Upload
zarah-alifani-dzulhijjah
View
42
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN LENGKAP
MODUL I
MASALAH KESEHATAN DI PUSKESMAS
Tuberculosis
KELOMPOK 8A
• 1102070097 Muchlis Yusuf
• 1102080140 Dewi Suji Hanti Silondae
• 1102090098 Ece Nurreski Wati
• 1102090100 Dessy Anggraeni Dinatha
• 1102090115 Zarah Alifani Dzulhijjah
• 1102090059 Ayu Arifitri Anadewi
• 1102090116 Resky Putri Indarwati A
• 1102090131 Fadli
• 1102090125 Soraya Eka Hadi Putri
• 1102090090 Sulfadli Anggunawan
• 1102090146 Nur Astiapriani
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan
bagian lain dari tubuh manusia, sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang
sering terjadi di ndonesia adalah kasus tuberkulosis paru/TB Paru. Penyakit
tuberkulosis biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk. Selain
manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit tuberkulosis
kepada manusia melalui kotorannya.
Tuberkulosis (TBC) merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka
kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis
dan terapinya. Pada tahun 1999, Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai
negara dengan jumlah penderita tuberkulosis terbanyak di dunia. WHO Global
Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita tuberkulosis
baru tiap tahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 tiap
100.000 penduduk dan kematian akibat tuberkulosis diperkirakan menimpa
140.000 penduduk tiap tahun. Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada
semua golongan usia dan nomor satu dari golongan infeksi. Kasus tuberkulosis
terutama terjadi pada usia produktif kerja, yaitu kelompok umur 15 sampai 55
tahun yang berdampak pada SDM sehingga bisa mengganggu perekonomian
keluarga, masyarakat dan negara.
Dengan adanya peningkatan kasus penularan infeksi tuberkulosis paru (TB
Paru) yang telah dilaporkan saat ini maka perlu adanya kajian teoritis terkait
penentuan variabel-variabel yang berpengaruh terhadap angka kejadian TB Paru,
hal ini dimaksudkan agar jumlah penderita TB Paru di Indonesia dapat
diminimalkan. Saat ini penyakit infeksi TB Paru menjadi salah satu prioritas
nasional untuk program pengendalian penyakit karena berdampak luas terhadap
kualitas hidup dan ekonomi, serta sering mengakibatkan kematian.
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 menunjukkan Provinsi Papua
Barat sebagai provinsi penyumbang terbanyak angka kejadian TB Paru di
Indonesia dan Kabupaten Sorong Selatan sebagai daerah dengan kasus TB Paru
tertinggi di Provinsi Papua Barat. Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui
model yang mewakili variabel-variabel yang mempengaruhi angka kejadian
penyakit TB Paru di Kabupaten Sorong Selatan (Provinsi Papua Barat). Secara
umum, beberapa penelitian yang telah dilakukan selama ini tentang TB Paru
menyatakan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap terjangkitnya TB
Paru pada seseorang adalah faktor lingkungan diantaranya lingkungan fisik
meliputi ventilasi, suhu, pencahayaan, dan kelembaban, karakteristik individu
meliputi usia, jenis kelamin, kontak penderita, riwayat imunisasi, perilaku, dan
status gizi, dan lingkungan sosial meliputi kepadatan penghuni, pendidikan,
pengetahuan, dan penghasilan. Penelitian selanjutnya menyatakan variabel-
variabel yang diduga mempengaruhi TB Paru meliputi faktor umur, jenis kelamin,
tingkat pendidikan, pekerjaan, kebiasaan merokok, kepadatan hunian kamar,
ventilasi, kondisi rumah, kelembaban udara, status gizi, keadaan sosial ekonomi,
dan perilaku. Hasil penelitian menyatakan bahwa meningkatnya penularan infeksi
TB Paru yang dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan dengan kondisi sosial
ekonomi, belum optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat,
meningkatnya jumlah penduduk yang tidak mempunyai tempat tinggal, dan
epidemi dari infeksi HIV.
Selain itu, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Makassar menyatakan
bahwa terpaparnya penyakit TB Paru pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu kondisi sosial ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan pola
hidup. Pemodelan data dengan menggunakan metode parametrik sesuai untuk data
yang sudah diketahui bentuk model dasarnya, selain itu asumsi terkait struktur
data juga harus dipenuhi namun seringkali pelanggaran asumsi terjadi sehingga
pendekatan nonparametrik sering dijadikan alternatif oleh para peneliti.
Angka penjaringan suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa dahaknya
di antara 100.000 penduduk pada suatu wilayah tertentu dalam satu tahun. Angka
penjaringan suspek ini digunakan untuk mengetahui upaya penemuan pasien
dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya dari
waktu ke waktu yaitu triwulan atau tahunan (Setiyaningsih SM, 2008).
Berdasarkan angka penjaringan suspek secara umum menunjukkan peningkatan
dari tahun ke tahun, khususnya mulai tahun 2003 sampai dengan tahun 2006,
terjadi peningkatan secara signifikan, meskipun pada tahun 2007 dan 2009 terjadi
penurunan. Pada tahun 2007 terjadi penurunan sebesar 82 per 100.000 penduduk
dibandingkan dari tahun 2006 dan tahun 2009 terjadi penurunan sebesar sebesar 7
per 100.000 penduduk dibandingkan tahun 2008. Untuk tahun 2010 triwulan 1
dibandingkan dengan tahun 2009 triwulan 1 terjadi penurunan sebesar 7 per
100.000 penduduk.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pelayanan dan penanggulangan mengenai penyakit TB
paru serta tingkat pengetahuan masyarakat mengenai penyakit TB paru di
wilayah kerja puskesmas mamajang Makassar.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengidentifikasi kepuasan penderita TB paru tentang bagaimana
pelayanan dan penanggulangan TB Paru di wilayah kerja puskesmas
Mamajang Makassar.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui bagaimana pelayanan dan penanggulangan mengenai
penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas Mamajang Makassar.
2. Mengetahui tingkat pengetahuan tentang penyakit Tuberkulosis
dengan lebih benar pada masyarakat.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat untuk :
1. Bagi Puskesmas
Meningkatkan upaya pelayanan kesehatan pasien Tuberculosis (Tb)
2. Bagi Mahasiswa
Memperoleh pengalaman sehingga dapat menjelaskan konsep public
health dan manajemen puskesmas dengan cara membuat laporan modul
satu di Puskesmas Mamajang Makassar
3. Bagi Masyarakat
Memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih baik terutama pada
pelayanan kesehatan pasien Tuberculosis (Tb)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
EPIDEMIOLOGI
Badan Kesehatan sedunia World Health Organization (WHO) menyatakan
bahwa TB saat ini telah menjadi ancaman global. Menurut data WHO tahun
2003, Indonesia adalah penyumbang kasus TB terbesar ketiga dunia setelah
India dan Cina. Dilaporkan jumlah kasus (prevalensi) TB dengan Basil Tahan
Asam (BTA) di India sebesar 1.761.000 orang, di Cina sebesar 1.459.000
orang, dan di Indonesia sebesar 557.000 orang. Dewasa ini sepertiga
penduduk di dunia telah terinfeksi TB, ada sekitar delapan juta penderita baru
TB di seluruh dunia pertahun dan hampir tiga juta meninggal akibat TB setiap
tahun. Artinya setiap detik akan ada satu orang yang terinfeksi TB dan setiap
sepuluh detik akan ada satu orang yang meninggal karena penyakit TB.
Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1992, yang
diselenggarakan oleh Departemen Kesehatan, sekitar 30-40% di Indonesia
adalah penyakit paru. Menurut WHO setiap tahunnya tepat 175.000 orang
meninggal karena TB dari sekitar 500.000 kasus baru dengan 260.000 kasus
tidak terdiagnosis dan tidak mendapatkan pelayanan yang tuntas. Menurut
data yang dilaporkan dunia pada tahun 1995, di Indonesia terdapat 460.190
penderita TB, angka tersebut relatif tinggi dibanding dengan negara lain dan
TB merupakan penyebab kematian nomor 3 di Indonesia.
WHO telah mengeluarkan data prevalensi kasus TB aktif di Indonesia
yang setiap tahunnya terjadi penurunan jumlah penderita. Apabila tahun
1998-1999 prevalensi TB 130 orang per 100.000 penduduk. Namun angka
ini masih tinggi karena masalah penularan TB sangat cepat, bila seorang
penderita TB tidak disembuhkan akan menularkan penyakitnya ke 10-15
orang lainnya dan masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam
berobat TB, yang sedikitnya 6 bulan dan banyaknya kejadian putus obat
yang menyebabkan masalah resistensi Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
ETIOLOGI
Mycobakterium Tuberculosis merupakan penyebab tuberkulosis dan
patogen manusia yang sangat penting. Dalam jaringan basil tuberkel adalah
bakteri batang lurus dengan ukuran sekitar 0,4 – 3 nm. Pada media buatan,
bentuk kokoid dan filamentous tampak bervariasi dari satu spesies ke
spesies lain. Mikobakteria tidak dapat dikelopokkan sebagai gram positif.
Segera setelah diwarnai dengan pencelup dasar mereka tidak dapat
didekolorasi oleh alkohol, tanpa memperhatikan pengobatan dengan iodine.
Penularan tuberkulosis paru terjadi karena dibatukkan atau
dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel
infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada
tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam
suasana yang lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai
berbulan-bulan.
Cara dan Masa Penularan TB
Sumber penularan TB adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk
droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan
di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi bila
droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman
tersebut masuk ke dalam tubuh manusia melalui
Universitas Sumatera Utara. Pernafasan kuman tersebut dapat
menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya
kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil
pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila pemeriksaan
dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak
menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB Paru ditentukan oleh
konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.
Perlu diketahui, bahwa kuman TB Paru dari dalam paru tidak hanya
keluar ketika penderitanya batuk saja. Kuman ini juga dapat keluar bila
penderitanya bernyanyi, bersin atau bersiul. Secara umum, dapat dikatakan
bahwa penularan penyakit TB Paru lebih banyak bergantung dari beberapa
faktor seperti jumlah kuman yang ada, tingkat keganasan kuman, dan daya
tahan tubuh orang yang tertular
.
PATOGENESIS
Infeksi primer
Infeksi primer terjadi pada saat seseorang terpapar pertama kali
dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,
sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosiler bronkus dan terus
berjalan sehingga sampai di alveolus serta menetap di sana. Infeksi
dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan
diri di paru, yang mengakibatkan peradangan di dalam paru. Saluran limfe
akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru dan hal
ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya infeksi
sampai pembentukan kompleks primer adalah sekitar 4-6 minggu. Adanya
infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin
dari negatif menjadi positif.
Kelanjutan setelah infeksi primer, tergantung dari banyaknya
kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh (imunitas
seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat
menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant
(tidur). Ada saat di mana daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan
akan menjadi penderita TB. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan
mulai terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 (enam) bulan.
TB Pasca Primer (Post Primary TB)
TB pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun
sesudah infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat
terinfeksi HIV atau satus gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca
primer yaitu kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi
pleura.
Gejala Klinis TB
Gejala klinis tuberculosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu
gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka
gejala lokal ialah gejala lokal (gejala lokal sesuai organ yang terlibat):
a. Gejala respiratori berupa batuk > 3 minggu, batuk darah, sesak, dan
nyeri dada. Gejala ini sangat bervariasi, dari mulai tanpa gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
a. Gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia
dan berat badan menurun.
b. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat,
misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis
tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis
tuberkulosis terdapat gejala sesak napas dan kadang nyeri dada pada
sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
Pemeriksaan Fisis
Pemeriksaaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu
demam (subfebris), badan kurus atau berat badan turun.
Pada pemeriksaan fisis kelainan yang akan dijumpai tergantung dari
organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapatkan
tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal)
perkembangan penyakit umumya tidak (atau sulit sekali) menemukan
kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah paru lobus
superior terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 dan S2), serta
daerah apeks lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan suara napas antara lain suara napas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma dan
mediastinum.
Pada pleuritis tuberkulosis, kelainan pemeriksaan fisis tergantung
dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak,
pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi
yang terdapat cairan. Pada limfadentits tuberkulosis, terlihat pembesaran
kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan
metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar
tersebut dapat menjadi “cold abscess”.
KOMPLIKASI
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan
komplikasi lanjut :
a. Komplikasi Dini :
1) Efusi pleura/pleuritis eksudativa
2) Emfisema
3) Laringitis
4) Usus
5) Poncet’s arthtopathy
b. Komplikasi Lanjut
Sindrom Obstruksi Pasca Tuberculosis, kerusakan parenkim berat
SOPT/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, karsinoma paru, sindroma
gagal napas (ARDS), sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.
Komplikasi berikut sering terjadi pada stadium lanjut : Hemoptisis
berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan napas. Kolaps
dari lobus akibat retraksi bronkhial. Bronkiektasis dan fibrosis pada paru.
Pneumotoraks spontan : kolaps spontan akibat kerusakan jaringan paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya. Insufisiensi kardio pulmoner (Cardio Pulmonary Insufisiency).
Penderita yang mengalami komplikasi berat perlu dirawat inap di rumah
sakit. Penderita TB paru dengan kerusakan jaringan yang lebih luas yang
telah sembuh (BTA negatif) masih bisa mengalami batuk darah. Keadaan
ini sering kali dikeluhkan oleh kasus kambuh. Pada kasus seperti ini,
pengobatan dengan OAT tidak diperlukan, tapi cukup diberikan pengobatan
simptomatis. Bila perdarahan berat, penderita harus dirujuk ke unit
spesialistik.
PROGNOSIS
Tanpa pengobatan setelah 5 tahun, 50% dari penderita TB akan
meninggal, 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan
25% sebagai kasus kronik yang tetap menular (WHO 1996). WHO
memperkirakan bakteri ini membunuh sekitar 2 juta jiwa setiap tahunnya.
Pada kasus TB paru di perkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB
dimana sekitar 1/3 penderita terdapat di sekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di
pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan
sisanya belum unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB
diperkirakan 175.000 per tahun. Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk
of Tuberculosis Infection = ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan
bervariasi antara 1-2%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap
tahun diantara setiap penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Sebagian besar
dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita TB, hanya 10% dari
yang terinfeksi yang akan menjadi penderita TB. Dari keterangan tersebut
diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah dengan ARTI 1% maka di antara
100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita tuberkulosis setiap tahun,
dimana 50% penderita adalah BTA positif. Faktor yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menderita TB adalah daya tahan tubuh yang
rendah, diantaranya karena gizi buruk atau HIV/AIDS.
PENCEGAHAN
1. Pasien dengan gejala klinik yang signifikan pada hasil uji tes kulit
tuberkulin atau positif IGRA harus diatur sesuai dengan prinsip terapi
sekali ketika infeksi dan penyakit yang masih aktif dikesampingkan.
Petunjuk yang diterbitkan oleh CDC pada tahun 2000 sekarang mengacu
pada perawatan TB yang tersembunyi. Cara hidup yang
direkomendasikan disebutkan di bawah ini :
a. Isoniazid setiap hari selama 9 bulan
b. Isoniazid 2 kali seminggu selama 9 bulan (yang disebut sebagai
DOTS)
c. Isoniazid setiap hari selama 6 bulan (tidak boleh digunakan pada
pasien dengan lesi fibrotik pada gambaran foto toraks, pasien dengan
HIV, atau pada anak-anak)
d. Isoniazid 2 kali seminggu selama 6 bulan (disebut sebagai DOT
tidak boleh digunakan pada pasien dengan lesi fibrotik pada
gambaran foto toraks, pasien dengan HIV, atau pada anak-anak)
e. Rifampisin setiap hari selama 4 bulan.
2. Rifampisin kombinasi dengan pyrazinamide setiap hari selama 2 bulan
(cara hidup ini adalah tidak lagi direkomendasikan oleh karena
berhubungan dengan suatu tingkatan resiko untuk toxisitas hati).
Anak-anak harus diberikan isoniazid selama 9 bulan. Sebagai
tambahan, anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun dengan close
kontak dengan penderita kasus TB harus dimulai dengan pemberian
isoniazid jika hasil skin tes negatif, terapi pencegahan dapat dihentikan jika
skin tes yang dilakukan berulang negatif 2-3 bulan setelah kontak dengan
spenderita kultur positif.
BAB III
GAMBARAN UMUM PUSKESMAS MAMAJANG
A. Gambaran umum lokasi praktek
1. Keadaan Geografis
Secara umum lokasi puskesms mamajang terletak di jalan Baji
Minasa Makassar. Berada dikecamatan Mamajang yang terdiri atas 13
kelurahan dimana 6 kelurahan berada pada wilayah kerja puskesmas
Mamajang yaitu:
1. Kelurahan Mamajang luar
2. Kelurahan Bontobiraeng
3. Kelurahan Labuang baji
4. Kelurahan Mamajang dalam
5. Kelurahan Mandala
6. Kelurahan Maricayya selatan
Dengan luas wilayah kerja 2.712 km2 dengan 22 RW dan 177 RT berada
di barat daya Makassar dimana perbatasan dengan :
1. Sebelah utara dengan kecamatan ujung pandang /Makassar
2. Sebelah timur dengan kecamatan Panakukang
3. Sebelah selatan dengan kecamatan Tamalate
4. Sebelah barat dengan kecamatan Mariso.
2. Keadaan Demografis
Jumlah panduduk di wilayah kerja puskesmas mamajang, kecamatan
mamajang adalah 25.443 jiwa terdiri dari 12.425 jiwa laki laki dan 13.018
jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga 3302 KK.
3. Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi beragam , terdapat tingkatan ekonomi
rendah, menengah dan baik saling berhubungan dan masyarakatnya
sebagian menggunakan bahasa indonesia dan Makassar .
4. Keagamaan
Sebagian besar penduduk di wilayah kerja Puskesmas Mamajang,
kecamatan Mamajang, beragama Islam yaitu sebanyak 19.537 jiwa,
sebagian beragama kristen yaitu sebanyak 5.229 jiwa dan beragama
Budha sebanyak 646 jiwa sedangkan fasilitas ibadah yang terdapat di
wilayah kerja puskesmas mamajang yaitu terdapat 14 mesjid dan 4
gereja.
5. Pekerjaan
Pekerjaan penduduk di wilayah kerja puskesmas mamajang, kecamatan
mamajang yaitu terdapat 1.960 orang pegawai negri sipil, 1.329 orang
pensiunan, 1.207 orang ABRI, 959 orang buruh harian, 932 orang bekerja
sebagai pegawai swasta.
6. Pendidikan
Tingkat pendidikan penduduk di wilayah kerja puskesmas mamajang,
kecamatan mamajang yaitu terdapat 415 orang yang belum sekolah, 426
orang di TK, 4868 orang di SLTP, 6.494 orang yang SMA, 6.972 orang
pengurus tinggi dan tidak sekolah 820 orang. Fasilitas pendidikan di
wilayah kerja Puskesmas Mamajang Kecamatan Mamajang yaitu terdapat 6
TK, 13 SD, 4 SMA, 4 Akademi dan 1 Fakultas yang digunakan dalam
proses belejar mengajar .
7. Sarana Kesehatan
Sarana kesehatan yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Mamajang
Kecamatan Mamajang terdapat 1 Rumah Sakit bersalin, 1 BPS, 8 apotik dan
terdapat posyandu sebanyak 20 unit. Memiliki tenaga kesehatan dokter,
paramedis, apoteker, dan kader.
B. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang yang terdapat di puskesmas mamajang terdiri atas
kamar kartu, ruang kepala puskesmas, poli gigi, KIA, kantin, poli umum, tata
usaha, kamar obat, LAB dan UGD, lantai II kantor serta sebuah jamban.
BAB IV
KRITERIA
A. Kriteria A : Besar masalah (nilai 0-10)
No MASALAH
(INDIKATOR SPM)
Target
%
Cakupan
%
Selisih
%
Tuberkulosis
1 Penemuan kasus scr aktif
(oleh puskesmas)
2 Penemuan kasus scr pasif
(o/ pasien; Suspek BTA) 2.1 1.82 0.28
3 Periksa sputum (SPS) →
x-ray (+) , BTA (-)
4 Pengobatan penderita
BTA (+) (OAT) 0.21 0.22 - 0.01
5 Pengawasan minum obat
6 Penanganan putus obat
7 Pemeriksaan kontak
serumah
• Penilaian besar masalah dengan menggunakan interval menggunakan
rumus sebagai berikut:
• Kelas N = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 7
= 1 + 3.3 ( 0,845 )
= 1 + 2.7885
= 3.7885
= 4
• Interval = ( nilai tertinggi – nilai terendah )
Jumlah kelas
= ( 0.28 – (- 0.01) ) / 2
= 0.028 + 0.01 / 2
= 0.29 / 2
= 0.145
No Masalah Besar Masalah
Terhadap Pencarian
Program
Nilai
Interval
Nilai
1 Penemuan kasus scr aktif
(o/ puskesmas)
14.5
2 Penemuan kasus scr pasif
(o/ pasien; Suspek BTA)
3 Periksa sputum (SPS) → x-
ray (+) , BTA (-)
4 Pengobatan penderita BTA
(+) (OAT)
5 PMO
6 Penanganan putus obat
7Pemeriksaan kontak
serumah
B. Kriteria B : Kegawatan masalah (nilai 1-5)
No Masalah Keganasan Urgensi Biaya ∑nilai
1 Penemuan
kasus 3.85 4.6 2.4 10.85
2
Periksa
sputum (SPS)
→ x-ray (+) ,
BTA (-)
4.3 5 5 14.3
3
Pengobatan
penderita BTA
(+) (OAT)
5 5 5 15
4 PMO 4.45 3.8 5 13.25
5 Penanganan
putus obat 5 4.2 5 14.2
6
Pemeriksaan
kontak
serumah
4.2 5 5 14.2
C. Kriteria C : Kemudahan Penanggulangan (nilai 1-5)
NO MASALAH KEMUDAHAN
1 Penemuan kasus 3.2
2 Periksa sputum (SPS) → x-ray (+) , BTA
(-) 2
3 Pengobatan penderita BTA (+) (OAT) 2
4 PMO 3
5 Penanganan putus obat 1
6 Pemeriksaan kontak serumah 5
D. Kriteria D: PEARL faktor (nilai 0 atau 1)
Propriety : Kesesuaian dengan program daerah/ nasional/ dunia
Economy : Memenuhi syarat ekonomi untuk melaksanakannya
Acceptability : Dapat diterima oleh petugas, masyarakat, dan lembaga
terkait
Resources : Tersedianya sumber daya
Legality : Tidak melanggar hukum dan etika
Skor yang digunakan diambil melalui voting 6 anggota kelompok
1 = setuju
0 = tidak setuju
N
O
Masalah P E A R L Hasil
Kali
TUBERKULOSIS
1 Penemuan
kasus 1 1 1 1 1 1
2
Periksa
sputum (SPS)
→ x-ray (+) ,
BTA (-)
1 1 1 1 1 1
3
Pengobatan
penderita
BTA (+)
(OAT)
1 1 1 1 1 1
4 PMO 1 1 1 1 1 1
5 Penanganan
putus obat 1 1 1 1 1 1
6
Pemeriksaan
kontak
serumah
1 1 1 1 1 1
PENILAIAN PRIORITAS MASALAH
• Setelah Kriteria A, B, C, dan D ditetapkan, nilai tersebut dimasukan ke
dalam rumus ;
• Nilai Prioritas Dasar (NPD) = ( A+B ) x C
• Nilai Prioritas Total ( NPT) = ( A+B ) x C x D
1. Penemuan kasus
NPD = (A + B)C = (9,99 + 10,66) 3,66= 75,57
NPT = (A + B)C .D = (9,99 + 10,66) 3,66 x 1 = 75,57
2. Periksa sputum (SPS) → x-ray (+) , BTA (-)
NPD = (A + B)C = (3,33 + 11,49) 4,83 = 71,58
NPT = (A + B)C .D = (3,33 + 11,49) 4,83 x 1 = 71,58
3. Pengobatan penderita BTA (+) (OAT)
NPD= (A + B)C = (6,66 + 11,5) 5 = 90,8
NPT = (A + B)C .D = (6,66 + 11,5 ) 5 x 1 = 90,8
4. PMO
NPD = (A + B)C = (3,33 + 11,65) 3,5 = 52,43
NPT = (A + B)C .D = (3,33 + 11,65) 3,5 x 1= 52,43
5. Penanganan putus obat
NPD = (A + B)C = (6,66 + 11,33) 3,66 = 65,84
NPT = (A + B)C .D = (6,66 + 11,33) 3,66 x 1= 65,84
6. Pemeriksaan kontak serumah
NPD = (A + B)C = (6,66 + 11,33) 3,66 = 65,84
NPT = (A + B)C .D = (6,66 + 11,33) 3,66 x 1= 65,84
PRIORITAS MASALAH:
1. Pengobatan penderita BTA (+) (OAT)
2. Penemuan kasus
3. Periksa sputum (SPS) → x-ray (+) , BTA (-)
4. Penanganan putus obat
5. Pemeriksaan kontak serumah
6. PMO
Komponen Kemungkinan Penyebab
Input MAN Petugas kesehatan terlatih dan terampil sedikit
MONEY Tidak ada masalah
MATERIAL Obat untuk kategori II dan anak sedikit
METODE Tidak ada masalah
MARKETING Tidak ada masalah
Lingkungan Tingkat kesadaran masyarakat masih rendah
Proses P1 SOP sudah ada namun belum tertulis secara rinci
P2 Proses diagnosis TB yang masih sering tidak
tepat
P3 Tidak ada masalah
Analisis penyebab masalah
A. Petugas kesehatan terlatih dan terampil sedikit
B. Obat untuk kategori II dan anak sedikit
C. Tingkat kesadaran masyarakat masih rendah
D. SOP sudah ada namun belum tertulis secara rinci
E. Proses diagnosis TB yang masih sering tidak tepat
A B C D E TOTAL
A A A A A 4
B B D E 1
C D E 0
D E 0
E 0
Total Vertikal 0 0 0 2 3
Total Horizontal 4 1 0 0 0
total 4 1 0 2 3
A 4 4/10X100% 40 % 40%
E 3 3/10X100% 30% 70%
D 2 2/10X100% 20% 90%
B 1 1/10X100% 10% 100%
C 0 0/10X100% 0% 100%
JUMLAH 10 100%
Berdasarkan nilai kumulatif untuk menyelesaikan suatu masalah yang berupa
pengobatan penderita BTA (+) dengan OAT adalah cukup menyelesaikan 3
penyebab karena penyebab tersebut sudah mencapai 80%, diantarannya adalah :
1. Petugas kesehatan terlatih dan terampil sedikit
2. Proses diagnosis TB yang masih sering tidak tepat
3. SOP sudah ada namun belum tertulis secara rinci
Rencana kegiatan :
A. Melatih petugas kesehatan agar yang terlatih dan terampil lebih banyak
lagi
B. Mengganti alat yang bagus agar diagnosis TB menjadi lebih akurat
C. Membuat SOP yang lebih terperinci
KRITERIA MUTLAK
Kegiata
n
Input
Outpu
t
Keteranga
n Ma
n
Mone
y
Materia
l
Method
e
Marketin
g
A 1 1 1 1 1 1 Dapat
dilakukan
B 1 0 1 1 1 1 Tidak dapat
dilakukan
C 1 1 1 1 1 1 Dapat
dilakukan
KRITERIA KEINGINAN
Mudah (60) Berkembang (40) Berkelanjutan
(20)
€
A 4X60=240 4X40 =160 4X20 = 80 480
C 4X60=240 4X40 =160 4X20 = 80 480
Berdasarkan kriteria mutlak dan kriteria keinginan, maka hanya 2 rencana
kegiatan di atas yang dapat dijadikan rencana kegiatan / Plain of Action (POA),
yaitu: melatih petugas kesehatan agar yang terlatih dan terampil lebih banyak lagi
dan membuat SOP yang lebih terperinci
BAB V
PLAN OF ACTION
No Kegiatan Tujuan Sasaran Waktu Pelaksana Tempat Metode Tolak ukur
1 Mengikutsertakan
petugas kesehatan dalam
kegiatan pelatihan
pelayanan kesehatan TB
Untuk menghasilkan
tenaga kesehatan yang
terlatih dan terampil
Petugas
kesehatan
puskesmas
Sesuai
dengan
jadwal
pelatihan
yang
diadakan
Petugas
kesehatan yang
ditunjuk oleh
dinas kesehatan
setempat
Sesuai
lokasi
pelatihan
Pendidikan
dan
pelatihan
Tenaga terlatih
dan terampil
semakin banyak
2 Pembuatan SOP yang
terperinci
Untuk memaksimalkan
kerja petugas kesehatan
dalam menangani TB
secara sistematis dan
jelas
Pasien TB Sekali
setahun
Petugas
kesehatan
puskesmas
Puskesmas Lokakarya Terbentuknya
SOP yang
terperinci dan
jelas