Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PELAKSANAAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN
MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN
(Studi pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Kantor Cabang Tanjung Karang)
(Skripsi)
Oleh
APRILIA PARADITA
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PELAKSANAAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN
MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN
( Studi pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Kantor Cabang Tanjung Karang)
Oleh :
Aprilia Paradita
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Dalam membuat perjanjian
kredit, bank pada umumnya tidak akan memberikan kredit begitu saja tanpa
memperhatikan jaminan yang diberikan oleh debitur. Dalam praktek yang terjadi,
jaminan yang paling sering digunakan adalah jaminan kebendaan yang salah
satunya adalah Hak Tanggungan. Penjualan obyek hak tanggungan dapat
dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak. Permasalahan dalam penelitian
ini adalah bagaimana prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui
penjualan di bawah tangan pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor
Cabang Tanjung Karang serta apa saja permasalahan hukum yang dihadapi dalam
prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah
tangan pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung
Karang.
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian empiris,
dengan tipe penelitian deskriptif. Pendekatan masalah yang digunakan yaitu
pendekatan yuridis empiris. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah jenis
data primer, data sekunder, serta bahan hukum tersier yang bersumber dari hasil
wawancara dan peraturan terkait serta bahan hukum terkait lainnya.
Hasil penelitian ini yaitu, prosedur eksekusi melalui penjualan di bawah tangan
pada Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang, diawali dengan pemberitahuan
keterlambatan pembayaran terhadap debitur yang bersangkutan, dilanjutkan
dengan pemberian Surat Peringatan (SP) pertama, kedua, lalu ketiga secara
berturut-turut dan apabila debitur masih belum menunjukan itikad baik setelah
adanya pemberitahuan mengenai keterlambatan pembayaran, maka selanjutnya
Aprilia Paradita
dilaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan
di bawah tangan dengan syarat terdapat kesepakatan antara debitur dan pihak
Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang serta dilaksanakan dalam rangka
memperoleh harga tertinggi sehingga menguntungkan semua pihak. Permasalahan
hukum yang dihadapi adalah permasalahan harga jual beli, debitur yang tidak
beritikad baik mencari pembeli, pengumuman yang tidak terpublikasi dengan baik
serta, perihal pengosongan.
Kata Kunci : Jaminan, Hak Tanggungan, Eksekusi
PELAKSANAAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN
MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN
( Studi pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Kantor Cabang Tanjung Karang)
Oleh:
Aprilia Paradita
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA HUKUM
pada
Bagian Hukum Keperdataan
Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Aprilia Paradita dilahirkan di Bengkulu, pada 22 April
1996, yang merupakan anak tunggal dari pasangan Ibu
Rahmawati Yunan dan Bapak Faisal.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Bhayangkari Kota
Bengkulu pada tahun 2002, Sekolah Dasar di SD Negeri 8 Kota Bengkulu pada
tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 2 Kota Bengkulu pada
tahun 2011, dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 5 Kota Bengkulu pada
tahun 2014.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung pada
tahun 2014. Kemudian pada tahun 2017 periode Januari penulis melaksanakan
Praktek Kuliah Kerja Nyata selama 40 hari kerja di Desa Surabaya Baru,
Kecamatan Bandar Surabaya, Kabupaten Lampung Tengah. Selama menjadi
mahasiswa penulis aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti pernah
menjadi anggota bagian Dana Usaha di HIMA PERDATA (Himpunan Mahasiswa
Hukum Perdata).
MOTO
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampung
Lagi Maha Penyayang.
- QS. An-Nahl Ayat 18
Life is like riding a bicycle. to keep your balance, you must keep moving.
- Albert Einstein
PERSEMBAHAN
Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat
Hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,
Kupersembahkan Karya Kecilku ini kepada :
Kedua Orang Tua Tercinta,
Ibu Rahmawati Yunan dan Bapak Faisal,
Yang senantiasa berdoa, berkorban, dan mendukung apapun yang
aku jalani, terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta luar
biasa sehingga aku bisa menjadi seseorang yang kuat dan konsisten
kepada masa depan.
Almamater tercinta Universitas Lampung
Fakultas Hukum, khususnya bagian Hukum Perdata
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil’alamiin. Segala puji syukur hanyalah untuk Allah SWT,
Tuhan seluruh alam yang telah memberikan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul:
“PELAKSANAAN EKSEKUSI OBJEK JAMINAN HAK TANGGUNGAN
MELALUI PENJUALAN DI BAWAH TANGAN ( Studi pada PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang)”, sebagai
salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
Dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari partisipasi, bantuan, dan
bimbingan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Alm. Armen Yasir, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Sunaryo, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Perdata
Fakultas Hukum Universitas Lampung.
3. Bapak Dwi Pujo Prayitno, S.H., M.H., selaku Pembimbing I yang selalu
meluangkan waktu, memberi masukan, kritik, dan saran yang membantu
penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
4. Bapak Depri Liber Sonata, S.H., M.H., selaku pembimbing II yang telah
mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan baik kritik
maupun saran dan meluangkan waktunya sehingga proses penyelesaian
skripsi ini dapat berjalan dengan baik.
5. Bapak Dr. Muhammad Fakih, S.H., M.S., selaku Pembahas I yang telah
banyak memberikan kritik, koreksi, dan masukan yang membangun dalam
penyelesaian skripsi ini.
6. Ibu Yulia Kusuma Wardani, S.H., L.LM., selaku Pembahas II yang telah
memberikan masukan-masukan yang bermanfaat, saran serta pengarahan
dalam penulisan skripsi ini.
7. Bapak Dr. Eddy Rifai, S.H., M.H., selaku Pembimbing Akademik Penulis.
8. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis yang kelak akan sangat
berguna bagi penulis, serta seluruh staff dan karyawan Fakultas Hukum
Universitas Lampung.
9. Kedua orang tuaku, Bapak Faisal dan Ibu Rahmawati Yunan yang sangat
kucintai, kusayangi dan kuhormati, terima kasih atas doa, dukungan, motivasi
serta perjuangan luar biasa yang selama ini diberikan demi kesuksesan dan
keberhasilan anaknya. Semoga kelak aku akan terus membanggakan kalian.
10. Keluarga besar Hj. M. Yunan yang selalu mendoakan dan mendukung
penulis.
11. Sahabat-sahabat terbaik yang telah banyak membantu, Chantika Dyah Putri
Wulandari, Adelina Indica Ramadhani, Andry Satria Putra, Ema Wara
Mardhatila, Bintan Lauda, Tri Citra Aprilianti, Vetty Marcelina, Teti Putri,
Peggy Merdeka Putri.
12. Sahabat-sahabat seperjuangan, Annisa Adelia Yusufin, Vania Berlinda, Tyas
Kurnia Apsari, Devara Denita, Hanifah Pury Larasati, Audra Ananda Fairina,
Audy Aminda, Deria Yanita, Aulia Martha Dinanda, Fildzah Addina Silmi,
Melista Aulia N, Sintha Utami F, Andrea Ayu Strelya.
13. Muhammad Andrian Patria Shaleh Rizal S.H., yang senantiasa selalu
memberikan bantuan, memberikan motivasi, serta nasihat yang membangun
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
14. Teman-teman KKN selama 40 hari di Kampung Surabaya Baru, Beringin
Jaya, dan Sidodadi terima kasih atas cerita yang tidak bisa dilupakan.
15. Almamater tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung.
16. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
memberikan bantuan, doa serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kemuliaan dan Barokah, dunia dan
akhirat khususnya bagi sumber mata air ilmuku, serta dilipat gandakan atas segala
kebaikannya yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini
bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya bagi penulis dalam
mengembangkan dan mengamalkan ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, Agustus 2018
Penulis
Aprilia Paradita
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................................ i
JUDUL DALAM ............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ v
PERSEMBAHAN .......................................................................................... vi
MOTO .......................................................................................................... vii
SANWACANA ............................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
C. Ruang Lingkup Penelitian.................................................................. 7
D. Tujuan Penelitian ............................................................................... 7
E. Kegunaan Penelitian .......................................................................... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. TinjauanUmum tentangKredit dan Perjanjian Kredit ........................ 9
1. Dasar hukum dan PengertianKredit ............................................ 9
2. Fungsi Kredit .............................................................................. 10
3. Jenis-jenis Kredit ........................................................................ 10
4. Golongan Kualitas Kredit ........................................................... 13
5. Pengertian Perjanjian Kredit ....................................................... 15
6. Dasar Pengaturan Perjanjian Kredit ............................................ 17
7. Jenis Perjanjian Kredit ................................................................ 17
8. Isi Perjanjian Kredit .................................................................... 19
9. Perjanjian Kredit Bank ................................................................ 20
B. Tinjauan Umum tentang Hukum Jaminan ......................................... 21
1. Pengertian Hukum jaminan .......................................................... 21
2. Sumber Pengaturan Hukum Jaminan ........................................... 23
C. Tinjauan Umum tentang Jaminan Kredit ........................................... 24
1. Pengertian Jaminan ...................................................................... 24
2. Syarat dan Kegunaan Jaminan ..................................................... 25
3. Jenis-jenis Jaminan ...................................................................... 26
4. Sifat Perjanjian Jaminan .............................................................. 27
D. Tinjauan Umum tentang Hak Tanggungan ........................................ 28
1. Dasar Hukum dan Pengertian Hak Tanggungan ......................... 28
2. Ciri-ciri Hak Tanggungan ........................................................... 30
3. Objek Hak Tanggungan .............................................................. 34
4. Subjek Hak Tanggungan ............................................................. 35
5. Eksekusi Hak Tanggungan ......................................................... 36
6. Dasar Hukum Eksekusi Hak Tanggungan .................................. 38
E. KerangkaPemikiran............................................................................ 39
III. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian................................................................................... 42
B. Tipe Penelitian ................................................................................... 42
C. Pendekatan Masalah........................................................................... 42
D. Data dan Sumber Data ....................................................................... 43
E. Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ............................. 44
F. Analisis Data ...................................................................................... 45
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Prosedur dan Syarat Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan
melalui Penjualan di Bawah Tangan pada PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang ................................. 46
B. Permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan prosedur eksekusi objek
jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan pada PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor
Cabang Tanjung Karang .................................................................... 65
V. PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA
1
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman kebutuhan hidup manusia semakin meningkat,
sehingga terjadi pula peningkatan terhadap besaran dana yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Berdasarkan hal tersebut, kebutuhan
masyarakat akan kredit pun semakin meningkat dikarenakan kredit merupakan
salah satu sumber pendanaan yang efisien bagi masyarakat.
Bank dalam kegiatan usahanya menghimpun dana masyarakat dan kemudian
menyalurkan dana-dana tersebut dalam bentuk kredit. Seperti yang tercantum
dalam Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan disebutkan bahwa :
“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, dan menyalurkan kepada masyarakat dalam ragka meningkatkan taraf
hidup rakyat banyak”.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang sebagai
salah satu Bank Umum Pemerintah terbesar di Indonesia, salah satu kegiatannya
adalah menghimpun dana dari masyarakat yang kemudian disalurkan kembali
kepada masyarakat dalam bentuk kredit. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Kantor Cabang Tanjung Karang bertempat di Jalan Raden Intan No. 51 Tanjung
Karang Kota Bandar Lampung.
2
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, kredit
adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Dengan demikian, hubungan hukum antara pihak-pihak yang terlibat dalam
kegiatan pinjam meminjam uang dimulai pada saat terjadinya kesepakatan antara
para pihak yang kemudian dituangkan ke dalam suatu perjanjian kredit dan
ditanda tangani oleh para pihak yang dalam hal ini yaitu bank selaku kreditur dan
nasabah selaku debitur. Suatu perjanjian kredit terdiri dari perjanjian pokok, yaitu
perjanjian utang piutang dan perjanjian tambahan yang berupa perjanjian
pemberian jaminan oleh pihak debitur.
Dibentuknya suatu perjanjian tambahan berupa perjanjian pemberian jaminan oleh
pihak debitur dikarenakan kredit yang diberikan oleh pihak kreditur kepada pihak
debitur tentunya tidak serta merta hanya berlandaskan pada kepercayaan saja.
Seringkali pihak bank selaku kreditur mengalami kendala dalam memperoleh
kembali pelunasan utangnya yang diakibatkan oleh kredit yang bermasalah atau
kredit macet yang dialami oleh pihak nasabah selaku debitur yang mengakibatkan
terjadinya wanprestasi. Bank selaku kreditur perlu mengkaji lebih lanjut terhadap
permohonan kredit yang diajukan oleh nasabah, salah satunya dengan
menggunakan prinsip 5C, yaitu :
a. Character (Kepribadian)
b. Capacity (Kemampuan)
c. Capital (Modal)
3
d. Collateral (Agunan)
e. Condition of Economy (Kondisi Ekonomi)1
Di antara kelima prinsip yang telah disebutkan di atas, salah satu prinsip yang
paling penting untuk diperhatikan yaitu collateral. Collateral (Agunan) adalah
berupa barang-barang yang diserahkan oleh pihak debitur kepada bank selaku
kreditur sebagai jaminan terhadap pembayaran atas kredit yang diterimanya
dikarenakan dalam membuat perjanjian kredit, bank pada umumnya tidak akan
memberikan kredit begitu saja tanpa memperhatikan jaminan yang diberikan oleh
debitur.2 Collateral termasuk ke dalam jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan
itu sendiri dapat digolongkan menjadi beberapa macam, yaitu diantaranya :3
1) Gadai, yang diatur di dalam Bab 20 Buku II KUH Perdata;
2) Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur di dalam UU Nomor 4 Tahun
1996;
3) Jaminan Fidusia, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 42 Tahun
1999.
Dalam praktek yang terjadi, jaminan kebendaan yang paling sering digunakan
adalah Hak Tanggungan. Hak tanggungan lebih diminati untuk dijadikan sebagai
objek jaminan dalam pemberian fasilitas kredit dikarenakan pada umumnya hak
tanggungan mudah untuk dijual serta harganya terus meningkat apabila suatu hari
terjadi wanprestasi oleh pihak debitur yang mengharuskan objek jaminan hak
tanggungan tersebut harus dilakukan eksekusi. Pada dasarnya, hak tanggungan
1Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer Cetakan Ke-2 Edisi Revisi, (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 21-22.
2Ibid, hlm. 43
3H. Salim, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2004), hlm. 24-25.
4
dibebankan atas tanah, namun dalam kenyataannya di atas tanah yang
bersangkutan seringkali terdapat benda berupa bangunan, tanaman maupun hasil
karya lain yang secara tetap merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut.
Benda-benda tersebut dalam praktek juga diterima sebagai jaminan kredit
bersama-sama dengan tanah yang bersangkutan sebagaimana yang telah
dinyatakan dalam Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan :
”Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan,
tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas
tanah yang pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta Pemberian
Hak Tanggungan yang bersangkutan”.
Dalam hal debitur cidera janji (wanprestasi), tanah (hak atas tanah) yang dibebani
hak tanggungan ini berhak dijual oleh pemegang hak tanggungan tanpa
persetujuan dari pemberi hak tanggungan dan pemberi hak tanggungan tidak dapat
menyatakan keberatan atas penjualan tersebut sebagaimana yang telah dinyatakan
dalam Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, apabila debitur cidera janji,
pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak
Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.4
Dijelaskan pula bahwa dengan adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang
Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah
tangan, jika dengan cara tersebut dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak, demikian ditentukan oleh Pasal 20 Ayat (2) UUHT
4Ibid
5
yang berbunyi, atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan,
penjualan obyek Hak Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika
dengan demikian itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
semua pihak.5
Berdasarkan penjelasan Pasal 20 ayat (2) UUHT tersebut, dapat diketahui bahwa
bank tidak mungkin melakukan penjualan di bawah tangan terhadap objek Hak
Tanggungan atau agunan kredit apabila debitur tidak menyetujuinya. Apabila
kredit sudah tergolong ke dalam kredit macet, dan agar bank tidak mengalami
kesulitan di kemudian hari setelah kredit diberikan, bank mensyaratkan agar di
dalam perjanjian kredit diperjanjikan bahwa bank diberi kewenangan untuk dapat
menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah tangan atau meminta kepada
debitor untuk memberikan surat kuasa khusus yang memberikan kekuasaan
kepada bank untuk dapat menjual sendiri agunan tersebut secara di bawah
tangan.6
Dalam perihal penyelesaian kredit bermasalah atau kredit macet pada PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Tanjung Karang atas objek jaminan hak
tanggungannya, sebagian besar menggunakan eksekusi di bawah tangan. Hal
tersebut akan lebih memudahkan pihak kreditur dan debitur karena apabila
dilaksanakan melalui pelelangan umum atau melalui gugatan ke pengadilan akan
memakan biaya yang jauh lebih besar dan waktu yang lebih lama, serta potensi
5Ibid
6Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok dan Masalah
yangdihadapi Oleh Perbankan suatu Kajian Mengenai UUHT, (Bandung : Alumni, 1999),
hlm. 166.
6
untuk mendapatkan harga jual yang tinggi sangat sedikit karena penjualan tersebut
dilakukan secara sepihak oleh pihak bank selaku kreditur.
Ketentuan dalam Pasal 20 ayat (2) UUHT yang memberikan kemungkinan untuk
menyimpang dari prinsip eksekusi objek Hak Tanggungan melalui pelelangan
umum, dimana pelaksanaannya dapat dilakukan melalui penjualan secara di
bawah tangan menjadi alasan ketertarikan penulis. Penulis melakukan penelitian
ini pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung
Karang Kota Bandar Lampung karena cara penyelesaian kredit bermasalah atau
kredit macet yang digunakan sebagian besar menggunakan penjualan di bawah
tangan.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis ingin meneliti lebih lanjut
mengenai pelaksanaan eksekusi objek jaminan Hak Tanggungan melalui
penjualan di bawah tangan yang selanjutnya dituangkan dalam bentuk skripsi
yang berjudul “Pelaksanaan Eksekusi Objek Jaminan Hak Tanggungan
melalui Penjualan di Bawah Tangan (studi pada PT Bank Rakyat Indonesia
(Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang)”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui
penjualan di bawah tangan pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
Kantor Cabang Tanjung Karang?
7
2. Apa saja permasalahan hukum yang dihadapi dalam prosedur eksekusi objek
jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan pada PT Bank
Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang?
C. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup bidang ilmu hukum perdata ekonomi,
khususnya bidang hukum jaminan. Lingkup materi dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah
tangan;
2. permasalahan hukum yang dihadapi dari eksekusi objek jaminan hak
tanggungan melalui penjualan di bawah tangan.
D. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka
tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian skripsi ini adalah untuk menganalisis:
1. mengetahui dan memahami prosedur eksekusi objek jaminan hak tanggungan
melalui penjualan di bawah tangan pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang;
2. mengetahui permasalahan hukum yang dihadapi dalam prosedur eksekusi
objek jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan pada PT
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor Cabang Tanjung Karang.
E. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
1. Kegunaan Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi ilmu
pengetahuan, khususnya dalam hukum jaminan yang berfokus pada aspek
eksekusi aset jaminan Hak Tanggungan melalui penjualan di bawah tangan, yang
meliputi bagaimana proses eksekusi secara di bawah tangan dengan berbagai
syarat-syarat dan ketentuannya.
2. Kegunaan Praktis
Secara praktis, penelitian ini ditujukan kepada :
a. bagi pihak Bank, diharapkan dapat dijadikan masukan dalam upaya
mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam penyelesaian kredit
antara pihak bank dan nasabah dengan tujuan untuk tidak merugikan pihak
manapun;
b. bagi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dapat
memberikan sumbangan pemikiran dalam upaya perlindungan hokum
terhadap hak-hak pembeli (konsumen) dalam pelaksanaan eksekusi baik
melalui lelang maupun secara di bawah tangan atas eksekusi asset jaminan
Hak Tanggungan.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Kredit dan Perjanjian Kredit
1. Dasar hukum dan pengertian kredit
Secara etimologis kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti
kepercayaan. Jadi, yang menjadi dasar dari pemberian kredit adalah kepercayaan.
Pengertian kredit menurut Pasal (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan :
“Kredit adalah penyediaan uang/tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak
yang lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan pembagian hasil
keuntungan”
Berdasarkan pada pengertian di atas, unsur-unsur kredit adalah sebagai berikut :
a. kepercayaan, keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang diberikannya akan
diterima kembali dalam jangka waktu tertentu di kemudian hari;
b. adanya waktu antara pemberian kredit dengan pengembalian kredit tersebut;
c. adanya prestasi tertentu, dalam hal ini adalah uang;
d. adanya risiko yang mungkin timbul dalam jangka waktu tertentu;
e. adanya suatu jaminan untuk menutup kemungkinan terjadinya wanprestasi.
10
2. Fungsi Kredit
Kredit dapat dikatakan telah mencapai fungsinya apabila secara sosial ekonomis
baik bagi debitor, kreditor maupun masyarakat membawa pengaruh yang lebih
baik, seperti peningkatan kesejahteraan masyarakat, kenaikan jumlah pajak negara
dan peningkatan ekonomi negara yang bersifat mikro maupun makro.
Dari manfaat nyata dan manfaat yang diharapkan, maka saat ini dalam kehidupan
perekonomian dan perdagangan, kredit mempunyai fungsi sebagai berikut :
a. meningkatkan daya guna uang;
b. meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang;
c. meningkatkan daya guna dan peredaran;
d. salah satu alat stabilitas ekonomi;
e. meningkatkan pemertaan pendapatan;
f. meningkatkan hubungan internasional.
3. Jenis-Jenis Kredit
H. Budi Untung membagi jenis kredit menjadi beberapa kriteria, yaitu :
1) Berdasarkan lembaga pemberi-penerima kredit :
a) Kredit perbankan, yaitu kredit yang diberikan oleh bank
pemerintah atau bank swasta kepada dunia usaha guna membiayai
sebagian kebutuhan permodalan, dan atau kredit dari bank kepada
individu untuk membiayai pembelian kebutuhan berupa barang
maupun jasa;
b) Kredit likuiditas, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Sentral
kepada bank-bank yang beroperasi di Indonesia, yang selanjutnya
digunakan sebagai dana untuk membiayai kegiatan perkreditannya.
11
Kredit ini dilaksanakan oleh Bank Indonesia dalam rangka
melaksanakan tugasnya yaitu memajukan urusan perkreditan dan
sekaligus bertindak sebagai pengawas atas urusan kredit tersebut.
Dengan demikian Bank Indonesia mempunyai wewenang untuk
menetapkan batas-batas kuantitatif dan kualitatif di bidang
perkreditan bagi perbankan yang ada;
c) Kredit langsung, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank Indonesia
kepada lembaga pemerintah, atau semi pemerintah. Misalnya
Bank Indonesia memberikan kredit langsung kepada bulog dalam
rangka program pelaksanaan pangan, atau pemberian kredit
langsung kepada Pertamina, atau pihak ketiga lainnya.8
2) Berdasarkan tujuan penggunaannya :
a) Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh bank
pemerintah atau bank swasta kepada perseorangan untuk
membiayai keperluan konsumsi sehari-hari;
b) Kredit produktif, baik kredit investasi maupun kredit eksploitasi.
Kredit investasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan
modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin,
atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi serta memiliki
jangka waktu mulai 5 (lima) tahun atau lebih;
c) Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi
konsumtif dan produktif)
8H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, (Yogyakarta : Penerbit Andi, 2000),
hlm. 4.
12
3) Berdasarkan kelengkapan dokumen perdagangan :
a) Kredit ekspor, yaitu semua bentuk kredit sebagai sumber
pembiayaan bagi usaha ekspor. Bisa dalam bentuk kredit langsung
maupun tidak langsung, seperti pembiayaan kredit modal kerja
jangka pendek maupun kredit investasi untuk jenis industri yang
berorientasi ekspor;
b) Kredit impor
4) Berdasarkan besar-kecilnya aktivitas perputaran usaha :
a) Kredit kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang
digolongkan sebagai pengusaha kecil;
b) Kredit menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha
yang asetnya lebih besar daripada pengusaha kecil;
c) Kredit besar.
5) Berdasarkan jangka waktu :
a) Kredit jangka pendek (Short Term Loan), yaitu kredit yang
berjangka waktu maksimum 1 (satu) tahun. Bentuknya dapat
berupa kredit rekening koran, kredit penjualan, kredit pembeli, dan
kredit wesel;
b) Kredit jangka menengah (medium term loan), yaitu kredit
berjangka waktu antara 1 (satu) tahun sampai 3 (tiga) tahun;
c) Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang berjangka waktu lebih
dari 3 (tiga) tahun. Kredit jangka panjang ini pada umumnya
adalah kredit investasi yang bertujuan untuk menambah modal
13
perusahaan dalam rangka rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan
pendirian proyek baru.
6) Berdasarkan jaminan
a) Kredit tanpa jaminan, atau kredit blangko (unsecured loan);
b) Kredit dengan jaminan (secured loan), dimana untuk kredit yang
diberikan pihak kreditur mendapat jaminan bahwa debitur dapat
melunasi hutangnya. Di dalam memberikan kredit, bank
menanggung resiko sehingga dalam pelaksanaannya bank harus
memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat. Untuk
mengurangi resiko tersebut diperlukan suatu jaminan. Adapun
bentuk jaminannya dapat berupa jaminan kebendaan maupun
jaminan perorangan.9
4. Golongan Kualitas Kredit
Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang paling utama,
karena penghasilan terbesar dari suatu usaha bank berasal dari pendapatan usaha
kredit, yaitu berupa bunga dan provisi. Namun, di sisi lain penyaluran dana dalam
bentuk kredit kepada nasabah terdapat resiko tidak kembalinya dana atau kredit
yang disalurkan tersebut. Berdasarkan ketentuan PBI No. 7/2/PBI/2005 berserta
perubahannya tersebut dapat diketahui adanya lima golongan kualitas kredit yang
berlaku bagi kredit yang diberikan oleh Bank Umum, yaitu :10
9Ibid, hlm. 8
10
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta : PT.
Rajagrafindo Persada, 2010), hlm.1.
14
1. Lancar;
a. kredit tidak terdapat tunggakan;
b. setiap tanggal jatuh tempo angsuran, debitur dapat membayar
pinjaman pokok dan bunga; dan
c. memiliki mutasi rekening yang aktif.
2. Dalam Perhatian Khusus;
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum
melampaui 90 hari; atau
b. mutasi rekening relatif rendah; atau
c. jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan.
3. Kurang Lancar;
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 90 hari hingga 180 hari; atau
b. frekuensi mutasi rekening relatif rendah; atau
c. terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari
90 hari; atau
d. terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur; atau
dokumen yang lemah.
4. Diragukan; atau
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 180 hari hingga 270 hari; atau
b. terjadi kapitalisasi bunga; atau
c. dokumentasi hukum yang lemah, baik untuk perjanjian kredit
maupun pengikatan jaminan.
15
5. Macet.
a. terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah
melampaui 270 hari; atau
b. kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru; atau dari segi
hukum maupun kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada
nilai wajar.
5. Pengertian perjanjian kredit
Setiap kredit yang telah disetujui dan disepakati antara pihak kreditur dan debitur
maka wajib dituangkan dalam perjanjian kredit (akad kredit) secara tertulis.
Dalam praktek perbankan bentuk dan format dari perjanjian kredit diserahkan
sepenuhnya kepada bank yang bersangkutan namun demikian ada hal-hal yang
tetap harus dipedomani yaitu bahwa perjanjian tersebut rumusannya tidak boleh
kabur atau tidak jelas, selain itu juga perjanjian tersebut sekurang-kurangnya
harus memperhatikan keabsahan dan persyaratan secara hukum, sekaligus juga
harus memuat secara jelas mengenai jumlah besarnya kredit, jangka waktu, tata
cara pembayaran kembali kredit serta persyaratan lainnya yang lazim dalam
perjanjian kredit. Hal-hal yang menjadi perhatian tersebut perlu guna mencegah
adanya kebatalan dari perjanjian yang dibuat (invalidity), sehingga dengan
demikian pada saat dilakukannya perbuatan hukum (perjanjian) tersebut jangan
sampai melanggar suatu ketentuan peraturan perundang-undangan. Sehingga
dengan demikian pejabat bank harus dapat memastikan bahwa seluruh aspek
16
yuridis yang berkaitan dengan perjanjian kredit telah diselesaikan dan telah
memberikan perlindungan yang memadai bagi bank.11
Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok (prinsipil) yang bersifat riil. Sebagai
perjanjian prinsipil, maka perjanjian jaminan adalah assesor-nya. Ada dan
berakhirnya perjanjian jaminan bergantung pada perjanjian pokok. Arti riil ialah
bahwa terjadinya perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh bank
kepada nasabah debitor.12
Menurut Ch. Gatot Wardoyo dalam tulisannya berjudul “Sekitar Klausula-
klausula Perjanjian Kredit Bank”, bahwa perjanjian kredit mempunyai beberapa
fungsi, diantaranya :
a) perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian
kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya
perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan
jaminan;
b) perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan
hak dan kewajiban di antara debitor dan kreditor;
perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring
kredit.13
11 Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2003), hlm. 385.
12
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2011),
hlm. 71.
13
Rachmadi Usman, Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia, (Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2001), hlm. 264-265.
17
6. Dasar Hukum Peraturan Perjanjian Kredit
Ruang lingkup pengaturan tentang perjanjian kredit ialah sebagai berikut :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Bab XIII, mengenai perjanjian
pinjam-meminjam uang;
2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, meliputi :
a) Pasal 1 angka 11 tentang Pengertian Kredit;
b) Perjanjian anjak-piutang, yaitu perjanjian pembiayaan dalam
bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang
atau tagihan-tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi
perdagangan dalam atau luar negeri;
c) Perjanjian kartu kredit, yaitu perjanjian dagang dengan
mempergunakan kartu kredit yang kemudian diperhitungkan untuk
melakukan pembayaran melalui penerbit kartu kredit;
d) Perjanjian sewa guna usaha, yaitu perjanjian sewa menyewa
barang yang berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian itu
atau melakukan jual beli;
e) Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya
dilakukan secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih
kepada pembeli setelah angsurannya lunas dibayar.
7. Jenis Perjanjian Kredit
Menurut H. Budi Untung, secara yuridis terdapat 2 (dua) jenis perjanjian atau
pengikatan kredit yang digunakan oleh bank dalam memberikan kreditnya, yaitu :
18
1) Perjanjian kredit di bawah tangan atau akta di bawah tangan, yaitu
perjanjian pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya yang dibuat
hanya di antara mereka (kreditur dan debitur) tanpa notaris. Lazimnya
dalam penandatanganan akta perjanjian kredit, saksi turut serta
membubuhkan tandatangannya karena saksi merupakan salah satu alat
pembuktian dalam perkara perdata;
2) Perjanjian kredit notariil (autentik), yaitu perjanjian pemberian kredit oleh
bank kepada nasabahnya yang hanya dibuat oleh atau dihadapan notaris.
Dari pengertian perjanjian kredit notariil tersebut, dapat ditemukan
beberapa hal, antara lain :
a) Yang berwenang membuat akta otentik adalah notaris, terkecuali
wewenang tersebut diserahkan kepada pejabat lain atau orang lain;
b) Akta otentik dibedakan dalam yang dibuat “oleh” dan yang dibuat
“di hadapan” pejabat umum;
c) Isi dari akta otentik adalah :
a. semua “perbuatan: yang oleh undang-undang diwajibkan
dibuat dalam akta otentik;
b. semua “perjanjian” dan “penguasaan” yang dikehendaki
oleh mereka yang berkepentingan.
d) Akta otentik memberikan kepastian mengenai penanggalan
daripada aktanya yang berarti bahwa ia berkewajiban menyebut
dalam akta yang bersangkutan, tahun, bulan, dan tanggal pada
waktu akta tersebut dibuat.
19
Mengenai akta perjanjian kredit notariil atau autentik ini, terdapat
beberapa hal yang perlu diketahui, yaitu :
1) Kekuatan Pembuktian, terdapat 3 (tiga) macam, yaitu :
a) Pertama, membuktikan antara para pihak bahwa mereka
sudah menerangkan apa yang tertulis di dalam akta;
b) Kedua, membuktikan antara para pihak bahwa peristiwa
yang disebutkan dalam akta sungguh-sungguh terjadi;
c) Ketiga, membuktikan tidak hanya antara para pihak tetapi
pihak ketiga juga telah menghadap di muka pegawai umum
(notaris) dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta
tersebut.14
8. Isi Perjanjian Kredit
Pada dasarnya suatu perjanjian kredit atau pengakuan hutang harus berisikan :
a) Pasal yang mengatur tentang jumlah kredit;
b) Pasal yang mengatur tentang jangka waktu kredit;
c) Pasal yang mengatur bunga kredit, denda, dan biaya-biaya lainnya yang
timbul dari pemberian kredit;
d) Pasal yang mengatur tentang syarat-syarat penarikan atau pencairan kredit;
e) Pasal yang mengatur penggunaan kredit;
f) Pasal yang mengatur cara pengembalian kredit;
g) Pasal yang mengatur tentang jaminan kredit;
h) Pasal yang mengatur kelalaian debitur atau wanprestasi
i) Pasal yang mengatur hal-hal yang harus dilakukan debitur;
14
H. Budi Untung, Op.Cit, hlm. 33.
20
j) Pasal yang mengatur pembatasan terhadap tindakan;
k) Pasal yang mengatur tentang asuransi barang jaminan;
l) Pasal yang mengatur pernyataan dari jaminan;
m) Pasal yang mengatur perselisihan dan penyelesaian sengketa;
n) Pasal yang mengatur keadaan memaksa;
o) Pasal yang mengatur pemberitahuan dan komunikasi;
p) Pasal yang mengatur perubahan dan pengalihan.15
9. Perjanjian Kredit Bank
Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan pada umumnya menggunakan
bentuk perjanjian baku (standard contract). Berkaitan dengan itu, memang dalam
praktiknya bentuk perjanjiannya telah disediakan oleh pihak bank sebagai kreditor
sedangkan debitor hanya mempelajari dan memahaminya dengan baik. Pihak
debitor hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan untuk
melakukan negosiasi atau tawar-menawar.16
Susunan sebuah perjanjian kredit
bank pada umumnya meliputi :17
a) Judul
Dalam dunia perbankan masih belum terdapat kesepakatan tentang judul
atau penamaan perjanjian kredit bank ini. Ada yang menamakan dengan
perjanjian kredit, surat pengakuan utang, persetujuan pinjam uang, dan
lain-lain.
15
Harun Badriyah, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, ( Yogyakarta : Pustaka
Yustisia, 2010), hlm. 50-51.
16
Ibid, hlm. 72.
17
Ibid, hlm. 267-268.
21
b) Komparisi
Sebelum memasuki substantif perjanjian kredit bank, terlebih dahulu
diawali dengan kalimat komparisi yang berisikan identitas, dasar hukum,
dan kedudukan para pihak yang akan mengadakan perjanjian kredit bank.
c) Substantif
Sebuah perjanjian kredit bank berisikan klausula-klausula yang merupakan
ketentuan dan syarat-syarat pemberian kredit, minimal harus memuat
maksimum kredit, bunga dan denda, jangka waktu kredit, cara pembayaran
kembali kredit, agunan kredit, dan pilihan hukum.
B. Tinjauan Umum tentang Hukum Jaminan
1. Pengertian Hukum Jaminan
Istilah hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law,
zekerheidsstelling, atau zekerheidscrechten. Menurut J. Satrio, hukum jaminan
diartikan sebagai peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan
piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.18
Salim HS dalam bukunya juga mengartikan hukum jaminan sebagai keseluruhan
kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan
penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk
mendapatkan fasilitas kredit.19
Berdasarkan kedua definisi mengenai hukum jaminan tersebut, maka unsur-unsur
yang terkandung dalam pengertian hukum jaminan adalah :
18
J. Satrio. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan Cetakan ke-5, (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti, 2007), hlm. 3. 19
H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada, 2005), hlm. 6.
22
1) Adanya kaidah hukum;
Kaidah hukum dalam bidang jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
macam yaitu, kaidah hukum jaminan tertulis berupa peraturan perundang-
undangan, traktat, dan yurisprudensi serta kaidah hukum jaminan tidak
tertulis berupa kaidah hukum yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam
masyarakat.
2) Adanya pemberi dan penerima jaminan;
Pemberi jaminan adalah orang-orang atau badan hukum yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan. Yang bertindak
sebagai pemberi jaminan adalah orang atau badan hukum yang
membutuhkan fasilitas kredit dan lazim disebut sebagai debitur.
Sedangkan penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang
menerima barang jaminan dari pemberi jaminan dan yang bertindak
sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum atau
biasanya disebut sebagai kreditur.
3) Adanya jaminan;
Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan
materiil dan imateriil. Jaminan materiil merupakan jaminan yang berupa
hak-hak kebendaan, seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak
bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan perorangan.
4) Adanya fasilitas kredit;
Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan
untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan non
bank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan
23
kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan non bank percaya
bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan
bunganya.20
2. Sumber Pengaturan Hukum Jaminan
1) Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
a) Buku II Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Kebendaan
1. Bab XIX tentang Piutang-Piutang yang Diistimewakan (Pasal 1131
sampai Pasal 1149)
2. Bab XX tentang Gadai (Pasal 1150 sampai dengan Pasal 1160);
3. Bab XXI tentang Hipotik (Pasal 1162 sampai dengan Pasal 1232).
b) Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tentang Perikatan
1. Perikatan Tanggung-Menanggung (Tanggung-Renteng) dalam
Pasal 1278 sampai dengan Pasal 1295 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata;
2. Perjanjian Garansi sebagaimana diatur dalam Pasal 1316 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
2) Di luar Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
a) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)
Ketentuan dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang
berkaitan dengan hukum jaminan, dalam hal pembebanan hipotek atas
kapal laut;
20
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2008),
hlm. 2.
24
b) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas
Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah;
c) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
d) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.21
C. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kredit
1. Pengertian Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie yaitu
kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada
kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai
ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur
terhadap krediturnya.22
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, disebutkan dalam
Pasal 1 angka 23 bahwa agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan
nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Senada dengan hal tersebut, Mariam
Darus Badrulzaman merumuskan pengertian jaminan sebagai suatu tanggungan
yang diberikan oleh seorang debitur dan/atau pihak ketiga kepada kreditur untuk
menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.23
21
H. Salim HS, Op.Cit, hlm. 8. 22
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 66. 23
Ibid, hlm. 69.
25
2. Syarat dan Kegunaan Jaminan
A. Syarat-syarat benda jaminan
Pada prinsipnya tidak semua benda jaminan dapat dijaminkan pada
lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank, namun benda yang
dijaminkan adalah benda-benda yang memenuhi syarat-syarat tertentu.
Menurut Rachmadi Usman, syarat-syarat benda jaminan yang baik
adalah :
1) Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak
yang memerlukannya;
2) Tidak melemahkan potensi (kekuatan) debitur untuk melakukan
atau meneruskan usahanya;
3) Memberikan kepastian kepada kreditur, dalam arti bahwa barang
jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat
mudah diuangkan untuk melunasi hutang debitur.24
B. Kegunaan benda jaminan
1) Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat
pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu
untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah
ditetapkan dalam perjanjian;
2) Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk
membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan
usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau
24
Ibid, hlm. 70.
26
perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya
kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil;
3) Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya,
khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-
syarat yang telah disetujui agar pihak debitur dan/atau pihak ketiga
yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah
dijaminkan.25
3. Jenis-Jenis Jaminan
Jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1) Hak jaminan yang bersifat kebendaan (materiil)
Jaminan kebendaan memberikan hak mendahulu di atas benda-benda tertentu
dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda-benda yang bersangkutan.
Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur
kedudukan yang lebih baik, karena :
a. Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan
atas tagihannya, atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok
benda tertentu milik debitur;
b. Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau
terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat
memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk
memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Dalam hal
ini, tekanan psikologis kepada debitur diharapkan dapat memberikan
25
Ibid, hlm. 71.
27
dorongan bagi debitur untuk melunasi utang-utangnya karena benda
yang digunakan sebagai jaminan merupakan barang yang berharga.
Jaminan kebendaan dapat berupa jaminan kebendaan bergerak dan jaminan
kebendaan tidak bergerak. Untuk benda bergerak, dapat dibebankan dengan
lembaga hak jaminan gadai dan fidusia sebagai jaminan utang, sementara
untuk benda tidak bergerak dapat dibebankan dengan hipotek dan hak
tanggungan sebagai jaminan utang.
2) Hak Jaminan Perorangan
Jaminan imateriil atau perorangan adalah hak yang memberikan kepada
kreditur suatu kedudukan yang lebih baik, karena adanya lebih dari seorang
debitur yang dapat ditagih. Adanya lebih dari seorang debitur bisa terjadi
karena adanya tanggung menanggung atau karena adanya pihak ketiga.26
Adapun jaminan perseorangan ini dapat berupa penjaminan utang (personal
guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee), perikatan tanggung
menanggung, dan garansi bank (bank guarantee).
4. Sifat Perjanjian Jaminan
Menurut H. Salim HS, bahwa pada dasarnya perjanjian kebendaan dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) macam, yaitu :
1) Perjanjian pokok, yaitu perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari
lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Contoh perjanjian
pokok ialah perjanjian kredit bank;
26
J. Satrio, Op.Cit, hlm. 13.
28
2) Perjanjian Accesoir (Tambahan), yaitu perjanjian yang bersifat tambahan
dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Contohnya adalah perjanjian
gadai, hak tanggungan, dan fidusia.27
Menurut Rachmadi Usman, sifat accesoir dari hak jaminan tersebut
menimbulkan beberapa akibat hukum tertentu yaitu :
a. Ada dan hapusnya perjanjian jaminan itu tergantung dan
ditentukan oleh perjanjian pendahuluannya;
b. Bila perjanjian pendahuluannya batal, maka dengan sendirinya
perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahannya juga batal;
c. Bila perjanjian pendahuluannya beralih atau dialihkan, maka
perjanjian jaminannya juga dialihkan atau beralih;
d. Bila perjanjian pendahuluannya berakhir atau hapus, maka
perjanjian jaminannya juga hapus atau berakhir dengan
sendirinya.28
D. Tinjauan Umum mengenai Hak Tanggungan
1. Dasar Hukum dan Pengertian Hak Tanggungan
Istilah Hak Tanggungan diambil dari istilah lembaga jaminan di dalam hukum
adat. Di dalam hukum Adat, istilah Hak Tanggungan dikenal di daerah Jawa
Barat, juga di beberapa daerah di Jawa Tengah atau Jawa Timur dan dikenal juga
dengan istilah jonggolan atau ajeran yang merupakan lembaga jaminan dalam
hukum adat yang obyeknya biasanya tanah atau rumah.29
27
H. Salim HS, Op.Cit, hlm. 29. 28
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm. 86.
29
Ibid, hlm. 329.
29
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, tanggungan diartikan sebagai barang yang
dijadikan jaminan. Sedangkan jaminan itu sendiri artinya tanggungan atas
pinjaman yang diterima. Menurut Prof. Budi Harsono, mengartikan hak
tanggungan adalah penguasaan hak atas tanah, berisi kewenangan bagi kreditur
untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi bukan untuk
dikuasai secara fisik dan digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur
cidera janji dan mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai
pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.30
Secara yuridis ketentuan dalam Pasal 1 angka (1) UUHT memberikan perumusan
pengertian Hak Tanggungan sebagai berikut:
“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah,
yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk
pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.
Kemudian Angka (4) Penjelasan Umum atas UUHT antara lain menyebutkan
bahwa:
“Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitor cidera janji, kreditor pemegang Hak
Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan
jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan
dengan hak mendahului daripada kreditor-kreditor lain.”
Unsur-unsur yang tercantum dalam pengertian hak tanggungan disajikan berikut
ini :31
30Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers,
2012), hlm. 97.
31
Ibid, hlm. 96.
30
1) hak jaminan yang dibebankan hak atas tanah;
2) hak atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan
satu kesatuan dengan tanah itu;
3) untuk pelunasan hutang tertentu;
4) memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu
terhadap kreditur-kreditur lainnya.
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
diharapkan akan memberikan suatu kepastian hukum tentang perikatan jaminan
dengan tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah tersebut sebagai
jaminan yang pengaturannya selama ini menggunakan ketentuan-ketentuan
Hipotek dalam KUH Perdata.
2. Ciri-ciri Hak Tanggungan
Hak tanggungan mempunyai empat macam ciri seperti yang dikehendaki oleh
Undang-Undang. Keempat ciri tersebut adalah :32
1) Memberi kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya;
Mengenai ciri yang pertama ini, yaitu hak tanggungan memberi
kedudukan yang diutamakan kepada pemegangnya, merupakan ciri yang
tidak berbeda dengan jaminan-jaminan tanah sebelumnya yaitu hipotek/
credietverband. Pemegang hak tanggungan mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dari kreditur-kreditur lainnya (kreditur konkurent). Sebagai
kreditur preferent pemegang hak tanggungan berhak untuk didahulukan
32Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis.
(Jakarta: Rhineka Cipta, 2009), hlm. 116.
31
pembayaran piutangnya dari hasil penjualan barang yang dibebani hak
tanggungan.
Walaupun sebagai kreditor preferent, akan tetapi sebelum kreditor ini
menerima pembayaran, maka hasil pelelangan objek hak tanggungan
terlebih dahulu dipergunakan untuk membayar utang piutang yang
diistimewakan seperti biaya lelang, pajak, dan uang miskin yang
merupakan sebuah kewajiban (Pasal 1139 KUH Perdata).
Apabila dari hasil pembayaran utang debitur tersebut masih ada sisanya
maka sisa tersebut merupakan hak dari kreditur-kreditur lain yang tidak
sebagai pemegang hak tanggungan. Pembayarannya kepada masing-
masing kreditur dengan asas keseimbangan atau sesuai perbandingan
besar kecilnya piutang.
2) Bersifat zakelijk recht;
Ciri yang kedua ini menunjukkan bahwa hak tanggungan mempunyai
sifat zakelijk recht. Dengan hak tanggungan pemegangnya dapat
mempertahankan hak tersebut terhadap tanah yang telah dibebaninya.
Meskipun tanah yang dibebani hak tanggungan dipindahtangankan oleh
pemiliknya kepada orang lain, namun pemindahan hak milik atas tanah
tidak menghapuskan hak tanggungan. Tanah tersebut tetap dibebani hak
tanggungan. Pemegang hak tanggungan tetap dapat menuntut haknya
untuk melelang objek hak tanggungan yang telah berpindah tangan
kepada orang lain apabila debitur wanprestasi.
32
3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas;
Hak tanggungan memenuhi asas spesialitas dan publisitas. Mengenai asas
spesialitas ialah tanah yang menjadi objek hak tanggungan khusus
dipergunakan untuk kepentingan pelunasan utang debitur apabila tidak
memenuhi janjinya.
Sedangkan asas publisitas hak tanggungan, bahwa dalam proses
pembebanan hak tanggungan dengan cara mendaftarkan ke kantor
pertanahan karena dengan pendaftaran itu baru melahirkan hak
tanggungan. Pembebanan hak tanggungan dicatat di dalam buku tanah
dan pemegang hak tanggungan diberi sertifikat hak tanggungan.
Masyarakat atau umum dapat mengetahui adanya hak tanggungan dengan
cara menghubungi kantor pertanahan atau melihat buku tanah di dalam
sertifikat tanah yang bersangkutan.
Adanya hak tanggungan ini dapat mengikat pihak ketiga, jika debitur
pemberi hak tanggungan sebelum membayar lunas utangnya menjual
tanah yang dibebani hak tanggungan kepada pihak ketiga. Pengikatan
tanah dengan hak tanggungan akan memberikan kepastian hukum kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
Siapakah yang dimaksud dengan pihak yang berkepentingan? Mereka
adalah kreditur pemegang hak tanggungan kedua, ketiga atau kreditur
lainnya. Para kreditur ini juga mempunyai kepentingan dari objek hak
tanggungan tersebut. Para pihak yang berkepentingan itu memperoleh
kepastian hukum akan pembayaran utangnya sesuai dengan tingkat
kedudukan masing-masing.
33
4) Mudah dan pasti eksekusinya.
Ciri hak tanggungan keempat adalah mudah dan pasti pelaksanaan
esksekusinya. Berhubung menyangkut pelaksanaan eksekusi, berarti
pihak debitur telah melakukan wanprestasi atas utangnya. Pelaksanaan
eksekusi hak tanggungan dikatakan mudah, dikarenakan dalan UUHT
memberi kemungkinan eksekusinya dapat dilaksanakan di bawah tangan.
Hal ini ditegaskan di dalam Pasal 20 Ayat (2) UUHT yang menyebutkan,
bahwa:
“Atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan, penjualan
objek hak tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan, jika yang
demikian itu akan diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua
pihak.”
Ketentuan tersebut telah memberi kesempatan kepada para pihak untuk
melaksanakan eksekusi sendiri terhadap objek hak tanggungan tanpa
melalui pelelangan. Sedangkan kepastian pelaksanaan eksekusi hak
tanggungan tercermin pada ketentuan Pasal 20 Ayat (3) UUHT bahwa
eksekusi hanya dapat dilakukan lewat satu bulan pemberitahuan dan
pengumuman melalui surat kabar kepada pihak-pihak yang
berkepentingan.
3. Objek Hak Tanggungan
Di dalam KUH Perdata dan ketentuan mengenai Credietverband dalam Staatsblad
1908-542 sebagaimana telah diubah dengan Staatsblad 1937-190, telah diatur
tentang objek hipotek dan credietverband. Objek hipotek dan credietverband
meliputi :33
33Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Op.Cit., hlm. 105-106.
34
1) Hak Milik
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan
dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, dan tidak menganggu hak orang lain (Pasal 570 KUH
Perdata). Lain halnya dengan rumusan yang tercantum dalam Pasal 20
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok
Agraria, dimana di dalam rumusannya itu hanya mengenai benda tidak
bergerak, khususnya atas tanah. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 berbunyi :34
”Hak milik adalah hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan yang tercantum
dalam Pasal 6 UUPA”
2) Hak Guna Usaha
Pengertian hak guna usaha dapat kita baca dalam Pasal 720 KUH Perdata
dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Pasal 720 KUH
Perdata berbunyi:
“Hak guna usaha adalah suatu hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik orang lain,
dengan kewajiban untuk membayar upeti tahunan kepada si pemilik
sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa
hasil atau pendapatan.” 35
Dalam Pasal 18 UU Nomor 5 Tahun 1960 disebutkan pengertian hak guna
usaha. Hak guna usaha adalah:
34Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1960.
35
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
35
“Hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara,
dalam jangka waktu tersebut dalam Pasal 29, guna perusahaan pertanian,
perikanan atau peternakan.”
3) Hak Guna Bangunan
Pengertian hak guna bangunan diatur dalam Pasal 19 UUPA. Hak Guna
Bangunan merupakan hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-
bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan jangka waktu
paling lama 30 tahun.
4. Subjek hak tanggungan
Dalam perjanjian pemberian hak tanggungan, ada perjanjian antara 2 pihak :36
1) Pemberi Hak Tanggungan
Yang dimaksud dengan pemberi hak tanggungan adalah pemilik hak atas
tanah yang dijaminkan, yang dengan sepakatnya dibebani dengan hak
tanggungan sampai sejumlah uang tertentu untuk menjamin suatu
perikatan atau hutang.
2) Pemegang Hak Tanggungan
Dalam Pasal 9 UUHT disebutkan bahwa yang dapat bertindak sebagai
pemegang hak tanggungan adalah orang-perseorangan dan/atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai kreditur.
5. Eksekusi Hak Tanggungan
Adapun yang disebut dengan eksekusi hak tanggungan adalah jika debitor cidera
janji maka obyek hak tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata
36J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan, Kebendaan, Hak Tanggungan, (Bandung :
PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 245.
36
cara yang ditentukan dalam peraturan perundang‐undangan yang berlaku dan
pemegang hak tanggungan berhak mengambil seluruh atau sebagian dari hasilnya
untuk pelunasan piutangnya, dengan hak mendahului daripada kreditor‐kreditor
yang lain.37
Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan, dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dan b
UUHT, pelaksanaan eksekusi terhadap benda jaminan hak tanggungan dapat
dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu :38
1. Tittle Eksekutorial
Bahwa pembentuk undang-undang hak tanggungan juga menciptakan
pengecualian penyelesaian hutang tidak semata-mata melalui gugatan
tetapi dapat memanfaatkan sertifikat Hak Tanggungan sebagai dasar
hukum untuk melakukan eksekusi. Hal ini ditentukan dalam Pasal 14
UUHT bahwa:
“Setifikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata,
Demi keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sebagai pengganti
grosse akta hipotik sepanjang mengenai hak atas tanah”.
Herowaty Poesoko mengatakan bahwa untuk eksekusi dengan
menggunakan tittle eksekutorial didasarkan atas grosse acte sertifikat hak
tanggungan dan grosse acte pengakuan hutang. Kedua grosse acte ini
memang mempunyai hak eksekutorial, maka dalam hal ini pelaksanaan
penjualan jaminan debitur tunduk pada hukum acara perdata, sebagaimana
37Purwahid Patrik & Kashadi, Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT, (Semarang :
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, 2008), hlm. 83.
38
Ginati Ayuningtyas. Tinjauan Yuridis Eksekusi Hak
Tanggungan Melalui Penjualan di Bawah Tangan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Macet
di PD. BPR Bank Klaten, (Surakarta : Jurnal Repertorium Universitas Sebelas Maret. 2017) Vol.
IV. hlm. 31-32.
37
diatur dalam Pasal 224 HIR atau Pasal 258 RBg prosedur pelaksanaannya
39atau eksekusinya tunduk dan patuh sebagaimana suatu putusan
pengadilan, yang harus dilaksanakan atas perintah Ketua Pengadilan
Negeri.
2. Parate Eksekusi
Mariam Darus Badrulzaman, dalam Sutarno mengatakan bahwa, Parate
Eksekusi merupakan eksekusi terhadap objek hak tanggungan yang tidak
memerlukan fiat eksekusi dari Ketua Pengadilan, tetapi dapat dilakukan
langsung oleh Kantor Lelang Negara karena parate eksekusi artinya
menjalankan sendiri atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya
tanpa perantara Hakim.
3. Penjualan di Bawah Tangan
Menurut penjelasan Pasal 20 ayat (2) dan (3) UUHT, bahwa pada
prinsipnya adalah adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak
tanggungan bahwa penjualan di bawah tangan objek hak tanggungan akan
memperoleh harga tertinggi yang akan menguntungkan semua pihak.
Penjualan di bawah tangan hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu)
bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemegang hak tanggungan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-
sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang beredar pada daerah yang
bersangkutan serta tidak ada pihak yang menyatakan keberatan.
39Herowati Poesoko dalam Ginati Ayuningtyas. Tinjauan Yuridis Eksekusi Hak
Tanggungan Melalui Penjualan di Bawah Tangan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Macet
di PD. BPR Bank Klaten, (Surakarta : Jurnal Repertorium Universitas Sebelas Maret. 2017) Vol.
IV. hlm. 31
38
Berdasarkan penjelasan diatas, dengan adanya kesepakatan antara pemberi dan
pemegang hak tanggungan, penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan
di bawah tangan, jika dengan cara itu akan dapat diperoleh harga tertinggi yang
menguntungkan semua pihak. Demikian ditentukan oleh Pasal 20 ayat (2)
UUHT. Karena penjualan dibawah tangan dari objek hak tanggungan hanya dapat
dilaksanakan bila ada kesepakatan antara pemberi dan pemegang hak tanggungan,
bank tidak mungkin melakukan penjualan dibawah tangan terhadap objek hak
tanggungan atau agunan kredit itu apabila debitur tidak menyetujuinya.40
6. Dasar Hukum Eksekusi Hak Tanggungan
Dalam pasal 20 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan
telah diatur bahwa jika debitur wanprestasi, maka :41
1) Berdasarkan hak yang ada pada pemegang hak tanggungan pertama yaitu
menjual objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan
umum atau atas kesepakatan pemberi dan pemegang hak tanggungan dapat
dijual di bawah tangan.
2) Berdasarkan irah-irah yang terdapat dalam sertifikat, hak tanggungan
mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap (Pasal 14 ayat (2)).
Eksekusi hak tanggungan menurut ketentuan pertama memberikan kebebasan
kepada para pihak (kreditur dan debitur) untuk menentukan sendiri cara yang
paling mudah serta menguntungkan (parate eksekusi atau penjualan di bawah
tangan). Sedangkan eksekusi hak tanggungan menurut ketentuan kedua dikenal
40Remy Sjahdeini, Op Cit., hlm. 165.
41
Nurmadiah, Nurdin. Eksekusi Hak Tanggungan Terhadap Kredit Macet di Kota Pare-
Pare, Tesis, (Makassar : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, 2007),
hlm.34.
39
dengan istilah fiat eksekusi yang landasan hukumnya berdasarkan pasal 224
HIR/Pasal 258 Rbg.
E. Kerangka Pemikiran
Keterangan :
Perjanjian kredit yang dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara 2 (dua) pihak
yaitu, pihak bank selaku kreditur dan pihak nasabah selaku debitur, tidak semata-
mata membuat bank begitu saja memberikan dana pinjaman kepada nasabah.
Dalam perjanjian pokok yang dibuat antara pihak bank nasabah seringkali disertai
dengan perjanjian tambahan, yang mana disini perjanjian tambahan yang
dimaksud ialah perjanjian jaminan. Terdapat 2 (dua) bentuk jaminan yaitu
jaminan perorangan dan jaminan kebendaan, dan salah satu bentuk jaminan
kebendaan ialah jaminan hak tanggungan. Hak tanggungan banyak diminati
untuk dijadikan sebagai objek jaminan kredit dikarenakan nilainya yang tinggi,
sehingga dana pinjaman yang akan didapatkan pun lebih besar. Namun, semakin
besar dana pinjaman yang didapatkan, maka semakin sulit pula bagi pihak
nasabah untuk mengembalikan dana yang telah dipinjam tersebut yang berakibat
pada dinyatakannya seorang debitur telah melakukan wanprestasi (cidera janji).
Akibat yang harus diterima oleh nasabah yang melakukan wanprestasi (cidera
Debitur Cidera Janji
Bank (Kreditur)
Nasabah (Debitur)
Terjadinya Perjanjian Kredit dengan Jaminan (Hak Tanggungan)
Eksekusi melalui Penjualan di Bawah Tangan
40
janji) ialah dilaksanakannya eksekusi oleh pihak bank terhadap objek jaminan hak
tanggungan yang telah diperjanjikan. Eksekusi terhadap objek jaminan hak
tanggungan dapat dilakukan dengan cara dijual melalui pelelangan umum
menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk
pelunasan hutang debitur atau apabila terdapat kesepakatan antara pihak kreditur
dan debitur, maka penjualan objek hak tanggungan dapat dilaksanakan dibawah
tangan jika dengan demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan
semua pihak.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian terhadap permasalahan yang akan dibahas, memerlukan metode
yang terstruktur untuk memberikan informasi yang sesuai terhadap aspek
keilmuan yang kemudian mudah dipahami publik secara umum. Metodologi
berasal dari kata dasar metode dan logi. Metode artinya cara melakukan sesuatu
dengan teratur (sistematis), sedangkan logi artinya ilmu yang berdasarkan logika
berpikir. metode penelitian artinya ilmu tentang cara melakukan penelitian dengan
teratur (sistematis). Metode penelitian hukum artinya ilmu tentang cara
melakukan penelitian hukum dengan teratur (sistematis).43
Metodologi penelitian sebagai ilmu selalu berdasarkan fakta empiris yang ada
didalam masyarakat. Fakta empiris tersebut dikerjakan secara metodis,disusun
secara sistematis, dan diuraikan secara logis dan analitis. Fokus penelitian selalu
diarahkan pada penemuan hal-hal baru atau pengembangan ilmu yang sudah ada.
Secara garis besar metodologi penelitian meliputi rangkaian metode kegiatan:
a. Rencana penelitian (research design) dan penulisan proposal
b. Melakukan penelitian sesuai dengan rencana/proposal penelitian
c. Menulis laporan penelitian.
43
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dan Penelitian Hukum, Bandar Lampung, 2004,
hlm 57
42
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris, yaitu suatu penelitian hukum
yang dalam proses penganalisisan permasalahannya, dilakukan dengan cara
memadukan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data
primer yang diperoleh di lapangan.
B. Tipe Penelitian
Tipe penelitian pada penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian hukum deskriptif
bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi)
lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat tertentu dan pada saat
tertentu, atau mengenai gejala yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu
yang terjadi dalam masyarakat.44
Penelitian ini akan menganalisis mengenai
segala sesuatu yang berkaitan dengan aspek hukum pelaksanaan eksekusi melalui
penjualan di bawah tangan atas aset jaminan hak tanggungan.
C. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian.
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis empiris
dengan cara meneliti dan menelaah fakta yang ada sejalan dengan pengamatan di
lapangan kemudian dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan acuan untuk memecahkan masalah.
44
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI-Press, 1986), hlm. 50.
43
D. Data dan Sumber Data
Pengumpulan data, merupakan hal yang sangat erat hubungannya dengan sumber
data, karena melalui pengumpulan data ini akan diperoleh data yang diperlukan
untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan permasalahan yang ada.
Bahan hukum dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu:
1) Data Primer (primary data), yaitu data yang mempunyai kekuatan mengikat
secara umum atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak
berkepentingan. Data primer dalam penelitian ini meliputi:
a) Hasil wawancara dengan bapak Faiq Rahmad Fajar selaku Staff Bisnis
Ritel dan Menengah pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Kantor
Cabang Tanjung Karang.
b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan.
d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah serta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah.
2) Data Sekunder (secondary data), yaitu data tambahan yang memberi
penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum,
laporan hukum, media cetak atau elektronik).
3) Bahan hukum tersier (tertiary law material), yaitu bahan hukum yang
memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
dalam hal ini adalah Kamus Hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Artikel,
dan Koran.
44
E. Metode Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
a) Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan studi lapangan dan
studi dokumen.
1) Studi lapangan (Field Research), yaitu pengumpulan data secara langsung
ke lapangan dengan mempergunakan teknik pengumpulan data seperti
observasi, wawancara, dan dokumentasi yang berhubungan dengan objek
penelitian yang sedang diteliti.
2) Studi dokumen (Document Study), yaitu dengan cara membaca dan
menelaah dokumen yang ada kaitannya dengan pokok bahasan.
b) Metode Pengolahan Data
Setelah data sekunder terkumpul, selanjutnya diolah dengan menggunakan
tahap-tahapan sebagai berikut:
1) Pemeriksaan data, yaitu mengoreksi apakah data yang terkumpul sudah
cukup lengkap, sudah benar dan sudah sesuai/relevan dengan masalah.
2) Rekonstruksi data, yaitu menyusun ulang data secara teratur, berurutan,
logis sehingga mudah dipahami dan diinterprestasikan .
3) Sistematisasi data, yaitu menempatkan data menurut kerangka sistematika
bahasan berdasarkan urutan masalah.
F. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis kualitatif dengan mendeskripsikan data yang
dihasilkan dari penelitian secara yuridis empiris ke dalam bentuk penjelasan
secara sistematis. Berdasarkan analisis tersebut dilanjutkan dengan menarik
45
kesimpulan secara deduktif, yaitu suatu cara berfikir yang berdasarkan fakta-fakta
yang bersifat umum, kemudian dilanjutkan dengan mengambil kesimpulan
bersifat khusus.
74
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, maka penulis dalam penelitian ini menarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungan dilaksanakan apabila
terjadi wanprestasi dan sebelumnya telah dilakukan upaya-upaya
penyelematan kredit terlebih dahulu oleh pihak Bank BRI Kantor Cabang
Tanjung Karang seperti Reschedulling, Reconditioning, dan
Restructuring. Prosedur-prosedur serta syarat-syarat dalam pelaksanaan
eksekusi jaminan hak tanggungan melalui penjualan di bawah tangan
yaitu memberitahukan terlebih dahulu mengenai keterlambatan
pembayaran terhadap debitur yang bersangkutan, kemudian dilanjutkan
dengan pemberian Surat Peringatan (SP) 1, 2, 3 secara berturut-turut dan
apabila debitur masih belum menunjukan itikad baik setelah adanya
pemberitahuan mengenai keterlambatan pembayaran tersebut barulah
dilaksanakan eksekusi terhadap objek jaminan hak tanggungan melalui
penjualan di bawah tangan dengan syarat terdapat kesepakatan antara
75
debitur dan pihak kreditur dalam rangka memperoleh harga tertinggi
sehingga menguntungkan semua pihak.
2. Dalam proses eksekusi objek jaminan hak tanggungan di bawah tangan
ditemukan beberapa permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh
pihak Bank BRI Kantor Cabang Tanjung Karang seperti permasalahan
mengenai harga jual beli objek jaminan hak tanggungan, permasalahan
mengenai debitur yang tidak beritikad baik mencari pembeli atas objek
jaminan tersebut sehingga objek jaminan tidak segera dijual,
permasalahan mengenai pengumuman yang tidak terpublikasi dengan
baik, serta permasalahan mengenai pengosongan objek jaminan hak
tanggungan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Badrulzaman, Mariam Daruset. Al. 2001.KompilasiHukumPerikatan. Bandung.
Citra AdityaBakti.
Badriyah, Harun.2010. Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah. Yogyakarta :
Pustaka Yustisia.
Bahsan, M. 2010. HukumJaminandanJaminanKreditPerbankan Indonesia.Jakarta :
PT.RajagrafindoPersada.
Djumhana, Muhammad. 2003. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung.
PT. Citra Aditya Bakti.
Hermansyah. 2011. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta. Kencana.
HS,Salim. 2012. Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta.
Rajawali Pers.
Muhammad, Abdulkadir. 2004. HukumdanPenelitianHukum. Bandung.
Citra Aditya Bakti
Muhammad,Abdulkadir. 1990. Hukum Perdata Indonesia, (Bandung : PT. Citra
Aditya Bakti.
Patrik, Purwahid&Kashadi.2008. HukumJaminanEdisiRevisidengan UUHT.
Semarang. FakultasHukumUniversitasDiponegoro.
Satrio, J. 2002. Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Hak Tanggungan.
Bandung. Citra Aditya Bakti.
_______. 2007. Hukum Jaminan, Hak Jaminan KebendaanCetakan ke-5, (Bandung : PT.
Citra Aditya Bakti.
Sjahdeini, Remmy. 1999. Hak Tanggungan : Asas-asas, Ketentuan-ketentuan
Pokok dan Masalah yangdihadapi Oleh Perbankan suatu Kajian Mengenai
UUHT. Bandung. Alumni.
SoerjonoSoekanto. 1986. PengantarPenelitianHukum. Jakarta. UI-Press.
Supramono Gatot. 2009. Perbankan dan Masalah Kredit : Suatu Tinjauan di
Bidang Yuridis. Jakarta. Rhineka Cipta.
Untung, H. Budi.2000. Kredit Perbankan di Indonesia. Yogyakarta : Penerbit
Andi.
Usman, Rachmadi. 2001. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta.
PT. Gramedia Pustaka Utama.
_______________. 2008. HukumJaminanKeperdataan.Jakarta. SinarGrafika.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998tentang Perbankan.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan atas Tanah serta Benda-benda yang berkaitan dengan Tanah.
C. Artikel dan Jurnal
Ayuningtyas, Ginati. 2017. Tinjauan Yuridis Eksekusi Hak Tanggungan Melalui
Penjualan di Bawah Tangan Sebagai Alternatif Penyelesaian Kredit Macet di PD.
BPR Bank Klaten. Surakarta : Jurnal Repertorium Universitas Sebelas Maret. Vol.
IV. Diakses dari : https://media.neliti.com/media/publications/213265-tinjauan-
yuridis-eksekusi-hak-tanggungan.pdf. (7 Januari 2018 pukul 11.58 WIB)
Rizal Rustam, Muhammad. 2012. Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Jual Beli di
Bawah Tangan. Diakses dari :
https://muhammadrizalrustam.wordpress.com/2012/10/30/eksekusi-hak-
tanggungan-melalui-jual-beli-di-bawah-tangan/. (28 Desember 2017 pukul 10.18
WIB)
https://id.wikipedia.org/wiki/Bank_Rakyat_Indonesia
http://britama.com/index.php/2012/10/sejarah-dan-profil-singkat-bbri/
D. Skripsi
Junaidi, H. 2010. Eksekusi Hak Tanggungan Secara di Bawah Tangan Dengan
Obyek Hak Atas Tanah Milik Pihak Ketiga Pada PT. Bank Tabungan Negara
(Persero) Cabang Tangerang. Tesis. Semarang. Pascasarjana Universitas
Diponegoro. Diakses dari :
eprints.undip.ac.id/23893/1/Heny_Junaidi.pdf. (10 desember 2017 pukul 09.30
WIB).
Nurmadiah, Nurdin. Eksekusi Hak Tanggungan Terhadap Kredit Macet di Kota Pare-
Pare, Tesis, (Makassar : Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin,
2007)