33
PEMBEDAHAN TERBUKA PADA BPH PENDAHULUAN Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang mengancam jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari. Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE) yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan merasa tidak puas sehabis

Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bph

Citation preview

Page 1: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

PEMBEDAHAN TERBUKA PADA BPH

PENDAHULUAN

Pembesaran prostat benigna atau lebih dikenal sebagai BPH sering diketemukan pada pria yang

menapak usia lanjut. Istilah BPH atau benign prostatic hyperplasia sebenarnya merupakan istilah

histopatologis, yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat

Hiperplasia prostat benigna ini dapat dialami oleh sekitar 70% pria di atas usia 60 tahun. Angka

ini akan meningkat hingga 90% pada pria berusia di atas 80 tahun. Meskipun jarang mengancam

jiwa, BPH memberikan keluhan yang menjengkelkan dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

Keadaan ini akibat dari pembesaran kelenjar prostat atau benign prostate enlargement (BPE)

yang menyebabkan terjadinya obstruksi pada leher buli-buli dan uretra atau dikenal sebagai

bladder outlet obstruction (BOO). Obstruksi yang khusus disebabkan oleh pembesaran kelenjar

prostat disebut sebagai benign prostate obstruction (BPO). Obstruksi ini lama kelamaan dapat

menimbulkan perubahan struktur buli-buli maupun ginjal sehingga menyebabkan komplikasi

pada saluran kemih atas maupun bawah. Keluhan yang disampaikan oleh pasien BPH seringkali

berupa LUTS (lower urinary tract symptoms) yang terdiri atas gejala obstruksi (voiding

symptoms) maupun iritasi (storage symptoms) yang meliputi: frekuensi miksi

meningkat, urgensi, nokturia, pancaran miksi lemah dan sering terputus-putus (intermitensi), dan

merasa tidak puas sehabis miksi, dan tahap selanjutnya terjadi retensi urine. Hubungan antara

BPH dengan LUTS sangat kompleks. Tidak semua pasien BPH mengeluhkan gangguan miksi

dan sebaliknya tidak semua keluhan miksi disebabkan oleh BPH. Banyak sekali faktor yang

diduga berperan dalam proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar prostat, tetapi pada dasarnya BPH

tumbuh pada pria yang menginjak usia tua dan masih mempunyai testis yang masih berfungsi

normal menghasilkan testosteron. Di samping itu pengaruh hormon lain (estrogen, prolaktin),

diet tertentu, mikrotrauma, dan faktor-faktor lingkungan diduga berperan dalam proliferasi selsel

kelenjar prostat secara tidak langsung. Faktor – faktor tersebut mampu mempengaruhi sel-sel

prostat untuk mensintesis protein growth factor, yang selanjutnya protein inilah yang berperan

dalam memacu terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar prostat. Fakor-faktor yang mampu

meningkatkan sintesis protein growth factor dikenal sebagai faktor ekstrinsik sedangkan protein

growth factor dikenal sebagai factor intrinsik yang menyebabkan hiperplasia kelenjar prostat.

Terapi yang akan diberikan pada pasien tergantung pada tingkat keluhan pasien, komplikasi yang

Page 2: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

terjadi, sarana yang tersedia, dan pilihan pasien. Di berbagai daerah di Indonesia kemampuan

melakukan diagnosis dan modalitas terapi pasien BPH tidak sama karena perbedaan fasilitas dan

sumber daya manusia di tiap-tiap daerah. Walaupun demikian dokter di daerah terpencilpun

diharapkan dapat menangani pasien BPH dengan sebaik-baiknya. Penyusunan guidelines di

berbagai negara maju ternyata berguna bagi para dokter maupun spesialis urologi dalam

menangani kasus BPH dengan benar6.

PIRANTI DIAGNOSIS BPH

Diagnosis BPH dapat ditegakkan berdasarkan atas berbagai pemeriksaan awal dan pemeriksaan

tambahan. Jika fasilitas tersedia, pemeriksaan awal harus dilakukan oleh setiap dokter yang

menangani pasien BPH, sedangkan pemeriksaan tambahan yang bersifat penunjang dikerjakan

jika ada indikasi untuk melakukan pemeriksaan itu. Pada 5th International Consultation on BPH

(IC-BPH)3 membagi kategori pemeriksaan untuk mendiagnosis BPH menjadi: pemeriksaan awal

(recommended) dan pemeriksaan spesialistik urologi (optional), sedangkan guidelines yang

disusun oleh EAU membagi pemeriksaan itu dalam: mandatory, recommended, optional, dan not

recommended.

Anamnesis

Pemeriksaan awal terhadap pasien BPH adalah melakukan anamnesis atau wawancara yang

cermat guna mendapatkan data tentang riwayat penyakit yang dideritanya. Anamnesis itu

meliputi.

Keluhan yang dirasakan dan seberapa lama keluhan itu telah mengganggu

Riwayat penyakit lain dan penyakit pada saluran urogenitalia (pernah mengalami cedera,

infeksi, atau pembedahan)

Riwayat kesehatan secara umum dan keadaan fungsi seksual

Obat-obatan yang saat ini dikonsumsi yang dapat menimbulkan keluhan miksi

Tingkat kebugaran pasien yang mungkin diperlukan untuk tindakan pembedahan.

Salah satu pemandu yang tepat untuk mengarahkan dan menentukan adanya gejala obstruksi

akibat pembesaran prostat adalah International Prostate Symptom Score (IPSS). WHO dan AUA

telah mengembangkan dan mensahkan prostate symptom score yang telah distandarisasi. Skor ini

berguna untuk menilai dan memantau keadaan pasien BPH. Analisis gejala ini terdiri atas 7

pertanyaan yang masing-masing memiliki nilai 0 hingga 5 dengan total maksimum 35 (lihat

Page 3: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

lampiran kuesioner IPSS yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia). Kuesioner IPSS

dibagikan kepada pasien dan diharapkan pasien mengisi sendiri tiap-tiap pertanyaan. Keadaan

pasien BPH dapat digolongkan berdasarkan skor yang diperoleh adalah sebagai berikut.

Skor 0-7: bergejala ringan

Skor 8-19: bergejala sedang

Skor 20-35: bergejala berat.

Selain 7 pertanyaan di atas, di dalam daftar pertanyaan IPSS terdapat satu pertanyaan tunggal

mengenai kualitas hidup (quality of life atau QoL) yang juga terdiri atas 7 kemungkinan

jawaban.

Pemeriksaan fisik

Colok dubur atau digital rectal examina-tion (DRE) merupakan pemeriksaan yang penting pada

pasien BPH, disamping pemeriksaan fisik pada regio suprapubik untuk mencari kemungkinan

adanya distensi buli-buli. Dari pemeriksaan colok dubur ini dapat diperkirakan adanya

pembesaran prostat, konsistensi prostat, dan adanya nodul yang merupakan salah satu tanda dari

keganasan prostat. Mengukur volume prostat dengan DRE cenderung underestimate daripada

pengukuran dengan metode lain, sehingga jika prostat teraba besar, hampir pasti bahwa ukuran

sebenarnya memang besar. Kecurigaan suatu keganasan pada pemeriksaan colok dubur, ternyata

hanya 26-34% yang positif kanker prostat pada pemeriksaan biopsi. Sensitifitas pemeriksaan ini

dalam menentukan adanya karsinoma prostat sebesar 33%. Perlu dinilai keadaan neurologis,

status mental pasien secara umum dan fungsi neuromusluler ekstremitas bawah. Disamping itu

pada DRE diperhatikan pula tonus sfingter ani dan reflex bulbokavernosus yang dapat

menunjukkan adanya kelainan pada busur reflex di daerah sakral.

Urinalisis

Pemeriksaan urinalisis dapat mengungkapkan adanya leukosituria dan hematuria. BPH yang

sudah menimbulkan komplikasi infeksi saluran kemih, batu buli-buli atau penyakit lain yang

menimbulkan keluhan miksi, di antara-nya: karsinoma buli-buli in situ atau striktura uretra, pada

pemeriksaan urinalisis menunjukkan adanya kelainan. Untuk itu pada kecurigaan adanya infeksi

saluran kemih perlu dilakukan pemeriksaan kultur urine, dan kalau terdapat kecurigaan adanya

karsinoma buli-buli perlu dilakukan pemeriksaan sitologi urine. Pada pasien BPH yang sudah

mengalami retensi urine dan telah memakai kateter, pemeriksaan urinalisis tidak banyak

Page 4: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

manfaatnya karena seringkali telah ada leukosituria maupun eritostiruria akibat pemasangan

kateter.

Pemeriksaan fungsi ginjal

Obstruksi infravesika akibat BPH menyebabkan gangguan pada traktus urinarius bawah ataupun

bagian atas. Dikatakan bahwa gagal ginjal akibat BPH terjadi sebanyak 0,3-30% dengan rata-rata

13,6%. Gagal ginjal menyebabkan resiko terjadinya komplikasi pasca bedah (25%) lebih sering

dibandingkan dengan tanpa disertai gagal ginjal (17%), dan mortalitas menjadi enam kali lebih

banyak. Pasien LUTS yang diperiksa ultrasonografi didapatkan dilatasi sistem pelvikalises 0,8%

jika kadar kreatinin serum normal dan sebanyak 18,9% jika terdapat kelainan kadar kreatinin

serum. Oleh karena itu pemeriksaan faal ginjal ini berguna sebagai petunjuk perlu tidaknya

melakukan pemeriksaan pencitraan pada saluran kemih bagian atas.

Pemeriksaan PSA (Prostate Specific Antigen)

PSA disintesis oleh sel epitel prostat dan bersifat organ specific tetapi bukan cancer specific.

Serum PSA dapat dipakai untuk meramalkan perjalanan penyakit dari BPH; dalam hal ini jika

kadar PSA tinggi berarti:

(a) pertumbuhan volume prostat lebih cepat,

(b) keluhan akibat BPH/laju pancaran urine lebih jelek, dan

(c) lebih mudah terjadinya retensi urine akut.

Pertumbuhan volume kelenjar prostat dapat diprediksikan berdasarkan kadar PSA. Dikatakan

oleh Roehrborn et al (2000) bahwa makin tinggi kadar PSA makin cepat laju pertumbuhan

prostat. Laju pertumbuhan volume prostat rata-rata setiap tahun pada kadar PSA 0,2-1,3 ng/dl

laju adalah 0,7 mL/tahun, sedangkan pada kadar PSA 1,4-3,2 ng/dl sebesar 2,1 mL/tahun, dan

kadar PSA 3,3-9,9 ng/dl adalah 3,3 mL/tahun. Kadar PSA di dalam serum dapat mengalami

peningkatan pada keradangan, setelah manipulasi pada prostat (biopsi prostat atau TURP), pada

retensi urine akut, kateterisasi, keganasan prostat, dan usia yang makin tua. Sesuai yang

dikemukakan oleh Wijanarko et al (2003) bahwa serum PSA meningkat pada saat terjadi retensi

urine akut dan kadarnya perlahan-lahan menurun terutama setelah 72 jam dilakukan kateterisasi.

Rentang kadar PSA yang dianggap normal berdasarkan usia adalah:

40-49 tahun: 0-2,5 ng/ml

50-59 tahun:0-3,5 ng/ml

60-69 tahun:0-4,5 ng/ml

Page 5: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

70-79 tahun: 0-6,5 ng/ml

Meskipun BPH bukan merupakan penyebab timbulnya karsinoma prostat, tetapi kelompok usia

BPH mempunyai resiko terjangkit karsinoma prostat. Pemeriksaan PSA bersamaan dengan colok

dubur lebih superior daripada pemeriksaan colok dubur saja dalam mendeteksi adanya karsinoma

prostat. Oleh karena itu pada usia ini pemeriksaan PSA menjadi sangat penting guna mendeteksi

kemungkinan adanya karsinoma prostat9. Sebagian besar guidelines yang disusun di berbagai

negara merekomendasikan pemeriksaan PSA sebagai salah satu pemeriksaan awal pada BPH,

meskipun dengan syarat yang berhubungan dengan usia pasien atau usia harapan hidup pasien.

Usia sebaiknya tidak melebihi 70-75 tahun atau usia harapan hidup lebih dari 10 tahun, sehingga

jika memang terdiagnosis karsinoma prostat tindakan radikal masih ada manfaatnya.

Uroflometri

Uroflometri adalah pencatatan tentang pancaran urine selama proses miksi secara elektronik.

Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi gejala obstruksi saluran kemih bagian bawah yang

tidak invasif. Dari uroflometri dapat diperoleh informasi mengenai volume miksi, pancaran

maksimum (Qmax), pancaran rata-rata (Qave), waktu yang dibutuhkan untuk mencapai pancaran

maksimum, dan lama pancaran Pemeriksaan ini sangat mudah, non invasif, dan sering dipakai

untuk mengevaluasi gejala obstruksi infravesika baik sebelum maupun setelah mendapatkan

terapi. Hasil uroflometri tidak spesifik menunjukkan penyebab terjadinya kelainan pancaran

urine, sebab pancaran urine yang lemah dapat disebabkan karena BOO atau kelemahan otot

detrusor2. Demikian pula Qmax (pancaran) yang normal belum tentu tidak ada BOO. Namun

demikian sebagai patokan, pada IC BPH 2000, terdapat korelasi antara nilai Qmax dengan

derajat BOO sebagai berikut:

Qmax < 10 ml/detik 90% BOO

Qmax 10-14 ml/detik 67% BOO

Qmax >15 ml/detik 30% BOO

Harga Qmax dapat dipakai untuk meramalkan hasil pembedahan. Pasien tua yang mengeluh

LUTS dengan Qmax normal biasanya bukan disebabkan karena BPH dan keluhan tersebut tidak

berubah setelah pembedahan. Sedangkan pasien dengan Qmax <10 mL/detik biasanya

disebabkan karena obstruksi dan akan memberikan respons yang baik setelah pembedahan13.

Penilaian ada tidaknya BOO sebaiknya tidak hanya dari hasil Qmax saja, tetapi juga

digabungkan dengan pemeriksaan lain. Menurut Steele et al (2000) kombinasi pemeriksaan skor

Page 6: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

IPSS, volume prostat, dan Qmax cukup akurat dalam menentukan adanya BOO24. Nilai Qmax

dipengaruhi oleh: usia, jumlah urine yang dikemihkan, serta terdapat variasi induvidual yang

cukup besar. Oleh karena itu hasil uroflometri menjadi bermakna jika volume urine >150 mL

dan diperiksa berulangkali pada kesempatan yang berbeda. Spesifisitas dan nilai prediksi positif

Qmax untuk menentukan BOO harus diukur beberapa kali. Reynard et al (1996) dan Jepsen et al

(1998) menyebutkan bahwa untuk menilai ada tidaknya BOO sebaiknya dilakukan pengukuran

pancaran urine 4 kali.

Pemeriksaan residual urine

Residual urine atau post voiding residual urine (PVR) adalah sisa urine yang tertinggal di dalam

buli-buli setelah miksi. Jumlah residual urine ini pada orang normal adalah 0,09-2,24 mL dengan

rata-rata 0,53 mL. Tujuh puluh delapan persen pria normal mempunyai residual urine kurang

dari 5 mL dan semua pria normal mempunyai residu urine tidak lebih dari 12 mL. Pemeriksaan

residual urine dapat dilakukan secara invasif, yaitu dengan melakukan pengukuran langsung sisa

urine melalui kateterisasi uretra setelah pasien berkemih, maupun non invasif, yaitu dengan

mengukur sisa urine melalui USG atau bladder scan. Pengukuran melalui kateterisasi ini lebih

akurat dibandingkan dengan USG, tetapi tidak mengenakkan bagi pasien, dapat menimbulkan

cedera uretra, menimbulkan infeksi saluran kemih, hingga terjadi bakteriemia. Pengukuran

dengan cara apapun, volume residual urine mempunyai variasi individual yang cukup tinggi,

yaitu seorang pasien yang diukur residual urinenya pada waktu yang berlainan pada hari yang

sama maupun pada hari yang berbeda, menunjukkan perbedaan volume residual urine yang

cukup bermakna. Variasi perbedaan volume residual urine ini tampak nyata pada residual urine

yang cukup banyak (>150 ml), sedangkan volume residual urine yang tidak terlalu banyak (<120

ml) hasil pengukuran dari waktu ke waktu hampir sama. Dahulu para ahli urologi beranggapan

bahwa volume residual urine yang meningkat menandakan adanya obstruksi, sehingga perlu

dilakukan pembedahan; namun ternyata peningkatan volume residual urine tidak selalu

menunjukkan beratnya gangguan pancaran urine atau beratnya obstruksi. Hal ini diperkuat oleh

pernyataan Prasetyawan dan Sumardi (2003), bahwa volume residual urine tidak dapat

menerangkan adanya obstruksi saluran kemih. Namun, bagaimanapun adanya residu urine

menunjukkan telah terjadi gangguan miksi. Watchful waiting biasanya akan gagal jika terdapat

residual urine yang cukup banyak (Wasson et al 1995), demikian pula pada volume residual

urine lebih 350 ml seringkali telah terjadi disfungsi pada buli-buli sehingga terapi

Page 7: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

medikamentosa biasanya tidak akan memberikan hasil yang memuaskan. Beberapa negara

terutama di Eropa merekomendasikan pemeriksaan PVR sebagai bagian dari pemeriksaan awal

pada BPH dan untuk memonitor setelah watchful waiting. Karena variasi intraindividual yang

cukup tinggi, pemeriksaan PVR dikerjakan lebih dari satu kali dan sebaiknya dikerjakan melalui

melalui USG transabdominal.

Pencitraan traktus urinarius

Pencitraan traktus urinarius pada BPH meliputi pemeriksaan terhadap traktus urinarius bagian

atas maupun bawah dan pemeriksaan prostat. Dahulu pemeriksaan IVP pada BPH dikerjakan

oleh sebagian besar ahli urologi untuk mengungkapkan adanya:

(a) kelainan pada saluran kemih bagian atas,

(b) divertikel atau selule pada buli-buli,

(c) batu pada buli-buli,

(d) perkiraan volume residual urine, dan

(e) perkiraan besarnya prostat.

Pemeriksaan pencitraan terhadap pasien BPH dengan memakai IVP atau USG, ternyata 70-75%

tidak menunjukkan adanya kelainan pada saluran kemih bagian atas; sedangkan yang

menunjukkan kelainan, hanya sebagian kecil saja (10%) yang membutuhkan penanganan

berbeda dari yang lain. Oleh karena itu pencitraan saluran kemih bagian atas tidak

direkomendasikan sebagai pemeriksaan pada BPH, kecuali jika pada pemeriksaan awal

diketemukan adanya:

(a) hematuria,

(b) infeksi saluran kemih,

(c) insufisiensi renal (dengan melakukan pemeriksaan USG),

(d) riwayat urolitiasis, dan

(e) riwayat pernah menjalani pembedahan pada saluran urogenitalia.

Pemeriksaan sistografi maupun uretrografi retrograd guna memperkirakan besarnya prostat atau

mencari kelainan pada buli-buli saat ini tidak direkomendasikan. Namun pemeriksaan itu masih

berguna jika dicurigai adanya striktura uretra. Pemeriksaan USG prostat bertujuan untuk menilai

bentuk, besar prostat, dan mencari kemungkinan adanya karsinoma prostat. Pemeriksaan

ultrasonografi prostat tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin, kecuali hendak

menjalani terapi:

Page 8: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

(a) inhibitor 5-α reduktase,

(b) termoterapi,

(c) pemasangan stent,

(d) TUIP atau

(e) prostatektomi terbuka.

Menilai bentuk dan ukuran kelenjar prostat dapat dilakukan melalui pemeriksaan transabdominal

(TAUS) ataupun transrektal (TRUS). Jika terdapat peningkatan kadar PSA, pemeriksaan USG

melalui transrektal (TRUS) sangat dibutuhkan guna menilai kemungkinan adanya karsinoma

prostat.

Uretrosistoskopi

Pemeriksaan ini secara visual dapat mengetahui keadaan uretra prostatika dan buli-buli. Terlihat

adanya pembesaran prostat, obstruksi uretra dan leher buli-buli, batu buli-buli, trabekulasi buli-

buli, selule, dan divertikel buli-buli. Selain itu sesaat sebelum dilakukan sistoskopi diukur

volume residual urine pasca miksi. Sayangnya pemeriksaan ini tidak mengenakkan bagi pasien,

bias menimbulkan komplikasi perdarahan, infeksi, cedera uretra, dan retensi urine sehingga tidak

dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin pada BPH. Uretrosistoskopi dikerjakan pada saat akan

dilakukan tindakan pembedahan untuk menentukan perlunya dilakukan TUIP, TURP, atau

prostatektomi terbuka. Disamping itu pada kasus yang disertai dengan hematuria atau dugaan

adanya karsinoma buli-buli sistoskopi sangat membantu dalam mencari lesi pada bulibuli.

Pemeriksaan urodinamika

Kalau pemeriksaan uroflometri hanya dapat menilai bahwa pasien mempunyai pancaran urine

yang lemah tanpa dapat menerangkan penyebabnya, pemeriksaan urodinamika (pressure flow

study) dapat membedakan pancaran urine yang lemah itu disebabkan karena obstruksi leher buli-

buli dan uretra (BOO) atau kelemahan kontraksi otot detrusor. Pemeriksaan ini cocok untuk

pasien yang hendak menjalani pembedahan. Mungkin saja LUTS yang dikeluhkan oleh pasien

bukan disebabkan oleh BPO melainkan disebabkan oleh kelemahan kontraksi otot detrusor

sehingga pada keadaan ini tindakan disobstruksi tidak akan bermanfaat. Pemeriksaan

urodinamika merupakan pemeriksaan optional pada evaluasi pasien BPH bergejala. Meskipun

merupakan pemeriksaan invasif, urodinamika saat ini merupakan pemeriksaan yang paling baik

dalam menentukan derajat obstruksi prostat (BPO), dan mampu meramalkan keberhasilan suatu

tindakan pembedahan. Menurut Javle et al (1998), pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas 87%,

Page 9: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

spesifisitas 93%, dan nilai prediksi positif sebesar 95%. Indikasi pemeriksaan urodinamika pada

BPH adalah: berusia kurang dari 50 tahun atau lebih dari 80 tahun dengan volume residual

urine>300 mL, Qmax>10 ml/detik, setelah menjalani pembedah an radikal pada daerah pelvis,

setelah gagal dengan terapi invasif, atau kecurigaan adanya buli buli neurogenik.

PILIHAN TERAPI PASIEN BPH

Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang

ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi

obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari:

(1) tanpa terapi (watchful waiting),

(2) medikamentosa, dan

(3) terapi intervensi

Di Indonesia, tindakan Transurethral Resection of the prostate (TURP) masih merupakan

pengobatan terpilih untuk pasien BPH.

Tabel 1 Pilihan Terapi pada Hiperplasia Prostat Benigna

OBSERVASI MEDIKAMENTOSA TERAPI INTERVENSI

Watchful waiting Antagonis adrenergik-α

Inhibitor reduktase-5α

Fitoterapi

PEMBEDAHAN INVASIF MINIMAL

Prostatektomi terbuka

Endourologi:

TURP

TUIP

TULP

Elektrovaporisasi

TUMT

HIFU

Stent uretra

TUNA

ILC

Terapi intervensi

Terapi intervensi dibagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau pembedahan

dan teknik instrumentasi alternatif. Termasuk ablasi jaringan prostat adalah: pembedahan

terbuka, TURP, TUIP, TUVP, laser prostatektomi. Sedangkan teknik instrumentasi alternative

adalah interstitial laser coagulation, TUNA, TUMT, dilatasi balon, dan stent uretra.

Pembedahan

Page 10: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

Mungkin sampai saat ini solusi terbaik pada BPH yang telah mengganggu adalah pembedahan,

yakni mengangkat bagian kelenjar prostat yang menyebabkan obstruksi. Cara ini memberikan

perbaikan skor IPSS dan secara obyektif meningkatkan laju pancaran urine. Hanya saja

pembedahan ini dapat menimbulkan berbagai macam penyulit pada saat operasi maupun pasca

bedah. Indikasi pembedahan yaitu pada BPH yang sudah menimbulkan komplikasi, diantaranya

adalah:

(1) retensi urine karena BPO,

(2) infeksi saluran kemih berulang karena BPO,

(3) hematuria makroskopik karena BPE,

(4) batu buli-buli karena BPO,

(5) gagal ginjal yang disebabkan oleh BPO, dan

(6) divertikulum buli-buli yang cukup besar karena BPO.

Guidelines di beberapa negara juga menyebutkan bahwa terapi pembedahan diindikasikan pada

BPH yang telah menimbulkan keluhan sedang hingga berat, tidak menunjukkan perbaikan

setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak pemberian terapi medikamentosa.

Terdapat tiga macam teknik pembedahan yang direkomendasikan di berbagai negara, yaitu

prostatektomi terbuka, insisi prostat transuretra (TUIP), dan reseksi prostat transuretra (TURP).

Prostatektomi terbuka merupakan cara yang paling tua, paling invasif, dan paling efisien di

antara tindakan pada BPH yang lain dan memberikan perbaikan gejala BPH 98%. Pembedahan

terbuka ini dikerjakan melalui pendekatan transvesikal yang mula-mula diperkenalkan oleh

Hryntschack dan pendekatan retropubik yang dipopulerkan oleh Millin. Pendekatan transvesika

hingga saat ini sering dipakai pada BPH yang cukup besar disertai dengan batu buli-buli

multipel, divertikula yang besar, dan hernia inguinalis. Pembedahan terbuka dianjurkan pada

prostat volumenya diperkirakan lebih dari 80-100 cm3. Dilaporkan bahwa prostatektomi terbuka

menimbulkan komplikasi striktura uretra dan inkontinensia urine yang lebih sering dibandingkan

dengan TURP ataupun TUIP. Prosedur TURP merupakan 90% dari semua tindakan pembedahan

prostat pada pasien BPH. Menurut Wasson et al (1995) pada pasien dengan keluhan derajat

sedang, TURP lebih bermanfaat daripada watchful waiting. TURP lebih sedikit menimbulkan

trauma dibandingkan prosedur bedah terbuka dan memerlukan masa pemulihan yang lebih

singkat. Secara umum TURP dapat memperbaiki gejala BPH hingga 90%, meningkatkan laju

pancaran urine hingga 100%. Komplikasi dini yang terjadi pada saat operasi sebanyak 18-23%,

Page 11: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

dan yang paling sering adalah perdarahan sehingga membutuhkan transfusi. Timbulnya penyulit

biasanya pada reseksi prostat yang beratnya lebih dari 45 gram, usia lebih dari 80 tahun, ASA II-

IV, dan lama reseksi lebih dari 90 menit. Sindroma TUR terjadi kurang dari 1%. Penyulit yang

timbul di kemudian hari adalah: inkontinensia stress <1% maupun inkontinensia urge 1,5%,

striktura uretra 0,5- 6,3%, kontraktur leher buli-buli yang lebih sering terjadi pada prostat yang

berukuran kecil 0,9-3,2%, dan disfungsi ereksi. Angka kematian akibat TURP pada 30 hari

pertama adalah 0,4% pada pasien kelompok usia 65-69 tahun dan 1,9% pada kelompok usia 80-

84 tahun. Dengan teknik operasi yang baik dan manajemen perioperatif (termasuk anestesi) yang

lebih baik pada dekade terakhir, angka morbiditas, mortalitas, dan jumlah pemberian transfusi

berangsur-angsur menurun. TUIP atau insisi leher buli-buli (bladder neck insicion)

direkomendasikan pada prostat yang ukurannya kecil (kurang dari 30 cm3), tidak dijumpai

pembesaran lobus medius, dan tidak diketemukan adanya kecurigaan karsinoma prostat. Teknik

ini dipopulerkan oleh Orandi pada tahun 1973, dengan melakukan mono insisi atau bilateral

insisi mempergunakan pisau Colling mulai dari muara ureter, leher buli-buli sampai ke

verumontanum. Insisi diperdalam hingga kapsula prostat. Waktu yang dibutuhkan lebih cepat,

dan lebih sedikit menimbulkan komplikasi dibandingkan dengan TURP. TUIP mampu

memperbaiki keluhan akibat BPH dan meningkatkan Qmax meskipun tidak sebaik TURP. Cara

elektrovaporisasi prostat hampir mirip dengan TURP, hanya saja teknik ini memakai roller ball

yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat vaporisasi

kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan pada saat

operasi, dan masa mondok di rumah sakit lebih singkat.

INDIKASI PROSTATEKTOMI

Secara umum indikasi prostatektomi adalah

1. Retensi urine akut.

2. Infeksi saluran kemih rekuren atau persisten.

3. Adanya tanda-tanda obstruksi bladder outlet secara nyata atau berkepanjangan.

4. Hematuri mendadak atau berulang yang disebabkan oleh prostat hiperplasi.

5. Perubahan patofisiologi saluran kemih yaitu ginjal, ureter, kandung kemih yang

disebabkan olch obstruksi prostat.

Page 12: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

6. Menurunnya aliran kencing dengan atau tanpa peningkatan tekanan intravesikal.

7. Raw bull sekunder oleh karena obstruksi

INDIKASI PROSTATEKTOMI TERBUKA

1. Berat jaringan prostat diperkirakan lebih dari 50 gram.

2. Terdapat divertikel bull yang harus dioperasi.

3. Terdapat batu buli yang besar.

4. Pembesaran prostat bersamaan dengan kelainan pada uretra.

5. Penderita mengalami ankilosis sendi papa, sehingga tidak bisa dalam posisi litotomi.

6. Bersamaan dengan adanya hernia inguinalis baik tunggal maupun bilateral.

KONTRA INDIKASI PROSTATEKTOMI TERBUKA

1. Kelenjar prostat yang kecil.

2. Kelenjar prostat yang fibrotik.

3. Pernah prostatektomi sebelurnnya.

4. Pernah operasi pelvis sehingga mernpersulit akses ke kelenjar prostat.

5. Karsinoma prostat.

TRANSVESIKAL (SUPRAPUBIK) PROSTATEKTOMI (TVP)

Transvesikal (suprapubik) prostatektomi (TVP) adalah suatu tindakan enukleasi prostat

hiperplasi yang dilakukan melalui insisi ekstraperitoneal dari dinding bull bagian anterior bawah.

Dengan metode ini tidak akan mengeluarkan seluruh jaringan prostat sebab satu lapisan jaringan

antara adenoma prostat dengan jaringan prostat yang tertekan tetap utuh. Tehnik ini mula-mula

diperkenalkan oleh Eugene Fuller di New York USA tahun 1894, kemudian dipopulerkan oleh

Peter Freyer di London Inggris dan selanjutnya dilakukan modilikasi olch Walker, Haris dan

Haryntschak.

Page 13: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

PERSIAPAN PENDERITA

1. Riwayat adanya prostatismus dan pemeriksaan fisik (colok dubur).

2. Laboratorium : Darah rutin, CT, BT, urin rutin, ureum, kreatinin, elektrolit dan PSA.

Bila urin steril diberikan antibiotika profilaksis perioperatif.

Bila terjadi infeksi saluran kemih antibiotika diberikan 24-36 jam sebelum operasi.

3. Bila terjadi retensio urin dipasang kateter.

4. Pemeriksaan EKG.

5. Perneriksaan USG prostat.

6. Pemeriksaan sisitoskopi merupakan bagian dari evaluasi preoperatif, tetapi tidak rutin

dilakukan.

ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN

1. Transfusi set tipe Y dan cairan infuse untuk iv line.

2. Transfuse set tipe I dan NaCI 0,9% untuk drip kateter.

3. Infuse set untuk drain.

4. Foley kateter 3 jalur no. 22 F atau 24 F dan urine bag.

5. Scapel dan pisau.

6. Pinset anatomis dan pinset sirurgis.

7. Gusting jaringan dan gunting benang.

8. Retraktor.

9. Nalpouder, jarum dan benang (side 3/0, dexon 2/0 dan chromic 2/0)

10. Klein arteri, Ellis klem, kocher, pean bengkok dan Langenbeck.

11. Suction dan cauter.

12. Kassa steril, roll kass dan darm kass.

13. Glass spuit 200 cc dan disposible spuit 20 cc.

PROSEDUR OPERASI

Page 14: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

A. Anestesi

Dilakukan dengan spinal anestesi atau epidural anestesi. Bila terdapat kontraindikasi obat-

obat spinal atau epidural anestesi dapat dikerjakan dengan general anestesi.

B. Posisi Penderita

Penderita dalam posisi tcrlentang dengan pemberian bantalan pada pantat, hal tersebut untuk

mempermudah gerakan tangan dan memperjelas penampakan daerah retropuhik. Tetapi ada

heberapa ahli yang tidal: setuju dengan pemasangan bantal pada pantat karena posisi tersebut

tidak berpengaruh pada saat enukleasi kelenjar prostat.

C. Tehnik Operasi

1. Operator right handed berdiri di kiri penderita.

2. Desinfeksi dengan povidon iodine 10 % pada daerah perut batas umbilikus, penis,

skrotum sampai pertengahan paha dan dipersempit dengan duk steril.

3. Insisi kulit vertikal midline / median di antara umbilikus dan simpisis, diperdalam sampai

dengan linea alba dan perdarahan subkutis dirawat.

4. M. rectus abdominis displitting ke kiri dan kanan secara tumpul sampai tampak daerah

prevesikal.

5. Refleksi peritoneum dan jaringan lemak prevesikal yang menutupi sebagian permukaan

anterior buli disingkirkan ke kranial secara tumpul dan hati-hati. Kemudian dipasang

retraktor otomatik.

6. Pasang kateter melalui uretra untuk melakukan irigasi bull kemudian masukkan NaCl

atau air steril sebanyak 200-250 cc, kemudian kateter dilepas dan dilakukan ikatan ringan

pada penis.

7. Dibuat teugel 2 jahitan di bagian anterior buli kiri dan kanan. Jahitan tersebut juga

herfungsi sebagai penggantung sementara dinding buli pada saat dibuka, untuk mencegah

dinding buli anterior berdekatan dengan dinding buli posterior pada saat pembukaan

dinding buli.

8. Dinding buli dibuka kecil dengan cauter diantara jahitan teugel tersebut pada daerah

avaskuler, selanjutnya diperlebar dengan pean bengkok. Cairan dalam buli yang keluar

disuction.

Page 15: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

9. Langenbeck ditempatkan pada lubang dinding buli yang telah diperlebar dengan pean

bengkok, kemudian ditarik kekanan dan kekiri untuk membuka buli secara tumpul untuk

mengurangi perdarahan. Ikatan ringan pada penis dilepas. (Gb. 2)

10. Pasang hak atau retraktor Deaver / Malleable ukuran medium untuk menarik buli kearah

superior dan menahan peritoneum serta organ intraperitoneal supaya tidak menghalangi

lapangan operasi atau menjadikan cedera organ tersebut.

11. Inspeksi keadaan buli secara keseluruhan untuk mencari apakah ada keadaan yang

patologis.

12. Dibuat insisi semisirkuler kira-kira 1 cm dari orifisium uretra interna (bladder neck)

dengan menggunakan elektrocauter pada jam 4 – 8 sampai terbuat rongga antara

adenoma dengan kapsul prostat.

13. Retraktor dilepas untuk memberi lapangan gerak tangan.

14. Selanjutnya jari telunjuk kanan dimasukkan ke dalam uretra prosatika untuk memulai

enukleasi. Menekan ke arah anterior untuk memisahkan uretra dan kommisura anterior

prostat, dengan demikian didapatkan ruang antara adenoma prostat dan kapsul prostat,

kemudian dilakukan pembebasan secara tumpul dengan gerakan jari melingkar untuk

tindakan enukleasi.

Kelenjar prostat yang telah dienukleasi akan keluar melalui insisi semisirkuler tersebut.

15. Perdarahan prostatik bad ditampon dengan rool kass kruang lebih 5 menit untuk

mengurangi perdarahan (hemostatik).

Perdarahan yang terjadi biasanya dari arteri prostatika yang masuk ke kapsul prostat pada

leher buli, yaitu pada jam 5 dan 7, juga sedikit dari dalam fossa prostatika.

16. Hemostatik dilakukan memakai metode jahit ikat “8” (eight figure) dengan benang

chromic catgut nomon 00 dan memakai jarum ukuran 5/8.

17. Setelah hemostatik selesai, dimasukkan kateter folley 3 jalur no. 22 F melalui uretra

dengan isi balon 30 cc, kemudian dilakukan traksi ringan dari arah keluarnya kateter di

penis dengan paha distal penderita.

Page 16: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

18. Luka dinding buli ditutup secara kedap air dengan jahitan kontinyu whole layer memakai

benang polyglycosilat acid (dexon) no. 000 atau chromic catgut 2/0 atau vicryl 2/0.

19. Dilakukan tes buli dengan memasukkan NaCI atau air steril kira-kira 150-200 cc, bila

masih terdapat kebocoran dapat ditambah jahitan.

20. Dipasang drain dengan infuse set pada cavum Retzii yang dialirkan ke luar melalui luka

kulit di sebelah insisi luka operasi.

21. Otot dijahit aproksimasi dengan chromic catgut 2/0.

22. Linea alba dijahit kontinyu dengan benang dexon no. 1

23. Kemudian kulit dijahit dengan side no. 000.

PERAWATAN POST OPERASI

1. Dilakukan pemeriksaan Hemoglobin.

2. Pemberian antihiotika dan analgetik.

3. Drain dilepas setelah hari kedua post operasi atau produksi minimal.

4. Traksi ringan kateter dilakukan 6-24 jam.

5. Irigasi bull tetesan cepat bila urin yang keluar dart kateter kemerahan.

6. Bila urin yang keluar jernih, irigasi dengan tetesan pelan atau bahkan dihentikan.

7. Kateter dilepas pada hari ke 5-7 post operasi.

8. Selanjutnya penderita boleh pulang dan melakukan kegiatan fisik secara bertahap untuk

kembali ke kegiatan normal sesudah 4-6 minggu post operasi. Minum harus 2-3 lt per hari

dan hindari terjadinya konstipasi.

KOMPLIKASI

1. Perdarahan. Perdarahan pada operasi dipengaruhi oleh derajat sklerosis vaskuler, perubahan

inflamasi, besarnya adenoma dan yang kurang penting adalah proses fibrinolitik.

2. Infeksi terdapat pada luka bull-bull, uretra, ginjal, epidedemis, pubis dan pelvis.

3. Inkontinen. Biasanya terjadi segera setelah operasi. Inkontinen yang perpanen biasanya

jarang (kurang dari 1 %).

Page 17: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

4. Fistula urin. Jarang terjadi, hal ini terjadi karena penutupan kapsul prostat atau buli yang

tidak baik. Keadaan roll diperberat dengan tidak lancarnya kateter. Jika kateter lancar maka

fistel akan cepat sembuh.

5. Stenosis leher buli. Karena pada penyernbuhan terjadi banyak jaringan librous yang

timbulnya dipacu oleh infeksi pada buli.

6. Striktur uretra. Timbul pada uretra posterior sebesar 2-5 %.

7. Kerusakan pada ureter. Terjadi karena terikatan ureter pada waktu melakukan ikatan

hemostasis.

8. Impotensi Ini terjadi bila ada kerusakan kapsul. Lebih banyak pada penderita tua.

9. Retrograd ejakulasi.

10. Hiperplasi sisa prostat, biasanya timbul sesudah 10-20 tahun post operasi

EKSTRAVESIKAL RETROPUBIK PROSTATEKTOMI (TERRANCE MILLIN

PROSTATEKTOMI = TMP)

Tehnik ini pertama kali dilakukan oleh Von Stockum tahun 1909 dan dipopulerkan oleh

Terrance Millin tahun 1945. Tindakan operasi ini dilakukan pada prostat hiperplasi yang tidak

disertai kelainan atau patologi didalam buli.

PERSIAPAN PENDERITA

1. Riwayat adanya prostatismus dan pemeriksaan fisik (colok dubur).

2. Laboratorium : Darah rutin, CT, BT, urin rutin, ureum, kreatinin, elektrolit dan PSA.

Bila urin steril diberikan antibiotika profilaksis perioperatif.

Bila terjadi infeksi saluran kemih antibiotika diberikan 24-36 jam sebelum operasi.

3. Bila terjadi retensio urin dipasang kateter.

4. Pemeriksaan EKG.

5. Pemeriksaan USG prostat.

Page 18: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

6. Pemeriksaan sisitoskopi merupakan bagian dari evaluasi preoperatif, tetapi tidak rutin

dilakukan.

ALAT-ALAT YANG DIPERLUKAN

1. Transfusi set tipe Y dan cairan infuse untuk iv line.

2. Transfusi set tipe 1 dan NaCl 0,9% untuk drip kateter.

3. Infuse set untuk drain.

4. Foley kateter 3 ja1ur no. 22 F atau 24 F dan urine bag.

5. Scapel dan pisau.

6. Pinset anatornis dan pinset sirurgis.

7. Gunting jaringan dan gunting benang.

8. Retraktor.

9. Nalpouder, jarum dan benang (side 3/0, dexon. 2/0 dan chromic 2/0).

10. Klem arteri Ellis klem, kocher, pean hengkok dan Langenbeck.

11. Suction dan cauter.

12. Kassa steril, roll kass dan darm kass.

13. Glass spuit 200 cc dan disposible spuit 20 cc.

PROSEDUR OPERASI

A. Anestesi

Dilakukan dengan spinal anestesi atau epidural anestesi. Bila terdapat kontraindikasi obat-

obat spinal atau epidural anestesi dapat dikerjakan dengan general anestesi.

B. Posisi Penderita

Penderita dalam posisi terlentang dengan pemberian bantalan pada pantat, hal tersebut untuk

mempermudah gerakan tangan dan memperjelas penampakan daerah retropubik. Tetapi ada

beberapa ahli yang tidak setuju dengan pemasangan bantal pada pantat karena posisi tersebut

tidak berpengaruh pada saat enukleasi kelenjar prostat.

C. Teknik Operasi

Page 19: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

1. Operator right handed berdiri di kiri penderita.

2. Desinfeksi dengan povidon iodine 10 % pada daerah perut batas umbilikus, penis,

skrotum sampai pertengahan paha dan dipersempit dengan duk steril.

3. Insisi kulit vertikal midline/ median di antara umbilikus dan simpisis, atau modifikasi

insisi Pfannensteil 2 cm diatas simpisis pubis diperdalam, sampai dengan linea alba dan

perdarahan subkutis dirawat.

4. M. rectus abdominis displitting ke kiri dan kanan secara tumpul sampai tampak daerah

prevesikal.

5. Refleksi peritoneum dan jaringan lemak prevesikal yang menutupi sebagian permukaan

anterior buli diisingkirkan ke kranial secara tumpul dan hati-hati. Kemudian dipasang

retraktor otomatik.

6. Identifikasi dan raba leher buli.

7. Dipasang kassa kiri dan kanan di daerah prostat, sehingga kelenjar prostat tampak

semakin menenjol.

8. Ligasi vena pada permukaan anterior prostat dan pasang teugel di kranial dan kaudal

tempat insisi kapsul prostat

9. Insisi transversal dengan elektrokauter 1 cm kaudal leher buli diantara ligasi vena

tersebut selebar pembesaran prostat atau hingga adenoma prostat tampak jelas.

10. Retraktor dilepas untuk memberi lapangan gerak tangan.

11. Selanjutnya jari telunjuk kanan dimasukkan ke dalam uretra prostatika melalui insisi

tersebut mulai dari puncak adenoma prostat, kemudian dilakukan pembebasan secara

tumpul dengan gerakan jari melingkar untuk tindakan enukleasi. Kelenjar prostat yang

telah dienukleasi akan keluar melalui insisi tersebut.

12. Perdarahan prostatik bad ditampon dengan rool kass kurang lebih 5 menit untuk

mengurangi perdarahan (hemostatik). Perdarahan yang terjadi lebih sedikit bila

dibandingkan dengan tehnik TVP.

13. Setelah hemostatik selesai, dimasukkan kateter folley 3 jalur no. 22 F melalui uretra

dengan isi balon 30 cc, kemudian dilakukan traksi ringan dari arah keluarnya kateter di

penis dengan paha distal penderita.

Page 20: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

14. Dilakukan penjahitan antara mukosa leher bull dengan kapsul prostat dengan jahitan

interupted atau kontinyu menggunakan benang chromic 2/0 atau dexon 00 yang sekaligus

berfungsi sebagai hemostatik.

15. Dilakukan tes buli dengan memasukkan NaCI atau air steril kira-kira 150-200 cc, bila

masih terdapat kebocoran dapat ditambah jahitan.

16. Dipasang drain dengan infuse set pada cavum Retzii yang dialirkan ke luar melalui luka

kulit di sebelah insisi luka operasi.

17. Otot dijahit aproksimasi dengan chromic catgut 2/0.

18. Linea alba dijahit kontinyu dengan benang dexon no. 1.

19. Kemudian kulit dijahit dengan side no. 000.

PERAWATAN POST OPERASI

1. Dilakukan pemeriksaan Hemoglobin.

2. Pemberian antibiotika dan analgetik.

3. Inj. Furosemid 20 mg iv, diulang 30-60 menit hingga produk urin baik.

4. Drain dilepas setelah hari kedua post operasi atau produksi minimal.

5. Traksi ringan kateter dilakukan 4-24 jam.

6. Bila urin yang keluar jernih, irigasi dengan tetesan pelan atau bahkan dihentikan.

7. Kateter dilepas pada hari ke 5-7 post operasi.

8. Selanjutnya penderita boleh pulang dan melakukan kegiatan secara fisik secara bertahap

untuk kembali ke kegiatan normal sesudah 4-6 minggu post operasi. Minum harus 2-3 lt per

hari dan hindari terjadinya konstipasi.

KOMPLIKASI

1. Perdarahan. Perdarahan pada operasi dipengaruhi oleh derajat sklerosis vaskuler, perubahan

inflamasi, besarnya adenoma dan yang kurang penting adalah proses fibrinolitik.

2. Infeksi pada luka leher buli, uretra, ginjal, epidedemis, pubis dan pelvis.

3. Inkontinen. Biasanya terjadi segera setelah operasi. Inkontinen yang perpanen biasanya

jarang (kurang dari 1%).

Page 21: Pembedahan Terbuka Pada Bphcetak

4. Fistula urin. Jarang terjadi, hal ini terjadi karena penutupan kapsul prostat atau buli yang

tidak baik. Keadaan ini diperberat dengan tidak lancarnya kateter. Jika kateter lancar maka

fistel akan cepat sembuh.

5. Stenosis leher buli. Karena pada penyembuhan terjadi banyak jaringan fibrous yang

timbulnya dipacu oleh infeksi pada buli.

6. Striktur uretra.

Timbul pada uretra posterior sebesar 2-5%.

7. Impotensi. Ini terjadi bila ada kerusakan kapsul. Lebih banyak pada penderita tua.

8. Retrograd ejakulasi.

9. Hiperplasi sisa prostat, biasanya timbul sesudah 10-20 tahun post operasi.

KEPUSTAKAAN

1. Oesterling JE. Retropubic and suprapubic prostatectomy. In : Campbell’s urology. Ed

seventh. WB Sauders Company, Philadelphia. 1998; 1529-41.

2. Banowsky LHW. Suprapubic prostatectomy. In : Stewart’s operative urology Ed. Second.

Williams & Wilkins-Baltimore. 1989; 601-7.

3. Straffon RA. Simple retropubic prostatectomy. In : Stewart’s operative urology. Ed second.

Williams & Wilkins-Baltimore 1989; 616-20.

4. Sidharta S. Penanganan prostat hiperplasi dengan cara operasi. Sug bagian bedah urologi FK

Undip Semarang.

5. Peter HCL. The management of post prostatectomy incontinence. Medical Progress Januari

2000; 11-14.