Upload
priscilla-samuel
View
77
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pankratitis
Citation preview
Etiologi
Penyakit batu empedu dan konsumsi alkohol berlebih adalah penyebab paling umum dari
pankreatitis akut di Amerika Serikat. Batu empedu berjumlah sekitar 45% dari semua kasus, dan
patogenesis ini disebabkan obstruksi transien duktus pankreas ke aliran sekresi eksokrin
pankreas.
Jumlah kelebihan konsumsi alkohol sekitar 35% dari semua kasus, namun patogenesis sini
kurang dipahami.3 Kebanyakan teori mengarah pada efek toksik langsung dari etanol pada
parenkim pankreas atau pasokan neurovaskular nya.4
Ada banyak penyebab lainnya yang kurang umum pada pankreatitis akut termasuk racun, obat-
obatan, infeksi, trauma, kerusakan pembuluh darah, kelainan anatomi, dan derangements
metabolisme. Hipertrigliseridemia dan hypercalcemia keduanya terlibat dalam pankreatitis akut.
Kadar trigliserida serum >1000 mg/dL dapat memicu serangan pankreatitis akut meskipun
patogenesis tidak dipahami dengan jelas.5 Hypercalcemia juga merupakan penyebab tidak umum
dari pankreatitis akut, dan dianggap hasil dari deposisi kalsium di duktus pankreas dan aktivasi
kalsium dari trypsinogen.6
Pankreatitis idiopatik terjadi di hingga 20% dari pasien dengan pankreatitis akut, dan menurut
definisi, penyebabnya tidak dibentuk oleh sejarah, pemeriksaan fisik, tes laboratorium rutin, atau
pencitraan. Mayoritas kasus idiopatik pankreatitis diperkirakan memiliki sumber empedu.
Pada pasien dengan kandung empedu in situ, diperkirakan bahwa sampai 75% mendapatkan
pankreatitis dari microlithiasis, atau lumpur empedu (biliary sludge) dan puing-puing batu, yang
menyebabkan obstruksi pada saluran umum distal pankreas empedu dan utama. Sebaliknya,
disfungsi sfingter Oddi (SOD) yang mengakibatkan obstruksi duktus pankreas transient
dirasakan menjadi penyebab paling umum pada pasien yang telah mengalami kolesistektomi
sebelumnya.7
Patofisiologi
Tabel 4. Etiologi pankreatitis akut
a. Alkohol
b. Batu empedu
c. Pasca bedah
d. Pasca ERCP (endoscopic retrograde cholangiopancreatography)
e. Trauma terutama trauma tumpul
f. Metobolik (hipertrigliseridemia, hiperkalsemia, gagal ginjal)
g. Infeksi (virus parotitis, hepatitis, koksaki, askaris, mikoplasma)
h. Berhubungan dengan obat-obatan (azatioprin, 6 merkaptopurin, sulfonamid, tiazid,
furosemid, tetrasiklin)
i. Penyakit jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik)
j. Lain-lain, seperti gangguan sirkulasi, stimulasi vagal
Terdapat 3 teori yang berusaha menjelaskan hubungan antara batu empedu dengan kejadian
pankreatitis akut, yaitu:
1. Teori common channel yang dikemukakan oleh Opie (1901).
Pada teori ini dijelaskan bahwa kejadian pankreatitis akut diakibatkan oleh adanya
impaksi batu empedu di terminal duktus kholedokus. Hal ini diduga mengakibatkan
terbentuknya biliopnacreatic common channel yang memungkinkan terjadinya refluks
cairan empedu ke dalam duktus pankreatikus.
Namun tedapat beberapa hal yang menyangkal pendapat ini, yaitu:
Bahwa tekanan sekresi pankreas lebih tinggi daripada tekanan sekresi bilier yang
memudahkan terjadinya refluks cairan pankreas ke sistem bilier daripada hal
sebaliknya.
Banyak penderita pankreatitis akut yang memiliki common channel yang sangat
pendek yang tidak memungkinkan terjadinya refluks bila terjadi obstruksi.
Robinson dan Dunphy menunjukkan dalam penelitiannya bahwa terdapat perfusi
empedu ke duktus pankreatikus tanpa tercetusnya suatu pankreatitis akut.
2. Teori duodenal reflux
Menurut teori ini, batu empedu dapat melalui sfingter Oddi dan menyebabkan
peregangan otot sehingga menyebabkan sfingter yang inkompeten dan memungkinkan
terjadinya refluks cairan duodenum yang mengandung enzim pancreas yang sudah aktif
ke dalam duktus pankreatikus dan mencetuskan terjadinya inflamasi pada pancreas.
Namun teori ini juga disangkal oleh kenyataan bahwa pada penderita – penderita yang
dilakukan sfingterotomi secara endoskopik tidak secara rutin timbul pancreatitis akut.
3. Teori pancreatic ductal obstruction
Dari kedua teori lain, teori inilah yang mungkin paling dapat diterima. Para ahli
menyatakan bahwa batu pada saluran empedu yang mencetuskan atau adanya edema dan
inflamasi oleh karena lewatnya batu dapat menyebabkan obstruksi pada duktus
pankreatikus dan menimbulkan hipertensi pada duktus dan mencetuskan terjadinya
kerusakan pada pancreas.
Untuk mendukung hal ini, telah dilakukan percobaan dengan menggunakan American
opossum yang dianggap sangat menyerupai manusia. Pada percobaan ini dibagi 4
kelompok yaitu:
Kelompok 1 dengan perlakuan ligasi pada duktus biliopankreatikus tepat pada
lokasi menempelnya pada duodenum, sehinga terjadi obstruksi pada kedua
duktus dan dapat terjadi refluks cairan empedu ke duktus pankreatikus.
Kelompok 2 dengan perlakuan ligasi pada kedua duktus masing – masing secara
terpisah.
Kelompok 3 dengan perlakuan ligasi pada duktus pankreatikus saja.
Kelompok 4 sebagai control hanya dilakukan ligasi pada duktus bilier saja.
Pada ketiga kelompok pertama terjadi pancreatitis akut dengan derajat beratnya penyakit
yang sama, sedangkan pada kelompok 4 tidak terjadi pancreatitis akut. Hal ini membawa
pada kesimpulan bahwa untuk terjadinya pancreatitis akut tidak diperlukan adanya
refluks cairan empedu ke duktus pankreatikus dan adanya refluks empedu ini tidak
memperberat gejala pancreatitis akut.
Umumnya semua teori menyatakan bahwa duktus pankreatikus tersumbat, disertai oleh
hipersekresi enzim-enzim eksokrin dari pankreas tersebut. Enzim-enzim ini memasuki saluran
empedu dan diaktifkan di sana dan kemudian bersama-sama getah empedu mengalir balik
(refluks) ke dalam duktus pankreatikus sehingga terjadi pankreatitis.
Pankreatitis akut merupakan penyakit seistemik yang terdiri dari dua fase. Pertama, fase
awal yang disebabkan efek sistemik pelepasan mediator inflamasi, disebut sindrom respons
inflamasi sistemik atau systemic inflamatory response syndrome (SIRS) yang berlangsung sekitar
72 jam. Gambaran klinisnya menyerupai sepsis, tetapi tidak ada bukti-bukti infeksi.
Table 2. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS)
Defined by Two or More of the Following Criteria:Pulse >90 beats/minRespiratory rate >20/min or PCO2 <32 mmHgRectal temperature <36◦C or >38◦CWhite blood count <4,000 or >12,000/mm3
Kedua, fase lanjut merupakan kegagalan sistem pertahanan tubuh alami yang
menyebabkan keterlibatan sampai kegagalan multiorgan, yang biasanya dimulai pada awal
minggu kedua. Kegagalan fungsi salah satu organ merupakan penanda beratnya penyakit dan
buruknya faktor prognosis.
Kejadian ini didasarkan pada aktivasi enzim di dalam pankreas yang kemudian
mengakibatkan autodigesti organ.
Dalam keadaan normal pankreas pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim
digestinya sendiri. Enzim ini disintesis sebagai zimogen yang inaktif dan diaktivasi dengan
pemecahan rantai peptid secara enzimatik.
Selain itu terdapat inhibitor di dalam jaringan pankreas, cairan pankreas dan serum
sehingga dapat menginaktivasi protease yang diaktivasi terlalu dini. Dalam proses aktivasi di
dalam pankreas, peran penting terletak pada tripsin yang mengaktivasi semua zimogen pankreas
yang terlihat dapam proses autodigesti (kimotripsin, proelastase, fosfolipase A).
Hanya lipase yang aktif yang tidak terganting pada tripsin. Aktivasi zimogen secara
normal dimulai oleh enterokinase di duodenum. Ini mengakibatkan mulanya aktivasi tripsin yang
kemudian mengaktivasi zimogen yang lain. Jadi diduga bahwa aktivasi dini tripsinogen menjadi
tripsin adalah pemicu bagi kaskade enzim dan autodigesti pankreas.
Faktor etiologik (penyakit billier, alkoholisme, tak diketahui, dll)
Proses yang memulai (refluks empedu, refluks duodenum, dll)
Kerusakan permulaan pankreas (edema, kerusakan vaskular, pecahnya saluran pankreas asinar)
Aktivasi enzim digestif
Tripsin
Lipase
Fosfolipase A
Elastase
Kimotripsin
Kalikrein
Autodigesti
Nekrosis pankreas
Gambar 3. Faktor etiologik dan patologik pada pankreatitis akut (dari Creutzfeid & Lankisch)
Adapun mekanisme yang memulai aktivasi enzim antara lain adalah refluks isi duodenum
dan refluks cairan empedu, akticasi sistem komplemen, stimulasi, sekresi enzim yang berlebihan.
Isis duodenum merupakan campuran enzim pankreas yang aktif, asam empedu, lisolesitin dan
lemak yang telah mengalami emulsifikasi; semuanya ini mampu manginduksi pankreatitis akut.
Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas, meningkatkan aktivasi lipase dan
fosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin dan asam lemak dan menginduksi spontan
sejumlah kecil proenzim pankreas yang lain. Selanjutnya perfusi asam empedu ke dalam duktus
pankreatikus yang utama menambah permeabilitas sehingga mengakibatkan perubahan struktural
yang jelas. Perfusi 16,16 dimetil prostaglandin E2 mengubah penemuan histologik pankrataitis
tipe edema ke tipe hemoragik.
Asam empedu lesitin
Aktivasi fosfolipase
Substrat untuk pembentukan
Lisolesitin oleh fosfolipase A
Efek detergen
Proses koagulasi penglepasan sejumlah kecil
sel-sel asini tripsin aktif
aktivasi proenzim pankreas
Gambar 4. Efek Cairan Empedu pada Pankreas
Kelainan histologis utama yang ditemukan pada pankreatitis akut adalah nekrosis keoagulasi parenkim dan poknosis inti atau kariolisis yang cepat diikut oleh degradasi asini yang nekrotik
CAIRAN EMPEDU
dan absopsi debris yang timbul. Adanya edema, perdarahan dan trombosis menunjukkan kerusakan vaskular yang terjadi bersamaan.
Gejala klinis dan komplikasi
Berdasarkan pada beratnya proses peradangan dan luasnya nekrosis parenkim dapat
dibedakan:
a. Pankreatitis akut tipe intersitial
Secara makroskopik, pankreas membengkak secara difus dan tampak pucat. Tidak
didapatkan nekrosis atau perdarahan, atau bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik,
daerah intersitial melebar karena adanya edema ekstraselular, disertai sebaran sel-sel
leukosit polimorfonuklear (PMN). Saluran pankreas dapat terisi dengan bahan-bahan
purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus. Meskipun bentuk ini dianggap sebagai
bentuk pankreatitis yang lebih ringan, namun pasien berada dalam keadaan sakit yang
akut dan berisiko mengalami syok, gangguan keseimbangan cairan serta elektrolit dan
sepsis.
b. Pankreatitis akut tipe nekrosis hemoragik,
Secara makroskopik tampak nekrosis jaringan pankreas disertai dengan
perdarahan dan inflamasi. Tanda utama adalah adanya nekrosis lemak pada jaringan-
jaringan di tepi pankreas, nekrosis parenkim dan pembuluh-pembuluh darah sehingga
mengakibatkan perdarahan dan dapat mengisi ruangan retroperitoneal. Bila penyakit
berlanjut, dapat timbul abses atau daerah-daerah nekrosis yang berdinding, yang subur
untuk timbulnya bakteri sehingga dapat menimbulkan abses yang purulen. Gambaran
mikroskopis adalah adanya nekrosis lemak dan jaringan pankreas, kantong-kantong
infiltrat yang meradang dan berdarah ditemukan tersebar pada jaringan yang rusak dan
mati. Pembuluh-pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah yang nekrotik
menunjukkan kerusakan mulai dari inflamasi peri vaskular, vaskulitis yang nyata sampai
nekrosis dan trombosis pembuluh-pembuluh darah.
Berdasarkan The Second International Symposium on the Classification of Pancreatitis
(Marseilles, 1980), pankreatitis dibagi atas:
a. Pankreatitis akut (fungsi pankreas kembali normal lagi).
b. Pankreatitis kronik (terdapat sisa-sisa kerusakan yang permanen).
Atlanta International Symposium (1992).
Penyempurnaan klasifikasi dilakukan tahun 1992 dengan sistem klasifikasi yang lebih
berorientasi klinis; antara lain diputuskan bahwa indikator beratnya pankreatitis akut yang
terpenting adalah adanya gagal organ yakni adanya renjatan, insufisiensi paru (PaO2 = 60
mmHg), gangguan ginjal (kreatinin > 2 mg/dl) dan perdarahan saluran makan bagian atas (> 500
ml/24 jam). Adanya penyulit lokal seperti nekrosis, pseudokista atau abses harus dimasukkan
sebagai komponen sekunder dalam penentuan beratnya pankreatitis. Berdasarkan data klinis,
terbagi atas:
a. Pancreatitis akut ringan
b. Pancreatitis akut berat, berupa :
i. Acute fluid collections
ii. Pancreatic necrosis
iii. Acute pseudocyst
iv. Pancreatic abscess
Table 3. Severe Acute Pancreatitis as Defined by Atlanta SymposiumEarly Prognostic SignsRanson signs ≥3APACHE-II score ≥8Organ Failure and/or Local ComplicationsNecrosisAbscessPseudocyst
Table 4. Organ Failure as Defined by Atlanta Symposium
Shock–systolic pressure <90 mmHgPaO2 ≤60 mmHgCreatinine >2.0 mg/L after rehydrationGastrointestinal bleeding >500 cc/24 h
Manifestasi klinis
1. nyeri
Hampir setiap penderita mengalami nyeri yang hebat di perut atas bagian tengah,
dibawah tulang dada (sternum).
Nyeri sering menjalar ke punggung. Kadang nyeri pertama bisa dirasakan di perut bagian
bawah. Nyeri ini biasanya timbul secara tiba-tiba dan mencapai intensitas maksimumnya
dalam beberapa menit. Nyeri biasanya berat dan menetap selama berhari-hari. Bahkan
dosis besar dari suntikan narkotikpun sering tidak dapat mengurangi rasa nyeri ini. Batuk,
gerakan yang kasar dan pernafasan yang dalam, bisa membuat nyeri semakin memburuk.
Duduk tegak dan bersandar ke depan bisa membantu meringankan rasa nyeri.
2. mual dan muntah
Sebagian besar penderita merasakan mual dan ingin muntah. Penderita pankreatitis akut
karena alkoholisme, bisa tidak menunjukkan gejala lainnya, selain nyeri yang tidak
terlalu hebat.
3. Sedangkan penderita lainnya akan terlihat sangat sakit, berkeringat
4. denyut nadinya cepat (100-140 denyut per menit) dan
5. pernafasannya cepat dan dangkal.
6. Pada awalnya, suhu tubuh bisa normal, namun meningkat dalam beberapa jam sampai
37,8-38,8? Celsius.
7. Tekanan darah bisa tinggi atau rendah, namun cenderung turun jika orang tersebut
berdiri dan bisa menyebabkan pingsan.
8. Kadang-kadang bagian putih mata (sklera) tampak kekuningan.
9. 20% penderita pankreatitis akut mengalami beberapa pembengkakan pada perut bagian
atas. Pembengkakan ini bisa terjadi karena terhentinya pergerakan isi lambung dan usus
(keadaan yang disebut ileus gastrointestina atau karena pankreas yang meradang tersebut
membesar dan mendorong lambung ke depan.
10. Bisa juga terjadi pengumpulan cairan dalam rongga perut (asites). Pada pankreatitis akut
yang berat (pankreatitis nekrotisasi), tekanan darah bisa turun, mungkin menyebabkan
syok. Pankreatitis akut yang berat bisa berakibat fatal.
Tanda – tanda pankreatitis akut berat
1. Tanda kehilangan cairan yang berlebihan (‘Third space losses’) dan compromised end organ perfusion.
a. Secara klinis dehidrasib. Kebingunganc. Ascitesd. Hemokonsentrasi (hematokrit meningkat > 10%)e. Peningkatan urea/creatininf. Asidosis metabolic
2. Tanda kegagalan organa. Koagulopati (DIC screen posistif)b. Gagal ginjal (peningfkatan kreatinin, asidosis metabolic, hiperkalemia)c. Distress respiratori dan hipoksia (PaO2 dan SaO2 rendah)
3. Tanda sepsisa. komplikasi septic local (abses pankreatik, atau nekrosis pankreatik terinfeksi)
tidak terjadi awal, namun setelah 1 minggu kemudian, disertai tanda sepsis (demam tinggi dan peningkatan TWC).
b. Jika demam tinggi terjadi pada awal prankreatitis, pertimbangkan penyebab sepsis non pankreatik. Penyebab umum adalah kolangitis sekunder obstruksi bilier. Cari gambaran kolestatik pada hasil LFT.
4. Tanda lain dari pancreatitis berata. ekimosis abdomen. Mungkin di daerah flank (tanda Grey-Turner) atau area
periumbilikal (tanda Cullen’s)b. tanda hipokalsemi, contoh spasme karpopedal dan tetanus.c. Glukosa darah > 10mmol/l (180 mg/dl)
Komplikasi
Prognosis
Table 7. Balthazar–Ranson Criteria for Severity
CT Grade Score Necrosis Score
A 0 None 0B 1 One-third 2C 2 One-half 4D 3 >One-half 6E 4
A = normal; B = focal or diffuse enlargement of the pancreas; C = intrinsicpancreatic abnormalities associated with haziness and streaky densities representinginflammatory changes in the peripancreatic fat; D = single, ill-defined fluid collection;E = two or multiple fluid collections.
Tabel 5. Kriteria Ranson
Awal Dalam waktu 48 jam
Umur > 55 tahun Ht menurun > 10%
Leukosit > 16.000/mm3 BUN naik > 5 mg/dl
Glukosa > 200 mg/dl Ca2+ < 8 mg/dl
LDH > 350 IU/L PaO2 < 60 mmHg
SGOT > 250 UI/L Base deficit > 4 mEq/L
Interpretasi klinik kriteria Ranson
Kriteria awal menggambarkan beratnya proses inflamasi. Sedangkan kriteria akhir waktu
48 jam menggambarkan efek sistemik aktivitas enzim terhadap organ target, seperti paru dan
ginjal.
Tabel 6. Penilaian kriteria Ranson
Chronic Health PointsHistory of Severe Organ Insufficiency PointsNonoperative patients 5Emergency postoperative patients 5
Elective postoperative patients 2
BP = blood pressure; A-aPo2 = alveolar-arterial oxygen pressure; Pao2 = partial pressure of oxygen in arterial blood; WBC = white blood cell.
*--Use if percentage of inspired oxygen (Fio2) >50 percent.
§--Use if Fio2 <50 percent.
¥--Use only if no arterial blood gas measurements are available.
APACHE menunjukkan prognosis yang buruk jika bernilai >8.
Feature Acute physiology score (APS)
Variable +4 +3 +2 +1 0 +1 +2 +3 +4
Temperature ≥41 30 - 40.9
38.5 to
38.9
36 to 38.4
34 to
35.9
32 t 33.
9
30 to
31.9
≤29.9
Mean arterial BP
≥160 130 to 159
110 to
129
70 to 109
50 to 69
<49
Heart rate ≥180 140 to 179
110 to
139
70 to 109
55 to 69
40 to 54
≤39
Respiratory rate
≥50 35 to 49
25 to 34
12 to 24
10 to 11
6 to 9
<5
A-aPo2* ≥500 350 o 499
200 to
349
<100 61 to 70
55 to 60
<55
Pao2§ >70
Arterial pH ≥7.7 7.6 to 7.69
7.5 to
7.59
7.33 to
7.49
7.25 to
7.32
7.15 to
7.24
<7.15
Serum bicarbonate¥
≥52 41 to 51.9
32 to
40.9
23 to 31.9
18 to
21.9
15 to
17.9
<15
Serum sodium
≥180 160to 179
155 to
159
150 to
154
130 to
149
120 to
129
111 to
119
≤110
Serum potassium
≥7 6 to 6.9
5.5 to 5.9
3.5 to 5.4
3 to 3.4
2.5 to 2.9
<2.5
Serum creatinine
≥3.5 2 to 3.4
1.5 to 1.9
0.6 to 1.4
<0.6
Hematocrit ≥60 50 to
59.9
46 to
49.9
30 to 4.9
20 to
29.9
<20
WBC count ≥40 20 to
39.9
15 to
19.9
3 to 14.9
1 to 2.9
<1
BP = blood pressure; A-aPo2 = alveolar-arterial oxygen pressure; Pao2 = partial pressure of oxygen in arterial blood; WBC = white blood cell.
*--Use if percentage of inspired oxygen (Fio2) >50 percent.
§--Use if Fio2 <50 percent.
¥--Use only if no arterial blood gas measurements are available.
APACHE menunjukkan prognosis yang buruk jika bernilai >8.
Age points (AP) Chronic health problems (CHP) Scoring
Age Points For patients with history of severe organ system insufficiency or immunocompromise, assign points as follows:
Nonoperative or emergency postoperative: 5 points
Elective postoperative: 2 points
APS + AP + CHP = total score
≤44 0
45 to 54
2
55 to 64
3
65 to 74
5
Scores indicating abnormal reading: on admission, >9; after 24 hours, >10; after 48 hours, >9.