Upload
leni-herliani
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/27/2019 PBL pertusis 18
1/19
Penyakit Pertusis pada Anak
Ni Putu Yudiartini Putri
102011135
Mahasiswa
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 , Indonesia
Telephone: (021) 5694-2061 (hunting), Fax: (021) 563-1731
Email: [email protected]
Pendahuluan
Seorang anak perempuan berusia 4 tahun dibawa ke puskesmas karena batuk sejak
2 minggu yang lalu. Saat batuk, pasien menjadi kesulitan bernafas akibat batuk terus-menerus
sehingga wajah menjadi memerah kebiruan. Di antara episode batuk, pasien tampak baik-
baik saja. Keluhan demam (+) tapi tidak terlalu tinggi dan naik turun. Riwayat imunisasi
dasar pasien tidak lengkap. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Berdasarkan kasus, anak
perempuan tersebut diduga menderita pertusis. Pertusis atau batuk rejan telah diketahui sejak
abad ke-16. Organisme penyebab, Bordetella pertussis, telah diisolasi pada tahun 1906 oleh
Bordet dan Gengou.1 Pertusis merupakan penyakit akut yang sangat menular dan ditandai
oleh serangan-serangan batuk yang hebat diikuti oleh whoop inspiratorik yang keras.
Program imunisasi yang luas selama lebih dari 50 tahun secara dramatis menurunkan jumlah
infeksi pertusis dan kematian di banyak negara. Namun, pertusis masih merupakan penyakit
yang mematikan. WHO memperkirakan terdapat 600.000 kematian per tahun di seluruh dunia
akibat pertusis, kebanyakan pada anak yang tidak di vaksinasi.2
Landasan Teori
Anatomi
7/27/2019 PBL pertusis 18
2/19
2
Hidung
Hidung terdiri atas externus nasus dan (hidung luar) dan cavum nasi. Lubang luar
hidung adalah adalah kedua nares atau lubang hidung. Setiap nares dibatasi oleh ala nasi dilateral dan septum nasi di medial. Cavum nasi terletak dari nares di depan sampai choanae di
belakang.3 Septum nasi membagi rongga ini menjadi belahan kiri dan belahan kanan. Setiap
belahan mempunyai dasar, atap, dinding lateral dan dinding medial. Dasar dibentuk oleh
processus palatinus maxillae dan horizontalis ossis palatini yang merupakan permukaan atas
palatum durum.
Pharynx
Pharynx terletak di belakang cavum nasi, mulut, dan larynx. Berbentuk seperti
corong dengan bagian atas yang lebar terletak di bawah cranium dan bagian bawah yang
sempit dilanjutkan sebagai oesophagus setinggi vertebra cervicales enam.3,4 Pharynx
mempunyai dinding musculomembranosa yang tidak sempurna di bagian depan. Pada bagian
depan, jaringan musculomembranosa digantikan oleh apertura nasalis posterior, isthmus
faucium, dan aditus larynges. Otot-otot pharynx terdiri atas m. conctrictor pharyngis superior,
medius, dan inferior, yang serabut-serabutnya berjalan hampir melingkar, dan m.
stylopharyngeus serta m. salphingopharyngeus yang serabutnya berjalan hampir
longitudinal.3
Larynx
Bagian atas larynx terbuka ke dalam laryngopharynx, sedangkan bagian bawahnya
berlanjut sebagai trachea. Kerangka laryng dibentuk oleh beberapa cartilago yang
dihubungkan oleh membrana dan ligamentum serta digerakkan oleh otot. Larynx di lapisi oleh
membrana mucosa. Cartilago thyroidea terdiri atas dua lamina cartilago hialin yang bertemu
di garis tengah pada tonjolan, yaitu jakun (Adams apple).3 Pada permukaan luar setiap lamina
terdapat linea obliqua sebagai tempat melekat m. sternothyroideus, m. thyrohyoideus dan m.
constrictor pharyngis inferior. Cartilago circoidea berbentuk cincin cartilago yang utuh.
Bentuknya mirip cincin cap dan terletak di bawah cartilago thyroidea.
Epiglotis adalah sebuah cartilago elastis berbentuk daun yang terletak di belakang
radix linguae.3-5 Bagian depannya berhubungan dengan corpus ossis hyoidei dan bagian
belakang berhubungan dengan cartilago thyroidea melalui tangkainya. Sisi epiglotis
berhubungan dengan cartilago arytenoidea melalui plica aryepiglottica. Pinggir atas epiglotis
7/27/2019 PBL pertusis 18
3/19
3
bebas, dan membrana mucosa yang melapisinya melipat ke depan melanjutkan diri meliputi
permukaan posterior lidah. Di sini terdapat plica glossoepiglotica mediana dan plica
glossoepiglotica lateralis.3 Pada membrana mucosa di kanan kiri plica glossoepiglottica
terdapat cekungan yang disebut valleculae.
Trakea
Trakea memiliki rangka cincin tulang rawan hialin yang tidak sempurna,
dipersatukan oleh jaringan fibrosa dan otot polos. Cincin trakea berjumlah 15-20, masing-
masing sebagai cincin yang membentuk gambaran huruf U.3-5 Cincin ini membatasi dinding
2/3 bagian anterior. Di sebelah dorsal tabung trakea berbentuk datar karena dinding dorsal
cincin tulang rawan trakea tersebut disempurnakan oleh jaringan fibro-elastik dan otot polos.
Cincin pertama tulang rawan trachea dihubungkan dengan tepi bawah cartilago cricoidea oleh
lig. Cricotracheale.3 Cincin terakhir tulang rawan trachea menebal di tengah dan tepi bawah,
yakni cincin carina yang merupakan taju berbentuk kuku segitiga yang melengkung ke bawah
dan belakang di antara bronchi.3,4
Bronchus Principalis
Tulang rawan bronchus principalis yang terletak ekstrapulmonal lebih pendek, lebihsempit, dan kurang beraturan, tetapi umumnya serupa bentuk dan susunannya. Ke arah distal
ketidakaturan lempeng-lempeng tulang rawan pada bronchi pulmonal meningkat. Lempeng
tulang rawan menghilang di pangkal bronchiolus. Bronchus principalis dextra lebih lebar,
lebih pendek, dan lebih vertikal dibandingkan bronchus principalis sinister.3,4 Sebelum masuk
ke dalam hilum pulmonis dextra, bronchus principalis dexter mempercabangkan bronchus
lobaris superior dexter. Saat masuk ke hilum, bronchus principalis dexter membelah menjadi
bronchus lobaris medius dan bronchus lobaris inferior dextra.5
Struktur Pleura
Pleura terletak di sisi mediastinum di dalam cavitas thoracis, masing-masing pleura
mempunyai dua bagian yaitu lapisan parietalis dan lapisan visceralis.3-5 Lapisan parietalis
membatasi dinding thorax, meliputi permukaan thoracal diaphragma dan permukaan lateral
mediastinum, serta meluas ke leher untuk membatasi permukaan bawah membrana
suprapleura pada apertura thoracis. Lapisan visceralis meliputi seluruh permukaan luar paru
7/27/2019 PBL pertusis 18
4/19
4
dan meluas ke dalam fissura interlobaris. Kedua lapisan ini saling berhubungan satu sama lain
pada lipatan pleura yang mengelilingi alat-alat yang masuk dan keluar dari hilus pulmonis
pada setiap paru. Normalnya, cavitas pleuralis mengandung sedikit cairan jaringan yang
meliputi permukaan pleura sebagai lapisan tipis dan memungkinkan kedua lapisan pleura
bergerak dengan sedikit pergesekan.
Pulmo
Gambar1. Pulmo Sinister dan Dexter4
Selama hidup pulmo kiri dan kanan lunak, berbentuk seperti spons dan sangat
elastis. Jika rongga thorax dibuka volume pulmo segera mengecil sampai sepertiga atau
kurang. Pada anak-anak, paru berwarna merah muda, tetapi dengan bertambahnya usia pulmo
menjadi gelap dan berbintik-bintik akibat inhalasi partikel-partikel debu yang terperangkap
dalam fagosit pulmo. Pulmo terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing paru terletak
di samping kanan dan kiri mediastinum. Masing-masing paru berbentuk kerucut dan
diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam cavitas pleuralis masing-masing,
hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix pulmonis.3,5 Masing-masing paru mempunyai
apex pulmonis yang tumpul, yang menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 1 inci di atas
clavicula.4 Pada basis pulmonis yang konkaf terdapat diafragma. Facies costalis yang konveks
disebabkan oleh dinding thorax yang konkaf dan facies mediastinalis yang konkaf
merupakan cetakan pericardium.
7/27/2019 PBL pertusis 18
5/19
5
Fisiologi
Mekanisme Pernapasan
Inspirasi dan Ekspirasi
Paru dan dinding dada adalah struktur elastik. Pada keadaan normal, hanya ditemukan
selapis tipis cairan di antara paru dan dinding dada. Paru dengan mudah dapat bergeser
sepanjang dinding dada, tetapi sukar untuk dipisahkan dari dinding dada seperti dua lempeng
kaca yang direkatkan dengan air. Tekanan di di dalam ruang antara paru dan dinding dada
(tekanan intrapleura) bersifat subatmosferik.6,7 Pada saat kelahiran, jaringan paru
dikembangkan sehingga teregang, dan pada akhir respirasi tenang, kecenderungan daya rekoil
jaringan paru untuk menjauhi dinding dada diimbangi oleh daya rekoil dinding dada ke arah
yang berlawanan. Apabila dinding dada dibuka, paru akan kolaps; dan apabila paru
kehilangan elastisitasnya, dada akan mengembang menyerupai bentuk gentong (barrel
shaped).6,7
Inspirasi merupakan proses aktif, kontraksi otot-otot inspirasi akan meningkatkan
volume intratorakal. Tekanan intrapleura di bagian basis paru akan turun dari nilai normal
sekitar -2,4 mmHg (relatif terhadap tekanan atmosfer) pada awal inspirasi, menjadi 5mmHg.6 Jaringan paru semakin teregang, tekanan di dalam saluran udara menjadi sedikit
lebih negatif, dan udara mengalir ke dalam paru. Pada akhir inspirasi daya rekoil paru mulai
menarik dinding dada kembali ke kedudukan ekspirasi, sampai tercapai keseimbangan
kembali antara daya rekoil jaringan paru dan dinding dada. Tekanan didalam saluran udara
menjadi sedikit lebih positif, dan udara mengalir meninggalkan paru. Selama pernapasan
tenang, ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan kontraksi otot untuk
menurunkan volume intra torakal.6-8 Namun, pada awal ekspirasi, masih terdapat kontraksi
ringan otot inspirasi. Kontraksi ini berfungsi sebagai peredam daya rekoil paru dan
memperlambat ekspirasi.
Pada inspirasi kuat tekanan intrapleura turun mencapai -30 mmHg, menimbulkan
pengembangan jaringan paru yang lebih besar.7 Apabila ventilasi meningkat, derajat
pengempisan jaringan paru juga ditingkatkan melalui kontraksi aktif otot-otot ekspirasi yang
menurunkan volume intratorakal.
Peranan Otot Respirasi
7/27/2019 PBL pertusis 18
6/19
6
Karena udara mengalir mengikuti penurunan gradien tekanan, maka tekanan intra-
alveolus harus lebih kecil dari tekanan atmosfer agar udara mengalir masuk ke dalam paru.
Demikian juga, tekanan intra- alveolus harus lebih besar daripada tekanan atmosfer agar udara
mengalir keluar paru sewaktu ekspirasi. Hukum boyle menyatakan bahwa pada suhu konstan,
tekanan yang ditimbulkan oleh suatu gas berbanding terbalik dengan volume gas; yaitu,
sewaktu volume gas meningkat, tekanan yang ditimbulkan oleh gas berkurang secara
proporsional.6,7 Sebaliknya, tekanan meningkat secara proporsional sewaktu volume
berkurang. Perubahan volume paru, dan karenanya tekanan intra-alveolus, ditimbulkan secara
tak langsung oleh aktivitas otot pernapasan. Otot-otot pernapasan yang melakukan gerakan
bernapas tidak bekerja langsung pada paru untuk mengubah volumenya. Otot-otot ini
mengubah volume rongga thoraks, menyebabkan perubahan serupa pada volume paru karena
dinding thoraks dan dinding paru berhubungan melalui daya rekat cairan intrapleura dan
gradien tekanan transmural.5,6,8
Sebelum inspirasi, otot-otot pernapasan berada dalam keadaan lemas, tidak ada udara
yang mengalir, dan tekanan intra-alveolus setara dengan tekanan atmosfer. Otot inspirasi
utama yang berkontraksi untuk melakukan inspirasi sewaktu bernapas tenang adalah
diafragma dan otot interkostal eksternal.5-7 Pada awitan inspirasi, otot-otot ini dirangsang
untuk berkontraksi sehingga rongga thoraks membesar. Otot inspirasi utama adalah
diafragma, satu lembaran otot rangka yang membentuk rantai rongga thoraks dan dipersarafi
oleh n. Phrenicus dan m. intercostalis eksternus.5,6,8 Diafragma dalam keadaan melemas
berbentuk kubah yang menonjol ke atas ke dalam rongga thoraks. Ketika berkontraksi,
diafragma turun dan memperbesar volume rongga thoraks dengan meningkatkan ukuran
vertikal. Dinding abdomen, jika melemas, menonjol keluar sewaktu inspirasi karena
diafragma yang turun menekan isi abdomen ke bawah dan ke depan. Sekitar 74% pembesaran
rongga thoraks sewaktu bernapas tenang dilakukan oleh kontraksi diafragma. 6 Pada inspirasi
kuat, prosesnya dibantu oleh otot-otot inspirasi tambahan. Otot-otot tersebut antara lain m.
sternocleidomatoideus yang berfungsi mengangkat sternum, m. serratus anterior yang
mengangkat sebagian besar iga, dan m. scalenus yang mengangkat dua iga pertama.7
Dua set otot interkostal terletak antara iga-iga, otot interkostal eksternal terletak di atas
otot interkostal internal. Kontraksi otot interkostal eksternal, yang serat-seratnya berjalan ke
bawah dan depan antara dua iga yang berdekatan, memperbesar rongga thoraks dalam
dimensi lateral dan anteroposterior.5-7 Ketika berkontraksi, otot interkostal eksternal
mengangkat iga dan selanjutnya sternum ke atas dan ke depan. Saraf interkostal mengaktifkan
7/27/2019 PBL pertusis 18
7/19
7
otot-otot interkostal ini. Pada akhir ekspirasi, otot inspirasi melemas. Diafragma mengambil
posisi aslinya yang seperti kubah ketika melemas. Ketika otot interkostal eksternal melemas,
sangkar iga yang sebelumnya terangkat tururn karena gravitasi. 6,7 Tanpa gaya-gaya yang
menyebabkan ekspansi dinding dada maka dinding dada dan paru yang semula teregang
mengalami rekoil ke ukuran semula. Sewaktu paru kembali mengecil, tekanan intra-alveolus
meningkat, karena jumlah udara termampatkan ke volume yang lebih kecil. Pada ekspirasi
kuat terjadi kontraksi otot-otot ekspirasi. Otot-otot ekspirasi tersebut antara lain, m. rectus
abdominis yang menarik iga ke arah bawah dan m. intercostalis interna.
Volume Paru
Pada orang dewasa sehat, udara maksimal yang dapat ditampung paru adalah
sekitar 4,7 liter pada pria dan 3,2 liter pada wanita.6 Ukuran anatomik, usia, daya regang paru,
dan ada tidaknya penyakit pernapasan mempengaruhi kapasitas paru total. Dalam keadaan
normal, volume paru mengalami pengembangan moderat sepanjang siklus pernapasan. Pada
akhir ekspirasi tenang normal, paru mengandung sekitar 2200 ml udara. 6 Selama bernapas
biasa saat istirahat, sekitar 400 ml udara masuk dan keluar paru sehingga selama bernapas
tenang volume paru bervariasi antara 2200 ml pada akhir ekspirasi sampai 2700 ml pada akhir
inspirasi.1,2 Selama ekspirasi maksimal, volume paru dapat turun menjadi 1200 ml pada pria
dan 1000 ml pada wanita, tetapi paru tidak pernah dapat dikosongkan secara total karena
saluran-saluran napas kecil kolaps ketika ekspirasi paksa pada volume paru yang rendah
sehingga menghambat pengeluaran udara lebih lanjut.6-8
7/27/2019 PBL pertusis 18
8/19
8
Gambar 2. Diagram Pernapasan7
Jumlah udara yang masuk ke dalam paru setiap inspirasi (atau jumlah udara yang
keluar dari paru setiap ekspirasi) dinamakan volume alun napas (tidal volume / TV), nilainyapada kondisi istirahat 400 ml.6,8 Jumlah udara yang masih dapat masuk ke dalam paru pada
inspirasi maksimal, setelah inspirasi biasa disebut volume cadangan inspirasi (inspiratory
reserve volume / IRV). IRV dicapai oleh kontraksi maksimal diafragma, otot interkostal
eksternal, dan otot inspirasi tambahan dengan nilai rerata 3000 ml.6,7 Jumlah udara yang dapat
dikeluarkan secara aktif dari dalam paru melalui kontraksi otot ekspirasi, setelah ekspirasi
biasa disebut volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume / ERV), nilai reratanya
1000 ml. Udara yang masih tertinggal di dalam paru setelah ekspirasi maksimal disebut
volume residu (residual volume), nilai reratannya 1200 ml.6-8 Volume residual tidak dapat
diukur secara langsung dengan spirometer, karena volume udara ini tidak keluar dan masuk
paru. Namun, volume ini dapat ditentukan secara tak langsung melalui teknik pengenceran
gas yang melibatkan inspirasi sejumlah tertentu gas penjejak tak berbahaya seperti helium.
Kapasitas inspirasi (inspiratory capacity / IC) merupakan volume udara maksimal
yang dapat dihirup pada akhir ekspirasi tenang normal (IC = IRV + TD), nilai reratanya 3400
ml.6,7
Kapasitas residual fungsional (functional residual capacity / FRC) merupakan volume
udara paru pada akhir ekspirasi pasif normal (FRC = ERV + RV), nilai reratanya 2200 ml.6,8
Kapasitas vital (vital capacity / VC) merupakan volume udara maksimal yang dapat
dikeluarkan dalam satu kali bernapas setelah inspirasi maksimal (VC = IRV + TV + ERV).
VC mencerminkan volume maksimal yang dapat terjadi pada paru.6,7 Hal ini jarang
digunakan karena kontraksi otot maksimal yang terlibat melelahkan, tetapi berguna untuk
memastikan kapasitas fungsional paru, nilai reratanya 3400 ml.6 Kapasitas paru total (total
lung capacity / TLC) merupakan volume udara maksimal yang dapat ditampung oleh paru(TLC = VC + RV), nilai reratanya 4700 ml.6,8,9
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan
cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau dalam
keadaan tertentu dengan penolong pasien.10 Berbeda dengan wawancara biasa, anamnesis
dilakukan dengan cara yang khas, berdasarkan pengetahuan tentang penyakit dan dasar-dasar
7/27/2019 PBL pertusis 18
9/19
9
pengetahuan yang ada di balik terjadinya suatu penyakit serta bertolak dari masalah yang
dikeluhkan oleh pasien.10
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis, dari keluhan-keluhan tersebut dan dasarteori dari anamnesis, maka dapat kita ketahui data-data sebagai berikut:10,11
1. Identitas Pasien
Berupa nama, umur, jenis kelamin, alamat, tanggal pemeriksaan.11
2. Keluhan Utama
Anak batuk sejak 2 minggu yang lalu.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Saat batuk, pasien menjadi kesulitan bernafas akibat batuk terus-menerus sehingga
wajah menjadi memerah kebiruan. Di antara episode batuk, pasien tampak baik-baik
saja. Keluhan demam (+) tapi tidak terlalu tinggi dan naik turun.
4. Keluhan Penyerta
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Adanya nyeri dada, sputum, hemoptysis,
mengi, dan suara serak.
5. Riwayat penyakit Dahulu
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah anak pernah menderita batuk
sebelumnya, campak (morbili), rubella, varisela, polio.10,11
6. Riwayat Penyakit Keluarga
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah ada keluarga anda yang mengalami
masalah yang sama? Apakah terdapat kelainan familial yang diwariskan? 10,11
7. Riwayat Alergi
Apakah pasien menderita alergi terhadap obat-obatan tertentu, makanan tertentu, atau
faktor lain. 10,11
8. Riwayat Imunisasi
7/27/2019 PBL pertusis 18
10/19
10
Riwayat imunisasi dasar pasien tidak lengkap.
9. Riwayat Sosial-Ekonomi
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah pekerjaan orang tua pasien?
Bagaimana kebiasaan pasien sehari-hari? Bagaimanakah lingkungan tempat tinggal
pasien? 10,11
10. Riwayat pengobatan
Hal-hal yang perlu ditanyakan antara lain: Apakah pasien sedang menjalani
pengobatan? Obat apa yang dipakai? Bagaimana perkembangannya? 10,11
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik, dilihat keadaan umum pasien, status kesadaran dan
tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, suhu, dsb) yang dapat memberikan petunjuk
tentang berat ringannya penyakit pasien. Kelainan kelainan yang ditemukan padapemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan penyebab keluhan. Keempat komponen
pemeriksaan paru lengkap meliputi: inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi. Pemeriksaan
tingkat pernapasan, kedalaman, kemudahan, simetri, dan irama pernapasan sangat penting
untuk mendeteksi penyakit paru. Pada anak-anak, tingkat pernapasan meningkat dapat
menjadi indikator awal pneumonia atau hipoksemia. Dalam sebuah penelitian terhadap anak-
anak dengan penyakit pernapasan, upaya pernafasan, warna, dan gerakan memiliki akurasi
diagnostik yang baik dalam mendeteksi hipoksemia. Palpasi posisi trakea, simetri gerakan
dinding dada, dan getaran dengan vokalisasi dapat membantu dalam mengidentifikasi
kelainan intratoraks. Pergeseran posisi trakea dapat menyarankan pneumothorax atau
atelektasis signifikan. Fremitus taktil dapat berubah dengan adanya konsolidasi atau udara di
dalam rongga pleura. Membantu tes transmisi kebisingan lainnya termasukbronchophony
dan egophony. 1,10
Auskultasi harus menilai kualitas suara nafas dan mendeteksi keberadaan suara
abnormal seperti halus atau kasar, mengi, atau ronki. Hal ini penting untuk mengetahui
anatomi paru-paru untuk mengidentifikasi lokasi temuan abnormal. Pada pasien yang lebih
7/27/2019 PBL pertusis 18
11/19
11
tua, unilateral crackles adalah pemeriksaan yang paling berharga dalam menemukan
pneumonia. Perkusi dapat mengidentifikasi suara timpani atau membosankan yang dapat
membantu menentukan proses intratoraks. Manifestasi ekstrapulmonar penyakit paru
termasuk kegagalan pertumbuhan, perubahan status mental (dari hipoksemia atau
hiperkapnia), sianosis, clubbing, dan osteoarthropathy. Bukti cor pulmonale (bunyi keras
pulmonal dari suara jantung kedua, hepatomegali, peningkatan tekanan vena leher, dan edema
perifer) menandakan penyakit paru-paru lanjut. Gangguan pernafasan bisa bersifat sekunder
penyakit pada sistem lain. Oleh karena itu penting untuk mencari kondisi lain seperti penyakit
jantung bawaan (murmur atau gallop), penyakit neuromuskuler (pengecilan otot atau
scoliosis), immunodefisiensi (ruam atau diare), dan penyakit autoimun atau keganasan
tersembunyi (arthritis atau hepatosplenomegali).1,10
Pemeriksaan penunjang
Hitung leukosit pada darah perifer anak yang menderita pertusis sering meningkat
dan ditandai dengan menonjolnya limfosit. Kadang-kadang ditemukan hitung leukosit total
lebih dari 100.000. Limfositosis maksimal sesuai saat batuk yang paling berat. Limfositosis
tidak terlalu nyata terlihat pada anak atau orang dewasa yang telah mendapat vaksinasi
pertusis sebelumnya. Infeksi bakteri sekunder sering menyebabkan hitung jenis leukosit
bergeser dengan menonjolnya neutrofil. Pemeriksaan Rontgen pada pertusis sering normal.
Kekasaran sepanjang perbatasan jantung atau konsolidasi sekitar bronkus juga bisa terlihat.
Atelektasis dan limfadenopati trakeobronkial kadang-kadang terjadi. Infiltrat paru yang jelas
dapat menunjukkan pneumonia bakteri sekunder.1,2,12
Biakan positif Bordetella pertussis merupakan standar paling baik untuk
mendiagnosis pertusis. Oleh karena Bordetella pertussis merupakan organisme yang sukar
tubuh, biakan negatif tidak menyingkirkan diagnosis pertusis. Pada epidemi, sampai 80%
infeksi yang dicurigai dipastikan melalui biakan. Pada keadaan klinis biasa, angka bakteri
yang diisolasi dari pasien yang diduga pertusis jauh lebih rendah. Pemberian antibiotik
sebelumnya akan sangat mengurangi angka isolasi. Karier Bordetella pertussis yang
asimtomatis sangat jarang. Angka isolasi paling tinggi selama 3-4 minggu awal penyakit. Tes
antibodi fluoresen langsung (DFA= direct fluorescent antibody ) pada apusan sekret
nasofaring bermanfaat untuk diagnosis cepat bila dilakukan dengan reagen yang baik dan
personil yang berpengalaman. Namun dapat terjadi hasil yang negatif maupun positif palsu. 12
7/27/2019 PBL pertusis 18
12/19
12
Diagnosis
Work Diagnosis
Pertusis
Masa inkubasi pertusis adalah 7-14 hari. Ada tiga stadium yang diketahui: periode
kataralis, paroksismal, dan penyembuhan. Periode kataralis berlangsung beberapa hari sampai
seminggu. Periode ini tidak dapat dibedakan dengan salesma, yang disertai dengan rinore,
bersin, batuk ringan, dan kadang-kadang infeksi konjungtiva ringan. Batuk berangsur-angsur
menjadi nyata dan bera. Periode kataralis adalah fase yang paling menular. Periode
paroksimal ditandai batuk yang berangsur-angsur semakin keras karena anak mencoba
mengeluarkan secret kental, banyak, dan lengket dari saluran napas. Periode ini umumnya
berlangsung 1-4 minggu. Pada periode paroksimal batuk terjadi cepat dan berturut-turut
sehingga anak tidak sempat mengambil napas antara batuk. Akhirnya saluran napas bebas
dan anak kemudian bisabernapas. Karakteristik rejan disebabkan oleh aliran masuk udara
lewat laring yangtertutup sebagian. Bayi mungkin tidak mengalami rejan ini di akhir
serangan batuk. Selain itu, bayi sangat muda dapat menderita apnea tanpa riwayatbatuk.risiko hipoksemia berat dapat terjadi dalam periode paroksismal berat.1,2,12
Differential Diagnosis
Bronkitis
Bronkitis merupakan proses peradangan pada bronkus dengan manifestasi utama
berupa batuk yang produktif. Proses ini dapat disebabkan karena perluasan dari proses
penyakit yang terjadi dari saluran napas atas maupun bawah. Definisi klinis dari bronchitis
pada anak sampai saat ini masih belum jelas, tetapi banyak para klinisi membuat diagnosis
bronchitis untuk anak dengan gejala batuk, dengan atau tanpa demam serta adanya produksi
dahak/sputum. Meskipun etiologi dari bronchitis masih sukar dijelaskan secara spesifik, dan
beberapa studi menunjukkan bahwa bronchitis merupakan penyakit yang self-resolving,
tetapi bronkitis ini pada umumnya disebabkan oleh patogen virus. Secara praktis, diagnosa
bronkitis sering tercermin dari hasil pemberian resep berupa antibiotika tertentu yang
diyakini membasmi jenis bakteri penyebab penyakit ini. Jaringan teriritasi dan memproduksi
7/27/2019 PBL pertusis 18
13/19
13
banyak lendir. Hal ini banyak terjadi pada anak-anak yang menjadi perokok baik perokok
primer maupun sekunder dan tinggal di lingkungan yang banyak terpolusi.1,2,9
Kelainan klinis yang lama pada bronkitis kronis menimbulkan dugaan adanya reaksiinflamasi yang berlebihan pada saluran napas atau paparan bahan berbahaya yang terus
menerus dari lingkungan, hal ini menimbulkan kerusakan pada saluran napas sehingga terjadi:
ganguan pembersihan lender, produksi lendir meningkat, batuk basah, penyempitan saluran
napas sehingga timbul suara mengi dan turunya daya tahan saluran napas terhadap virus.
Gejala utamanya adalah batuk produktif yang sudah berlangsung lama, anak biasanya
mengeluh nyeri dada, gejala-gejala ini menjelek pada malam hari, reaktivitas otot bronkus
kurang, produksi lendirnya banyak, inflamasi saluran napas (pada asma yang menonjol adalah
reaktivitas otot bronkus). 2,9
Epidemiologi
Pertusis adalah satu dari penyakit-penyakit yang paling menular, dapat
menimbulkan attack rate 80-100% pada penduduk yang rentan. Di seluruh dunia ada 60
juta kasus pertusis setahun dengan lebih dari 500.000 meninggal. Selama masa pra-vaksin,pertusis adalah penyebab utama kematian dari penyakit menular pada anak di bawah usia 14
tahun di Amerika Serikat. Dilaporkan juga bahwa 50 % adalah bayi kurang dari setahun, 75 %
adalah anak kurang dari 5 tahun. Pertusis terutama mewabah di negara-negara berkembang
dan maju, seperti Italia, daerah-daerah tertentu di Jerman dimana cakupan vaksin rendah atau
Nova Scatia dimana digunakan vaksin yang kurang poten, dengan angka insidensi rata-rata
mencapai 200-500/100.000 populasi dengan angka kematian 350.000 pada anak dibawah 5
tahun.2 Di Amerika Serikat sendiri dilaporkan insidensi tertinggi 4500 kasus sejak tahun
1967. namun setelah hal tersebut, pertusis jarang sekali kasusnya karena sudah lebih di
galakkan vaksinasi . 1,12
Etiologi
Bordetella pertussis merupakan penyebab satu-satunya pada epidemi pertusis dan
penyebab tersering pada pertusis sporadis. Bordetella parapertussis merupakan penyebab
pertussis sporadis yang ditemukan di eropa barat dan timur. Bordetella pertussis merupakan
7/27/2019 PBL pertusis 18
14/19
14
bakteri batang gram negative yang sukar tumbuh dan memerlukan media khusus untuk
isolasinya. B. pertussis menempel ke epitel bersilia pada bronkus, sehingga menimbulkan
siliostasis.2
Patofisiologi
Hanya B. pertussis yang mengeluarkan toksin pertusis (TP), protein virulen utama.
B.pertussis juga menghasilkan beberapa bahan aktif, yang banyak darinya dimaksudkan
untuk memainkan peran dalam penyakit dan imunitas. Aerosol, hemaglutinin filamentosa
(HAF), beberapa aglutinogen (FIM2-FIM3), dan protein permukaan nonfimbria 69-kD yangdisebut pertaktin (PRN) penting untuk perlekatan terhadap sel epitel bersilia saluran
pernapasan. Sitotoksin trakea, adenilat siklase, dan TP menghambat pembersihan organisme.
Sitotoksin trakea, faktor dermonekrotik dan adenilat siklase diterima secara dominan
menyebabkan cidera epitel lokal yang menghasilkan gejala-gejala pernapasan dan
mempermudah penyerapan TP. 2,13
TP mempunyai 2 sub unit, yaitu A dan B. TP (B) akan berikatan dengan reseptor
pada sel taret dan mengaktivasi TP(A) pada membran sel yang merangsang pengeluaran
enzim. TP akan merangsang pengeluaran Adenosin Diphosphate (ADP) sehingga akan
mempengaruhi fungsi dari leukosit, limfosit, myocardial sehingga bermanifestasi pada
peradangan saluran napas dengan hyperplasia kelenjar limfe peribronkial dan meningkatkan
produksi mukus yang akan menutupi permukaan silia, yang pada akhirnya bias mengarah ke
komplikasi bronkopneumonia, infeksi sekunder bakteri lain (Pneumococcus, Haemophilus
influenzae, S.aureus, S.pyogenes), sianosis karena apnea dan ventilation perfusion
mismatch.2,13
Faktor Risiko
Orang-orang yang berada pada risiko tertular pertusis meliputi:
1. Anak-anak dan orang dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi terbaru.14
2. Orang yang hidup dalam kondisi tempat tingal penuh sesak atau tidak sehat.14
3. Orang yang memiliki gangguan sistem kekebalan.14
7/27/2019 PBL pertusis 18
15/19
15
4. Siapapun yang bepergian ke tempat atau daerah endemik pertusis.14
Penatalaksanaan
Non medika mentosa
Perawatan di rumah sakit diindikasikan untuk setiap anak dengan serangan
paroksismal berat yang disertai sianosis dan apnea. Oleh karena penyakit berat dan
komplikasi terjadi terutama pada anak yang sangat muda, bayi muda yang mendapat pertusis
harus dirawat di rumah sakit sampai pasti bahwa serangan apnea, sianosis, dan masalah
makan dapat diatasi di rumah. Diperlukan penghisapan sering sekret yang banyak dari
nasofaring terutama pada bayi yang lemah, kecil, dan lelah. Pemantauan ketat dan respon
perawatan yang cepat untuk serangan batuk diperlukan untuk mencegah hipoksemia.
Tergantung berat dan gejala anak, merawat anak di unit perawatan intensif diindikasikan bila
bangsal pediatrik tidak lengkap. Perawatan di unit intensif ini berguna agar dapat berespon
cepat untuk serangan tersebut. Oksigen blow by harus tersedia untuk digunakan selama
serangan batuk. Intubasi mungkin diperlukan untuk apnea, serangan batuk yang sangat hebat
atau pneumonia sekunder. Cairan parenteral dan dukungan nutrisi sering diperlukan padapenyakit berat dan lama.1,2,14
Medika mentosa
Obat penekan batuk, ekspektoran, obat mukolitik, dan sedatif belum terbukti
bermanfaat untuk mengobati pertusis. Terapi antibiotik diindikasikan pada semua penderita
pertusis. Obat terpilih adalah eritromisin dengan dosis 40-50 mg/kgbb/hari terbagi dalam 4
dosis selama 14 hari (maks. 250 mg 4 kali sehari). Orang yang terpajan paling dekat dengan
penderita pertusis yang infeksius harus diberi profilaksis antibiotik selama 14 hari setelah
kontak terakhirnya. Dosis sama dengan dosis terapi. Profilaksis harus diberikan meskipun
kontak baru saja menerima vaksinasi pertusis. Terapi eritromisin dini pada stadium prodromal
dapat memperpendek penyakit dan kadang-kadang mencegah pemburukan menjadi stadium
paroksismal. Bila sudah terjadi stadium paroksismal, terapi berguna untuk membatasi
penyebaran organisme.1,2,14
7/27/2019 PBL pertusis 18
16/19
16
Komplikasi
. Bayi berusia
7/27/2019 PBL pertusis 18
17/19
17
anak yang lebih tua dan orang dewasa, bayi kurang dari 6 bulan dengan pertusis lebih
mungkin memiliki penyakit yang parah, komplikasi, dan memerlukan rawat inap. Dari 2001-
2003, 69% dari bayi kurang dari 6 bulan dengan pertusis harus dirawat inap.2,15,16
Kesimpulan
Pertusis merupakan salah satu penyakit menular yang menyerang saluran pernapasan
bagian atas, disebabkan terutama oleh Bordetella pertussis. Pertusis ditandai dengan batuk
lama dan kadang-kadang terdengar seperti menggonggong (whooping cough) dan episode
diakhir dengan ekspulsi dari sekret trakea,silia lepas dan epitel nekrotik.Pertusis sering
menyerang bayi dan anak-anak kurang dari 5 tahun, terutama yang belum diimunisasi lebih
rentan, demikian juga dengan anak lebih dari 12 tahun dan orang dewasa. Stadium penyakit
pertusis meliputi 3 stadium yaitu kataralis, paroksismal, dan penyembuhan. Masing-masing
berlangsung selama 2 minggu. Pada bayi, gejala menjadi lebih jelas justru pada stadium
konvalesen. Sedangkan pada orang dewasa mencapai puncaknya pada stadium paroxsismal.
Diagnosa pertusis dengan gejala klinis memuncak pada stadium paroksismal, riwayat kontak
dengan penderita pertusis, kultur apus nasofaring, DFA, foto thorax. Terapi yang dapat
diberikan antibiotic eritromisin 50mg/kgB/hari dibagi 4 dosis selama 14 hari, dan suportif.
Prognosis baik dengan penatalaksanaan yang tepat dan cepat. Kematian biasanya terjadi
karena ensefalopati dan pneumonia atau komplikasi penyakit paru yang lainnya.
Daftar Pustaka
1. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. Buku ajar pediatri Rudolph. Ed-20. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006.h.656-8, 1768-9.
2. Kliegman RM, Behram RE, Jenson HB, Stanton BF. Nelsons textbook of pediatrics.
18th ed. Philadelphia: Saunders Elseviers; 2007.p.1178-82.
3. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed-6. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2006.hal 84-90, 795-809.
4. Sloane E. Anatomi dan Fosiologi untuk pemula. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC; 2004.hal.266-77.
7/27/2019 PBL pertusis 18
18/19
18
5. Shier D, Butler J, Lewis R. Holes essentials of Human anatomy & physiology. 10th
ed. New York: Mc Graw-Hill; 2006.p.452-61.
6. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke ke sistem. Ed-6. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran EGC; 2011.hal.497-544.
7. Guyton AC, Hall JE. Textbook of medical Physiology. 11th ed. Pennsylvania:
Elseviers Saunders; 2006.p.763-7.
8. Silverthorn DU. Human Physiology an integrated approach. 5th ed. San Fransisco:
Pearson Benjamin Cummings; 2010.p.570-89.
9. Supriyatno B. Batuk kronik pada anak. Maj Kedokt Indon. 2010;60(6):285-8.
10. Jonathan G. At a glance anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Penerbit Erlangga
Medical Series;2008. h.176-7.
11. Akunjee N, Akunjee M. Panduan menghadapi OSCE bagi mahasiswa tingkat akhir.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. h.18-20.
12. Tan T, Trindade E, Skowronski D. Epidemiology of pertussis. The Pediatric Infectious
Disease Journal. 2005;24(5):10-7.
13. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins & Cotran dasar patologi penyakit. Ed-7.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2010.h.389-90, 741-2.
14. Hay WW, Levin MJ, Sondheimer JM, Deterding RR. Current pediatric diagnosis &
treatment. 18th ed. San Fransisco: Mc Graw Hill Companies; 2007.p.2088-9.
15. Brown T. Pertussis vaccines: whole-cell more durable than acellular.Medscape
Medical News [serial online]. May 22, 2013;Accessed May 27, 2013. Available at
http://www.medscape.com/viewarticle/804644.
16. Mandal S, Tatti KM, Woods-Stout D, et al. Pertussis pseudo-outbreak linked to
specimens contaminated by Bordetella pertussis DNA from clinic surfaces. Pediatrics.
2012;129(2):e424e430.
http://www.medscape.com/viewarticle/804644http://www.medscape.com/viewarticle/8046447/27/2019 PBL pertusis 18
19/19
19
8833 cklt