningitis dan juga pendarahan sub arachnoid. Pemeriksaan yaitu

meliputi antara lain :2,3

a. Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring terlentang, tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala

pasien. Kemudian kepala ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai

dada. Selama penekukan ini diperhatikan adanya tahanan. Bila terdapat kaku kuduk

kita dapatkan tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada. Kaku kuduk dapat bersifat

ringan atau berat. Pada kaku kuduk yang berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah

sering kepala terkedik ke belakang. Pada keadaan yang ringan, kaku kuduk dinilai

dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.

b. Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada persendian panggul

sampai membuat sudut 90 derajat. Setelah itu tungkai bawah diekstensikan pada

persendian lutut.  Biasanya kita dapat melakukan ekstensi ini sampai sudut 1350,

antara tungkai bawah dan tungkai atas. Bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum

mencapai sudut ini, maka dikatakan bahwa tanda kernig positif.

Page 6: PBL blok 22

c. Pemeriksaan Tanda Lasegue

Pasien diposisikan berbaring dengan kedua tungkai diekstensikan. Lalu

pemeriksa mengangkat salah satu tungkai lurus keatas. Tanda lasegue akan positif

apabila pasien tidak sampai pada > dari 700 dan terdapat nyeri.

d. Pemeriksaan Tanda Brudzinski I (Brudzinski’s neck sign)

Tangan ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan

kepala sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya

ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan. Bila tanda brudzinski

positif, maka tindakan ini mengakibatkan fleksi kedua tungkai.

e. Pemeriksaan Tanda brudzinski II (Brudzinski’s contralateral leg sign)

Pada pasien yang sedang berbaring, satu tungkai difleksikan pada persendian

panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus). Bila

tungkai yang satu ini ikut pula terfleksi, maka disebut tandan Brudzinski II positif.

Sebagai halnya dalam memeriksa adanya tanda brudzinski I, perlu diperhatikan

terlebih dahulu apakah terdapat kelumpuhan pada tungkai.

f. Pemeriksaan Tanda brudzinski III

Pasien berada dalam posisi tidur terlentang dengan tangan dan kaki

diluruskan. Pemeriksa menekan kedua pipi atau infra orbita pasien dengan kedua

tangannya dan hasil brudzinski III akan memberikan hasil positif jika pada

pemeriksaan tadi bersamaan dengan terdapatnya fleksi pada kedua lengan pasien.

g. Pemeriksaan Tanda brudzinski IV

Pasien berada dalam posisi tidur terlentang dengan kedua tangan dan kaki

diluruskan. Pmeriksa menekan tulang pubis dan hasil brudzinski IV akan positif jika

pada pemeriksaan tadi bersamaan dengan terdapatnya fleksi pada kedua tungkai

bawah.

Gambar 1. Pemeriksaan lasegue.

Sumber : www.google.com

Page 7: PBL blok 22

Gambar 2. Pemeriksaan kernig.

Sumber : www.google.com

Gambar 3. Pemeriksaan brudzinski I

Sumber : www.google.com

Gambar 4. Pemeriksaan brudzinski II

Sumber : www.google.com

Pemeriksaan Saraf Kranial2,3

Saraf I. Biasanya pasien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi penciuman

juga tidak mengalami kelainan.

Saraf II. Tes ketajaman penglihatan umumnya pada kondisi normal. Pemeriksaan

papilledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses

serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan

intracranial yang telah berlangsung lama.

Saraf III, IV, dan VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien

meningitis yang tidak disertai dengan penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan.

Pada tahap lanjut meningitis, bagi pasien yang telah terganggu kesadarannya, tanda-

tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alas an yang

tidak diketahui, pasien meningitis sering mengeluh fotofobia atau sensitive yang

berlebihan dengan cahaya.

Saraf V. Pada pasien meningitis umumnya tidak didapat paralisis pada otot

wajah dan reflek kornea biasanya tidak ada kelainan.

Saraf VII. Persepsi pengecapan umumnya dalam batas normal, wajah simetris.

Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

Saraf IX dan X. Kemampuan menelan umumnya baik.

Page 8: PBL blok 22

Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus atau trapezius. Adanya

usaha dari pasien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (rigiditas nukal)

Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada

fasikulasi. Indra pengecapan normal.

Pada kasus diberitahukan bahwa pasien mengalami abnormalitas pada nervus

III, IV, dan VI. Berikut ini adalah cara pemeriksaannya : Pemeriksa menginspeksi

mata pasien, apakah terdapat ptosis, anemis atau kuning. Selanjutnya pemeriksaan

untuk N.III, IV dan VI pemeriksa memperhatikan kelopak mata pasien kemudian

pasien diminta untuk mengikuti gerakan jari yang diberikan oleh pemeriksa dengan

matanya membentuk huruf H, pemeriksa melihat apakah gerakan mata pasien mulus

tidak ada jerky juga nigtasmus. Pemeriksa juga menanyakan pada pasien, apakah ada

diplopia (penglihatan ganda).

Hasil pemeriksaan didapat berat badan pasien 17 kg yang seharusnya 20kg.

Pasien tampak letargi, pucat konjugtiva anemis, ada pembesaran kelenjar getah

bening, suara nafas ronkhi basah halus pada paru kanan bawah, NIII, IV, VI

abnormal. Pada pemeriksaan fisik neurologis didapat brudzinski I dan II (+) dan

Babinsky (+).

Pemeriksaan Penunjang

Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dalam membantu

penegakkan diagnosa meningitis tuberkulosa adalah :4

- Darah perifer lengkap, gula darah, elektrolit darah

- Pemeriksaan punksi lumbal bila ada indikasi

Pada punksi lumbal : cairan serebrospinal jernih atau santokrom, sel leukosit

meningkat sampai 500/µl, dengan hitung jenis sel limfosit dominan walaupun

pada keadaan awal dapat polimorfonuklear. Protein meningkat sampai 500

mg/dl, kadar glukosa dibawah normal. Fungsi lumbal ulangan dapat

memperkuat diagnosis.

- Pemeriksaan cairan otak.

Tekanan meningkat, warna jernih atau santokrom, protein meningkat, gula

menurun, klorida menurun, lekosit meningkat sampai 500/ mm3 dengan sel

mononuclear yang dominan. Bila didiamkan beberapa jam akan terbentuk

pelikula yang berbentuk sarang labah-labah. Pada pengecatan Ziehl Neelsen

dan biakan akan ditemukan kuman mikobakterium tuberkulosa. Tes tuberculin

Page 9: PBL blok 22

terutama dilakukan pada bayi dan anak kecil, hasilnya sering kali negative

karena anergi, terutama pada stadium terminal.

- Pemeriksaan lainnya meliputi foto dada dan kolumna vertebralis, rekaman

EEG, dan CT Scan.

Diagnosis meningitis tuberkulosa dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR,

ELISA dan aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah

menemukan Micobacterium Tuberculosa dalam kultur Cairan Serebro Spinal. Namun

pemeriksaan kultur Cairan Serebro Spinal ini membutuhkan waktu  yang lama dan

memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita.

Hasil pemeriksaan penunjang pasien Hb 10g/dl, Ht 35, leukosit 6.000/ul,

trombosit 200.000/ul dan pada pemeriksaan Lumbal Punksi didapat cairan berwarna

kuning jernih, predominan limfosit 30/ul, protein 150mg/dl, glukosa 20 mg/dl, dan

BTA (+)

Gejala Klinis

Meningitis bacterial disebut juga dengan leptomeninges karena organisme

penyebabnya biasanya didapatkan pada subarachnoid dan menyebar ke piamater dan

arachnoid. Penyakit ini timbul bertahap sehingga biasanya terdapat panas yang tidak

terlalu tinggi, nyeri kepala dan nyeri kuduk. Disamping itu juga terdapat riwayat

penurunan berat badan, nyeri otot, nyeri punggung, anoreksia dan mungkin sedikit

demam, kemungkinan dijumpai kelainan jiwa seperti halusinasi, waham. Setelah

beberapa hari, bukti adanya keterlibatan meningen ditandai dengan adanya letargi,

iritabilitas, dan pada pemeriksaan akan dijumpai tanda-tanda rangsangan selaput otak

seperti kaku kuduk, tanda Kernig dan tanda Brudzinsky. Jika diagnosis tidak

ditegakkan pada tahap ini akan terjadi kejang, tanda fokal dan gangguan kesadaran.

Terdapat peningkatan jumlah limfosit dengan peningkatan protein dan glukosa yang

rendah pada LCS.2,3,5

Meningitis TB di bagi dalam 3 stadium.2,6

Stadium I

Stadium prodromal berlangsung < 2 minggu – 3 bulan. Pada anak yang masih

kecil awal penyakit bersifat subakut, sering tanpa panas atau hanya kenaikan suhu

yang ringan atau hanya dengan tanda-tanda infeksi umum, muntah-muntah, tidak ada

Page 10: PBL blok 22

nafsu makan, murung, berat badan turun, tak ada gairah, mudah tersinggung, cengeng,

tidur terganggu dan gangguan kesadaran berupa apatis. Anak yang lebih besar

mengeluh nyeri kepala, tidak ada nafsu makan, obstipasi, muntah-muntah, pola tidur

terganggu. Pada orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala,

konstipasi tak ada nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, delusi dan

sangat gelisah.

Stadium II

Gejala terlihat lebih berat. Pada anak kecil dan bayi terdapat kejang umum

atau fokal. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh tubuh dapat

menjadi kaku dan timbul opistotonus, terdapat tanda-tanda peningkatan tekanan

intracranial, ubun-ubun menonjol dan muntah lebih hebat. Nyeri kepala yang

bertambah berat dan progresif menyebabkan sianak berteriak dan menangis dengan

nada yang khas yaitu meningeal cry. Kesadaran makin menurun. Refleks tendon

meningkat, refleks abdomen menghilang, disertai klonus patela dan pergelangan kaki.

Terdapat gangguan nervi kraniales antara lain N.II, III, IV, VI, VII dan VIII. Dalam

stadium ini dapat terjadi deficit neurologic fokal seperti hemiparesis, hemiplegia

karena infark otak dan rigiditas deserebrasi.

Stadium III

Dalam stadium ini suhu tidak teratur dan semakin tinggi yang disebabkan oleh

terganggunya regulasi pada diensefalon. Pernapasan dan nadi juga tak teratur dan

terdapat gangguan pernapasan dalam bentuk Cheyne-Stokes atau Kussmaul, spasme

klonik dan peningkatan suhu tubuh. Gangguan miksi berupa retensi atau inkotinensia

urin. Di dapatkan pula adanya gangguan kesadaran makin menurun sampai koma

yang dalam. Pada stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu 3 minggu

bila tidak memperoleh pengobatan sebagaimana mestinya.

Working Diagnosis

Dilihat dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang

yang bisa kita jadikan diagnosis yaitu meningitis tuberculosis.

Tuberculosis merupakan komplikasi yang paling efektif. Meningitis

tuberculosis biasanya berasal dari pembentukan lesi perkijuan metastatic di dalam

korteks serebri atau meninges yang berkembang selama penyebaran limfohematogen

Page 11: PBL blok 22

infeksi primer. Lesi awal ini bertambah besarnya dan mengeluarkan sedikit basil

tuberkel ke dalam ruang subaraknoid. Hasilnya berupa eksudat gelatin yang dapat

menginfiltrasi pembuluh darah kortikomeningeal menimbulkan radang, obstruksi dan

selanjutnya infark korteks serebri. Batang otak sering merupakan tempat keterlibatan

yang paling besar, yang memberi penjelasan seringnya keterkaitan disfungsi syaraf

III, VI dan VII. Eksudat juga menganggu aliran normal CSS kedlam dan keluar sistem

ventrikel pada setinggi sisterna basilar, menimbulkan hidrosefalus komunikan.

Kombinasi vaskulitis, edema otak dan hidrosefalus menimbulkan cedera hebat yang

dapat terjadi secara perlahan-lahan atau cepat. Kelainan metabolisme elektrolit yang

berat, karena pembuangan garam atau sindrom sekresi hormon antidiuretik yang tidak

tepat, juga turut membantu pada patofisiologi meningitis tuberculosis.3

Meningitis tuberkulosa mengkomplikasi sekitar 0,3 % infeksi primer yang

tidak diobati pada anak. Meningitis ini paling sering pada anak antara umur 6 bulan

dan 4 tahun. Kadang-kadang meningitis tuberkulosa dapat terjadi beberapa tahun

setelah infeksi primer, bila robekan satu atau lebih tuberkel subependimal

mengeluarkan basil tuberkel kedalam ruang subaraknoid. Perburukan meningitis

tuberkulosa klinis dapat cepat atau perlahan-lahan. Perburukan cepat cenderung

terjadi lebih sering pada bayi dan anak muda, yang dapat mengalami gejala hanya

untuk beberapa hari sebelum mulai hidrosefalus akut, kejang-kejang, dan edema otak.

Tanda-tanda dan gejala-gejala lebih sering memburuk perlahan-lahan selama

beberapa minggu dan dapat dibagi menjadi tiga stadium.3

Differential Diagnosis

Meningitis tipe lain7

Streptococcus grup B (Streptococcus agalactiae)

- Neonatus usia 3 bulan Sebanyak 25% ibu membawa streptococcus serogroup

B di vaginanya. Profilaksis ampisilin selama persalinan pada wanita dengan

resiko tinggi (ketuban yang sudah lama pecah, demam, dll) atau pada wanita

pembawa akan menurunkan kejadian infeksi pada bayi.

Listeria monocytogenes dan Haemophilus influenza type B

- yang terjadi pada periode neonatal.

Escherichia coli

- Merupakan penyebab pada lebih kurang 40% kasus meningitis neonatal.

Page 12: PBL blok 22

Haemophilus influenza (HI)

- Anak-anak 5 bulan – 5 tahun Bayi < 3 bulan dapat mengandung antibodi

dalam serum yang diperoleh dari ibunya dan anak umur > 3 – 5 tahun

mempunyai antibodi yang kuat terhadap Haemophilus influenza (HI).

Sehingga selama masa ini infeksi HI jarang terjadi. Pemberian vaksin HIB

dapat menurunkan mikroorganisme HI.

Neisseria meningitidis

- Bayi – 5 tahun dan orang dewasa muda

- Merupakan komplikasi dari meningokoksemia yang tersering yaitu fokal

infeksinya dari nasofaring. Pencegahan dapat diberikan vaksin polisakarida

terhadap serogrouf A, C, Y, dan W135.

Streptococcus pneumonia

- Semua kelompok umur Sering terjadi pada pneumonia, juga pada matoiditis,

sinusitis dan fraktur tulang basiler.

Pseudomonas, Stafilococcus, Salmonella, atau Seratia

- Pada anak-anak > 12 tahun Jika respons penjamu terganggu atau terdapat

kelainan-kelainan anatomik, maka mikroorganisme-mikroorganisme tersebut

dapat menginfeksi.

Tabel 2. Perbedaan meningitis

Page 13: PBL blok 22

Epilepsi

Epilepsi adalah penyakit saraf menahun yang menimbulkan serangan

mendadak berulang-ulang tak beralasan. Kata 'epilepsi' berasal dari

bahasa Yunani (Epilepsia) yang berarti 'serangan'.

M. Aseptik M.Piogenik M. Virus M. TBC M. Fungi

Makroskopis Jernih-keruh

Purulen,

kuning

muda,

bekuan

lunak

Jernih

Kuning

muda,

bekuan lunak

Normal

WBC <500

awalnya

PMN lalu

kemudian

MN

25-10000

terutama :

PMN

10-1000

terutama :

MN

10-1000

terutama :

MN

<800

MN>PMN

Protein 20-200 50-1500 Meningkat 45-500 <500

Glukosa Normal 0-45 Normal 10-45 Moderat

Mikrobiologi

/

Serologi

Biakan : -

Biakan,

pewarnaan

gram, PCR

PCR, IgM

spesifik,

biakan

Pewarnaan

tahan asam,

biakan, PCR

Tinta india,

biakan

Page 14: PBL blok 22

Gambar 5. serangan epilepsy

Sumber : www.google.com

Otak kita terdiri dari jutaan sel saraf (neuron), yang bertugas

mengoordinasikan semua aktivitas tubuh kita termasuk perasaan, penglihatan,

berpikir, menggerakkan otot. Pada penderita epilepsi, kadang-kadang sinyal-sinyal

tersebut, tidak beraktivitas sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diakibatkan oleh

berbagai unsur-unsur, antara lain; trauma kepala (pernah mengalami cedera di daerah

kepala), tumor otak, dan lain sebagainya.6

Umumnya epilepsi mungkin disebabkan oleh kerusakan otak dalam proses

kelahiran, luka kepala, stroke, tumor otak, alkohol. Kadang-kadang, epilepsi mungkin

juga karena genetika, tapi epilepsi bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya

tetap belum diketahui.6

Kejang bersifat simetris di kedua sisi dan tanpa didahului kejang lokal,

berdasarkan kontraksi otot yang timbul, kejang umum terbagi lagi menjadi berbagai

jenis:6

Tonik, clonik, or tonik-clonik (grand mal)

Absence (petit mal)

Lennox-Gastaut syndrome 

Juvenile myoclonic epilepsy 

Spasme pada bayi. (West syndrome)

Atonic (astatic, akinetic) seizures

Kejang sebagian/parsial/fokal

Kejang parsial diawali dari gejala yang bersifat lokal.

- Simpel

Page 15: PBL blok 22

Kejang parsial yang timbul tanpa adanya kehilangan/perubahan

kesadaran dan fungsi psikologis Berdasarkan macam-macam sistem

saraf yang dipengaruhi kejang fokal simpel terbagi kembali menjadi

beberapa jenis:

- Kompleks

Jika pasien mengalami hilang kesadaran: Diawali dengan kejang parsial

yang lambat laut bertambah progresif dan akhirnya pasien kehilangan

kesadaran atau dari awal sudah terjadi hilang kesadaran.

Kejang demam kompleks

Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada anak berusia 3 bulan sampai

dengan 5 tahun dan berhubungan dengan demam serta tidak didapatkan adanya

infeksi ataupun kelainan yang jelas di intracranial.6,8

Kejang demam dibagi menjadi dua kelompok yaitu kejang demam sederhana

dan kejang demam kompleks.

Tabel 3. Perbedaan kejang demam sederhana dan kompleks

Etiologi

Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh mikobakterium tuberkulos jenis

hominis, jarang oleh jenis bovinum atau aves. Mycobacterium tuberculosis tipe

human merupakan basilus tahan asam yang merupakan penyebab pathogen yang

No KlinisKD

sederhana

KD

kompleks

1 Durasi < 15 menit ≥ 15 menit

2 Tipe kejang Umum Umum/fokal

3 Berulang dalam satu episode 1 kali >1 kali

4 Deficit neurologis - ±

5 Riwayat keluarga kejang demam ± ±

6Riwayat keluarga kejang tanpa

demam± ±

7Abnormalitas neurologis

sebelumnya± ±

Page 16: PBL blok 22

banyak menginfeksi sistem nervus.  Penyakit ini terdapat pada penduduk dengan

keadaan sosio-ekonomi rendah, penghasilan tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari,

perumahan tidak memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur

berdesakan, kekurangan gizi, kebersihan yang buruk, faktor suku atau ras, kurang atau

tidak mendapat fasilitas imunisasi.2,4

Epidemiologi

Kuman mikobakterium tuberculosis paling sering menyebabkan infeksi pada

paru-paru, tetapi infeksi pada susunan saraf pusat adalah yang paling berbahaya.

Kekeraban meningitis tuberculosis sebanding dengan prevalensi infeksi dengan

mikobakterium tuberkulosa pada umumnya. Jadi bergantung pada keadaan sosial

ekonomi dan kesehatan masyarakat. Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur,

tetapi jarang dibawah 6 bulan. Yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan sampai

5 tahun. Pada anak, meningitis tuberkulosa merupakan komplikasi infeksi primer

dengan atau tanpa penyebaran miliar. Pada orang dewasa, penyakit ini merupakan

bentuk tersendiri atau bersamaan dengan tuberculosis ditempat lain. Penyakit ini

dapat menyebabkan kematian dan cacat bila terlambat dalam memberikan

pengobatan.2,7

Patofisiologi

Meningitis tuberkulosa selalu terjadi sekunder dari proses tuberkulosis primer

di luar otak. Focus primer biasanya di paru-paru, tetapi bisa juga pada kelenjar getah

bening, tulang, sinus nasalis, traktus gastro-intestinalis, ginjal, dsb. Dengan demikian

meningitis tuberkulosa terjadi sebagai ganti penyebaran tuberkulosis paru-paru.

Terjadinya meningitis bukan karena peradangan langsung pada selaput otak oleh

penyebaran hematogen, tetapi mulai pembentukan tuberkel-tuberkel kecil (beberapa

mm sampai 1 cm), berwarna putih. Terdapat pada permukaan otak, selaput otak,

sumsum tulang belakang dan tulang. Tuberkel tadi kemudian melunak, pecah dan

masuk ke ruang subaraknoid dan ventrikulus sehingga terjadi peradangan yang difus.

Secara mikroskopik tuberkel-tuberkel ini tidak dapat dibedakan dengan tuberkel-

tuberkel di bagian lain dari kulit dimana terdapat pengijuan sentral dan dikelilingi

oleh sel-sel raksasa, limfosit, sel-sel plasma dan dibungkus oleh jaringan ikat sebagai

penutup atau kapsul.5-7

Page 17: PBL blok 22

Penyebaran dapat pula terjadi secara per kontinuitatum dari peradangan organ

atau jaringan di dekat selaput otak seperti proses di nasofaring, pneumonia,

bronkopneumonia, endokarditis, otitis media, mastoiditis, thrombosis sinus

kavernosus, atau spondilitis. Penyebaran kuman dalam ruang subaraknoid

menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS, ruang subaraknoid dan

ventrikulus. Akibat reaksi radang ini, terbentuknya eksudat kental, serofibrinosa dan

gelatinosa oleh kuman-kuman dan toksin yang mengandung sel-sel mononuclear,

limfosit, sel plasma, makrofag, sel raksasa dan fibroblast. Eksudat ini tidak terbatas di

dalam ruang subaraknoid saja, tetapi terutama terkumpul di dasar tengkorak. Eksudat

juga menyebar melalui pembuluh-pembuluh darah pia dan menyerang jaringan otak di

bawah nya, sehingga proses sebenarnya adalah meningo-ensefalitis. Eksudat juga

dapat menyumbat akuaduktus Sylvii, foramen Magendi, foramen Luschka dengan

mengakibatkan terjadinya hidrosefalus, edema papil dan peningkatan tekanan

intracranial. Kelainan juga terjadi pada pembuluh-pembuluh darah yang berjalan

dalam ruang subaraknoid berupa kongesti, peradangan dan penyumbatan, sehingga

selain ateritis dan flebitis juga mengakibatkan infark otak terutama pada bagian

korteks, medulla oblongata dan ganglia basalis yang kemudian mengakibatkan

perlunakan otak dengan segala akibatnya.5-7

Penatalaksanaan

Penderita meningitis tuberkulosa harus dirawat di rumah sakit, dibagian

perawatan intensif. Dengan menentukan diagnosis secepat dan setepat mungkin.

Pengobatan dapat segera dimulai.

Saat ini telah tersedia berbagai macam tuberlostatika mempunyai spesifikasi

farmakologik tersendiri.8,9

Isoniazida atau INH, pada dewasa dosis 4-5 mg/kgBB/hari dosis tunggal atau

terbagi maksimum 300 mg/hari dan anak-anak 10-20 mg/kgBB/hari dosis

tunggal atau terbagi. Obat ini dapat menyebabkan polyneuritis.

Streptomycin, diberikan intramuscular selama lebih kurang 3 bulan, tidak

boleh terlalu lama. Karena bersifat autotoksik harus diberikan dengan hati-

hati. Dosis 25-50 mg/hari.

Rifampisin, diberikan dengan dosis dewasa 600 mg atau 10-20 mg/kgBB/hari.

Khusus anak-anak di bawak 5 tahun harus bersikap hati-hati karena dapat

menyebabkan neuritis optika.

Page 18: PBL blok 22

PAS atau  para-amino-salycilic-acid, diberikan dengan dosis 200

mg/kgBB/hari. PAS sering menyebabkan gangguan nafsu makan.

Etambutol, diberikan dengan dosis 25 mg/kgBB/hari sampai 1.500 mg/hari,

selama lebih kurang 2 bulan. Obat ini dapat menyebabkan neuritis optika.

Kortikosteroid biasanya dipergunakan prednisone dengan dosis 2-3

mg/kgBB/hari.

Pemberian tuberculin intratekal, ditujukan untuk mengaktivasi ensim

lisosomal yang menghancurkan eksudat di bagian dasar otak.

Pemberian ensimproteolitik seperti streptokinase secara intratekal mempunyai

tujuan untuk menghalangi adesi. Bila pengobatan diberikan cepat dan tepat,

biasanya berhasil setelah7-10 hari. Secara klinis biasanya ditandai dengan

hilangnya nyeri kepala dan gangguan mental.

Prognosis

Bila meningitis tuberkulosa tidak diobati, prognosisnya jelek sekali. Penderita

dapat meninggal daalm waktu 6-8 minggu. Prognosis ditentukan oleh kapan

pengobatan dimulai dan pada stadium berapa. Umur penderita juga mempengaruhi

prognosis. Anak dibawah 3 tahun dan dewasa di atas 40 tahun mempunyai prognosis

yang jelek.

Komplikasi

Pada stadium prodromal sukar dibedakan dengan penyakit infeksi sistemik

yang disertai kenaikan suhu. Jenis-jenis meningitis bacterial lainnya perlu

dipertimbangkan secara seksama. Hal ini berkaitan erat dengan program terapi.

Berbagai macam komplikasi dari meningitis tuberculosis antara lain :

Hidrosefalus obstruktif

Meningococcal septicemia (mengingocemia) : kondisi di mana dalam darah

terdapat bakteri 

Sindrom Water Friderichsen (septic syok,  perdarahan adrenal bilateral)

SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic Hormone) : gangguan pada

hipofisis posterior akibat peningkatan pengeluaran ADH (Hormon antidiuretik)

sebagai respon terhadap peningkatan osmolaritas darah dalam tingkat yang lebih

ringan. 

Page 19: PBL blok 22

Efusi subdural

Kejang

Edema dan herniasi serebral (pembengkakan pada otak)

Cerebral Palsy : merupakan gangguan pada otak yang bersifat non progresif

karena suatu kerusakan atau gangguan pada sel-sel motorik pada susunan saraf

pusat yang sedang tumbuh atau belum selesai pertumbuhannya.

Gangguan mental

Gangguan belajar, gangguan hiperaktifitas

Attention deficit disorder (kurang perhatian)

Gangguan yang menetap pada penglihatan dan pendengaran

Pencegahan

Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan – tindakan

pencegahan selayaknya untuk menghindarkan droplet infection dari penderita ke

orang lain. Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut atau hidung

dengan sapu tangan atau kertas tissue untuk kemudian didesinfeksi dengan Lysol atau

dibakar. Bila penderita berbicara dianjurkan untuk tidak terlalu dekat dengan lawan

bicaranya. Ventilasi yang baik dari ruangan juga memperkecil bahaya penularan.

Anak – anak di bawah usia 1 tahun dari keluarga yang menderita TBC perlu

divaksinasi.7

BCG sebagai pencegahan. Vaksinasi BCG ( Bacille Calmette – Guerin )

Pemberian BCG meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil

tuberkulosis yang virulen. Imunitas timbul 6 – 8 minggu setelah pemberian BCG.

Imunitas yang terjadi tidaklah lengkap sehingga masih mungkin terjadi super infeksi

meskipun biasanya tidak progresif dan menimbulkan komplikasi yang berat. Vaksin

ini mengandung basil TBC sapi yang telah dihilangkan virulensinya setelah dibiakkan

di laboratorium selama bertahun – tahun. Vaksinasi meninggalkan tanda bekas luka

yang nyata, biasanya di lengan bawah dan memberikan kekebalan selama 3 – 6 tahun

terhadap infeksi primer dan efektif untuk rata – rata 70 % bayi yang diimunisasi.7

Efektivitas vaksin BCG adalah controversial, walaupun suah digunakan lebih

dari 50 tahun diseluruh dunia. Hasilnya sangat bervariasi, beberapa penelitian baru

telah memperlihatkanperlindungan terhadap lepra, tetapi sama sekali tidak terhadap

TBC. Vaksin BCG diberikan intradermal 0.1 mL bagi anak – anak dan orang dewasa,

bayi 0.05 mL.7

Page 20: PBL blok 22

Sekarang pemberian BCG dianjurkan secara langsung tanpa didahului uji

tuberkulin karena cara ini dapat menghemat biaya dan mencakup lebih banyak anak.

Chemoprofilaksis1,4,5 Sebagai kemoprofilaksis biasanya dipakai INH dengan

dosis 10 mg/kgBB/hari selama 1 tahun. Kemoprofilaksis primer diberikan untuk

mencegah terjadinya infeksi pada anak dengan kontak tuberkulosis dan uji tuberkulin

masih negatif yang berarti masih belum terkena infeksi atau masih dalam masa

inkubasi. Kemoprofilaksis sekunder diberikan untuk mencegah berkembangnya

infeksi menjadi penyakit, misalnya pada anak yang berumur kurang dari 5 tahun

dengan uji tuberkulin positif tanpa kelainan radiologis paru dan pada anak dengan

konsensi uji tuberkulin tanpa kelainan radiologis paru.7

Edukasi sangat penting dianjurkan untuk diberitahukan kepada keluarga

dengan penderita TBC aktif di dalamnya. Pentingnya sirkulasi udara yang baik, usaha

menutup mulut pada saat batuk atau bersin, kebersihan dari bahan – bahan pribadi

dari penderita sangat banyak membantu mengurangi penularan dari TBC.7

Edukasi tentang kepatuhan penderita dalam menjalanan terapinya juga perlu

untuk disampaikan, untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Juga bagi ibu – ibu

yang tidak mau mengimunisasikan anaknya dengan alasan takut anaknya menjadi

panas juga perlu untuk dijelaskan lebih jauh mengapa imunisasi diperlukan, dan

resiko yang akan diterima bila anak tidak diimunisasikan.7

Kesimpulan

Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun dibawa Ibunya ke UGD RS karena

kejang kaku diseluruh tubuhnya dan berulang sejak 1 hari yang lalu diduga menderita

Meningitis Tuberkulosis. Penyakit ini bisa disembuhkan dam memiliki prognosis

yang baik apabila diberikan terapi yang cepat dan tepat.

Daftar Pustaka

1. Lumbantobing SM. Neurologi klinik: pemeriksaan fisik dan mental. FKUI.

Jakarta. 2013. h. 5-6, 17-20.

Page 21: PBL blok 22

2. Gleadle, Jonathan. at a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Erlangga.

Jakarta. 2007. h.1-17.

3. Muttaqin A. Gangguan sistem persarafan. Salemba Medika. Jakarta. 2008. h.

63-132.

4. Osborn AG, Blasser SI, Salzman KI, Katzman GL, Provenzale J, Castillo M,

et all. Osborn diagnostic imaging. Amirsys/Elsevier. Canada. 2006. h. 897-

1021.

5. Latief A, Napitupulu PM, Pudjiadi A, Ghazali MV, Putra ST. Buku Kuliah

Ilmu Kesehatan Anak, Jilid ke-2. Hassan R, Alatas H, Ed. Bagian Ilmu

Kesehatan Anak FK UI, Infomedika. Jakarta. 2007. h. 558-62.

6. Behrman, Kliegman, Arvin, editor Prof. Dr. dr. A. Samik Wahab, SpA(K) et

al. Ilmu Kesehatan Anak. EGC. Jakarta. 2009. h.1028 – 1042.

7. Martin G, Lazarus A. Epidemiology and diagnosis of tuberculosis.

Postgraduate Medicine. 2010. h. 890-920.

8. Soetomenggolo T S, Ismael S. Buku Ajar Neurologi Anak. IDAI, Jakarta.

2009. h. 363- 371.

9. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB. Pedoman Nasional

Tuberkulosis Anak. Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI. Jakarta. 2005. h. 54-56.