12
Analisis Pada praktikum kromatografi lapis tipis, digunakan 2 sampel yaitu kunyit dan daun pandan suji. Tahap awal adalah persiapan sampel, dimana sampel daun suji yang ada dicuci lalu ditumbuk kemudian ditimbang sebanyak 15 gram. Dari sampel sejumlah 15 gram inilah kemudian ditambahkan pelarut methanol sebanyak 5 mL. setelah itu sampel diaduk dan diperas menggunakan spatula, hasil dari perlakuan ini adalah campuran berwarna hijau, filtrate berupa laurtan hijau dan residu berupa daun yang berwarna hijau. Campuran ini kemudian didekantasi dan dimasukkan ke dalam corong pisah, lalu di ekstraksi dengan ditambah diklorometana sebanyak 25 mL. setelah larutan dikocok dan didiamkan terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas berwarna hijau yang lebih muda daripada lapisan bawah yang juga berwarna hijau lebih tua. Lapisan bawah yang kemudian dijadikan sebagai sampel dalam praktikum ini. Hal yang sama juga dilakukan pada kunyit setelah ditimbang seberat 16 gram ditambahkan pelarut ethanol sehingga menghasilkan campuran berwarna kuning, filtrate berupa larutan kuning dan residu berupa kunyit. Setelah itu di dekantasi dan diekstraksi dengan 25 mL diklorometana. Setelah dikocok terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas lebih terang daripada lapisan bawah dan berwarna kuning. Lapisan atas yang dijadikan sebagai sampel dalam praktikum ini. Kedua sampel kemudian ditotolkan pada 2 buah pelat selebar 3 x 5 cm dimana pada tiap pelat telah diberi titik tipis sebanyak 6 titik dengan jarak satu sama lain sebesar 1 cm. Setelah penotolan sebanyak 2 kali ditambahkan eluen dengan kode vial

Pembahaasan KLT

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pembahaasan KLT

Analisis

Pada praktikum kromatografi lapis tipis, digunakan 2 sampel yaitu kunyit dan daun pandan

suji. Tahap awal adalah persiapan sampel, dimana sampel daun suji yang ada dicuci lalu

ditumbuk kemudian ditimbang sebanyak 15 gram. Dari sampel sejumlah 15 gram inilah

kemudian ditambahkan pelarut methanol sebanyak 5 mL. setelah itu sampel diaduk dan

diperas menggunakan spatula, hasil dari perlakuan ini adalah campuran berwarna hijau,

filtrate berupa laurtan hijau dan residu berupa daun yang berwarna hijau. Campuran ini

kemudian didekantasi dan dimasukkan ke dalam corong pisah, lalu di ekstraksi dengan

ditambah diklorometana sebanyak 25 mL. setelah larutan dikocok dan didiamkan terbentuk 2

lapisan dimana lapisan atas berwarna hijau yang lebih muda daripada lapisan bawah yang

juga berwarna hijau lebih tua. Lapisan bawah yang kemudian dijadikan sebagai sampel dalam

praktikum ini.

Hal yang sama juga dilakukan pada kunyit setelah ditimbang seberat 16 gram ditambahkan

pelarut ethanol sehingga menghasilkan campuran berwarna kuning, filtrate berupa larutan

kuning dan residu berupa kunyit. Setelah itu di dekantasi dan diekstraksi dengan 25 mL

diklorometana. Setelah dikocok terbentuk 2 lapisan dimana lapisan atas lebih terang daripada

lapisan bawah dan berwarna kuning. Lapisan atas yang dijadikan sebagai sampel dalam

praktikum ini.

Kedua sampel kemudian ditotolkan pada 2 buah pelat selebar 3 x 5 cm dimana pada tiap pelat

telah diberi titik tipis sebanyak 6 titik dengan jarak satu sama lain sebesar 1 cm. Setelah

penotolan sebanyak 2 kali ditambahkan eluen dengan kode vial A, B, C, D, E, F. Hasil

penotolan sampel dan eluen adalah noda berbentuk cincin yang memiliki beberapa lingkaran

dan disebut sebagai cincin terkonsentrasi. Dari 6 sampel didapatkan eluen polar untuk smapel

pandan suji adalah eluen yang berkode vial E dan untuk sampel kunyit eluen yang polar

adalah eluen berkode vial E. untuk eluen dengan kode vial C, D, dan F eluen terlau polar

sedangkan untuk eleun dengan kode vial A dan B kurang polar.

Kemudian kedua sampel ditotolkan kembali pada 2 buah pelat berukuran 2 x 7 cm, dengan

jarak bawah pada pelat sebesar 1 cm dan jarak atas pada pelat sebesar 0,5 cm. Setelah

penotolan pada pelat, pelat yang bernoda dimasukkan chamber yan berisi eluen dengan kode

vial E. Dari perlakuan ini dihasilkan noda yang terangkat naik, jumlah titik noda pada 2 noda

pandan suji adalah 6 buah. Sedangkan untuk sampel kunyit jumlah noda pada kedua nodanya

sebanyak 4 buah.

Page 2: Pembahaasan KLT

Pembahasan

Telah dilakukan praktikum kromatografi lapis tipis. Sampel yang digunakan berupa daun

pandan suji dan kunyit. Digunakan 2 sampel ini karena pada daun pandan suji terdapat suatu

zat yang bernama klorofil, klorofil adalah zat warna hijau pada daun, zat ini mudah untuk

diteliti proses kromatografinya. Sedangkan pada kunyit terdapat zat bernama karoten yang

memberi warna kuning yang kuat pada kunyit. karoten juga mudah untuk diteliti proses

kromatograinya sehingga digunakan pada proses ini.

Adanya klorofil pada daun pandan suji dan karoten pada kunyit yang kuat, mampu membuat

kedua bahan ini memberikan pewarna alami pada makanan.

Struktur klorofil

Klorofil A

Klorofil B

Struktur karoten

Page 3: Pembahaasan KLT

α-karoten

β-karoten

Klorofil strukturnya bersifat non polar meskipun ada bagian yang bersifat polar, sifat non

polar ini sama seperti hidrokarbon. Hal ini yang menyebabkan klorofil mudah larut dalam

pelarut non polar seperti eter. Ada dua jenis klorofil yaitu klorofil a dan klorofil b, yang

membedakan kedua jenis klorofil ini adalah adanya gugus aldehid pada struktur klorofil b

yang menyebabkan klorofil b ini bersifat sedikit lebih polar dibandingkan klorofil a. Pada

sampel daun pandan suji kemungkinan klorofil yang dominan adalah klorofil sehingga

pelarut yang digunakan untuk mengekstrak klorofilnya adalah metanol yang bersifat lebih

polar daripada alkohol yang lain.

Sedangkan pada kunyit yang mengandung karoten digunakan pelarut etanol dimana etanol

lebih non polar daripada metanol. Hal ini mengindikasikan bahwa karoten bersifat lebih non

polar daripada klorofil. Karoten (C40H56) adalah senyawa alkena dengan rantai panjang dari

sistem ikatan rangkap terkonjugasi.. Meskipun secara keseluruhan molekul karoten adalah

non polar, akan tetapi mempunyai sifat dapat mengubah bidang polarisasi. Karoten juga ada

dua jenis yaitu α-karoten dan β-karoten, yang membedakan kedua struktur ini adalah posisi

ikatan rangkap pada cincin ujung.

Pemilihan pelarut dalam proses pengekstrakan tidak boleh salah atau tertukar. Karena jika

salah atau tertukar zar warna/pigmen dalam sampel tidak akan larut sehingga pigmen tidak

dapat keluar atau tidak dapat digunakan.

Setelah sampel diekstrak, filtrat yang berwarna hijau untuk daun pandan suji di dekantasi.

Proses dekantasi lebih dipilih daripada filtrasi karena untuk mempertahankan pigmen klorofil

Page 4: Pembahaasan KLT

dalam filtrat. Jika menggunakan filtrasi kemungkinan klorofil dapat tersaring pada kertas

saring. Sama halnya dengan pigmen karoten pada kunyit, proses yang digunakan adalah

dekantasi bukan fitrasi karena mempertahankan pigmen karoten.

Kemudian filtrat diekstraksi menggunakan corong pisah dengan ditambahkan pelarut non

polar diklorometana agar kedua zat tidak bercampur dan terlihat pemisahannya. Campuran

dalam corog pisah dikocok untuk memisahkan larutan dengan sesekali keran dibuka agar gas

dari diklorometana keluar. Hasil untuk daun suji adalah 2 lapisan berwarna hijau, dimana

lapisan atas lebih terang daripada lapisan bawah. Hal ini disebabkan lapisan atas bersifat

nonpolar sehingga campuran dalam pigmen klorofil yang bersifat non polar (seperti klorofil

a) larut dalam diklorometana sedangakan zat yang bersifat polar dibawah, zat yang berada

dibawah inilah yang digunakan sebagai sampel uji. Untuk kunyit, diperlakukan hal sama

yaitu ditambahkan dengan diklorometana dan dikocok. Hasilnya yaitu terbentuk 2 lapisan

berwarna kuning, dimana lapisan atas berwarna lebih terang daripada lapisan bawah. Lapisan

bawah mengandung karoten lebih banyak dan bersifat lebih polar daripada lapisan atas,

sehingga sampel ini yang dijadikan sebagai sampel yang akan digunakan.

Pelat yang akan digunakan dioven dalam suhu 1100 C selama 10 menit. Hal ini dilakukan

untuk mengaktifkan pelat dan untuk menghilangkan molekul air yang mungkin terikat dalam

pelat, jika tidak dihilangkan air ini dapat bertindak sebagai fasa mobile sehingga

memengaruhi hasil kromatografi dan hasil Rf .

Eluen yang digunakan adalah campuran antara etanol dan diklorometana dalam vial-vial

dengan perbandingan sebagai berikut:

A. 3 : 7 D. 6 : 4

B. 4 : 6 E. 7 : 3

C. 5 : 5 F. 8 : 2

Eluen dengan berbagai perbandingan di atas bertujuan untuk memilih eluen yang paling baik

atau tepat untuk digunakan dalam penentuan Rf.

Untuk cincin terkonsentrasi, plat diberi titik-titik dan kode A-F dengan pensil, penitikan

dilakukan dengan pinsil karena jika digunakan dengan bolpoin, tinta akan ikut tercampur

pada eluen. Jarak antar titik sekitar 1 cm, adanya jarak pada titik-tititk difungsikan agar

daerah cincin konsentrasi dapat terlokalisasi atau tidak meluber ke titik lainnya. Jika noda

Page 5: Pembahaasan KLT

sampai meluber ke titik yang lain menyebabkan sulitnya penentuan cincin yang polar.

Selanjutnya sampel ditotolkan pada titik-titik tersebut sebanyak 2 kali, baru kemudian

menambahkan eluen dengan kode A-F ditotolkan sesuai dengan kode sampel A-F pada plat.

Berdasarkan percobaan diperoleh pada daun pandan suji dan kunyit didapatkan macam-

macam bentuk noda. Pada kode vial E cenderung bersifat polar, hal ini terlihat dari cincin

yang dibentuk terlihat teratur antara lebar cincin satu dan yang lain. Pada kode A dan B

cenderung bersifat kurang polar, terlihat dengan noda yang tidak membentuk cincin.

Sedangkan untuk noda kode vial C, D, dan F cenderung terlalu polar karena cincin yang

dibentuk terlalu lebar dan jarak antara cincinnya tidak sama, ada yang berjarak terlalu dekat

dan ada yang jaraknya terlalu lebar. Dengan demikian eluen yang sesuai adalah kode vial E.

Tabel cincin terkonsentrasi:

Pelarut

SampelA B C D E F

Kunyit KP KP KP TP P TP

Pandan KP KP TP TP P TP

Keterangan :

KP = Kurang Polar

P = Polar

TP = Terlalu Polar

Page 6: Pembahaasan KLT

Pada persiapan chamber keras saring dimasukkan ke dalam gelas yang tegak, dan

permukaaan dalamnya rata, tinggi kertas saring tersebut + 2 cm dari dinding atas gelas.

Kemudian memasukkan eluen yang perbandingan sesuai yaitu E sebanyak 5 mL dan ditutup

dengan pelat kaca yang bertujuan untuk menjenuhkan eluen dan karena sifat eluen yang

mudah menguap. Kejenuhan eluen ditunjukkan dengan kertas saring yang basah seluruhnya,

karena sifat kapilaritas dari eluen. Chamber digunakan sebagai media kapilaritas eluen yang

cocok yang kemudian eluen ini digunakan untuk uji kromatografi lapis tipis.

Selanjutnya, pada penentuan Rf pelat diberi tanda batas atas 0,5 cm dan batas bawah 1 cm.

Pelat tersebut diberi 2 titik dengan pensil dan setiap titik ditotolkan sampel sebanyak 2 kali.

Kemudian plat dimasukkan dalam gelas dengan posisi tegak agar hasil laju titik warna tidak

miring. Pelat diambil setelah eluen mencapai batas atas, dengan terbentuknya gradiasi warna,

dikeringkan dan ditutup selotip agar warnanya tidak memudar. Dari proses diatas didapatkan

noda yang berbeda beda. Untuk daun pandan suji didapatkan titik noda sebanyak 6 buah

sedangkan pada kunyit didapatkan titik sebanyak 4 buah. Lalu, diukur Rf nya dan didapat

nilai Rf sesuai perhitungan dibawah ini:

Sampel Rf1 Rf2 Rf3 Rf4 Rf5 Rf6

KunyitA B A B A B A B A B A B

0,072 0,072 0,127 0,127 0,181 0,181 0,254 0,254

Rata-

rata0,072 0,127 0,181 0,254

PandanA B A B A B A B A B A B

0,218 0,218 0,364 0,364 0,618 0,618 0,673 0,673 0,745 0,745 0,818 0,818

Rata-

rata0,218 0,364 0,618 0,673 0,745 0,818

Rata-rata Rf diperoleh dari

Rf rata−rata=noda A+noda B2

Diskusi

Page 7: Pembahaasan KLT

Dari percobaan diperoleh titik noda yang bagus untuk sampel daun pandan suji sedangkan

pada kunyit titik noda yang terbentuk hanya empat, selain itu noda kurang dapat naik

(ascending), tidak seperti noda pada sampel daun pandan suji. Hal ini terjadi karena

kemungkinan ketika mengamati eluen yang cocok melalui proses cincin terkonsentrasi

kurang cermat. Noda dengan eluen E yang terlihat polar kemungkinan sejatinya tidak bersifat

polar melainkan bersifat kurang polar atau terlalu polar. Kekurang cermatan dalam

pengamatan ini mempengaruhi dalam proses penentuan Rf.

Kesimpulan

Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Komposisi eluen yang sesuai untuk sampel pandan betawi berdasarkan metode

cincin terkonsentrasi adalah eluen dengan kode vial E yaitu campuran dengan

perbandingan kloroform-etanol (7:3) sedangkan eluen yang cock untuk kuyit yaitu

vial E.

2. Nilai Rf rata-rata untuk 4 titik noda pada kunyit berturut-turut:

0,072; 0,127; 0,181; 0,254

3. Nilai Rf rata-rata untuk 6 titik noda pada daun suji berturut-turut:

0,218; 0,364; 0,618; 0,673; 0,745; 0,818

JAWABAN PERTANYAAN

1. Apa yang terjadi jika eluen yang digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT

terlalu polar atau kurang polar? Mengapa?

Jawaban :

Jika eluen yang digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT terlalu polar akan

menyebabkan noda merambat naik terlalu cepat atau noda berlari, sedangkan jika eluen yang

digunakan sebagai pelarut pengembang pada KLT kurang polar akan menyebabkan noda

sama sekali tidak bergerak.

2. Apa fungsi kertas saring pada percobaan penentuan Rf ?

Jawaban :

Page 8: Pembahaasan KLT

Fungsi dari kertas saring adalah untuk mengetahui eluen dalam chamber sudah jenuh ataukah

belum. Jika seluruh kertas saring telah basah, maka eluen dalam chamber telah jenuh karena

sifat eluen yang mudah menguap dan uap itulah yang membasahi seluruh bagian dari kertas

saring.

3. Mengapa permukaan pelat KLT tidak boleh rusak?

Jawaban :

Karena jika permukaan pelatKLT rusak, maka eluen akan terhambat naik dan noda juga akan

terhalang sehingga hasil dari kromatografi juga tidak akan maksimal.

4. Mengapa pelat yang digunakan harus dikeringkan dulu dalam oven?

Jawaban :

Karena dalam plat sangat mungkin terdapat molekul air yang terikat yang akan menghalangi

proses pengembangan sampel, sehingga untuk menghilangkan molekul air inilah dilakukan

pengeringan dalam oven selain juga untuk mengaktifkan daya serap pelat terhadap eluen.

5. Mengapa batas atas dan batas bawah pelat harus diberi tanda dengan pinsil?

Jawaban :

Pemberian tanda berupa garis adalah untuk meluruskan totolan noda, sehingga eluen yang

naik membawa sampel juga akan sama. Sedangkan penggunaan pensil adalah karena noda

pensil tidak akan ikut terbawa oleh eluen, sehingga noda dari sampel tidak akan

terkontaminasi. Jika digunakan bulpoin, maka tinta dari bulpoin akan terbawa eluen (ikut

terelusi) dan noda juga akan terpengaruh, sehingga hasil kromatografi juga akan jadi kurang

maksimal.